Pelatihan Kader SIK ART untuk Tenaga Kes
KOMPETISI GAGASAN TERTULIS UGM
PELATIHAN KADER SIK-ART UNTUK TENAGA KESEHATAN
DI DAERAH PEDESAAN
SUB TEMA:PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT
DITULIS OLEH:
MUHAMMAD REZA PAHLEVI
PUNTA ADI BAWANA
MUHAMMAD FAHMI ALFIAN
SHOFI AN NISA
DIDING PAUJI
11/315983/KG/08896
11/316198/KG/08967
11/316105/KG/08937
11/320088/KG/08990
12/328864/KG/09155
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
i
HALAMAN PENGESAHAN K- GT 2012
1. Judul K-GT
: Pelatihan Kader SIK ART untuk Tenaga Kesehatan
di Daerah Pedesaan
2. Sub-tema K-GT
: Peningkatan Kesehatan Masyarakat
3. Ketua Kelompok K-GT
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Fakultas/Jurusan
d. Alamat Rumah dan No. Tel./HP
e. Alamat email
: Muhammad Reza Pahlevi
: 11/315983/KG/08896
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: Jl. Monjali no. 76
: [email protected]
4. Anggota Kelompok K-GT
a. Anggota 1
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
b. Anggota 2
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
c. Anggota 3
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
d. Anggota 4
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
: 4 orang
: Punta Adi Bawana
:11/316198/KG/08967
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: 085664658663
: Muhammad Fahmi Alfian
:11/316105/KG/08937
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: 085729423255
: Shofi An Nisa
:11/320088/KG/08990
: Fakultas Kedokteran Gigi/Ilmu Keperawatan Gigi
: 085727141374
: Diding Pauji
:12/328864/KG/09155
: Fakultas Kedokteran Gigi/Ilmu Keperawatan Gigi
: 087719718817
Yogyakarta, 14 November 2012
Mengetahui,
Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan
(drg.Diatri Nari Ratih, M. Kes, Ph. D, Sp. KG)
NIP.19631024 199203 2 001
Ketua Pelaksana Kegiatan
(Muhammad Reza Pahlevi)
NIM. 11/315983/KG/08896
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya,
Gagasan Tertulis ini dapat terselesaikan. Gagasan Tertulis ini dibuat berdasarkan
data dan informasi serta pengetahuan yang diperoleh melalui berbagai tulisan,
buku, dan jurnal ilmiah serta didasarkan pada permasalahan yang ada di tengahtengah masyarakat. Gagasan Tertulis ini memuat sebuah pemikiran mengenai
permasalahan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia terutama di daerah
pedesaan dan menawarkan sebuah solusi yang sederhana namun sangat aplikatif.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan Gagasan Tertulis ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan jerih payah saudara-saudara
sekalian. Sebagai manusia biasa tentunya kami memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kami senantiasa menerima masukan, kritik, maupun saran
untuk perbaikan Gagasan Tertulis ini di masa-masa yang akan dating.
Akhirnya, semoga dengan adanya Gagasan Tertulis ini dapat benar-benar
berguna untuk menjadi sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada di masyarakat khususnya permasalahan kesehatan gigi dan mulut. Dan apa
yang dicita-citakan dapat menjadi sebuah kenyataan.
Yogyakarta, November 2012
Hormat kami
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
RINGKASAN ................................................................................................................. v
BAB I: PENDAHULUAN ..............................................................................................1
Latar Belakang ............................................................................................................1
Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II: GAGASAN .......................................................................................................2
KESIMPULAN ...............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PESERTA .......................................................................9
iv
RINGKASAN
Masalah gigi berlubang atau karies gigi saat ini masih menjadi penyakit
yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, sebanyak 75% masyarakat Indonesia
memiliki nilai DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi.
Komponen DMF-T yang terbesar adalah gigi yang dicabut/M-T sebesar 3,86.
Artinya rata-rata penduduk Indonesia mempunyai 4 gigi yang sudah dicabut
akibat adanya karies gigi. Sementara komponen gigi yang ditumpat/ditambal
hanya 0.08 gigi per orang. Data ini mengindikasikan kurangnya kesadaran untuk
menumpat gigi dan besarnya kecenderungan mencabut gigi yang karies. Angka
ini lebih rendah lagi di daerah pedesaan. Sehingga, hal ini melatarbelakangi
pengusulan sebuah gagasan yakni perlunya pelaksanaan sebuah pelatihan kader
SIK-ART untuk tenaga kesehatan di daerah pedesaan
Tujuan yang diharapkan dari penulisan gagasan ini adalah untuk
memperkenalkan teknik SIK-ART di kalangan tenaga kesehatan agar
penggunaannya bisa lebih meningkat dalam praktik klinis kesehatan gigi secara
umum.
Metode penulisan yang digunakan adalah dengan telaah pustaka serta
menganalisis kemungkinan implementasi gagasan dalam kehidupan nyata.
Pelatihan SIK-ART di Indonesia dapat diterapkan khususnya untuk tenaga
kesehatan yang ada di pedesaan. Pelatihan dilakukan dengan metode pemberian
teori SIK-ART lalu dilanjutkan dengan simulasi praktik klinis SIK-ART.
Penyelenggaraannya melibatkan kerjasama antara mahasiswa FKG UGM yang
tergabung dalam kepanitiaan yang dibentuk oleh BEM FKG UGM, tenaga
kesehatan di Puskesmas, dokter gigi di RSGM Prof. Soedomo FKG UGM dan
pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
Dengan adanya pelatihan kader SIK-ART, diharapkan tenaga kesehatan di
pedesaan akan menerima dengan baik teknik SIK-ART sehingga penggunaannya
dalam penanganan karies gigi akan semakin meningkat. Tenaga kesehatan di
pedesaan ini pada nantinya akan menjadi kader yang siap untuk terjun ke
masyarakat dalam membantu menangani karies gigi masyarakat setempat.
v
1
PELATIHAN KADER SIK-ART UNTUK TENAGA KESEHATAN
DI DAERAH PEDESAAN
Oleh
Muhammad Reza Pahlevi, Punta Adi Bawana, Muhammad Fahmi Alfian,
Shofi An Nisa, Diding Pauji
FKG UGM
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah gigi berlubang atau karies gigi saat ini masih menjadi penyakit
yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi nasional karies aktif sebesar
43,4%. Data lain yang ditemukan adalah sebanyak 75% masyarakat Indonesia
memiliki nilai DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi. Selain itu,
ditemukan bahwa angka karies gigi di daerah pedesaan lebih banyak
dibandingkan di daerah perkotaan. Padahal kecenderungan masyarakat pedesaan
untuk melakukan perawatan atau pengobatan gigi terbilang sangat rendah bila
dibandingkan dengan masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor mulai dari kesadaran masyarakat pedesaan yang rendah dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan gigi, hingga persebaran
sarana pelayanan kesehatan maupun kesehatan gigi yang kurang merata, sehingga
masyarakat pedesaan kurang mendapatkan pelayanan yang maksimal.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) menjadi tumpuan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat di pedesaan mengingat persebaran Rumah Sakit yang
masih sangat minim. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2011, jumlah
puskesmas di Indonesia sebanyak 9133 dengan jumlah penduduk Indonesia ± 241
juta jiwa (BKKBN Pusat). Namun, masalah lain yang kemudian muncul adalah
tenaga kesehatan gigi yang profesional di daerah pedesaan masih sangat minim
jumlahnya. Berdasarkan sebuah artikel berita JPNN, sebanyak 14.457 dokter gigi
dari 20.655 masih berada di pulau Jawa. Sementara di wilayah Indonesia Timur,
jumlah dokter gigi masih kurang dari 5% dari total dokter gigi yang ada. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya masyarakat pedesaan dalam menangani
permasalahan kesehatan dan kesehatan gigi terutama karies dengan keadaan yang
sangat terbatas seperti ini.
Sehingga untuk mengatasi masalah karies gigi di daerah pedesaan dengan
tenaga kesehatan gigi dan peralatan yang masih kurang tersebut, perlu adanya
suatu teknik yang dapat dilakukan tak hanya oleh tenaga kesehatan gigi tetapi juga
tenaga kesehatan umum meskipun tanpa disertai perlengkapan kedokteran gigi
yang relatif mahal. Maka telah dikembangkan suatu teknik baru yaitu teknik ART
(Atraumatic Restorative Treatment).
Atraumatic Restorative Treatment (ART) merupakan suatu tindakan yang
terdiri atas teknik-teknik dasar dari pembersihan karies dengan hanya
menggunakan instrumen tangan dan dikombinasikan dengan material restoratif
modern yang bersifat adhesif yaitu Semen Ionomer Kaca (SIK) yang mengandung
fluoride dan dapat meminimalisir timbulnya karies sehingga sering disebut
dengan teknik SIK-ART (Frencken et al, 1996). Peralatan untuk ART sangat
2
sederhana, tidak memerlukan instalasi air dan instalasi listrik khusus, baik dental
chair dan dental unit serta tidak memerlukan bur sehingga dapat digunakan di
daerah tanpa listrik sekalipun.
