TINJAUAN PUSTAKA ANALISIS BKO TADALAFIL

TINJAUAN PUSTAKA ANALISIS BKO TADALAFIL PADA JAMU DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
Alsa Giani Mahesha (21131088), Winasih Rachmawati, M.Si., Apt
RINGKASAN
Jamu merupakan obat tradisional yang sering digunakan di masyarakat. Salah satu bahan kimia obat
yang sering ditambahkan pada jamu penambah stamina pria adalah Tadalafil. Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) memperingatkan beberapa obat tradisional pada jamu yang mengandung
tadalafil. Tujuan dari studi literatur ini adalah mengetahui metode analisis tadalafil dalam jamu kuat
pria dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ini memiliki sensitifitas dan
selektifitas yang tinggi. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan KCKT fase terbalik,
detektor UV menggunakan kombinasi fase gerak asetonitril : dapar fosfat (pH 7) 3:2 v/v untuk
sistem KCKT 1, asetonitril : buffer asetat (pH 2,8) 5:5 v/v sistem KCKT 2, metanol : asetonitril :
buffer fosfat (pH 5,2) 0,1M untuk sistem KCKT 3. Pada sistem kromatografi tersebut, menunjukkan
waktu retensi tadalafil yang berbeda-beda yaitu 4,46 menit, 5,772 menit, 7,55 menit. Validasi
metode yang telah diteliti telah memenuhi syarat meliputi Batas Kuantisasi (LOQ), Batas deteksi
(LOD) , dan linieritas (Linearity).

Kata kunci : Jamu, Tadalafil, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

SUMMARY
Jamu is one type of traditional medicine that is often used in society. One of the chemical drugs

that are often added to jamu stamina enhancer is tadalafil. The National Agency of Drug and Food
Control (NA-DFC) has identified tadalafil in some brands of jamu and restriction for consumption.
The aims of this literature study is to find out analysis of tadalafil in jamu strong with High
Performance Liquid Chromatography method (HPLC), HPLC have a high sensitivity and
selectivity for analysis. The analysis conducted using the HPLC reversed phase, UV detectors, with
stationary phase as a mixture of acetonitrile : buffer phosphate (pH 7) 3:2 v/v for system HPLC 1,
acetonitrile : buffer acetat (pH 2,8) 5:5 v/v for system HPLC 2, methanol : acetonitrile : buffer
phosphate (pH 5,2) 0,1M for system HPLC 3. In the chromatography system, showed that the
retention time different of tadalafil was 4,46 minutes, 5,772 minutes, 7,55 minutes. Method was
validated already investigated have qualified in terms of Limit Of Quantitation (LOQ), Limit Of
Detection (LOD), and linearity.
Keyword : Jamu, Tadalafil, High Performance Liquid Chromatography.

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik

Indonesia
Nomor:
003/MENKES/PER/I/2010
tentang
Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan. bahwa yang disebut
jamu adalah obat tradisional Indonesia.
Permenkes tersebut menyebutkan bahwa jamu
tidak boleh mengandung BKO (Bahan Kimia
Obat), Persyaratan inilah yang sering
dilanggar oleh produsen jamu untuk
meningkatkan
penjualan,
dikarenakan
masyarakat Indonesia sebagai konsumen
menyukai produk kesehatan yang bereaksi
cepat pada tubuh.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 246/Menkes/Per/V/1990
menyatakan bahwa jamu tidak boleh

ditambahkan bahan kimia obat (BKO). Hal
tersebut ditunjukan pada pasal 39 ayat 1 poin
A yang berbunyi, “Industri Obat Tradisional
atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang
memproduksi segala jenis obat tradisional
yang mengandung bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik yang berkhasiat obat”.
Walaupun
pemerintah
telah
menetapkan persyaratan untuk jamu, tetapi
masih banyak orang melanggar ketentuan
tersebut. Berdasarkan hasil pengawasan obat
tradisional melalui sampling dan pengujian
laboratorium tahun 2014, Badan POM telah
menemukan sebanyak 51 produk obat
tradisional yang dicampur dengan bahan
kimia obat. Berkenaan dengan hasil temuan
tersebut, Badan POM telah memberikan
peringatan keras kepada produsen dan sarana

distribusi, serta menarik obat tradisional yang
dicampur dengan bahan kimia obat. Di antara
jamu yang ditarik dari peredaran, terdapat
jamu yang terbukti mengandung bahan kimia
obat, yaitu Tadalafil. Bahan kimia obat
tersebut digunakan untuk meningkatkan
kualitas ereksi pada pria (Badan POM RI,
2014).

