Perspektif Manajerial Pemerintah Daerah. dcox

Perspektif Manajerial Pemerintah Daerah dalam
Wawasan Kebangsaan

Nama

: ROMY DANAN HERMAWAN

NPP

: 23.0953

Kelas

: Madya A-2

Mata Kuliah

: Manajemen Pemerintahan Daerah

Dosen


: DR. Drs. H. Maskana Sumitra, S.H, M.Si

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KAMPUS KALIMANTAN BARAT
2013/2014

Pemantapan Wawasan Kebangsaan dengan Sistem Pemerintahan yang
Efesein dan Efektif
Wawasan sering dimaknai dengan konsepsi dan cara pandang seseorang
terhadap apa yang diketahui tentang satu hal. Kaitannya dengan negara, wawasan
kebangsaan bermakna cara pandang seseorang sebagai warga negara terhadap identitas
diri bangsa yang melekat pada dirinya.
Secara tidak langsung, wawasan kebangsaan menekankan adanya pengetahuan
mendalam tentang identitas nasional untuk menjelaskan ciri-ciri, tanda-tanda atau jati
diri yang melekat dengan diri seseorang yang diikat oleh kesamaan fisik (seperti
budaya, agama, dan bahasa) atau non-fisik (seperti keinginan, cita-cita dan tujuan).
Adalah prestasi para pendiri bangsa yang mampu menyatukan ribuan perbedaan
dalam satu tujuan bernama negara Indonesia. Hal tersebut tidak lepas dari proses sejarah
munculnya perjuangan “Boedi Oetomo” pada tahun 1908 dan hasil kongres
kepemudaan tanggal 28 Oktober 1928 yaitu “Soempah Pemuda” yang dikenal dengan

“Kebangkitan Nasional” klimaksnya adalah hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus
1945. Kejadian tersebut menggambarkan tentang dalamnya pemahaman wawasan
kebangsaaan oleh para pendiri negeri ini.
Pada saat ini tingkat wawasan kebangsaan dapat dinilai dari hasil pencapaian
cita-cita bangsa untuk pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia yang melidungi
segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan dan
Keadilan Sosial.
Menuju penciptaan kesejahteraan rakyat melalui tatanan pemerintahan yang baik
merupakan modal pembangunan yang meniscayakan para pelaksana pemerintahan yang
jujur, transparan, efektif dan bertanggung jawab. Sebab, arti sesungguhnya dari good
governance adalah pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga negara
kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan
yang suci dan damai. Secara khusus, UNDP mensyaratkan good governance jika
pelaksanaan kewenanangan oleh pemerintah dilakukan dengan efektif dan efisien,

responsif terhadap kebutuhan masyarakat dalam suasana demokratis, akuntabel dan
transparan.
Efektif dan efisien dalam arti bahwa pelaksanaan roda pemerintahan berjalan

taktis, berhasil guna serta mampu menggunakan sumber daya secara maksimal.
Responsif mengharuskan para pemangku amanat yang diberi kepercayaan
menjalankan kewajibannya dengan bertungku pada tujuan kesejahteraan rakyatnya dan
bersandar pada aspirasi warga yang memercayakan tugas kepadanya. Dalam hal ini,
pemerintah secara aktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat dan
kemudian melahirkan kebijakan strategsi untuk kepentingan umum.
Akuntabel

berarti

dalam

pelaksanaannya

selalu

mengedepankan

asas


kepercayaan dan mampu memberikan tanggung jawab secara penuh. Pengembangan
asas akuntabilitas dalam kerangka good governance tidak lain agar para pejabat dan
unsur-unsur yang diberi kewenangan mengelola urusan publik senantiasa terkontrol dan
tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk kepentingan pribadi.
Sementara transparan mensyaratkan keterbukaan dalam proses pelaksanaan
kebijakan publik. Transparansi dalam prinsip good governance menjadi syarat mutlak
dalam rangka menghilangkan budaya korupsi.
Perubahan lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suuatu bangsa
senantiasa memiliki aspek positif dan negative, ada pihak yang diuntungkan dan ada
pihak yang dirugikan oleh perubahan tersebut. Tanpa pemahaman wawasan kebangsaan
yang benar, perubahan lingkungan tersebub akan sulit dikelola dan dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa.
Pertubahan merupakan suatu keniscayaan bagi suatu bangsa, namun bagaimana
bangsa tersebut menyikapi perubahan, di sanalah perbedaan bangsa yang maju dengan
bangsa yang terus tertinggal dan terbelakang.
Rasa kebangsaan atau nasionalisme pada masyarakat Indonesia saat ini
menunjukkan indikasi yang semakin pudar.
1. Survey Media Group pada tanggal 1 Nopemeber 2007 tentang persepsi
masyarakat Indonesia terhadap Malaysia, 48% mempersepsikan sebagai
ancaman, 34% sebagai sahabat, 18% tidak memberikan jawaban. Sedangkan

perasaan publik terhadap Malaysia, 65% biasa-biasa saja, hanya 25% yang
mengatakan tidak suka, 10% tidak memberikan jawaban. Survei yang

