ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

  

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 24 TAHUN 2011

(Jurnal)

  

Oleh:

DWI NUR AULIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG Judul Skripsi : ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN

  PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

  Nama Mahasiswa : Dwi Nur Aulia No. Pokok Mahasiswa : 1112011115 Bagian : Hukum Administrasi Negara Fakultas : Hukum

  MENYETUJUI

  1. Komisi Pembimbing Upik Hamidah S.H., M.H. Fathoni S.H., M.H.

  NIP 196006061987032012 NIP 198208262014041001

  2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

Sri Sulastuti, S,H., M.Hum.

  NIP 196207271987032004

  

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 24 TAHUN 2011

Dwi Nur Aulia, Upik Hamidah, S.H., M.H, Fathoni, S.H., M.H.

email: ( dwinuraulia74@yahoo.com )

Abstrak

  Berdasarkan sumber data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Bandarlampung, karyawan yang terdaftar sebagai peserta BPJS baru mencapai 157.000 orang. Jumlah ini lebih kecil dari jumlah pekerja yang terdaftar di data Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung yang merilis jumlah pekerja di Provinsi Lampung sebanyak 407.190 pekerja/karyawan. Menilik data ini, perbandingan jumlah di antara keduanya cukup besar. Apabila dirata-ratakan, dari 3 pekerja di Bandar Lampung, hanya satu yang terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Sangat penting untuk diketahui apa saja yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan yang terjadi ini.

  Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: a) Bagaimana landasan hukum pelaksanaan program BPJS di Kota Bandar Lampung? b) Bagaimana Pelaksanaan Program BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif.

  Sumber data yang bersumber dari data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, sistematika, dan klasifikasi data. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

  Terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dijalankannya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial antara lain Undang- Undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan upaya negara dalam menjalankan konstitusi dan memenuhi hak pekerja untuk memperoleh kesejahteraan. Pemerintah melalui Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan sosial telah memberikan ultimatum yang pada intinya menegaskan bahwa pemerintah melalui aturan itu membentuk badan yang akan menyelenggarakan program jaminan sosial

  

THE ANALYSIST OF BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PROGRAM

BASED ON UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2014

Dwi Nur Aulia, Upik Hamidah, S.H., M.H, Fathoni, S.H., M.H.

  )

email: ( dwinuraulia74@yahoo.com

  

Abstract

  Based on source from Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, labors who already are registered as member of Badan Penyelenggara Jaminan Sosial reach the number 157.000 workers. This number are far smaller than the number of all labors in Bandar Lampung which reach 407.190 million workers. Looking back at

  

this data, the ratio, comparison of the amount between the two is quite large. If it’s

  averaged, from 3 workers in Bandar Lampung, only one is enrolled in the BPJS Ketenagakerjaan Program. It's important to know what influences the this inequality.

  Based on the explanation above, the main issue of study are: a) How is the legal basis of the implementation on BPJS program? b) How is the implementation of BPJS program based on Undang-undang No. 24 Tahun 2011? The approach to the problems in this study is a normative. Data sources derived secondary data. Data collection method is using literature study. Data processing is done by editing stages, systematic, and data classification. Analysis of data using qualitative descriptive analysis.

  There are various laws and regulations which become the foundation of the implementation of BPJS program such as the Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, and Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. The BPJS program is the state's effort to implement the Constitution and fulfill the right of workers to gain prosperity. Government through Undang- Undang No. 24 Tahun 2011 on BPJS has provided an ultimatum which in essence affirms that the government through the rules established an institution that will organize a social security program

  Keyword: BPJS Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 24 Tahun 2011

  A. Latar Belakang Sejak negara Indonesia didirikan, bangsa kita telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d Ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945. Hal ini berimplikasi pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewajibkan kewajiban negara tersebut. Pekerja merupakan elemen penting dari suatu hubungan industrial yang terbentuk dari proses industri. Hubungan Industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku proses didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifesti dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.

  Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan. Undang-Undang ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu perlu kita kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Hubungan industrial yang dijelaskan di atas erat hubungannya dengan pembangunan. Berkaitan dengan pembangunan, Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Untuk itu Indonesia berusaha meningkatkan kualitas dan taraf hidup rakyatnya. Salah satunya dengan mengurangi angka kemiskinan masyarakatnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2016 mencapai 27,76 juta orang atau mencapai 10,70 persen dari total penduduk. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang sebanyak kurang lebih 250 ribu orang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 lalu sebanyak 28,01 juta orang atau 10,86 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

  Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 adalah 10,49 juta orang atau naik 0,15 juta jika dibandingkan dengan Maret 2016 lalu yang tercatat sebanyak 10,34 juta orang atau 8,16 persen. Sementara, untuk jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari sebelumnya pada Maret 2016 sebanyak 17,67 juta orang menjadi 17,28 juta orang. Dari banyaknya penduduk miskin yang telah disebutkan tadi, salah satunya adalah buruh yang merupakan pekerja di perusahaan. Suatu kelompok masyarakat yang di pemikiran masyarakat umum digambarkan memprihainkan, tidak punya kekuatan, tenaganya selalu dieksploitasi secara maksimal dan selalu menguntungkan golongan pengusaha. Seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx, yang melihat bahwa konsep kelas merupakan kategori yang mendasar dalam struktur sosial. Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat maka diperlukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan program perlindungan kerja yang dalam praktik sehari-hari berguna untuk mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan.

  Pekerja-pekerja ini harus dilindungi hak-haknya. Hak-hak tersebut antara kesehatan, dan sosial. Bagi pekerja, perlindungan terhadap hak-hak mereka ini sangat penting. Perlindungan terhadap kesehatan pekerja ini diatur dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku di negara kita. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan pekerja dituangkan dengan jelas pada Bab XII Undang-Undang ini. Menurut pasal 164 ayat 1, tujuan diadakannya upaya kesehatan ini adalah untuk untuk melindungi pekerja agar hidup sehat danterbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Dalam pasal selanjutnya, dijelaskan pula bahwa Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upayapencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi pekerja. Pekerja juga wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat danmenaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangandalam pengambilan keputusan. Selain diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan pekerja juga diatur oleh Undang-Undang Nomor

  13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 35 Undang- Undang ini menginstruksikan kepada pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja untuk memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dankesehatan baik mental maupun fisik pekerja. Untuk mengupayakan perlindungan terhadap para pekerja, setiap perusahaan wajib mendaftarkan setiap pekerjanya pada program BPJS.Hal ini disebutkan di dalam Pasal15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang mengatakan:

  “Pemberi Kerja secara bertahap

  wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program

  Jaminan Sosial yang diikuti.”

  Selanjutnya, di dalam Pasal 18, dikatakan pula bahwa Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan sebagai Peserta kepada BPJS. Mengenai pembayaran iuran yang harus disetorkan kepada BPJS, dijelaskan di dalam Pasal

  19 Undang-Undang yang sama. Berdasarkan sumber data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, karyawan yang terdaftar dan aktif sebagai peserta BPJS mencapai 21 juta orang. Jumlah ini jauh lebih kecil dari jumlah angkatan kerja di seluruh Indonesia yang mencapai 130 juta orang di mana 50 juta orang bekerja di sektor formal dan sisanya informal.

  Menilik data di atas, perbandingan jumlah di antara keduanya cukup besar. Apabila dirata-ratakan, dari 6 pekerja di Indonesia, hanya satu yang terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

  Berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, seluruh pekerja berhak untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan kerja.

  Berdasarkan Uraian di atas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian : ANALISIS TERHADAP PROGRAM PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

  1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana landasan hukum pelaksanaan program BPJS di Kota Bandar Lampung?

  2. Bagaimana Pelaksanaan Program BPJS menurut Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011?

  1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui landasan hukum pelaksanaan program BPJS di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui menganalisis Program BPJS menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2011.

  1.3.2 Kegunaan Penelitian

  a. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkanmampu memperluas juga memperdalam ilmu hukum termasuk di dalamnya ilmu hukum administrasi negara yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan dalam mengkaji atau menganalisis mengenai permasalan hukum di Indonesia terutama menyangkut solusi penyeselaian masalah tenaga kerja di Indonesia.

  b. Kegunaan Praktis 1) Upaya peningkatan dan perluasan pengetahuan bagi penulis dalam bidang hukum. 2) Bahan kajian bagi penulis maupun masyarakat dalam melihat perkembangan sistem hukum di Indonesia menyangkut soal tenaga kerja.

