Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana

  Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997 Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).

  Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera(Arum, 2008).

  Sasaran utama dalam pelayanan KB adalah pasangan usia subur (PUS). Pelayanan KB diberikan diberbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga ke tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, Dokter praktek swasta, Bidan praktek swasta, dan Bidan desa. Jenis alat atau obat kontrasepsi antara lain kondom, pil, suntik, IUD, Implant, Tubektomi dan vasektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotik atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan desa dan dokter, sedangkan kontrasepsi jenis IUD, implant, vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompetensi (BKKBN,2002)

2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana

  Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan: a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.

  b.

  Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

  c.

  Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.

  d.

  Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

  e.

  Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi(Suratun,2008).

2.1.3 Visi Dan Misi Keluarga Berencana

  Visi KB berdasarkan dengan seiring dimasukinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014,BKKBN sebagai institusi yang selama ini mengemban tugas menyukseskan program KB di Indonesia telah merevitalisasi visi dan misinya. Visi BKKBN sekarang ini adalah “Penduduk Seim bang 2015” dengan misi “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” menggantikan visi sebelumnya “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.(BKKBN,2010)

2.1.4 Macam-Macam Akseptor Keluarga Berencana a.

  Akseptor Aktif adalah Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan/mengakhiri kesuburan.

  b.

  Akseptor Aktif Kembali adalah Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan kontasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan,dan kembali menggunakan cara alat kntrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti atau istirahat kurang lebih tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

  c.

  Akseptor KB baru adalah Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

  d.

  Akseptor KB Dini adalah Para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

  e.

  Akseptor Langsung adalah Para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

  f.

  Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan.(BKKBN,2007)

2.2 Pemakaian Alat Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian Pemakaian Alat Kontrasepsi

  Pemakaian alat kontrasepsi adalah salah satu upaya dalam Program Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan penduduk yang paling efektif. Dimana dalam pelaksanaannya diupayakan agar semua metode atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan yang ditimbulkan.

  

2.2.2 Metode atau alat Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Dan Metode

Kontrasepsi Non MKJP

  Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah cara kontrasepsi berjangka panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakaiannya yang tinggi dengan angka kegagalan yang rendah.Penggolongannya terdiri dari : alat kontrasepsi IUD, Implan, dan MOW (metode kontrasepsi Wanita), sedangkan alat kontrasepsi bukan metode kontrasepsi jangka panjang adalah cara kontrasepsi yang tidak berjangka panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakaiannya yang rendah dengan angka kegagalannya yang tinggi.

  Penggolongannya terdiri dari alat kontrasepsi Suntik, Pil dan alat kontrasepsi Kondom (BKKBN,2010).

2.2.3 Alat Kontrasepsi (IUD Intra Uteri Dispoporsi)

  Alat Kontrasepsi IUD adalah Suatu alat kontrasepi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam terdiri dari plastik (BKKBN, 1993).

  1. Efektifitas Efektifitas penggunaan IUD 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).

  2. Cara Kerja a.

  Endometrium mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi.

  b.

  Mencegah terjadinya pembuahan dengan mengeblok bersatunya ovum dengan sperma.

  c.

  Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi.

  d.

  Menginaktifkan sperma (Prawirohardjo, 2013).

  3. Kelebihan a.

  Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi.

  b.

  AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan. c.

  Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti).

  d.

  Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

  e.

  Tidak mempengaruhi hubungan seksual.

  f.

  Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

  g.

  Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).

  h.

  Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. i.

  Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). j.

  Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). k.

  Tidak ada interaksi dengan obat-obat. l.

  Membantu mencegah kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2013).

2.2.4 Alat Kontrasepsi Implant

  Implant adalah Kontrasepsi berupa kapsul sebesar korek api sebanyak 6 buah yang berisi hormon untuk mencegah kehamilan, yang disusupkan di bawah kulit pada lengan sebelah atas (BKKBN, 1993).

  1. Efektifitas Efektif penggunaan AKDR 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).

  2. Cara Kerja a.

  Lendir serviks menjadi kental.

  b.

  Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. c.

  Mengurangi trasnportasi sprema.

  d.

  Menekan ovarium (Prawirohardjo, 2013).

3. Kelebihan a.

  Daya guna tinggi.

  b.

  Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).

  c.

  Pengembalia tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.

  d.

  Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.

  e.

  Bebas dari pengaruh esterogen.

  f.

  Tidak menggangu kegiatan sanggama.

  g.

  Tidak mengganggu ASI.

  h.

  Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. i.

  Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. j.

