langkah formulasi strategi anal (2)

BAB I
PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :
Setelah selesai membahas & mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II
Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menjelaskan prinsip dasar dan syarat-syarat dasar
dalam pembuatan sediaan farmasi dengan benar ( C2 ).
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah dan perkembangan ilmu meracik ( C2 )
2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ketentuan umum dan monografi dalam
Farmakope Indonesia dengan benar ( C2 )
3. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai jenis besaran dan ketentuan ukuran dalam
sediaan Farmasi sesuai dengan ketentuan dalam Farmakope Indonesia( C2 )
4. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis wadah dan cara penyimpanan sediaan
Farmasi yang benar ( C2 )
5. Mahasiswa dapat menjelaskan gambaran umum prinsip dasar pembuatan sediaan
Farmasi di Apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi Farmasi ( C2 )
I.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FARMASI DI DUNIA
Ilmu farmasi telah ada sejak awal peradaban manusia, karena pada saat itu pun
penyakit sudah ada. Karena naluri manusia purba untuk mempertahankan kehidupannya,
mulailah mereka mencoba-coba untuk menggunakan segala macam sesuatu dari alam untuk

mengobati penyakitnya, antara lain dengan cara berendam dalam air dingin, menutup rasa
sakit pada luka dengan lumpur, menempelkan daun segar untuk mengurangi rasa sakit, dan
lain-lain. Meskipun cara yang mereka lakukan sangat sederhana tetapi banyak obat-obatan
yang saat ini kita pakai merupakan warisan dari jaman tersebut.
Orang-orang primitif mulai belajar dari pengalaman bahwa cara pengobatan yang satu
lebih efektif dari yang lain, dan dari dasar inilah pekerjaan terapi dengan obat dimulai. Pada
saat itu asumsi yang berkembang adalah: roh jahat masuk kedalam tubuh manusia dan
menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, roh tersebut harus diusir dari tubuh manusia dengan
jalan memberikan pengobatan melalui mantera-mantera, bunyi-bunyian, dan tumbuhtumbuhan. Dalam perkembangan selanjutnya, orang yang dituakan dari suatu suku (kepala
suku), dianggap mempunyai ilmu mengobati yang diperoleh dari pengalaman atau secara
turun temurun, sering dipanggil untuk mengobati orang sakit dan melakukan pengobatan. Saat
itu ilmu pengobatan selalu dihubungkan dengan hal-hal gaib. Bekerjanya suatu obat, tidak
1

berdasarkan pada sifat alamiahnya tetapi dianggap karena adanya rasa kasihan Dewa, tidak
ada lagi roh jahat, kesungguhan keinginan untuk mengobati dan kehadiran pada saat upacara.
Pada saat itu pekerjaan kefarmasian atau perapotekan tidak dapat dibedakan dengan
kedokteran karena pekerjaan tersebut merupakan fungsi pimpinan suku.
Dalam perkembangan selanjutnya yang lebih maju dapat kita perhatikan sejarah
kefarmasian di Babylonia, Cina dan Mesir. Pada sekitar tahun 2600 SM di Babylonia, pelaku

pengobatan adalah seorang pendeta yang berperan sebagai apoteker sekaligus dokter. Pendeta
mencatat semua gejala penyakit pasien, kemudian membuat resep dengan bentuk sediaan
tablet dan cara meraciknya. Metode pengobatan kuno di Babylonia ini merupakan akar dari
ilmu farmasi dan kedokteran saat ini. Perkembangan farmasi di Cina, menurut legenda
dimulai sejak pemerintahan Kaisar Shen Nung sekitar 2000 SM. Shen Nung banyak meneliti
kegunaan tumbuh-tumbuhan bagi pengobatan yang kemudian dituangkan dalam catatan ”Pen
T-Sao” yang menguraikan 365 jenis obat dari tumbuhan. Catatan yang paling terkenal dalam
dunia farmasi adalah Papyrus Ebers (1500 SM) dari sistem pengobatan mesir Kuno. Papyrus
Ebers merupakan kertas sepanjang 60 kaki dan lebar 1 kaki yang memuat 800 resep dan 700
macam obat.
Beberapa tokoh pengantar pandangan ilmiah dalam dunia farmasi dan kedokteran
sepanjang sejarah, antara lain:
1.

Hippokrates (460-370 SM)


Hippokrates adalah seorang dokter Yunani, yang dijuluki Bapak dari Ilmu
Kedokteran.




Beliau memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah serta
menerapkan obat secara rasional.

2.

Dioscorides (abad I Masehi)


Seorang dokter Yunani sekaligus ahli Botani



Menggunakan ilmu tumbuhan secara terpadu sebagai ilmu Farmasi terapan



Hasil karyanya adalah ”De Materia Medica” yang dianggap sebagai awal dari
perkembangan Botani Farmasi dan dalam penyelidikan bahan obat yang diperoleh

secara alami.

3.

Galen (130-200 Masehi)


Seorang dokter sekaligus ahli farmasi bangsa Yunani



Beliau memulai pembuatan obat-obatan dari tumbuhan dengan mencampurkan
atau meleburkan masing-masing bahan sehingga saat ini bidang penyediaan farmasi
dikaitkan dengan farmasi Galenik
2

4.

Raja Frederick II



Farmasi tetap merupakan fungsi dari Kedokteran, sampai meningkatnya jenis obatobatan dan cara pembuatan yang semakin rumit, sehingga diperlukan seorang ahli
farmasi



Farmasi terpisah dari Kedokteran pada tahun 1240 Masehi karena ada perintah/dekrit
dari Raja Frederick II yang dikenal dengan ”Magna Charta Farmasi” yaitu:
Membagi 2 profesi tersebut dan mengakui bahwa farmasi memerlukan ilmu,
keterampilan, inisiatif dan tanggung jawab yang khusus jika diinginkan terjaminnya
pengaturan yang memadai terhadap obat untuk manusia. Ahli farmasi terikat sumpah
untuk :
-

Menyediakan obat-obatan yang bisa diandalkan dan punya kualitas
yang uniform sesuai dengan keahliannya

-

Bentuk eksploitasi apapun terhadap penderita melalui hubungan

antara ahli farmasi dan dokter benar-benar dilarang.”



Tahun 1821 Masehi, sekolah Farmasi pertama kali didirikan di Philadelphia

I.2. PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA DAN PENGARUH BARAT
Farmasi merupakan profesi yang berkaitan dengan bidang-bidang penemuan,
pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, penyerahan dan distribusi obat-obatan.
Sebelum masuknya kebudayaan barat, di Indonesia pekerjaan ini dilakukan oleh ”Dukun”
yang berperan sebagai dokter sekaligus apoteker. Dukun memperoleh pengetahuan mengenai
obat dan pengobatan berdasarkan pengalaman sendiri dan warisan turun temurun serta
seringkali dihubungkan dengan hal-hal gaib.
Cara dukun memperoleh obat antara lain berdasarkan warna dan bentuk tanaman,
misalnya temulawak digunakan untuk menyembuhkan penyakit kuning karena warnanya
kuning, kayu secang digunakan untuk menyembuhkan desentri (berak darah) karena
warnanya merah. Hasil pengobatan oleh dukun ini bisa memuaskan tapi bisa pula tidak
memuaskan. Keberhasilan pengobatan antara lain disebabkan karena obat yang sesuai untuk
penyakit tersebut berdasarkan pengalaman, terapi yang benar secara kebetulan, atau adanya
efek plasebo yaitu: keberhasilan pengobatan karena pengaruh psikologi dan tidak karena efek

