BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah pada Perumahan La Grandia Setia Budi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah

  Rumah adalah suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Maka tidaklah mengherankan apabila masalah perumahan menjadi masalah yang sangat penting bagi setiap individu. Dan karena individu akan selalu tinggal dalam suatu masyarakat, maka dalam setiap masyarakat akan terdapat rumah-rumah yang menampung kebutuhan manusia.

  Bangunan gedung ditinjau dari salah satu persyaratan arsitektur menurut undang-undang republik Indonesia nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung menyatakan bahwa “persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung,tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektu r dan rekayasa”. Tata ruang dalam bangunan yang dimaksud harus memperhatikan keandalan bangunan gedung, keandalan bangunan gedung yang dimaksud harus memenuhi persyaratan keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kenyamanan.

  Daerah dimana terdapat sekelompok rumah biasanya disebut sebagai perumahan. Setiap perumahan memiliki sistem nilai serta kebiasaan sendiri yang berlaku bagi warganya.

  Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. Dengan demikian, perpindahan satu orang dari satu daerah perumahan ke daerah perumahan lainnya akan membawa akibat-akibat tertentu. Mereka (orang-orang yang berpindah itu) harus dapat menyesuaikan dirinya pada lingkungan yang baru, sistem dan nilai sosial yang baru. Kegagalan dalam hal ini dapat menimbulkan berbagai masalah (Sarwono, et. al, 1978).

  Ada anggapan bahwa dalam istilah perumahan sesungguhnya sudah mengandung kompleksitas permasalahan dan hubungan sebab akibat yang pelik.

  Perumahan sesungguhnya berkaitan erat dengan industrialisasi, aktivitas ekonomi, dan pembangunan. Keberadaan perumahan juga ditentukan oleh perubahan social, ketidakmatangan sarana hukum, politik dan administratif serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan. Perumahan juga menghadapi persoalan penempatan

  ortasi

  peranan pihak swasta, peranan pemerintah, pembiayaan dan kebjikan transp

  ( Abrams, 1964).

  Perumahan merupakan masalah kompleks yang menunjukan kaitannya dengan segi-segi sosial, ekonomi, budaya, ekologi dan sebagainya. Kompleksitas ini adalah wajar, mengingat hakekat dan fungsi perumahan yang begitu luas dalam kehidupan manusia, walaupun tidak dengan sendirinya berarti selalu diperhatikan atau diperhitungkan (Poespowardojo, 1982).

2.1.1 Pengertian Rumah Berdasarkan Peraturan dan Undang-undang

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa “Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta asset bagi pemiliknya”.

  Rumah tinggal merupakan salah satu bangunan gedung yang mempunyai fungsi hunian, menurut undang-undang republik Indonesia tahun 2002 tentang bangunan gedung menyataka n bahwa “bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun dan rumah tinggal sementara”.

  Undang-undang yang mengatur pengadaan perumahan dalam pelita I sampai V adalah undang-undang pokok perumahan No 1 tahun 1964. Baru tahun 1992 undang-undang tersebut diganti oleh undang-undang no.4 tahun 1992. Ditinjau dari segi materinya, dapat dikatakan bahwa Undang-undang No.4 lebih lengkap dan terinci dibandingkan dengan Undang-undang No1 tahun 1964. Dari 28 pasal dan 89 ayat undang-undang no 4 tahun 1992, dapat disarikan sebagai berikut: a.

  Undang-undang pokok perumaha no. 1 tahun 1964 Beberapa ayat yang terpenting dalam undang-undang tersebut antara lain:  Tiap-tiap warga Negara berhak memperoleh dan menikmati perumahan yang layak,sesuai dengan norma-norma sosial, teknik, keamanan, kesehatan dan kesusilaan.

   Tiap-tiap warga Negara berkewajiban ikut serta dalam usaha pengadaan perumahannya sesuai dengan kemampuannya.

   Pemerintah memberikan bimbingan, berbagai fasilitas, batuan dan perangsang lainnya baik dalam pembangunan maupun pembiayaan, tanpa meninggalkan semangat gotong royong dalam masyarakat.

   Pemerintah mengadakan penelitian dan perencanaan untuk perbaikan pembangunan perumahan dengan mengutamakan usaha memperendah biaya, mempertinggi mutu dan mempercepat proses pembangunan.

   Pemerintah berusaha membangun perumahan setahap demi setahap bagi keperluan rakyat dan Negara, dengan memperhatikan perkembangan kota dan daerah.

   Koordinasi pelaksanaan urusan perumahan dapat diserahkan kepada pemerintah Daerah Tingkat I yang selanjutnya dapat pula diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II b.

  Undang-undang Nomor 16 tahun 1985, tentang Rumah Susun Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :

   Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

   Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah didaerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptkan lingkungan permukiman yang lengkap dan serasi dan seimbang.

   Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun  Pemerintah dapat menyerahkan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan sebagian urusan pengaturan dan pembinaan rumah susun. c.