  3) Sumbangan pemikiran dan bahan bacaan dan sumber informasi serta bahan kajian lebih lanjut bagi yang membutuhkan. 4) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung bagian Hukum Administrasi Negara.

  II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden untuk memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja Indonesia baik sektor formal maupun informal dan orang asing yang bekerja di Indonesia sekurang-kurangnya 6 bulan. BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya merupakan PT Jamsostek (Persero) terbentuk dalam proses yang panjang. Proses yang panjang ini dimulai dengan UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial. Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif

memberikan perlindungan

  4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011. Tahun 2011, ditetapkanlah UU No

  24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang- undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

  4.1.2 Landasan Hukum Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja Indonesia tentu harus berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pelaksanaan program ini tidak lepas dari hukum yang mengikatnya. Terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dijalankannya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  A. Undang-Undang Dasar 1945 Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional negara Indonesia menjadi salah satu dasar hukum penyelenggaraan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  Dalam pasal 27 ayat 2, disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa warga negara berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup memperoleh pelayanan kesehatan dalam pasal 28H ayat 1.

  B. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Kesejahteraan buruh disebutkan dalam berbagai pasal Undang- undang ini. Salah satunya adalah pasal

  99 yang membahas mengenai jaminan kesejahteraan. Adapun bunyi dalam pasal 99 ayat

  1 adalah “Setiap pekerja/buruh

  dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga

  kerja.”

  Selanjutnya, dalam pasal yang sama ayat 2, dijelaskan bahwa jaminan sosial tenaga kerja diatur oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku.

  C. Undang-Undang Nomor

  24 Tahun 2011 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan landasan diberlakukannya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia.

  Program BPJS di Indonesia terdiri atas dua jenis, yakni kesehatan dan ketenagakerjaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 2.

  BPJS ketenagakerjaan dijelaskan pula dalam pasal 6 ayat 2 yang berbunyi: BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 2 huruf b menyelenggarakan program: a. jaminan kecelakaan kerja;

  b. jaminan hari tua;

  c. jaminan pensiun; dan d. jaminan kematian.

  4.2 Analisis Pelaksanaan Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pada umumnya, negara yang menganut paham negara kesejahteraan modern (modern welfare) juga merupakan negara hukum modern atau negara hukum kesejahteraan.

  Keterlibatan negara dalam melindungi buruh merupakan wujud dari kewajiban konstitusional negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya dalam mempertahankan eksistensi kehidupannya. Merupakan memenuhi hak penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Inilah yang menjadi dasar bagi negara untuk berperan aktif dalam melindungi buruh. Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan upaya negara dalam menjalankan konstitusi dan memenuhi hak pekerja untuk memperoleh kesejahteraan. Dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, diatur lebih lanjut melalui Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemudian tujuan tersebut wujudkan dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertujuan melaksanakan jaminan sosial untuk menjamin kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika dilihat dari tujuan dibuatnya sumber hukumnya termasuk dalam sumber hukum materiil sosiologis. Hal ini karena faktor sosiologis dalam sumber hukum materiil berkaitan dengan seluruh masyarakat (Situmorang, 1989, hal.69). Selain itu, jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia itu merupakan kebutuhan dan hak yang harus diperoleh rakyat Indonesia sesuai dengan Pasal 28 H UUD 1945 Ayat 3 yang isinya meyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial. Sumber hukum materiil yang selanjutnya adalah faktor historis/sejarah. Sejarah hukum atau sejarah lainnya dapat menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut berpengaruh atas penentuan materi aturan hokum. Faktor historis dapat dilihat dalam Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dari segi historis merupakan upaya perwujudan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam alinea keempat UUD 1945 untuk mensejahterakan masyarakatnya. Selain itu, UU

aturan yang diatur dalam Pasal 28 H UUD 1945 ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh. Untuk menentukan sumber hukum filosofis dapat dilihat dari dua aspek yaitu berdasarkan dari mana asal hukum tersebut dan sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hokum. Dari aspek asal pembentukan hukum Undang – Undang Nomor 24 tahun 2011 berasal dari kesadaran manusia untuk hidup sejahtera terutama dalam bidang kesehatan. Selain itu undang-undang tersebut juga lahir dari kesadaran pemerintah untuk membuat undang-undang yang mengatur jaminan kesehatan untuk masyarakat. Sedangkan dari segi kekuatan yang mengikatnya, dapat dinilai dari norma kesusilaan untuk saling bergotong-royong membantu sesama manusia. Norma kesusilaan ini dapat dilihat dari isi UU no 24 tahun 2011 yang mengutamakan aspek gotong- royong dalam penyediaan

