Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana Colla) as Antiplasmodia
8
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Efek Ekstrak Tanin Buah Pisang Kluthuk (Musa balbisiana Colla)
sebagai Antiplasmodia
Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana
Colla) as Antiplasmodia
Titiek Sumarawati1 * dan Atina Hussaana2
ABSTRACT
Background: Malaria, the best-known tropical disease is said to be the most important parasitic disease
that afflicts humans today. Recently, studies show the Increasing antimalarial drug resistance. Thus,
alternative antimalarial compound need to be examined to find a new antiplasmodial compound including
tannin. This study aimed at finding out the effect of tannin extract isolated from pisang kluthuk or Musa
balbisiana on the parasitemia in Plasmodium berghei infected Balb/c mice.
Design and Method: In this post test only control group design study, 24 male Balb/c mice were randomly
assigned to receive orally administered aquadest, extract of pisang klutuk of 50% or 75% or 100% for 10
days once daily. Parasitemia blood level in mice on day 5 for the four groups were 32.07%, 2.43%, 1.35%,
and 0.32% respectively; whereas parasitemia blood level in mice on day 10 were 39.45%, 1.13%, 0.47%, and
0.20% respectively.
Result: One-Way Anova shows difference in parasitemia level among the treated groups (p< 0.05). Extract
of Musa balbisiana colla lowers the level of parasitemia in Balb/C mice infected by Plasmodium berghei.
Conclusion: The 100% consentration was shown to have more effect compared to 75% and 50% (Sains
Medika, 2(1): 8-14).
Key words: antiplasmodia, malaria, tannin, kluthuk banana, parasitemia
ABSTRAK
Pendahuluan: Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan masih menjadi
masalah penyakit tropis di dunia. Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap obat antimalaria, sehingga perlu dilakukan eksplorasi senyawa antiplasmodia baru,
salah satunya dari tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang
kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit balb/c yang diinfeksi Plasmodium
berghei.
Metode Penelitian: Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design.
Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c jantan terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol
hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%,
dan P3 diberi EPK 100%. Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi
pemberian 1 kali sehari. Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada K1, P1, P2, P3
pada hari ke-5 masing-masing sebesar 32,07%, 2.43%, 1.35%. dan 0.32%; sedangkan pada hari ke-10
masing-masing sebesar 39,45%, 1.13%, 0.47%, dan 0.20%.
Hasil Penelitian: Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan tingkat parasitemia
dari keempat kelompok perlakuan (p< 0,05). Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat
menurunkan parasitemia mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Kesimpulan: Efek penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100%
lebih besar daripada ekstrak pisang klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 % (Sains Medika, 2(1): 8-14).
Kata kunci: antiplasmodia, malaria, tanin, pisang kluthuk, parasitemia
1
*
2
Bagian Kim ia Fakult as Kedokt er an Univ er sit as I slam Sult an Agung ( UNI SSULA)
Em ail: sum ar aw at i@gm ail.com
Bagian Far m akologi Fakult as Kedokt er an Univ er sit as I slam Sult an Agung ( UNI SSULA)
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
9
PENDAHULUAN
Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan
masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Di Indonesia, malaria tergolong penyakit
menular yang masih bermasalah. Penyakit ini berjangkit di semua pulau di Indonesia,
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, baik di kota maupun di desa. Prevalensi
pada tahun 2001, diperkirakan sebesar 850 per 100.000 penduduk dengan angka kematian
spesifik akibat malaria sebesar 11 per 100.000 untuk laki laki dan 8 per 100.000 untuk
perempuan. Lebih dari 90 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria, sekitar
11 juta diantaranya tinggal di Jawa dan Bali. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
tahun 2004 menunjukkan jumlah kasus klinis malaria di Jawa Tengah tercatat 305.739
kasus dan penderita positif malaria sebanyak 5.308 kasus (1,74 %)(Anonim, 2005).
Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi
terhadap obat antimalaria, kecuali pada derivat arthemisin. Obat-obat antimalaria yang
telah digunakan untuk program pemberantasan malaria di Indonesia selama ini yaitu kina,
pirimetmin, proguanil, klorokuin (Harijanto,2000). Klorokuin merupakan obat antimalaria
standar sebagai skizontosida darah pada pengobatan radikal yang telah dilaporkan
menyebabkan resistensi pada pasien di Indonesia. Resistensi atau menurunnya
sensitivitas dapat diakibatkan oleh pengobatan yang terus menerus, adaptasi/mutasi
dari parasit, dan disebarkan oleh penderita (carrier) nyamuk infektif dari daerah resisten
menuju daerah sensitif (Sekar, 1989). White (dalam Harijanto, 2000) melaporkan bahwa
ada 3 faktor yang menimbulkan resistensi, yaitu faktor operasional meliputi dosis
subterapeutik, kepatuhan penderita yang kurang, faktor farmakologik dan faktor trasmisi
malaria, termasuk intensitas. Menurut Tjitra (dalam Harijanto, 2000) penggunaan
klorokuin mempunyai efek samping berupa rasa pahit, pusing, vertigo diplosia, mual,
muntah dan sakit perut dan gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, sakit kepala,
pandangan kabur dan kejang-kejang). Studi tentang pola resisten di suatu daerah melalui
survei resistensi oleh Rosenthal (2003) melaporkan bahwa apabila suatu obat sudah
mengalami resistensi lebih dari 25 %, maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan.
Tanin merupakan polimerisasi polifenol sederhana dan banyak terdistribusi dalam
kingdom plantae (daun, buah, kulit, batang dan batang). Tanin bermanfaat sebagai
pengkhelat ion logam, presipitasi protein dan antioksidan biologis (Keiji et al., 2004). Tanin
10
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
dibedakan berdasarkan struktur kimianya menjadi tanin yang dapat terhidrolisis dan
yang tidak dapat terhidrolisis (tanin terkondensasi). Efek tanin sebagai anti diare dan
antidotum pada keracunan logam berat, antikanker, serta anti HIV sudah banyak
dilaporkan. Hydrolysable Tanin (tanin yang terhidrolisis) merupakan isolat 36 polypenol
(tanin) dan terpenoid dari tanaman obat yang memiliki aktifitas paling kuat dalam
merusak membran sel Helicobacter pylori. Jenis tanin ini dapat bereaksi dengan protein,
sehingga berperan penting dalam pengobatan jaringan yang mengalami inflamasi atau
ulserasi. Tanin juga berefek hemostatik dan digunakan sebagai astringent (Dharmananda,
2004). Banso dan Adeyemo (2007) telah melaporkan bahwa tanin yang diisolasi dari
Dichrostachys cinere dapat menghambat aktivitas serangan pada seluruh mikroorganisme.
Akan tetapi, pada saat ini akhir-akhir ini aktivitas tanin sebagai antiplasmodia mulai
dilirik untuk diteliti lebih lanjut.
Greifswald telah meneliti efek antiplasmodia tanin pada 12 ekstrak yang berasal
dari 6 tanaman (Alcalypha fructisa, Azadirachta indica, Cissus rotundifolia, Echium rauwalfii,
Dendrosicyos socotrana, dan Boswellia elongate) dengan metode in vitro micro test (untuk
mengetahui penghambatan schizont matang). Sebanyak 3 ekstrak dari 12 ekstrak tersebut
menunjukkan aktivitas antiplasmodia dengan konsentasi inhibisi 50 (IC50) kurang dari 4µg/
ml. Derivat tanin dari tanaman Punica granatum L berupa ellagic acid, gallagie acid,
punicalins dan punilcalagins menunjukkan aktifitas antiplasmodia terhadap koloni
Plasmodium falciparum D6 dan W2. Penelitian tentang aktifitas antiplasmodia dari tanin
masih perlu terus dikembangkan, mengingat tanin mudah didapat, murah dan mempunyai
struktur kimia seperti arthemisin. Tanin berpotensi sebagai obat alternatif untuk penderita
malaria, sehingga perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui dosis efektif penggunaannya.
Pisang kluthuk (Musa balbisiana cola) merupakan salah satu tanaman yang
dilaporkan mengandung tanin terutama pada pada buah dan kulit (Balitbangkes, 2000).
Upaya eksplorasi tanin dari pisang kluthuk perlu dilakukan mengingat di Jawa pisang kluthuk
hingga saat ini masih dibudidayakan dan mudah ditemukan, baik di tebing-tebing maupun
di tegalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk
(Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit Balb/c yang diinfeksi
Plasmodium berghei.