  Undang-undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Terdapat beberapa pasal dan ayat penting yang berpengaruh pada pengadaan perumahan kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah, antara lain:  Setiap warga Negara mempunyai hak untuk menempati/menikmati/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman ,serasi dan teratur.

   Setiap warga Negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.

   Pemerintah dan badan-badan sosial atau keagamaan dapat menyelenggarakan pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan khusus . yang dimaksud dengan pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan khusus antara lain perumahan transmigrasi, korban bencana alam, perumahan dinas dan lain sebagainya.

   Pemenuhan kebutuhan pemukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan pemukiman skala besar yang terencana, menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan secara bertahap.

   Setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan pemukiman. Pelaksanaan peran serta masyarakat dapat dilakukan secara perorangan atau dalam bentuk usaha bersama.

   Pemerintah melakukan pembinaan dibidang perumahan dan permukiman dalam bentuk pengaturan dan pembimbingan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian.

   Untuk memberikan bantuan dan atau kemudahan kepada masyarakat dalam pembangunan rumah sendiri atau memiliki rumah, pemerintah melakukan upaya pemupukan dana. Bantuan dan atau kemudahan tersebut berupa kredit perumahan.

  Ada 5 peraturan yang disahkan pada pelita II, untuk mengatur hal-hal sebagai berikut: a.

  Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak swasta harus mengikuti persyaratan pembangunan dengan perbandingan satu rumah mewah, 3 rumah sedang dan 6 rumah murah.

  b.

  Tugas dan susunan dari anggota BKPN.

  c.

  Lingkup tugas BTN da persyaratan pembangunan perumahan rakyat d. Tata cara pembebasan tanah, tugas dan wewenang serta susunan panitia pembebasan tanah.

  e.

  Wewenang pemilik untuk merencanakan, menggunakan lahan dan penyerahan pada pihak ketiga

2.1.2 Penentuan Lokasi Perumahan yang Ideal

  Untuk menetapkan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya:

  • Mudah mengerjakannnya dalam arti tidak banyak pekerjaan cut dan fill, pembongkaran tonggak-tonggak kayu dan sebagainya.
  • Bukan daerah banjir, bukan daerah gempa, bukan daerah angin ribut, bukan daerah rayap.
  • Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti
  • Tanahnya baik sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat direncanakan dengan sistem yang semurah mungkin

  • Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah/kotor/hujan (drainase) dan lain-lain.
  • Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan.
  • Mudah mendapatkan tenaga-tenaga pekerja dan lain-lain.

  2. Dilihat dari segi tata guna tanah:

  • Tanah yang secara ekonomis telah sukar dikembangkan secara produktif, misal :
  • Bukan daerah persawahan
  • Bukan daerah kebun-kebun yang baik
  • Bukan daerah usaha seperti, pertokoan, perkantoran, hotel, pabrik/industry
  • Tidak merusak lingkungan yang telah ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya
  • Sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, penampung air hujan dan penahan air laut.

  3. Dilihat dari segi kesehatan dan kemudahan :

  • Lokasinya sebaiknya jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan polusi misalnya debu pabrik, buangan sampah-sampah dan limbah pabrik.
  • Lokasinya sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan.
  • Lokasinya sebaiknya dipilih yang udaranya masih sehat.
  • listrik, sekolah, pasar, puskesmas dan lain-lain kebutuhan keluarga.

  Lokasinya sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum,

  • 4.

  Lokasinya sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni.

  Ditinjau dari segi politis dan ekonomis menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat

  • sekelilingnya dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk
  • membangun rumah dan lingkungan yang sehat, layak dan indah walaupun bahan-bahan produksi local mudah penjualannnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan
  • dapat mendatangkan keuntungan yang wajar bagi developernya (Mirhad, 1983).

2.2 Aspek Pelaksanaan Pengadaan Rumah

  Pelaksanaan Pengadaan perumahan kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan kunci yang sangat menentukan . secara garis besar ada 4 unsur utama yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu organisasi pelaksanaan, pendanaan, pengadaan kapling dan prasarana serta pelaksanaan pembangunan fisik rumah.

  Dalam pengadaan perumahan kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah, baik yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat , diperlukan adanya sebuah wadah atau organisasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan. Bentuk organisasi pelaksanaan sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan dan strategi pemerintah, serta motivasi maupun maupun tujuan pengadaan perumahan. Bentuk organisasi pelaksanaan pengadaan perumahan akan menentukan cara-cara pendanaan, pengelolaan pengadaan kapling siap bangun dan pelaksanaan pembangunan perumahan.

  Ketersediaan dana sangat diperlukan untuk membiayai pembentukan organisasi, pengadaan kapling siap bangun, pembangunan rumah, pengurusan perizinan dan kegiatan-kegiatan lain. Sumber dana dapat berasal dari pemerintah, swsata maupun dari masyrakat sendiri bergantung kepada kebijaksanaan dan program pemerintah. Pada program-program pengadaan perumahan yang dilaksanakan oleh pemerintah, sumber dana pembangunan tersebut seluruhnya berasal dari pemerintah. Yang dilaksanakan oleh pengembang swasta, sumber dana yang diperlukan berasal dari perusahaan yang bersangkutn maupun pinjaman dari berbagai bank. Sedangkan pada pengadaan perumahan dengan peran serta masyrakat, sebagian besar dana pembangunan bersasal dari masyarakat tersebut, dengan beberapa bantuan dari pihak lain. Ketersediaan dana dan cara mendapatkannya akan sangat berpengaruh pada cara pengadaan kapling siap bangun dan cara pelaksanaan pembangunan rumah.