  Mengurangi nyeri haid. k.

  Mengurangi jumlah darah haid. l.

  Mengurangi/memperbaiki anemia. m.

  Melindungi terjadinya kanker endomterium. n.

  Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara. o.

  Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul. p.

  Mengurangi angka kejadian endometriosis (Prawirohardjo, 2013).

4. Waktu Mulai Menggunakan Implan a.

  Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. b.

  Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. Bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual, atau mengguakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.

  c.

  Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat , asa saja diyakini tidak terjadi kehamiln, jangan melakukan hubungan seksual atau digunakan kontrasepsi untuk 7 hari saja.

  d.

  Bila menyusui anatara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain.

  e.

  Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melaukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.

  f.

  Bila klien menggunakan konttrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tersebut tidak hamil atau klien menggunakan kontrasepsi suntikan tersebut. Tidak dpat dilakukan metode kontrasepsi lain.

  g.

  Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implan, insersi implan, dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu datangnya haid tersebut. h.

  Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implan, implan dapat diinersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau digunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut. i.

  Pascakeguguran implan dapat segera diinersikan (Prawirohardjo, 2013).

2.2.5 Alat Kontrasepsi MOW (Metode Operasi Wanita)

  MOW (Metode Operasi Wanita) adalah segala tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan, pemasangan cincin) pada kedua saluran kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur tesebut. Dengan demikian wanita tersebut tidak dapat hamil. Kontap wanita juga bukan pengebirian (kastrasi). Pada tindakan kebiri kedua indung telur di buang.

  Akibatnya, baik sel telur maupun beberapa hormone wanita tidak dihasilkan lagi. Pada kontap wanita hormon wanita tetap dihasilkan, oleh karena itu gairah seks wanita tersebut tidak akan menurun (PKMI, 1991).

  1. Efektifitas Efektifitas penggunaan MOW 99,5% (BKKBN, 2011).

  2. Cara Kerja Kontrasepsi bagi wanita melalui operasi pengikatan atau pemotongan saluran indung telur sehingga menghambat pertemuan antara sperma dan sel telur

  (BKKBN, 2007).

  3. Kelebihan a.

  Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan). b.

  Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).

  c.

  Tidak bergantung pada faktor senggama.

  d.

  Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.

  e.

  Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal.

  f.

  Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

  g.

  Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).

  h.

  Berkurangnya resiko kanker ovarium (Prawirohardjo, 2013).

2.2.6 Alat Kontasepsi Suntik

  Suntik adalah Cara kontrasepsi perempuan yang berisi hormon esterogen dan progestin yang disuntikan ke otot panggul tiap bulan atau tiga bulan sekali (BKKBN, 2007).

  1. Efektivitas : Efektivitas suntikan 99,7% (BKKBN, 2011).

  2. Cara Kerja a.

  Mencegah ovulasi.

  b.

  Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma.

  c.

  Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.

  d.

  Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Prawirohardjo, 2013).

  3. Kelebihan a.

  Sangat efektif.

  b.

  Pencegahan kehamilan jangka panjang. c.

  Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri.

  d.

  Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.

  e.

  Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.

  f.

  Sedikit efek samping.

  g.

  Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.

  h.

  Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause. i.

  Membantu mencegaj kanker endometrium dan kehamilan ektopik. j.

  Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara. k.

  Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. l.

  Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) (Prawirohardjo, 2013).

2.2.7 Alat Kontrasepsi Pil

  Pil adalah Kontrasepsi yang diberikan secara oral dalam bentuk pil yang mengandung hormon progestin atau dikenal dengan istilah minipil (BKKBN, 2011).

  1. Efektivitas Efektivitas penggunaan minipil 98,5% (BKKBN, 2011).

  2. Cara Kerja a.

  Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium (tidak begitu kuat).

  b.

  Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit.

  c.

  Kontrasepsi progestin. d.

  Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.

  e.

  Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu (Prawirohardjo, 2013).

3. Kelebihan a.

  Sangat efektif bila digunakan secara benar.

  b.

  Tidak mengganggu hubungan seksual.

  c.

  Tidak mempengaruhi ASI.

  d.

  Kesuburan cepat kembali.

  e.

  Nyaman dan mudah digunakan.

  f.

  Sedikit efek samping.

  g.

  Dapat dihentikan setiap saat.

  h.

  Tidak mengandung estrogen. i.

  Mengurangi nyeri haid. j.

  Mengurangi jumlah darah haid. k.

  Menurunkan tingkat anemia. l.

  Mencegah kanker endometrium. m.