Keunggulan dari metode SIK-ART diantaranya kemampuan adhesif pada
enamel dan dentin, kekuatan kompresi yang tinggi, tidak iritatif, mencegah bakteri
kariogenik muncul, mampu melepas bahan fluor untuk mencegah karies,
biokampatibel terhadap jaringan gigi, daya larut rendah, koefisien ekspansi
termal sama dengan struktur gigi, mempunyai estetik yang baik serta biaya yang
murah.
Teknik SIK-ART inilah yang seharusnya dikembangkan oleh pemerintah
Indonesia. Karena pengerjaannya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan umum,
dirasa perlu untuk mengadakan kegiatan pelatihan kader SIK-ART untuk tenaga
kesehatan yang ada di daerah pedesaan.
Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari adanya pelatihan kader SIK-ART di
daerah pedesaan ini antara lain:
a. Memperkenalkan teknik SIK-ART kepada tenaga kesehatan di
pedesaan
b.Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan di pedesaan dalam
menggunakan teknik SIK-ART sehingga meminimalkan kesalahan
operator pada saat praktik klinisnya. Ini mengingat bahwa kesalahan
operator merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan
kegagalan teknik SIK-ART (Mickenautsch dan Grossman, 2006)
c. Meningkatkan penggunaan teknik SIK-ART dalam penatalaksanaan
karies gigi terutama di daerah pedesaan, mengingat bahwa teknik ini
memang dikhususkan untuk daerah pedesaan di mana fasilitas
kesehatan masih sangat terbatas
d.Membentuk kader SIK-ART yang siap menangani karies gigi di
daerah pedesaan
BAB II: GAGASAN
Sampai saat ini, karies gigi masih menjadi penyakit gigi dan mulut yang
paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 menunjukkan bahwa 75% masyarakat Indonesia memiliki riwayat
karies gigi dengan DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi
(Depkes, 2011). Hal ini berarti bahwa setiap warga Indonesia memiliki 5 buah
gigi yang mengalami karies, tanggal karena karies, atau ditumpat/ditambal.
Komponen DMF-T yang terbesar adalah gigi yang dicabut/M-T sebesar
3,86. Artinya rata-rata penduduk Indonesia mempunyai 4 gigi yang sudah dicabut
akibat adanya karies gigi. Sementara komponen gigi yang ditumpat/ditambal
hanya 0.08 gigi per orang. Data ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia
lebih memilih untuk mencabut gigi yang karies dibandingkan menumpat gigi yang
karies tersebut.
Data selanjutnya yang dapat menggambarkan perilaku kesehatan
masyarakat terhadap karies gigi adalah melalui Performed Treatment Index (PTI)
3
dan Missing Teeth Index (MTI). Performed Treatment Index (PTI) merupakan
angka persentase dari jumlah gigi tetap yang ditumpat terhadap angka DMF-T.
PTI menggambarkan motivasi dari seseorang untuk menumpatkan giginya yang
berlubang dalam upaya mempertahankan gigi tetap. Sedangkan Missing Teeth
Index (MTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang telah
tanggal dan dicabut akibat karies terhadap angka DMF-T. Berdasarkan Riskesdas
tahun 2007, indeks PTI Indonesia adalah 1,6 % sedangkan indeks MTI mencapai
79,6 %. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih
tindakan pencabutan pada gigi yang karies dibandingkan dengan penumpatan gigi
tersebut. Indeks PTI di perkotaan dua kali lipat dari pedesaan sehingga
masyarakat pedesaan memiliki motivasi menumpat gigi yang lebih rendah lagi.
Padahal, menurut Kantoch, penanganan terbaik yang seharusnya dilakukan
pada penatalaksanaan karies gigi adalah mempertahankan gigi tersebut. Gerrittsen
et al. (2010) menemukan adanya hubungan antara gigi yang hilang, termasuk
akibat karies, dengan penurunan kualitas hidup. Sehingga hal yang terbaik untuk
dilakukan adalah mempertahankan gigi yang telah karies. Salah satu cara untuk
mempertahankan gigi yang karies adalah dengan melakukan tindakan restorasi
atau penumpatan
Menurut Kidd et al. (2003), restorasi terhadap gigi yang karies memiliki
tujuan-tujuan antara lain:
1. Mengembalikan integritas permukaan gigi
2. Mengembalikan fungsi gigi
3. Mengembalikan penampilan gigi
4. Menghilangkan jaringan yang rusak
Pada saat ini, ada banyak material yang digunakan untuk merestorasi gigi
misalnya amalgam dan berbagai jenis logam lain. Seiring perkembangan zaman,
muncul era baru pemilihan material tumpatan yaitu era material berbasis estetika
seperti resin komposit dan Semen Ionomer Kaca (SIK). Material yang disebutkan
terakhir adalah material yang memiliki teknik khusus yang disebut SIKAtraumatic Restorative Treatment (ART).
Teknik SIK-ART adalah teknik yang diperkenalkan oleh WHO untuk
daerah yang kurang memiliki akses dengan pelayanan kesehatan gigi (Navarro et
al, 2009). Teknik SIK-ART meliputi penghilangan jaringan yang telah rusak
akibat karies gigi dengan menggunakan instrument tangan, lalu menumpat kavitas
dengan suatu material restoratif yang memiliki kemampuan adhesi atau perlekatan
dengan jaringan penyusun gigi (Frencken et al., 1996).
Sehingga dirasa sangat potensial untuk digunakan di Indonesia untuk
meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia terutama di
daerah pedesaan di mana indeks PTI-nya dua kali lebih rendah dibandingkan
perkotaan.
Namun sayang, teknik penumpatan dengan SIK-ART sendiri masih
kurang digunakan pada praktik kesehatan gigi maupun kesehatan umum apalagi di
daerah terpencil seperti pedesaan. Permasalahan yang paling umum ditemui
adalah teknik SIK-ART belum diadopsi dan diterima secara menyeluruh oleh
tenaga kesehatan gigi (Ruiz dan Frencken, 2009). Selain itu, masih sedikit sekali
tenaga kesehatan gigi yang menguasai penggunaan teknik ini secara menyeluruh
(Frencken et al., 1996). Keterampilan yang kurang dimiliki oleh tenaga kesehatan
gigi terkait teknik SIK-ART antara lain indikasi karies gigi, penghilangan jaringan
4
yang mengalami karies, kontrol kelembaban dan pembasahan material,
pengaplikasian kondisioner pada kavitas, pengadukan dan pencampuran material
serta pemasukan material ke dalam kavitas (Mickenautsch dan Grossman, 2006).
Meski masih kurang penggunaannya di Indonesia, ternyata ada sebuah
harapan yang besar melihat apa yang terjadi di dunia saat ini. Ruiz dan Frencken
(2009) menemukan bahwa negara-negara di Amerika Latin mulai memasukkan
teknik SIK-ART dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut nasional di
Negara masing-masing. Pelatihan dan kursus SIK-ART semakin banyak
dilakukan untuk melatih tenaga kesehatan gigi dalam menggunakan teknik ini. Di
Brazil, teknik ini telah diajarkan baik secara teori maupun praktik klinis. Tuntutan
agar tenaga kesehatan gigi memiliki keterampilan ART pun semakin meningkat.
Di belahan dunia lain yakni di Thailand dan Tanzania, teknik yang sama juga
diajarkan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut
masyarakat yang sulit mendapat akses pelayanan kesehatan yang dalam hal ini
adalah masyarakat pedesaan (Navarro, et al, 2009).
Hal ini patut ditiru oleh Indonesia yaitu turut serta mengoptimalkan
penggunaan teknik SIK-ART dalam penatalaksanaan karies gigi. Frencken et
al.(1996) mengemukakan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan untuk
memperkenalkan teknik ini kepada tenaga kesehatan dan sistem pelayanan
kesehatan gigi dan mulut adalah dengan cara mengadakan pelatihan SIK-ART.
Sehingga untuk Indonesia sendiri, hal tersebut dapat dilakukan khususnya untuk
tenaga kesehatan yang ada di pedesaan.