terapi. Sedangkan kegagalan pengobatan antara lain disebabkan karena obat tidak sesuai atau
dosis yang tidak sesuai (dosis terlalu rendah atau dosis terlalu tinggi). Sampai saat ini obatobat tersebut masih digunakan oleh penduduk Indonesia.
Dahulu obat-obat asli Indonesia dijual dalam bentuk bahan-bahan menjadi obat siap
minum dan didistribusikan dari rumah ke rumah. Dalam perkembangan selanjutnya, obat-obat
3

tersebut dijual dalam bentuk racikan yang terbungkus disertai keterangan mengenai khasiat,
cara penyajian dan takaran pemakaian. Selanjutnya, obat-obat juga dijual dalam bentuk
sediaan tablet, kapsul dan cairan yang diawetkan. Setelah masuknya pengaruh budaya barat,
masyarakat Indonesia mulai mengenal obat-obat modern dan akibat adanya perubahan yang
mengajarkan mengenai ilmu farmasi dan ilmu yang berhubungan dengan farmasi, maka
mulailah isolasi zat berkhasiat dari tanaman atau hewan yang disusul dengan sintesis obat.
I.3. FARMAKOPE INDONESIA
Istilah Pharmacopea (dalam bahasa Indonesia : farmakope) mulai dipakai pada tahun
1580. Pharmacopea berasal dari bahasa Jerman yaitu dari kata: Pharmacon = obat dan Poein =
buat. Pharmacopea merupakan resep atau formula atau standar yang dibutuhkan untuk
menyiapkan suatu obat. Pharmacopea awalnya diterbitkan oleh masyarakat farmasi di Eropa,
namun setelah beberapa waktu dirasa perlu adanya keseragaman standar dalam suatu bangsa,
misalnya di Inggris diterbitkan British Pharmacopea (BP), di Amerika diterbitkan United
State Pharmacopea (USP) dan di Indonesia diterbitkan Farmakope Indonesia. Sampai saat ini

telah diterbitkan Farmakope Indonesia sampai Edisi keempat.
Farmakope Indonesia memuat:
1.

Ketentuan Umum
Ketentuan umum memuat azas, batasan dan penjelasan yang dapat dijadikan petunjuk
dasar untuk menafsirkan persyaratan prosedur pembakuan, cara pengujian dan persyaratan
lain yang sering dijumpai dalam paparan, terutama paparan monografi. Dihimpun
demikian dengan maksud agar tidak perlu berulang kali menyebutkan uraian tersebut
dalam paparan monografi dan lampiran. Kadang-kadang dikehendaki ketentuan dalam
paparan yang uraiannya agak berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Ketentuan
umum. Untuk menyatakan adanya perbedaan tersebut, uraian ketentuan yang
bersangkutan diawali atau disisipi kalimat : ”kecuali dinyatakan lain”. Ketentuan umum
antara lain memuat:


Tatanama
Untuk tata nama obat, jika nama ini berupa judul monografi, huruf awal
namanya ditulis dengan huruf besar, begitu juga jika namanya terdiri daridua
kata atau lebih, tiap huruf awal katanya ditulis dengan huruf besar, kecuali jika

kata kedua atau berikutnya merupakan kata sifat atau keterangan.



Kelarutan
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada
suhu 20ºC dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat
4

padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut.
Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu
kamar. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 gram zat padat atau
1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zat tidak
diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut:
Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk

Sangat mudah larut
Mudah larut

Larut
Agak sukar larut
Sukar larut
Sangat sukar larut
Praktis tidak larut

melarutkan 1 bagian zat
Kurang dari 1
1 – 10
10 – 30
30 – 100
100 – 1000
1000 – 10.000
Lebih dari 10.000



Persen
Persen dinyatakan dengan salah satu dari empat cara berikut:
1.


Persen bobot per bobot (%b/b), menyatakan jumlah gram zat dalam
100 gram bahan atau hasil akhir

2.

Persen bobot per volume (%b/v), menyatakan jumlah gram zat dalam
100 ml bahan atau hasil akhir

3.

Persen volume per volume (%v/v), menyatakan jumlah ml zat dalam
100 ml bahan atau hasil akhir

4.

Persen volume per bobot (%v/b), menyatakan jumlah ml zat dalam
100 gram bahan atau hasil akhir

Kecuali dinyatakan lain, dimaksud dengan persen (%) tanpa penjelasan
selanjutnya, adalah persen bobot per bobot.


Wadah
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan
didalmnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan
perubahan khasiat, mutu atau kemurniannya. Jika perubahan itu tidak dapat
dihindarkan, maka perubahanyang terjadi tidak boleh sedemikian besar
sehingga menyebabkan bahan yang disimpan tidak memenuhi syarat baku.
1.

Wadah tertutup baik : harus melindungi isinya terhadap masuknya
bahan padat dari luar dan mencegah kehilangan waktu pengurusan,

5

pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara
biasa.
2.

Wadah tertutup rapat : harus melindungi isinya terhadap masuknya
bahan padat atau lengas dari luar dan mencegah kehilangan, pelapukan,
pencairan dan penguapan pada

waktu pengurusan, pengangkutan,

penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa. Jika
disyaratkan wadah tertutup rapat, dapat diganti dengan wadah tertutup
kedap.
3.

Wadah tertutup kedap : harus dapat mencegah menembusnya udara
atau gas pada waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan dan
penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa.

4.

Wadah satuan tunggal : wadah tertutup sedemikian rupa sehingga isi
wadah tidak dapat dipindahkan tanpa merusak tutupnya.

5.

Wadah dosis tunggal : wadah satuan tunggal zat yang digunakan hanya
untuk injeksi.

6.

Wadah dosis satuan : wadah satuan tunggal zat yang digunakan dalam
dosis tunggal, langsung dari wadah.

7.

Wadah satuan ganda : wadah yang memungkinkan dapat diambil
sebagian isinya tanpa mengakibatkan perubahan potensi, mutu atau
kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.

8.

Wadah dosis ganda : wadah satuan ganda untuk zat yang hanya
digunakan untuk injeksi



Penyimpanan
Obat harus disimpan untuk mencegah cemaran dan peruraian, terhindar dari
pengaruh

udara,

kelembaban,

panas

dan

cahaya.

Beberapa

kriteria

penyimpanan obat, antara lain:
1.

Obat yang mudah menguap atau terurai dan bahan obat yang
mengandung bagian yang mudah menguap atau terurai, harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat.

2.

Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat berisi kapur tohor

3.

Obat

yang

menyerap

karbondioksida

harus

disimpan

dengan

pertolongan kapur tohor atau zat lain yang cocok.

6

4.

Disimpan terlindung dari cahaya berarti harus disimpan dalam wadah
inaktinik

5.

Disimpan sangat terlindung dari cahaya berarti harus disimpan
terlindung dari cahaya dan wadahnya masih harus dibungkus dengan kertas
hitam atau kertas lain yang tidak tembus cahaya.

6.

Disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada suhu 15ºC - 30ºC

7.

Disimpan di tempat sejuk adalah disimpan pada suhu 5ºC - 15ºC

8.

Disimpan di tempat dingin adalah disimpan pada suhu 0ºC - 5ºC

9.

