BAB V KEBIJAKAN LUAR NEGERI RUSIA DI CRIMEA PADA MASA KEPEMIMPINAN VLADIMIR PUTIN TAHUN 2012 DAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNGNYA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada Masa Kepemimpinan Vladim

BAB V KEBIJAKAN LUAR NEGERI RUSIA DI CRIMEA PADA MASA KEPEMIMPINAN VLADIMIR PUTIN TAHUN 2012 DAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNGNYA

5.1 Kebijakan Vladimir Putin pada tahun 2012

  Pada tahun 2012 Vladimir Putin memenangkan pemilu dan terpilih menjadi Presiden Rusia. Dengan terpilih menjadi Presiden, Putin telah menjadi presiden yang ketiga kalinya. Sebelum Putin menjabat sebagai presiden pada tahun 2012, presiden sebelumnya dipimpin oleh Dimitri Medvedev yang merupakan presiden yang memiliki pandangan yang sama dengan Vladimir Putin yaitu memodernisasi militer Rusia dan pada bulan Februari 2010, Medvedev telah menandatangani Doktrin militer Federasi Rusia sampai tahun 2020, penandatanganan ini adalah bentuk perpanjangan kebijakan doktrin militer presiden Putin saat menjabat sebagai presiden pada tahun 2000-2008. Doktrin ini lebih difokuskan kepada National Security Strategy (NSS) berisikan strategi Rusia untuk menghadapi dunia internasonal, serta menekankan aspek keamanan dan reformasi militer. Selain melihat ancaman dari luar, doktrin ini menekankan kepada situasi keamanan Rusia yang belum membaik. Diperkirakan sebanyak 11 ancaman ekstenal, terdaftar sebanyak 5 ancaman dari AS dan NATO. Kebijakan NATO mengenai perluasan anggota sampai ke Eropa Timur membuat Rusia mengeluarkan dokrin jangka panjang yang memperhatikan daerah-daerah perbatasan Rusia. (Roger E. Kanet, 2004)

  Pada kepemimpinan Vladimir Putin yang ketiga kalinya, Putin dihadapi dengan permasalahan Ukraina terkhususnya wilayah Crimea. Masalah yang muncul yaitu adanya gerakan separatis di wilayah timur Ukraina (Donetsk dan luhansk) yang berkepanjangan, terjadinya krisis ekonomi dan politik akibat kekosongan pemerintahan yaitu presiden Ukraina Victor Yanukovich yang dipaksa untuk turun dari jabatan presidennya oleh masyarakat maupun kelompok-kelompok oposisi yang pro-barat, akibat dari kerjasama yang terus berlangsung dengan Rusia. Dari permasalahan ini berimbas sampai ke wilayah Crimea yang ingin melakukan referendum akibat krisis dan kekacuan di Ukraina.

  Valdimir Putin pun mengeluarkan kebijakan berdasarkan apa yang telah terjadi di Ukraina. Kebijakan tersebut yaitu melakukan aneksasi di wilayah Crimea demi mengamankan situasi yang sedang terjadi. Dibalik kebijakan tersebut, Rusia juga mengambil kesempatan untuk secara tidak langsung keinginan menguasai Crimea. Berdasarkan sejarah, Crimea memiliki sejarah yang panjang dengan Rusia, hubungan keduanya dimulai sejak perang dunia pertama di mana wilayah ini adalah bagian dari Rusia. Setelah berjalannya waktu pada tahun 1954, pemerintah Uni Soviet „memberi‟ wilayah Crimea kepada Ukraina sebagai hadiah. Pemberian wilayah tersebut dinilai sebagai tindakan seremonial kepada Ukraina karena telah menjadi bagian dari Uni Soviet. Ketika Uni soviet mengalami kekalahan pada tahun 1990an, Ukraina menyatakan kemerdekaan dan Crimea tetap menjadi bagian dari Ukraina. Dengan kemerdekaan Ukraina tersebut tidak membuat Rusia khawatir tetapi yang menjadi perselisihan antara Ukraina maupun Rusia yang berlangsung selama 25 tahun terakhir ialah status Crimea yang dinilai tidak valid menjadi wilayah bagian dari Ukraina. Masyarakat Crimea juga merasakan bahwa mereka seharusnya menjadi bagian dari Rusia, karena 58,3% jumlah dari masyarakat Crimea beretnis Rusia membuat mereka susah untuk megikuti aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Ukraina terkhususnya bahasa. Bahasa yang diwajibkan adalah bahasa Ukraina tetapi masyarakat yang memiliki latarbelakang etnis Rusia tidak memakai bahasa resmi Ukraina dan tetap memakai bahasa Rusia sebagai bahasa keseharian mereka.

5.2 Kebijakan Luar Negeri Vladimir Putin terhadap Crimea

  Kebijakan luar negeri Rusia dibawah pemerintahan Vladimir Putin semenjak menjabat sebagai presiden tahun 2012 tidak berubah semenjak menjabat sebagi presiden pada tahun 2000. Dimana kebijakan luar negeri Rusia tetap mengarah kepada pemikiran Putin tentang peran dan posisinya sebagai presiden Rusia yang melandaskan pada kepentingan nasional Rusia dari politik, ekonomi, militer dan sosial. Vladimir Putin merumuskan kebijakan luar negeri Rusia yaitu tetap bertumpu pada kepentingan nasional Rusia, namun tidak melemahkan diplomasi Rusia untuk tetap berintegrasi dengan negara-negara komunitas dunia.

  Pada 15 Februari 2013, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyampaikan konsep kebijakan luar negeri pada pertemuan dengan para anggota keamanan Rusia yang dilaksanakan di Moskow, Rusia. Pada pertemuan tersebut Vladimir Putin menekankan bahwa pada dasarya prinsip kebijakan luar negeri Rusia tetap tidak berubah, yang mana hal ini adalah merupakan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi keterbukaan, prediktabilitas, pragmatisme, dan terfokus pada hasil serta perlindungan kepentingan nasional tanpa konfrontasi apapun . Rusia akan terus melaksanakan kebijakan yang aktif dan konstruktif, dalam hubungan internasionalnya dalam pertumbuhan pengaruhnya di dunia. Menurut Presiden, Rusia tertarik untuk memastikan dalam hal menguntungkan lingkungan, guna melaksanakan tujuan pembangunan nasional serta menyelesaikan tugas-tugas sosial dan ekonominya, sekaligus turut menjaga peran sentral dan supremasi hukum internasional PBB. Vladimir Putin mengemukakan bahwa Rusia sedang berusaha memperluas kerjasamanya, dengan semua mitra yang sedang bekerjasama dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati. Konsep Kebijakan Luar Negeri Rusia ini, juga turut memperhitungkan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia internasional.