  Sedangkan dari sumber hukum formal pembentukan undang- undang tersebut didasari dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Didalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 52 harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan undang- undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara (JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI dan ASKES) untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk kemudian dijelaskan lebih lanjut mengenai pembentukan badan baru tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pemerintah melalui Undang- undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan sosial telah memberikan ultimatum yang pada intinya menegaskan bahwa pemerintah melalui aturan itu membentuk badan yang akan jaminan sosial. Terdapat dua kegiatannya yaitu di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Pesertanya meliputi unsur yaitu setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan. Yang sangat penting dianalisis lebih lanjut yaitu konsep sosial

  dalam terminology “jaminan sosial”. Sebab dalam undang -

  undang yang disebut terdapat dikotomi yang mebuat wilayah perdebatan terbuka luas ketika disebutkan bahwa peserta kebijakan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pekerja, pemberi kerja, dan masyarakat umum yang jalur pembayaran iurannya berbeda satu dengan yang lain. Dalam hal ini kita mencoba mendiskusikan format kebijakan sosial yang akan dilaksanakan oleh indonesia dengan meletakkan pada sistem politik kebijakan yang kompatibel baik dari sisi ideal-konstitutionalnya maupun berdasarkan aspek sustainabilitas program dalam memberikan perlindungan sosial secara maksimal. Analisis makna

  sosial” akan menjadi sorotan

  utama yang diangkat sebagai upaya untuk mendudukkan permaslahan jaminan sosial sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. Kebijakan public disini adalah rakyat. Dimana diperolehnya pengakuan dan justifikasi bahwa kebijakan itu ber-nash apa tidaknya adalah karena ditimbang, diukur, dan diberi bobot oleh public, bukan oleh siapapun. Pada dasarnya kebijakan public merupakan hasil dari berbagai perbincangan masalah public yang ada dan telah terindentifikasi, merumuskan solusinya serta bagaimana mengimplementasikannya.Maka

  dari itu istilah “Sosial” dalam frase “Jaminan Sosial” perlu

  didefenisikan secara tegas dan sesuai dengan makna substansinya bukan hanya dilihat dari sudut pandang jaminan sosial berbasis potensi sumber daya yang secara ekonomi memberikan implikasi kesejahteraan berbagai pihak.

  Terminology “sosial” yang

  melekat pada kebijakan Negara tentang jaminan sosial seperti analisis kebijakan public seharusnya dipandang sebagai objek yang menjadi sasaran program kebijakan itu dengan memperhatikan gagasan dari public goods sebagai bagian dari kebijakan itu sendiri. Berdasarkan anggapan seperti ini, maka seharusnya tafsir sosial yang

  melekat pada kata “jaminan sosial” seyogyanya selalu

  dimaknai sebagai upaya Negara sebagai perumus kebijakan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat luas tanpa membedakan dari berbagai sudut pandang geografis dan status kepersertaan. Dalam analisis keadilan sosial justru membedakan kepesertaan sebagai penerima manfaat dari karakteristik yang dirumuskan dalam aturan UU no. 24 tahun 2011 menjadi tidak adil, oleh karena masyarakat dibedakan menjadi kelompok yang difasilitasi lewat pembiayaan pemerintah dan kelompok yang tidak difasilitasi atau membayar iuran. Jaminan Kesehatan Nasional

