PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LALU-LINTAS JALAN (PPL)

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LALU-LINTAS JALAN (PPL)

(Wegverkeersverordening [WVV])

S. 1936-451

s.d.u.t dg. S. 1937-114, S. 1937-447, S. 1938-714, S. 1939-289, S. 1940-73, S. 1949-220; PP No. 28/1951, PP No. 4411954,

PP No. 2/1964, m.b. 15 Agustus 1936.

Catatan:

1. Dg. PPL (“Wegverkeersverordening”) ini dicabut kembali “Peraturan Pemerintah Lalu-Lintas Jalan” (S. 1933-138), s.d.u.t. terakhir dg. peraturan tanggal 22 Nopember 1934 (S. 1934-642.);

2. Yang dimaksud dengan “Undang-undang Lalu-Lintas Jalan” (UUL): “Wegverkeersordonnantie” (S. 1933-86).

Pasal 1.

undang (Ordonansi) Lalu-Lintas Jalan”, maka pada penetapan- g g penetapan yang dikeluarkan dengan atau berdasarkan peraturan or or

(1) Dengan tidak mengurangi penetapan dengan pasal (l) “Undang-

pemerintah (verordening) ini yang dimaksud dengan: s. s.

a. kereta: kendaraan yang digerakkan (dijalankan) dengan

tenaga penghela hewan dan dipergunakan untuk pengangkutan lita lita

b. gerobak: kendaraan yang digerakkan dengan tenaga penghela ga ga hewan dan dipergunakan untuk pengangkutan barang atau le le

orang;

w. w.

hewan;

c. muatan sumbu: jumlah tekanan roda-roda pada suatu sumbu

d. parkir: pemberhentian kendaraan selain dari untuk ww ww

yang menekan jalan;

menurunkan atau menaikkan orang dengan segera, ataupun untuk memuat atau membongkar barang dengan segera;

e. berhenti di tempat menunggu: pemberhentian kendaraan umum, selain untuk menurunkan atau menaikkan orang dengan segera ataupun untuk memuat atau membongkar barang dengan segera;

f. memberhentikan: memberhentikan kendaraan atau hewan;

g. tempat perhentian: tempat memberhentikan dan tempat perhentian kendaraan umum untuk menurunkan dan menaikkan penumpang;

h. pemelihara jalan: orang (badan) yang seluruhnya atau sebagian besar memikul biaya pembetulan dan pemeliharaan jalan itu.

(2) (s.d.t. dg, S. 1938-714.) Mengenai jalan-jalan yang dipelihara oleh daerah otonom maka Dewan Hariannya dianggap sebagai pemelihara jalan.

Pasal 2.

(1) (s. d. u. dg. S. 1938- 714, S. 1940- 73.) Dilarang:

a. berjalan disebelah kanan jalur lalu-Lintas, yang bukan jalan orang, kecuali jikalau hal ini perlu berhubung dengan keadaan jalan atau pun untuk melewati pemakai jalan yang

2 1 lain atau barang; (PPL. 108 1,4,6 , 109 , 114 .) 2 1 lain atau barang; (PPL. 108 1,4,6 , 109 , 114 .)

1 1 lintas ini; (PPL. 108 1,4 , 109 , 114 .)

c. dengan tidak mempunyai alasan yang penting menyuruh atau membiarkan kendaraan atau hewan berhenti di jalur lalu- lintas, di belokan, di persimpangan atau di jembatan; (PPL

d. berjalan terus jikalau hal ini sudah dilarang menurut tanda yang diberikan pesawat, yang nyata gunanya untuk mengatur

1 lalu-lintas; (PPL. 108 1 , 109 , 116.)

e. berjalan terus dengan kendaraan ataupun dengan hewan melewati suatu tanda yang ada pada alas jalan, jikalau

1 perintah untuk berhenti telah diberikan; (PPL. 108 ' , 109 , 116.)

f. berjalan samping-menyamping di jalan orang atau bersepeda sampingmenyamping di jalan sepeda, sehingga tidak cukup lagi tempat untuk lewat bagi orang-orang lain yang berjalan kaki atau pengendara sepeda; (PPL. 116, 108 1 .)

g. (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) memberhentikan kendaraan di tempat lain selain dari di sebelah paling kiri dari jalur

lalu-lintas, kalau kita menghadap ke jurusan jalan g g kendaraan, kecuali jika pada sebelah kiri jalur itu ada or or

s. s.

jalan kereta api, jalan trem atau jalan kereta api

perusahaan/perindustrian, ataupun jika untuk beberapa jalan

telah dikeluarkan peraturan lain dengan penetapan Dewan lita lita

h. memberhentikan kendaraan di jalur lalu-lintas pada suatu ga ga tempat dengan cara sedemikian, sehingga tidak cukup tempat le le

1 Harian Daerah otonom; (PPL. 108 1 , 109 .)

w. w.

lagi bagi kendaraan lain untuk lewat.

(2) Pengemudi kendaraan yang bukan kendaraan bermotor diharuskan tetap berjalan pada sebelah paling kiri dijalur lalu-lintas,

kecuali dalam beberapa hal, jikalau keadaan jalan tidak ww ww

mengizinkannya, atau jikalau perlu meninggalkan jalan kiri ini untuk melewati (memotong) pemakai-pemakai jalan yang lain atau

1 benda-benda. (PPL. 108 6 , 114 .) (3) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Untuk mempergunakan pasal ini maka

suatu jalan yang dibagi dua oleh jalur pemisah dianggap sebagai satu jalan, asal saja kedua bagian jalan itu mempunyai satu nama.

(4) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Penetapan-penetapan yang disebutkan di ayat (1) huruf g yang mengenai jalan-jalan propinsi hanya

1 dikeluarkan oleh Dewan Harian Propinsi. (PPL. 8 2 , 57 .)

Pasal 3.

Setiap orang diharuskan menepi pada waktunya di jalur lalu-lintas, yang bukan jalan orang:

a. sebanyak mungkin ke kiri waktu berpapasan atau waktu dilewati;

1 2 b. secukupnya ke kanan sewaktu melewati. (PPL. 8 2 , 57 , 108 ,

Pasal 4.

(1) (s. d. u. dg. S. 1938- 714, S. 1940- 73.) Setiap orang di jalan diharuskan mendahulukan: (1) (s. d. u. dg. S. 1938- 714, S. 1940- 73.) Setiap orang di jalan diharuskan mendahulukan:

ke-2. lalu-lintas yang dihadapi di tempat itu, di mana dinyatakan dengan rambu atau tanda, bahwa di sana harus didahulukan lalu-lintas dari depan; (PPL. 104 2 .)

ke-3. (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) ketika hendak masuk ke djalan raya datang dari dialan simpangan, kepada lalu-lintas di djalan raya; jang dianggap djalan raya adalah djalan-djalan jang ditundjuk sebagai demikian oleh Gubernur-gubernur propinsi untuk kepentingan lalu-lintas langsung, dalam ligkungan kota-kota djuga djalan-djalan jang sebagai demikian ditundjuk dengan keputusan Dewan Pemerintah Daerah Kota-kota itu; (PPL. 106 1,2 .)

ke-4. lalu-lintas di persimpangan jalan raya yang seharusnya didahulukan menurut rambu; (PPL. 104 2 .)

lalu-lintas dari kiri dalam hal-hal yang lain, jika g g

ke-5.