  Dalam pertemuan tersebut, Vladimir Putin juga menekankan terkait bentuk dan metode modern kebijakan kerja sama laur negeri, termasuk dalam hal diplomasi ekonomi, penggunaan metode soft power’ dan integrasi, yang kompeten ke dalam arus informasi global. Vladimir Putin juga menaruh perhatiannya, guna melindungi hak dan kepentingan mitra Rusia serta warga Rusia yang tinggal di luar negeri. Ia mengatakan, pentingnya berbagai badan lembaga negara, untuk bekerjasama dalam mengimplementasikan keseluruhan dokumen dibawah naungan dan koordinasi Kementerian Luar Negeri Rusia. Dengan konsep kebijakan tersebut, dalam krisis yang terjadi di Ukraina yang berimbas pada Crimea membuat Vladimir Putin pun ikut andil dengan mengirim pasukan militer untuk mengintervensi wilayah Ukraina karena sesuai dengan konsep kebijakan luar negeri Rusia.

  Dalam pengiriman pasukan militer ke wilayah Ukraina, tentunya Vladimir Putin meminta persetujuan dari parlemen Rusia yang sesuai dengan sistem politik Rusia. Sejak tahun 1991, sistem politik Rusia telah menganut sistem Republik Federalis Presidensial yang mana terdapat tiga sistem pemerintahan antara lain Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dalam sistem politik Rusia, kekuasaan eksekutif dibagi menjadi dua yaitu presiden dan perdana menteri, dimana presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dan perdana menteri adalah kepala pemerintahnya. Dalam badan legislatif, Rusia memiliki sistem dua kamar (bikameral) yang mana terdapat Upper

  

House (Federation Council) dan Lower House (State Duma), tugas dan fungsi dari keduanya

  tidak boleh melebihi dari presiden. Dalam hal ini, presiden dapat menolak usulan undang-undang dari parlmen (legislatif). Sehingga dalam dalam pembuatan kebijakan luar negeri pun tetap presiden. Presiden sekaligus juga mengatur dan dan memeberikan intruksi kepada Perdana Menteri serta Menteri Luar Negeri sebagai badan khusus yang bergerak dibidang hubungan luar negeri Rusia.

  Dalam kebijakan yang diambil Putin untuk mengintervensi wilayah Ukraina, Putin tentunya meminta persetujuan dari palemen Rusia atau badan legislatif Rusia (Federation

  

Council dan State Duma ). Meskipun presiden Rusia Vladimir Putin memegang kekuasaan

  tertinggi dalam mengambil keputusan, Putin tetap mematuhi konstitusi dimana untuk mengirim pasukan di luar negara harus sesuai dengan persetujuan Federasi Rusia (Federation Council). Putin juga membuat prorposal dan menyerahkan kepada dewan Duma dengan alasan bahwa ingin melindungi keselamatan bagi etnis Rusia yang terancam di luar negeri. Dewan Duma pun menyetujui proposal tersebut begitu juga dengan Federasi Rusia. Dalam Proposal presiden Rusia yang diberikan ke Duma berisi mengenai penggabungan wilayah ke Ferderasi Rusia, Duma langsung menyetujui draft tersebut sehingga Presiden langsung mengirim pasukan militer Rusia ke wilayah Crimea untuk mendeklarasikan kemerdekaan keluar dari wilayah Ukraina dan bergabung ke Federasi Rusia. Dalam mendukung referendum Crimea, Rusia juga mengikuti prinsip dari hukum internasional tentang penegakan integritas teritorial serta menggunakan hak penentuan nasib sendiri (the fundamental right to self-determination).

  Selain krisis yang terjadi di Ukraina, Rusia juga mengeluarkan kebijakan politiknya sendiri dengan menyatakan bahwa Rusia akan mengambil tindakan untuk mendukung gerakan- gerakan separatis bagi negara bekas Uni Soviet yang terlalu memperhatikan kerjasama bersama barat apalagi masuk menjadi anggota NATO. Ketika hal tersebut terjadi, Rusia akan mengirimkan pasukan militer dan akan mengambil wilayah yang dominan beretnis Rusia dan pro terhadap Rusia.

5.2.1 Intervensi Militer Rusia dalam Konflik di Crimea

  Untuk menunjukkan dukungannya terhadap tindakan separatis yang dilakukan oleh Crimea, Rusia mengupayakan bantuan untuk Crimea, termasuk menyiagakan pasukan militernya di Crimea, memberikan bantuan peralatan militer kepada tentara Crimea seperti pada tanggal 26 Februari 2014 ketika Ukraina menunjuk pemerintahan baru, Rusia menyiapkan prajurit siap tempurnya untuk mendukung Crimea yang tidak setuju dengan penunjukkan pemerintahan baru tersebut.

  Persetujuan dari Parlemen Rusia untuk mengirimkan pasukan ke wilayah Ukraina merupakan bentuk pengesahan terhadap tindakan Rusia yang telah lebih dulu mengirimkan tentaranya ke Crimea. Atas pernyataan tersebut, Rusia beralasan tindakan yang dilakukannya adalah sebagai bentuk self-defence. Rusia mengatakan bahwa hal tersebut untuk melindungi masyarakat etnis Rusia yang ada di Ukraina khususnya di Crimea dari ancaman konflik yang terjadi. Rusia berpendapat bahwa pengiriman tentara militer Rusia di Crimea bukanlah tindakan penggunaan kekerasan bersenjata yang dilarang dalam hukum internasional karena intervensi militer tersebut adalah berdasarkan permintaan dari pemerintahan yang sah. Rusia memberikan pernyataan tersebut pada tanggal 4 Maret 2014 dihadapan Dewan Keamanan PBB. Dihadapan Dewan Keamanan PBB, Vitaly Churkin yang merupakan perwakilan tetap Rusia di PBB menyerahkan sebuah surat yang ditandatangani oleh Viktor Yanukovych tertanggal 1 Maret 2014 yang isinya adalah permintaan untuk mendapatkan bantuan militer dari Rusia dalam membantu menjaga perdamaian dan keamanan.

  Pada tanggal 1 Maret 2014, Rusia mengirimkan pasukan ke Crimea yang merupakan wilayah kedaulatan Ukraina. Pengiriman pasukan dilakukan setelah adanya persetujuan dari Parlemen Federasi Rusia. Negara Ukraina mengatakan pasukan militer Rusia telah berada di wilayahnya sejak 28 Februari 2014 dan jumlahnya terus bertambah.