dilakukan oleh Media Group dilatarbelakangi oleh keadaan dan situasi yang
berkembang dalam masyarakat di sebagian besar wilayah Republik
Indonesia yang memberikan reaksi terhadap sikap Malaysia yang mengklaim
beberapa karya budaya masyarakat Indonesia sebagai karya budaya
Malaysia, seperti batik dan tarian reog.
2. Penelitian oleh Lemhannas tahun 2007 mengungkapkan tentang bagaimana
sikap dan perilaku masyarakat di daerah penelitian berkaitan dengan
kehidupan bermasyarakat, berpolitik dan bernegara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peran ideologi dalam kehidupan bermasyarakat rendah,
dalam kehidupan berpolitik cukup dan tinggi dalam kehidupan bernegara.
Selanjutnya

diungkapkan

bahwa

peran


agama

dalam

kehidupan

bermasyarakat tinggi, dalam kehidupan berpolitik cukup dan dalam
kehidupan bernegara peran rendah.
Hasil penelitian di atas, mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan yang
signifikan antara peran agama dibandingkan dengan peran ideologi dalam kehidupan
bermasyarakat, berpolitik dan bernegara, yang seharusnya berjalan paralel, karena
ideologi dan agama dalam falsafah Ideologi Pancasila tidak dapat dipisahkan. Agama
dalam Ideologi Pancasila adalah merupakan roh (sila I Ketuhanan Yang Maha Esa)
untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam negara kesatuan
Republik Indonesia. Hal yang serupa juga ditunjukkan dari hasil survei yang dilakukan
oleh Media Group, juga menunjukkan sesuatu yang tidak sama antara persepsi tentang
ancaman dengan perasaan tidak suka terhadap Malaysia. Adanya ketidaksamaan peran
agama dan ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berpolitik dan bernegara dan
antara persepsi sebagai ancaman dengan perasaan tidak suka terhadap Malaysia

sebagaimana yang diungkapkan di atas, jelas memberikan indikasi kuat bahwa pada
masyarakat kita terjadi apa yang disebutkan sebagai pudarnya rasa nasionalisme sebagai
bangsa.
Disamping itu masih ada fenomena terkikisnya nasionalisme yang lain yaitu
munculnya sparatisme, terorisme, dan berkembangnya ideologi trans-nasional yang
mengingkari paham kebangsaan, cinta tanah air dan negara. Fenomena lain dari

terkikisnye nasionalisme adalah enggan memakai produksi dalam negeri, baik dalam
bentuk makanan, pakaian, dan teknologi.
Indonesia sejatinya adalah bangsa dan negara besar, negara kepulauan terbesar
di dunia, jumlah umat muslim terbesar di dunia, bangsa multi etnik dan bahasa namun
bersatu, memiliki warisan sejarah yang menakjubkan dan kreatifitas anak negeri seperti
batik, aneka makanan dan kerajinan yang eksotik, kekayaan serta keindahan alam yang
luar biasa. Predikat sebagai bangsa dan negara yang positip itu seakan sirna karena
mendapat predikat baru yang negatip seperti terkorup, bangsa yang soft nation, malas,
sarang teroris, bangsa yang hilang keramah tamahannya, banyak kerusuhan, banyak
bencana dan lain sebagainya.
Indonesia memiliki modal atau kekuatan yang memadai untuk menjadi bangsa
besar dan negara yang kuat. Modal itu antara lain : luas wilayah, jumlah penduduk,
kekayaan alam, kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan

sistem pemerintahan republik yang demokratis. Akan tetapi modal yang besar itu seakan
tidak banyak berarti apabila mentalitas bangsa ini belum terbangun atau belum berubah
ke arah yang lebih baik. Mentalitas bangsa Indonesia yang kurang kondusif atau
menjadi penghambat kejayaan bangsa Indonesia menjadi bangsa maju antara lain:
malas, tidak disiplin, suka melanggar aturan, ngaji pumpung, suka menerabas, dan
nepotisme. Selama mental sebuah bangsa tersebut tidak berubah, maka bangsa tersebut
juga tidak akan mengalami perubahan dan akan tertinggal dengan bangsa-bangsa lain,
meskipun bangsa tersebut sesungguhnya memiliki potensi dan modal yang besar
Pada masa Presiden Sokarno, agenda kebangsaan dan wawasan kebangsaan
terus berkembang, dalam konteks kehidupan bernegara dan berbangsa pada waktu itu,
agenda kebangsaan dan wawasan kebangsaan yang menonjol, disamping nilai dasar
yang sudah ada adalah persatuan, kedaulatan dan pembentukan karakter bangsa (nation
and character building) Bung karno berhasil mengangkat tinggi kehidupan kebangsaan
yang terus hidup hingga saat sekarang.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, didorong oleh kebutuhan zaman
maka agenda kebangsaan yg mengemuka pada waktu itu adalah pentingnya stabilitas,
tatanan, pembangunan ekonomi dan pembangunan system (system building).
Pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Gusdur, Megawati dan Susilo
Bambang Yudhoyono sekarang, meski transisi masih terus berlangsung tapi tidak sulit