Kewajiban untuk mendahulukan ini berlaku menurut urutan or or nomor yang menyebutkan hal-hal tadi dan pemakai jalan yang s. s.

tibanya di persimpangan kira-kira bersamaan.

disebutkan lebih dahulu. lita lita

disebutkan kemudian harus mendahulukan pemakai jalan yang

(2) Setiap orang harus menepi dijalan untuk orang-orang dan ga ga

le le

kendaraan-kendaraan atau barang-barang lain yang nyata harus

juga untuk orang cacat dan orang yang membutuhkan pertolongan. w. w.

berada di jalan itu berhubung dengan suatu pekerjaan, serta

(PPL. 8 o , 57 , 108 , 109 , 114 .)

ww ww

Pasal 5.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dilarang:

a. melewati (memotong) suatu kendaraan yang berjalan kejurusan yang sama, pandangan yang bebas ke depan terhalang;

b. mempercepat kendaraan sewaktu dilewati oleh kendaraan lain

yang akan mendahului;

c. melewati trem yang berhenti di jalur lalu-lintas untu menurunkan atau menaikkan penumpang, pada sebelah tempat menurunkan atau menaikkan itu, terkecuali jika di situ ada bukit pelarian, trotoar pelarian atau ada jalur aman di permukaan jalan;

d. ke luar ke jalan dari halaman atau lapangan yang letaknya

di tepi jalan, jika jalan ini tidak bebas;

e. melewati bukit lalu-lintas dari sebelah kanan. (2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom, maka menyimpang dari penetapan pada ayat (1) huruf e, dibolehkan kendaraan bermotor melalui bukit lalu-

1 2 lintas dari sebelah kiri dan kanan. (PPL. 8 2 , 57 , 106, 108 , 109 1 .)

Pasal 6.

(1) Jika tidak perlu, pemakai jalan dilarang berada di jalan lalu- lintas selain dari yang telah ditetapkan untuk dia atau yang (1) Jika tidak perlu, pemakai jalan dilarang berada di jalan lalu- lintas selain dari yang telah ditetapkan untuk dia atau yang

1 ini. (PPL. 109 1,4 , 114 .) (2) Dengan tidak mengurangi penetapan di ayat tadi, maka pemakai

jalan yang butuh pertolongan atau cacat, dilarang jika tidak perlu berada di jalur lalu-lintas kendaraan, jika tidak disertai pengiring atau tidak mempunyai suatu tanda yang telah

1 2 ditetapkan atau disahkan. (PPL. 7, 8 2 , 57 , 108 .)

Pasal 7.

(1) Menteri Perhubungan dapat:

a. mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai lalu-lintas di persimpangan (prapatan) dan mengenai isyarat-isyarat (tanda-tanda) yang dipergunakan pegawai pengatur lalu- lintas;

b. menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi pesawat-

pesawat pengatur lalu-lintas;

c. menetapkan tanda-tanda yang disebutkan di pasal 6 ayat (2) dan lambang-lambang untuk beberapa golongan pemakai jalan, serta mengeluarkan aturan-aturan tentang pemakaian tanda- tanda itu.

(2) (s.d.u. dg. 9. 1938-714.) Dilarang:

a. mengadakan atau mempunyai suatu pesawat di jalan, di tepi

yang sangat menyerupai tanda-tanda yang disebutkan di ayat or or (1) huruf a dan b, sehingga mungkin menimbulkan kekalutan s. s.

atau di atasnya yang dapat memberikan isyarat atau tanda,

b. mempergunakan tanda atau lambang, jikalau tidak masuk lita lita

atau kekeliruan ;

2 1 ga ga

golongan pemakai jalan yang telah diizinkan memakainya.

le le

(PPL. 57 , 108 .)

w. w.

Pasal 8.

(1) (s.d.u. dg. PPNo. 28/19751.)Dengan peraturan daerah otonom

dapat dikeluarkan peraturan-peraturan sebagai tambahan aturan- ww ww

aturan lalu-lintas yang termaktub di pasal-pasal 2, 3, 4, 5 dan

6, jikalau keadaan-keadaan dan kebutuhan setempat menghendakinya. (2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom:

a. untuk keamanan lalu-lintas dapat dilarang menjalani beberapa jalan kesatu atau dua jurusan, baik untuk selamanya, ataupun untuk jam-jam yang tertentu atau untuk beberapa hari, baik dengan semua kendaraan, maupun dengan beberapa

macam kendaraan, asal saja lalu-lintas langsung tidak mendapat rintangan yang tak perlu; (PPL. 109 1 .)

b. dapat ditunjuk tempat parkir dan dapat ditunjuk jalan-jalan atau tempat tempat yang dilarang parkir atau berhenti di situ; (PPL. 109 1 .)

c. dapat dilarang di beberapa jalan atau pojok-pojok jalur lalu-lintas untuk memutar segala atau beberapa macam

1 kendaraan atau hewan; (PPL. 104 1 , 109 .)

d. dapat dilarang melewati (momotong) kendaraan bermotor yang sedang berjalan oleh kendaraan bermotor lain; (PPL. 104', 109'.)

e. dapat dilarang memasuki beberapa jalan dari jalan lain;

(PPL. 104', 109'.)

f. dapat dilarang menjalani beberapa jalan dengan sepatu roda, f. dapat dilarang menjalani beberapa jalan dengan sepatu roda,

g. dapat ditunjuk jalur jalan khusus untuk satu atau lebih

pemakai jalan;

h. dapat dilarang mengadakan permainan di jalan;

i. dapat dilarang kendaraan menyimpang ke kanan untuk memasuki

jalan simpangan. (PPL. 104'.)

(3) Peraturan-peraturan atau penetapan-penetapan yang dimaksud di ayat(l) dan (2) yang mengenai jalan-jalan propinsi masing- masing ditetapkan oleh Dewan Propinsi atau Dewan Harian Propinsi. (PPL. 106, 108.)

Peraturan -peraturan Mengenai Orang Berjalan Kaki.

Pasal 9.

(1) Orang berjalan kaki dilarang menyeberangi suatu jalur untuk lalu-lintas kendaraan, jika tidak melalui jalan yang sependek- pendeknya dan setelah dia mendapat kepastian bahwa dia dapat menyeberang dengan tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.

(2) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Di jalan-jalan yang tidak mempunyai jalan orang, orang berjalan kaki diharuskan:

a. berjalan di pinggir jalan, jika ini dapat dilalui dengan

sempuma;

or or o

b. tetap berjalan disisi paling kiri jika pinggir jalan yang

demikian tidak ada. (PPL. 108 , 114 s. s. .)

lita lita

Pasal 10.

jalur kendaraan untuk penyeberangan orang berjalan kaki waktu ga ga jam-jam yang tertentu. (PPL. 106.) le le (2) Jika jalur-jalur yang disebutkan di ayat (1) itu telah w. w.

(1) Dengan penetapan Dewan Harian Kota-kota dapat ditunjuk beberapa

ditunjuk, maka orang berjalan kaki dilarang menyeberangi jalan kendaraan selain dari melalui jalur-jalur ini. (PPL. 108'.)

ww ww

(3) Penetapan-penetapan di pasal ini tak berlaku untuk rombongan- rombongan angkatan darat atau laut, atau polisi yang sedang berbaris.

Peraturan- peraturan Mengenai Pengemudi.

Pasal 11.