  Situasi di Ukraina membuat Rusia menyiagakan pasukannya dekat perbatasan Rusia-Ukraina. Menurut pemerintah Ukraina, Rusia mengirim 1.500 pasukan di wilayah Crimea, 170 kendaraan militer, dan lebih dari 300 unit senjata berat yang dikerahkan untuk berperang melawan militer Ukraina. Rusia menyiagakan 150 ribu pasukan yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan udara di wilayah barat yang berbatasan dengan Ukraina. Tentara Rusia dilengkapi dengan peralatan tempur yang modern. Intervensi militer Rusia di Crimea menyebabkan hubungan antara Rusia dan Ukraina menjadi tidak harmonis dan secara tidak langsung telah mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Disatu sisi, Ukraina menganggap Rusia telah melanggar hak dan kedaulatan wilayahnya dengan mengintervensi Crimea yang berada dalam wilayah kedaulatan Ukraina. Disisi lain, penduduk Crimea sendiri yang meminta diadakannya referendum dengan hasil bahwa penduduk Crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia meskipun permintaan diadakannya referendum oleh penduduk Crimea dianggap terjadi karena adanya intervensi dari Rusia.

  Sampai Pada tanggal 13 Maret 2014 Rusia telah menurunkan pasukan secara total sebanyak 80.000 anggota militer, 270 tank, 380 artileri, 25 kapal dan boats, dan 40 helikopter di kawasan timur Ukraina. Sedangkan pasukan dan peralatan militer yang diturunkan di Crimea sebanyak 19.000 pasukan, 40 artileri, 40 pesawat terbang, 20 helikopter, dan 19 kapal militer dan sebanyak 2000 tetara di basis militer berada di

1 Simfertopol, ibu kota Crimea. Aksi militer yang dilakukan Putin tersebut, dikuatkan

  oleh parlemen Rusia memberikan kewenangan kepada Vladimir Putin untuk mengirimkan pasukan ke Crimea. Dibawah ini adalah gambar peta jumlah pasukan yang diturunkan di kawasan perbatasan Rusia dengan timur Ukraina serta wilayah Crimea.

1 U

  kraine Crisis - Russian Military Intervention “ the situation near the Ukraine state border. March 13, 2014. (according to the “ information resistance” gropu information) development around Ukrainea.

Diakses pada 27 April 2017

  Gambar 5.1

  Russia Total Broders in east Ukraine Sumber: globalsecurity.org

  Intervensi militer Rusia tersebut juga dikarenakan adanya gerakan separatis etnis pro-Rusia di kawasan Ukraina Timur (Donestk dan Luhansk) yang ikut melakukan demonstrasi menolak penggulingan Yanukovich yang menyebabkan konflik bertambah besar di Ukraina. Dari demonstrasi oleh gerakan separatis di Ukraina Timur membuat Vladimir Putin berani mengeluarkan kebijakan untuk mengambil Crimea. Keberanian Vladimir Putin yang bertindak jauh di Crimea berbeda dibandingkan dengan kasus- kasus sebelumnya yang terjadi di Georgia yaitu gerakan pemisahan diri oleh South Oesstia. Kebijakan Putin juga didorong oleh faktor strategis Ukraina bagi Rusia dan keinginan kuat Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menunjukkan konfrontasinya dengan Barat, yang dipandang elit Rusia sebagai hipokrit dan antagonistis terhadap kepentingan Rusia. Dengan melihat intervensi Rusia di beberapa bekas wilayah Soviet, dapat diasumsikan bahwa kebijakan yang dijalankan Rusia telah berhasil. Namun, apabila diamati lebih jauh, setiap kali Rusia mengancam integritas negara tetangga dalam upaya mempertahankan pengaruhnya, hasilnya justru kontra produktif bagi Rusia. Dukungan Rusia kepada gerakan separatis dalam perbatasan mereka, telah membuat negara-negara seperti Azerbaijan, Georgia, dan Moldova, menghentikan ketergantungan mereka terhadap Rusia dan memulai kerja sama dengan Barat. Dalam konteks ini, Jeffrey Mankoff mengungkapkan bahwa Ukraina mungkin akan mengikuti pola yang sama. Dengan menganeksasi Crimea dan mengancam intervensi militer di wilayah timur Ukraina (Donetsk dan Luhansk), Rusia hanya akan mendorong nasionalisme Ukraina dan mendorong Kiev mendekatkan diri dengan Eropa.

  Dalam kasus diatas, Rusia melakukan intervensi ketika pengaruhnya terancam. Dalam beberapa kesempatan, Rusia secara konsisten mengklaim bahwa negaranya

  2

  bertindak dalam kerangka tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) kelompok minoritas yang terancam. Namun, dalam kenyataannya, Rusia lebih mengedepankan keuntungan strategis dibandingkan dengan pertimbangan humanitarian. Komitmen untuk melindungi etnis Rusia yang terancam dan populasi minoritas lainnya di luar Rusia mungkin berhasil untuk konsumsi domestik, namun keinginan pemerintah Azerbaijan, Georgia, dan Moldova untuk keluar dari wilayah geopolitik Rusia yang menyebabkan Moskow melakukan intervensi. Pada saat terjadi aneksasi Crimea, Putin dan pemerintahannya secara hati-hati berbicara mengenai perlindungan terhadap “warga Rusia” (orang-orang yang mendapatkan paspor Moskow) dan “warga berbahasa Rusia” (termasuk mayoritas warga Ukraina) ketimbang merujuk secara langsung pada “etnis Rusia”.