Teknik SIK-ART memiliki berbagai keunggulan antara lain:
o Memiliki biokompatibilitas yang baik. (Gladwin, 2009)
o SIK-ART merupakan prosedur yang menggabungkan upaya
preventif dan kuratif dalam penanganan karies gigi (Frencken et al.,
1996). Ini sejalan dengan tren kesehatan global yang diperkenalkan
dan dianjurkan oleh WHO yaitu penanganan penyakit melalui
usaha-usaha preventif
o SIK memiliki kemampuan melepaskan fluoride sehingga dapat
mencegah terjadinya karies sekunder dan memungkinkan untuk
remineralisasi dentin yang mengalami karies (Frencken et al., 1996)
o Penggunaannya mudah dan murah (Azevedo et al., 2010)
o Dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang bukan dari ranah
kesehatan gigi. Dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang telah
mengikuti kursus atau pelatihan khusus SIK-ART (Frencken et al.,
1996, Frencken, 2009)
o Rasa sakit yang dirasakan pasien lebih minimal sehingga tidak
membutuhkan pemberian anestesi lokal (Frencken et al., 1996)
o Semen ionomer kaca memiliki kemampuan adhesi dengan material
gigi (enamel dan dentin. Adanya pelepasan ion fluoride akan
mempertahankan struktur gigi dan mengurangi terjadinya karies
sekunder. (Graham, 1992)
o Sangat baik digunakan untuk pasien yang mengalami ketakutan dan
ketidaknyamanan terhadap bunyi bur karena pengerjaan ekskavasi
pada metode ini hanya dengan instrumen tangan (Leal, Abreu, dan
Frencken, 2009)
5
o Bisa dilakukan dimana saja dengan peralatan yang minim.
Instrumen yang dibutuhkan tidak membutuhkan sumber arus listrik
sehingga sangat cocok digunakan di pedesaan yang memiliki
keterbatasan dalam hal instalasi listrik. Dengan peralatan yang
sederhana dan mudah dibawa-bawa, tenaga kesehatan dapat
bergerak aktif mendatangi warga yang membutuhkan perawatan
dengan SIK-ART (Frencken et al.,1996)
o Dapat dengan mudah mengontrol infeksi silang antar pasien karena
peralatan yang digunakan sederhana, sehingga mudah disterilisasi.
Instrumen yang digunakan cukup disterilisasi dengan alkohol.
Sterilisasi dengan autoclave tidak diperlukan sehingga dapat
meringankan biaya operasional (Frencken et al., 1996)
o Dengan penggunaan teknik SIK-ART di daerah pedesaan,
pencabutan gigi yang biasanya lebih cenderung untuk dilakukan
dalam penanganan karies dapat dihindari (Frencken et al., 1996)
Melihat potensi dan keunggulan yang dimiliki teknik SIK-ART, dirasa ada
peluang yang cukup terbuka untuk penatalaksanaan karies gigi yang lebih baik
ketika teknik ini diterma dan digunakan secara umum sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan gigi masyarakat di daerah pedesaan.
Untuk menganalisa kemungkinan keberhasilan gagasan ini terhadap realita
sosial yang dihadapi, maka dilakukan suatu analisis sosial yakni analisis SWOT.
Analisis ini dilakukan guna mengetahui kemungkinan keberhasilan yang akan
dicapai ketika pelatihan SIK-ART dilaksanakan. Analisisnya sebagai berikut:
a. Strength (Kekuatan)
: Teknik SIK-ART memiliki banyak
keunggulan dan potensi yang besar untuk penerapan di daerah
pedesaan
b. Weakness (Kelemahan) : Teknik SIK-ART masih memiliki beberapa
keterbatasan seperti kemungkinan menimbulkan kelelahan tangan
operator dan hanya bisa digunakan pada area lesi yang kecil (Frencken
et al., 1996)
c. Opportunity (Peluang) : Munculnya tren global metode preventif
dalam penanganan masalah kesehatan temasuk kesehatan gigi dan
mulut. Banyaknya penelitian-penelitian terbaru mengenai SIK-ART
sehingga akan mampu mengeleminasi keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki teknik yang ada saat ini
d. Threat (Ancaman)
: Masih kurangnya penerimaan tenaga
kesehatan terhadap teknik SIK-ART sehingga masih sangat digunakan
pada praktik klinis.
Berdasarkan analisis tersebut, dirasa ada kemungkinan keberhasilan untuk
mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik di daerah pedesaan
mengingat berbagai keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh teknik SIK-ART.
Untuk melaksanakan gagasan ini, pihak-pihak yang ikut terlibat antara
lain:
1. Badan Eksekutif Mahasiswa FKG UGM di sini berperan sebagai
motor utama dalam menginisiasi pelatihan SIK-ART di daerah
pedesaan. BEM berkontribusi utama dalam hal kepanitiaan, proses
pelobian Puskesmas yang akan dibina, pelobian fasilitator atau
pelatih dari kalangan profesional serta pelobian pemerintah untuk
6
turut serta dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan ini.
Pelatihan ini dimasukkan ke dalam program kerja Departemen
Pengabdian Masyarakat BEM FKG UGM sebagai bentuk
konsolidasi internal dalam pelaksanaan kegiatan ini.
2. Puskesmas desa setempat bersama dengan tenaga kesehatan yang
tergabung di dalamnya. Puskesmas di sini berperan dalam
menyediakan tenaga kesehatan yaitu perawat umum maupun perawat
gigi untuk diikutsertakan sebagai peserta pelatihan SIK-ART ini.
Puskesmas dijadikan sebagai pusat pelayanan kesehatan yang dekat
dengan masyarakat pedesaan mengingat distribusi Rumah Sakit
Umum di pedesaan masih belum merata dengan baik. Perawat umum
maupun perawat gigi yang telah dilatih untuk menumpat dengan
SIK-ART nantinya akan menjadi kader SIK-ART yang siap
menangani tindakan penumpatan di Puskesmas atau terjun langsung
menuju rumah-rumah warga setempat sesuai permintaan warga
setempat.
3. Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo FKG UGM,
berperan sebagai lembaga yang menyediakan tenaga kesehatan gigi
profesional sebagai pelatih pada pelaksanaan pelatihan SIK-ART di
daerah pedesaan sekaligus sebagai penyedia instrumen yang
dibutuhkan dalam praktik klinis SIK-ART.
4. Pemerintah setempat dalam hal ini Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), berperan dalam memberikan dukungan penuh untuk
keberlangsungan kegiatan pelatihan ini. Dengan adanya dukungan
dari pemerintah, dapat menguatkan posisi teknik SIK-ART dalam
dunia kesehatan gigi sehingga nantinya dapat dirumuskan suatu
rekomendasi dari Kemenkes untuk pelaksanaan kegiatan yang sama
di daerah-daerah lain di Indonesia. Dan lebih jauh lagi, teknik SIKART dapat dimasukkan ke dalam sistem penanganan karies gigi
nasional seperti yang telah dilakukan di berbagai negara lain di dunia
Langkah strategis yang harus dilakukan dalam merealisasikan gagasan ini
adalah:
1. Konsolidasi pihak BEM FKG UGM melalui pengusulan pelatihan
kader SIK-ART ini ke dalam program kerja Departemen Pengabdian
Masyarakat BEM FKG UGM.
2. Konsultasi dengan Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan FKG UGM
terkait pelaksanaan kegiatan pelatihan ini.
3. Melakukan analisis tentang kemungkinan puskesmas daerah mana
yang akan dibina. Pemilihan puskesmas dilakukan dengan dasar
kebutuhan daerah tersebut akan pelayanan kesehatan gigi sehingga
awalan dari analisis ini adalah melakukan pendataan daerah pedesaan
berdasarkan tingkat insidensi karies gigi.
4. Pembentukan kepanitiaan dari mahasiswa. Adanya kepanitiaan akan
memberi kemudahan untuk melakukan proses pelobian dan
koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelatihan SIKART. Selain itu, panitia juga akan mengurusi teknis pelaksanaan
pelatihan sehingga komponen sie yang dibutuhkan adalah sie
7
publikasi dan dokumentasi, sie konsumsi, sie perlengkapan, sie
hubungan kemasyarakatan, dan sie acara.
5. Pelobian pihak RSGM Prof. Soedomo untuk menyediakan pelatih
kader SIK-ART. Kerja sama yang dilakukan dapat melibatkan
berbagai bagian yang ada di RSGM. Namun yang menjadi prioritas
utama dalam pembentukan kerja sama adalah bagian Ilmu Bahan
Kedokteran Gigi (IBKG) dan bagian Ilmu Kedokteran Gigi
Masyarakat (IKGM). Kedua bidang tersebut memiliki keterkaitan
yang paling erat dengan kegiatan pelatihan ini. Setelah itu, dilakukan
pembahasan bersama mengenai materi pelatihan yang akan di
berikan kepada peserta pelatihan. Materi yang diberikan adalah teori
umum serta praktik klinis teknik SIK-ART. Setelah dirumuskan,
materi tersebut disusun menjadi suatu manual yang dapat dijadikan
pegangan oleh tenaga kesehatan untuk penggunaan teknik ini. Materi
yang akan diberikan hendaknya menekankan pada prinsip teknik
SIK-ART, indikasi maupun kontra indikasi penggunaannya, serta
keunggulannya dibanding teknik lain. Selain itu, dapat pula
dilakukan pelobian untuk penyediaan material dan instrumen yang
dibutuhkan dalam praktik klinis SIK-ART. Ini dilakukan mengingat
masih terbatasnya peralatan yang ada di daerah pedesaan
6. Pelobian pihak Puskesmas yang akan dibina berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
7. Pelobian pihak Kementerian Kesehatan untuk mendukung pelatihan
ini sekaligus untuk mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan kegiatan
yang sama di daerah-daerah lain di Indonesia.
8. Setelah mendapatkan ‘lampu hijau’ dari pihak-pihak utama yaitu
RSGM dan puskesmas, kedua pihak bersama dengan panitia dari
mahasiswa mengadakan koordinasi yang rutin mengenai pelaksanaan
kegiatan termasuk di dalamnya pemilihan waktu yang tepat dan
pemilihan lokasi pelaksanaan kegiatan.
Pada pelaksanaan kegiatan pelatihan SIK-ART, tenaga kesehatan yang
menjadi peserta dikumpulkan lalu diberikan materi pertama berupa penjelasan
teori SIK-ART terlebih dahulu. Isi dari materi yang diberikan disesuaikan dengan
manual yang telah dibuat oleh pihak RSGM sebagai pelatih bekerja sama dengan
mahasiswa. Pemberian materi dilakukan selama kurang lebih satu hingga satu
setengah jam. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi penggunaan SIK-ART.
Simulasi dilakukan pada boneka peraga yang disediakan oleh pihak panitia.
Tentunya keterampilan SIK-ART tidak akan serta merta mereka kuasai
hanya dengan sekali pemberian materi. Sehingga diperlukan upaya
berkesinambungan untuk terus mengadakan pelatihan tersebut secara rutin
sehingga lambat laun proses pemahaman teknik SIK-ART pada peserta dapat
berjalan dengan lebih baik.
Setelah pelatihan ini selesai maka terbentuklah kader SIK-ART yang siap
untuk melakukan penanganan karies gigi dengan teknik yang telah mereka
dapatkan dari pelatihan ini. Tenaga kesehatan yang telah terlatih diharapkan aktif
terjun langsung menuju rumah-rumah warga untuk menerapkan teknik SIK-ART.
Pasca pelatihan, puskesmas yang dibina tersebut tidak ditinggal begitu
saja. Diupayakan ada usaha yang berkelanjutan untuk terus memantau kemajuan
8
yang ada di daerah tersebut serta untuk terus menyediakan material yang
dibutuhkan.
Teknik SIK-ART tentunya masih akan terus berkembang sejalan dengan
waktu. Puskesmas yang dibina akan terus diperbaharui dengan informasiinformasi terbaru mengenai perkembangan teknik SIK-ART sehingga akan terus
berkembang ke arah yang lebih baik.
KESIMPULAN
Melihat keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh teknik SIK-ART,
dirasa perlu adanya pelatihan kader SIK-ART untuk tenaga kesehatan di daerah
pedesaan. Gagasan ini diimplementasikan melalui pemberian materi secara
langsung kepada peserta pelatihan dalam hal ini adalah tenaga kesehatan di daerah
pedesaan. Materi yang diberikan berupa teori serta praktik klinis teknik SIK-ART.
Penyelenggaraan pelatihan ini melibatkan kerjasama antara mahasiswa
FKG UGM yang tergabung dalam kepanitiaan yang dibentuk oleh BEM FKG
UGM, tenaga kesehatan di Puskesmas, dokter gigi di RSGM Prof. Soedomo FKG
UGM dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Fungsi dari masing –
masing komponen tersebut yakni mahasiswa menjadi inisiator dan bertugas untuk
mengurusi teknis pengadaan pelatihan, tenaga kesehatan puskesmas setempat
selaku sasaran pelatihan, dokter gigi selaku pelatih dan tim ahli di bidangnya serta
pemerintah dalam memberikan dukungan adanya pelatihan tersebut.
Dengan adanya pelatihan kader SIK-ART, tenaga kesehatan di pedesaan
akan mampu memahami dan menerima dengan baik teknik SIK-ART sehingga
penggunaannya dalam penanganan karies gigi akan semakin meningkat. Tenaga
kesehatan di pedesaan akan menjadi kader yang siap untuk terjun ke masyarakat
dalam menangani karies gigi masyarakat setempat. Kesuksesan kegiatan pelatihan
di salah satu puskesmas ditambah dengan dukungan dari pemerintah akan memicu
permintaan puskesmas lain untuk mengadakan pelatihan yang sama sehingga
penerimaan teknik SIK-ART akan semakin meluas dan kemungkinan besar akan
dimasukkan ke dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Azevedo, MS et al. 2010. Where and how are Brazilian dental students using
Glass Ionomer Cement?. Braz Oral Res. 482-487.
Frencken, JE et al. 1996. Atraumatic Restorative Treatment (ART): Rationale,
Technique, and Development. J Public Health Dent. 135-140.
Frencken, JE. 2009. Evolution of
the ART approach: highlights and
achievements. J Appl Oral Sci. 78-83.
Gerrittsen, AE et al. 2010. Tooth loss and oral health-related quality of life: a
systematic review and meta-analysis. Health and Quality of Life Outcomes.
126.
Gladwin, Marcia dan Bagby, Michael. 2009. Clinical Aspects of Dental Materials
– Theory, Practice, and Cases. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Kantoch, Jan. Tooth Loss in Primary and Adult Dentition and Options Available
Demystified.
9
Kidd. Edwina AM. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry, Eighth
edition. New York: Oxford University Press.
Leal, SC, Abreu DMM, Frencken, JE. Dental anxiety and pain related to ART. J
Appl Oral Sci. 84-88.
Mickenautsch, S., Grossman, E. 2006. Atraumatic restorative treatment (art) –
factors affecting success. J appl oral sci. 34-36
Mount, Graham J. 1992. An Atlas of Glass-Ionomer Cement’s : A Clinician’s
Guide. London: Martin Dumit.
Navarro, Maria Fidela de Lima et al. 2009. Transferring ART research into
education in Brazil. J Appl Oral Sci. 99-105.
Ruiz, O., Frencken, JE. 2009. ART integration in oral health care systems in latin
American countries as perceived by directors of oral health. J Appl Oral Sci.
106-113.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PESERTA
a. Ketua Pelaksana Kegiatan
Nama Lengkap
: Muhammad Reza Pahlevi
Tempat Tanggal Lahir
: Parepare, 6 Agustus 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Potensi “Gingival Crevicular Fluid (GCF)” sebagai Detektor
Antibodi HIV-1
- Proposal PKM Karsa Cipta: Dental Portable Camera (DEPORA):
“Sebuah Inovasi Kaca Mulut yang Ekonomis dan Edukatif”
- Abstrak “Potensi Ex-Vivo Produced Oral Mucosa Equivalent
(EVPOME) dalam Penyembuhan Luka Pasca Perawatan Lesi
Mulut dengan Keganasan
- Pengaruh bawang putih (Allium sativum L) dalam berbagai
konsentrasi terhadap angiogenesis pada proses penyembuhan
luka gingival tikus putih galur wistar model inflamasi
- Proposal PKM Penelitian: Pemanfaatan Ekstrak Biji Pepaya
(Carica papaya L) Sebagai Agen Antiinflamasi pada Gingivitis
(Uji In Vivo pada Tikus Wistar Jantan)
Penghargaan
:-
b. Anggota 1
Nama Lengkap
: Punta Adi Bawana
Tempat Tanggal Lahir
: Prabumulih, 26 September 1993
Karya yang pernah dibuat
:Penghargaan
:c. Anggota 2
Nama Lengkap
: Muhammad Fahmi Alfian
Tempat Tanggal Lahir
: Sleman, 11 Juli 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Makalah Penelitian “Berpacu Melawan Pelapukan“ dikirim pada
Lomba Menulis Karya Ilmiah LKTK UGM 2012
- Makalah “Ekosistem Hutan Mangrove”
10
- Proposal PKM Karsa Cipta Dental Portable Camera (DEPORA):
“Sebuah Inovasi Kaca Mulut yang Ekonomis dan Edukatif”
- Abstrak “Potensi Ex-Vivo Produced Oral Mucosa Equivalent
(EVPOME) dalam Penyembuhan Luka Pasca Perawatan Lesi
Mulut dengan Keganasan”
- Abstrak “Chicken Bone in Gum (Chibi Gum)”
Penghargaan
:d. Anggota 3
Nama Lengkap
: Shofi An Nisa
Tempat Tanggal Lahir
: Jepara, 25 Oktober 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Avimaphone (Aplikasi View Master and Earphone)
Penghargaan
:
e. Anggota 4
Nama Lengkap
: Diding Pauji
Tempat Tanggal Lahir
: Cilacap, 24 Maret 1994
Karya yang pernah dibuat
:Penghargaan
:-
PELATIHAN KADER SIK-ART UNTUK TENAGA KESEHATAN
DI DAERAH PEDESAAN
SUB TEMA:PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT
DITULIS OLEH:
MUHAMMAD REZA PAHLEVI
PUNTA ADI BAWANA
MUHAMMAD FAHMI ALFIAN
SHOFI AN NISA
DIDING PAUJI
11/315983/KG/08896
11/316198/KG/08967
11/316105/KG/08937
11/320088/KG/08990
12/328864/KG/09155
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
i
HALAMAN PENGESAHAN K- GT 2012
1. Judul K-GT
: Pelatihan Kader SIK ART untuk Tenaga Kesehatan
di Daerah Pedesaan
2. Sub-tema K-GT
: Peningkatan Kesehatan Masyarakat
3. Ketua Kelompok K-GT
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Fakultas/Jurusan
d. Alamat Rumah dan No. Tel./HP
e. Alamat email
: Muhammad Reza Pahlevi
: 11/315983/KG/08896
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: Jl. Monjali no. 76
: [email protected]
4. Anggota Kelompok K-GT
a. Anggota 1
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
b. Anggota 2
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
c. Anggota 3
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
d. Anggota 4
1) Nama Lengkap
2) NIM
3) Fakultas/Jurusan
4) No. Tel/HP
: 4 orang
: Punta Adi Bawana
:11/316198/KG/08967
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: 085664658663
: Muhammad Fahmi Alfian
:11/316105/KG/08937
: Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi
: 085729423255
: Shofi An Nisa
:11/320088/KG/08990
: Fakultas Kedokteran Gigi/Ilmu Keperawatan Gigi
: 085727141374
: Diding Pauji
:12/328864/KG/09155
: Fakultas Kedokteran Gigi/Ilmu Keperawatan Gigi
: 087719718817
Yogyakarta, 14 November 2012
Mengetahui,
Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan
(drg.Diatri Nari Ratih, M. Kes, Ph. D, Sp. KG)
NIP.19631024 199203 2 001
Ketua Pelaksana Kegiatan
(Muhammad Reza Pahlevi)
NIM. 11/315983/KG/08896
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya,
Gagasan Tertulis ini dapat terselesaikan. Gagasan Tertulis ini dibuat berdasarkan
data dan informasi serta pengetahuan yang diperoleh melalui berbagai tulisan,
buku, dan jurnal ilmiah serta didasarkan pada permasalahan yang ada di tengahtengah masyarakat. Gagasan Tertulis ini memuat sebuah pemikiran mengenai
permasalahan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia terutama di daerah
pedesaan dan menawarkan sebuah solusi yang sederhana namun sangat aplikatif.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyusunan Gagasan Tertulis ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan jerih payah saudara-saudara
sekalian. Sebagai manusia biasa tentunya kami memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kami senantiasa menerima masukan, kritik, maupun saran
untuk perbaikan Gagasan Tertulis ini di masa-masa yang akan dating.
Akhirnya, semoga dengan adanya Gagasan Tertulis ini dapat benar-benar
berguna untuk menjadi sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada di masyarakat khususnya permasalahan kesehatan gigi dan mulut. Dan apa
yang dicita-citakan dapat menjadi sebuah kenyataan.
Yogyakarta, November 2012
Hormat kami
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
RINGKASAN ................................................................................................................. v
BAB I: PENDAHULUAN ..............................................................................................1
Latar Belakang ............................................................................................................1
Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II: GAGASAN .......................................................................................................2
KESIMPULAN ...............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PESERTA .......................................................................9
iv
RINGKASAN
Masalah gigi berlubang atau karies gigi saat ini masih menjadi penyakit
yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, sebanyak 75% masyarakat Indonesia
memiliki nilai DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi.
Komponen DMF-T yang terbesar adalah gigi yang dicabut/M-T sebesar 3,86.
Artinya rata-rata penduduk Indonesia mempunyai 4 gigi yang sudah dicabut
akibat adanya karies gigi. Sementara komponen gigi yang ditumpat/ditambal
hanya 0.08 gigi per orang. Data ini mengindikasikan kurangnya kesadaran untuk
menumpat gigi dan besarnya kecenderungan mencabut gigi yang karies. Angka
ini lebih rendah lagi di daerah pedesaan. Sehingga, hal ini melatarbelakangi
pengusulan sebuah gagasan yakni perlunya pelaksanaan sebuah pelatihan kader
SIK-ART untuk tenaga kesehatan di daerah pedesaan
Tujuan yang diharapkan dari penulisan gagasan ini adalah untuk
memperkenalkan teknik SIK-ART di kalangan tenaga kesehatan agar
penggunaannya bisa lebih meningkat dalam praktik klinis kesehatan gigi secara
umum.
Metode penulisan yang digunakan adalah dengan telaah pustaka serta
menganalisis kemungkinan implementasi gagasan dalam kehidupan nyata.
Pelatihan SIK-ART di Indonesia dapat diterapkan khususnya untuk tenaga
kesehatan yang ada di pedesaan. Pelatihan dilakukan dengan metode pemberian
teori SIK-ART lalu dilanjutkan dengan simulasi praktik klinis SIK-ART.
Penyelenggaraannya melibatkan kerjasama antara mahasiswa FKG UGM yang
tergabung dalam kepanitiaan yang dibentuk oleh BEM FKG UGM, tenaga
kesehatan di Puskesmas, dokter gigi di RSGM Prof. Soedomo FKG UGM dan
pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
Dengan adanya pelatihan kader SIK-ART, diharapkan tenaga kesehatan di
pedesaan akan menerima dengan baik teknik SIK-ART sehingga penggunaannya
dalam penanganan karies gigi akan semakin meningkat. Tenaga kesehatan di
pedesaan ini pada nantinya akan menjadi kader yang siap untuk terjun ke
masyarakat dalam membantu menangani karies gigi masyarakat setempat.
v
1
PELATIHAN KADER SIK-ART UNTUK TENAGA KESEHATAN
DI DAERAH PEDESAAN
Oleh
Muhammad Reza Pahlevi, Punta Adi Bawana, Muhammad Fahmi Alfian,
Shofi An Nisa, Diding Pauji
FKG UGM
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah gigi berlubang atau karies gigi saat ini masih menjadi penyakit
yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi nasional karies aktif sebesar
43,4%. Data lain yang ditemukan adalah sebanyak 75% masyarakat Indonesia
memiliki nilai DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi. Selain itu,
ditemukan bahwa angka karies gigi di daerah pedesaan lebih banyak
dibandingkan di daerah perkotaan. Padahal kecenderungan masyarakat pedesaan
untuk melakukan perawatan atau pengobatan gigi terbilang sangat rendah bila
dibandingkan dengan masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor mulai dari kesadaran masyarakat pedesaan yang rendah dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan gigi, hingga persebaran
sarana pelayanan kesehatan maupun kesehatan gigi yang kurang merata, sehingga
masyarakat pedesaan kurang mendapatkan pelayanan yang maksimal.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) menjadi tumpuan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat di pedesaan mengingat persebaran Rumah Sakit yang
masih sangat minim. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2011, jumlah
puskesmas di Indonesia sebanyak 9133 dengan jumlah penduduk Indonesia ± 241
juta jiwa (BKKBN Pusat). Namun, masalah lain yang kemudian muncul adalah
tenaga kesehatan gigi yang profesional di daerah pedesaan masih sangat minim
jumlahnya. Berdasarkan sebuah artikel berita JPNN, sebanyak 14.457 dokter gigi
dari 20.655 masih berada di pulau Jawa. Sementara di wilayah Indonesia Timur,
jumlah dokter gigi masih kurang dari 5% dari total dokter gigi yang ada. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya masyarakat pedesaan dalam menangani
permasalahan kesehatan dan kesehatan gigi terutama karies dengan keadaan yang
sangat terbatas seperti ini.
Sehingga untuk mengatasi masalah karies gigi di daerah pedesaan dengan
tenaga kesehatan gigi dan peralatan yang masih kurang tersebut, perlu adanya
suatu teknik yang dapat dilakukan tak hanya oleh tenaga kesehatan gigi tetapi juga
tenaga kesehatan umum meskipun tanpa disertai perlengkapan kedokteran gigi
yang relatif mahal. Maka telah dikembangkan suatu teknik baru yaitu teknik ART
(Atraumatic Restorative Treatment).
Atraumatic Restorative Treatment (ART) merupakan suatu tindakan yang
terdiri atas teknik-teknik dasar dari pembersihan karies dengan hanya
menggunakan instrumen tangan dan dikombinasikan dengan material restoratif
modern yang bersifat adhesif yaitu Semen Ionomer Kaca (SIK) yang mengandung
fluoride dan dapat meminimalisir timbulnya karies sehingga sering disebut
dengan teknik SIK-ART (Frencken et al, 1996). Peralatan untuk ART sangat
2
sederhana, tidak memerlukan instalasi air dan instalasi listrik khusus, baik dental
chair dan dental unit serta tidak memerlukan bur sehingga dapat digunakan di
daerah tanpa listrik sekalipun.
Keunggulan dari metode SIK-ART diantaranya kemampuan adhesif pada
enamel dan dentin, kekuatan kompresi yang tinggi, tidak iritatif, mencegah bakteri
kariogenik muncul, mampu melepas bahan fluor untuk mencegah karies,
biokampatibel terhadap jaringan gigi, daya larut rendah, koefisien ekspansi
termal sama dengan struktur gigi, mempunyai estetik yang baik serta biaya yang
murah.
Teknik SIK-ART inilah yang seharusnya dikembangkan oleh pemerintah
Indonesia. Karena pengerjaannya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan umum,
dirasa perlu untuk mengadakan kegiatan pelatihan kader SIK-ART untuk tenaga
kesehatan yang ada di daerah pedesaan.
Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari adanya pelatihan kader SIK-ART di
daerah pedesaan ini antara lain:
a. Memperkenalkan teknik SIK-ART kepada tenaga kesehatan di
pedesaan
b.Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan di pedesaan dalam
menggunakan teknik SIK-ART sehingga meminimalkan kesalahan
operator pada saat praktik klinisnya. Ini mengingat bahwa kesalahan
operator merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan
kegagalan teknik SIK-ART (Mickenautsch dan Grossman, 2006)
c. Meningkatkan penggunaan teknik SIK-ART dalam penatalaksanaan
karies gigi terutama di daerah pedesaan, mengingat bahwa teknik ini
memang dikhususkan untuk daerah pedesaan di mana fasilitas
kesehatan masih sangat terbatas
d.Membentuk kader SIK-ART yang siap menangani karies gigi di
daerah pedesaan
BAB II: GAGASAN
Sampai saat ini, karies gigi masih menjadi penyakit gigi dan mulut yang
paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 menunjukkan bahwa 75% masyarakat Indonesia memiliki riwayat
karies gigi dengan DMF-T (Decayed, Missing, Filled Teeth) sebesar 5 gigi
(Depkes, 2011). Hal ini berarti bahwa setiap warga Indonesia memiliki 5 buah
gigi yang mengalami karies, tanggal karena karies, atau ditumpat/ditambal.
Komponen DMF-T yang terbesar adalah gigi yang dicabut/M-T sebesar
3,86. Artinya rata-rata penduduk Indonesia mempunyai 4 gigi yang sudah dicabut
akibat adanya karies gigi. Sementara komponen gigi yang ditumpat/ditambal
hanya 0.08 gigi per orang. Data ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia
lebih memilih untuk mencabut gigi yang karies dibandingkan menumpat gigi yang
karies tersebut.
Data selanjutnya yang dapat menggambarkan perilaku kesehatan
masyarakat terhadap karies gigi adalah melalui Performed Treatment Index (PTI)
3
dan Missing Teeth Index (MTI). Performed Treatment Index (PTI) merupakan
angka persentase dari jumlah gigi tetap yang ditumpat terhadap angka DMF-T.
PTI menggambarkan motivasi dari seseorang untuk menumpatkan giginya yang
berlubang dalam upaya mempertahankan gigi tetap. Sedangkan Missing Teeth
Index (MTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang telah
tanggal dan dicabut akibat karies terhadap angka DMF-T. Berdasarkan Riskesdas
tahun 2007, indeks PTI Indonesia adalah 1,6 % sedangkan indeks MTI mencapai
79,6 %. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih
tindakan pencabutan pada gigi yang karies dibandingkan dengan penumpatan gigi
tersebut. Indeks PTI di perkotaan dua kali lipat dari pedesaan sehingga
masyarakat pedesaan memiliki motivasi menumpat gigi yang lebih rendah lagi.
Padahal, menurut Kantoch, penanganan terbaik yang seharusnya dilakukan
pada penatalaksanaan karies gigi adalah mempertahankan gigi tersebut. Gerrittsen
et al. (2010) menemukan adanya hubungan antara gigi yang hilang, termasuk
akibat karies, dengan penurunan kualitas hidup. Sehingga hal yang terbaik untuk
dilakukan adalah mempertahankan gigi yang telah karies. Salah satu cara untuk
mempertahankan gigi yang karies adalah dengan melakukan tindakan restorasi
atau penumpatan
Menurut Kidd et al. (2003), restorasi terhadap gigi yang karies memiliki
tujuan-tujuan antara lain:
1. Mengembalikan integritas permukaan gigi
2. Mengembalikan fungsi gigi
3. Mengembalikan penampilan gigi
4. Menghilangkan jaringan yang rusak
Pada saat ini, ada banyak material yang digunakan untuk merestorasi gigi
misalnya amalgam dan berbagai jenis logam lain. Seiring perkembangan zaman,
muncul era baru pemilihan material tumpatan yaitu era material berbasis estetika
seperti resin komposit dan Semen Ionomer Kaca (SIK). Material yang disebutkan
terakhir adalah material yang memiliki teknik khusus yang disebut SIKAtraumatic Restorative Treatment (ART).
Teknik SIK-ART adalah teknik yang diperkenalkan oleh WHO untuk
daerah yang kurang memiliki akses dengan pelayanan kesehatan gigi (Navarro et
al, 2009). Teknik SIK-ART meliputi penghilangan jaringan yang telah rusak
akibat karies gigi dengan menggunakan instrument tangan, lalu menumpat kavitas
dengan suatu material restoratif yang memiliki kemampuan adhesi atau perlekatan
dengan jaringan penyusun gigi (Frencken et al., 1996).
Sehingga dirasa sangat potensial untuk digunakan di Indonesia untuk
meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia terutama di
daerah pedesaan di mana indeks PTI-nya dua kali lebih rendah dibandingkan
perkotaan.
Namun sayang, teknik penumpatan dengan SIK-ART sendiri masih
kurang digunakan pada praktik kesehatan gigi maupun kesehatan umum apalagi di
daerah terpencil seperti pedesaan. Permasalahan yang paling umum ditemui
adalah teknik SIK-ART belum diadopsi dan diterima secara menyeluruh oleh
tenaga kesehatan gigi (Ruiz dan Frencken, 2009). Selain itu, masih sedikit sekali
tenaga kesehatan gigi yang menguasai penggunaan teknik ini secara menyeluruh
(Frencken et al., 1996). Keterampilan yang kurang dimiliki oleh tenaga kesehatan
gigi terkait teknik SIK-ART antara lain indikasi karies gigi, penghilangan jaringan
4
yang mengalami karies, kontrol kelembaban dan pembasahan material,
pengaplikasian kondisioner pada kavitas, pengadukan dan pencampuran material
serta pemasukan material ke dalam kavitas (Mickenautsch dan Grossman, 2006).
Meski masih kurang penggunaannya di Indonesia, ternyata ada sebuah
harapan yang besar melihat apa yang terjadi di dunia saat ini. Ruiz dan Frencken
(2009) menemukan bahwa negara-negara di Amerika Latin mulai memasukkan
teknik SIK-ART dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut nasional di
Negara masing-masing. Pelatihan dan kursus SIK-ART semakin banyak
dilakukan untuk melatih tenaga kesehatan gigi dalam menggunakan teknik ini. Di
Brazil, teknik ini telah diajarkan baik secara teori maupun praktik klinis. Tuntutan
agar tenaga kesehatan gigi memiliki keterampilan ART pun semakin meningkat.
Di belahan dunia lain yakni di Thailand dan Tanzania, teknik yang sama juga
diajarkan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut
masyarakat yang sulit mendapat akses pelayanan kesehatan yang dalam hal ini
adalah masyarakat pedesaan (Navarro, et al, 2009).
Hal ini patut ditiru oleh Indonesia yaitu turut serta mengoptimalkan
penggunaan teknik SIK-ART dalam penatalaksanaan karies gigi. Frencken et
al.(1996) mengemukakan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan untuk
memperkenalkan teknik ini kepada tenaga kesehatan dan sistem pelayanan
kesehatan gigi dan mulut adalah dengan cara mengadakan pelatihan SIK-ART.
Sehingga untuk Indonesia sendiri, hal tersebut dapat dilakukan khususnya untuk
tenaga kesehatan yang ada di pedesaan.
