REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA DE
REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI
PEMATRIAN BUDAYA BAHARI
PRIMA AGUNG PALUPI
ESA-1608
1
Esai dengan judul “REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI
PEMATRIAN BUDAYA BAHARI” ini merupakan esai hasil karya ketiga penulis yang
terdiri dari 1.785 kata. Melalui esai ini, penulis mengharapkan kepada pembaca khususnya
seluruh masyarakat Indonesia tersadar kembali dan bangun dari tidur nyenyaknya untuk
menyadari bahwa betapa kayanya negeri ini. Banyak potensi-potensi yang dapat
dimanfaatkan di indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Namun, yang terjadi
selama ini kekayaan yang dimiliki tidak sinkron dengan situasi kesejahteraan masyarakat
indonesia sendiri, bukti bahwa pembangunan nasional tidak berjalan dengan baik. Hal ini
memaksakan indonesia harus berfikir keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan
yang dihadap terkait kesejahteraan. Selama ini indonesia meorientasikan pembangunanya
kearah pengelolaan daratan (agraris), yang mana merupakan kebiasaan warisan Belanda
pada saat menjajah Indonesia. Memaksa masyarakat Indonesia bekerja menanam dan
memanen rempah-rempah untuk Belanda, membentuk mentalitas agraris Indonesia.
Inilah maksud penulis bahwa, indonesia harus sadar dari hipnotis jajahan tersebut,
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki luas perairan dua pertiga dari luas
wilayah daratannya. Tentunya perairan tersebut menyimpan banyak kekayaan alam yang
selama ini terpendam sebagai harta karun. Maka dari itu perlu orientasi pembangunan
kearah bahari melalui pematrian budaya bahari.
2
REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI PEMATRIAN
BUDAYA BAHARI
Oleh: Prima Agung Palupi1
Dari sabang sampai marauke berjajar pulau-pulau, saling menyambung menjadi
satu itulah Indonesia. Demikian lagu wajib komponis legendaris R. Suharjo. Lagu wajib
nasional dari sabang sampai marauke telah menjelaskan bahwa Indonesia terdiri dari beberapa
pulau-pulau yang tentunya memiliki perairan yang luas pula. Sebagai Negara archipelago2
terbesar di dunia, wilayah lautan Indonesia memiliki perbandingan luas dua pertiga dari pada
luas wilayah daratannya. Selain itu, wilayah lautan Indonesia memiliki kekayaan alam yang
sangat melimpah di dalamnya yang diibaratkan sebagai harta karun yang terpendam. Namun,
sayangnya Indonesia masih terlena akan kekayaan daratan dan hanya berkonsentrasi pada
pengelolaan daratannya. Hal tersebut adalah kebiasaan warisan penjajah Belanda yang
dulunya memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja dalam menanam dan mengumpulkan
rempah-rempah untuk Belanda, sehingga membentuk mentalitas yang melemahkan pemikiran
dan jiwa masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maritim. Kebiasaan itupun terus terbawa
hingga saat ini. Tentunya ini menjadi belenggung bagi Indonesia yang mengharuskan
keluarnya Indonesia dari belenggung tersebut dan merubah arah pembangunannya beorientasi
pada bahari
Sudah lebih setengah abad Indonesia merdeka, namun belum ada wujud
pembangunan yang memberikan kesejahteraan murni bagi rakyatnya. Kesejahteraan murni
yang dimaksud adalah kesejahteraan yang merata dan tidak merugikan satu pihak manapun
dalam lingkungan masyarakat, dalam hal ini tidak memberikan potret kehidupan ada si kaya
dan ada si miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada Maret 2013 tercatat
angka kemiskinan mencapai 28,28 juta orang atau 11,25% dari total populasi penduduk
Indonesia. Kemudian pada bulan Maret 2014 angka kemiskinan tercatat sekitar 28,17 juta
orang3. Apabila dibandingkan antara tahun 2013 dan 2014 memang angka kemiskinan
mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Angka kemiskinan 28 juta orang bukanlah
merupakan angka yang kecil bagi Negara yang penuh akan kekayaan alamnya. Berbagai
upaya melalui kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah namun tidak membuahkan hasil
1 Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kampus Jakarta
2 Negara Archipelago adalah Negara yang terdiri dari banyak pulau yang mana laut, udara, dan daratan menjadi
satu kesatuan nusantara.