  Jaminan Sosial Nasional yang diperintahkan oleh Konstitusi. Sila ke-5 Pancasila menjadi alasan lahirnya perubahan undang- undang dasar 1945 pasal ke 28H, yang menuangkan ketentuan khusus tentang hak-hak sosial warga negara yang wajib dijamin oleh Negara diantaranya hak kesehatan. Dalan pembahasan tentang hak terhadap jaminan sosial, BPJS hanya mengakui bahwa kebutuhan dasar sosial warga negara Indonesia adalah sehat, pasca resiko yaitu kecelakaan kerja, hari tua, pensiun dan kematian. Sedangkan pra kondisi tidak terpikirkan. Hanya berlaku bagi yang membayar sehingga menuju kapitalistik dimana tidak mencerminkan nilai- nilai kebangsaan yang diharapkan oleh pendiri bangsa Indonesia karena sistem Jaminan sosial itu harus berimbang antara pemenuhan hak pra resiko dan pasca resiko. Kesiagaan masyarakat pada pra kondisi akan sangat menentukan kesiagaan pada pasca resiko. Kebijakan penyelenggaraan wajib dilakukan karena merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara Indonesia kepada warga negara sebagaimana telah diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945 untuk memberikan dan mengembangkan sistem jaminan sosial nasional kepada warga negara Indonesia dengan layak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan Pemerintah Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial pada tahap awal hanya terbatas dengan konsep jaminan sosial yang berdasarkan skema funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta program penjaminan sosial dan yang berkeinginan saja dan itu pun pesertanya masih terbatas hanya pada masyarakat pekerja di sektor formal dan belum menjagkau sektor informal. Kebijakan penyelenggaraan jaminan sosial sebelum ada BPJS diselenggarakan dengan skema funded social security oleh empat BUMN bidang asuransi yaitu PT dan PT Taspen yang sebahagian terbesar melayani Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan pekerja sektor formal. Pada hakikatnya BUMN-BUMN asuransi ini selalu berorientasi keuntungan sehingga menjadi dilema bagaimana mungkin lembaga dengan orientasi keuntungan akan menyelenggarakan program jaminan sosial sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang ironi karena seharusnya penyelenggara jaminan sosial seharusnya bersifat pelayanan dan bukan profit oriented. Pola BUMN sebagai penyelenggara jaminan sosial mutlak harus di rubah dari konsep penyelenggaraan program jaminan sosial berorientasi laba menjadi program yang berorintasi kepada pelayanan. Manfaat sistem perlindungan dan jaminan sosial tersebut dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pekerja atau peserta sehingga dapat lebih tenang dalam bekerja dan berkonsentrasi dalam

produktivitas kerja karena merasa telah terlindungi sebagai peserta sistem jaminan sosial. Kebijakan penyelenggaran Jaminan sosial haruslah menjangkau seluruh warga negara dan tidak hanya menjangkau pekerja formal dan aparat negara saja seperti yang dilaksanakan dalam kebijakan lama selama ini. Diperlukan Kebijakan kebijakan baru yang menjamin pelaksanaan dan pengembangan sistem penyelenggaraan jaminan sosial yang mampu untuk menjangkau semua lapisan warga negara. Adapun sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam hal ini adalah kebijakan penyelenggaraan program jaminan sosial nasional tidak akan bermanfaat apabila tidak dimplementasikan. Hal ini disebabkan karena kebijakan masih bersifat abstrak dalam realita nyata karena kebijakan berusaha untuk menimbulkan hasil atau outcome yang dapat dinikmati oleh kelompok sasaran Kebijakan penyelenggaraan wajib dilakukan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal

  28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik yang tertuang dalam TAP Nomor X/MPR/2001, yang menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Fungsi Pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan, antara lain: Setiap pekerjaan memiliki resiko baik resiko kecelakaan maupun kematian. Selain itu, para pekerja juga butuh jaminan untuk kesejahteraannya. BPJS Kesejahteraan yang merupakan jaminan bagi para pekerja, memiliki fungsi yang antara lain:

  1. Meningkatkan etos kerja pekerja yang merasa telah terjamin kesejahteraannya.

  2. Mempermudah pelayanan kesehatan bagi pekerja

  3. Mudah dalam pengklaiman apabila terjadi sesuatu pada anggota Sejak diberlakukannya undang- undang nomor 24 tahun 2011, perusahaan-perusahaan di Indonesia telah melaksanakan program BPJS Ketenagakerjaan. Secara bertahap, perusahaan- perusahaan ini telah mengalihkan pekerjanya yang semula sebagai peserta Jamsostek menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan ini memberikan menyediakan peruntukan untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan dari gaji yang diberikan. Metode yang digunakan yakni perusahaan menambahkan jumlah gaji sebesar nilai iuran yang harus dibayarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Nilai iuran tersebut dimasukkan ke dalam slip gaji peruntukannya untuk membayar BPJS Ketenagakerjaan. Program-program BPJS Ketenagakerjaan yang diikuti oleh perusahaan antara lain: a. Jaminan Kecelakaan Kerja Salah satu resiko di dalam bekerja