  Ketersediaan kapling siap bangun merupakan kunci utama dalam pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah karena tanpa adanya kapling tersebut pembangunan tidak mungkin dilaksanakan. Dalam pengadaan kapling siap bangun diperlukan adanya lahan yang lokasi dan harganya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah, serta adanya sarana dan prasarana perumahan. Pengadaan kapling tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan lahan, rencana kota, ketersediaan prasarana kota dan peraturan- peraturan dari pemerintah daerah setempat.

  Pelaksanaan pembangunan rumah merupakan tahap terakhir dalam kegiatan pengadaan perumahan kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pelaksanaan pengadaan perumahan dipengaruhi oleh kebijaksanaan dan peraturan-peraturan pemerintah serta kondisi sosial ekonomi maupun kemampan pelaksanaannya.

  

2.3. Peran Pemerintah dalam Pengadaan Perumahan Kota bagi Masyarakat

Berpenghasilan Rendah

  Pada dasarnya peran pemerintah dalam pengadaan perumahan dapat dibagi dua. Pertama, sebagai pembuat kebijaksanaan strategi dan program pengadaan perumahan secara nasional. Kedua, peran pemerintah dalam pelaksanaaan pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam hal ini terdapat dua peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai provider atau sebagai enabler.

  Dengan diterapkannya peran pemerintah sebagai provider di sebagian besar Negara-negara berkembang, pelaksanaan pengadaan perumahan kota bagi masyarakt berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang pada umumnya adalah : a. perumahan rakyat atau publik housing baik untuk dijual maupun disewakan dalam bentuk rumah susun, rumah murah dan rumah inti yang dibangun oleh sector pemerintah dalam jumlah terbatas dengan harga diatas kemampuan sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah. Diisamping itu, pada rumah-rumah tersebut sering terjadi ketidaksesuaian atau mismatch dengan kebutuhan dan kemampuan penghuninya.

  b.

  Rumah-rumah sederhana dan rumah-rumah liar yang dibangun oleh sektor masyarakat jumlahnya relatif banyak, tetapi dengan kualitas di bawah standar pemerintah dan berlokasi dipinggir-pinggir sungai, rel KA, tempat-tempat pembuangan sampah, serta tempat-tempat lain secara liar.bahkan, ditaman- taman atau daerah hijau didalam kota seperti yang terjadi di Mexico atau Caracas. Meskipun rumah tersebut dapat menampung sebagian besar kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah, karena secara fisikdi bawah standar tradisional yang dianut pemerintah dan tidak memiliki izin-izin yang diperlukan, rumah-rumah tersebut sering menjadi sarana penggusuran.

  

2.3.1. Perkembangan Kebijaksanaan dan Program Perumahan di Negara

Berkembang

  Kareana keterbatasan tenaga ahli dibidang perumahan, menyebabkan banyak Negara berkembang termasuk Indonseia yang pada awalnya meniru paradigm dan kebijaksanaan negara-negara maju yang ternyata tidak selalu sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan permasalahan yang mereka hadapi.

  Menurut Ettinger, kriteria perumahan sebaliknya memenuhi standar yang baik ditinjau dari berbagai aspek antara lain sebagai berikut: a.

  Ditinjau dari segi kesehaan dan keamanan dapat melindungi penghuninya dari cuaca hujan, kelembaban dan kebisingan, mempunyai ventilasi yang cukup, sinar matahari dapat masuk kedalam rumah serta dilengkapi dengan prasarana air, lisrik, dan sanitasi yang cukup.

  b.

  Mempunyai cukup ruangan untuk berbagai kegiatan di dalam rumah dengan privasi yang tinggi.

  c.

  Mempunyai cukup akses pada tetangga, fasilitas, kesehatan, pendidikan, rekreasi, agama, perbelanjaan dan lain sebagainya.

  

2.3.2. Peran Pemerintsh dan Pihak atau Lembaga yang Membantu Peran

Pemerintah

  Ada beberapa pendapat tentang peran pemerintah dalam pelaksanaan pengadaan perumahan dengan peran serta masyarakat.

  Menurut Turner, peran pemerintah perlu dibedakan antara peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah pusat sebaiknya dibatasi pada kegiatan-kegiatan pokok yang berdampak nasional, terutama penyusunan berbagai kebijaksanaan nasional, pembuatan kerangka kelembagaan atau institusional framework, perencanaan system pengadaan dan pengelolaan sumber daya teknologi, lahan dan sumber dana. Disamping itu tugas pemerintah pusat adalah menjabarkan kebijaksanaan pemerintah menjadi program dibidang industry, pertanahan, pembiayaan dan bidang lain yang diperlukan agar dapat dilaksanakannya peran serta masyarakat dalam pengadaan perumahannnya.