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 2

Untuk
mengetahui
keberadaan
tadalafil dalam jamu diperlukan metode
analisis yang memiliki tingkat akurasi dan
presisi yang tinggi. Salah satu cara yang
digunakan untuk analisis bahan kimia
tadalafil adalah Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT). Mayangsari (2007), hasil

validasi metode kromatografi cair kinerja
tinggi cukup baik untuk analisis bahan kimia
tadalafil dalam sediaan jamu tradisional.
Penulisan KTI ini bertujuan untuk
mengumpulkan berbagai pustaka mengenai
dengan metode analisis tadalafil dalam jamu.
Maka dengan
penulisan ini diharapkan
memberikan
wawasan
dan
informasi
mengenai sistem pada metode KCKT untuk
analisis BKO tadalafil dalam produk jamu
penambah stamina dengan metode yang
tervalidasi.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Tadalafil
Obat tradisional atau jamu adalah

bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat (Permenkes, 2010).
Bahan kimia obat (BKO) adalah
senyawa sintetis atau bisa juga produk
kimiawi yang berasal dari bahan alam yang
umumnya digunakan pada pengobatan
modern (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2015).
Tadalafil merupakan salah satu BKO
yang memiliki efek yang dapat membantu
mengatasi gangguan ereksi pada pria dan
merupakan salah satu bahan kimia obat
(BKO) yang sering ditambahkan pada jamu

2016


KAJIAN PUSTAKA KTI

penambah stamina. Penambahan tadalafil ini
dalam produk jamu dapat menimbulkan efek
samping yang merugikan seperti sakit kepala,
pusing, dispepsia, gangguan umum visual
seperti
penglihatan
kabur,
fotofobia,
chromatopsia, cyanopsia, iritasi mata, rasa
sakit dan mata merah, efek samping ini dapat
meningkat apabila digunakan pada takaran
yang tidak tepat (BPOM, 2011).
Efek samping lain dari Tadalafil dapat
menyebabkan nyeri abdomen, dispepsia, nyeri
punggung, muka memerah, hidung tersumbat,
fotosensitivitas, kehilangan potensi sex
permanen. Tadalafil bersifat melebarkan

pembuluh
darah
yang
menyebabkan
penurunan tekanan darah, pasokan oksigen
dan darah ke dalam otot jantung menurun,
nyeri dada yang tidak stabil, irama jantung
tidak normal, stroke (BPOM, 2008).

Tadalafil
merupakan
golongan
inhibitor fosfodiesterase tipe 5 (PDE5) yang
memiliki mekanisme kerja dan penggunannya
sama seperti sildenafil (H. B. Tampubolon,
et.al, 2006)
Saat ini tadalafil telah dipasarkan
dalam bentuk pil untuk mengobati disfungsi
ereksi dengan nama dagang Cialis dan
Adcirca serta tadacip oleh Cipla perusahaan

farmasi India dalam dosis 10 mg dan 20 mg.
Selain untuk disfungsi ereksi, tadalafil juga
digunakan sebagai pengobatan hipertensi
arteri paru. Dosis yang digunakan untuk
hipertensi arteri paru adalah 40 mg/hari. US
Food and Drug Administration menemukan
penyalahgunaan konsumsi tadalafil tanpa
keperluan klinis (bersama dengan golongan
inhibitor PDE5 lainnya) dapat menyebabkan
gangguan penglihatan terkait dengan NAION
(Non Arteritic Anterior Ischemic Optic
Neuropathy). Pemakaian konsumsi tadalafil
yang tidak benar memiliki risiko terkait
anatomi atau vaskular NAION, termasuk pada
pasien di atas usia 50 tahun, diabetes,
hipertensi,
koroner
penyakit
arteri,
hiperlipidemia

dan
merokok.
FDA
menyimpulkan bahwa dari ketiga inhibitor
fosfodiesterase tipe 5 (PDE5) (tadalafil,
sildenafil, vardenavil) penggu-naanya harus
dipantau oleh dokter (Kuchi, et.al, 2012).