(1) Pengemudi yang sempat melihat atau dapat selayaknya mengira, bahwa seorang berjalan kaki bermaksud menyeberangijalur lalu- lintas kendaraan, diwajibkan mengurangi kecepatannya, sehingga penyeberangan itu tidak mendapat hatangan.

(2) Sewaktu berjalan beriring-iringan, pengemudi diwajibkan berada cukup jauh dari kendaraan yang di depannya, sehingga dapat

dicegah suatu tubrukan jikalau kecepatan kendaraan itu berubah sedikit.

(3) Pengemudi kereta, gerobak dan kereta sorong dilarang jika tak perlu betul mengadakan iringan di jalan dengan lebih dari 3 kendaraan, jika di antara tiaptiap dua iringan dari 3 kendaraan ini tidak diluangkan paling sedikit jarak 10 m di daerah

perumahan kota dan 30 m di jalan di luar daerah ini. (PPL. 114 o .)

(4) (s.d.t. dg. S. 1938-714.) Pengemudi dilarang:

a. jika tak perlu menyebabkan bahaya, rintangan atau kesusahan a. jika tak perlu menyebabkan bahaya, rintangan atau kesusahan

b. mengemudikan kendaraannya dengan cara sedemikian, sehingga

dia tak cukup lagi menguasainya;

c. meninggalkan kendaraan bermotornya tanpa diawasi dengan tidak mematikan mesinnya dan tidak memasang remnya;

d. meninggalkan kereta atau gerobaknya dengan pasangannya

tanpa diawasi;

e. pada kereta atau gerobaknya yang sedang berialan dan yang bermuatan penuh berada di suatu tempat, selain dari tempat duduk yang telah disediakan untuk pengemudi.

(5) Pengemudi sepeda dilarang mengangkut dengan sepedanya satu atau lebih orang lain, kecuali jika sepeda itu mempunyai tempat barang yang dapat dipergunakan untuk itu, ataupun jika sepeda itu telah mempunyai bentuk untuk keperluan demikian.

(6) Dengan tidak mengurangi penetapan di pasal 2 ayat (1) huruf f, dilarang orang bersepeda bersandingan lebih dari dua orang. (7) Dilarang orang bersepeda membiarkan kendaraannya dihela

(diseret) oleh kendaraan lain. (8) (s.d.u. dg. PP No-. 28/1951.) Dengan peraturan daerah otonom maka untuk keamanan lalu-lintas pengangkutan orang lain selain dari pengemudi, dengan sepeda dapat dibatasi atau dilarang

melebihi larangan di ayat (5). (PPL. 57 o , 108 g g

or or

Kecepatan-kecepatan Maksimum. s. s.

lita lita

Pasal 12.

berdasarkan penetapan dengan ayat-ayat yang berikut, maka ga ga dilarang pengemudi: a. Oto bis dengan jumlah berat yang le le diperbolehkan lebih dari2 .000 kg menjalankan kendaraannya di w. w. jalan dengan kecepatan lebih dari 55 km sejam; b. mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg

(1) Sejauh belum lagi ditentukan keeepatan maksimum yang lain

ww ww

menjalankan kendaraannya di jalan dengan kecepatan lebih dari

50 km sejam; - otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan traktor dengan sebuah kereta tempelan lebih dari

40 km sejam. (PPL. 1042.) (1a) (s.d.u. dg. S. 1940-73.) Di beberapa jalan yang letaknya tidak di daerah perumahan kota dapat ditetapkan:

a. kecepatan maksimum 70 km sejam untuk otobis dan mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg;

b. keeepatan maksimum 50 km sejam untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan untuk traktor dengan sebuah kereta tempelan.

(2) Di daerah perumahan kota, dapat ditetapkan:

1. kecepatan maksimum 40 km sejam untuk semua ataupun untuk

beberapa macam kendaraan;

2. kecepatan maksimum 25 km sejam:

a. di jalan tempat lalu-lintas yang ramai waktu jam-jam yang

tertentu bagi semua kendaraan;

b. untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan untuk traktor dengan sebuah kereta tempelan. (3) Jika keselaniatanjalan menghendakinya, maka untuk di luar daerah perumahan kota dapat diteta'pkan kecepatan maksimum 40 km sejam untuk semua atau beberapa macam kendaraan dan kecepatan maksimum 25 km sejam di luar dan di dalam daerah b. untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan untuk traktor dengan sebuah kereta tempelan. (3) Jika keselaniatanjalan menghendakinya, maka untuk di luar daerah perumahan kota dapat diteta'pkan kecepatan maksimum 40 km sejam untuk semua atau beberapa macam kendaraan dan kecepatan maksimum 25 km sejam di luar dan di dalam daerah

(4) Selain dari itu dapat ditetapkan keeepatan maksimum 40 km dan

25 km sejam, jika keadaan setempat menghendakinya untuk semua atau beberapa macam kendaraan di dekat dan di atas jembatan- jembatan dan persimpanganpersimpangan dan pada bagian-bagian jalan yang berbahaya untuk lalu-lintas. (PPL. 57 o .)

Perlombaan Jalan Dan Pacuan.

Pasal 13.

(1) Surat izin yang disebutkan di pasal 3 “Undang-undang Lalu- lintas Jalan” diberikan hanya jika perlombaan atau pacuan itu dilakukan dengan cara yang tidak sangat menghalangi dan membahayakan lalu-lintas.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 8/1951.) Idzin ini diberikan djika sekalian djalan-djalan jang digunakan sebagai tempat mengadakan perlombaan atau patjuan itu:

a. terletak didalam sesuatu kota oleh Wali-kota;

b. terletak didalam sesuatu kabupaten oleh Bupati;

c. terletak didalani lebih dari satu kabupaten tetapi dalam

d. terletak didalam lebih dari satu propinsi oleh Menteri g g

satu propinsi oleh Gubernur;

or or

(3) Izin ini dapat disertai syarat-syarat untuk menamin tertib s. s.

Dalam Negeri.

(4) Oleh Menteri Dalam Negeri dapat ditetapkan peraturan umum lita lita

serta kebebasan dan keamanan lalu-lintas.

mengandung aturan-aturan tentang pemberian-pemberian izin yang ga ga dimaksud di pasal ini. le le

mengenai perlombaan-perlombaan dan pacuan-pacuan, yang

w. w.

Pemberian Tanda Dan Penerangan; Bentuk Dan Perlengkapan.

ww ww

Pasal 14.

(1) Pemakai jalan diwajibkan memberi tanda secukupnya dengan suara atau isyarat, ataupun, di antara matahari terbenam dan matahari terbit, dengan cahaya setiap waktu jika hal ini perlu untuk keamanan lalu-lintas.

(2) Suatu penerangan atau pemberian tanda yang diwajibkan dengan atau herdasarkan peraturan ini, dianggap telah dilakukan, hanya jika dia menurut pendapat umum telah dapat dilihat, didengar atau dipahami pada waktunya di tempat yang dimaksud, oleh mereka kepada siapa penerangan atau pemberian tanda itu

ditujukan. (PPL. 57 o , 108 , 109 .)

Pasal 15.