  Melindungi dari penyakit radang panggul. n.

  Tidak meningkatkan pembekuan darah. o.

  Dapat diberikan pada penderita endometiuosis. p.

  Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi. q.

  Dapat mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala, perut kembung, nyeri payudara, nyeri pada betis, lekas marah). r.

  Sedikit sekali mengganggu pengidap kencing manis yang belum megalami komplikasi (Prawirohardjo, 2013).

2.3 Pasangan Usia Subur

  Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15- 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (BKKBN, 2006). Sedangkan menurut pedoman potensi desa (Podes, 2008), PUS adalah pasangan suami-istri yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan atau biasanya ditandai dengan belum datangnya waktu menopause (terhenti menstruasi bagi istri). Jumlah PUS di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 5.918.271; sedangkan tahun 2008 terdapat sekitar 38,9 juta PUS.

  Adapun distribusi jumlah PUS tiap-tiap provinsi adalah sebagai berikut: Sumatera; 7,57 juta, Jawa; 23,67 juta, Bali-Nusa Tenggara; 2,08 juta, Kalimantan; 2,15 juta, Sulawesi; 2,70 juta, Maluku-Papua; 0,76 juta. Jadi jumlah keseluruhan di Indonesia 38,93 juta pasangan usia subur (Podes, 2008).

  Pelayanan kesehatan pada PUS, yang dapat dilakukan adalah mengikuti program KB, dengan tujuan berikut:

  1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kehamilan (PUS dan WUS).

  2. Peningkatan kwalitas keluarga dan kemandirian keluarga.

  3. Peningkatan kepedulian dan PSM.

  4. Peningkatan serta pemantapan komitmen politis dan komitmen operasional.

  5. Pendekatan wilayah yang paripurna (Mubarak, 2012).

  

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang

Digunakan Akseptor

  Memiliki anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi kewajiban dalam budaya reproduksi. Menanamkan konsep pada pada kaum perempuan bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban, tanpa diimbangi dengan hak dan juga pilihan lainnya. Di banyak negara berkembang, bahkan keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pun bukan merupakan keputusan perempuan, meskipun pada akhirnya yang menggunakan adalah perempuan itu sendiri (Mohamad,1998). Hal ini berkaitan dengan kesehatan seorang wanita yang tergambar dari perilaku hidup sehat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari- hari.

  Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berhubungan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan tersebut disebut dengan determinan perilaku yang dibedakan menjadi dua yaitu: faktor internal (tingkat kecerdasan/pengetahuan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya) dan faktor eksternal (lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, masyarakat dan sebagainya). Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan. Dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya pendidikan kesehatan mempelajari perilaku adalah sangat penting, karena pendidikan kesehatan berfungsi sebagai media atau sarana untuk merubah perilaku individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat (Notoatmodjo,2003).

  Lawrence Green (1980) seperti dikutip Notoatmodjo (2003) menyatakan, terdapat 3 faktor yang mendasari perilaku individu dalam mengambil keputusan untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang tidak terlepas dari masing- masing individu yaitu presdiposisi (predisposing), pendukung (enabling), dan pendorong (reinforcing). Faktor prediposisi (faktor predisposing) meliputi umur, pengetahuan dan jumlah anak yang merupakan kognitif domain yang mendasari terbentuknya perilaku baru pada pasangan suami istri dalam menentukan jumlah anak yang sesuai dengan diharapkan pada tujuan keluarga berencana. Hal lain dari faktor ini adalah tradisi, sistem nilai, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor pendukung (faktor enabling) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan berupa ketersediaan alat kontrasepsi. Faktor pendorong (faktor

  reinforcing) meliputi petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan alat kontrasepsi dan dukungan suami.

  Dalam penelitian ini diambil faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi dalam ber-KB adalah faktor predisposisi (predisposing) yaitu umur, pengetahuan, jumlah anak dan faktor pendukung (enabling) yaitu ketersediaan alat kontrasepsi, sedangkan faktor pendorong (reinforcing) meliputi petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan dan dukungan suami.

2.4.1 Umur Istri

  Menurut Radita Kusumaningrum (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa umur dalam hubungan dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah, komposisi biokimiawi dan sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan. Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda kehamilan (kesuburan), masa mengatur kesuburan (menjarangkan kehamilan),dan masa mengakhiri kehamilan (tidak ingin hamil lagi). Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola penggunaan alat kontrasepsi rasional.