  Tiga instrument ditujukan untuk memecahkan masalah dari segi permintaan, tiga instrument untuk memecahkan masalah dari segi pengadaan dan satu untuk memperbaiki cara pengelolaan sector perumahan secara keseluruhan. Instrument untuk memecahkan masalah dari segi permintaan, meliputi: a.

  Mengembangkan hak kepemilikan. Memberikan jaminan atas status pemilikan dan penggunaan rumah maupun lahan yang dilengkapi dengan peraturan yang benar-benar dilaksanakan. Instrument ini dilengkapi dengan program pendaftaran rumah dan lahan untuk memberikan kejelasan status kepemilikannya.

  b.

  Membentuk system pendanaan dengan kredit. Untuk menciptakan persaingan antara lembaga-lembaga perkreditan yang sehat dan menciptakan cara-cara yang inovatif agar dapat memberikan akses yang lebih besar pada masyarakat berpenghasilan rendah untuk pembiayaan pembangunan perumahan.

  c.

  Merasionalkan subsidi. Untuk meyakinkan bahwa program-program subsidi adalah layak dan dalam skala yang terjangkau, dengan sasaran yang jelas, terukur, transparan dan tidak menimbulkan distorsi pada pasar perumahan .Instrumen untuk memecahkan masalah dari segi pengadaan, meliputi: a.

  Menyediakan prasarana untuk lahan perumahan.

  Mengkoordinasikan berbagai instansi yang bertanggung jawab dalam penyediaan prasarana jalan, drainase, air bersih, pembuanganair kotor dan listrik didaerah perumahan, terutama untuk daerah-daerh yang kurang berkembang agar menjadi daerah perumahan yang berkembang agar menjadi daerah perumahan yang berkembang dengan efisien.

  b.

  Mengatur lahan dan pembangunan rumah Menyeimbangkan biaya dan keuntungan dalam peraturan yang mempengaruhi pengadaan lahanperkotaan, pasar perumahan dan terutama tataguna lahan. Disamping itu, menghapuskan peraturan- peraturan yang dapat menghalangi pengadaan perumahan.

  c.

  Mengorganisir industry bangunan Menciptakan kompetisi yang lebih besar dalam dalam dunia indsustri bangunan, menghilangkan hambatan-hambatan dalam pengembangan dan penggunaan bahan bangunan local serta mengurangi penghalang dalam perdagangan yang berkaitan dengan pengadaan perumahan.

  2.4 .Klasifikasi Biaya

  Konsep dan istilah

  • –istilah biaya telah berkembang selaras dengan kebutuhan disiplin keilmuan dan profesi : (ekonomi, akuntan, insinyur, atau desainer) sehingga dalam mengklasifikasikan biaya banyak pendekatan yang dapat ditemui. Sesuai dengan kebutuhan dan tujuan bahasan buku ini, setidaknya kita perlu melihat klasifikasi biaya sebagai berikut: 1.

  Biaya berdasarkan waktunya 2. Biaya berdasarkan sekelompok sifat penggunaannya 3. Biaya bedasarkan produknya 4. Biaya berdasarkan volume produk

2.4.1. Biaya berdasarkan waktu

  Biaya berdasarkan waktu dapat pula dibedakan atas: a.

  Biaya masalalu (hystorical cost), yaitu biaya yang secara rill telah dikeluarkan yang dibuktikan dengan catatan historis pengeluaran kegiatan. Tujuan mempelajari biaya historis ini antara lain:  Sebagai dasar dalam penyusunan atau estimasi biaya masa datang.

   Sebagai dasar dalam pertanggung jawaban pimpinan atau pihak yang berwenang atas biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Penggunaan data biaya historis pada umumnya merupakan bidang utama dari orang-orang akuntansi keuangan, terutama dalam kegiatan audit biaya. Disamping itu, biaya historis digunakan secara umum oleh banyak pihak dalam menyusun (estimate) biaya kegiatan kedepan.

  b.

  Biaya perkiraan (predictive cost) yaitu perkiraan biaya yang akan dikeluarkan bila kegiatan itu dilaksanakan.

  Ada beberapa tujuan orang menghitung biaya prediktif ini, antara lain:  Memperkirakan pemakaiian biaya dalam merealisasikan suatu rencana kegiatan masa datang dalam rangka menjawab pertanyaan berikut: berapa biaya yang diperlukan untuk menjalankan rencana

  • tersebut? cukupkah dana yang tersedia?
  • apakah biaya itu sudah ideal atau terlalu mahal?
  • Memastikan apakah biaya yang akan dikeluarkan itu masih mungkin diperbaiki atau diturunkan tanpa mengurangi hasil secara kualitas maupun kuantitas. Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan suatu analisis yang komprehensif dan Interaktif pada aspek-aspek teknis rencana tersebut. Penggunaan data biaya prediktif pada umumnya selalu dipakai oleh kelompok perencana/desainer termasuk kelompok Teknik Industri.

  c.