3 Penduduk Miskin Bertambah. Sumber: http://nasional.sindonews.com (diakses, 24/05/2015)
3
juga. Maka dari itu, sangat perlu kebijakan ekstra khusus untuk penanganan kemiskinan di
Indonesia.
Mengenal bangsa dan mengenal jatidiri yang sesungguhnya merupakan langkah yang
sangat jitu untuk mengubah nasib buruk yang menimpah Indonesia saat ini. Negara Indonesia
telah ditakdirkan terlahir menjadi bangsa bahari sebagai kodratnya, yang seharusnya dapar
memberikan Rahmat kepada rakyatnya, namun realita yang terjadi adalah kodrat tersebut
malah menjadi laknat bagi Indonesia. Buktinya, data terakhir terkait jumlah nelayan miskin
Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa terdapat
kurang lebih 8 juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia 4.
Layakkah sebuah Negara yang kaya akan sumber daya lautnya memiliki nelayan yang miskin.
Hal ini menjadi alaram bagi Indonesia untuk sadar dan terbangun dari mimpi buruknya.
Beranjak dari keterpurukan dan mencoba untuk membuat suatu perencanaan besar kembali
demi pembangunan menuju Indonesia sejahtera. Maka dari itu pradigma pembangunan baru
harus diciptakan oleh Indonesia kedepannya. Budaya pembangunan yang selama ini
berorientasi pada budaya daratan atau agraris perlu di rubah menuju arah pembangunan yang
berorientasi budaya bahari.
INDONESIA MENGUBAH HALUAN
Budaya pembangunan yang selama ini berorientasikan agraris perlu di transformasi ke
dalam budaya pembangunan bahari, mengingat Indonesia terlahir sebagai bangsa bahari.
Bangsa bahari tidak berarti bahwa sebagian besar masyarakatnya adalah para nelayan atau
orang-orang yang hidup dipesisir pantai, namun bagaimana bangsa itu menyadari bahwa
kehidupan masa depannya bergantung pada lautan. Lautan dijadikan sebagai tulang punggung
perekonomian bangsa dan Negara itulah wujud Negara bahari. Dengan demikian maka akan
terbentuk sebuah karakter atau budaya bahari yang akan selalu memperhatikan, menggali,
memanfaatkan serta meng-eksplore akan besarnya manfaat sektor kelautan.
Sangat banyak potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia, namun sampai saat ini
masih terabaikan. Pertama, potensi bioteknologi bahari Indonesia selama ini belum
dikembangkan secara optimal. Padahal ini dapat meningkatkan pertumbuhan nilai ekonomi
melalui pemanfaatannya sebagai obat anti kanker, makanan laut, pembuatan kertas, dan
bioethanol. Kedua, sektor perikanan Indonesia merupakan sektor harapan bangsa Indonesia
4 PDIP:Kebijakan Menteri Susi Meningkatkan Nelayan Miskin. Sumber: http://m.fastnewsindonesia.com
(diakses, 24/05/2015)
4
kedepan sebagai harta karunnya. Namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh bangsa
Indonesia sendiri. Melalui optimalisasi sektor perikanan seperti memberikan fasilitas jalan
dari dan ke pelabuhan ikan, menyediakan pasokan sumber energi listrik yang besar untuk
gudang pendingin (cold storage) dan meningkatkan penyediaan tekhnologi untuk pengelolaan
ikan, tentunya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat secara
menyeluruh dan mampu menghasilkan devisa Negara untuk membayar hutang pemerintah
yang belum terbayar. Ketiga, terumbu karang yang merupakan komponen utama sumber daya
pesisir dan laut yang apabila dimanfaatkan secara optimal melalui pembukaan objek wisata
bawah laut sehingga mengundang minat wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, dapat
memberikan kontribusi yang tidak ternilai harganya bagi pemerintah. Keempat, potensi Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Sejak deklarasi Juanda 1957, Indonesia seakan-akan
membiarkan potensi tiga ALKI yang dimilikinya ini untuk dilalui kapal-kapal secara bebas.
Padahal, apabila dimanfaatkan jalur tiga ALKI ini, yaitu ALKI I melintasi Laut Cina SelatanSelat Karimata-Laut Jakarta-Selat Sunda, ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat MakassarLaut Flores-Selat Lombok, dan ALKI III melintasi Samudera Pasific-Selat Maluku, Laut
Seram, dan Laut Banda, dapat meningkatkan raupan devisa sebesar miliaran rupiah setiap
tahunnya5. Dari keempat potensi yang dimiliki oleh kelautan Indonesia tersebut, memaksa
Indonesia untuk segera mungkin mengubah haluan arah pembangunanya. Tidak berarti
mengabaikan sektor agraris, namun orientasi pembangunan harus didominasikan ke sektor
bahari melalui pematrian budaya bahari.
Tentunya peran perubahan haluan arah pembangunan ini tidak terlepas dari peran
pemerintah dan masyarakat suatu Negara itu sendiri. Maka dari itu pematrian budaya bahari
akan dilakukan kepada pihak pemerintah sebagai penyelenggara dan pemberi fasilitas
pembangunan nasional serta kepada masyarakat itu sendiri sebagai stakeholder pembangunan
nasional. Dengan menanamkan budaya bahari kepada pemerintah dan juga masyarakat,
diharapkan akan memberi akselerasi penerapan budaya bahari pada pembangunan Indonesia.
Sehingga terciptalah pembangunan Indonesia yang berorientasi pada budaya bahari.
Jalannya suatu pembangunan yang efektif pada suatu Negara merupakan hasil dari
pada kinerja pemerintahan Negara itu sendiri. Kemudian pemerintahan akan berjalan dengan
baik apabila dipimpin oleh pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen
dalam kepemimpinanya6. Maka dari itu untuk mematrikan budaya bahari pada pemerintahan
Indonesia diperlukanlah pemimpin dalam hal ini Presiden yang mampu membawa budaya
5 Letkol Laut (P) Salim. KODRAT MARITIM NUSANTARA. Leutika Nouvalitera, Yogyakarta, 2014, hal. 162
5
bahari tersebut dalam kepemerintahannya. Berbicara
tidaklah
berbicara
mengenai
mengenai
kepemimpinan
bahari,
seni dalam memimpin. Melainkan lebih mengarah pada
komitmen untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan realita kehidupan Indonesia
sebagai negara yang memiliki kekayaan laut. Melalui kepemimpinan bahari seorang Presiden,
maka dengan mudah budaya bahari tersebut dapat disebar keseluruh unsur-unsur
pemerintahan Indonesia lainnya. Seperti kementerian-kementerian yang memiliki orientasi
kearah pengelolaan kelautan. Wujud pelaksanaan budaya bahari tersebut dapat dilakukan
dengan memprioritaskan program kerja kementerian-kementerian yang memang orientasi
kerjanya kearah pengelolaan kelautan dan memberikan anggaran yang lebih kepada
kementerian yang bertugas mengelolah sektor kelautan sebagai insentifnya7.
Kemudian untuk masyarakat, penanaman budaya bahari dalam rangka menyukseskan
pembangunan
nasional.
Tentunya
diperlukan
dukungan
dari
pemerintah
sebagai
penyelenggara dan penyedia fasilitas pembangunan nasional. Ketika pemerintahaan telah
berbudaya bahari maka dengan mudah pula masayarakat ditanamkan budaya bahari. Dengan
mengeluarkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada kelautan, itu merupakan salah satu
cara pemerintah mensosialisasikan budaya bahari dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
contoh: kebijakan pemerintah untuk melarang nelayan melakukan penangkapan ikan dengan
menggunakan pukat merupakan sebuah cara untuk mensosialisasikan bahwa penggunaan
pukat mampu merusak ekosistem yang ada dilautan pada saat penangkapan ikan, selain itu
melalui kebijakan ini pemerintah dapat pula menanamkan pemahaman pada masyarakat
bahwa betapa pentingnya menjaga potensi laut untuk pembangunan yang berkelanjutan
kedepannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentunya dengan tujuan untuk
memberikan pemberdayaan kepada masyarakat dalam hal ini masyarakat nelayan. Ketika
masyarakat nelayan berdaya maka mereka dengan mudah mampu meningkatkan
penghasilannya sendiri, menghidupi keluarganya, keluar dari belenggung kemiskinan, mampu
membayar pajak dan membawa Indonesia menuju pembangunan yang lebih baik. Maka dari
itu untuk memberikan pemberdayaan kepada nelayan digunakan lima pendekatan
pemberdayaan, yaitu diverfikasi pekerjaan, peningkatan tekhnologi, pasar, modal dan
solidaritas. Kelima pendekatan tersebut dapat direalisasikan oleh pemerintah dengan
memberikan bantuan berupa hibah kepada masing-masing kelompok nelayan sebagai
6 Prof. Muhammad Ryaas Rasyid. “PEMERINTAHAN EFEKTIF dan KOMPETISI GLOBAL: Menggugat Superioritas
Sistem Demokrasi”. Makalah diskusi Scientific Traffic yang disampaikan pada komunitas ilmiah IPDN pada
tanggal 13 Mei 2015.
7 Insentif yang dimaksud adalah penghasilan tambahan yang diberikan kepada kementerian untuk merangsang
tingkat produktivitasnya.
6
pemodalan, memberikan bantuan untuk mendirikan perumahan, pembangunan infrasturktur
berupa jalan akses distribusi ikan dan POM Bensin khusus nelayan, memberikan jaminan
kesehatan dan yang paling mendasar adalah menjamin pelayanan pendidikan yang baik bagi
anak-anak nelayan. Dengan terlaksananya berbagai program tersebut maka akan tercipta
pembangunan yang beorientasi pada budaya bahari. Budaya pembangunan yang mampu
meberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi bangsa Indonesia.
PERLABUAN AKHIR INDONESIA
Dengan menanamkan budaya bahari pada suatu Negara, akan terbentuk karakter
bangsa yang sadar bahwa hidup dan masa depannya bergantung pada lautan, sehingga
masyarakat dapat memanfaatkan laut dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan berdampak pula
pada penyusunan program pembangunan Negara tersebut. Indonesia sebagai Negara yang
kaya akan potensi lautannya tidak akan salah apabila merubah haluan arah pembangunannya
menuju pembangunan yang beorientasi kelautan. Karena sangat banyak potensi yang dapat
dimanfaatkan oleh Indonesia dalam pembangunannya yang mampu memberi jaminan
kesejahteraan. Namun, yang perlu digaris bawahi bahwa kesuksesan penggapaian
kesejahteraan tidak akan terlaksana apabila tidak adanya komitmen pada pemerintah dan juga
masyarakat untuk serius dalam melakukan pembangunan berorientasikan kelautan.
Komitmen yang diharapkan, dimana pemerintah harus sebaik mungkin menyusun
kebijakan-kebijakan yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dalam hal ini
masyarakat nelayan. Begitupu dengan masyarakat, komitmen yang dimaksudkan adalah
dimana masyarakat dapat mendukung dan percaya bahwa kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya. Dengan
demikian akan tercipta pembangunan yang diharapkan. Dengan komitmen yang setegar batu
karang dilautan untuk merealisasikan pembangunan berorientasi kelautan yang berbudaya
bahari, maka Indonesia akan tibah pada perlabuan akhir yang akan menjanjikan pembangunan
nasional yang menjamin kesejahteraan rakyatnya.