2 Responsibility to protect merupakan prinsip mengenai negara dan masyarakat internasional untuk melindungi

  populasinya dari genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan

5.2.2 Kebijakan Pertahanan Putin terhadap referendum Crimea

  Tepilih kembali menjadi presiden, Vladimir Putin tetap mempertahankan Doktrin militer sebagai pedoman pertahanan Rusia, terutama ketika ancaman yang datang dari luar masih sama yaitu NATO yang ingin memperluas keanggotaannya sampai ke wilayah Ukraina. Sehingga saat terjadi konflik di Ukraina sampai ke Crimea yang ingin melepas diri dari Ukraina, konflik tersebut telah menarik perhatian Vladimir Putin. Vladimir Putin mengatakan bahwa ia akan mengambil keputusan untuk menyatukan kembali Crimea dengan Rusia. Ada tiga intrepretasi yang menggambarkan langkah Putin mengeluarkan kebijakan menganeksasi Crimea. Pertama, operasi Rusia di Crimea merupakan tanggapan terhadap ancaman ekspansi NATO di sepanjang perbatasan barat Rusia, dengan logika bahwa putin memikirkan untuk merebut semenanjung untuk mencegah dua kemungkinan yang membahayahan posisi Rusia, yaitu (pemerintahan baru Ukraina yang berencana bergabung menjadi anggota NATO dan kemungkinan Kiev mengusir armada Rusia yang sudah lama berada di laut Hitam, Sevastopol). Kedua, aneksasi Rusia terhadap Crimea merupakan bagian dari proyek Rusia untuk merebut kembali wilayah bekas kekuasaan Uni Soviet yang beralasan bahwa, Putin pernah merasakan hilangnya mertabat Rusia akibat perang dingin. Sehingga ia bertekad untuk mengembalikan wilayah ex-Uni soviet dalam memperluas perbatasan Rusia. Ketiga, keputusan tersebut sangat meyakinkan Putin akibat turunnya Presiden Viktor Yanukovich membuat pemerintahan Ukraina yang tidak stabil. Sehingga Putin mulai memutuskan untuk mengintervensi Crimea pada saat bertemu dengan para pejabat keamanan negara untuk membahas rencana penyelamatan bagi orang-orang beretnis Rusia yang berada di Crimea maupun Ukraina pada saat jatuhnya presiden Ukraina Victor Yanukovich.

  Pertemuan dengan pejabat keamanan dilaksanakan pada tanggal 22-23 Februari 2014 dengan keputusan akhir, Putin memberi tanggung jawab kepada para pejabat kementrian keamanan dan pasukan khusus untuk memualai mempersiapkan melakukan intervensi. Akhir Februari, Rusia telah menurunkan pasukan ke Crimea, tindakan pertama yang dilakukan yaitu mengambil alih kantor pemerintah, infrastruktur yang berhubungan dengan komunikasi, pangkalan militer, dan daerah dimana terdapatnya gudang-gudang bersenjata di Crimea dalam rangka mempersiapkan untuk mendukung referendum Crimea untuk bergabung dengan Rusia pada 16 Maret 2014. Operasi militer Rusia awalnya bersifat rahasia karena pada waktu sebelum referendum, militer Rusia bersama penduduk Crimea melawan pemberontakan Kiev (Ukraina). Tetapi, Putin mengambil keputusan untuk membiarkan operasi ini diketahui dengan alasan bahwa masyarakat di Crimea ikut mendukung militer Rusia. Disisi lain pemerintahan kiev sangat keberatan dengan langkah yang diambil Putin.

  Putin juga memberi apresiasi kepada militer Rusia berbentuk medali karena telah berhasil mengamankan referendum “kembalinya Crimea”. Apresiasi ini diberikan karena sejak 20 Februari-16 Maret 2014 militer Rusia telah bekerja keras. Dalam Pidato Vladimir Putin yang dilaksanakan di Kremlin tanggal 18 Maret 2014, ia mengatakan bahwa “Crimea awalanya bagian dari wilayah kekaisaran Rusia tetapi dihadiahkan ke Ukraina oleh Nikita khrushchev (pemimpin komunis Uni Soviet) yang beretnis Ukraina pada 1954, wilayah Crimea ini diberikan secara cuma-cuma dan bukan berdasarkan hukum yang jelas, Putin juga menegaskan bahwa kebijakan Rusia menganeksasi Crimea jalas ingin mengembalikan posisi Crimea sebagai bagian sebenarnya dari Rusia”.

5.2.3 Legalitas Aktivitas Rusia di Criema

  Intervensi yang dilakukan Rusia tersebut diperjelas dengan berlandaskan hukum Internasional. Rusia menyatakan legalitas dibawah konsep hukum internasional (1) perlindungan warga negara di luar negeri, (2) intervensi atas undangan, bahwa Crimea sendiri yang mengundang Rusia untuk datang ke Crimea.

1. Perlindungan Terhadap Etnis dan Populasi Rusia di Crimea

  Argumen Rusia membenarkan intervensi ke Crimea karena ingin melindungi minoritas orang Rusia yang hidup di wialyah Ukraina yakni berdasarkan konsep hukum internasionl mengenai “perlindungan warga negara di luar negeri

  ”. Berdasarkan dasar hukum tersebut dewan Rusia memberikan izin kepada Putin untuk menggunakan kekuatan militer di wilayah Ukraina. Ketua dewan Rusia Valenta Matviyenko membenarkan untuk perlunya aksi militer terhadap ancaman nyata bagi kehidupan warga Rusia yang tinggal di Ukraina. Ancaman bagi militer Rusia yang ada di Ukraina terkhusus di Sevastopol membuat Valenta Matviyenko menekankan bahwa semua tindakan yang mungkin, untuk menjamin keamanan warga negara kami yang ada di Ukraina. Dalam bentuk hukum internasional, penyelamatan warga negara yang berada dalam bahaya di wilayah negara lain dianggap pertahanan diri yang tercantum berdasarkan Charta PBB pasal 51 dan Charta PBB pasal 2 .

  2. Intervensi atas Undangan Intervensi akan dianngap sah sesuai dengan persyaratan oleh hukum internasional yang menyatakan bahwa “suatu intervensi dapat juga sah manakala tindakan tersebut dilakukan atas permintaan yang sunguh-sungguh dan tegas (genuine and explicit) dari permintaan yang sah dari suatu negara (invitational

  intervention

  )” dalam hal ini intervensi atas undangan harus sesuai dengan ijin bagi pihak yang berwenang atau memiliki kekuasaan tertinggi dalam satu negara. Dalam kasus mengenai pengiriman pasukan Rusia di wilayah Crimea dapat dinyatakan sah dikarenakan Presiden Ukraina sendiri yang mengundang Rusia dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Vladimir Putin telah menerima surat dari presiden Ukraina Yanukovich untuk meminta Rusia ikut andil dalam menyelesaikan konflik di Ukraina. Dengan undangan tersebut, Rusia langsung merespon melalui Kebijakan Vladimir Putin yang mengirim pasukan ke wilayah timur dan selatan Ukraina (wilayah dominan etnis Rusia). Pengiriman surat terhadap pemerintah Rusia ditolak oleh pihak oposisi dan masyarakat yang pro barat, karena Yanukovich telah digulingkan dari bangku pemerintahan dan pergi ketempat pengasingan di wilayah Rusia. Tetapi Pemerintah Rusia menyatakan bahwa setelah Yakunovich melarikan diri dari negaranya, Ia telah menandatangani surat dimana mengundang Rusia untuk campur tangan di wilayah Ukraina. Yakunovich juga telah mengkonfirmasi bahwa ia telah mengundang pasukan Rusia, meski telah menyatakan penyesalan bahwa ia “bersalah” dalam mengambil tindakan tersebut. Rusia mengemukakan bahwa penurunan presiden Yanukovich tidak berdasarkan dengan hukum konstitusi Ukraina dan karena itu tindakan Yanukovich dikatakan sah dalam melakukan kebijakan mengundang militer Rusia karena masih berstatus sebagai kepala negara. Selain kepala negara Ukraina Victor Yanukovich mengirim surat untuk meminta bantuan Rusia, Federasi Rusia juga menerima undangan dari perdanan menteri Crimea Sergey Aksyonov. Dalam surat yang diberikan ke Federasi Rusia tertulis “meminta Federasi Rusia dapat memberikan dukungan dan menjaga

  3

  wilayah Crimea dari konflik Dari permintaan dari yang terjadi di Ukraina”. Perdana menteri tersebut membuat Vladimir Putin tidak ragu untuk mengeluarkan kebijakan dalam pengiriman pasukan militer ke Crimea.