  Kecelakaan kerja sangat mungkin untuk terjadi dalam bidang pekerjaan apapun. Oleh karena itu, untuk mengadakan rasa ama bagi pekerja dari resiko ini, diadakan program Jaminan Kecelakaan Kerja. Program ini mengalihkan resiko tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan atau pemberi kerja membayar iuran JKK bagi pekerjanya yang berkisar antara 0,24% - 1,74% dari upah sebulan. Jaminan yang diberikan antara lain: 1) Biaya pengangkutan 2) Biaya pengobatan dan perawatan 3) Sementara tidak mampu bekerja 4) Penggantian gigi tiruan 5) Santunan cacat 6) Santunan kematian 7) Biaya rehabilitasi 8) Bantuan Beasiswa

  b. Jaminan Kematian Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal Program ini member manfaat kepada keluarga tenaga kerja antara lain: 1) Santunan kematian Rp. 16.200.000,- 2) Santunan berkala Rp. 200.000,- / bulan selama 24 bulan atau diambil sekaligus di muka 3) Biaya pemakaman Rp. 3000.000,- 4) Beasiswa pendidikan satu anak kepada peserta meninggal bukan akibat kecelakaan yang telah memiliki masa iur bayar paling singkat 5 tahun sebesar Rp.12.000.000,-

  c. Jaminan Hari Tua Program ini menghimpun dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama bila pernghasilan yang bersangkutan berhenti. Alas an berhentinya penghasilan tersebut bisa karena berbagai alas an, antara lain cacat total tetap, telah mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau berhenti bekerja (PHK, mengundurkan diri, atau meninggalkan Indonesia untuk

  d. Jaminan Pensiun Jaminan pensiun merupakan program yang diperuntukkan bagi peserta/ ahli waris pada saat memasuki usia pension, mengalami cacat total tetap dan meninggal dunia. Program ini diadakan berdasarkan manfaat pasti.

  Secara umum, perusahaan ini telah menerapkan pembayaran iuran yang 6,5% dari gaji. Dari jumlah itu, pihak perusahaan atau pemberi kerja membayar 4,5% dari gaji yang dibayarkan, sedangkan pekerja akan dipotong gajinya sebesar 2% setiap bulan.. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka Perusahaan menjamin penuh Jaminan Kecelakaan Kerja pekerjanya. Dalam pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan, harus diawasi pelaksanaannya agar program ini bisa berjalan dengan baik. Untuk mengisi peran tersebut, BPJS Ketenagakerjaan memiliki petugas pengawas pemeriksaan sendiri, yang bertanggung jawab untuk memeriksa data perusahaan yang berkaitan dengan BPJS Ketenagakerjaan seperti data tenaga kerja. Bagi perusahaan yang sudah wajib namun tidak juga mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan akan mendapat sanksi yang tegas. Sanksi yang akan diberikan selain berupa denda juga penghentian layanan publik, termasuk layanan penerbitan SIM, IMB, STNK, izin usaha dagang, juga pembuatan paspor. Sanksi lain berupa pencabutan ijin usaha. Instansi lain yang berperan terhadap BPJS Ketenagakerjaan adalah dinas tenaga kerja. Dinas Tenaga Kerja memiliki peran sebagai pelaku kepentingan di dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan yakni antara lain: Penyuluhan, menyarankan perusahaan untuk mengikuti BPJS, serta turut melayani klain- klaim baik kecelakaan kerja, JHT, ataupun kematian akibat hubungan kerja. Landasan SJSN yang digunakan adalah Undang-undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dari UUD Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 28H ayat 3 dan pasal 34 ayat 2. Sedangkan penyelenggara SJSN tersebut diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Istilah BPJS telah disebut dalam UU No.40/2004. Ada rentang waktu yang cukup lama, yaitu tujuh tahun (dari 2004 ke 2011), untuk membuat peraturan mengenai BPJS ini. Setelah dikeluarkannya UU BPJS tersebut, pemerintah telah mengeluarkan 2 peraturan, yaitu PP No 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden no. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Pembiayaan Jaminan Kesehatan ini diatur dalam PP No. 12 tahun 2013 pasal39 yang berbunyi:

  “(1) BPJS Kesehatan melakukan

  pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.