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
11
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah post test only control group design, yang terdiri dari kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan sampel dilakukan secara simple random
sampling. Setelah waktu ditentukan kemudian diobservasi (diukur) variabel tergantung
pada kedua kelompok tersebut (Praktiknya, 2003).
Subjek uji pada penelitian ini yaitu mencit, dengan kriteria inklusi: strain Balb/C
jantan, umur 6-8 minggu, berat badan 20-25 gram, sehat, dan tidak mempunyai kelainan
anatomi dan diberi makan dan minum ad libitum. Kriteria eksklusi: mencit yang sakit, mencit
Balb/C yang mempunyai kelainan anatomi. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c terbagi dalam
4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak
pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%.
Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian
1 kali sehari.
Pemantauan tingkat parasitemia
Tingkat parasitemia dipantau pada hari ke-5 karena mulai masuknya plasmodium
dalam darah (Iumc, 2008) dan pada hari ke-10 karena merupakan puncak parasitemia
(Kusuma, 2000). Setelah perlakuan dilakukan pengambilan sampel darah tepi dari ekor
mencit untuk membuat sediaan apus darah dengan pengecatan Giemsa. Jumlah parasit
dihitung berdasarkan jumlah eritrosit yaitu jumlah parasit per 1.000 eritrosit atau dapat
dirumuskan sebagai berikut:
∑ parasit
x100% .............................................................(PAPDI, 2003)
1000
Hasil yang diperoleh dari penghitungan tersebut dihitung, ditabulasi, dan
dikelompokkan untuk kemudian dianalisis. Apabila distribusi data homogen dan varian
data normal maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way Anova, dan diuji
lanjut Post Hoc.
12
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
HASIL PENELITIAN
Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada berbagai
kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1. Data berdistribusi normal dan varian data
homogen (p > 0,05). Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan
tingkat parasitemia diantara keempat kelompok perlakuan (p< 0,05).
Tabel 1.
Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada masingmasing kelompok perlakuan
Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan
yang bermakna dengan uji Post Hoc pada taraf kepercayaan 95 %.
PEMBAHASAN
Pemberian ekstrak pisang kluthuk pada hari ke-5 dan hari ke-10 dapat menurunkan
tingkat parasitemia pada Mencit Balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei. Perkembangan
parasitemia paling rendah pada kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak pisang
kluthuk mentah dengan konsentrasi 100%. Sementara itu, pada kelompok kontrol yang
tidak mendapat perlakuan nampak bahwa perkembangan jumlah parasitemia P. berghei
secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pisang kluthuk berpengaruh secara
bermakna terhadap perkembangan parasitemia P. berghei pada tubuh mencit.
Tanin mempunyai aktivasi intermediate menyerang Plasmodium. Tanin dikatakan
bahwa inhibitor protease yang terbukti mampu melawan parasit malaria sehingga menjadi
target antimalaria terkini (Asres, 2000 dalam Keiji, et al., 2004). Tanin yang dikonsumsi
secara oral masuk ke dalam sirkulasi darah dan bekerja pada fase aseksual eritrositer,
sehingga dapat menghambat plasmodium dalam menginfeksi eritrosit. Oleh karena itu,
terjadi penurunan destruksi eritrosit dan penurunan invasi pada eritrosit baru, sehingga
dapat menurunkan jumlah pasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi P.berghei
menurun. Berkurangnya destruksi eritrosit menyebabkan hemolisis pada eritrosit juga
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
13
berkurang dan terjadi pengurangan gangguan darah seperti anemia, trombositopenia,
hemoglobinuria dan pada akhirnya dapat menghambat komplikasi yang lebih berat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2006),
dimana dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa banyak golongan senyawa dari
tumbuhan yang bersifat antimalaria. Penghitungan parasitemia dilakukan setiap hari
sebelum diberi perlakuan. Jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dihitung tiap 1000
eritrosit dengan mikroskop perbesaran 1000 kali.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imawati &
Kartikawati (2005), dimana dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa polifenol dalam
teh hijau sebagai imunostimulan mampu menurunkan jumlah parasitemia pada mencit
Balb/C yang diinfeksi P. berghei. Pemberian polifenol teh hijau berpengaruh terhadap respon
penurunan jumlah parasitemia dari mencit Balb/ C yang diinfeksi P. berghei.