5.2.4 Kebijakan Ekonomi Rusia di Crimea

  Pemerintah Rusia dalam melakukan intervensi terhadap Crimea, selain mengamankan situasi yang terjadi di wilayah tersebut, pemerintah Rusia memberikan bantuan bagi perekonomian Crimea. Perhatian Rusia dibawah kepemimpinan Putin sangat besar terutama bagi pensiunan di Crimea. Gaji pensiun dinilai lebih besar diberi yaitu dua kali lipat dari pemerintah Ukraina. Moskow juga mengeluarkan sebanyak 7 milyar USD (4 milyar pound) untuk membangun jembatan antara Rusia dan Crimea yang dialokasikan dana tersebut pada tahun 2014. Kebijakan Rusia ini selain ingin melindungi masyarakat Crimea, Rusia menghormati Crimea dengan mendapatkan kawasan terhadap pembangunan armada laut hitam di Sevastopol yang telah bediri sejak abad 18. Terdapat sebanyak 600.000 pensiunan dan 140.000 pekerja sektor negara dimana pemerintah Rusia memutuskan untuk memberikan biaya tahunan dana pensiun negara sebanyak 36 miliar Rubel ($ 1 milyar) per tahun. Peningkatan gaji juga di berikan kepada pekerja sektor publik Crimea ke Rusia akan menelan biaya sebesar 30 milyar Rubel ($840.000.000) per tahun bardasarkan data statistik . Rusia juga mulai melakukan pembangunan pada pertengahan tahun 2014, saat Crimea mulai telah bergabung dengan Rusia, Rusia mulai membangun infrastruktur jalan, transportasi (kereta) dan jembatan. Pembangunan tersebut tidak memiliki campur tangan dari pihak asing, pemerintah Rusia maupun federasi Rusia mengeluarkan sebanyak 70 % dana tahunan dalam proses pembangunan. Rusia menginginkan agar semenanjung ini (Crimea) 3 tetap „mengapung‟.

  Bilkova Veronika. The Use of Force by the Russian Fedration in Crimea. Diakses pada 5 Maret 2017

  Kebijakan ekonomi Putin tersebut dilandaskan terutama ingin melindungi masyarakat yang beretnis Rusia yang berada di Rusia maupun Crimea. Selain itu juga saat terjadinya krisis, Putin melihat keadaan di Ukraina tidak membaik dan berdampak pada masyarakat Crimea hal ini karena untuk melindungi warga masyarakat Crimea. Kebijakan Putin ini tentu memiliki alasan ketika Putin melihat kondisi Crimea setelah menjadi bagian dari Rusia, Crimea membawa keuntungan besar bagi Rusia terutama posisi geografis Crimea dan kedekatannya dengan Rusia menjelaskan bahwa betapa pentingnya Crimea menjadi jalur transit utama bagi transportasi distribusi energi dalam perdagangan energinya ke negara-negara Eropa. Hampir 80 persen atau sekitar 221 juta meter kubik gas yang dijual ke Eropa melalui jalur pipa gas di Ukraina. Jalur pipa gas Rusia ini merupakan jalur gas terbesar dalam industri ekspor Rusia. Dua sistem pipa utama membawa gas Rusia melalui Ukraina ke Eropa Barat melalui pipa Brotherfood dan pipa Soyuz. Pipa Brotherfood adalah pipa terbesar Rusia ke Eropa yang membawa gas 100 meter kubik pertahunnya. Pipa ini memainkan peranan penting untuk memasok gas ke negara-negara Eropa utara seperti Finlandia, Britania Raya, Islandia, Swedia dan Eropa Selatan seperti Italia. Pipa Soyuz menghubungkan pipa Rusia ke pipa gas di Asia Tengah seperti Kazakhstan, Turkmenistan, Tazikhstan, dan menambah pasokan untuk Eropa tengah seperti Austria, Jerman, Slowakia, dan Eropa utara. Pipa ketiga yang merupakan cabang dari pipa Soyuz mengirim gas alam Rusia ke negara-negara Balkan dan Turki. Selain itu alasan lain yang ingin Putin ungkapkan dibalik pembangunan bahwa semata- mata ingin menunjukan bahwa Rusia lebih „kuat‟ dari sebelumnya (paska

  4 runtuhnya Uni Soviet).

5.3 Referendum Crimea sebagai wilayah Rusia

  Crimea telah menggelar referendum pada minggu tanggal 16 Maret 2014 oleh parlemen Crimea dan pemerintah kota Sevastopol. Persiapan mengenai referendum tersebut telah 4 dibicarakan sepuluh hari sebelumnya, dimana perdana menteri Sergey aksyonov bersama

  Srategic Alliances: International Experience and Russian Features. Gazprom Export, Yaman-Europe, Diakses pada 20 Januari 2017. Federasi Rusia serta pemimpin separatis Igor Girkin telah mempersiapkan jalannya Referendum yang akan dilaksanakan pada 16 Maret 2014. Dalam proses referendum, terdapat dua pertanyaan yang telah disiapkan yaitu (1) apakah anda mendukung penyatuan kembali Crimea menjadi bagian dari Federasi Rusia, (2) apakah anda mendukung pengembalian konstitusi Crimea 1992 dan status Crimea sebagai bagian dari Ukraina.

  Tabel 5.1

  Results of Crimea’s status referendum in 2014 Date of referendum

  16 March 2014

  Electorate 1,844,589 Referendum question 1.

  “Are you in favor of the reunification of Crimea with Russia as part of the Russian Federation?” 2. “Are you in favor of restoring the 1992 Constitution and the status of

  Crimea as part of Ukraine?” Total votes cast 1,274,096 (100%)

  1,264,999 (99.29%) Total valid votes Valid votes in favor 1,233,002 (96.77%) Valid voted against 31,997 (2.51%) Sumber: Crimea votes to join the Russian Federation: 96.77% say YES, March 17, 2014. Olena Podolian

  .Department of Political Science .Baltic and East European Graduate School .Södertörn University East European Quarterly Vol. 43, No. 1, pp. 111-128, March 2015.

  Dari table 5.1 terdapat total pemungutan suara yang sah sebanyak 99,29% dan yang memilih untuk bergabung menjadi bagian dari Federasi Rusia sebanyak 96,77% . Sedangkan jumlah suara yang ingin tetap menjadi bagian dari Ukraina sebanyak 2.51%. Kepala komisi parlemen Crimea Mikhail Malyshev mengumumkan secara keseluruhan terdapat 80,42% presentase pemilih terdaftar dalam melakukan referendum untuk status Crimea. Hasil tersebut diumumkan dengan mengumpulkan semua masyarakat Crimea di kota sevastopol. Setelah hasil diumumkan, sebanyak 15.000 masyarakat Crimea berkumpul di ibukota Simferopol dan merayakan kemenangan mereka sambil mengibarkan bendera Rusia yang menyatakan mereka telah menjadi warga negara Rusia.

  Pada tanggal 18 Maret 2014, Presiden Vladimir Putin talah menandatangani perjanjian reuinifikasi antara Crimea dengan Rusia. Perjanjian tersebut juga ditandatangani oleh badan legislatif lokal di Crimea yaitu Vladimir Konstantinov, Perdana Menteri Crimea Sergey Aksyonov dan Walikota Sevastopol Aleksei Chalyi yang dilaksanakan di Kremlin, Rusia. Keputusan untuk mengakui Crimea masuk menjadi bagian dari Rusia berdasarkan hasil referendum yang dilakukan oleh masyarakat Crimea tanggal 16 Maret 2014. Sehingga pada tanggal 18 Maret 2014, Crimea secara sah telah menjadi bagian wilayah Crimea termasuk masyarakat didalamnya telah menjadi warga negara Rusia.

  Pada tanggal 21 Maret 2014, majelis tinggi Federasi Rusia melakukan ratifikasi perjanjanjian antar negara pada reunifikasi republik Crimea kepada Federasi Rusia dan pembetukan entitas konstituen baru. Sebanyak 155 anggota majelis tinggi parlemen yang melakukan ratifikasi dokumen. Pada satu hari sebelumnya, yaitu tanggal 20 Maret 2014 dewan Duma telah memngumumkan bahwa akan mengadakan ratifikasi masuknya wilayah Crimea ke Federasi Rusia. Dalam pembacaan akhir, terdapat 445 yang setuju akan penggabungan wilayah baru tersebut.

  Dari kasus mengenai kebijakan luar negeri Vladimir Putin terhadap kasus di Crimea tersebut dapat dikaitkan dengan pendekatan Realisme. Asumsi dasar dari pemikiran realisme yaitu keyakinan bahwa hubungan internasional pada dasarnya adalah konfliktual dan bahwa penyelesaian konflik internasional diakhiri dengan perang, realis juga menjunjung tinggi nilai- nilai keamanan nasional serta keberlangsungan hidup masyarakat didalam suatu negara adalah tanggung jawab negera tersebut. Asumsi dasar tersebut dapat terlihat dalam krisis yang terjadi di Ukraina dan kebijakan luar negeri Rusia yang ikut campur untuk mengirim pasukan militer ke wilayah Crimea. Ketegangan antar Rusia-Ukraina mulai memuncak ketika Rusia mengumumkan untuk mengambil Crimea dari Ukraina, tindakan Rusia ini dilandaskan berdasarkan “Collective

  Securi ty” yang berupaya menjaga dan melindungi etnis Rusia yang berada di wilayah Crimea,

  Ukraina. Hal ini juga dilihat sebagai upaya Rusia dalam memperoleh kekuasaan dalam usaha Rusia untuk menyatukan negara-negara bekas Uni soviet dibawah Federasi Rusia yang dimulai melalui CIS. Kepentingan nasional juga diyakini oleh realisme, seperti Rusia yang melakukan intervensi di wilayah Criema, intervensi tersebut bukan berarti untuk menyelamatkan masyarakat yang beretnis Rusia saja tetapi tindakan Rusia terhadap Crimea tidak terlepas dari kepentingan nasional Rusia yang ingin dicapai.

  Di wilayah Crimea berada kota Sevastopol yang merupakan tempat bagi armada laut hitam Rusia yang telah dibangun sejak tahun 1783, namun sejak Ukraina merdeka armada laut hitam tersebut harus dibayar agar Rusia dapat beroperasi di armada tersebut. Selain itu juga daerah laut hitam terkenal dengan kekayaan sumber energi yang sangat banyak. Oleh sebab itu, langkah Rusia untuk mendukung Crimea dalam referendum yang dilkasanakan pada 16 Maret 2014 dapat dikatakan sebagai tindakan rasional yang diambil oleh presiden Vladimir Putin dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

  Krisis keamanan yang terjadi antara Rusia-Ukraina tidak terlepas dari peran pemimipin suatu negara. Menurut Machiavelli, seorang penguasa harus bisa menjadi singa yang mempunyai kekuatan untuk mempertahankan apa yang dimiliki dan hendak diraih serta harus bisa menjadi seperti rubah yang memiliki kecerdikan dan kepandaian dalam melihat peluang dan kesempatan (Jackson, R & Sorensen, G. 1999:94). Dalam hal tersebut, presiden Vladimir Putin merupakan presiden yang dikenal sebagai pemimpin yang berani dalam mengabil keputusan yang beresiko tinggi. Salah satu keputusannya yaitu mengirimkan pasukan militer ke wilayah Ukraina dalam rangka menjaga masyarakat yang pro-Rusia dalam menolak pihak oposisi yang mendukung untuk bekerjasama dengan pihak barat.

  

5.4 Faktor-faktor Pendukung Kebijakan Luar Negeri Vladimir Putin di

Crimea

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Putin yaitu, pertama presiden Ukraina Victor Yakonovich adalah presiden yang Pro-Rusia. Berbagai isu dikabarkan bahwa Victor telah mengirim surat dan meminta militer Rusia agar dapat beroperasi di Ukraina terkhusus di wilayah mayoritas orang Rusia. Surat tersebut terbukti ditandatangani oleh Victor Yakunivoch sendiri ketika diperiksa oleh dewan representatif PBB. Tetapi surat tersebut tidak dipublikasi. Dengan keputusan yang telah dibuat oleh presiden Ukraina tersebut, Rusia langsung menanggapi dan menurunkan pasukan untuk datang ke wilayah Ukraina. Para oposisi dan masyarakat Ukraina yang pro barat menolak dan berpendapat bahwa keputusan Yakonovich tidak sah karena tahun 2013 surat itu dikeluarkan pada saat itu juga Yakunovich dilengserkan dari kepemimpinan oleh masyarakat Ukraina. Menanggapi hal tersebut, Rusia membantah bahwa surat tersebut sah, karena presiden Yakunovich masih berstatus sebagai presiden dan tidak ada hukum yang mengikat pada saat itu untuk menjatuhkan Yakonovich. Karena pergantian presiden akan berlangsung pada tahun 2015.

  Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York tahun 2014, Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin menunjukan bukti pengiriman surat dari presiden Ukraina Victor Yakunovich kepada Dewan Keamanan PBB yang meminta pemimpin Rusia menurunkan pasukan di Ukraina dalam membantu memulihkan ketertiban yang terjadi di Ukraina. Isi surat yang dibacakan Dubes Rusia bertuliskan “Negara ini telah jatuh ke dalam kekacauan dan anarki, orang-orang banyak dianiaya dengan alasan politik dan bahasa. Dalam konteks ini saya menghimbau kepada Presiden Vladimir V. Putin untuk menggunakan angkatan bersenjata dari Federasi Rusia untuk membangun kembali aturan hukum, perdamaian, dan ketertiban, serta stabilitas untuk melindungi orang- orang di Ukraina”.

  Selain undangan dari Victor Yacunovich kepada pemerintah Rusia untuk mengundang militer Rusia beroperasi di wilayah Ukraina, ada beberapa faktor internal dari Crimea yang mendukung pengaruh Vladimir Putin dalam melakukan intervensi di Crimea sehingga referendum bisa dilaksanakan. Faktor pendukung lain dalam kebijakan yang dikeluarkan Putin ialah etnis, agama, bahasa yang dijelaskan dibawah:

5.4.1 Etnis Rusia

  Rusia telah menguasai Crimea selama 160 tahun dibandingkan dengan Ukraina yang hanya 60 tahun terakhir. Pada masa kekuasaan Uni soviet, pemimpin komunis tersebut yang bernama Nikita telah memberikan hadiah kepada Ukraina yaitu berupa wilayah Crimea pada tahun 1954, karena Nikita yang berasal dari Kiev (Ukraina). Pada masa itu Rusia maupun Ukraina menerima keputusan tesebut, karena kedua negara adalah bagian dari uni soviet. Kekaisaran Rusia yang lama menguasai Crimea sampai sekarang mebuat mayoritas orang Crimea beretnis Rusia sebanyak 58,3%, Ukraina sebanyak 24,4%, Tatar Crimea sebanyak 12,1%, Belarusians sebanyak 1,5%, dan Tatar sebanyak 0,5%.

5 Sehingga pada referendum Crimea terdapat sebanyak 80% masyarakat

  ingin memisahkan diri dari Ukraina. Masyarakat Crimea mempercayai kepemimpinan Putin akan membuat mereka lebih sejaterah, pada tahun 2014 orang-orang yang beretnis Rusia berbondong-bondong ke kantor imigrasi untuk membuat Paspor kewarganegaraan Rusia.

Gambar 5.1 Persebaran Etnis Rusia yang berada di wilayah Ukraina

5 All-Ukrainian Population Census 2001, National Structure of Population in the Autonomous Republic of Crimea,

  By early 2014, the share of the Crimean Tatar population was likely higher than in the census data, given that there was a continuous return of Crimean Tatars from Central Asia between 2001 and 2014 and a relatively high birth rate in the Crimean Tatar community, as compared to the negative indicators for the Russian and Ukrainian populations. See N. Useinov, „Crimea: from annexation to annexation, or how history has come full circle‟, in K. Bachmann & I. Lyubashenko, eds., The Maidan Uprising, Separatism and Foreign Intervention: Ukraine's complex transition, Series: Studies in Political Transition - Vol. 4, Peter Lang: Frankfurt am Main, 2014.

  According to the 2001 Ukrainian Census the percentage of Russian population tends to

  Data : be higher in the east and south in the country.

  Dari gambar 5.1 dapat dilihat bahwa persebaran penduduk di wilayah timur dan selatan Ukraina terdapat penduduk yang dominan bertenis Rusia. secara ekonomi, wilayah timur dan selatan Ukraina adalah wilayah yang lebih maju dibandingkan dengan wilayah bagian barat Ukraina. Hal tersebut karena pengaruh kuat Rusia di wilayah- wilayah tersebut. Polulasi keturunan etnis Rusia di Crimea melebihi dari setengah jumlah populasi wilayah timur dan selatan Ukraina. Menurut sensus penduduk ukraina tahun 2001, jumlah warga negara yang tercatat sebanyak 2.018.400 jiwa dimana sebanyak 1.265.900 jiwa tinggal di daerah perkotaan dan 752.500 jiwa tinggal di daerah pinggiran dan pedesaan.

  Tabel 5.2 Jumlah penduduk etnis di Crimea tahun 2014

  Sumber : About number and composition population of AUTONOMOUS REPUBLIC OF

  CRIMEA by data All-Ukrainian population census

  Berdasarkan tabel 5.2 sensus penduduk Crimea tahun 2014, polulasi Crimea teridiri 2.284.000 jiwa dengan komposisi 65,4% merupakan orang Rusia, 15% orang Ukraina, 10,2% orang Tatar Crimea, 2,0% Tatar lainnya dan sisanya 7,4%. Sampai tahun 2014 jumlah etnis Rusia di Crimea masih dominan dibandingkan dengan etnis-

  6 etnis yang lain.

5.4.2 Bahasa

  Mayoritas penduduk Crimea beretnis Rusia, dan bahasa yang paling sering dipakai adalah bahasa Rusia bahkan bahasa Rusia dikatakan sebagai bahasa ibu bagi masyarakat di Crimea. Berdasarkan sensus penduduk mendata bahwa dari tahun 2001 sebanyak 58,3% masyarakat Crimea berbahasa Rusia. Dari hasil tersebut kebanyakan masyarakat Crimea menginginkan untuk menggantikan bahasa resmi mereka yaitu bahasa Rusia, tetapi dari parlemen Ukraina menentang kepada Crimea untuk memberikan status resmi bahasa Rusia. Dapat dilihat di grafik dibawah dukungan terhadap etnis dan bahasa Rusia bagi Crimea.

6 A bout number and composition population of AUTONOMOUS REPUBLIC OF CRIMEA by data All-Ukrainian

  population census

  Gambar 5.3

  Ethnicity and Language Data: Razumkov Center; Figure: Grigore Pop-Eleches and Graeme Robertso Gambar 5.4

  Russian as State Language Data: Razumkov Center; Figure: Grigore Pop-Eleches and Graeme Robertson.