  (2) Dalam hal Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. (3) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan cara Indonesi Case Based Group (INA

  CBG’s)”

  Beberapa hal yang perlu dicermati dalam pola pembiayaan Jaminan Kesehatan tersebut adalah adanya penyebaran yang tidak merata dalam hal jumlah fasilitas kesehatan dalam suatu daerah/kabupaten/kota. Jika dalam suatu area terdapat terlalu banyak fasilitas kesehatan, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu jumlah kapitasi yang didapat setiap fasilitas kesehatan akan sedikit atau ada fasilitas kesehatan yang tidak mendapatkan kapitasi.

  Dalam ayat kedua disebutkan pembayaran bagi fasilitas kesehatan yang tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi. Mekanisme ini belum diatur secara jelas sampai dengan saat ini.

  Untuk pembiayaan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan maka

  berdasarkan tarif Ina CBG’s.

  Alur pembiayaan diatur dalam pasal 29 tentang Prosedur

  Pelayanan sebagai berikut: (1) Untuk pertama kali setiap Peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada satu Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelahmendapat rekomendasi dinas kesehatankabupaten/kota setempat. (2) Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya Peserta berhak memilih FasilitasKesehatan tingkat pertama yang diinginkan.

  (3) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Pesertaterdaftar. (4) Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) tidak berlaku bagi Peserta yang:

  a. ada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkatpertama tempat Peserta terdaftar; atau

  b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis. (5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatantingkat lanjutan, Fasilitas Kesehatan tingkat pertamaharus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkatlanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yangdiatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatantingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukantingkat lanjutan diatur dengan Peraturan Menteri. Menurut prosedur yang berlaku saat ini untuk peserta Askes, maka jika peserta Askes tersebutakan berobat, peserta harus membawa Kartu Askes (jika di tingkat rujukan lanjutan, maka peserta juga harus membawa surat rujukan). Peserta mendaftarkan akan memberikan Surat Jaminan Pelayanan (SJP). Setelah mendapatkan surat tersebut, baru peserta Askes tersebut boleh mendapatkan pelayanan kesehatan. Bagi peserta Jamkesmas, prosedur ini agak berbeda. Peserta Jamkesmas yang akan berobat harus mendaftarkan diri di loket Askes dengan membawa Kartu Jamkesmas dan rujukan (jika di tingkat lanjut). Peserta Jamkesmas akan mendapatkan Surat Keabsahan Peserta (SKP). SJP dikeluarkan oleh pihak RS.Sejauh ini belum diketahui apakah prosedur ini masih akan berlaku setelah PT. Askes menjadi BPJS. Pengaturan mengenai hal ini belum disahkan secara jelas. Dalam peran terhadap disiplin BPJS Ketenagakerjaan, Disnaker tidak bisa menindak melainkan hanya memiliki kewenangan untuk koordinasi. Ketiadaan wewenang dalam menindak pelanggaran berdasarkan perubahan peraturan yang mengiringi perubahan Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan.

  Perusahaan yang terdapat di berbagai kota didata oleh Disnaker, ketika ada tembusan oleh pendaftar, Disnaker membuat laporan tentang perusahaan ke Walikota. Di dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan terdapat hambatan. Adanya hambatan- hambatan tersebut membuat pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan menjadi lebih lambat dari semestinya. Salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan adalah Anggapan dari perusahaan bahwa BPJS Ketenagakerjaan merupakan beban dikarenakan harus mengeluarkan biaya untuk membayar iuran setiap bulannya. Anggapan ini membuat perusahaan merasa bahwa tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Pemikiran tersebut sebenarnya keliru. Dengan perusahaan mendaftarkan seluruh pekerjanya, maka para pekerja tersebut mendapat perlindungan kerja. terduga seperti kecelakaan kerja, maka resiko tersebut telah teralihkan menjadi tanggungan BPJS Ketenagakerjaan. Faktor lain yang merupakan hambatan yakni belum pahamnya perusahaan akan manfaat BPJS. Perusahaan belum memahami betul mengapa BPJS Ketenagakerjaan dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan faktor sebelumnya. Selain itu, faktor lain yang menghambat pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan adalah ketidaktahuan dari Perusahaan tentang BPJS Ketenagakerjaan. Meskipun Program BPJS sudah berjalan sejak tahun 2014, tetapi masih ada perusahaan yang mengaku belum tahu tentang program BPJS. Besar kecilnya perusahaan pun bisa mempengaruhi faktor ini. Perusahaan besar cenderung lebih patuh terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ini.