  Biaya actual (actual cost) yaitu biaya yang sebenarnya dikeluarkan. Biaya ini perlu diperhitungkan jika panjangnya jarak waktu antara pembelian bahan dengan waktu proses atau penjulan, sehingga terjadi perubahan harga pasar. Maka, perlu dipikirkan bagaimana metode pembebanan biaya terhadap produk-produk bersangkutan.

2.4.2 Biaya berdasarkan kelompok sifat penggunaannya

  Biaya berdasarkan klasifikasi penggunaan setidaknya dapat dibedakan atas 3 jenis.

  a.

  Biaya investasi (investment cost) Yaitu biaya yang ditanamkan dalam rangka menyiapkan kebutuhan usaha untuk siap beroperasi dengan baik. Biaya ini biasanya dikeluarkan pada awal-awal kegiatan usaha dalam jumlah yang relative besar dan berdampak jangka panjang untuk kesinambungan usaha tersebut. Investasi sering juga dianggap sebagai modal dasar usaha yang dibelanjakan untuk penyiapan dan pembangunan sarana prasarana dan fasilitas usaha termasuk pengembangan dan peningkatan sumber daya manusianya. Contoh:

   Pembuatan/pemyediaan bangunan kantor, pabrik, gudang, fasilitas produksi lainnya serta infrastruktur yang diperlukan untuk itu  Penyediaan fasilitas produksi, mesin-mesin peralatan dan fasilitas kerja lainnya  Pengadaan armada kendaraan  Pengadaan sarana pendukung seperti perabotan kantor, computer untuk system informasi manajemen dan sebagainya.

   Pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia  Dan lain-lain b. Biaya operasional (operational cost)

  Yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan aktivitas usaha tersebut sesuai dengan tujiuan. Biaya ini biasanya di keluarkan secara rutin atau periodik waktu tertentu dalam jumlah yang relatif sama atau sesuai dengan jadwal kegiatan/produksi.cntoh pemakaian biaya ini antara lain:  Pembelian bahan baku produk  Pembayaran gaji/upah karyawan  Pembelian bahan pendukung lainnya  Pengeluaran-pengeluaran aktivitas organisasi dan administrasi usaha  Dan lain-lain c. Biaya perawatan (maintenance cost)

  Yaitu biaya yang diperuntukkan dalam rangka menjaga/menjamin performance kerja faisilitas atau peralatan agar selalu prima dan siap untuk dioperasikan. Sifat pengeluaran ini umumnya dibedakan menjadi dua yaitu:  biaya perawatan rutin/periodic  biaya perawatan insidentil (kuratif)

2.4.3 Biaya berdasarkan produknya

  Proses pengelompokan biaya berdasarkan produk dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu biaya pabrikasi dan biaya komersial.

1. Biaya pabrikasi (factory cost)

  Biaya pabrikasi atau sering juga disebut dengan biaya produksi (production cost) adalah jumlah yang dari 3 unsur biaya, yaitu bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Biaya-biaya ini secara langsung berkaitan denngan biaya pembuatan produk secara fisik yang dikeluarkan dalam rangka kegiiatan proses produksi sehingga disebut juga dengan production cost.

  Biaya pabrikasi akan terdiri dari komponen-komponen biaya berikut:\  Biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung sering juga disebut sebagai biaya utama (prime cost), sedangkan biaya bahan tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung, dan biaya tidak langsung lainnya disebut dengan biaya overhead pabrik. Biaya bahan langsung dan biaya overhead pabrik dapat digabung kedalam kelompok biaya konversi (conversion cost), yang mencerminkan biaya pengubahan bahan langsung menjadi barang jadi.

   Bahan langsung (direct materials) adalah semua bahan yang diperlukan umtuk membentuk bagian integral dari produk. Cirri- cirinya tanpa adanya bahan tresebut produk tidak dapat diwujudkan dan jika ditelusuri bahan tersebut ditemukan pada produk, mungkin secara fisik atau pun sifat. Contoh bahan langsung pada pembuatan mobile adalah kayu, baja/besi pada pembuatan komponen mesin, atau tepung dan telur untuk membuat kue. Paku dan lem pada pekerjaan mobile tidak dimasukkan sebagai bahan langsung, tetapi dimasukkan sebagai bahan tak langsung.

   Bahan tak langsung (indirect material) yaitu jika bahantersebut tidak bersifat mutlak kehadirannya pada produk, tetapi lebih bersifat suplemen atau pembantu /pelengkap agar kualias produk menjadi lebih baik atau Karena pemakaian bahan itu sedemikian kecil atau sedemikian rumitnya untuk dihitung sebagai bahan langsung.

   Tenaga kerja langsung (direct labor) yaitu tenaga kerja yang secara langsung mempengaruhi terjadinya proses produksi seperti pekerja, tukang dan operator. Jadi tanpa tenaga kerja tersebut kegiatan produksi tidak akan terjadi. Biaya untuk ini meliputi gaji karyawan yang dapat dibebankan pada produk tertentu.