(1) Pengemudi kendaraan diwajibkan:

a. jika dia bermaksud mengurangi kecepatan dengan tiba-tiba, menyatakan pada waktunya maksud ini, baik dengan suatu isyarat yang jelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada kendaraan, atau dengan lengan, tongkat, cemeti atau benda lain yang jelas kelihatan diturun-naikkan di samping kendaraan itu; (PPL. 114 o .)

b. jika hendak berhenti, menyatakan maksud itu pada waktunya, baik dengan suatu isyarat yangjelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada kendaraan, baik dengan lengan, b. jika hendak berhenti, menyatakan maksud itu pada waktunya, baik dengan suatu isyarat yangjelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada kendaraan, baik dengan lengan,

c. jika dia bermaksud mengubah haluan, menyatakan maksud itu pada waktunya, baik dengan suatu isyarat yang jelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada kendaraan, baik dengan lengan, tongkat, cemeti atau benda lain yang jelas kelihatan diulurkan ke arah yang dikehendaki itu. (PPL. 114 o .)

d. umumnya, jika dia bermaksud menyimpang dari tingkah laku lalu-lintas yang biasa, menyatakan hal ini sejelas mungkin dengan suatu tanda yang terang kelihatan.

(2) Setiap orang dilarang memberikan suatu tanda di jalan,

melakukan suatu gerakan atau tindakan, yang mungkin mengacaukan lalu-lintas.

(3) (s.d.t. dg. S. 1938-714.) Pengemudi kendaraan bermotor, yang bukan sepeda motor, diwajibkan menyatakan maksudnya untuk mengubah haluan di antara matahari terbenam dan matahari terbit dengan mempergunakan penunjuk arah yang dimaksud di pasal 24 ayat (1) huruf f.

(4) (s.d.t. dg. S. 19,18-714.) Pengemudi kereta diwajibkan

menyatakan maksudnya yang disebutkan di ayat (1) itu dengan mempergunakan satu bulatan yang bertangkai tongkat; pada

sebelah-menyebelah bulatan ini ada reflektor merah, seperti g g yang telah ditetapkan untuk sepeda dengan pasal 17 ayat (1) or or

s. s. .)

huruf d kedua. (PPL. 57 o , 108 , 109

lita lita

Pasal 16.

ga ga

(1) Kecuali penetapan dengan ayat (2) di antara matahari terbenam

a. dua lampu kiri-kanan yang memancarkan ke depan sinar yang le le tak berwarna atau berwarna kuning, yang terangnya cukup w. w.

dan matahari terbit kendaraan bermotor harus mempunyai:

jelas kelihatan oleh orang-orang padajarak 60 m pada

keadaan cuaca yang biasa dan di jalan yang tak diterangi; ww ww

sinar ini harus diarahkan atau dapat diarahkan sehingga tidak menyilaukan mata; bola lampu pada sebelah kanan belakang, yang memancarkan ke belakang sinar merah yang terang;

c. lampu di sebelah belakang, yang memanearkan ke belakang sinar merah atau sinar kuning, ataupun yang terang menyinari satu tanda peringatan, jika rem kaki dipergunakan;

d. lampu yang terang menyinari tanda yang dimaksud di pasal 47 ayat (1), tetapi hanya jika pada kendaraan bermotor itu

tidak terpasang kereta gandengan. (PPL. 7.)

(2) Menyimpang dari penetapan dengan ayat (1) maka untuk sepeda motor beroda dua diwajibkan hanya satu lampu yang disebutkan di huruf a, dan untuk kendaraan bermotor yang demikian lampu yang disebutkan di huruf b dapat dipasang di tengah di sebelah belakang, dan perkakas yang disebutkan di huruf c tidak diharuskan. (PPL. 19, 43 dst., 572, 71, 114 o .,5, 115.)

Pasal 17.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Di antara matahari terbenam dan terbit diharuskan:

a. kereta, gerobak, riksa, kereta sorong dan sepeda yang beroda tiga atau lebih, mempunyai dua lentera (lampu) kiri- a. kereta, gerobak, riksa, kereta sorong dan sepeda yang beroda tiga atau lebih, mempunyai dua lentera (lampu) kiri-

b. seorang pejalan kaki yang membawa beban pada pikulan dijalan yang juga dilalui kendaraan bermotor, harus membawa cahaya (lampu) terang yang tak berwama atau berwarna kuning yangjelas menyatakan kepada pemakai-pemakai jalan di depan dan di belakangnya bahwa dia berada di situ; (PPL. 108'.)

c. Dihapus dg. S. 1938-714;

d. sepeda beroda dua harus mempunyai:

sebuah lentera, yang memancarkan ke depan cahaya terang yang tak berwarna atau berwarna kuning, yang ditujukan ke bawah sehingga jalan disinari paling jauh 15 m di depan sepeda itu;

kedua: sebuah lentera di belakang yang memancarkan ke belakang cahaya merah, ataupun suatu reflektor yang letaknya tegak lurus dan yang menjadikan sinar yang tiba di situ menjadi kilauan merah yang terang

kelihatan. (PPL. 15 o , 19 , 57 , 114 g g o

, 115.) (2) Dihapus dg. S. 1938-714.

or or s. s.

Pasal 18.

(1) Kereta gandengan yang dipasangkan langsung atau dengan lita lita

antara matahari terbenam dan matahari terbit, harus mempunyai: ga ga

perantaraan kereta gandengan lain kepada kendaraan bermotor, di

a. dua lampu (lentera) yang dipasangkan di kiri-kanan, yang le le tnemancarkan miring ke depan sinar terang yang tak berwarna w. w.

atau berwarna kuning;

ww ww

b. di sebelah belakang kanan sebuah lampu, yang menyinarkan ke

belakang cahaya merah yang terang;

c. di sebelah belakang sebuah lampu yang meinancarkan ke belakang cahaya terang yang merah atau kuning, ataupun yang terang menyinari tanda peringatan, jika rem kaki dipergunakan;

d. lentera (lampu) yang terang menyinari tanda yang dipasang di sebelah belakang sebagai disebutkan di pasal 36, tetapi hanya, jika di belakang kereta gandengan ini tidak ada lagi terpasang kereta gandengan lain.

(2) Kereta samping yang dipasang pada sepeda motor, di antara matahari terbenam dan matahari terbit, harus mempunyai lampu, yang memancarkan ke depan cahaya terang yang tak berwarna atau berwarna kuning dan yang ditempatkan pada sebelah yang jauh dari sepeda motor itu, sertajuga, jika kereta samping itu dipasang di sebelah kanan sepeda motor, sebuah lampu pada sebelah kanan yang memancarkan ke belakang cahaya merah yang

0 0 terang. (PPL. 19 0 57 , 70, 114 , 115.)

Pasal 18a.

(s.d.u. dg. S. 1938-714.) Jika muatan kendaraan lebih dari 2 m keluar dari sisi belakang, maka pada ujung belakang muatan itu harus ada:

a. di antara matahari terbenam dan matahari terbit, kain merah a. di antara matahari terbenam dan matahari terbit, kain merah

b. di antara matahari terbenam dan matahari terbit, sebuah lentera memancarkan ke segala penjuru cahaya merah yang terang kelihatan. (PPL. 572.)

Pasal 19.

(1) Pengemudi diharuskan menjaga:

a. supaya aturan-aturan yang disebutkan di ayat-ayat 16, 17

dan 18 ditaati;

b. supaya sumber-sumber cabaya (lampu-lampu) yang ada di atas atau pada kendaraannya tidak menyilaukan pandangan pengemudi-pengemudi kendaraan yang datang dari depan.