Disimpan di tempat lewat dingin adalah disimpan pada suhu -15ºC 0ºC



Daluwarsa
Waktu daluwarsa (Expiry Date) adalah waktu yang menunjukkan batas terakhir
obat masih memenuhi syarat baku. Waktu daluwarsa dinyatakan dalam bulan
dan tahun dan harus dicantumkan pada etiket.



Timbangan
Timbangan obat ada 3 jenis, yaitu timbangan gram kasar, timbangan gram
halus dan timbangan miligram.
Timbangan gram kasar

: daya beban 250 g – 1000 g, kepekaan 200 mg

Timbangan gram halus

: daya beban 100 g – 200 g, kepekaan 50 mg

Timbangan miligram

: daya beban 10 g – 50 g, kepekaan 5 mg

Daya beban adalah bobot maksimum yang boleh ditimbang
Kepekaan adalah tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada salah satu
pinggan timbangan, setelah keduanya diisi muatan maksimum, menyebabkan
ayunan jarum timbangan tidak kurang dari 2 mm tiap dm panjang jarum.


Penetes baku
Penetes baku adalah penetes yang pada suhu 20ºC memeberikan tetesan air
suling yang bobotnya antara 47,5 mg dan 52,5 mg.



Volume sendok
Menurut FI, sendok kecil mempunyai volume 5 ml dan sendok besar
mempunyai volume 15 ml. Sedangkan menurut Netherland Pharmacopea,
sendok teh (Cochlear theae/Cth) mempunyai volume 3 ml, sendok bubur
7

(Cochlear pultis/Cp) mempunyai volume 8 ml dan sendok makan
(Cochlear/C) mempunyai volume 15 ml.
2.

Monografi Umum
Monografi umum memuat gambaran umum mengenai bentuk-bentuk sediaan farmasi,
misalnya : aerosol, pil, tablet, kapsul, vaksin, simplisia nabati, dan lain-lain.

3.

Monografi
Monografi memuat spesifikasi bahan-bahan obat yang banyak dipakai dalam bidang
farmasi.

4.

Lampiran
Bagian penting dari lampiran yang sering dipakai dalam ilmu meracik obat adalah
daftar mengenai dosis lazim dan dosis maksimum. Dosis lazim yang tertera dalam
Farmakope adalah dosis lazim untuk bayi, anak-anak dan dewasa, sedangakan dosis
maksimum yang tertera hanya untuk dosis maksimum orang dewasa.

Bahan diskusi : Bagaimana hubungan ilmu farmasi dengan ilmu meracik?
I.4. GAMBARAN UMUM PEMBUATAN SEDIAAN FARMASI DI APOTEK
Resep obat yang ditulis oleh dokter dan dibawa oleh pasien ke Apotek, terlebih dahulu
harus dicek kelengkapan, keabsahan dan dosis obatnya. Apabila ternyata resep tersebut tidak
lengkap atau tidak sah atau dosis obatnya lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya,
maka hal tersebut harus segera dikomunikasikan dengan dokter penulis resep. Setelah semua
permasalahan dalam resep tersebut selesai, barulah sediaan dalam resep tersebut dikerjakan.
DOKTER

RESEP
APOTEK

OK
DIRACIK

RESEP DICEK LEGALITAS & DOSIS
DIKOMUNIKASIKAN KE DOKTER
OK
DIRACIK

DISERAHKAN KEPADA PASIEN
8

BAB II
RESEP
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :
Setelah selesai membahas & mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II
Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat mengaplikasikan keabsahan, menggunakan
istilah-istilah lazim yang digunakan dalam resep dan copie resep, dan menghitung dosis
dengan benar (C3)
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan keabsahan suatu resep dan copie resep
serta istilah-istilah lazim yang digunakan dalam resep dan copie resep dengan benar
( C2 )
2. Mahasiswa dapat menerapkan perhitungan dosis lazim, dosis maksimum dan dosis
kombinasi baik pada anak-anak maupun dewasa dengan benar ( C3 )
II.1. RESEP DAN COPIE RESEP
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada
apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien dengan disertai informasi
mengenai petunjuk pengugunaannya. Istilah-istilah yang dipakai dalam resep menggunakan
bahasa Latin, beberapa keuntungannya antara lain:
1.

Bahasa Latin merupakan bahasa mati, yang tidak bersifat subjektif dan tidak akan
menimbulkan banyak interpretasi.

2.

Bahasa Latin merupakan bahasa yang digunakan dalam ilmu kesehatan di seluruh
dunia, jadi resep yang ditulis oleh dokter di Indonesia dapat dibaca dan dibuat oleh
apoteker di negara manapun.
Pada saat resep diterima oleh apoteker, pertama-tama resep tersebut harus dicek

kelengkapan dan keabsahannya. Resep dikatakan lengkap dan sah apabila telah memenuhi
semua unsur-unsur dalam resep. Unsur-unsur dalam suatu resep adalah:
1.

Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter penulis resep

2.

Tanggal penulisan resep

3.

Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, diikuti nama obat atau komposisi
obat (superscriptio/invocatio). Tanda R/ sudah dipahami secara umum yang merupakan
bahasa Latin ”Recipe” yang artinya ambillah.

4.

Nama obat atau komposisi obat

5.

Permintaan dokter penulis resep kepada apoteker mengenai bentuk sediaan yang
dibuat beserta jumlahnya
9

6.

Aturan pemakaian obat yang tertulis dalam resep (signature)

7.

Tanda tangan dokter penulis resep

8.

Nama, umur dan alamat pasien. Untuk resep dokter hewan, harus dicantumkan
jenis hewan, nama dan alamat pemiliknya.

Disamping itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam resep yaitu:
1.

Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan

2.

Resep dokter gigi terbatas pada pengobatan gigi dan mulut

3.

Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi atau ulangan, nama pasien,
alamat pasien dan aturan pakai (signa) harus ditulis yang jelas, tidak boleh ditulis ”aturan
pemakaian sudah tahu” = signa usus cognitus (suc), ditulis nama pasien dan tidak boleh
m.i. = mihi ipsi artinya untuk dipakai sendiri.

4.

Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis pada bagian kanan
resep : Cito, statim, atau urgent = segera, atau PIM = periculum in mora = berbahaya bila
ditunda.

5.

Bila dokter ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang, dokter akan menulis
iter = diulang, pada bagian kiri atas resep.

6.

Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang tanpa
sepengetahuan, dokter akan menulis NI = ne iteratur = tidak boleh diulang.

Yang berhak meracik atau membuat resep adalah apoteker dan asisten apoteker. Apabila resep
tidak dapat dibaca dengan jelas atau resep tidak lengkap, maka apoteker harus menanyakan
kepada dokter penulis resep untuk menghindari adanya kesalahan. Resep yang sudah dibuat
harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu tiga tahun.
Dibawah ini adalah beberapa istilah Latin yang sering digunakan dalam penulisan
resep.
SINGKATAN
a, aa
add.
ad 2 vic.
ad libit.
Agit.
Alt.hor.
Aq. bidest.
Aq. bull.
Aq. coct.
Aq. comm.
Aq. dest.
Aq. ferv.
Aq. glycer.
c
C

KEPANJANGAN
ana
adde
ad duas vices
Ad libitum
agitatio
Alternis horis
Aqua bidestillata
Aqua bulliens
Aqua cocta
Aqua communis
Aqua destillata
Aqua fervida
Aqua glycerinata
Cum
Cochlear

ARTI
Tiap-tiap
Tambahkan
Dalam dua kali
Sesukanya
gojog
Tiap jam
Air suling dua kali
Air mendidih
Air direbus
Air biasa
Air suling
Air panas (85ºC-95ºC)
Air gliserin
dengan
Sendok makan
10

cp
cth
d.d
d.t.d
d.i.d
gtt
h
h.m.
h.s.
h.v.
Haust.
Iter
i.m.m.
l.a.
Liq.
m.f.
m.i.
Ne iter, N.I
o.h.
o.m.
o.n.
o.1/4 .h
P.I.M.
q.s.
Rec. par.
s.
s.u.c.

Cochlear pultis
Cochlear theae
De die
Da tales doses
Da in dimidio
Gutta
Hora
Hora matutina
Hora somni
Hora vespertina
Haustus
Iteretur, Iteratio
In manus madici
Lege artis
Liqiudus
Misce fac
Mihi ipsi
Ne iteretur
Omni hora
Omni mane
Omni nocte
Omni quarta hora
Periculum in mora
Quantum sufficit, satis
Recenter paratus
Signa
Signa usus cognitus

Sendok bubur
Sendok teh
sehari
Berilah sekian takaran
Berikan separonya
Tetes
jam
Pagi-pagi
Pada waktu mau pergi tidur
Malam
Diminum sekaligus
Diulang, ulangan
Diserahkan dokter
Menurut aturan seni
cair
Campur, buat
Untuk diri sendiri
Tidak diulang
Setiap jam
Setiap pagi
Setiap malam
Setiap ¼ jam
Berbahaya bila ditunda
Secukupnya
Dibuat baru
Tanda
Tandailah aturan pakai sudah

s.u.e.

Signa usus externus

tahu
Tandailah

untuk

pemakaian

Signa usus internus

luar
Tandailah

untuk

pemakaian

Signa usus notus

dalam
Tandailah aturan pakai sudah

s.u.v.

Signa usus veterinarius

tahu
Tandailah

S.p.r.n
s.s.d.d.c.I

Signa pro renata
Signa semel de die cochlear I

hewan
Tandailah jika perlu
Tandailah 1 kali sehari 1

s.b.d.d.cth.II.a.c.

sendok makan
Signa bis de die cochlear theae II Tandailah 2 kali sehari 2

s.t.d.d.cp.I.p.c.

ante coenam
sendok teh sebelum makan
Signa ter de die cochlear pultis I post Tandailah 3 kali sehari 1

S.t.d.d.caps. I

coenam
Signa ter de die capsul I

m.f.pulv.d.t.d.X

kapsul
Misce fac pulveres da tales doses Campur dan buatlah pulveres

s.u.i.
s.u.n.

pemakaian

utnuk

sendok bubur setelah makan
Tandailah 3 kali sehari 1

11

numero X

sekian takaran sebanyak 10
bungkus

Contoh resep
Dr. Luliana, Sp.A
SIP No. 300/K/90
Jln. Melati No. 15 Denpasar
Telp: 213344
Denpasar, 20 – 2 - 2006
R/ Aminophyllin
CTM
Belladone Extract
Lactosum
m.f.pulv. d.t.d. No. X
s.b.d.d pulv I

mg. 200
mg. 3
mg. 10
q.s

Pro
: Anak Anna
Umur : 1 thn (12 kg, tinggi 100 cm)
Alamat: Jln. Batukaru 25 Denpasar
Dr. Luliana, Sp.A
SIP No. 300/K/90
Jln. Melati No. 15 Denpasar
Telp: 213344
Denpasar, 20 – 2 – 2006
Iter 2x

R/ Aminophyllin
CTM
Lactosum
m.f.pulv. No. X
s.b.d.d pulv I

mg. 200
mg. 3
q.s

Pro
: Anak Anna
Umur : 10 thn
Alamat: Jln. Batukaru 25 Denpasar

Bahan diskusi : apa perbedaan dari kedua resep tersebut?
Dr. Windi, Sp.A
SIP No.503/K/90
Jln. Kepundung No. 10 Denpasar
Telp: 222255
Denpasar, 12 – 2 – 2007
R/ Paracetamol syrup
s.t.d.d.p.r.n.cth.I

I

12

Pro
: Anak Hendra
Umur : 1 thn (12 kg)
Alamat: Jln. Padma 10 Denpasar
COPIE RESEP (APOGRAPH =AFSCHRIFT)
Copie resep merupakan salinan tertulis dari suatu resep. Selain memuat semua
keterangan dalam resep asli, copie resep juga harus memuat:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SP APA
3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek
4. Nomor resep dan tanggal pembuatan resep
5. Tanda “det” (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan “ne det” (ne detur) untuk
obat yang belum diserahkan
Penyerahan obat berdasarkan resep harus disertai dengan etiket yaitu: etiket berwarna
putih untuk obat dalam dan etiket berwarna biru untuk obat luar. Etiket harus memuat:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor Surat Penugasan (SP) APA
3. Nomor resep dan tanggal pembuatan
4. Nama pasien
5. Aturan pemakaian
Resep

yang

telah

dibuat,

disimpan

menurut

urutan

tanggal

dan

nomor

pembuatan/penerimaan resep sampai waktu tiga tahun. Resep yang disimpan lebih dari tiga
tahun dapat dimusnahkan. Resep yang mengandung narkotika, harus dipisahkan dari resep
lainnya, ditandai dengan garis merah dibawah nama obat yang mengandung narkotika.
Contoh Copie Resep
APOTIK GATSU
Jl. Gatsu timur No. 99 Denpasar
Telp. (0361) 223225
APA : Ni Putu Ariantari, S.Farm., Apt.
SP
: KP.01.01.1.3.00579
Salinan resep
Resep Untuk : Anak Anna
Resep Dari

: Dr. Luliana, Sp.A

Tanggal resep : 20 – 2 - 2006
Nomor resep : 20
Tanggal pembuatan

: 21 – 2 – 2006

13

R/ Aminophyllin
CTM
Lactosum
m.f.pulv. No. X
s.b.d.d pulv I

mg. 200
mg. 3
q.s

pcc
cap apotek
paraf / tanda tangan APA
II.2. DOSIS DAN PERHITUNGAN DOSIS
Obat digunakan untuk menyembuhkan atau terapi penyakit. Untuk dapat memberikan
efek terapi yang diinginkan, obat harus berada dalam konsentrasi tertentu di dalam darah.

Dari grafik hubungan antara waktu pemberian obat dengan konsentrasi obat dalam serum
diatas, dapat kita ambil gambaran bahwa untuk dapat memberikan efek terapi, obat harus
berada diantara MEC (Minimum Effective Concentration) dan MTC (Minimum Toxic
Concentration). Apabila dosis obat terlalu kecil sehingga kadar obat dalam darah dibawah
MEC, maka obat tidak akan memberikan efek terapetik. Sebaliknya apabila dosis obat yang
diberikan kepada pasien terlalu besar sehingga kadar obat di dalam darah mencapai MTC
maka obat akan memberikan efek toksik (beracun). Untuk itu, diperlukan perhitungan dosis
obat yang harus diberikan kepada pasien.
Dosis maksimum (DM) merupakan dosis maksimum untuk dewasa untuk pemakaian
obat melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Ada beberapa hal yang digunakan sebagai
dasar untuk menghitung dosis obat, antara lain: umur, berat badan dan luas permukaan
tubuh.
Berikut ini adalah beberapa metode untuk perhitungan dosis obat yaitu:
1.

Rumus Young
n
n  12

n = umur (tahun)

14

Rumus ini biasanya digunakan untuk anak umur 1 – 8 tahun. Sedangkan untuk anak
dengan umur lebih dari 8 tahun digunakan rumus:
n
20

Umur merupakan salah satu pertimbangan dalam penentuan dosis obat terutama untuk
pasien neonatus (bayi baru lahir), pediatrik (anak-anak) dan pasien geriatrik (orang tua).
Pada bayi baru lahir (neonatus), apalagi pada bayi yang lahir prematur, status hati dan
ginjal belum sempurna sehingga sistem metabolisme obat di tubuh bayi juga belum
sempurna. Demikian pula pada pasien geriatrik (orang tua), fungsi organ-organ yang
berperan dalam metabolisme obat juga sudah tidak berfungsi secara normal sehingga
diperlukan penyesuaian dosis obat.
2.

Rumus Fried and Clark
n
xDosisMaksimum /Dosis lazim
150

n = berat (pound)

1 Kg = 2,2 pound

Dosis lazim obat secara umum dianggap cocok untuk orang dengan berat badan 70 kg
(150 pound). Perbandingan antara dosis obat yang digunakan dengan ukuran tubuh
mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya dalam tubuh. Misalnya, dosis obat
yang diberikan untuk pasien gemuk dan pasien kurus akan berbeda karena ukuran
tubuhnya berbeda. Demikian pula untuk pasien anak-anak dan dewasa mempunyai ukuran
tubuh yang berbeda. Oleh sebab itu, penentuan dosis obat berdasarkan berat badan lebih
dapat diandalkan daripada penentuan dosis yang sepenuhnya berdasarkan umur.
3.

Metode BSA (Body Surface Area = Luas Permukaan Tubuh)
LuasPermuakaanTubuhAnak
xDosisLazim / DosisMaksimumDewasa
LuasPermukaanTubuhOrangDewasa

Metode ini berdasarkan pengetahuan bahwa ada hubungan antara proses fisiologi
dengan luas permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh dapat ditentukan dari monogram
(terlampir) yang memuat skala tinggi, berat dan luas permukaan tubuh dengan cara
menarik garis lurus yang menghubungkan tinggi dengan berat dan garis tersebut akan
memotong pada skala luas permukaan tubuh. Angka yang ditunjukkan oleh titik potong
itulah yang merupakan luas permukaan tubuh pasien. Penggunaan seluruh dosis dewasa

15

dianggap tepat apabila luas permukaan tubuh mencapai 1,7 m2. Beberapa dosis obat
mungkin dinyatakan dalam satuan mg/m2.
Contoh:
Dosis lazim sehari pediatrik berdasarkan BSA = 4,5mg/m 2. Hitunglah dosis klorambusil
seorang anak dengan berat 15 kg dan tinggi 100 cm.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan monogram dapat dihitung BSA anak tersebut = 0,64 m2. Sehingga
dosis klorambusil untuk anak tersebut = 0,64 m2 x 4,5 mg/m2 = 2,88 mg sehari
Tugas : Hitunglah dosis maksimum dan dosis lazim dari obat-obat dalam resep diatas
dengan ketiga metode diatas!
Kasus :
Seorang ibu datang tergopoh-gopoh ke apotik Kenyeri Farma, sebut saja namanya ibu
Susi. Ibu Susi menyampaikan kepada apoteker apotek Kenyeri Farma bahwa bayinya sakit
panas. Lalu ibu Susi meminta saran apoteker mengenai obat apa yang harus diberikan
kepada anaknya. Sang apoteker menyarankan untuk menggunakan obat Mamol drops
yang bahan aktifnya adalah paracetamol. Apabila bayi ibu Susi tersebut baru berumur 3
bulan dengan berat badan 7 kg, berapa dosis yang harus direkomendasikan oleh apoteker
untuk Ibu Susi tersebut. (Mamol: Tiap 0,6 mL mengandung 60 mg paracetamol)
Perhitungan Dosis Rangkap (Dosis Kombinasi)
Bila dalam suatu resep terdapat dua atau lebih obat yang mempunyai khasiat sama, maka
dosis obat-obat tersebut dihitung dengan cara:
DosisObatA DosisObatB

1
DMObatA
DM ObatB

Dosis rangkap yang dihintung adalah dosis rangkap sehari dan dosis rangkap sekali.
Contoh Resep:
R/ Atropin sulfas
Belladona extract

0,6 mg
10 mg

m.f.pulv.d.t.d. No.X
S.4.d.d.pulv.I
Pro

: Ny. Indah (38 thn)

Alamat

: Denpasar

Penyelesaian:
1. Dosis rangkap sekali
16

Dosis maksimum sekali atropin sulfas = 1 mg
Dosis maksimum sekali Belladona extract = 20 mg
Dosis sekali atropin sulfas = 0,6 mg/1mg = 0,6
Dosis sekali Belladona extract = 10 mg/20 mg = 0,5
Dosis rangkap sekali = 0,6 + 0,5 = 1,1 >1 (dosis berlebihan)
2. Dosis rangkap sehari
Dosis maksimum sehari atropin sulfas = 3 mg
Dosis maksimum sehari Belladona extract = 80 mg
Dosis sehari atropin sulfas = 2,4 mg/3 mg = 0,8
Dosis sehari Belladona extract = 40 mg/80 mg = 0,5
Dosis rangkap sehari = 0,8 + 0,5 = 1,3 >1 (dosis berlebihan)
Bila dosis rangkap sehari dan sekali adalah berlebihan atau overdosis, maka resep
tidak dapat dibuat sebelum dikomunikasikan dulu dengan dokter penulis resep.
Penyerahan obat yang melebihi dosis maksimum harus diberi tanda seru atau paraf dokter
penulis resep dibelakang obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimum tersebut.
BAB III
PERALATAN FARMASETIKA
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah selesai membahas dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II
Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menggunakan perlengkapan farmasetika dalam
pelayanan resep dan pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi
farmasi (C3).
Tujuan Instruksional Khusus:
1.

Mahasiswa dapat menjelaskan penggunaan dan kegunaan perlengkapan farmasetika
dalam pelayanan resep dan pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar
pelayanan profesi farmasi (C2).

2.

Mahasiswa dapat menggunakan perlengkapan farmasetika dalam pelayanan resep dan
pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi farmasi (C3).