2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Gambar 1. Struktur Tadalafil
(Martindale, 2009)
Nama sinonim tadalafil adalah pyrazino [1 ',
2': 1,6] pyrido [3,4-b] indole-1, 4- dion, 6 (1,3 – benzo-dioxol-5-il) -2, 3, 6, 7, 12, 12
ahexahydro-2-metil-, (6R, 12aR). Rumus
molekul tadalafil C22H19N3O4. Berat molekul
tadalafil sebesar 389,41. Tadalafil merupakan
kristal solid yang tidak larut dalam air dan
sangat larut dalam etanol. Titik lebur sebesar
303-306 OC. Nomor CAS untuk tadalafil
171596-29-5, dan kode ATC yaitu G04BE08.


Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 3

Dalam beberapa tahun terakhir ini
teknologi KCKT dan pemakaiannya telah
sangat berkembang dan walaupun sangat
mahal, KCKT telah menjadi metode analisis
rutin dan bahkan prevaratif pada banyak
laboratorium (Gritter, et.al, 1991).
KCKT mempunyai pembatas yang
sebanding, yaitu cuplikan harus larut di dalam
zat cair. KCKT dapat dipakai untuk sebagian
besar senyawa yang tidak menguap dan
senyawa berbobot molekul tinggi. KCKT
dapat dipakai untuk senyawa anorganik, yang
sebagian besar tidak mudah menguap. KCKT

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

biasanya dilakukan pada suhu kamar. Jadi,
senyawa yang tidak tahan panas dapat
ditangani dengan mudah (Gritter, et.al, 1991).
Ada tiga komponen pada KCKT yang
harus diperhatikan, yaitu (menurut urutan
yang makin rumit) detektor yang akan
dipakai, kemasan kolom yang harus dipilih,
dan akhirmya fase gerak (pelarut dan program
pelarut) (Gritter, et.al, 1991).

hantarkan aliran terukur 0,01-1,0 atau 0,1-20
ml/menit, pompa harus memiliki volum
tertahan
yang
minimum
sehingga
memungkinkan pergantian pelarut dengan
cepat dengan diafragma dan elusi landaian
secara efisien. Sebagian besar pompa yang
dipakai pada KCKT ialah jenis aliran tetap
dengan
diafragma,
tetapi
akibatnya
membutuhkan
peredam
denyut
atau
menggunakan kepala pompa berganda yang
diatur sedemikian rupa sehingga torak
menghasilkan tekanan maksimum pada waktu
yang berbeda, hal ini untuk mengurangi
tekanan yang berdenyut yang disebabkan oleh
pompa (Gritter, et.al, 1991).
Kolom
1. Memilih kemasan

Gambar 2. Diagram KCKT
Fasa gerak
Pada pemilihan fase gerak, yang terpenting
ialah dalam teknik KCKT kromatografi caircair, kepolaran campuran pelarut adalah linier
diantara kepolaran pelarut murninya. Jadi,
berdasarkan kepolaran pelarut murni dan
pengetahuan mengenai bagaimana zat dapat
larut dengan pelarutnya, maka dapat
mengeksploitasi ke banyak sistem yaitu
dengan memerlukan hubungan mengenai
ukuran kepolaran pelarut murni, memaparkan
zat yang keluar pada kolom tertentu, dan
memerlukan hubungan antara kepolaran
dengan perilaku kolom (Gritter, et.al, 1991).
Pompa
Pompa
pada
sistem
KCKT
harus
menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan
terulangkan ke kolom. Pompa harus tahan
terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai
tekanan sampai 6000psi, dapat meng-