Keterbatasan penelitian ini bahwa pada penelitian ini hanya bertujuan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak pisang kluthuk terhadap antiplasmodia atau
penurunan parasitemia, sedangkan dosis ekstrak pisang kluthuk yang efektif terhadap
penurunan parasitemia belum diketahui. Selain itu, belum diketahui juga efek samping
ekstrak pisang kluthuk apabila dikonsumsi secara terus-menerus.
KESIMPULAN
Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemia
mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Efek penurunan parasitemia setelah
pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripada ekstrak pisang
klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 %.
SARAN
Penelitian dapat dilanjutkan dengan penentuan dosis ekstrak pisang kluthuk (Musa
balbisiana colla) yang menunjukkan efek paling optimal terhadap penurunan jumlah
parasitemia pada mencit Balb/ C, uji toksisitas, dan penentuan LD-50 ekstrak pisang
kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap hewan coba. Apabila aman dapat dilanjutkan
dengan uji klinis pada manusia.
14
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan Milineum
Indonesia, Depkes, Jakarta.
Asres, K., Bucar, F., Knauder, E., Yardley, V., Kindrick, H., dan Croft, S., 2001, In-vitro
antiprotozoal activity of extract and compound of stem bark of Combretum molle
Phytotherapy research, 15 (7): 613 – 617.
Bason, A., Adeyemo, S.O., 2007, Evaluation of antibacterial properties of tannins isolated
from Dichrostachys cinerea, African Journal of Biotechnology., 6 (15): 1785-1787.
Dharmananda, S., 2004, Gallnuts and the uses of Tannins in Chinese Medicine, http://
www.itmonline.org/arts/gallnuts.htm.8.5
Harijanto, 2000, Malaria Edidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan,
Jakarta: EGC, hal. 1, 38-48.
Imawati, S. dan Kartikawati, H., 2005, Peran Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis) terhadap
Respon Penurunan Jumlah Parasitemia Mencit Balb/C yang Diinfeksi Plasmodium
berghei, Jurnal Media Medika Muda, Juli-Desember No. 1: 37-39.
Iumc, 2008, Rodent Malaria Parasites as Models for Human Malaria, http://www.lumc.nl/
1040/research/malaria/model01.html, Diakses tgl 25.07.2008.
Keiji, F. H., Shunji, S., Hirofumi, Y., Takashi, H. Tsutomu, I., Hideyuki, and H. Yoshikazu,
2004, Antibacterial Activity of Hydrolyzable Tanins Derived from Medicinal Plants
against Helicobacter pylori, Microbiol. Immunol., 48(4): 251–261.
Kusuma, B., 2000, Pengaruh Vaksin Tetanus Toksoid terhadap Tingkat Parasitemia pada
Mencit Swiss yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei, Karya Tulis Ilmiah,
Universitas Diponegoro Semarang.
Pasaribu, M., 2006, Efek Antiplasmodial Ekstrak Biji Pare (Momordica charantial) pada
Mencit (Mus Musculus) yang Diinfeksi dengan Plasmodium Berghei, http://
www.adln.lib.unair.ac.id, Diakses tgl 17.08.2008.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2003, Konsensus Penanganan
Malaria, Hal. 1,2,6,7,8
Pratiknya, A. W., 2003, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 128-131.
Rosenthal PJ., 2003, Antimalarial Drug Discovery: Old and new approaches, The Journal
of Experimental Biology, 2003; 206;3735-44
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
Efek Ekstrak Tanin Buah Pisang Kluthuk (Musa balbisiana Colla)
sebagai Antiplasmodia
Effect of Tannin Extract from Kluthuk Banana Fruits (Musa balbisiana
Colla) as Antiplasmodia
Titiek Sumarawati1 * dan Atina Hussaana2
ABSTRACT
Background: Malaria, the best-known tropical disease is said to be the most important parasitic disease
that afflicts humans today. Recently, studies show the Increasing antimalarial drug resistance. Thus,
alternative antimalarial compound need to be examined to find a new antiplasmodial compound including
tannin. This study aimed at finding out the effect of tannin extract isolated from pisang kluthuk or Musa
balbisiana on the parasitemia in Plasmodium berghei infected Balb/c mice.
Design and Method: In this post test only control group design study, 24 male Balb/c mice were randomly
assigned to receive orally administered aquadest, extract of pisang klutuk of 50% or 75% or 100% for 10
days once daily. Parasitemia blood level in mice on day 5 for the four groups were 32.07%, 2.43%, 1.35%,
and 0.32% respectively; whereas parasitemia blood level in mice on day 10 were 39.45%, 1.13%, 0.47%, and
0.20% respectively.
Result: One-Way Anova shows difference in parasitemia level among the treated groups (p< 0.05). Extract
of Musa balbisiana colla lowers the level of parasitemia in Balb/C mice infected by Plasmodium berghei.
Conclusion: The 100% consentration was shown to have more effect compared to 75% and 50% (Sains
Medika, 2(1): 8-14).
Key words: antiplasmodia, malaria, tannin, kluthuk banana, parasitemia
ABSTRAK
Pendahuluan: Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan masih menjadi
masalah penyakit tropis di dunia. Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap obat antimalaria, sehingga perlu dilakukan eksplorasi senyawa antiplasmodia baru,
salah satunya dari tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang
kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit balb/c yang diinfeksi Plasmodium
berghei.
Metode Penelitian: Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group design.
Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c jantan terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol
hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%,
dan P3 diberi EPK 100%. Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi
pemberian 1 kali sehari. Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada K1, P1, P2, P3
pada hari ke-5 masing-masing sebesar 32,07%, 2.43%, 1.35%. dan 0.32%; sedangkan pada hari ke-10
masing-masing sebesar 39,45%, 1.13%, 0.47%, dan 0.20%.
Hasil Penelitian: Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan tingkat parasitemia
dari keempat kelompok perlakuan (p< 0,05). Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat
menurunkan parasitemia mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Kesimpulan: Efek penurunan parasitemia setelah pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100%
lebih besar daripada ekstrak pisang klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 % (Sains Medika, 2(1): 8-14).
Kata kunci: antiplasmodia, malaria, tanin, pisang kluthuk, parasitemia
1
*
2
Bagian Kim ia Fakult as Kedokt er an Univ er sit as I slam Sult an Agung ( UNI SSULA)
Em ail: sum ar aw at i@gm ail.com
Bagian Far m akologi Fakult as Kedokt er an Univ er sit as I slam Sult an Agung ( UNI SSULA)
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
9
PENDAHULUAN
Malaria merupakan suatu penyakit infeksi parasitik yang paling penting dan
masih menjadi masalah penyakit tropis di dunia. Di Indonesia, malaria tergolong penyakit
menular yang masih bermasalah. Penyakit ini berjangkit di semua pulau di Indonesia,
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, baik di kota maupun di desa. Prevalensi
pada tahun 2001, diperkirakan sebesar 850 per 100.000 penduduk dengan angka kematian
spesifik akibat malaria sebesar 11 per 100.000 untuk laki laki dan 8 per 100.000 untuk
perempuan. Lebih dari 90 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria, sekitar
11 juta diantaranya tinggal di Jawa dan Bali. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
tahun 2004 menunjukkan jumlah kasus klinis malaria di Jawa Tengah tercatat 305.739
kasus dan penderita positif malaria sebanyak 5.308 kasus (1,74 %)(Anonim, 2005).
Akhir-akhir ini mulai banyak diketahui bahwa telah terjadi peningkatan resistensi
terhadap obat antimalaria, kecuali pada derivat arthemisin. Obat-obat antimalaria yang
telah digunakan untuk program pemberantasan malaria di Indonesia selama ini yaitu kina,
pirimetmin, proguanil, klorokuin (Harijanto,2000). Klorokuin merupakan obat antimalaria
standar sebagai skizontosida darah pada pengobatan radikal yang telah dilaporkan
menyebabkan resistensi pada pasien di Indonesia. Resistensi atau menurunnya
sensitivitas dapat diakibatkan oleh pengobatan yang terus menerus, adaptasi/mutasi
dari parasit, dan disebarkan oleh penderita (carrier) nyamuk infektif dari daerah resisten
menuju daerah sensitif (Sekar, 1989). White (dalam Harijanto, 2000) melaporkan bahwa
ada 3 faktor yang menimbulkan resistensi, yaitu faktor operasional meliputi dosis
subterapeutik, kepatuhan penderita yang kurang, faktor farmakologik dan faktor trasmisi
malaria, termasuk intensitas. Menurut Tjitra (dalam Harijanto, 2000) penggunaan
klorokuin mempunyai efek samping berupa rasa pahit, pusing, vertigo diplosia, mual,
muntah dan sakit perut dan gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, sakit kepala,
pandangan kabur dan kejang-kejang). Studi tentang pola resisten di suatu daerah melalui
survei resistensi oleh Rosenthal (2003) melaporkan bahwa apabila suatu obat sudah
mengalami resistensi lebih dari 25 %, maka obat tersebut tidak dianjurkan digunakan.
Tanin merupakan polimerisasi polifenol sederhana dan banyak terdistribusi dalam
kingdom plantae (daun, buah, kulit, batang dan batang). Tanin bermanfaat sebagai
pengkhelat ion logam, presipitasi protein dan antioksidan biologis (Keiji et al., 2004). Tanin
10
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
dibedakan berdasarkan struktur kimianya menjadi tanin yang dapat terhidrolisis dan
yang tidak dapat terhidrolisis (tanin terkondensasi). Efek tanin sebagai anti diare dan
antidotum pada keracunan logam berat, antikanker, serta anti HIV sudah banyak
dilaporkan. Hydrolysable Tanin (tanin yang terhidrolisis) merupakan isolat 36 polypenol
(tanin) dan terpenoid dari tanaman obat yang memiliki aktifitas paling kuat dalam
merusak membran sel Helicobacter pylori. Jenis tanin ini dapat bereaksi dengan protein,
sehingga berperan penting dalam pengobatan jaringan yang mengalami inflamasi atau
ulserasi. Tanin juga berefek hemostatik dan digunakan sebagai astringent (Dharmananda,
2004). Banso dan Adeyemo (2007) telah melaporkan bahwa tanin yang diisolasi dari
Dichrostachys cinere dapat menghambat aktivitas serangan pada seluruh mikroorganisme.
Akan tetapi, pada saat ini akhir-akhir ini aktivitas tanin sebagai antiplasmodia mulai
dilirik untuk diteliti lebih lanjut.
Greifswald telah meneliti efek antiplasmodia tanin pada 12 ekstrak yang berasal
dari 6 tanaman (Alcalypha fructisa, Azadirachta indica, Cissus rotundifolia, Echium rauwalfii,
Dendrosicyos socotrana, dan Boswellia elongate) dengan metode in vitro micro test (untuk
mengetahui penghambatan schizont matang). Sebanyak 3 ekstrak dari 12 ekstrak tersebut
menunjukkan aktivitas antiplasmodia dengan konsentasi inhibisi 50 (IC50) kurang dari 4µg/
ml. Derivat tanin dari tanaman Punica granatum L berupa ellagic acid, gallagie acid,
punicalins dan punilcalagins menunjukkan aktifitas antiplasmodia terhadap koloni
Plasmodium falciparum D6 dan W2. Penelitian tentang aktifitas antiplasmodia dari tanin
masih perlu terus dikembangkan, mengingat tanin mudah didapat, murah dan mempunyai
struktur kimia seperti arthemisin. Tanin berpotensi sebagai obat alternatif untuk penderita
malaria, sehingga perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui dosis efektif penggunaannya.
Pisang kluthuk (Musa balbisiana cola) merupakan salah satu tanaman yang
dilaporkan mengandung tanin terutama pada pada buah dan kulit (Balitbangkes, 2000).
Upaya eksplorasi tanin dari pisang kluthuk perlu dilakukan mengingat di Jawa pisang kluthuk
hingga saat ini masih dibudidayakan dan mudah ditemukan, baik di tebing-tebing maupun
di tegalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak tanin buah pisang kluthuk
(Musa balbisiana colla) terhadap penurunan parasitemia mencit Balb/c yang diinfeksi
Plasmodium berghei.