  Dari gambar 5.3 dan 5.4 terdapat grafik jumlah masyarakat Crimea beretnis dan berbahasa Rusia yang memberi dukungan terhadap Rusia sebagai bahasa resmi di Crimea. Data diatas dilakukan oleh Razumkov Center yang merupakan lembaga non pemerintah di Ukraina, lembaga ini dibentuk untuk melakukan penelitian kebijakan publik. Razumkov Center telah melakukan survei mulai pada 21-25 Februari 2013 untuk melihat isu mengenai bahasa, identitas dan wilayah terkhususnya di Ukraina timur dan Crimea. Dari survei tersebut menjelaskan terdapat sebanyak 98% masyarakat Crimea yang berbahasa Rusia serta hampir 100% mendukung bahasa Rusia sebagai bahasa resmi di Crimea, selain Crimea, wilayah Ukraina timur juga terdapat 50,5% pendukung Rusia sebagai bahasa resmi di wilayah mereka (gambar 5.4). Dari data jumlah yang cukup besar di wilayah Crimea maupun Ukraina timur membuat pemerintah pusat Ukraina khawatir terutama presiden sementara Ukraina Oleksander yang merupakan pemimpin yang pro-barat (tidak pro-Rusia). Kekhawatiran tersebut dilatarbelakangi oleh konflik yang terjadi di Ukraina serta keinginan referendum msyarakat Crimea. Data diatas juga merupakan salah satu faktor penting pendukung kebijakan luar negeri

7 Vladimir Putin di Crimea.

5.4.3 Agama

  Wilayah Crimea juga memiliki beragam agama. Menurut data dari kementerian kebudayaan Ukraina, telah terdaftar sebanyak 1.409 penduduk yang bergabung sebagai komunitas agama. Di Crimea pada Januari 2014 42,7% mewakili Kristen Ortodoks, 29,1% Muslim, 20% Protestan, 1,6% Katolik, 0,9% Yahudi, dan 5,6% agama lainnya. Rusia sendiri adalah negara dengan multi-etnis dan multi-agama. Kristen ortodoks adalah agama terbesar Rusia dengan 75% dari populasi, 5% dianut oleh agama Islam, sebanyak 1% Katolik, Protestan, Yahudi, dan Buddha dianut dari polulasi yang ada. Dari dominan Kristen ortodoks yang masing-masing agama terbesar di Crimea maupun Rusia menjadi salah satu faktor pendukung bagaimana kebijakan Rusia dibawah kepemimpinan Putin berpengaruh untuk membuat Crimea masuk menjadi bagian dari Rusia. Dari masa kekaisaran Rusia, ajaran agama yang paling dominan semasa menguasai Crimea adalah Kristen Ortodoks dan tidak mengijinkan agama lain untuk

  8 masuk di wilayah Crimea.

7 Graeme Robertson, “Do Crimeans Actually Want to Join Russia” Ponars Eurasia. New Approachhes to Research

  8

and security in Eurasia. ponarseurasia.org/article/do-crimeans-actually-want-join-russia. Diakses pada 27 april 2017

Ukraine 2012 International Religious Report. International Religious Freedom Report for 2012 , Bureau of Democracy, Human Rights and Labor pada 20 Januari 2017

  Gambar 5.5

  Religious Map of Crimea statistic data from the Report on the network of churches and religious organozatoins in

  Sumber:

  Ukraine, approved by the Ministry og Ukraine as of 01.10.2014

  Dari gambar 5.5 terdapat jumlah agama yang berada di Sevastopol. Selain wilayah Crimea yang dominan dengan agama Kristen Ortodoks, Sevastopol juga memiliki agama yang dominan Kristen Ortodoks sebanyak 53,3%, Protestan 2%, Muslim 5,8%, Katolik 2,9%, Yahudi 1,4%, dan agama lainnya 9,6%. Kota Sevastopol juga termasuk dalam wilayah Crimea, tetapi kota ini dikhususkan oleh penduduk Crimea dan juga oleh pemerintah Rusia dikarenakan adanya armada laut Rusia. Selain itu juga kota ini memiliki mayoritas etnis Rusia dan juga dominan beragama Kristen Ortodoks yang merupakan agama dominan juga di Rusia. Dominannya agama Kristen Ortodoks juga merupakan salah satu pendukung kebijakan luar negeri Vladimir Putin untuk mengambil Crimea serta dorongan bagi masyrakat Crimea yang ingin melakukan referendum.

  Selain melihat jumlah masyarakat Crimea yang banyak memeluk agama Kristen Ortodoks yang merupakan agama besar di Rusia, faktor pendukung kebijakan Putin juga dikarenakan oleh pemimpin Kristen Ortodoks yang ikut menanggapi konflik yang terjadi di Ukraina pada tahun 2014. Pemimpin Kristen Ortodoks di Ukraina telah memainkan peran penting untuk ikut

  9

  mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden Vladimir Putin. Metropolitan Onufriy (Metropolitan Onuphrius) adalah pemimpin gereja ortodoks Ukraina (Moskow Patriarchate) sekarang, Onufriy dikenal sebagai orang yang pro-Rusia. Sejak penobatannya pada Agustus 2014, Metropolitan Onufriy juga menanggapi konflik yang terjadi di Ukraina, ia juga mengkritik penggulingan presiden Yakunovich serta menolak kampanye pemerintah Kiev (Ukraina) yang melawan kelompok separatis.

Dokumen yang terkait

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Make a Match dalam Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa

0 0 17

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Probing Prompting terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Self Efficacy

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan bagi Siswa Kelas 4 Melalui Project Based Learning di SDN Salatiga 12 Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 16

PENGARUH TATA KELOLA PERUSAHAAN TERHADAP TARIF PAJAK EFEKTIF (STUDI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2011-2014)

0 0 16

SISTEM INFORMASI BIMBINGAN BELAJAR PADA GESHA PATI BERBASIS WEB

0 8 20

BAB II LANDASAN TEORITIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada Masa Kepemimpinan Vladimir Vladimirovich Putin

0 0 13

PENGARUH GAYA KEPEMIPINAN, KOMUNIKASI DAN PEMBAGIAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT DASAPLAST NUSANTARA DI KABUPATEN JEPARA

0 0 13

BAB IV KEBIJAKAN PRESIDEN RUSIA VLADIMIR VLADIMIROVICH PUTIN PADA TAHUN 2000-2008 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada Masa Kepemimpinan Vladimir Vladimirovich Putin

0 0 21