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 4

Pemilihan kolom (kemasan) yang akan
dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak
dikenal harus didasarkan pada sifat kimia
umum zat terlarut, sifat kelarutannya, dan
ukurannya. Umumnya, jika komponen
cuplikan mempunyai bobot molekul 2000
atau lebih, diperlukan kromatografi ekslusi
ukuran. Jika cuplikan polar dan larut didalam
pelarut organik, dapat dipakai KCKT
kemasan terikat. Jika cuplikan tidak larut
dalam pelarut organik dan larut didalam air
menghasilkan larutan tak netral, dapat dipakai
kolom pertukaran ion pada kolom fase balik.
Jika cuplikan larut didalam air menghasilkan
larutan netral, dapat memakai kolom tipe apa
saja dari ketiga jenis kolom dapat dipakai
(Gritter, et.al, 1991).
2. Rancangan kolom
Disamping sifat kimia dasar kemasan kolom,
ada beberapa pilihan lain yang harus
ditentukan. Kemasan dapat dilekatkan pada
penyangga berpori yang ukuran partikelnya
dapat beragam. Pada umumnya, sebagian
besar KCKT dilakukan pada butir dengan
garis tengah 3-10 µm. Panjang kolom KCKT
biasanya sekitar 5-25 cm, dan akan diperlukan
tekanan yang tinggi jika kolom lebih panjang
(Gritter, et.al, 1991).

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

Detektor

PG

262 nm

283 nm

262 nm

Sebagian besar detektor KCKT adalah
spektrofotometer
yang
merekam
dan
mengalirkan cahaya pada panjang gelombang
tertentu. Kebanyakan detektor menggunakan
sinar ultraviolet dan mengukur penyerapan
atau, kadang-kadang, fluoresensi. Detektor
UV tersedia dalam dua jenis. Yang paling
sederhana dan paling murah ialah detektor
dengan satu panjang gelombang (254nm),
tetapi dapat ke panjang gelombang lain
dengan mengubah filter dan sumber cahaya.
Detektor dengan panjang gelombang yang
dapat diubah-ubah dapat diatur antara 190 dan
700 nm sehingga pelarut menyerap minimum
dan zat yang terlarut menyerap maksimum.
Untuk detektor KCKT yang paling peka
didasarkan atas fluoresensi, tetapi sudah tentu
hanya dapat dipakai untuk senyawa yang
berfluoresensi (Gritter, et.al, 1991).

Fasa
Gerak

Asetonitril dan
dapar
fosfat
(pH
7)
(3:2 v/v).

Asetonitril
dan
buffer
asetat
pH 2,8
(5:5
v/v).

Laju
Alir
(mL
/menit)
Volume
injeksi

0,8

1

Metanol
dan asetonitril
65:35 v/v.
(pH 5.2
dengan
buffer
fosfat
0,1M).
1

20 µl

Rheodine
20 µl

Rheodine
20 µl

Larutan
Baku

50-250
ppm.

10-250
ppm.

10-100
ppm.

Sistem KCKT
Memasukan cuplikan ke dalam kolom KCKT,
dengan meyuntikan cuplikan ke dalam aliran
fase gerak melawan tekanan balik yang sangat
tinggi, dan cuplikan harus dimasukan berupa
sumbat sesempit mungkin untuk memperkecil
pelebaran pita (Gritter, et.al, 1991).

KCKT 1

Berikut beberapa sistem KCKT yang digunakan
untuk menganalisis tadalafil :

Parameter
Sistem
Kolom

KCKT 1
(Wardana,
dkk,
2014).
Fase
terbalik

KCKT 2 KCKT 3
(Sutar,
Kuchi,
2008).
et.al,
2012)
Fase
Fase
terbalik terbalikisokratik
Eurospher H-Qsil
Chromo(5µm, 250 C18-10 sil
C18
mm x 4,6 (4,6 mm (250 mm
mm)
x
250 x 4,6 mm,
mm),
5μ),
eluen
isokratik