(2) Kewajiban termaktub di ayat (1) huruf a tidak berlaku untuk kendaraan yang sedang berhenti:

a. jika dia diterangi oleh cahaya yang datang dari luar, schingga sudah terang kelihatan dari jarak 60 m;

b. di tempat-tempat parkiran atau tempat menunggu. (3) Pengemudi dilarang mempergunakan pada atau di kendaraannya lampu lampu selain dari yang disebutkan di ayat (1) huruf a dengan cara yang mungkin mengacaukan lalu-lintas di jalan.

bermotor dibolehkan mengurangi sinar lampu-lampu depan yang g g disebutkan di pasal 16 ayat (1) huruf a, ataupun mempergunakan or or untuk itu lampu-lampu yang tidak seterang itu: s. s.

(4) Menyimpang dari penetapan di ayat (1) pengemudi kendaraan

a. jika waktu memakai lampu-lampu yang kurang terang itu,

masih dapat terang dilihat orang-orang dan benda-benda di lita lita

oleh karena penerangan yang datang dari luar; ga ga

atasjalan padajarak 60 m di depan kendaraan bermotor itu,

b. waktu bertemu dengan kendaraan lain; le le

0 0 w. w.

c. jika kendaraan bermotor itu sedang berhenti. (PPL. 57 0

ww ww

Pasal 20.

Oleh Menteri Perhubungan dapat lagi dikeluarkan aturan-aturan mengenai penerangan kendaraan. (PPL. 57 0 .)

Pasal 21.

(s.d.u. dg. S. 1,938-714.) Dilarang mengadakan atau mempunyai dijalan, di tepi atau di atasnya suatu pesawat yang menyinarkan cahaya yang mungkin menyilaukan atau mengelirukan pengemudi- pengemudi kendaraan yang berada di jalan itu. (PPL. 572, 1081.)

Pasal 22.

Untuk memberi tanda-tanda suara, kendaraan-kendaraan yang bersangkutan harus mempunyai pesawat-pesawat sebagai berikut:

a. kendaraan bermotor, yang bukan mesin jalan, selompret atau klakson yang jelas kedengaran pada jarak 60 m;

b. sepeda, lonceng sepeda;

c. kereta, lonceng kaki;

d. kendaraan bermotor pemadam kebakaran, waktu pergi ke kebakaran, suling atau lonceng kapal;

e. mesin jalan, suling. (PPI,. 23, 43, 572, 71.)

Pasal 23.

(1) Sewaktu hendak melewati kendaraan-kendaraan bermotor di luar (1) Sewaktu hendak melewati kendaraan-kendaraan bermotor di luar

(2) Dilarang:

a. memberi tanda-tanda suara di daerah perumahan kota, jika

tidak untuk keamanan lalu-lintas;

b. memberikan tanda-tanda suara di antara matahari terbenam dan matahari terbit jika dapat diberi tanda (peringatan) seperlunya dengan sinar lampu-lampu depan seperti telah ditentukan;

c. memberikan tanda-tanda suara dengan suatu pesawat lain dari pesawat-pesawat yang telah ditetapkan untuk pelbagai kendaraan masing-masing pada pasal 22.

(3) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom, dapat ditunjuk (ditetapkan) jalan-jalan, di mana pengemudi-pengemudi kendaraan dilarang memberikan tanda-tanda suara, baik untuk selamanya ataupun untuk waktu yang tertentu, dalam satu hari. (PPL. 572, 1042, 106, 108', 1091.)

Pasal 24.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Kendaraan bermotor harus mempunyai:

b. pesawat rem yang dapat dikendalikan dari tempat pengemudi g g dan yang dapat memberhentikan kendaraan bermotor itu pada or or jarak yang ditentukan dengan penetapan yang disebutkan di s. s.

a. pesawat mengemudi (kemudi) yang sempurna dan saksama;

ayat (2); kendaraan bermotor, yang bukan sepeda motor

beroda dua yang tak mempunyai kereta samping, harus dapat lita lita

tanjakan) yang securam-curamnya yang dapat dilalui ga ga kendaraan itu, dengan mempergunakan perkakas pengerem lain le le

ditahan berhenti dengan muatan penuh di pendaldan (di

mempergunakan pesawat rem yang lain; w. w.

yang ada pada pesawat rem yang disebut tadi, ataupun dengan

gas buangan mesin itu ke arah belakang; ww ww

c. pesawat peredam suara, yang sempurna yang menyalurkan gas-

d. ban hidup, yang memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan Menteri Perhubungan ataupun ban-ban yang menurut pendapat Menteri Perhubungan dapat disamakan dengan ban hidup

0 mengenai gerak kerjanya terhadap jalan; (PPL. 30 0 , 31 , 35

e. sebuah cermin (kaca), sehingga pengemudi atau orang yang dimaksud di pasal 28 dapat setiap waktu meninjau bagian jalan di sebelah kanan belakang dari tempat duduknya; (PPL. 28.)

f. penunjuk arah yang sempuma, yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dan yang harus dipasangkan menurut cara yang ditetapkan oleh beliau; aturan ini hanya berlaku untuk kendaraan bermotor yang bukan sepeda motor;

g. penghapus kaca otomatis yang sempurna; aturan ini hanya berlaku untuk kendaraan bermotor yang mempunyai kaca depan. (2) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Menteri Perhubungan dapat lagi selanjutnya menetapkan aturan-aturan mengenai bentuk dan perlengkapan teknis kendaraankendaraan bermotor. (PPL. 43, 57 0 ,

Pasal 25.

(1) Untuk otobis-otobis berlaku peraturan-peraturan yang berikut:

a. otobis atau bagian-bagiannya yang digunakan untuk pengangkutan paling banyak 16 orang, termasuk pegawainya, harus mempunyai paling sedikit satu tempat keluar pada dinding belakang atau dinding kiri yang lebarnya paling sedikit 65 cm pada seluruh tinggi dinding itu;

b. otobis atau bagian-bagiannya untuk pengangkutan lebih dari

16 orang, termasuk pegawainya, harus mempunyai paling sedikit dua tempat keluar, yang satu harus menurut penetapan di huruf a dan yang lainnya dibuat pada dinding kiri di dekat sisi depan, yang lebarnya paling sedikit 55 cm pada seluruh tinggi dinding itu;

c. tempat-tempat keluar yang mungkin ada pada dinding kanan hanya boleh dipergunakan sebagai tempat keluar darurat; jika tempat-tempat keluar pada dinding itu ditutup dengan pintu kereta, maka ini harus dapat ditutup dengan cara yang sempurna dan gampang dapat dibuka dari dalam dan dari luar; pintu yang dapat berputar, harus selalu berputar ke arah luar;

d. tempat-tempat keluar,yang disebutkan di huruf a dan b harus bebas dan tidak boleh menjadi tak terpakai seluruhnya atau sebagian, oleh sebab ada tempat-tempat duduk di situ atau

oleh sebab penimbunan-penimbunan barang-barang dengan cara g g

or or

e. tinggi atap rumah-rumah dari lantai, diukur padajarak 40 cm s. s.

yang tidak semestinya;

f. bagian-bagian yang menonol yang menjadi halangan, tidak lita lita

dari dinding samping, harus paling sedikit 140 cm;

g. tangga untuk keluar-masuk tidak boleh kurang dari 35 cm ga ga jauhnya dari tanah; jikalau tangga ini dapat dilipat-lipat, le le

boleh berada pada atau di dalam otobis;

pintu terbuka tangga itu selalu berada di sebelah bawah. w. w.

maka cara membikinnya harus demikian rupa, sehingga, jika

melewati sumbu yang paling belakang pada otobis, mobil gerobak, ww ww

(2) Bagian landasan dan rumah-rumah yang menganjur ke belakang

dan kereta gandengan yang bersumbu lebih dari satu, tidak boleh lebih panjangnya dari 0,475 kali jarak antara sumbu depan dan sumbu paling belakang; pada kendaraan dengan kereta gandengan bersumbu satu panjang bagian yang menganjur ini, tidak boleh lebih dari 0,475 kali jarak di antara sumbu belakang kendaraan bermotor dan sumbu kereta gandengan itu, dan pada traktor dengan kereta tempelan tidak boleh melebihi 0,475 kali jarak di antara titik tempelan dan sumbu paling belakang.