   Tenaga tak langsungyaitu tenaga kerja yang dibutuhkan dalam rangka mendukung kelancaran proses produksi dilantai pabrik seperti pengawas, super visor, montir, cleaning service pabrik, unsure pimpinan pabrik, dan lain-lain yang masih punya relevansi kuat dengan proses produksi.

   Biaya tak langsung lainnya yaitu semua biaya yang dikeluarkn dalam rangka proses produksi diluar dari komponen biaya diatas, contoh sewa peralatan dan fasilitas pabrik, penyusutan peralatan dan fasilitas pabrik, pemeliharaan dan perawatan fasilitan, pengadaan atau pembayaran sumber daya yang dibutuhkan pabrik diluar komponen diatas (listrik,air, sarana telekomunikasi, pajak bumi, dan sebagainya).

2. Biaya komersial (commercial cost)

  Biaya komersial merupakan akumulasi biaya yang untuk membuat produk itu dapat dijual diluar biaya produksi, dan dipergunakan biasanya untuk menghitung harga jual produksi. Kelompok biaya yang termasuk biaya komersial adalah:

   Biaya umum dan administrasi  Biaya pemasaran  Pajak usaha dan perusahaan Pajak usaha sering juga digabungkan pada biaya administrasi dan umum. Biaya umum dan admistrasi, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan menjalankan manajemen dan dn organisasi perusahaan sehingga sering juga disebut biaya manajemen dan organisasi. Contoh biaya ini adalah gaji karyawan dan pimpinan diluar pabrik, biaya ATK, surat menyurat, fasilitas sarana dan prasarana organisasi dan sebagainya.

   Biaya pemasaran (marketing cost) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemasaran produk meliputi biaya biaya distribusi, advertensi, promosi dan sebagainya  Pajak usaha meliputi semua pajak maupun retribusi yang perlu dikeluarkan berkaitan dengan kegiatan usaha dimaksud. Namun sering juga telah digabungkan pada komponen sebelumnya sesuai dengan pos yang relevan.

  Ada pun tujuan beradasarkan perhitungan biaya berdasarkan produk ini antara lain:  Memproyeksikan biaya produksi dan harga produk terjual  Mengetahui komposisi komponen biaya produksi maupun biaya produk keseluruhan  Sebagai sarana informasi dalam menyelidiki dan menganalisis struktur biaya produk yang ideal oleh perencana dalam rangka memperbaiki struktur pembiayaan melalui konsep “cost centers”

2.4.4 Biaya berdasarkan volume produk

  Beberapa jenis biaya bervariasi langsung dengan perubahan volume produksi, sedangkan biaya lainnya relative tidak berubah terhadap jumlah produksi. Oleh karena itu, manajemen perlu memerhatikan beberapa kecenderungan biaya tersebut untuk dapat merencanakan dan mengendalikan efek biaya terhadap volume produksi.

  Oleh karena itu, biaya berdasarkan volume produksi dapat dibedakan sebagai berikut:  Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang harus dikeluarkan relatif sama walaupun volume produksi berubah dalam batas-batasb tertentu. Contoh, biaya listrik untuk penerangan, telepon, air, bersih, gaji karyawan, dan lain-lain.

   Biaya variabel adalah biaya yang berubah besarnya secara proposional dengan jumlah produk dibuat. Contoh, baiaya bahan baku, tenaga kerja langsung jika system penggajian berdasarkan volume, dan lain-lain  Biaya semi variabel yaitu biaya yang berubah tidak proporsional dengan perubahan volume, misalnya perubahan volume melewati kapasitas fasilitas yang ada sehingga diperlukan penambahan kapasitas mesin, biaya perbaikan mesin, dan sebagainya.

   Biaya total (total cost) adalah jumlah dari biaya-biaya tetap dan biaya- biaya variabel. Setelah mengetahui jumlah biaya yang diperlukan, maka masing-masing biaya tersebut dibuat grafik. Contoh grafik dari fungsi biaya dapat terlihat pada gambar berikut :

  Grafik ongkos produksi (Pujawan, 2009)

2.5 Penetapan Harga

  Menurut Kotler dan Armstrong (2001), penetapan harga dipengaruhi oleh biaya sebagai faktor internal, dan faktor eksternal. Terdapat beberapa jenis cara dalam penetapan harga berdasar pendekatan biaya yaitu penetapan harga biaya plus

  

(Cost Plus Pricing Method) dan penetapan harga berdasar Break Even Point atau

  analisa titik impas. Analisa titik impas merupakan analisa suatu keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.

  Selain dipengaruhi oleh biaya sebagai faktor internal, penetapan harga juga dipengaruhi oleh sifat pasar dan permintaan sebagai faktor eksternal. Salah satu metode untuk mengetahui permintaan pasar dari suatu properti adalah menggunakan kurva permintaan. Dari kurva permintaan akan terlihat besar kemauan pembeli terhadap harga yang telah ditetapkan.