Detektor Uv-Vis

Uv-Vis

Spektro-

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 5

KCKT 2

KCKT 3

Preparasi Sampel
100 mg sampel jamu, dilarutkan
dengan 5 ml fase gerak,
dimasukkan ke dalam labu ukur
10 ml, tambahkan fase gerak
sampai tanda batas. Pipet 1 ml
dimasukkan kedalam labu ukur 5
mL diencerkan dengan fase
gerak sampai tanda batas.
Disaring dengan kertas Whatman
(porositas 0,45 μm) (Wardana,
dkk, 2014).
Larutan sampel 1000 ppm
tambahkan fase gerak sampai
tanda batas, larutan disonikasi 20
menit, saring menggunakan
kertas Whatman no 41, filtrat
sebagai larutan sampel. Dilakukan pengenceran 10 sampai
250 ppm diukur pada panjang
gelombang 283 nm (Sutar,
2008).
10 mg sampel dimasukan labu
ukur 100 ml, tambahkan fase
gerak 25 ml, disonikasi 15 menit,

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

campurkan fase gerak sampai
tanda batas, dilakukan pengenceran 30 ppm (Kuchi, et.al,
2012).
Parameter Kesesuaian Sistem KCKT
KCKT 1 (Wardana, dkk, 2014)
Parameter

Nilai

Waktu Retensi

5,772 menit

Koefisien korelasi

0,999

Batas kuantisasi

0,01 µg/ml

Batas deteksi

0,003 µg/ml

Gambar 5. Waktu retensi dari kromatogram
tadalafil 4,46 menit

Gambar 6. Hasil analisis kualitatif sampel
Tadalafil

Gambar 3. Perbandingan antara kromatogram
standar tadalafil 5,785 dan Sampel Jamu B
5,772

Gambar 4. Hasil analisis kualitatif sampel
Tadalafil

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 6

KCKT 2 (Sutar, 2008)
Parameter

Nilai

Waktu retensi

4,46

Koefisien korelasi

0,9993

Tailing factor

1,56

Plat teoritis

4036,49

Faktor kapasitas

1,75

Batas kuantisasi

10 µg/ml

Batas deteksi

2 µg/ml

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

KCKT 3 (Kuchi, et.al, 2012)
Parameter

Nilai

Waktu retensi

7,55 menit

Tailing factor

1,88

Plat teoritis

3405

Batas kuantitas

1,0 µg/ml

Batas deteksi

0,5 µg/ml

Koefisien Korelasi

0,999

Gambar 7. Waktu retensi dari kromatogram
tadalafil 7,55 menit.

Gambar 8. Hasil analisis kualitatif sampel
tadalafil
Pembahasan
Pengujian analisis penetapan kadar
tadalafil sebagai BKO pada jamu dapat
dilakukan dengan metode Kromatografi Cair
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 7

Kinerja Tinggi. Suatu campuran zat dapat
dipisahkan
dengan
KCKT
yaitu
didistribusikan antara fase diam dan fase
gerak dengan prinsip didasarkan atas
perbedaan kecepatan migrasi solut yang
dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut
terhadap fase gerak dan fase diam. Pada
pengujian dilakukan optimasi dan validasi
untuk mendapatkan metode KCKT yang
terbaik untuk analisis kadar tadalafil dalam
jamu.
Penentuan analisis tadalafil dimulai
dengan (1)penentuan panjang gelombang
maksimum yang mana pemilihan panjang
gelombang analisis ini bertujuan untuk
meningkatkan sensitivitas dan selektivitas.
Pada
beberapa
pustaka,
analisis
menggunakan detektor spektrofotometer
ultraviolet-visibel. Pemakaian detektor ini
karena pengukuran spektrum dalam daerah
ultraviolet dan cahaya tampak dapat
dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan
yang lebih baik dari pada daerah inframerah
dekat dan inframerah, apabila diamati kadar
dalam kuvet 1 cm, kadar kurang lebih 10 μg
spesimen per ml sering menghasilkan serapan
sebesar 0,2-0,8 didaerah ultraviolet atau
cahaya tampak. Sampel yang digunakan
termasuk senyawa organik merupakan sampel
yang sering dianalisa dengan UV-Vis dimana
senyawa organik dapat memberikan serapan
senyawa yang mempunyai gugus kromofor
dan auksokrom. Detektor ini mampu
mengumpulan kromatogram pada 200 – 400
panjang gelombang, selain itu dengan
detektor ini dapat dilakukan uji kemurnian
puncak dengan membandingkan antara
spektrum analit dengan spektrum senyawa
yang sudah diketahui atau berada dalam
library KCKT.
(2)Penetapan komposisi fase gerak,
dimaksudkan untuk memilih perbandingan
konsentrasi yang baik. Penentuan kadar
tadalafil dengan menggunakan sistem
terbalik, yaitu sistem yang fase diamnya
bersifat non polar, sedangkan fase geraknya
bersifat polar. Penggunaan fase terbalik pada