  1.Masa Menunda Kehamilan Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun.Ciri- ciri kontrasepsi yang sesuai yaitu: kembalinya kesuburan yang tinggi dan efektifitas yang tinggi.Hal ini penting karena akseptor belum mempunyai anak dan karena kegagalan akan menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.Prioritas kontrasepsi yang sesuai : Pil, AKDR, dan kondom.

  2.Masa Mengatur Kehamilan Umur terbaik bagi istri melahirkan adalah 20-30 tahun.ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai yaitu kembalinya kesuburan cukup, efektifitas cukup tinggi, dapat dipakai 2-4 tahun sesuai dengan jarak kehamilan yang aman bagi ibu dan anak, tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI).Prioritas alat kontrasepsi yang dipakai yaitu AKDR, suntik, Pil, kondom, implant dan kontap (jika umur istri 30 tahun).

  3. Masa mengakhiri kehamilan Umumnya pada keluarga yang sudah memiliki jumlah 2 anak dan umur istri telah melebihi umur 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi. ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai yaitu: efektifitas yang sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang, tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada, dimana pada masa umur tua kelainan itu seperti penyakit jantung, hipertensi dan metabolik meningkat. Prioritas kontrasepsi yang dipakai yaitu Kontap, IUD, Implan.

  2.4.2 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo,2003).

2.4.3 Jumlah Anak

  Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya.

  Dimana diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak, kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan pada pasangan usia subur yang mempunyai anak lebih sedikit. BKKBN (2012) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan keluarga kecil adalah keluarga yang jumlah anaknya paling banyak 2 (dua ) orang, sedangkan keluarga besar adalah suatu keluarga dengan jumlah anak lebih dari dua ( > 2 ) orang anak.

   2.4.4 Ketersediaan Alat Kontrasepsi

  Berdasarkan Dari hasil wawancara,diketahui bahwa ketersediaan alat kontasepsi dari pemerintah seperti adanya KB safari sangat membantu masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada akseptor KB.

   2.4.5 Petugas Kesehatan

  Hasil penelitian wyadnyana (1995) menemukan adanya hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kontrasepsi akseptor KB. wyadnyana menyarankan agar petugas kesehatan perlu lebih interest terhadap upaya pemberian pelayanan kontrasepsi dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat.

   2.4.6 Media Informasi

  Media informasi merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat dari si penerima. Berdasarkan hasil wawancara sementara bahwa dengan media informasi baik dari televisi, majalah, radio maupun dari penyuluhan yang berfungsi untuk merangsang ibu untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien.

   2.4.7 Biaya Pemasangan alat Kontrasepsi

  Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan pemakaian jenis alat kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi jangka panjang lebih murah dibanding dengan alat kontrasepsi jangka pendek, tetapi kadang masyarakat melihatnya dari berapa biaya harus dikeluarkan untuk sekali pasang saja. Jika patokannya adalah biaya setiap kali pasang, Mungkin alat kontrasepsi jangka panjang terlihat jauh lebih mahal, tetapi jika dilihat masa/jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang akan lebih murah dibandingkan alat kontrasepsi jangka pendek. Untuk sekali pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang bisa aktif selama 3-5 tahun, bahkan seumur hidup/sampai masa menopause. Sedangkan alat kontrasepsi jangka pendek hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan alat kontrasepsi jangka panjang, seseorang harus melakukan 12-36 kali suntikan bahkan berpuluh puluh kali lipat (Saifuddin, 2003).

2.4.8 Dukungan Suami

  Berdasarkan hasil penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009) bahwa dukungan suami menunjukkan adanya hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan ibu/istri. Dimana dukungan suami merupakan faktor yang paling dominan untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada istri sebagai akseptor KB.

  2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen

  1.Umur

  2.Pengetahuan Jenis Alat Kontrasepsi yang

  3.Jumlah Anak Digunakan Akseptor yaitu:

  4.Ketersediaan alat

  1.Metode Alat Kontrasepsi kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

  5.Petugas Kesehatan

  2.Metode Non MKJP

  6.Media Informasi

  7.Biaya Pemasangan

  8.Dukungan suami

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja

  

Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015

  2.6 Hipotesis Penelitian 1.

  Ada pengaruh umur terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  3. Ada pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  4. Ada pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  5. Ada pengaruh petugas kesehatan terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  6. Ada pengaruh media informasi terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  7. Ada pengaruh biaya pemasangan alat kontrasepsi terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.

  8. Ada pengaruh dukungan suami terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor.