ANALISIS TRANSAKSI BISNIS yang DILARANG

I.Daftar isi………………………………………………………………………………………. 1
II.Pembahasan………………………………………………………………………………… 3
3.1 Haram Li Dzatihi………………………………………………………………………….. 3
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………… 3
b. Dalil Aqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif).6
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………….. 7
d. Solusi Pemecahan masalah………………………………………………………………………… 7

3.2 Tadlis……………………………………………………………………………………….. 8
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………… 9
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)12
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 14
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 14

3.3 Ikhtikar……………………………………………………………………………………. 16
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………. 16
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)17
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 18
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 18

3.4 Ba’I Najasy……………………………………………………………………………….. 19

a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………. 19
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)19
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 21
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 21

1

3.5 Risywah………………………………………………………………………………..…. 22
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)……………………………..... 22
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)22
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 23
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 23

3.6 Maisir……………………………………………………………………………………… 24
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………. 24
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)24
c. Problematika dan Tantangan Implementasi………………………………………….………….. 25
d. Solusi Pemecahan masalah…………………………………………………………….…………. 26

3.7 Gharar…………………………………………………………………………………….. 26

a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)……………………………..... 26
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)27
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 27
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 27

3.8 Riba……………………………………………………………………………………….. 28
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman alquran dan hadits)………………………………. 28
b. DalilAqliyah(argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional dan hukum positif)28
c. Problematika dan Tantangan Implementasi……………………………………………………… 29
d. Solusi Pemecahan masalah……………………………………………………………………….. 29

IV. Daftar Pustaka…………..………………………………………………………………. 30

2

II. Pembahasan
Haram (Arab: ‫ حرام‬ḥarām) adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas
atau keadaan suatu benda (misalnya makanan). Aktivitas yang berstatus hukum
haram atau makanan yang dianggap haram adalah dilarang secara keras. Orang
yang melakukan tindakan haram atau makan binatang haram ini akan mendapatkan

konsekuensi berupa dosa.
Haram dapat dibagi menjadi haram pada esensinya (li Zatihi) dan haram karena
terkait dengan

sesuatu

diluar esensi

yang

diharamkan,

tetapi

berbentuk

kemafsadatan (haram li gairihi). Haram pada esensinya (Haram li Zatihi), yaitu suatu
keharaman langsung dari sejak semula ditentukan syari’ (Allah SWT) bahwa hal itu
haram.
3.1 Haram Li Dzatihi

Haram Li Dzatihi , Haram pada esensinya (Haram li Zatihi), yaitu suatu
keharaman langsung dari sejak semula ditentukan syari’ (Allah SWT) bahwa hal itu
haram. Misalnya memakan bangkai, babi, berjudi, meminum-minuman keras,
berzina, membunuh dan memakan harta anak yatim. Keharaman dalam contohcontoh ini merupakan keharaman pada zat (esensi) pekerjaan itu sendiri. Akibatnya
adalah melakukan suatu transaksi dengan sesuatu yang haram li Zatihi hukumnya
batal dan tidak ada akibat hukumnya. Misalnya, seseorang berzina dengan seorang
wanita, lalu lahir anak dari hubungan tersebut. Anak tersebut tidak bisa dinasabkan
kepada

lelaki

yang

menghamili

wanita

tersebut.

Demikian


juga

halnya

memperjualbelikan benda-benda yang haram li Zatihi,transaksinya tidak sah dan
tidak ada akibat hukumnya.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
1. Makanan yang diharamkan
i.

Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah
ayat 3 dan Al-An’am ayat 145 :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging

hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang
3

sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih

untuk berhala.” (QS. Al-Maidah : 3)
“Katakanlah : “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku,

sesuatu

yang

diharamkan

bagi

orang

yang

hendak

memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau

binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula)

melampaui

batas,

maka

sesungguhnya

Tuhanmu

Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am : 145) Catatan :
semua bangkai adalah haram kecuali bangkai ikan dan belalang.
semua darah haram kecuali hati dan limpa.
ii. Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf : 157)
iii. Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap
jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik
yang nampak atau pun yang tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.” (QS. Al-A’raf : 33).
iv. Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup.
Sabda Nabi SAW : “Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup,
maka yang terpotong itu termasuk bangkai”. (HR. Ahmad)
v. Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan
hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang
agama.

4

2) Minuman yang diharamkan
i.

Semua


minuman

yang

memabukkan

atau

apabila

diminum

menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan
aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.
Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat

bagi


manusia,

tetapi

dosa

keduanya

lebih

besar

dari

manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah : 219)
Dalam ayat lain Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan.” (QS. Al-Maidah : 90)
Nabi SAW bersabda : “Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan
banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram.” (HR An-Nasa’i,
Abu Dawud dan Turmudzi).
ii.

Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.

iii.

Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau
yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Pada prinsipnya segala minuman apa saja halal untuk diminum
selama tidak ada ayat Al Qur”an dan Hadist yang mengharamkannya.
Bila haram, namun masih dikonsumsi dan dilakukan, maka niscaya
tidak barokah, malah membuat penyakit di badan.
Minuman yang haram secara garis besar, yakni :
a). Berupa hewani yang haramnya suatu minuman dari hewan, seperti darah
sapi, darah kerbau, bahkan darah untuk obat seperti darah ular, darah
anjing, dan lain-lain.
b). Berupa nabati atau tumbuhan seperti tuak dari buah aren, candu, morfin,
air tape bertuak dari bahan ubi, anggur telah bertuak, dan lain sebagainya.
c). Berupa berasal dari perut bumi yaitu : haram diminum sepeti solar, bensin,
spiritus, dan lainnya yang membahayakan.
5

Transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang
ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi,
dan sebagainya. Jadi, transaksi jual beli minuman keras atau barang yang
diharamkan dalam Islam adalah haram, walaupun akad jual belinya sah.
Sebagaimana fiman Allah SWT dalam An-Nahl ayat 115
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai,
darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain
Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak
Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Dan Hadis nabi Rasulullah saw.
‫ لقا ت ل ل‬:‫ل‬
‫قا ل‬
‫ما لقا ل‬
‫ه‬
‫ فل ل‬, ‫مررا‬
‫ن ع لنبا‬
‫ملرة ل لباع ل ل‬
‫س لر ض‬
‫ملر ا ل ن‬
‫ن ل‬
‫ل الل ه‬
‫خ م‬
‫س م‬
‫ ب لل لغل ع ه ل‬:‫ل‬
‫ه ع لن مهه ل‬
‫ي الل ه‬
‫ض ل‬
‫س‬
‫ن اب م ض‬
‫عل ض‬
‫م لقا ل‬
‫سو م ه‬
‫ت‬
‫ ه‬,‫ه ال مي لههومد ل‬
‫م ال ن‬
‫ه ع لل لي مهض ول ل‬
‫ن لر ه‬
‫ل‬
‫م ل‬
‫حرر ل‬
‫ن الل ه‬
‫سل ن ل‬
‫صنلى الل ه‬
‫م ي لعمل ل م‬
‫ ا لل ل م‬.‫ملرة ل‬
‫س م‬
‫ل اللهض ل‬
‫"ل لعل ل‬:‫ل‬
‫ال ش‬
‫فللبا‬
‫ها‬
‫م‬
‫م‬
‫مل هوم ل‬
‫فل ل‬
‫ش ه‬
‫حمر ه‬
‫ج ل‬
‫"ع لل لي مهض ه‬
‫ع هوم‬
Diriwayatkan dari Ibn Abas r.a.: Telah sampai berita kepada Umar bahwa
‫ها‬
‫ل‬

Samurah menjual tuak. Kemudian Umar berkata, “semoga Allah memerangi
Samurah, tidak tahukah dia bahwa Rasulullah saw. bersabda,

Allah

mengutuki orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak, maka
mereka memaksanya untuk dicairkan, kemudian menjualnya.”
b. Dalil

Aqliyah

(argumentasi

pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014
TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL ;
a. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ayat 2 Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan : Produk Halal adalah Produk yang telah
dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
b. Pasal 3 Penyelenggaraan JPH bertujuan: Memberikan kenyamanan,
keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi
masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk dan
meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan
menjual Produk Halal.
c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
6

Semakin banyak Makanan dan Minuman di Indonesia yang dibuat
dengan menggunakan unsur-unsur haram ,seperti ; Daging babi ( Minyak
Babi ) mengingat indonesia merupakan negara yang warga negaranya
mayoritas Muslim yang seharusnya menjauhi hal-hal yang diharam kan
oleh Syari’at Islam, yang lebih parah produsen yang notabennya muslim
tetapi malah memproduksi dan menyediakan makanan yang ber-dzat
haram tersebut.
d. Solusi Pemecahan Masalah
1. Peran Masyarakat
Sebaiknya sebagai konsumen harus mengetahui ataupun mencari
informasi mengenai komposisi dari makanan atau minuman yang akan di
konsumsi sehingga dapat menilai baik dan buruknya produk tersebut bila
dikonsumsi, agar seorang konsumen juga harus berhati-hati dalam
mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut dan lebih pintar dalam
memilih produk yang baik bagi tubuhnya sendiri.
2. Peran Pemerintah
Pemerintah seharusnya ikut andil dalam peluncuran suatu produk
didalam masyarakatnya ,membuat peraturan yang ketat dalam me-legal
kan suatu produk yang di produksi terutama pada produk luar negeri yang
masuk di Indonesia (Makanan dan Minuman Impor) karena harus ada
transparasi mengenai bagaimana bahan baku yang digunakan ,apakah itu
halal atau haram untuk dikonsumsi dan bagaimana cara memproduksi
produk makanan atau minuman tersebut.
3.2 Tadlis
Tadlîs adalah bentuk mashdar dari fi’il muta’adi (kata kerja transitif)
dallasa yang dibentuk dari fi’il lâzim (kata kerja intransitif) dalasa dan bentuk
mashdar-nya ad-dalasu. Ad-Dalasu menurut al-Azhari dalam Tahdzîb al Lughah
artinya as-sawâd (hitam) wa azh-zhulmah (kegelapan). Menurut Ibn Faris dalam
Maqâyis al-Lughah

artinya adalah as-satru dan azh zhulmah (penutup dan
7

kegelapan). Jika dikat akan fulân lâ yudâlisuka artinya ia tidak menipumu dan
tidak menyembunyikan sesuatu kepadamu hingga seolah-olah mendatangimu
dalam kegelapan (Al-Jauhari, ash-Shihah fî al-Lughah), Ini artinya dalam kata
dallasa–yudallisu–tadlîs[an] terkandung makna: tidak menjelaskan sesuatu,
menutupinya dan penipuan. Ibn Manzhur di dalam Lisân al-‘Arab mengatakan
bahwa dallasa di dalam jual-beli dan dalam hal apa saja adalah tidak
menjelaskan aib (cacat)-nya. Menurut Muhammad Rawas Qal’ah Ji, tadlîs
artinya

al-khidâ’

wa

al-ibhâm

wa

at-tamwiyah

(penipuan,

kecurangan,

penyamaran, penutupan) (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, Mu’jam Lughah alFuqahâ’, I/126).
Para fukaha mengartikan tadlîs di dalam jual-beli adalah menutupi aib
barang (Al-Fairuz al-Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth; Muhammad bin Abi al-Fath alBa’li, al-Muthalli’ ‘ala Abwab al-Fiqhi bab khiyâr at-tadlîs; al-Jurjani, at-Ta’rifât; alJawhari, ash-Shihâh fî al-Lughah). Hanya saja, dari deskripsi nas yang ada,
tadlis tidak selalu dalam bentuk ditutupinya atau tidak dijelaskannya aib/cacat
barang. Tadlis juga terjadi ketika barang (baik barang yang dijual atau
kompensasinya baik berupa uang atau barang lain) ternyata tidak sesuai dengan
yang dideskripsikan atau yang ditampakkan, meski tidak ada cacat
Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan
antara kedua belah pihak (sama-sama rida). Mereka harus mempunyai informasi
yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi (ditipu) karena ada
sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang
diketahui pihak lain, ini disebut tadlis, dan tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat)hal,
yaitu:
a) Kuantitas, tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang
b)

mengurangi takaran (timbangan) barang yang dijualnya.
Kualitas, tadlis dalam kualitas contohnya adalah

penjual

yang

menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Dalam tadlis kualitas
terdapat dua bentuk yaitu yang pertama dengan cara menyembunyikan
cacat yang ada pada barang yang bersangkutan, dan yang kedua dengan
8

menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa
naik dari biasanya.
c) Harga, tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan
pembeli akan harga pasar dengan menaikan harga produk di atas harga
pasar.
d) Waktu penyerahan, tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah
petani buah yang menjual buah diluar musimnya padahal petani
mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikannya
itu pada waktunya.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
Adapun dasar hukum tentang larangan penipuan (tadlis) terhadap
bertransaksi adalah sebagai berikut:
a)

Al-Baqarah ayat 42
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang

bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui.”
b) Al-A’raf ayat 85
Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yang saudara
mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran
dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barangbarang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian
itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".
c) An-Nahl ayat 105
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
Itulah orang-orang pendusta.”
d) Hadis nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a
‫سو م ه‬
‫صب ملرةض‬
‫ن ا لضبى ههلري ملرة ل لر ض‬
‫ ا ل ن‬:‫ه‬
‫ه ع لل لي مهض ول ل‬
‫ن لر ه‬
‫م ل‬
‫سل ن ل‬
‫صنلى الل ه‬
‫ه ع لن م ه‬
‫ي الل ه‬
‫منرع لللى ه‬
‫ل اللهض ل‬
‫ض ل‬
‫عل م‬
‫ن‬
‫قا ل‬
‫قا ل‬
‫خ ل‬
‫ما هل ل‬
:‫ل‬
‫م؟" فل ل‬
‫ فل ل‬,‫ه ب لل لرل‬
‫ فلا لد م ل‬,‫ط للعام س‬
‫صا ض‬
‫ح ل‬
‫ " ل‬:‫ل‬
‫صاب ضعه ه‬
‫ فللنال ل م‬,‫ل ي لد له ه فضي ملها‬
‫ذا ليا ل‬
‫ت ال ل‬
‫ب الطععا ض‬

9

‫لقا ل‬,‫ل اللهض‬
‫سو م ل‬
‫ش‬
‫ "ا لفللل ل‬:‫ل‬
‫ماهءليالر ه‬
‫ه ال ن‬
‫س؟ ل‬
‫جعلل مت ل ه‬
‫س ل‬
‫صاب لي م ه‬
‫ن غل ن‬
‫ي ي للراه ه ا الننا ه‬
‫ال ل‬
‫م م‬
‫ه فلومقل الط نلعام ض ك ل م‬
‫مضنى‬
‫س ض‬
‫"فلل لي م ل‬
Diriwayatkan Abu Huraira r.a: Rasulullah saw. pernah lewat
dihadapan orang yang menjual setumpuk makanan. Lalu beliau
memasukkan tangannya kedalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan
beliau mengenai makanan basah di dalamnya. Kemudian beliau bertanya
kepada orang itu, “mengapa ini basah wahai penjual makanan?” Orang itu
menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya
diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia
bukan dari golonganku.”
Tadlis hukumnya haram. Siapa saja yang melakukannya berdosa.
Sebab, tadlis itu merupakan bagian dari penipuan dan Rasulullah saw.
bersabda:
‫س‬
‫س ض‬
‫مننا ل‬
‫ن غل ن‬
‫ل لي م ل‬
‫م م‬
Tidak termasuk golongan kami orang yang menipu (HR Muslim, Abu
Dawud, at-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Bentuk pertama dalilnya adalah hadis penuturan Abu Hurairah
bahwa Nabi saw. telah bersabda:
‫ل‬
‫صشرموا ا مل ضب ض ل‬
‫ن ل‬
‫شالء‬
‫ه بض ل‬
‫حت لل ضب للها ا ض م‬
‫ن يل م‬
‫ن ب لعمد ل ا ل م‬
‫ن ا ضب ملتاع للها ب لعمد ه فلإ من ن ه‬
‫م فل ل‬
‫ل لوال مغلن ل ل‬
‫ل ل ته ل‬
‫م م‬
‫خي مرس الن نظلري م ض‬
‫ل‬
‫ن ل‬
‫صا ر‬
‫شالء لرد ن ل‬
‫عا ض‬
‫سك للها ولا ض م‬
‫م ل‬
‫ن الت ن م‬
‫أ م‬
‫ها ول ل‬
‫م ل‬
‫مرض‬
Janganlah kalian membiarkan unta dan domba tidak diperah
(sebelum dijual). Siapa saja yang membelinya, ia boleh memilih di antara
dua

hal

setelah

ia

memerahnya:

jika

ia

ingin,

ia

boleh

mempertahankannya; jika ia ingin, ia boleh mengembalikannya dan satu
sha’ kurma (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Satu sha’ kurma itu adalah kompensasi atas susu yang sudah
terlanjur diperah. Hewan yang tidak diperah susunya sehingga ambingnya
tampak besar atau supaya diduga menghasilkan banyak susu disebut
muhaffalah.
Dalam hal jual-beli muhaffalah ini, Rasul bersabda:
‫ح ش‬
‫ح ن‬
‫خل لب ل ه‬
‫ل ال م ض‬
‫ة ولل ل ت ل ض‬
‫خل لب ل ة‬
‫ت ض‬
‫فل ل ض‬
‫م ل‬
‫م م‬
‫ة لض ه‬
‫ب لي معه ال م ه‬
‫سل ضم س‬

10

Jual-beli muhaffalah adalah khilâbah (penipuan) dan penipuan itu tidak
halal bagi seorang muslim (HR Ibn Majah)
Hadis ini menjelaskan bahwa praktik seperti muhaffalah itu
merupakan bentuk penipuan, dan itu haram bagi seorang Muslim. Sabda
Nabi saw. lâ yahillu (tidak halal) jelas menunjukkan keharamannya.
Dalam tadlis bentuk ini, tidak ada aib/cacat dalam barang. Dalam tadlis
bentuk ini yang ada adalah dilakukan treatmen/perlakuan terhadap barang
yang bisa mengaburkan/mengelabui pembeli sehingga menduga atau
menganggap barang tersebut memiliki kualitas, fungsi, spesifikasi atau
lainnya, lebih dari yang sebenarnya. Tujuannya tentu saja agar harga
barang itu lebih tinggi. Contoh lain tadlis bentuk ini untuk saat sekarang:
merekondisi barang sehingga tampak seolah-olah baru atau belum lama
dipakai, mematikan speedometer dan baru dihidupkan lagi saat mau
dijual, mengecat ulang bodi mobil, mengganti casing HP dengan casing
baru, dsb. Semua itu akan bisa membuat pembeli mengganggap kondisi
barang lebih dari yang sebenarnya.
Tadlis bentuk kedua, yaitu menutupi aib/cacat barang. Dalilnya adalah:
‫ح ش‬
‫ه‬
‫م أل ه‬
‫ن أل ض‬
‫سل ضم ض ل ل ي ل ض‬
‫سل ضم س لباع ل ض‬
‫م م‬
‫م م‬
‫م م‬
‫ه لل ه‬
‫خي مهض ب لي مرعا إ ضل ن ب لي نن ل ه‬
‫ل لض ه‬
‫خو ال م ه‬
‫سل ض ه‬
‫ا لل م ه‬
‫م م‬
Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Tidak halal seorang
Muslim menjual sesuatu kepada saudaranya kecuali ia menjelaskan
jualannya itu kepada saudaranya itu (HR Ibn Majah, Ahmad, al-Baihaqi
dan al-Hakim).
b. Dalil

Aqliyah

(argumentasi

pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
Perlakuan Hukum
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan
konvensional. Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya
yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat
telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat
diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
11

Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini
adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4
tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan
adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar (Pasal 45 ayat (2) UU
ITE). Lebih jauh, simak artikel Pasal Untuk Menjerat Pelaku Penipuan
Dalam Jual Beli Online. Untuk pembuktiannya, APH bisa menggunakan
bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti
sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional
lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Bunyi Pasal 5 UU ITE:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari

12

alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.

c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Jaman sekarang ini banyak orang yang berbisnis, berdagang via online
(Facebook, Twitter). Kalau seandainya ada kasus penipuan, langkah pertama
melaporkannya kepada Aparat Penegak Hukum (APH) disertai bukti awal
berupa data atau informasi elektronik dan hasil cetaknya. Jika kasus tersebut
ditindaklanjuti oleh APH dalam sebuah proses penyelidikan, maka APH akan
menelusuri sumber dokumen elektronik tersebut. Dalam praktiknya, biasanya
pertama-tama APH akan melacak keberadaan pelaku dengan menelusuri
alamat Internet Protocol (IP Address) pelaku berdasarkan log IP Address
yang tersimpan dalam server pengelola web homepage yang dijadikan
sarana pelaku dalam melakukan penipuan.
Apabila identitas penjual yang diduga melakukan penipuan telah
diketahui, langkah APH selanjutnya adalah membuktikan secara teknis
perbuatan tersebut. APH akan menyita semua Dokumen dan Informasi
Elektronik yang diduga terkait perbuatan tersebut guna kepentingan
penyidikan sampai dengan persidangan.
d. Solusi Pemecahan Masalah
Untuk menghindari tadlis itu maka kita harus berlaku transparan
menjelaskan kondisi barang apa adanya. Jika ada cacat atau kekurangan
maka itu harus dijelaskan. Jika telah dilakukan perubahan terhadap barang
atau dilakukan treatment seperti dalam kasus muhaffalah, maka itu pun harus
dijelaskan. Dengan itu maka semua tadlis itu bisa dihindari dan harta yang
diperoleh pun statusnya halal dan akan diberkahi.
Tadlis dalam jual-beli ini bisa terjadi baik oleh penjual maupun pembeli.
Penjual dalam hal barang yang dia jual, sedangkan pembeli dalam hal harga
yang ia bayarkan baik berupa uang atau barang.
13

Jika terjadi tadlis maka orang yang tertipu (al-mudallas) memiliki
khiyar. Ia boleh tetap melanjutkannya dan mempertahankan barang itu, yang
artinya ia ridha dengan barang itu. Ia juga boleh mem-fasakh (membatalkan)
akad jual-beli itu, yakni ia kembalikan barang tersebut dan meminta kembali
secara penuh harga yang telah ia bayarkan. Tidak ada opsi ketiga selain dua
opsi itu. Hal itu sesuai dengan hadis Abu Hurairah di atas, yakni bahwa Nabi
saw. hanya memberikan dua opsi (jika ia mau ia boleh mempertahankannya,
jika ia mau ia boleh mengembalikannya).
Jadi,

orang

yang

ditipu

itu

(al-mudallas)

tidak

boleh

tetap

mempertahankan barang yang ada cacatnya itu dan meminta/mengambil
selisih antara harga barang cacat itu dengan harga barang yang tidak ada
cacat. Semua itu jika barang masih bisa dikembalikan.
Kadang, barang cacat itu tidak mungkin dikembalikan, misalnya mobil
sudah bertabrakan atau bahan baku sudah terlanjur diproses. Padahal
pembeli tidak rela dengannya karena cacat atau kurang, tetapi harganya
sudah dibayar. Jika tidak rela, secara syar’i pembeli itu memiliki khiyar untuk
mengembalikan barang, tetapi hal itu tidak mungkin karena kondisi yang
terjadi. Untuk menghilangkan dharar dari pembeli itu maka ia bisa merujuk
kepada penjual agar membayar nilai cacat tersebut
Hak khiyar itu ditetapkan ada bagi pihak yang tertipu (al-mudallas),
semata karena adanya tadlis atau cacat, baik penjual mengetahui adanya
cacat itu ataupun tidak pada saat transaksi. Jika ia tahu dan tidak
menjelaskan maka ia berdosa. Jika ia tidak tahu maka ia tidak berdosa.
Dalam dua kondisi itu, hak khiyar tetap ada bagi pihak yang tertipu (almudallas).
Aib yang menjadikan adanya hak khiyar itu adalah cacat yang dalam
tradisi para pedagang akan mengurangi nilai barang. Bisa juga dalam bentuk
kurangnya zat/fisik barang itu yang pada galibnya pada barang yang serupa
kekurangan itu secara signifikan akan mengurangi nilai, harga, fungsi atau
kegunaannya.
14

Khiyar itu ada jika orang yang tertipu (al-mudallas) tidak mengetahui
cacat tersebut pada saat akad jual-beli dan baru ia ketahui setelah barang
ada di tangannya. Jika ia sudah tahu sebelumnya dan tetap rela
melangsungkan transaksi, maka itu artinya ia sepakat harga yang ia bayar
adalah harga untuk barang yang ada cacatnya itu.
3.3 Ikhtikar
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat,
kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang dipasaran dan
mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena
dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya
yang tinggi. Dengan kata lain penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar
di bawah penderitaan orang lain.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
Islam mengharamkan seseorang menimbun harta. Islam mengancam
mereka yang menimbunnya dengan siksa yang sangat pedih kelak di hari
kiamat. Ancaman tersebut tertera dalam nash Alquran surat at-Taubah ayat
34-35 sebagai berikut : Artinya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannnya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. AtTaubah: 34-35).
Larangan menimbun harta juga terdapat dalam Hadis nabi sebagai beriku:
‫سو م ه‬
‫ لقا ل‬:‫ل‬
‫ه لقا ل‬
‫ن‬
‫م‬
"
‫داللهض لر ض‬
‫ن ع لب م ض‬
‫ه ع عل لي مهض ول ل‬
‫ل لر ه‬
‫سل ن ل‬
‫صنلى الل ه‬
‫ه ع لن م ه‬
‫ي الل ه‬
‫مع م ل‬
‫ن ل‬
‫ل اللهض ل‬
‫ ل م‬:‫م‬
‫ض ل‬
‫عل م‬
‫مرضب م ض‬
‫ئ‬
‫حت لك للر فلههول ل‬
‫"ا م‬
‫خاط ض ض‬
Diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah r.a., dari Rasulullah saw.: beliau
bersabda, “Barang siapa menimbun (barang pokok), dia bersalah (berdosa)”.
Larangan ihtikar ini terdapat dalam Sabda Nabi Saw,
15

‫ل يحتكر إل‬: ‫ سمعت رسول الله صلعم يقول‬: ‫عن معمر ابن عبد الله الن فضلة قال‬
‫خاطئ‬
(‫)رواه الترمذى‬
Artinya ; Dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar
Rasulullah Saw bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang
bersalah (berdosa)”. (H.R.Tarmizi)
Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pengertian Khathi’ adalah orang yang
salah, durhaka dan orang yang musyrik. Khathi’ adalah orang yang
melakukan kesalahan dengan sengaja yang berbeda dengan orang yang
melakukan kesalahan tanpa sengaja. Pengertian Khathi’ itu dijelaskannya
ketika menafsirkan surah Al-qashash (28) ayat 8.
‫فا لتقطه أل فرعون ليكون لهم عدوا و حزنا ان فرعون و هامن وجنودهما كانوا‬
‫خاطئين‬
Artinya, Dan pungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi
musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firaun dan Haman
beserta tentaranya adalah orang-orang yang salah.
b. Dalil

Aqliyah

(argumentasi

pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
Negara telah memiliki beberapa instrumen hukum untuk mengejar
pelaku usaha yang melakukan penyimpanan dan penimbunan tersebut.
Instrumen hukum tersebut ialah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan (UU Pangan) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan (UU Perdagangan).
Di dalam ketentuan Pasal 53 UU Pangan diatur bahwa Pelaku
Usaha Pangan dilarang menimbun atau menyimpan Pangan Pokok
melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh Pemerintah. Demikian
juga dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan diatur bahwa
Pelaku Usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau
16

barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi
kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas
perdagangan barang. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari
adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam
memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Dalam tingkat international, menimbun

barang

merupakan

penyebab terbesar dari krisis ekonomi yang di alami oleh manusia
sekarang dimana beberapa Negara kaya dan maju secara ekonomi
memonopoli produksi dan perdagangan beberapa kebutuhan makanan
dan industry dunia dan lain sebagainya. Bahkan Negara-negara tersebut
memonopoli pembelian bahan-bahan baku dari Negara terbelakang
ekonominya dan memonopoli penjualan barang-barang industry yang
dibutuhkan oleh Negara-negara yang terbelakang ekonominya. Hal
tersebut membuat bahaya besar pada keadilan distribusi kekayaan dan
pendapatan dalam tingkat dunia.
d. Solusi Pemecahan Masalah
1. Pemerintah
Pemerintah dalam suatu Negara sebaiknya dapat mengatur dan
mengelola dengan baik sumber daya alam yang ada ,mereka seharusnya
dapat mengatur dengan baik dan memiliki proyeksi kedepannya pada
Negaranya dimana mereka dapat mengembangkan sumber daya yang
ada dan memajukan Negara nya ke yang lebih baik lagi . Mencari
keuntungan sepihak bukan lah pemikiran yang baik karena sebagai
pemerintah suatu negara selain mengembangkan dan memajukan Negara
,mereka seharusnya dapat membuat rakyat nya sejahtera sehingga dapat
menciptakan SDM yang baik dan penerus bangsa yang berkualitas.
3.4 Ba’i Najasy
Rekayasa

permintaan

yaitu

produsen

atau

pembeli

menciptakan

permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk tersebut akan naik.
17

a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
Dasar hukum terhadap larangan bai’an najsy terdapat dalam Hadis Nabi:
‫سو م ه‬
‫ش‬
‫ج‬
‫ملر لر ض‬
‫ ا ل ن‬:‫ما‬
‫ه ع عل لي مهض ول ل‬
‫ن لر ه‬
‫سل ن ل‬
‫صنلى الل ه‬
‫ه ع لن مهه ل‬
‫ي الل ه‬
‫ن عه ل‬
‫ل اللهض ل‬
‫ض ل‬
‫ن الن ن م ض‬
‫م ن للهى ع ل ض‬
‫ن ا بم ض‬
‫عل ض‬
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a.: Rasulullah saw melarang najsy (penipuan
yaitu menawar tinggi dengan maksud membeli, tetapi untuk menaikkan
penawaran orang lain).
Ibnu Abi Aufa rahimahullah mengatakan, “Nâjisy (pelaku najasy) adalah
pemakan harta riba dan pengkhianat.” (HR Bukhari)
Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarhus Sunnah [VTII/120-121], “Najasy
adalah seorang laki-laki melihat ada barang yang hendak dijual. Lalu ia
datang menawar barang tersebut dengan tawaran yang tinggi sementara ia
sendiri tidak berniat membelinya, namun semata-mata bertujuan mendorong
para pembeli untuk membelinya dengan harga yang lebih tinggi.
b. Dalil Aqliyah (argumentasi pengharaman menurut pertimbangan rasional
dan hukum positif)
Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU
No. 8 / 1999.
Hak pelaku usaha adalah:
1)

hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2)

hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;

3)

hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;

4)

hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;

18

5)

hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah:
1)

beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2)

memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;

3)

memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

4)

menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5)

memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6)

memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;

7)

memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Di Indonesia kegiatan jual beli ini biasanya rentan terjadi pada kasus
pelelangan atau para penjaga stan dalam pameran mobil, barang antik, barang
19

temuan, laptop keluaran baru limited edition dan lain-lainnya, sadar atau tidak
jika perbuatan ini dilakukan maka telah memakan harta haram. mereka ini
adalah para penipu hamba Allah dan pembawa bahaya.
Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu,
melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang
bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali
barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar.

d. Solusi Pemecahan Masalah
Orang yang tidak ingin membeli barang menampakkan kekagumannya
pada barang tersebut dengan menyebutkan pengalaman dia dengan barang
tersebut dan memujinya agar pembeli tertipu (terpancing) untuk membelinya
sehingga akhirnya ia pun menyerahkan harga (uang) untuk membeli barang
tersebut.
Demikian pula jika pemilik barang atau wakilnya ataupun yang lainnya
mengaku-ngaku dengan pengakuan bathil dan dusta bahwa barang tersebut
sudah ada yang berani membayarnya dengan harga tertentu agar si pembeli
tertipu sehingga ia membelinya.
Dan nampak bahwa pengakuan-pengakuan dusta yang diobral untuk barang
tertentu agar laris di pasar dengan cara menyebutkan sifat-sifat atau kelebihankelebihan dari barang tersebut tidaklah membuat jual beli seperti ini sah, karena
semuanya dilakukan untuk memperdaya pembeli agar ia membeli barang
tersebut, kemudian setelah barang itu dibeli, dia mendapatkan sifat-sifat tertentu
yang membuatnya merasa tertipu dengan barang tersebut. Dilihat dari sisi inilah
jual beli seperti ini dilarang.
Maka dari itu seorang konsumen harus mempunyai wawasan yang luas
mengenai produk yang diminati nya sehingga tidak terpancing dan tertipu oleh

20

akal bulus dari oknum-oknum yang membuat atau memperdaya produk yang
dijual oleh produsen tersebut kelihatan menarik dan bagus.

3.5 Risywah
Perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suap dilarang karena suap dapat
merusak sistem yang

ada di dalam masyarakat, sehingga

menimbulkan

ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti
akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
Allah telah melarang pebuatan risywah atau suap-menyuap sebagaimana
dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188 ”Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.
b. Dalil

Aqliyah

(argumentasi

pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap
dijelaskan bahwa tindak pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar
seseorang berlawanan dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum.
2. Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima
melawan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
Dalam UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Pasal 5
disebutkan bahwa tindak pidana dalam undang-undang ini (suap) merupakan
kejahatan.
c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Banyak sekali problematika mengenai suap menyuap ini di Indonesia
yang banyak dilakukan oleh para pejabat-pejabat tinggi negara. Sekalipun di
21

Indonesia terdapat semacam organisasi yang bertujuan untuk memberantas
kasus suap menyuap ini yaitu Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), namun
masih kerap saja kasus suap ini terjadi. Bahkan Indonesia menjadi salah satu
negara terkorupt di dunia. Hal tersebut bisa membuat kesejahteraan
masyarakat tidak bisa tercapai, semakin menyengsarakan masyarakat.
Bahkan KPK dalam tugas utamanya memberantas korupsi malah banyak
anggota – anggota internalnya yang terjerat dalam kasus suap ini, hal
tersebutlah yang membuat keadilan sulit untuk ditegakan, serta membuat
kasus suap-menyuap ini sulit untuk diberantas karena pemberantas nya saja
terjerat dalam kasus ini yakni suap – menyuap.
d. Solusi Pemecahan Masalah
Menurut kelompok kami, masalah ini hanya dapat dipecahkan oleh
pemerintah yang sehat, maksudnya tidak ada satu aliansi dan anggotaanggotanya yang menyalahi aturan. Disamping itu pemerintah hanya akan
sehat apabila anggota internalnya memiliki mental yang kuat dalam
menghadapi berbagai macam godaan atau cobaan. Dan yang paling penting,
menurut kelompok kami seharusnya pelaku suap ini dihukum seberat –
beratnya kalau perlu dihukum mati, karena pelaku suap ini bagaikan candu
permasalahan suatu negara khusunya Indonesia, dengan begitu pelaku suap
menyuap ini akan berpikir lebih untuk melakukan perbuatan yang hina ini.

3.6 Maisir
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau
lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian
mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, tebak sekor
bola, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya
dikumpulkan dari kontribusi para pesertannya. Sebaliknya, bila dalam permainan itu
kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh pemenang.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)

22

Allah telah melarang judi (maysir) sebagaimana firma-Nya dalam surat AlMa’idah ayat 90
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.
b. Dalil Aqliyah (argumentasi pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
Memang ironisnya sekalipun secara eksplisit hukum menegaskan bahwa
segala bentuk “judi” telah dilarang dengan tegas dalam undang-undang,
namun segala bentuk praktik perjudian menjadi diperbolehkan jika ada “izin”
dari

pemerintah.Perlu

diketahui

masyarakat

bahwa

Permainan

Judi

( hazardspel ) mengandung unsur ;
a) adanya pengharapan untuk menang,
b) bersifat untung-untungan saja,
c) ada insentif berupa hadiah bagi yang menang, dan
d) pengharapan untuk menang semakin bertambah jika ada unsur kepintaran,
kecerdasan dan ketangkasan.
Dan secara hukum orang dapat dihukum dalam perjudian, ialah : 1) Orang
atau Badan Hukum (Perusahaan) yang mengadakan atau memberi
kesempatan main judi sebagai mata pencahariannya, dan juga bagi mereka
yang turut campur dalam perjudian (sebagai bagian penyelenggara judi) atau
juga sebagai pemain judi. Dan mengenai tempat tidak perlu ditempat umum,
walaupun tersembunyi, tertutup tetap dapat dihukum ; 2) Orang atau Badan
Hukum (Perusahaan) sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk
main judi kepada umum, disini tidak perlu atau tidak disyaratkan sebagai
mata pencaharian, asal ditempat umum yang dapat dikunjungi orang
banyak/umum dapat dihukum, kecuali ada izin dari pemerintah judi tersebut
tidak dapat dihukum ; 3) Orang yang mata pencahariannya dari judi dapat
dihukum ; 4) orang yang hanya ikut pada permainan judi yang bukan sebagai
mata pencaharian juga tetap dapat dihukum. (vide, pasal 303 bis KUHP).
Kalau mengacu pada Peraturan Pemerintah, tepatnya dalam pasal 1
PPRI No.9 tahun 1981 yang isi pokoknya melarang memberikan izin terhadap
23