(3) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dalam beberapa hal yang istimewa Menteri Perhubungan dapat mengizinkan menyimpang dari penetapan-penetapan mengenai bentuk dan perlengkapan kendaraan bermotor. (PPL. 57 0 , 71.)

Pasal 26.

Jika ruangan penumpang terpisah seluruhnya atau sebagian dari tempat duduk pengemudi, maka di otobis itu harus ada sistem pemberian tanda yang mudah tercapai oleh kondektur dan penumpang, dan yang dipergunakan untuk memberi tanda berhenti kepada pengemudi. (PPL. 34', 57', 71.)

Pasal 27.

Tempat duduk pengemudi mobil gerobak atau oto bis harus dibuat sedemikian, sehingga pengemudi: Tempat duduk pengemudi mobil gerobak atau oto bis harus dibuat sedemikian, sehingga pengemudi:

b. mempunyai pandangan yang bebas ke depan dan pandangan yang sempuma ke samping;

c. tidak mendapat gangguan oleh sinar dari dalam kendaraan itu;

d. dapat memberi tanda-tanda lalu-lintas yang perlu;

e. dapat mengamati dengan sempurna tanda-tanda dari luar. (PPL.

Pasal 28.

Pemilik atau pemegang dan pengemudi mobil gerobak atau otobis, yang mempunyai kemudi di sebelah kiri kendaraan bermotor itu, harus berusaha, supaya di luar daerah perumahan kota, duduk seorang di sebelah kanan pengemudi itu, yang dapat mengamati kendaraan- kendaraan yang datang dari belakang dengan cermin yang disebutkan di pasal 24 ayat (1) huruf e itu, sehingga dia dapat memperingatkan pengemudi, jika pengemudi-pengemudi kendaraan-kendaraan tadi menyatakan maksud mereka untuk lewat. (PPL. 24-1 sub c, 572, 108 0 ,

Pasal 29.

mempunyai perkakas-perkakas dan onderdii-onderdil mobil yang or or layak sebagaimana ditentukan oleh Menteri Perhubungan. s. s.

(1) (s.d.u. dg. S 1938-714.) Mobil gerobak dan otobis harus

lita lita

(2) Otobis harus mempunyai kotak obat menurut syarat-syarat yang

0 ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. (PPL. 34 0 , 57 , 71.)

ga ga

le le

Pasal 30.

(2) Roda-roda kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda, w. w.

(1) Sepeda harus mempunyai rem yang sempurna.

jikalau dia tidak mempunyai ban yang disebutkan di pasal 24

ayat (1) huruf d, harus memenuhi syarat-syarat yang ww ww

bersangkutan:

a. tidak saling berhubungan dan dapat berputar sekitar atau di

dalam sumbu tetap;

b. tidak oleng dan tidak bergerak kian ke mari pada waktu

berjalan;

c. harus mempunyai ban baja atau ban mati dari karet;

d. ban roda tidak boleh kurang lebarnya dari birih dan tidak boleh mempunyai bagian-bagian yang menonjol ke luar tapak ban itu.

(2a) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Jika roda-roda kendaraan mempunyai ban mati dari karet, maka ban karet ini harus lekat di birih dengan sempurna. Dilarang memakai ban karet yang sudah aus benar, sehingga birih roda mengenai alas jalan.

(3) Kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda harus:

a. cukup kuatnya untuk pengangkutan yang dilakukan dengan

kendaraan itu;

b. tidak menunjukkan kekurangan-kekurangan yang menjadi

rintangan untuk pemakaiannya.

(4) Kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda, yang mempunyai lebih dari satu sumbu, harus mempunyai sumbu depan yang gampang berputar.

(5) Pada jalan yang curam gerobak-gerobak harus mempunyai pesawat rem yang sempurna ataupun mempunyai baji yang masing-masing (5) Pada jalan yang curam gerobak-gerobak harus mempunyai pesawat rem yang sempurna ataupun mempunyai baji yang masing-masing

(6) Kereta dan gerobak harus memenuhi syarat-syarat yang bersangkutan:

a. abah-abah hewan pasangan harus sempurna;

b. galah-galah kendaraan harus melengkung ke bawah pada

ujungnya;

c. ambang tidak boleh menonjol melewati ujung sumbu. (7) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Mengenai penetapan di ayat (2) dapat diberi pembebasan oleh Dewan Harian Daerah otonom yang bersangkutan, dengan syarat-syarat yang dianggap perlu untuk kebebasan dan keamanan lalu-lintas.

(8) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Aturan-aturan selanjutnya mengenai bentuk dan perlengkapan kendaraan, kecuali kendaraan bemiotor dan sepeda, dan yang tidak mengenai penerangan dan pemberian tanda, dapat ditetapkan dengan peraturan-peraturan daerah- daerah otonom.

Ukuran Dan Muatan Kendaraan.

Pasal 31.

(1) Dilarang menjalankan kendaraan di jalan:

a. jika jumlah ukuran tingginya, termasuk muatan, lebih dari

b. (s.d.u. dg. PP No. 44/1954.)jika ukuran yang paling lebar, or or

3,50 m;

termasuk muatan, lebih dari 2,50 m; s. s.

c. jika sebagian dari muatan terseret di jalan;

d. jika jumlah panjangnya, termasuk muatan, lebih dari dua lita lita

bersumbu satu lebih dari 5 m, danjuga, jiktl muatan itu ga ga lebih dari 3 m menganjur melewati sisi belakang kendaraan; le le

kali jarak sumbu yang paling jauh, dan untuk kendaraan

sehingga mungkin menyebabkan bahaya atau rintangan. w. w.

e. jika suatu bagian kendaraan atau muatan itu menowol,

dalam beberapa hal istimewa menyimpang dari aturan-aturan ww ww

(la) (s.d.u. dg. S. 1940-73.) Menteri Perhubungan dapat mengizinkan

tentang ukuran kendaraan yang ditetapkan di ayat tadi di huruf

a, b dan d. (2) Waktu mengangkut benda yang sangat panjang, dapat menyimpang seperlunya dari penetapan-penetapan di ayat (1) huruf d dan e, asal saja diambil tindakan-tindakan untuk mencegah bahaya atau gangguan lalu-lintas yang sungguh-sungguh.

(3) Dilarang menjalankan kendaraan yang tidak mempunyai ban yang disebutkan di pasal 24 ayat (1) huruf d di jalan dengan berat muatan, yang mengakibatkan tekanan pada jalan lebih dari 100 kg per cm lebar lingkaran roda.