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
11
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah post test only control group design, yang terdiri dari kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, pengambilan sampel dilakukan secara simple random
sampling. Setelah waktu ditentukan kemudian diobservasi (diukur) variabel tergantung
pada kedua kelompok tersebut (Praktiknya, 2003).
Subjek uji pada penelitian ini yaitu mencit, dengan kriteria inklusi: strain Balb/C
jantan, umur 6-8 minggu, berat badan 20-25 gram, sehat, dan tidak mempunyai kelainan
anatomi dan diberi makan dan minum ad libitum. Kriteria eksklusi: mencit yang sakit, mencit
Balb/C yang mempunyai kelainan anatomi. Sebanyak 24 ekor mencit Balb/c terbagi dalam
4 kelompok perlakuan, yaitu: K1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, P1 diberi ekstrak
pisang kluthuk konsentrasi 50% (EPK 50%), P2 diberi EPK 75%, dan P3 diberi EPK 100%.
Pemberian perlakuan dilakukan secara oral selama 10 hari, dengan frekuensi pemberian
1 kali sehari.
Pemantauan tingkat parasitemia
Tingkat parasitemia dipantau pada hari ke-5 karena mulai masuknya plasmodium
dalam darah (Iumc, 2008) dan pada hari ke-10 karena merupakan puncak parasitemia
(Kusuma, 2000). Setelah perlakuan dilakukan pengambilan sampel darah tepi dari ekor
mencit untuk membuat sediaan apus darah dengan pengecatan Giemsa. Jumlah parasit
dihitung berdasarkan jumlah eritrosit yaitu jumlah parasit per 1.000 eritrosit atau dapat
dirumuskan sebagai berikut:
∑ parasit
x100% .............................................................(PAPDI, 2003)
1000
Hasil yang diperoleh dari penghitungan tersebut dihitung, ditabulasi, dan
dikelompokkan untuk kemudian dianalisis. Apabila distribusi data homogen dan varian
data normal maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way Anova, dan diuji
lanjut Post Hoc.
12
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
HASIL PENELITIAN
Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada berbagai
kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1. Data berdistribusi normal dan varian data
homogen (p > 0,05). Hasil analisis One-Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan
tingkat parasitemia diantara keempat kelompok perlakuan (p< 0,05).
Tabel 1.
Tingkat parasitemia darah mencit pada hari ke-5 dan ke-10 pada masingmasing kelompok perlakuan
Keterangan: Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan
yang bermakna dengan uji Post Hoc pada taraf kepercayaan 95 %.
PEMBAHASAN
Pemberian ekstrak pisang kluthuk pada hari ke-5 dan hari ke-10 dapat menurunkan
tingkat parasitemia pada Mencit Balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei. Perkembangan
parasitemia paling rendah pada kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak pisang
kluthuk mentah dengan konsentrasi 100%. Sementara itu, pada kelompok kontrol yang
tidak mendapat perlakuan nampak bahwa perkembangan jumlah parasitemia P. berghei
secara cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pisang kluthuk berpengaruh secara
bermakna terhadap perkembangan parasitemia P. berghei pada tubuh mencit.
Tanin mempunyai aktivasi intermediate menyerang Plasmodium. Tanin dikatakan
bahwa inhibitor protease yang terbukti mampu melawan parasit malaria sehingga menjadi
target antimalaria terkini (Asres, 2000 dalam Keiji, et al., 2004). Tanin yang dikonsumsi
secara oral masuk ke dalam sirkulasi darah dan bekerja pada fase aseksual eritrositer,
sehingga dapat menghambat plasmodium dalam menginfeksi eritrosit. Oleh karena itu,
terjadi penurunan destruksi eritrosit dan penurunan invasi pada eritrosit baru, sehingga
dapat menurunkan jumlah pasitemia pada mencit Balb/C yang diinfeksi P.berghei
menurun. Berkurangnya destruksi eritrosit menyebabkan hemolisis pada eritrosit juga
Efek Antiplasmodia Tanin Pisang Kluthuk
13
berkurang dan terjadi pengurangan gangguan darah seperti anemia, trombositopenia,
hemoglobinuria dan pada akhirnya dapat menghambat komplikasi yang lebih berat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2006),
dimana dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa banyak golongan senyawa dari
tumbuhan yang bersifat antimalaria. Penghitungan parasitemia dilakukan setiap hari
sebelum diberi perlakuan. Jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit dihitung tiap 1000
eritrosit dengan mikroskop perbesaran 1000 kali.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imawati &
Kartikawati (2005), dimana dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa polifenol dalam
teh hijau sebagai imunostimulan mampu menurunkan jumlah parasitemia pada mencit
Balb/C yang diinfeksi P. berghei. Pemberian polifenol teh hijau berpengaruh terhadap respon
penurunan jumlah parasitemia dari mencit Balb/ C yang diinfeksi P. berghei.
Keterbatasan penelitian ini bahwa pada penelitian ini hanya bertujuan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak pisang kluthuk terhadap antiplasmodia atau
penurunan parasitemia, sedangkan dosis ekstrak pisang kluthuk yang efektif terhadap
penurunan parasitemia belum diketahui. Selain itu, belum diketahui juga efek samping
ekstrak pisang kluthuk apabila dikonsumsi secara terus-menerus.
KESIMPULAN
Ekstrak pisang kluthuk (Musa balbisiana colla) dapat menurunkan parasitemia
mencit Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei. Efek penurunan parasitemia setelah
pemberian ekstrak pisang kluthuk konsentrasi 100% lebih besar daripada ekstrak pisang
klutuk konsentrasi 75 % maupun 50 %.
SARAN
Penelitian dapat dilanjutkan dengan penentuan dosis ekstrak pisang kluthuk (Musa
balbisiana colla) yang menunjukkan efek paling optimal terhadap penurunan jumlah
parasitemia pada mencit Balb/ C, uji toksisitas, dan penentuan LD-50 ekstrak pisang
kluthuk (Musa balbisiana colla) terhadap hewan coba. Apabila aman dapat dilanjutkan
dengan uji klinis pada manusia.
14
Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan Milineum
Indonesia, Depkes, Jakarta.
Asres, K., Bucar, F., Knauder, E., Yardley, V., Kindrick, H., dan Croft, S., 2001, In-vitro
antiprotozoal activity of extract and compound of stem bark of Combretum molle
Phytotherapy research, 15 (7): 613 – 617.
Bason, A., Adeyemo, S.O., 2007, Evaluation of antibacterial properties of tannins isolated
from Dichrostachys cinerea, African Journal of Biotechnology., 6 (15): 1785-1787.
Dharmananda, S., 2004, Gallnuts and the uses of Tannins in Chinese Medicine, http://
www.itmonline.org/arts/gallnuts.htm.8.5
Harijanto, 2000, Malaria Edidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan,
Jakarta: EGC, hal. 1, 38-48.
Imawati, S. dan Kartikawati, H., 2005, Peran Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis) terhadap
Respon Penurunan Jumlah Parasitemia Mencit Balb/C yang Diinfeksi Plasmodium
berghei, Jurnal Media Medika Muda, Juli-Desember No. 1: 37-39.
Iumc, 2008, Rodent Malaria Parasites as Models for Human Malaria, http://www.lumc.nl/
1040/research/malaria/model01.html, Diakses tgl 25.07.2008.
Keiji, F. H., Shunji, S., Hirofumi, Y., Takashi, H. Tsutomu, I., Hideyuki, and H. Yoshikazu,
2004, Antibacterial Activity of Hydrolyzable Tanins Derived from Medicinal Plants
against Helicobacter pylori, Microbiol. Immunol., 48(4): 251–261.
Kusuma, B., 2000, Pengaruh Vaksin Tetanus Toksoid terhadap Tingkat Parasitemia pada
Mencit Swiss yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei, Karya Tulis Ilmiah,
Universitas Diponegoro Semarang.
Pasaribu, M., 2006, Efek Antiplasmodial Ekstrak Biji Pare (Momordica charantial) pada
Mencit (Mus Musculus) yang Diinfeksi dengan Plasmodium Berghei, http://
www.adln.lib.unair.ac.id, Diakses tgl 17.08.2008.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2003, Konsensus Penanganan
Malaria, Hal. 1,2,6,7,8
Pratiknya, A. W., 2003, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 128-131.
Rosenthal PJ., 2003, Antimalarial Drug Discovery: Old and new approaches, The Journal
of Experimental Biology, 2003; 206;3735-44