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

fase gerak dan fase diamnya yang berbeda
kepolaran bertujuan agar sampel uji tidak
bereaksi dengan fase diamnya saat melewati
kolom HPLC. Fase gerak yang digunakan
yaitu campuran asetonitril : dapar fosfat pH 7
(Wardana, dkk, 2014), campuran asetonitril :
buffer asetat pH 2,8 (Sutar 2008), campuran
metanol : asetonitril : buffer fosfat pH 5,2
(Kuchi, et.al, 2012). Sampel tadalafil ini
praktis tidak larut dalam air artinya
merupakan senyawa nonpolar, tetapi dapat
larut dalam pelarut polar seperti etanol dan
metanol sehingga komposisi fase gerak
dicampurkan dengan asetonitril dengan atau
tanpa metanol, karena pelarut ini bersifat
pelarut universal dimana asetonitril pelarut
organik yg mampu melarutkan banyak zat,
termasuk garam, Sedangkan pelarut metanol
mempunyai gugus OH dan metil berdekatan
menjadikan metanol bersifat semipolar
sehingga metanol mampu mengelusi senyawa
baik polar maupun nonpolar. Pada komposisi
fase gerak ditambahkan larutan buffer, larutan
buffer digunakan sebagai pelarut senyawa
polar selain itu buffer dapat memperlambat
keluarnya kromatogram dengan membentuk
kristal, karena Tadalafil merupakan kristal
solid praktis tidak larut dalam air atau
nonpolar, maka larutan buffer dilarutkan oleh
asetonitril dan metanol dalam campuran fase
gerak, karena kedua pelarut ini dapat
melarutkan pelarut yang bersifat garam, dan
tadalafil dapat dilarutkan oleh asetonitril dan
atau metanol, sehingga komposisi campuran
fase gerak ini dapat melarutkan sampel
tadalafil dan dapat memperoleh hasil
pemisahan yang efisien. Selain itu
penggunaan pelarut polar (metanol dan
asetonitril) akan mempercepat
keluar
kromatogram, untuk itu digunakan larutan
buffer. Fase diam yang digunakan yaitu fase
diam nonpolar C18 yang memiliki gugus
Okta Desil Silika (ODS) yang mampu
memisahkan senyawa senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang, maupun
tinggi. Fase gerak dimasukan ke dalam
injektor sebanyak 20 µl yang sebelumnya
telah di atur laju alir. Hasil dari waktu retensi