Teknik SIK-ART memiliki berbagai keunggulan antara lain:
o Memiliki biokompatibilitas yang baik. (Gladwin, 2009)
o SIK-ART merupakan prosedur yang menggabungkan upaya
preventif dan kuratif dalam penanganan karies gigi (Frencken et al.,
1996). Ini sejalan dengan tren kesehatan global yang diperkenalkan
dan dianjurkan oleh WHO yaitu penanganan penyakit melalui
usaha-usaha preventif
o SIK memiliki kemampuan melepaskan fluoride sehingga dapat
mencegah terjadinya karies sekunder dan memungkinkan untuk
remineralisasi dentin yang mengalami karies (Frencken et al., 1996)
o Penggunaannya mudah dan murah (Azevedo et al., 2010)
o Dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang bukan dari ranah
kesehatan gigi. Dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang telah
mengikuti kursus atau pelatihan khusus SIK-ART (Frencken et al.,
1996, Frencken, 2009)
o Rasa sakit yang dirasakan pasien lebih minimal sehingga tidak
membutuhkan pemberian anestesi lokal (Frencken et al., 1996)
o Semen ionomer kaca memiliki kemampuan adhesi dengan material
gigi (enamel dan dentin. Adanya pelepasan ion fluoride akan
mempertahankan struktur gigi dan mengurangi terjadinya karies
sekunder. (Graham, 1992)
o Sangat baik digunakan untuk pasien yang mengalami ketakutan dan
ketidaknyamanan terhadap bunyi bur karena pengerjaan ekskavasi
pada metode ini hanya dengan instrumen tangan (Leal, Abreu, dan
Frencken, 2009)
5
o Bisa dilakukan dimana saja dengan peralatan yang minim.
Instrumen yang dibutuhkan tidak membutuhkan sumber arus listrik
sehingga sangat cocok digunakan di pedesaan yang memiliki
keterbatasan dalam hal instalasi listrik. Dengan peralatan yang
sederhana dan mudah dibawa-bawa, tenaga kesehatan dapat
bergerak aktif mendatangi warga yang membutuhkan perawatan
dengan SIK-ART (Frencken et al.,1996)
o Dapat dengan mudah mengontrol infeksi silang antar pasien karena
peralatan yang digunakan sederhana, sehingga mudah disterilisasi.
Instrumen yang digunakan cukup disterilisasi dengan alkohol.
Sterilisasi dengan autoclave tidak diperlukan sehingga dapat
meringankan biaya operasional (Frencken et al., 1996)
o Dengan penggunaan teknik SIK-ART di daerah pedesaan,
pencabutan gigi yang biasanya lebih cenderung untuk dilakukan
dalam penanganan karies dapat dihindari (Frencken et al., 1996)
Melihat potensi dan keunggulan yang dimiliki teknik SIK-ART, dirasa ada
peluang yang cukup terbuka untuk penatalaksanaan karies gigi yang lebih baik
ketika teknik ini diterma dan digunakan secara umum sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan gigi masyarakat di daerah pedesaan.
Untuk menganalisa kemungkinan keberhasilan gagasan ini terhadap realita
sosial yang dihadapi, maka dilakukan suatu analisis sosial yakni analisis SWOT.
Analisis ini dilakukan guna mengetahui kemungkinan keberhasilan yang akan
dicapai ketika pelatihan SIK-ART dilaksanakan. Analisisnya sebagai berikut:
a. Strength (Kekuatan)
: Teknik SIK-ART memiliki banyak
keunggulan dan potensi yang besar untuk penerapan di daerah
pedesaan
b. Weakness (Kelemahan) : Teknik SIK-ART masih memiliki beberapa
keterbatasan seperti kemungkinan menimbulkan kelelahan tangan
operator dan hanya bisa digunakan pada area lesi yang kecil (Frencken
et al., 1996)
c. Opportunity (Peluang) : Munculnya tren global metode preventif
dalam penanganan masalah kesehatan temasuk kesehatan gigi dan
mulut. Banyaknya penelitian-penelitian terbaru mengenai SIK-ART
sehingga akan mampu mengeleminasi keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki teknik yang ada saat ini
d. Threat (Ancaman)
: Masih kurangnya penerimaan tenaga
kesehatan terhadap teknik SIK-ART sehingga masih sangat digunakan
pada praktik klinis.
Berdasarkan analisis tersebut, dirasa ada kemungkinan keberhasilan untuk
mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik di daerah pedesaan
mengingat berbagai keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh teknik SIK-ART.
Untuk melaksanakan gagasan ini, pihak-pihak yang ikut terlibat antara
lain:
1. Badan Eksekutif Mahasiswa FKG UGM di sini berperan sebagai
motor utama dalam menginisiasi pelatihan SIK-ART di daerah
pedesaan. BEM berkontribusi utama dalam hal kepanitiaan, proses
pelobian Puskesmas yang akan dibina, pelobian fasilitator atau
pelatih dari kalangan profesional serta pelobian pemerintah untuk
6
turut serta dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan ini.
Pelatihan ini dimasukkan ke dalam program kerja Departemen
Pengabdian Masyarakat BEM FKG UGM sebagai bentuk
konsolidasi internal dalam pelaksanaan kegiatan ini.
2. Puskesmas desa setempat bersama dengan tenaga kesehatan yang
tergabung di dalamnya. Puskesmas di sini berperan dalam
menyediakan tenaga kesehatan yaitu perawat umum maupun perawat
gigi untuk diikutsertakan sebagai peserta pelatihan SIK-ART ini.
Puskesmas dijadikan sebagai pusat pelayanan kesehatan yang dekat
dengan masyarakat pedesaan mengingat distribusi Rumah Sakit
Umum di pedesaan masih belum merata dengan baik. Perawat umum
maupun perawat gigi yang telah dilatih untuk menumpat dengan
SIK-ART nantinya akan menjadi kader SIK-ART yang siap
menangani tindakan penumpatan di Puskesmas atau terjun langsung
menuju rumah-rumah warga setempat sesuai permintaan warga
setempat.
3. Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo FKG UGM,
berperan sebagai lembaga yang menyediakan tenaga kesehatan gigi
profesional sebagai pelatih pada pelaksanaan pelatihan SIK-ART di
daerah pedesaan sekaligus sebagai penyedia instrumen yang
dibutuhkan dalam praktik klinis SIK-ART.
4. Pemerintah setempat dalam hal ini Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), berperan dalam memberikan dukungan penuh untuk
keberlangsungan kegiatan pelatihan ini. Dengan adanya dukungan
dari pemerintah, dapat menguatkan posisi teknik SIK-ART dalam
dunia kesehatan gigi sehingga nantinya dapat dirumuskan suatu
rekomendasi dari Kemenkes untuk pelaksanaan kegiatan yang sama
di daerah-daerah lain di Indonesia. Dan lebih jauh lagi, teknik SIKART dapat dimasukkan ke dalam sistem penanganan karies gigi
nasional seperti yang telah dilakukan di berbagai negara lain di dunia
Langkah strategis yang harus dilakukan dalam merealisasikan gagasan ini
adalah:
1. Konsolidasi pihak BEM FKG UGM melalui pengusulan pelatihan
kader SIK-ART ini ke dalam program kerja Departemen Pengabdian
Masyarakat BEM FKG UGM.
2. Konsultasi dengan Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan FKG UGM
terkait pelaksanaan kegiatan pelatihan ini.
3. Melakukan analisis tentang kemungkinan puskesmas daerah mana
yang akan dibina. Pemilihan puskesmas dilakukan dengan dasar
kebutuhan daerah tersebut akan pelayanan kesehatan gigi sehingga
awalan dari analisis ini adalah melakukan pendataan daerah pedesaan
berdasarkan tingkat insidensi karies gigi.
4. Pembentukan kepanitiaan dari mahasiswa. Adanya kepanitiaan akan
memberi kemudahan untuk melakukan proses pelobian dan
koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelatihan SIKART. Selain itu, panitia juga akan mengurusi teknis pelaksanaan
pelatihan sehingga komponen sie yang dibutuhkan adalah sie
7
publikasi dan dokumentasi, sie konsumsi, sie perlengkapan, sie
hubungan kemasyarakatan, dan sie acara.
5. Pelobian pihak RSGM Prof. Soedomo untuk menyediakan pelatih
kader SIK-ART. Kerja sama yang dilakukan dapat melibatkan
berbagai bagian yang ada di RSGM. Namun yang menjadi prioritas
utama dalam pembentukan kerja sama adalah bagian Ilmu Bahan
Kedokteran Gigi (IBKG) dan bagian Ilmu Kedokteran Gigi
Masyarakat (IKGM). Kedua bidang tersebut memiliki keterkaitan
yang paling erat dengan kegiatan pelatihan ini. Setelah itu, dilakukan
pembahasan bersama mengenai materi pelatihan yang akan di
berikan kepada peserta pelatihan. Materi yang diberikan adalah teori
umum serta praktik klinis teknik SIK-ART. Setelah dirumuskan,
materi tersebut disusun menjadi suatu manual yang dapat dijadikan
pegangan oleh tenaga kesehatan untuk penggunaan teknik ini. Materi
yang akan diberikan hendaknya menekankan pada prinsip teknik
SIK-ART, indikasi maupun kontra indikasi penggunaannya, serta
keunggulannya dibanding teknik lain. Selain itu, dapat pula
dilakukan pelobian untuk penyediaan material dan instrumen yang
dibutuhkan dalam praktik klinis SIK-ART. Ini dilakukan mengingat
masih terbatasnya peralatan yang ada di daerah pedesaan
6. Pelobian pihak Puskesmas yang akan dibina berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
7. Pelobian pihak Kementerian Kesehatan untuk mendukung pelatihan
ini sekaligus untuk mengeluarkan rekomendasi pelaksanaan kegiatan
yang sama di daerah-daerah lain di Indonesia.