I. Timbangan Resep dan Penimbangan

17

Pada penimbangan bahan-bahan, pemilihan alat yang akan dipergunakan didasarkan
pada jumlah bahan yang bersangkutan dan ketelitian yang dibutuhkan. Pada pembuatan
skala besar di industri farmasi besar digunakan timbangan dengan berbagai ukuran dan
kepekaan, dan kemudian, digunakan timbangan analitis dengan sensitivitas yang tinggi di
pengontrolan kualitas dan pekerjaan analisis.
Di rumah sakit dan apotek hampir semua penimbangan dilakukan dengan
timbangan resep. Timbangan resep dibagi dalam timbangan resep kelas A dan kelas B, yang
memenuhi standar yang ditentukan oleh National Bureau Standards (Kantor Standar
Nasional). Setiap bagian peracikan, menurut hukum, harus mempunyai timbangan peracikan
kelas A, yang lebih sensitif dari yang kedua. Sensitivitas timbangan biasanya ditunjukkan
dengan istilah "persyaratan kepekaan"

(sensitivity

requirement

= SR) yang

didefinisikan sebagai perubahan maksimum beban yang akan menimbulkan perubahan
yang ditetapkan, satu subbagian pada piringan skala, pada posisi istirahat dari elemen
penunjuk timbangan. Kelas A mempunyai SR 6 mg dengan tanpa beban atau dengan 10 g
beban pada tiap piring. Ini berarti bahwa dengan kondisi seperti di atas, penambahan beban 6
mg pada satu piring timbangan akan mengganggu keseimbangan dan penunjuk timbangan
akan bergerak satu tanda bagian pada skala
USP mengatur bahwa untuk menghindari kesalahan penimbangan sebesar 5% atau
lebih besar, yang mungkin disebabkan oleh batas ketepatan timbangan peracikan kelas A,
seseorang harus menimbang paling sedikit 120 mg (lebih kurang 2 grain) bahan pada setiap
penimbangan (5% dari 120 mg menjadi 6 mg SR atau kesalahan yang berasal dari timbangan
itu sendiri). Bila dibutuhkan menimbang bahan dalam jumlah yang lebih kecil, ahli farmasi
diharuskan mencampur sehingga lebih banyak, berat bahan (120 mg atau lebih), encerkan
bahan yang telah diketahui beratnya dengan pengencer kering yang inert (seperti
laktosa),campur keduanya sampai merata, dan timbang sebagian campuran (juga 120 mg atau
lebih) diperhitungkan terhadap kandungan zat yang dibutuhkan.
Timbangan kelas A yang mempunyai kapasitas 120 g dapat digunakan untuk
menimbang semua yang dibutuhkan dalam bahan campuran resep.
Timbangan resep kelas B mempunyai SR 30 mg dan kapasitas 121 g. Tidak boleh
digunakan untuk menimbang beban kurang dari 600 mg. Keduanya timbangan kelas A dan B
harus ditandai dengan jelas sesuai dengan kelasnya pada timbangan itu sendiri. Timbangan
kelas B jarang ditemui dan digunakan di farmasi.
Akan tetapi aturan ini berbeda dengan yang biasa digunakan di Indonesia. Di
Indonesia timbangan milligram tidak boleh digunakan untuk menimbang bahan yang

18

kurang dari 50 mg. Jika bahan yang hendak ditimbang kurang dari 50 mg maka harus
dilakukan pengenceran.
Menurut Farmakope Indonesia III, timbangan obat ada 3 jenis yaitu timbangan
kasar, timbangan gram halus dan timbangan miligram.
Timbangan kasar memiliki daya beban/bobot maksimum yang boleh ditimbang
sebesar 250 g hingga 1000 g dengan kepekaan 200 mg. Timbangan gram halus memiliki
daya beban/bobot maksimum yang boleh ditimbang sebesar 100 g hingga 200 g dengan
kepekaan 50 mg. Timbangan miligram memiliki daya beban/bobot maksimum yang
boleh ditimbang sebesar 10 g hingga 50 g dengan kepekaan 5 mg.
Anak Timbangan
Anak timbangan resep harus memenuhi persyaratan Kantor Standar Nasional untuk
anak timbangan analisis. Anak timbangan metrik 1 g atau lebih besar umumnya berbentuk
kerucut dengan leher yang pendek dan kepala yang membuatnya menjadi mudah dipegang
dan diangkat dengan penjepit kecil. Sebagian besar anak timbangan ini dibuat dari kuningan
yang digosok, beberapa dengan dilapisi oleh nikel atau kromium atau bahan-bahan lain
yang tidak berkarat. Anak timbangan pecahan dibuat dari aluminium dan biasanya
berbentuk empat segi dan pipih dengan tepi atau ujung yang melipat ke atas untuk
pengambilan dengan penjepit
Untuk mencegah penumpukan uap air dan minyak dari ujung-ujung jari yang
tertumpuk di anak timbangan, semua anak timbangan harus dipindahkan dengan penjepit
yang diberikan pada setiap set anak timbangan
Pemeliharaan dan Penggunaan Timbangan
Pertama dan yang terpenting, timbangan resep harus diletakkan di tempat yang baik
pencahayaannya, pada tempat yang kokoh, kurang lebih setinggi pinggang penimbang.
Sedapat mungkin harus bebas dari debu dan di daerah yang bebas dari aliran udara. Tidak
boleh ada uap yang merusak dan tidak boleh ada kelembapan yang tinggi dan getaran. Bila
tidak digunakan, timbangan harus bersih dan ditutupi dengan penutup timbangan. Setiap zat
yang tumpah pada timbangan selama penggunaan harus diseka segera dengan sikat halus atau
train. Bila tidak dipergunakan, timbangan harus selalu dipertahankan tanpa anak timbangan
dan posisi penunjuk tetap atau terkunci (tertahan).
Sebelum penimbangan zat, timbangan harus dibuat rata. Ini dilakukan dengan
memutar sekrup pada dasar timbangan, sesuai dengan petunjuk yang disertakan pada
timbangan. Timbangan harus rata, dari depan ke belakang, dan dari satu sisi ke sisi lain,
19

sesuai dengan yang ditunjukkan oleh gelembung penunjuk kerataan timbangan.
Pada penggunaan timbangan resep, anak timbangan atau bahan yang akan ditimbang
tidak boleh ditempatkan pada timbangan bila berada pada posisi tidak ditahan dan bebas dari
goyangan. Sebelum penimbangan, kertas puyer dengan ukuran lama harus ditempatkan pada
kedua piring timbangan dan keseimbangan timbangan dicoba dengan melepas knop penahan.
Bila timbangan tidak seimbang karena perbedaan berat kedua kertas bubuk, tambahan beban
dapat ditambahkan "ke piring yang ringan" dengan menambah sobekan kertas puyer. Bila
seimbang, timbangan di tempatkan pada posisi tertahan dan anak timbangan yang diinginkan
diletakkan di piring sebelah kiri. Kemudian sejumlah bahan, yang diperkirakan kurang lebih
sama dengan berat yang dibutuhkan, dengan hati-hati ditempatkan pada piring sebelah kanan,
dengan bantuan spatel. Batang timbangan harus dengan pelan-pelan dilepaskan dengan
memakai atas pengunci yang terletak di bagian depan timbangan. Bila bahan berlebihan,
batang timbangan ditahan kembali dan sedikit bahan diambil dengan spatel. Proses ini
diteruskan sampai didapat keseimbangan antara dua piring timbangan, sesuai dengan yang
ditunjukkan oleh penunjuk timbangan pada posisi di tangan. Bila jumlah anak timbangan
pada timbangan mula-mula terlaiu kecil, maka dilakukan proses yang sebaliknya. Kertas
puyer yang digunakan pada piring sebelah kanan dimaksudkan untuk tempat bahan yang
akan ditimbang, biasanya dilipat secara diagonal atau bagian tepi dilipat ke atas untuk
menahan bahan yang akan ditimbang.
Pada pemindahan bahan dengan spatel, bahan dapat diketuk dengan ringan dari
spatel bila beratnya bahan mendekati berat yang akan ditimbang. Biasanya ini dilakukan
dengan menahan spatel dengan sejumlah kecil bahan pada spatel dengan tangan kanan dan
mengetuk spatel dengan telunjuk. Ketika bahan dijatuhkan dari spatel, tangan kiri menahan
alat penahan timbangan, dan keadaan penimbangan diamati bergantian dengan pengetukan
spatel.