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 8

menunjukan KCKT 2 (Sutar, 2008) yang
paling baik yaitu 4,46 menit. Semakin kecil
waktu retensi, maka semakin baik waktu yang
diperlukan analit untuk melewati sistem.
(3)Validasi metode, dilakukan dengan
tujuan untuk memastikan bahwa metode
tersebut akurat dan dapat digunakan sebagai
metode penetapan kadar. Hasil validasi dan
parameter kesesuaian sistem yaitu Koefisien
korelasi 0,999 artinya metode dapat
memberikan 99,9% hasil yang akurat dan
cermat. Menurut ICH (1996) linieritas dapat
dikatakan baik jika nilai koefisien korelasi (r)
≥ 0,999. Dengan kata lain hasil pengujian
parameter linieritas dalam penelitian ini sudah
memenuhi persyaratan yang ada. Parameter
kedua yang diuji adalah batas deteksi dan
batas kuantisasi. Tujuan penetapan batas
deteksi dan batas kuantisasi adalah untuk
menentukan batas terendah konsentrasi analit
baik, yang dapat dianalisis secara kualitatif
(batas deteksi) maupun secara kuantitatf
(batas
kuantisasi)
berdasarkan
hasil
pengukuran yang diperoleh dari beberapa
sistem KCKT bahwa KCKT 1 (Wardana, dkk,
2014) yang paling baik nilai batas deteksi
sebesar 0,003 µg/ml dan nilai batas kuantisasi
sebesar 0,01 µg/ml.
Hasil validasi dan kesesuain sistem
KCKT 2 yaitu Koefisien korelasi 0,9993
artinya metode dapat memberikan 99,93%
hasil yang akurat dan cermat. Dengan kata
lain hasil pengujian parameter linieritas dalam
penelitian ini sudah memenuhi persyaratan
yang ada. Tailing Factor (TF) yaitu terjadinya
pengekoran pada kromatogram sehingga
bentuk kromatogram menjadi tidak simetris.
Untuk kromatogram yang memberikan harga
TF = 2 berarti kromatogram tersebut betulbetul simetris. Harga TF > 2 berarti
kromatogram tersebut mengekor (tailing),
makin besar harga TF maka makin efisien
kolom yang dipakai. Bila harga TF < 2 berarti
kromatogram tersebut mengandung (fronting),
dan dapat diatasi dengan mengurangi volume
injeksi awal. Jadi harga TF dapat digunakan
sebagai pedoman untuk melihat efisiensi

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

kolom kromatografi. Nilai tailing factor yang
diperoleh yaitu 1,56, sehingga tidak terjadi
pengekoran pada kromatogram, maka kolom
yang digunakan semakin efisien. Faktor
kapasitas (k’) adalah waktu tambat terkoreksi
dan tO adalah waktu tambat fase gerak, harga
faktor kapasitas (k’) yang baik yaitu < 2. Bila
harga k’ kecil berarti puncak-puncak analit
belum saling berhimpitan (overlapping)
dengan puncak fase geraknya. Sedangkan
harga k’ yang besar menunjukkan bahwa
waktu pemisahan yang dilakukan terlalu
lama. Faktor kapasitas hanya menjamin
pemisahan dua puncak kromatogram pada
bagian atasnya saja. Nilai faktor kapasitas (k’)
yang diperoleh yaitu 1,75 sehingga proses
pemisahan analit cepat dan puncak-puncak
belum berhimpitan. Plat teoritis adalah
banyaknya distribusi keseimbangan dinamis
yang terjadi di dalam suatu kolom, digunakan
untuk mengetahui efisiensi suatu kolom
kromatografi, dimana semakin besar harga N
maka akan memberikan puncak yang lebih
efisien. Nilai plat teoritis yaitu 4036,49.
Hasil validasi dan kesesuain KCKT 3 yaitu
nilai tailing factor 1,88 berarti tidak terjadi
pengekoran kromatogram dan kolom yang
dipakai semakin baik. Nilai plat teoritis 3405.
Bila dibandingkan dengan hasil validasi
sistem KCKT 2, untuk tailing factor lebih
baik sistem KCKT 3 dilihat dari nilai TF yang
mendekati 2 artinya kromatogram mendekati
bentuk simetris, untuk nilai plat teoritis sistem
KCKT 2 yang baik karena nilai N yang lebih
besar, sehingga akan memberikan puncak
yang efisien. Nilai koefisien korelasi 0,999
(Kuchi, et.al, 2012).
(4)Penetapan
kadar,
dengan
menggunakan kurva kalibrasi tadalafil.
Sampel dibuat dengan seri beberapa
pengenceran sesuai dengan preparasi sampel,
di injeksikan sebanyak 20 µg/ml ke sistem
KCKT dideteksi pada panjang gelombang
yang telah ditetapkan beserta laju alirnya.
Kemudian dicatat luas puncak dan dihitung
kadarnya. Pada penelitian yang dilakukan

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 9

Wardana, dkk, (2014), Sutar (2008), Kuchi,
et.al, (2012) yakni pengujian analisis
penetapan kadar tadalafil sebagai BKO pada
jamu dengan metode KCKT menghasilkan
Validasi dan parameter kesesuaian sistem
yang baik serta sampel yang dianalisis
menunjukan bahwa jamu mengandung BKO
tadalafil. Dari 3 sistem KCKT dapat
digunakan sistem KCKT 2 yang paling baik
untuk pengujian analisis penetapan kadar
tadalafil sebagai BKO pada jamu karena
ditandai dengan validasi dan kesesuian sistem
yang valid, dapat memenuhi syarat validitas
meliputi koefisien korelasi, tailing factor, plat
teoritis, faktor kapasitas, batas kuantisasi, dan
batas deteksi.
Kesimpulan
Tadalafil sebagai BKO (Bahan Kimia Obat)
pada sediaan jamu kuat pria dapat dianalisis
dengan metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi dengan fase terbalik menggunakan
komposisi campuran fase gerak asetonitril :
dapar fosfat (pH 7) 3:2 v/v untuk sistem
KCKT 1, asetonitril : buffer asetat (pH 2,8)
5:5 v/v sistem KCKT 2, metanol : asetonitril :
buffer fosfat (pH 5,2) 0,1M untuk sistem
KCKT 3. Metode ini dinilai memiliki
sensitivitas dan selektifitas yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
PERMENKES RI, 2010. No.1 Tentang
Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3.
PERMENKES RI, 1990. No. 246 Tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional Dan
Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.5.
BPOM RI, 2014. Public Warning Tentang
Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia

2016

KAJIAN PUSTAKA KTI

Obat. Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Tampubolon, Hosiana. Sumarlik, Endang.
Dwi Saputra, Setiawan. Cholifah, Siti. and
Kartinasari,
Wiwin
Farina.
(2006).
Densitometric Determination of Tadalafil
Citrate in Tablets: Validation of the Method.
Journal of Liquid Chromatography & Related
Technologies. 29: 2753–2765.
Mayangsari, D. 2007. Pengembangan Metode
Komatografi Cair Kinerja Tinggi Untuk
Deteksi Sildenafil Sitrat Dalam Obat
Tradisional. ITB, Bandung.
PERMENKES RI, 2010. No.3 Tentang Obat
Tradisional. Jakarta: Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Bab.1.
DINKES JATIM. 2015. Tentang Bahan
Kimia Obat. Jawa Timur : Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur.
BPOM. 2011. Mari Minum Obat Bahan Alam
Dan Jamu Dengan Baik Dan Benar. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia. ISSN 1829-9334, 12(3) : 1-12.
BPOM. 2008. Obat Tradisional dan
Suplemen Makanan Berkhasiat Penambah
Stamina Pria Mengandung Bahan Kimia
Obat. Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia. KH.00.01.43.5847.
Sweetman Sean C. 2005. The Complete Drug
Reference. Martindale edition 34 No.2.
Edukondalu Gudipati, D. Nunna Bhaskar
Raju Mahaboob Subhani, Varma Ashok
Kumar, Kuchi Rambabu. 2012. A Novel RPHPLC Method fot The Quantification of
Tadalafil in Formulation. Dept of P.G
Chemistry, D. N. R College, Bhimavaram,
West Godavari (D.T) Andra Pradesh, India.
Oct-Dec, 1(2).66-73 ISSN 2319-7315.

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung| 10

Gritter J. Roy, M. Bobbitt James, E.
Schwarting Arthur. 1991. Terjemahan :
Pengantar Kromatografi. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Wardana,
Dika.
Triyasmono,
Liling.
Rahmawanty, Dina. 2014. Validasi Metode
dan Analisis Tadalafil dalam Produk Jamu
Penambah Stamina di Kota Banjarmasin
Kalimantan Selatan dengan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Pharmascience,
Vol 1, No. 1, hal: 1 - 6 ISSN : 2355 – 5386.
Sutar, A. Magdum, C. Patil, S. Naikawadi, N.
2008. RP-HPLC Estimation of Tadalafil in
Tablet Dosage Form. Int. J. Chem. Sci.: 6(2),,
1223-1227.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi 1V. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.