7
PEMATRIAN BUDAYA BAHARI
PRIMA AGUNG PALUPI
ESA-1608
1
Esai dengan judul “REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI
PEMATRIAN BUDAYA BAHARI” ini merupakan esai hasil karya ketiga penulis yang
terdiri dari 1.785 kata. Melalui esai ini, penulis mengharapkan kepada pembaca khususnya
seluruh masyarakat Indonesia tersadar kembali dan bangun dari tidur nyenyaknya untuk
menyadari bahwa betapa kayanya negeri ini. Banyak potensi-potensi yang dapat
dimanfaatkan di indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Namun, yang terjadi
selama ini kekayaan yang dimiliki tidak sinkron dengan situasi kesejahteraan masyarakat
indonesia sendiri, bukti bahwa pembangunan nasional tidak berjalan dengan baik. Hal ini
memaksakan indonesia harus berfikir keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan
yang dihadap terkait kesejahteraan. Selama ini indonesia meorientasikan pembangunanya
kearah pengelolaan daratan (agraris), yang mana merupakan kebiasaan warisan Belanda
pada saat menjajah Indonesia. Memaksa masyarakat Indonesia bekerja menanam dan
memanen rempah-rempah untuk Belanda, membentuk mentalitas agraris Indonesia.
Inilah maksud penulis bahwa, indonesia harus sadar dari hipnotis jajahan tersebut,
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki luas perairan dua pertiga dari luas
wilayah daratannya. Tentunya perairan tersebut menyimpan banyak kekayaan alam yang
selama ini terpendam sebagai harta karun. Maka dari itu perlu orientasi pembangunan
kearah bahari melalui pematrian budaya bahari.
2
REPOSISI BUDAYA PEMBANGUNAN INDONESIA MELALUI PEMATRIAN
BUDAYA BAHARI
Oleh: Prima Agung Palupi1
Dari sabang sampai marauke berjajar pulau-pulau, saling menyambung menjadi
satu itulah Indonesia. Demikian lagu wajib komponis legendaris R. Suharjo. Lagu wajib
nasional dari sabang sampai marauke telah menjelaskan bahwa Indonesia terdiri dari beberapa
pulau-pulau yang tentunya memiliki perairan yang luas pula. Sebagai Negara archipelago2
terbesar di dunia, wilayah lautan Indonesia memiliki perbandingan luas dua pertiga dari pada
luas wilayah daratannya. Selain itu, wilayah lautan Indonesia memiliki kekayaan alam yang
sangat melimpah di dalamnya yang diibaratkan sebagai harta karun yang terpendam. Namun,
sayangnya Indonesia masih terlena akan kekayaan daratan dan hanya berkonsentrasi pada
pengelolaan daratannya. Hal tersebut adalah kebiasaan warisan penjajah Belanda yang
dulunya memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja dalam menanam dan mengumpulkan
rempah-rempah untuk Belanda, sehingga membentuk mentalitas yang melemahkan pemikiran
dan jiwa masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maritim. Kebiasaan itupun terus terbawa
hingga saat ini. Tentunya ini menjadi belenggung bagi Indonesia yang mengharuskan
keluarnya Indonesia dari belenggung tersebut dan merubah arah pembangunannya beorientasi
pada bahari
Sudah lebih setengah abad Indonesia merdeka, namun belum ada wujud
pembangunan yang memberikan kesejahteraan murni bagi rakyatnya. Kesejahteraan murni
yang dimaksud adalah kesejahteraan yang merata dan tidak merugikan satu pihak manapun
dalam lingkungan masyarakat, dalam hal ini tidak memberikan potret kehidupan ada si kaya
dan ada si miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada Maret 2013 tercatat
angka kemiskinan mencapai 28,28 juta orang atau 11,25% dari total populasi penduduk
Indonesia. Kemudian pada bulan Maret 2014 angka kemiskinan tercatat sekitar 28,17 juta
orang3. Apabila dibandingkan antara tahun 2013 dan 2014 memang angka kemiskinan
mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Angka kemiskinan 28 juta orang bukanlah
merupakan angka yang kecil bagi Negara yang penuh akan kekayaan alamnya. Berbagai
upaya melalui kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah namun tidak membuahkan hasil
1 Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kampus Jakarta
2 Negara Archipelago adalah Negara yang terdiri dari banyak pulau yang mana laut, udara, dan daratan menjadi
satu kesatuan nusantara.