Sebagian

besar

timbangan

mempunyai

suatu

mekanisme

penahan

yang

memperlambat goyangan timbangan dan memungkinkan penentuan posisi piring seimbang
atau tidak berlangsung dengan lebih cepat.
Bila bahan telah ditimbang, batang timbangan dikembalikan ke posisi tertahan dan
kertas yang berisi bahan yang ditimbang diangkat hati-hati. Bila dilakukan penimbangan
lebih dari satu kali, kertas biasanya ditandai dengan nama bahan yang menempati. Sesudah
penimbangan terakhir, semua anak timbangan diambil dengan penjepit dan timbangan
dibersihkan, dan penutup timbangan ditutupkan pada timbangan.
Hampir semua timbangan resep mempunyai peralatan yang terpasang tetap pada
timbangan, yang dengan itu anak timbangan luar tidak dibutuhkan untuk menimbang
kurang dari 1 gram. Beberapa timbangan menggunakan penggeser, yang dapat dipindahkan
20

dari posisi nol ke arah sisi kanan timbangan untuk menambah pertambahan berat yang
ditandai pada skala dalam unit 10 mg, sampai 1 gram. Jenis timbangan lain menggunakan
pemutar yang diletakkan di tengah, dikalibrasi dalam unit 10 mg, untuk menambah berat
sampai 1 gram. Kedua jenis alat ini menambah berat ke piring sebelah kanan dari bagian
dalam. Pada tiap keadaan, ahli farmasi dapat menggunakan gabungan anak timbangan
dalam dan luar dalam penimbangan. Sebagai contoh, bila akan ditimbang 1,2 g, ahli farmasi
dapat menempatkan anak timbangan 1 g pada piring sebelah kanan dan menempatkan
penggeser atau mengatur pemutar untuk menambah tambahan 0,2 g. Harus selalu
diperhatikan untuk memindahkan penggeser atau pemutar ke nol di antara penimbangan
untuk menghindari penimbangan yang tidak teliti akibat penggeser atau pemutar pada penimbangan berikutnya.
Hampir semua penimbangan pada timbangan resep melibatkan penimbangan serbuk
atau bahan semisolid seperti salep. Akan tetapi, cairan juga dapat ditimbang lewat penggunaan
bejana penarik (ditimbang) yang sesuai ukurannya, dengan menempatkan cairan di dalam
bejana. Ahli farmasi harus selalu memastikan bahwa dia mempunyai catatan berat bejana
untuk perhitungan berat cairan yang ditimbang.
Bahan-bahan tidak boleh "tertimbang turun;" yaitu, bahan tidak boleh ditempatkan
di piring pada waktu timbangan berada pada posisi tidak tertahan, menyebabkan piring
jatuh tiba-tiba dan dengan kuat ketika bahan berlebihan ditempatkan ke piring. Bantingan
piring ke bawah secara mendadak dapat menyebabkan timbangan rusak berat,
mempengaruhi kepekaan dan ketepatan penimbangan berikut.
Dua jenis timbangan resep yang paling terkenal adalah timbangan pengungkit
gabungan dan timbangan putar. Jenis yang pertama dijalankan lewat satu rangkaian ujung
pisau menahan hubungan yang peka dan gantungan. Jenis putar bekerja atas dasar
tegangan kawat-kawat yang teregang, yang bila diputar lewat penambahan berat, cenderung
untuk memutar kembali ke posisi awal timbangan. Prinsip pengungkit gabungan adalah dasar
untuk timbangan Troemner dan prinsip putaran, digunakan pada Timbangan Putar.
Zat yang banyaknya kurang dari 1 g ditimbang pada timbangan miligram. Obat
yang berkhasiat keras sebaiknya ditimbang pada timbangan miligram meskipun banyaknya
lebih dari 1 g.
Suatu zat yang banyaknya kurang dari 50 mg tidak boleh ditimbang, karena hasil
timbangannya tidak tepat. Maka harus diencerkan dulu zat tersebut dan sebagai pengencer
biasanya digunakan Saccharum Lactis atau zat yang berkhasiat netral dan bersifat inert.
Contoh pengenceran zat adalah sebagai berikut: misalkan hendak menimbang
21

Atropini Sulfas 5 mg.
Timbang Atropini Sulfas 50 mg, zat warna 50 mg dan Saccharum Lactis 2,900 g.
Sebagai zat warna digunakan Carmyn.
Dalam mortir gerus Saccharum Lactis sebagian, kira-kira 0,25 g, tambahkan
Sulfas Atropin dan zat warna tersebut, gerus dan aduk hingga homogen, lalu tambahkan
sisa Saccharum Lactis sedikit demi sedikit sambil digerus dan diaduk
Dari campuran ini ditimbang 300 mg, maka akan didapat serbuk yang mengandung 5
mg Sulfas Atropin.
Pengambilan zat padat dari wadah persediaan digunakan sendok porselin.
Sendok dan spatel setelah dipakai supaya segera dibersihkan dengan kain serbet
untuk sendok sedang spatel dibersihkan dengan kertas.
Ekstrak kental ditimbang pada kertas paraffin dan dengan spatel/batang pengaduk
dimasukkan dalam mortir.
Zat cair ditimbang dalam botol atau gelas beker yang telah ditara. Cara menara botol
dilakukan pada pinggan timbangan, sebelah kiri diletakkan kotak berisi butir-butir besi atau
gelas (gotri).
Mengukur obat cair yang hanya beberapa ml digunakan gelas ukur yang ditera.
Dalam menuang cairan dari botol, maka letak etiket pada botol adalah di atas, hal ini
untuk menghindari pengotoran etiket.
II. Pengukur Volume
Dua jenis pengukur digunakan di farmasi yaitu bentuk kerucut dan silinder. Pengukur
silinder umumnya dikalibrasi dalam unit metrik, sedangkan pengukur kerucut dapat
dikalibrasi dengan unit metrik dan apoteker (skala rangkap dua) atau dengan skala tunggal
salah satu sistem. Dua jenis pengukur tersedia dengan kapasitas yang sangat berbeda-beda,
berkisar antara 5 sampai 1000 mL atau lebih. Pengukur yang paling banyak dipakai adalah
yang dibuat dari gelas tahan panas yang berkualitas tinggi, walaupun pengukur dari
polipropilen juga tersedia. Pada pengukuran cairan bervolume kecil, misalnya kurang dari
1,5 mL ahli farmasi sebaiknya menggunakan pipet ukur. Untuk menarik larutan-larutan asam
dan beracun ke dalam pipet digunakan alat seperti bola yang disebut pengisi pipet,. Alat
tersebut, tanpa dilepaskan dari pipet, juga dipakai untuk pemberian cairan secara tepat.
Pada pengukuran volume cairan, ahli farmasi harus memilih alat yang paling tepat untuk
volume cairan yang akan diukur dan tingkat kepekaan yang dibutuhkan. Ini harus diketahui
bahwa dalam pengukuran cairan, makin sempit kolom cairan, makin akurat kemungkinan
untuk pengukuran. Kesalahan pembacaan dari dimensi yang sama akan menghasilkan
22