(4) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan peraturan-peraturan daerah- daerah otonom dapat dikeluarkan selanjutnya aturan-aturan mengenai ukuran dan muatan kendaraan, terkecuali kendaraan bermotor. (PPL. 57 0 , 71.)

Pasal 32.

(1) Pada mobil gerobak, otobis, kereta tempelan, dan kereta

gandengan harus dinyatakan dengan cara yang terang kelihatan berat kendaraan yang tercatat di buku pemeriksaan, berat maksimum barang yang diangkut dan jumlah maksimum penumpang yang diangkut; kedua pernyataan yang terakhir tadi harus didahului dengan perkataan “Daya angkut” serta juga kelas jalan tertinggi yang boleh dilalui kendaraan itu, seperti telah gandengan harus dinyatakan dengan cara yang terang kelihatan berat kendaraan yang tercatat di buku pemeriksaan, berat maksimum barang yang diangkut dan jumlah maksimum penumpang yang diangkut; kedua pernyataan yang terakhir tadi harus didahului dengan perkataan “Daya angkut” serta juga kelas jalan tertinggi yang boleh dilalui kendaraan itu, seperti telah

(4) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dilarang mengangkut orang dan barang:

a. dengan mobil gerobak, otobis, kereta tempelan atau kereta gandengan lebih dari yang telah diizinkan menurut buku pemeriksaan;

b. dengan mobil penumpang umulm lebih dari yang telah

diizinkan menurut tanda pengesahan;

c. dengan mobil penumpang bukan umum dan sepeda motor, lebih dari yang telah diperkenankan dengan aturan-aturan yang ditetapkan berdasarkan ayat (3).

Aturan- aturan Untuk Penumpang Dan Pegawai Otobis.

or or

Pasal 33.

s. s.

Dilarang:

a. turun atau naik otobis sebelum dia berhenti;

b. meninggalkan otobis dari sebelah yang tidak ditetapkan untuk lita lita

c. menghalangi pegawai-pegawai otobis ketika menjalankan ga ga

itu;

le le

kewajiban mereka;

dilarang oleh pegawai otobis itu, oleh sebab di sana telah w. w.

d. berada di otobis ataupun di bagiannya, jika hal ini sudah

ww ww

berada sejumlah penumpang seperti dinyatakan di pasal 32 ayat (2);

e. mengeluarkan anggota badan atau benda dari otobis waktu kendaraan berjalan. (PPL. 83, 108 0 .)

Memasang (Menggandeng Atau Menempelkan) Kendaraan.

Pasal 34.

(1) Dilarang menjalankan di jalan raya kendaraan bermotor yalig mempunyai pasangan satu kereta tempelan dan (atau) satu atau lebih kereta gandengan:

a. jika kendaraan bermotor itu, kereta tempelan dan (atau) kereta gandengan itu tidak diikat dengan alat pemasang yang sempuma disediakan untuk itu, sehingga putusnya atau terlepasnya satu bagian pengikat itu tidak menjadikan terlepas kereta tempelan dan (atau) satu atau lebih kereta gandengan tadi, dan sehingga kereta tempelan dan kereta gandengan itu tidak menadi oleng;

b. dengan cara yang merintangi pandangan pengemudi. (2) Untuk kereta tempelan dan kereta gandengan yang dipasangkan pada kendaraan bermotor dan dipergunakan untuk pengangkutan orang, berlaku juga aturan-aturan yang disebutkan di pasal- pasal 25 ayat (1), 26 dan 29 ayat (2). (3) Oleh Menteri Perhubungan dapat lagi ditetapkan aturan-aturan mengenai alat pemasang yang disebutkan di ayat (1) tadi. (PPL. 71.)

Pasal 35.

(1) Kereta tempelan dan kereta gandengan yang dipasangkan kepada kendaraan bermotor langsung atau dengan perantaraan kereta gandengan lain, harus mempunyai:

a. pesawat rem yang bekerja serentak atau hampir serentak

dengan pesawat rem kendaraan bermotor itu;

b. ban-ban yang dimaksud di pasal 24 ayat (1) huruf d. (2) Penetapan di ayat (1) huruf a tidak berlaku untuk kereta

gandengan bersumbu satu yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 1.500 kg.

(3) Oleh Menteri Perhubungan akan ditetapkan lagi aturan-aturan mengenai syarat yang disebutkan di ayat (1) huruf a. (PPL. 71, 114 0 ,)

Pasal 36.

Tanda yang disebutkan di pasal 8 “Undang-undang Lalu-lintas Jalan” ditaruh juga di sebelah belakang kereta gandengan yang dipasangkan paling belakang pada kendaraan bermotor, menurut pasal 47. (PPL. 18-1 sub d, 114 0 .)

Pasal 37.

pasangan lebih dari satu kereta gandengan, tennasuk kereta or or tempelan, dengan tak bersurat izin, s. s.

(1) Dilarang menjalankan kendaraan bermotor di jalan dengan

seraya menyebutkan jalan-jalan yang akan dilalui. lita lita

(2) Izin ini diminta dengan tulisan oleh pemilik atau pemegang

ga ga

(3) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Idzin diberikan, djika permohonan

a. jang diurus oleh seorang pemelihara djalan, oleh atau atas le le

ini mengenai jalan-jalan:

nama pemelihara djalan itu; w. w.

b. jang diurus oleh lebih dari seorang pemelihara djalan,

tetapi terletak dalam satu propinsi, oleh Dewan Pemerintah ww ww

Daerah itu;

c. terletak dalam lebih dari satu propinsi oleh Menteri

Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

(3a) Dihapus dg. PP No. 28/1951. (4) Izin ini tak dikabulkan, jika hal ini dianggap perlu berhubung

dengan kebebasan dan keamanan lalu lintas, ataupun berhubung dengan pemeliharaan jalan.

(5) Izin ini disertai syarat-syarat yang dianggap perlu untuk kebebasan dan keamanan lalu-lintas, ataupun untuk pemeliharaan

jalan-jalan, untuk mana izin ini berlaku. Di situ tidak boleh ketinggalan: ke- 1. penetapan tentang ukuran yang paling panjang dari

iringan itu seluruhnya, atau jumlah maksimum kereta gandengan yang ada pada iringan itu;

ke-2. aturan, yang menetapkan kecepatan maksimum yang diizinkan, yaitu 25 km atau 15 km sejam; (PPL. 104'.) ke-3. penetapan, bahwa satu pun dari kereta-kereta gandengan itu tidak boleh oleng ke kanan-kiri sewaktu berjalan, serta penetapan, bahwa kereta yang terakhir tidak boleh banyak menyimpang dari jalan kendaraan bermotor itu.

(6) Tentang penolakan permintaan izin itu oleh si peminta dapat diminta banding kepada Menteri Perhubungan. (PPL. 38, 108 0 .)

Pasal 38.

(1) Surat izin yang disebutkan di pasal 37 diberikan untuk paling sedikit satu tahun dan paling lama lima tahun. (2) Izin dapat dicabut kembali, jika pemegang melanggar suatu aturan yang ada di situ atau tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat yang ditetapkan di situ.

(3) Syarat-syarat surat izin dapat diubah sewaktu-waktu, jika hal ini ternyata perlu berhubung dengan keamanan lalu-lintas atau pemeliharaan jalan.

Hewan Di Jalan.

Pasal 39.