  III. SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis Keterlibatan negara dalam melindungi buruh merupakan wujud dari kewajiban konstitusional negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya dalam mempertahankan eksistensi kehidupannya. Merupakan tanggung jawab dari negara untuk memenuhi hak penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Inilah yang menjadi dasar bagi negara untuk berperan aktif dalam melindungi buruh. Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan upaya negara dalam menjalankan konstitusi dan memenuhi hak pekerja untuk memperoleh kesejahteraan. Jaminan Kesehatan Nasional merupakan salah satu bagian dari Jaminan Sosial Nasional yang diperintahkan oleh Konstitusi. Pemerintah melalui Undang- undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan sosial telah pada intinya menegaskan bahwa pemerintah melalui aturan itu membentuk badan yang akan menyelenggarakan program jaminan sosial. Pesertanya meliputi unsur yaitu setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan.

  DAFTAR PUSTAKA Asyhadie, Zaeni. 2008.

  Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja Edisi Revisi.

  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Djumadi. 2008. Hukum

  Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: PT

  RajaGrafindo Persada Husni, Lalu. 2007. Hukum

  Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT

  RajaGrafindo Persada Husni, Lalu. 2001. Pengantar

  Hukum Ketenagakerjaan Indonesia . Jakarta: PT

  RajaGrafindo Persada Khakim, Abdul. 2007.

  Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi.

  Bandung: PT Citra Aditya Bakti Marsh, S.B. dan J. Soulsby. Peraturan Pemerintah Nomor 2006. Hukum Perjanjian.

  36 Tahun 1995 tentang Bandung: Alumni Penetapan Badan

  Penyelenggara Program Masriani, Yulies Tiena. 2009. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  Pengantar Hukum . Jakarta:

  Sinar Grafika Sutedi, Adrian . 2009. Sumber Lain Hukum Perburuhan Jakarta: Sinar Grafika http://id.wikipedia.org/wiki/B

  PJS_Ketenagakerjaan Usman, Nurdin. 2002.

  

Implementasi Berbasis http://www.bpjsketenagakerja

Kurikulum . Jakarta: PT. an.go.id/page/program/Progra

  RajaGrafindo Persada m-Jaminan-Kecelakaan- Kerja-%28JKK%29.html Wijayanti, Asrip. 2010.

  Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi . Jakarta:

  Sinar Grafika Peraturan Perundang- Undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KAWASAN REKLAMASI PANTAI TELUK LAMPUNG DI KECAMATAN BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 14

PERLINDUNGAN TERHADAP KEBEBASAN BURUH UNTUK IKUT SERTA DALAM ORGANISASI SERIKAT BURUH DI KOTA BANDAR LAMPUNG

2 22 14

UPAYA PENANGGULANGANKEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung)

0 0 13

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL OLEH Cahaya Rama Putra, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: cahaya.ramagmail.com, Eddy Rifa’I, Ahmad Irzal

0 0 6

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMILU LEGISLATIF DALAM PASAL 309 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 (Studi Perkara Nomor: 70/Pid./2014/PT.Tjk.)

0 0 9

PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROGRAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 14

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114Pid.2012PT.TK) Oleh: FERRY ADTIA HUTAJULU ABSTRAK - PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA PO

0 0 14

ANALYSIS OF LEGAL PROTECTION FOR SALE ONLINE FRAUD VICTIM By: Fabiandi Cornelis ABSTRACT - ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

0 0 11

PEPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA BORONGAN PEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 1 15

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung) (Jurnal)

0 0 14