3 Penduduk Miskin Bertambah. Sumber: http://nasional.sindonews.com (diakses, 24/05/2015)
3
juga. Maka dari itu, sangat perlu kebijakan ekstra khusus untuk penanganan kemiskinan di
Indonesia.
Mengenal bangsa dan mengenal jatidiri yang sesungguhnya merupakan langkah yang
sangat jitu untuk mengubah nasib buruk yang menimpah Indonesia saat ini. Negara Indonesia
telah ditakdirkan terlahir menjadi bangsa bahari sebagai kodratnya, yang seharusnya dapar
memberikan Rahmat kepada rakyatnya, namun realita yang terjadi adalah kodrat tersebut
malah menjadi laknat bagi Indonesia. Buktinya, data terakhir terkait jumlah nelayan miskin
Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa terdapat
kurang lebih 8 juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia 4.
Layakkah sebuah Negara yang kaya akan sumber daya lautnya memiliki nelayan yang miskin.
Hal ini menjadi alaram bagi Indonesia untuk sadar dan terbangun dari mimpi buruknya.
Beranjak dari keterpurukan dan mencoba untuk membuat suatu perencanaan besar kembali
demi pembangunan menuju Indonesia sejahtera. Maka dari itu pradigma pembangunan baru
harus diciptakan oleh Indonesia kedepannya. Budaya pembangunan yang selama ini
berorientasi pada budaya daratan atau agraris perlu di rubah menuju arah pembangunan yang
berorientasi budaya bahari.
INDONESIA MENGUBAH HALUAN
Budaya pembangunan yang selama ini berorientasikan agraris perlu di transformasi ke
dalam budaya pembangunan bahari, mengingat Indonesia terlahir sebagai bangsa bahari.
Bangsa bahari tidak berarti bahwa sebagian besar masyarakatnya adalah para nelayan atau
orang-orang yang hidup dipesisir pantai, namun bagaimana bangsa itu menyadari bahwa
kehidupan masa depannya bergantung pada lautan. Lautan dijadikan sebagai tulang punggung
perekonomian bangsa dan Negara itulah wujud Negara bahari. Dengan demikian maka akan
terbentuk sebuah karakter atau budaya bahari yang akan selalu memperhatikan, menggali,
memanfaatkan serta meng-eksplore akan besarnya manfaat sektor kelautan.
Sangat banyak potensi kelautan yang dimiliki oleh Indonesia, namun sampai saat ini
masih terabaikan. Pertama, potensi bioteknologi bahari Indonesia selama ini belum
dikembangkan secara optimal. Padahal ini dapat meningkatkan pertumbuhan nilai ekonomi
melalui pemanfaatannya sebagai obat anti kanker, makanan laut, pembuatan kertas, dan
bioethanol. Kedua, sektor perikanan Indonesia merupakan sektor harapan bangsa Indonesia
4 PDIP:Kebijakan Menteri Susi Meningkatkan Nelayan Miskin. Sumber: http://m.fastnewsindonesia.com
(diakses, 24/05/2015)
4
kedepan sebagai harta karunnya. Namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh bangsa
Indonesia sendiri. Melalui optimalisasi sektor perikanan seperti memberikan fasilitas jalan
dari dan ke pelabuhan ikan, menyediakan pasokan sumber energi listrik yang besar untuk
gudang pendingin (cold storage) dan meningkatkan penyediaan tekhnologi untuk pengelolaan
ikan, tentunya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat secara
menyeluruh dan mampu menghasilkan devisa Negara untuk membayar hutang pemerintah
yang belum terbayar. Ketiga, terumbu karang yang merupakan komponen utama sumber daya
pesisir dan laut yang apabila dimanfaatkan secara optimal melalui pembukaan objek wisata
bawah laut sehingga mengundang minat wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, dapat
memberikan kontribusi yang tidak ternilai harganya bagi pemerintah. Keempat, potensi Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Sejak deklarasi Juanda 1957, Indonesia seakan-akan
membiarkan potensi tiga ALKI yang dimilikinya ini untuk dilalui kapal-kapal secara bebas.