kita bersepakat bahwa agenda kebangsaan yang utama adalah reformasi dan
rekonstruksi menuju kebangkitan kembali Indonesia sebagai negara kebangsaan.
Kesalahan berpikir kita adalah memberi makna reformasi itu hanya sebagai
perubahan (change), kita lupa bahwa sesungguhnya reformasi itu suatu proses yang dlm
perubahan (change) itu juga harus dipertahankan suatu keberlanjutan yang kita sebut
dengan kesinambungan (continuity). Rasa kebencian pada masa lalu tidak jarang
menumbuhkan pemikiran ekstrim bahwa segala sesuatu dimasa lalu adalah sudah pasti
usiang, misalnya periode 1966-1998 memandang segala yang berbau orde lama
dianggap perlu ditinggalkan demikian juga pada kurun waktu 1998-sekarang, segala
yang berbau orde baru dianggap tidak baik, jarang sekarang kita mendengar istilahistilah, ketahanan nasional, wawasan kebangsaan, dll, padahal jika kita beranggapan
reformasi sebagai suatu perubahan yang berkelanjutan yang perlu kita lakukan sekarang
adalah pemantapan pembentukan karakter bangsa (nation and character building)
sebagaimana yg digagas oleh Presiden RI yg pertama dan Pemantapan pembangunan
system (system building) sebagaimana yg digagas oleh Presiden RI yg kedua.
Untuk itu, semua pihak terutama pemerintah daerah diharapkan berkomitmen
untuk memperkuat wawasan kebangsaan.

KESIMPULAN
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang mengenai diri dan tanah airnya
sebagai negara kepulauan dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan

mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang tujuannya mewujudkan nasionalisme
yang tinggi di segala bidang dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan
kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan,
suku bangsa/daerah. Wawasan NKRI di bentuk dan terlihat dari masyarakat yang adil
beradab yang di dasarkan pada pancasila dan UUN 1945.
Wawasan kebangsaan diperlukan menjadi identitas isi pembangunan yang
sedang dilaksanakan. Dengan wawasan kebangsaan ini, ciri utama ke-Indonesiaan
menjadi garis tebal kebijakan dan arah orientasi pembangunan ke depan demi
tercapainya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera
sesuai dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai sebuah paradigma pengelolaan lembaga negara, clean and good
governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling
terkait; negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.
Berpemerintahan yang baik (Good Local Government) dalam mewujudkan
paham wawasan kebangsaan yang baik dapat dilakukan dengan cara seperti ini :
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.

Akuntabel
Openec
Transparan
Rule of morality
Partisipasi
Efisien dan efektif
Keadilan
Responsibility
Pengelola pemerintahan pada masa depan tidak dapat lagi berpikir secara

sempit. Sebagai pemangku jabatan harus memiliki wawasan kebangsaan yang luas, baik
pada tatanan keputusan maupun aplikasinya. Para wakil rakyat dalam melaksanakan
fungsi regulasi, anggaran dan pengawasan harus memiliki kemampuan berpikir dalam

konteks wawasan kebangsaan. Dengan landasan pemikiran yang sama tentang wawasan
kebangsaan, seluruh komponen bangsa diharapkan pemerintah ke depan mampu
mencapai visinya dengan baik.
Sesuai dengan Permendagri No. 71 tahun 2012 disebutkan bahwa dalam
mewujudkan wawasan kebangsaan bagi setiap elemen masyarakat termasuk pemerintah
daerah, maka pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pendidikan wawasan
kebangsaan (PWK). PWK adalah pendidikan cara pandang bangsa Indonesia tentang
diri dan lingkungannya agar mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dalam pasal 3 disebutkan bahwa, penyelenggaraan PWK bertujuan untuk :
a. mengoptimalkan pengembangan dan pelaksanaan nilai kebangsaan guna
pemberdayaan dan penguatan kesadaran berbangsa dan bernegara yang
berlandaskan pada nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengoptimalkan pengembangan dan perbaikan kinerja demokrasi daerah yang
berdasarkan pada Indeks Demokrasi Indonesia;
c. mengembangkan dan melaksanakan model PWK yang tidak indoktrinatif dan
sesuai dengan kearifan lokal;
d. memfasilitasi proses pembentukan simpul PWK;
e. memberikan usulan perubahan kebijakan yang terkait dengan masalah
kebangsaan; dan
f. membangun jaringan kerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan
PWK tingkat lokal, nasional, dan regional sesuai peraturan perundangan.
Untuk itu, semua pihak terutama pemerintah daerah diharapkan berkomitmen
untuk memperkuat wawasan kebangsaan.

REFERENSI
Permendagri No. 71 tahun 2012 tentang Pedoman Pendidikan Wawasan Kebangsaan
http://adang1949.multiply.com/journal/item/53/Wawasan_Kebangsaan_dalam_Penguata
n_Pemerintahan_Ke_Depan