kesalahan volume yang kecil bila mempergunakan pipet, kesalahan volume lebih besar bila
digunakan pengukur silinder, dan kesalahan volume terbesar dihasilkan pada pemakaian
pengukuran kerucut. Makin besar pengamatan pada bentuk pengukur kerucut, makin besar
kesalahan volume karena kesalahan dalam membaca.
Pada pembacaan batas cairan di skala ukuran, penting untuk mengetahui kesalahan yang
mungkin terjadi akibat dari kesalahan melihat (parralax error). Cairan dalam pengukur
cenderung tertarik ke permukaan bagian tengah (pusat) pengukur, dan sedikit menaik terhadap
permukaan tadi, yang tersebut di atas adalah meniskus yang sebenarnya. Bila seseorang yang
mengukur melihat dari atas (pandangan menurun) ini akan nampak seolah-olah meniskus
cairan pada batas yang lebih atas ini, sedangkan sebenarnya sedikit lebih ren dah, pada
batas sebenarnya dari cairan yang di tengah pengukur. Dengan demikian, pengukuran cairan
di dalam pengukur harus dilakukan dengan pandangan mata setinggi cairan di pengukur.
Bila ahli farmasi melakukan kesalahan dalam pembacaan perngukur, persentase kesalahan
pengukurannya akan dipengaruhi oleh volume cairan yang diukur. Menurut USP, silinder
pengukur 10 mL yang dapat diterima dengan diameter dalam 1,18 cm mengandung 0,109 mL
dalam dalam setiap 1 mm kolom. Kesalahan pembacaan sebesar 1 mm akan menyebabkan
persentase kesalahan pengukuran hanya 1,09% bila volume yang diukur I0 mL, 2,18% bila 5
mL, 4,36% bila 2,5 mL, dan 7,26% bila volume yang diukur 1,5 mL. Nampak di sini bahwa
persentase kesalahan terbesar terjadi pada pengukuran volume yang terkecil. Dengan
demikian, peraturan yang sangat penting untuk pengukuran cairan dengan pengukur ialah harus
digunakan pengukur yang mempunyai kapasitas sebanding atau sedikit melewati volume
yang akan diukur.
Menurut Coldstein dan Mattocks, berdasarkan simpangan 1 mm dari tanda tersebut dan
kesalahan yang diperbolehkan adalah 2,5%, jumlah terkecil yang sebaiknya diukur dalam
pengukur silinder dengan ukuran berikut mempunyai diameter dalam yang ditentukan sebagai berikut:
Ukuran
pengukur
silinder
5 mL
10 mL
25 mL
50 mL
100 mL

Simpangan
Diameter dalam
0,98 cm
1,18 cm
1,94 cm
2,24 cm
2,58 cm

sebenarnya
0,075 mL
0,109 mL
0,296 mL
0,394 mL
0,522 mL

volume Volume Minimal yang
dapat diukur
3,00 mL
4,36 mL
11,84 mL
15,76 mL
20,88 mL

Untuk kesalahan 5%, volume minimum dapat diukur akan separuh dari yang
23

dinyatakan di atas. Tampak bahwa untuk ketepatan, seseorang tidak harus memilih pengukur
bila pengukuran hanya melibatkan penggunaan bagian dasar skala.
Pada penggunaan pengukur, ahli farmasi menuang cairan ke dalam pengukur dengan
perlahan, amati permukaan sambil menuang. Pada pengukuran cairan-cairan kental, harus
dibiarkan dalam waktu yang cukup agar cairan menetap di pengukur, karena mungkin
beberapa turun ke bawah pada bagian dalam pengukur dengan lambat. Yang paling baik
adalah mencoba menuang cairan seperti itu pada tengah pengukur, menghindari kontak
dengan permukaan sisi dalam pengukur. Pada pengosongan pengukur, dari isi yang diukur,
harus diberi waktu penuangan yang cukup.
Waktu menuang cairan dari botol, ingat teknik farmasi yang baik untuk memegang
botol dengan posisi etiket pada botol menghadap ke atas, ini menghindari kemungkinan tetesan
cairan mengalir turun ke label ketika botol ditegakkan sesudah penggunaan. Tentu saja,
mulut botol harus diseka bersih setiap habis digunakan.
III. Mortir dan Stamper
Salah satu cara pencampuran yang paling sering digunakan dalam bidang farmasi
adalah dengan menggunakan metode triturasi. Triturasi merupakan metode pencampuran
menggunakan alat yang disebut mortar dan stamper. Triturasi dapat digunakan untuk
mencampur serbuk, pulverisasi dan pencampuran lainnya.
Terdapat 4 macam mortar:
a. Mortar porselain dangkal
b. Mortar porcelain dalam
c. Mortar wedgwood
d. Mortar kaca
Untuk pulverisasi dan menghaluskan bahan, mortar yang paling baik digunakan
adalah mortar Wedgwood karena permukaannya yang kasar sehingga memungkinkan banyak
friksi. Untuk pencampuran serbuk yang sederhana dapat digunakan mortar kaca karena serbuk
tidak akan terlihat seperti padatan. Mortar kaca juga bagus digunakan untuk zat warna seperti
dye atau zat warna berkekuatan tinggi karena tidak berpori sehingga warna tidak akan
berbekas. Pada mortar porcelain zat warna seperti dye akan masuk ke pori-pori mortar dan
meninggalkan warna. Permukaan mortar porcelain cepat menjadi halus jika sering digunakan
sehingga serbuk menjadi tidak tercampur dengan baik.
IV. Spatel, sendok porselin, dan sendok tanduk
24

Spatel logam digunakan untuk mengambil zat berbentuk serbuk yang tidak korosif.
Sedangkan zat yang bersifat korosif dapat diambil dengan menggunakan sendok porselin.
Sendok tanduk digunakan untuk mengambil sediaan semisolid seperti adesps lanae. Sendok
tanduk tidak tahan terhadap zat yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.
V. Alat yang digunakan untuk melarutkan zat
1. Untuk zat-zat yang mudah larut dapat dilarutkan di dalam botol
2. Zat yang agak sukar larut harus dilarutkan dengan pemanasan . Proses pelarutannya
dapat dilakukan di dalam erlenmeyer dengan cara zat padat dimasukkan dalam
erlenmeyer lalu zat pelarut ditambahkan kemudian panaskan diatas tangas air atau api
bebas dengan digoyang-goyangkan sampai larut. Zat padat dimasukkan lebih dulu
dalam erlenmeyer untuk mencegah agar tidak ada yang menempel pada bagian leher.
Pemanasan dengan api bebas sambil digoyang-goyangkan bertujuan untuk menjaga
pemerataan pemanasan.
VI. Pengayak
Pengayak digunakan untuk memisahkan serbuk dengan ukuran yang berbeda.
Pengayak ada berbagai macam ukuran. Tiap nomor pengayak menunjukkan jumlah-jumlah
lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Contoh: pengayak no.10 berarti
memiliki 10 lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Jadi semakin besar
nomor pengayak akan semakin halus serbuk yang bisa melewatinya.
VII. Alat Ukur Umum di Rumah
Obat cair dan bubuk yang tidak dikemas dalam sistem unit dosis biasanya diukur di
rumah oleh pasien dengan alat takaran umun di rumah seperti sendok teh, sendok makan, dan
berbagai alat pengukur masakan. Walaupun sendok teh rumah mungkin kapasitas
volumenya berbeda antara 3 - 8 mL, tetapi American Standard Teaspoon (Sendok Teh
Standar Amerika) telah ditetapkan mempunyai volume 4,93 ± 0,24 ml. oleh American
National Standard Institute. Untuk tujuan prakt