Padahal, apabila dimanfaatkan jalur tiga ALKI ini, yaitu ALKI I melintasi Laut Cina SelatanSelat Karimata-Laut Jakarta-Selat Sunda, ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat MakassarLaut Flores-Selat Lombok, dan ALKI III melintasi Samudera Pasific-Selat Maluku, Laut
Seram, dan Laut Banda, dapat meningkatkan raupan devisa sebesar miliaran rupiah setiap
tahunnya5. Dari keempat potensi yang dimiliki oleh kelautan Indonesia tersebut, memaksa
Indonesia untuk segera mungkin mengubah haluan arah pembangunanya. Tidak berarti
mengabaikan sektor agraris, namun orientasi pembangunan harus didominasikan ke sektor
bahari melalui pematrian budaya bahari.
Tentunya peran perubahan haluan arah pembangunan ini tidak terlepas dari peran
pemerintah dan masyarakat suatu Negara itu sendiri. Maka dari itu pematrian budaya bahari
akan dilakukan kepada pihak pemerintah sebagai penyelenggara dan pemberi fasilitas
pembangunan nasional serta kepada masyarakat itu sendiri sebagai stakeholder pembangunan
nasional. Dengan menanamkan budaya bahari kepada pemerintah dan juga masyarakat,
diharapkan akan memberi akselerasi penerapan budaya bahari pada pembangunan Indonesia.
Sehingga terciptalah pembangunan Indonesia yang berorientasi pada budaya bahari.
Jalannya suatu pembangunan yang efektif pada suatu Negara merupakan hasil dari
pada kinerja pemerintahan Negara itu sendiri. Kemudian pemerintahan akan berjalan dengan
baik apabila dipimpin oleh pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen
dalam kepemimpinanya6. Maka dari itu untuk mematrikan budaya bahari pada pemerintahan
Indonesia diperlukanlah pemimpin dalam hal ini Presiden yang mampu membawa budaya
5 Letkol Laut (P) Salim. KODRAT MARITIM NUSANTARA. Leutika Nouvalitera, Yogyakarta, 2014, hal. 162
5
bahari tersebut dalam kepemerintahannya. Berbicara
tidaklah
berbicara
mengenai
mengenai
kepemimpinan
bahari,
seni dalam memimpin. Melainkan lebih mengarah pada
komitmen untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan realita kehidupan Indonesia
sebagai negara yang memiliki kekayaan laut. Melalui kepemimpinan bahari seorang Presiden,
maka dengan mudah budaya bahari tersebut dapat disebar keseluruh unsur-unsur
pemerintahan Indonesia lainnya. Seperti kementerian-kementerian yang memiliki orientasi
kearah pengelolaan kelautan. Wujud pelaksanaan budaya bahari tersebut dapat dilakukan
dengan memprioritaskan program kerja kementerian-kementerian yang memang orientasi
kerjanya kearah pengelolaan kelautan dan memberikan anggaran yang lebih kepada
kementerian yang bertugas mengelolah sektor kelautan sebagai insentifnya7.
Kemudian untuk masyarakat, penanaman budaya bahari dalam rangka menyukseskan
pembangunan
nasional.
Tentunya
diperlukan
dukungan
dari
pemerintah
sebagai
penyelenggara dan penyedia fasilitas pembangunan nasional. Ketika pemerintahaan telah
berbudaya bahari maka dengan mudah pula masayarakat ditanamkan budaya bahari. Dengan
mengeluarkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada kelautan, itu merupakan salah satu
cara pemerintah mensosialisasikan budaya bahari dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
contoh: kebijakan pemerintah untuk melarang nelayan melakukan penangkapan ikan dengan
menggunakan pukat merupakan sebuah cara untuk mensosialisasikan bahwa penggunaan
pukat mampu merusak ekosistem yang ada dilautan pada saat penangkapan ikan, selain itu
melalui kebijakan ini pemerintah dapat pula menanamkan pemahaman pada masyarakat
bahwa betapa pentingnya menjaga potensi laut untuk pembangunan yang berkelanjutan
kedepannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentunya dengan tujuan untuk
memberikan pemberdayaan kepada masyarakat dalam hal ini masyarakat nelayan. Ketika
masyarakat nelayan berdaya maka mereka dengan mudah mampu meningkatkan
penghasilannya sendiri, menghidupi keluarganya, keluar dari belenggung kemiskinan, mampu
membayar pajak dan membawa Indonesia menuju pembangunan yang lebih baik. Maka dari
itu untuk memberikan pemberdayaan kepada nelayan digunakan lima pendekatan
pemberdayaan, yaitu diverfikasi pekerjaan, peningkatan tekhnologi, pasar, modal dan
solidaritas. Kelima pendekatan tersebut dapat direalisasikan oleh pemerintah dengan
memberikan bantuan berupa hibah kepada masing-masing kelompok nelayan sebagai
6 Prof. Muhammad Ryaas Rasyid. “PEMERINTAHAN EFEKTIF dan KOMPETISI GLOBAL: Menggugat Superioritas
Sistem Demokrasi”. Makalah diskusi Scientific Traffic yang disampaikan pada komunitas ilmiah IPDN pada
tanggal 13 Mei 2015.
7 Insentif yang dimaksud adalah penghasilan tambahan yang diberikan kepada kementerian untuk merangsang
tingkat produktivitasnya.
6
pemodalan, memberikan bantuan untuk mendirikan perumahan, pembangunan infrasturktur
berupa jalan akses distribusi ikan dan POM Bensin khusus nelayan, memberikan jaminan
kesehatan dan yang paling mendasar adalah menjamin pelayanan pendidikan yang baik bagi
anak-anak nelayan. Dengan terlaksananya berbagai program tersebut maka akan tercipta
pembangunan yang beorientasi pada budaya bahari. Budaya pembangunan yang mampu
meberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi bangsa Indonesia.
PERLABUAN AKHIR INDONESIA
Dengan menanamkan budaya bahari pada suatu Negara, akan terbentuk karakter
bangsa yang sadar bahwa hidup dan masa depannya bergantung pada lautan, sehingga
masyarakat dapat memanfaatkan laut dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan berdampak pula
pada penyusunan program pembangunan Negara tersebut. Indonesia sebagai Negara yang
kaya akan potensi lautannya tidak akan salah apabila merubah haluan arah pembangunannya
menuju pembangunan yang beorientasi kelautan. Karena sangat banyak potensi yang dapat
dimanfaatkan oleh Indonesia dalam pembangunannya yang mampu memberi jaminan
kesejahteraan. Namun, yang perlu digaris bawahi bahwa kesuksesan penggapaian
kesejahteraan tidak akan terlaksana apabila tidak adanya komitmen pada pemerintah dan juga
masyarakat untuk serius dalam melakukan pembangunan berorientasikan kelautan.
Komitmen yang diharapkan, dimana pemerintah harus sebaik mungkin menyusun
kebijakan-kebijakan yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dalam hal ini
masyarakat nelayan. Begitupu dengan masyarakat, komitmen yang dimaksudkan adalah
dimana masyarakat dapat mendukung dan percaya bahwa kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya. Dengan
demikian akan tercipta pembangunan yang diharapkan. Dengan komitmen yang setegar batu
karang dilautan untuk merealisasikan pembangunan berorientasi kelautan yang berbudaya
bahari, maka Indonesia akan tibah pada perlabuan akhir yang akan menjanjikan pembangunan
nasional yang menjamin kesejahteraan rakyatnya.
7