segala bentuk perjudian, baik dalam bentuk judi yang diselenggarakan di
“kasino”. di “keramaian” maupun dikaitkan dengan alasan lain, yang jika
dikaitkan lagi dengan isi pasal 2 dari PPRI No.9 tahun 1981 yang intinya
menghapuskan semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan PPRI No.9 tahun 1981 ini, khususnya yang memberikan izin terhadap
segala bentuk perjudian, maka ini dapat berarti pasal 303 ayat (1) dan/atau
pasal 303 bis KUHP tidak berlaku lagi.
c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Di Indonesia perjudian dilakukan oleh banyak kalangan baik itu
kalangan atas, menengah sampai bawah, banyak sekali bentuk perjudian
yang ada di indonesia. Dengan perjudian ini kriminalitas bisa saja meningkat
karena berjudi memberikan efek ketagihan yang mana bila dihitung satu kali
kemenangan tidak sebanding dengan kekalahan-kekalahan yang didapat.
Ketika penjudi tidak mempunyai modal untuk dipertaruhkan tidak menutup
kemungkinan penjudi tersebut melakukan pencurian, perampokan dan lain
sebagainya yang merugikan orang lain. Sudah diatur dalam peraturan
perundang undangan bahwa perjudian itu di larang akan tetapi judi ini sangat
sulit untuk diberantas mengingat perjudian ini bisa terjadi dimana saja kapan
saja dan oleh siapa saja.

d. Solusi Pemecahan Masalah
Perjudian ini sepertinya sulit untuk diberantas, mengingat dengan sedikit
uang pun judi bisa diikuti, ditambah banyak aparat penegak hukum yang
menjadi bagian dalam judi ini atau ikut dalam permainan judi ini sehingga
para pelaku merasa tidak takut. Oleh karena itu langkah awal dalam
memberantas judi ini yaitu dengan cara mendidik aparat penegak hukum
dengan menanamkan nilai nilai keagamaan menurut syariat islam, karena
islam sempurna.
3.7 Gharar

24

Garar artinya keraguan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan
pihak lain. Suatu akad mengandung unsur Garar, karena tidak ada kepastian, baik
mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecilnya jumlah maupun
menyerahkan akad tersebut. Garar disebut juga tagrir adalah situasi di mana terjadi
incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang
bertransaksi. Dalam tadlis yang terjadi adalah pihak yang satu tidak mengetahui apa
yang diketahui pihak yang lain. Sedang dalam gharar atau tagrir, baik pihak yang
satu

dengan

yang

lainnya

sama-sama

tidak

mengetahui

sesuatu

yang

ditransaksikan.
a. Dalil Naqliyah (argumentasi pengharaman al quran dan hadits)
Larangan jual beli Garar dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a.
‫سو م ه‬
‫ه لقا ل‬
‫ن ب لي مضع‬
‫ن ا لضبى ههلر ي ملرة ل لر ض‬
‫ه ع عل لي مهض ول ل‬
‫ ن للهى لر ه‬:‫ل‬
‫سل ن ل‬
‫صنلى الل ه‬
‫ه ع لن م ه‬
‫ي الل ه‬
‫ل اللهض ل‬
‫م عل م‬
‫ض ل‬
‫عل م‬
‫ال م ل‬
‫ح ل‬
‫صا ةض ولع ل م‬
‫ن ب لي مضع ال مغللر رض‬
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah saw. melarang jual beli
dengan cara melempar krikil kepada barang yang dibelinya dan melarang
menjual barang yang tidak jelas rupa dan sifatnya (bai’ al-gharar).
b. Dalil

Aqliyah

(argumentasi

pengharaman

menurut

pertimbangan

rasional dan hukum positif)
Berdasarkan

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK

INDONESIA TENTANG PERBANKAN SYARIAH Pasal 2 berbunyi Gharar
adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan
kecuali diatur lain dalam Syariah.
c. Problematika dan Tantangan dalam Implementasi
Di jaman yang serba ,modern ini dan teknologi yang semakin berkembang
membuat hampir semua orang melakukan segala hal dengan praktis
khusunya dalam hal berbelanja secara online. Belanja online ini sedang
marak berkat teknologi yang sangat berkembang di masyarakat, hal tersebut
juga yang membuat perkara gharar banyak terjadi pasalnya banyak transaksi
jual beli online ini yang memberikan ketidakpastian bagi pembelinya seperti
membeli kucing dalam karung. Tidak jarang banyak konsumen yang tertipu
25

atau mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan yang dipromosikan.
Apaboleh buat, konsumen menginginkan kepraktisan disisi lain banyak
penjual yang tidak mendahulukan syariat islam dalam bertransaksi dan
menginginkan banyak keuntungan tidak peduli halal atau haram.
d. Solusi Pemecahan Masalah
Masyarakat seharusnya tidak
keinginannya

apalagi

dengan

terlalu
cara

konsumtif

yang

praktis

dalam

memenuhi

(online)

tanpa

mempertimbangkan keadaan asli produk yang diperjual belikannya sehingga
tidak merasa dirugikan kemudian. Di sisi lain, pemerintah seharusnya bisa
mengatur laju teknologi yang semakin canggih ini khususnya dal