2.5.1 Fungsi Penetapan Harga

  Pengendalian sebuah usaha tidak lagi dapat dilakukan hanya berdasarkan intuisi atau pengalaman saja, namun pengetahuan menjadi faktor penting lain yang perlu dipadukan. Maka dalam kondisi resesi seperti yang kita hadapi saat ini, tugas manajemen dalam mengendalikan perusahaan menjadi lebih berat lagi. Untuk mencapai tujuan perusahaan, dibutuhkan koordinasi yang baik dari semua fungsi manajemen. Pada dasarnya semua fungsi tersebut sama pentingnya sebagai suatu sistem. Namun pemasaran merupakan fungsi yang mempunyai intensitas hubungan paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal justru dalam lingkungan itulah perusahan mempunyai keterbatasan yang paling besar dalam pengendaliannya. Maka seringkali dikatakan bahwa pemasaraan merupakan urat nadi perusahaan, dalam arti sangat kritis kedudukannya dalam menentukan kelangsungan hidup perusahaan dan berperan penting dalam pengembangan strategi. (Kotler et al, 2003)

  Strategi pemasaran sendiri dapat dibahas secara lebih rinci dikaitkan dengan berbagai unsur, seperti dalam kaitannya dengan kepuasan pelanggan, dengan pasar, dengan bauran pemasaran, dengan siklus hidup produk, ataupun dengan pemasaran internasional. Dan akan dibahas secara spesifik konteks strategi pemasaran dalam kaitannya dengan penetapan harga (pricing strategy),dengan menekankan pada salah satu model penetapan harga (Kotler et al, 2003). Selama periode dimana pertumbuhan ekonomi dan pendapatan meningkat, faktor non harga sempat menjadi kunci keberhasilan penjualan. Namun dalam tahun-tahun terakhir, seiring dengan perubahan makro ekonomi yang mengakibatkan inflasi, pertumbuhan penduduk yang semakin lambat, dan semakin maraknya kompetisi, maka faktor harga menjadi salah satu problem utama yang harus dihadapi para marketer.

2.5.2 Strategi Penetapan Harga

  Harga merupakan elemen penting dalam strategi pemasaran dan harus senantiasa dilihat dalam hubungannya dengan strategi pemasaran. Harga berinteraksi dengan seluruh elemen lainnya dalam bauran pemasaran untuk menentukan efektivitas dari setiap elemen dan keseluruhan elemen. Tujuan yang menuntun strategi penetapan harga haruslah merupakan bagian dari tujuan yang menuntun strategi pemasaran secara keseluruhan. Oleh karena itu tidaklah benar bila harga dipandang sebagai elemen yang mandiri dari bauran pemasaran, karena harga itu sendiri adalah elemen sentral dalam bauran pemasaran. Harga merupakan satu- satunya unsure bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan.

  Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atas penggunaan suatu barang atau jasa. Pengertian ini sejalan dengan konsep pertukaran (exchange) dalam pemasaran.Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan (Dess dan Lumpkin, 2004). Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas barang yang dijual. Selain itu secara tidak langsung harga juga mempengaruhi biaya, karena kuantitas yang terjual berpengaruh pada biaya yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan efisiensi produksi. Oleh karena itu penetapan harga mempengaruhi pendapatan total dan biaya total, maka keputusan dan strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.

2.5.3 Tujuan Penetapan Harga

  Pada dasarnya ada 4 tujuan dari sebuah proses penetapan harga, yaitu: (Mirosca, 2009) 1.

  Tujuan Berorientasi pada Laba Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap peruasahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimilasi laba. Dalam era persaingan global, kondisi yang dihadapi semakin kompleks dan semakin banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, sehingga tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum (Gasperz, 2005). Oleh karena itu ada pula perusahaan yang menggunakan pendekatan target laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai sasaran laba.

  2. Tujuan Berorientasi pada volume selain tujuan berorienatsi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan hargannya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objective. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar.

3. Tujuan Berorientasi pada Citra Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.

  Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.

4. Tujuan Stabilisasi Harga

  Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan hargannya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi).

  Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri.

2.6 Metode Break Event Point (Analisa Titik Impas)

  Break Even Point

  (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.

  Tujuan dari analisis break even point yaitu untuk mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.Selanjutnya, dengan adanya analisis titik impas tersebut akan sangat membantu manajer dalam perencanaan keuangan, penjualan dan produksi, sehingga manajer dapat mengambil keputusan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan melakukan prediksi keuntungan yang diharapkan melalui penentuan

   harga jual persatuan  produksi minimal  pendesainan produk dan lainnya

  Dalam penentuan titik impas perlu diketahui terlebih dulu hal-hal dibawah ini agar titik impas dapat ditentukan dengan tepat, yaitu:  Tingkat laba yang ingin dicapai dalam suatu periode  Kapasitas produksi yang tersedia, atau yang mungkin dapat ditingkatkan  Besarnya biaya yang harus dikeluarkan, mencakup biaya tetap maupun biaya variable.