Dilarang membawa ke jalan hewan yang mungkin sangat merintangi lalu-lintas atau membiarkannya berada di situ, jika tidak terpaksa mengangkutnya melalui jalan raya, kecuali sebagai hewan tunggangan, hewan penghela atau hewan beban. (PPL. 108'.)

Pasal 40.

(1) Penggiring hewan tunggangan, hewan penghela dan hewan beban dan hewan besar diwajibkan menggiringnya melalui jalur lalu-lintas untuk penunggang kuda, dan jika ini tidak ada, melalui jalur

lalu-lintas kereta dan gerobak. Jika jalur-jalur lalu-lintas g g ini tidak ada, maka hewan tadi digiring melalui jalur lalu- or or lintas untuk segala kendaraan, ataupun melalui pinggir jalur- s. s. jalur itu, tetapi hewan itu harus disuruh berjalan pada sebelah paling kiri di jalur lalu-lintas tersebut. lita lita

jalur lalu-lintas orang, atau jika ini tidak ada, melalui ga ga jalur-jalur lalu-lintas yang disebutkan di ayat (1) menurut le le

(2) Penggiring hewan kecil diwajibkan menggiring hewan ini melalui

(3) Dilarang membawa hewan di jalan ataupun menyuruh atau w. w.

tanda yang ada di situ.

penggiring secukupnya, sehingga dapat dipenuhi kewajiban- ww ww

membiarkan membawanya di situ, kecuali dengan penggiring-

kewajiban yang disebutkan di pasal ini dan tidak merintangi lalu-lintas yang lain lebih dari seperlunya saja. (PPL. 108 0 .)

Pasal 41.

Jikalau sekawanan hewan digiring di jalan diantara matahari terbenam dan matahari terbit, maka penggiringnya harus berusaha supaya pada kawanan hewan ini diadakan satu atau lebih lampu, suluh atau obor yang terang menyala dan jelas kelihatan. (PPL. 108 0 ,

Nomor Kendaraan Bermotor.

Pasal 42.

(1) (s.d.u. dg. PP No. 28119,151.) Kecuali penetapan pada pasal 49 permintaan tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan dilakukan dengan surat isian yang contohnya ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri.

(2) Pada permintaan tanda nomor harus disebutkan:

a. nama dan nama kecil pemilik atau pemegang dan jika dia badan hukum juga nama dan nama kecil yang mewakili badan hukum itu dalam perkara ini;

b. alamat pemilik atau pemegang atau wakil; b. alamat pemilik atau pemegang atau wakil;

d. macam kendaraan bermotor itu;

e. merek pabrik, tahun pembikinan dan jenis kendaraan bermotor

itu;

f. nomor pabrik landasan atau rangka. (3) Pada permintaan tanda percobaan kendaraan disebutkan keterangan yang dimaksud di ayat (2) huruf a, b dan c.

Pasal 43.

(1) Pejabat yang diberi tugas untuk memberikan tanda nomor,

berkuasa menuntut, supaya kendaraan bermotor yang diminta tanda nomornya itu, diperlihatkan kepada pegawai negeri yang telah ditugaskan untuk ini, di tempat dan pada waktu yang telah ditetapkan beliau, supaya dapat diselidiki apakah penjelasan- penjelasan dan uraian-uraian yang disebutkan di surat permintaan itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan mengenai mobil penumpang dan sepeda motor, apakah aturan-aturan di pasal-pasal 16, 22 dan 24 telah dipenuhi.

(2) Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan menurut ayat (1) maka penjelasan-penjelasan dan uraian-uraian di surat permintaan itu dapat diubah.

g g or or

s. s.

Pasal 44.

Permintaan tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dapat ditolak:

lita lita

uraian-uraian yang disebutkan di permintaan itu tidak sesuai ga ga dengan keadaan sebenarnya ataupun jika temyata tidak dituruti le le

a. jika ternyata bahwa satu atau lebih keterangan-keterangan dan

w. w.

aturan-aturan yang disebutkan di pasal-pasal 16, 22, 24 dan 52 ayat (4);

mungkin menimbulkan bahaya untuk lalu-lintas. ww ww

b. jika keadaan kendaraan berinotor tidak terpelihara, sehingga

Pasal 45.

(1) Pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan disebutkan:

a. nomor dan huruf (huruf-huruf);

b. keterangan-keterangan dan uraian-uraian yang disebutkan pada permintaan, jika perlu telah diubah berdasarkan penyelidikan yang disebutkan pada pasal 43;

c. tanggal pemberian;

d. tanggal tak berlaku lagi tanda itu. (2) Pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dibubuhi tanda tangan orang yang memberikannya. (3) Tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan tidak berlaku, sebelum ditandatangani oleh peminta, ataupun, jika dia tidak dapat menulis tanda tangannya, sebelum dibubuhi cap jempol kanan si peminta di hadapan pegawai yang memberikan tanda itu. Jika jempol kanan tidak ada, maka pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dibubuhi cap jari lain, dan hal ini harus disebutkan di situ.

(4) Pegawai yang bertugas memberikan tanda ini berhak menuntut, supaya tanda tangan yang disebutkan di ayat (3) itu dibubuhkan di hadapannya, sebelum tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan itu diberikan.

(5) Contoh tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan ditetapkan (5) Contoh tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan ditetapkan

Pasal 46.

Untuk tiap-tiap wilayah kekuasaan yang disebutkan di pasal 8 ayat (2) “Undang-undang Lalu-l,intas Jalan” oleh Menteri Perhubungan ditetapkan sebuah huruf atau sekumpulan huruf, yang diberikan untuk segala tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan yang dikeluarkan di wilayah itu.

Pasal 47.

(1) Tanda yang dimaksud di pasal 8 “Undang-undangLalu-lintas Jalan” dipasangkan pada kendaraan bermotor, di atas papan baja yang empat persegi panjang, yang letaknya tegak lurus pada kendaraan bermotor itu, atau pada ruangan empat persegi panjang dan tegak lurus, pada sebelah belakang dan sebelah depan, seiaiar dengan sumbu-sumbu roda kendaraan bermotor itu. (PPL. 16-1 sub d.)

(2) (s.d.u.t. dg. PP No. 2/1964.) Angka dan huruf pada papan atau bidang jang termaksud dalam ayat (1) diberi warna-warna sebagai berikut:

a. untuk kendaraan bermotor bukan umum milik Negara untuk dinas sipil: angka dan huruf berwarna putih diatas dasar merah;

b. untuk kendaraan bermotor bukan umum milik Swasta: angka dan or or

huruf berwarna putih diatas dasar hitam; s. s.

c. untuk kendaraan bermotor umum: angka dan huruf berwarna

hitam diatas dasar kuning; lita lita

kendaraan: angka dan huruf merah diatas dasar putih. ga ga Warna-warna jang disebutkan diatas harus tidak mudah terhapus le le

d. untuk kendaraan bermotor jang mempuwai surat tjoba

(3) Tinggi huruf-huruf dan angka-angka pada sepeda motor paling w. w.

dan tidak luntur.

sedikit 90 mm. Ukuran-ukuran yang lain, contoh-contoh yang ww ww

sedikit 45 mm, pada segala kendaraan bermotor lain paling

diperlukan dan petunjuk-petunjuk lain untuk membubuhi canda ini, ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. (PPL. 36.)

(4) (s.d.t. dg. PP No. 2/1964.)Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata menentukan kendaraan bermotor jang diketjualikan dari ketentuan ajat (2) huruf a.

Pasal 48.