8. Setelah mendapatkan ‘lampu hijau’ dari pihak-pihak utama yaitu
RSGM dan puskesmas, kedua pihak bersama dengan panitia dari
mahasiswa mengadakan koordinasi yang rutin mengenai pelaksanaan
kegiatan termasuk di dalamnya pemilihan waktu yang tepat dan
pemilihan lokasi pelaksanaan kegiatan.
Pada pelaksanaan kegiatan pelatihan SIK-ART, tenaga kesehatan yang
menjadi peserta dikumpulkan lalu diberikan materi pertama berupa penjelasan
teori SIK-ART terlebih dahulu. Isi dari materi yang diberikan disesuaikan dengan
manual yang telah dibuat oleh pihak RSGM sebagai pelatih bekerja sama dengan
mahasiswa. Pemberian materi dilakukan selama kurang lebih satu hingga satu
setengah jam. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi penggunaan SIK-ART.
Simulasi dilakukan pada boneka peraga yang disediakan oleh pihak panitia.
Tentunya keterampilan SIK-ART tidak akan serta merta mereka kuasai
hanya dengan sekali pemberian materi. Sehingga diperlukan upaya
berkesinambungan untuk terus mengadakan pelatihan tersebut secara rutin
sehingga lambat laun proses pemahaman teknik SIK-ART pada peserta dapat
berjalan dengan lebih baik.
Setelah pelatihan ini selesai maka terbentuklah kader SIK-ART yang siap
untuk melakukan penanganan karies gigi dengan teknik yang telah mereka
dapatkan dari pelatihan ini. Tenaga kesehatan yang telah terlatih diharapkan aktif
terjun langsung menuju rumah-rumah warga untuk menerapkan teknik SIK-ART.
Pasca pelatihan, puskesmas yang dibina tersebut tidak ditinggal begitu
saja. Diupayakan ada usaha yang berkelanjutan untuk terus memantau kemajuan
8
yang ada di daerah tersebut serta untuk terus menyediakan material yang
dibutuhkan.
Teknik SIK-ART tentunya masih akan terus berkembang sejalan dengan
waktu. Puskesmas yang dibina akan terus diperbaharui dengan informasiinformasi terbaru mengenai perkembangan teknik SIK-ART sehingga akan terus
berkembang ke arah yang lebih baik.
KESIMPULAN
Melihat keunggulan dan potensi yang dimiliki oleh teknik SIK-ART,
dirasa perlu adanya pelatihan kader SIK-ART untuk tenaga kesehatan di daerah
pedesaan. Gagasan ini diimplementasikan melalui pemberian materi secara
langsung kepada peserta pelatihan dalam hal ini adalah tenaga kesehatan di daerah
pedesaan. Materi yang diberikan berupa teori serta praktik klinis teknik SIK-ART.
Penyelenggaraan pelatihan ini melibatkan kerjasama antara mahasiswa
FKG UGM yang tergabung dalam kepanitiaan yang dibentuk oleh BEM FKG
UGM, tenaga kesehatan di Puskesmas, dokter gigi di RSGM Prof. Soedomo FKG
UGM dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Fungsi dari masing –
masing komponen tersebut yakni mahasiswa menjadi inisiator dan bertugas untuk
mengurusi teknis pengadaan pelatihan, tenaga kesehatan puskesmas setempat
selaku sasaran pelatihan, dokter gigi selaku pelatih dan tim ahli di bidangnya serta
pemerintah dalam memberikan dukungan adanya pelatihan tersebut.
Dengan adanya pelatihan kader SIK-ART, tenaga kesehatan di pedesaan
akan mampu memahami dan menerima dengan baik teknik SIK-ART sehingga
penggunaannya dalam penanganan karies gigi akan semakin meningkat. Tenaga
kesehatan di pedesaan akan menjadi kader yang siap untuk terjun ke masyarakat
dalam menangani karies gigi masyarakat setempat. Kesuksesan kegiatan pelatihan
di salah satu puskesmas ditambah dengan dukungan dari pemerintah akan memicu
permintaan puskesmas lain untuk mengadakan pelatihan yang sama sehingga
penerimaan teknik SIK-ART akan semakin meluas dan kemungkinan besar akan
dimasukkan ke dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan mulut nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Azevedo, MS et al. 2010. Where and how are Brazilian dental students using
Glass Ionomer Cement?. Braz Oral Res. 482-487.
Frencken, JE et al. 1996. Atraumatic Restorative Treatment (ART): Rationale,
Technique, and Development. J Public Health Dent. 135-140.
Frencken, JE. 2009. Evolution of
the ART approach: highlights and
achievements. J Appl Oral Sci. 78-83.
Gerrittsen, AE et al. 2010. Tooth loss and oral health-related quality of life: a
systematic review and meta-analysis. Health and Quality of Life Outcomes.
126.
Gladwin, Marcia dan Bagby, Michael. 2009. Clinical Aspects of Dental Materials
– Theory, Practice, and Cases. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Kantoch, Jan. Tooth Loss in Primary and Adult Dentition and Options Available
Demystified.
9
Kidd. Edwina AM. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry, Eighth
edition. New York: Oxford University Press.
Leal, SC, Abreu DMM, Frencken, JE. Dental anxiety and pain related to ART. J
Appl Oral Sci. 84-88.
Mickenautsch, S., Grossman, E. 2006. Atraumatic restorative treatment (art) –
factors affecting success. J appl oral sci. 34-36
Mount, Graham J. 1992. An Atlas of Glass-Ionomer Cement’s : A Clinician’s
Guide. London: Martin Dumit.
Navarro, Maria Fidela de Lima et al. 2009. Transferring ART research into
education in Brazil. J Appl Oral Sci. 99-105.
Ruiz, O., Frencken, JE. 2009. ART integration in oral health care systems in latin
American countries as perceived by directors of oral health. J Appl Oral Sci.
106-113.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PESERTA
a. Ketua Pelaksana Kegiatan
Nama Lengkap
: Muhammad Reza Pahlevi
Tempat Tanggal Lahir
: Parepare, 6 Agustus 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Potensi “Gingival Crevicular Fluid (GCF)” sebagai Detektor
Antibodi HIV-1
- Proposal PKM Karsa Cipta: Dental Portable Camera (DEPORA):
“Sebuah Inovasi Kaca Mulut yang Ekonomis dan Edukatif”
- Abstrak “Potensi Ex-Vivo Produced Oral Mucosa Equivalent
(EVPOME) dalam Penyembuhan Luka Pasca Perawatan Lesi
Mulut dengan Keganasan
- Pengaruh bawang putih (Allium sativum L) dalam berbagai
konsentrasi terhadap angiogenesis pada proses penyembuhan
luka gingival tikus putih galur wistar model inflamasi
- Proposal PKM Penelitian: Pemanfaatan Ekstrak Biji Pepaya
(Carica papaya L) Sebagai Agen Antiinflamasi pada Gingivitis
(Uji In Vivo pada Tikus Wistar Jantan)
Penghargaan
:-
b. Anggota 1
Nama Lengkap
: Punta Adi Bawana
Tempat Tanggal Lahir
: Prabumulih, 26 September 1993
Karya yang pernah dibuat
:Penghargaan
:c. Anggota 2
Nama Lengkap
: Muhammad Fahmi Alfian
Tempat Tanggal Lahir
: Sleman, 11 Juli 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Makalah Penelitian “Berpacu Melawan Pelapukan“ dikirim pada
Lomba Menulis Karya Ilmiah LKTK UGM 2012
- Makalah “Ekosistem Hutan Mangrove”
10
- Proposal PKM Karsa Cipta Dental Portable Camera (DEPORA):
“Sebuah Inovasi Kaca Mulut yang Ekonomis dan Edukatif”
- Abstrak “Potensi Ex-Vivo Produced Oral Mucosa Equivalent
(EVPOME) dalam Penyembuhan Luka Pasca Perawatan Lesi
Mulut dengan Keganasan”
- Abstrak “Chicken Bone in Gum (Chibi Gum)”
Penghargaan
:d. Anggota 3
Nama Lengkap
: Shofi An Nisa
Tempat Tanggal Lahir
: Jepara, 25 Oktober 1993
Karya yang pernah dibuat
:
- Avimaphone (Aplikasi View Master and Earphone)
Penghargaan
:
e. Anggota 4
Nama Lengkap
: Diding Pauji
Tempat Tanggal Lahir
: Cilacap, 24 Maret 1994
Karya yang pernah dibuat
:Penghargaan
:-