2.6.1 Manfaat dan Kegunaan Analisis Break Even (Titik Impas)

  Manfaat dan Kegunaan Analisis Break Even (Titik Impas) yaitu: Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu.

  Analisis break even dapat membantu pimpinan dalm mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut: a.

  Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. b.

  Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.

  c.

  Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.

  d.

  Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

  Menurut Sutrisno dalam bukunya Manajemen Keuangan Teori, Konsep, dan Aplikasi menjelaskan ada beberapa manfaat lain yang bisa diambil dengan menggunakan konsep break even pointyaitu sebagai berikut :

  1. Perencanaan Penjualan atau Produksi Pada setiap awal periode perusahaan sudah harus mempunyai perencanaan produksi dan penjualan. Rencana produksi dan penjualan bisa direncanakan dengan menggunakan konsep break even point.

  2. Perencanaan Harga Jual Normal Salah satu keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan adalah penentuan harga jual. Harga jual merupakan sejumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli untuk mendapatkan barang/jasa yang diinginkan. Bagi perusahaan harga jual harus bisa menutup semua biaya dan target keuntungan. Apabila tidak bisa menutup target laba, apalagi biaya yang dikeluarkan berarti perusahaan dalam kondisi rugi. Dalam membuat rencana harga jual, perusahaan mendasarkan pada proyeksi penjualan yang telah direncanakan, serta target laba pada periode yang bersangkutan.

  3. Perencanaan Metode Produksi Analisis break even point ini juga sering digunakan untuk menentukan alternatif pemilihan metode produksi atau mesin produksi. Ada mesin produksi yang mempunyai karakteristik biaya tetap rendah tetapi biaya variabel tinggi (sering disebut padat karya) atau biaya tetap tinggi tetapi biaya variabel perunit rendah (sering disebut padat modal). Dari dua pilihan tersebut, mana yang akan dipilih apakah dengan padat karya (labour intencive) atau padat modal (capital intencive)? Untuk memilih alternatif mana yang terbaik, bisa digunakan analisis biaya, laba, dan volume (cost, profit, volume analysis).

  4. Titik Tutup Pabrik Apabila kondisi perusahaan sudah menunjukkan biaya total melebihi penjualan totalnya, yang artinya bahwa perusahaan beroperasi dibawah titik break even, apakah perusahaan sebaiknya ditutup atau tetap dipertahankan.

  Untuk itu manajemen harus menganalisis apakah kondisi yang demikian akan berlanjut dalam waktu yang relatif lama, atau tidak. Ada kemungkinan manajemen harus memutuskan untuk menghentikan sementara atau seterusnya apabila kondisi sudah sedemikian parahnya.

  Alat yang dapat digunakan manajemen dalam mengadakan analisis penutupan perusahaan tersebut adalah analisis titik tutup pabrik atau sering disebut shut down point. Apabila perusahan beroperasi dibawah break even point berarti perusahaan secara akuntansi mengalami kerugian namun secara cash flow atau aliran kas perusahaan masih mendapatkan sisa kas, selama penerimaan pengahasilan masih bisa menutup biaya variabel dan biya tetap tunai. Biaya tetap tunai adalah biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai seperti pembayaran gaji, biaya promosi, sewa gedung, dan biaya tetap tunai lainnya. Artinya pada kondisi tersebut perusahan masih bisa membayar gaji karyawannya, walaupun untuk membayar biaya tetap tidak tunai (penyusutan) tidak mencukupi. Tetapi kalau penerimaan penjualan tidak bisa menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai, maka perusahaan sudah harus ditutup

2.6.2 Asumsi yang digunakan dalam Break Even Point

  Mudah tidaknya perhitungan atau penutupan titik break even point tergantung pada konsep-konsep yang mendasari atau asumsi yang digunakan didalamnya.

  Menurut Susan Irawati dalam bukunya “Manajemen Keuangan” memaparkan asumsi dasar yang digunakan dalam break even point adalah sebagai berikut :

   Biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan harus digolongkan kedalam biaya tetap dan biaya variabel.

   Biaya vaiabel yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume, sedangkan biaya tetap tidak mengalami perubahan secara total.

   Jumlah biaya tetap tidak berubah walaupun ada perubahan kegiatan, sedangkan biaya tetap perunit akan berubah-ubah.

   Harga jual perunit konstan selama periode dianalisis.  Jumlah produk yang diproduksi dianggap selalu habis terjual.

   Perusahaan menjual dan membuat satu jenis produk, bila perusahaan membuat atau menjual lebih dari satu jenis produk maka “perimbangan hasil penjualan” setiap produk tetap

2.6.3 Keterbatasan Analisis Break Even Point

  Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual dalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break even. Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan. Oleh sebab ini bagi analis perlu diketahui bahwa analisis break even mempunyai limitasi-limitasi tertentu, yaitu: a. Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu b. Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan

  c. Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu

  d. Sales mix adalah konstan Berdasarkan limitasi-limitasi tersebut, BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila: a.

  Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC- nya, meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas atau sebaliknya. b.

  Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser BEP keatas atau sebaliknya.

  c.