Konflik peran dan strategi coping buruh pabrik perempuan PT.benang sari indah texindo subang

KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING
BURUH PABRIK PEREMPUAN
PT. BENANG SARI INDAH TEXINDO SUBANG

Oleh:
Fitri Yulianti
NIM : 100070020141

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDA YATIJLLAH
JAKARTA
2004

KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING
BURUH PABRIK PEREMPUAN
PT. BENANG SARI INDAH TEXINDO SUBANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk rnemenuhi syarat-syarat
Mencapai gelar Sarjana Psikologi
Oleh:

FITRI YULIANTI
NIM: 100070020141

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I,

Pemhimbing II,

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T

Ora. Fivi Nurwianti, MSi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2004

PENGESAHAN PANITIA UJIAN.

Skripsi yang berjudul KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING
BURUH PABRIK PEREMPUAN PT. BENANG SARI INDP.H TEXINDO
SUBANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Oktober
2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 13 Oktober 2004
Sidang Munaqasyah

Merangkap Anggota,

Pudek/SekretarAs Merangkap Anggota

M.Si


(

ah M.Si

Anggota:

Penguji 2,

Pembimbing 1,

Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T

Per.r.i imbing 2,

urwianti, M.Si

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatul/ahi Wabarakatuh

Alhamdullilahhirabbil 'Alamin, tidak ada kata yang pantas terucap kecuali

rasa syukur kepada Allah $WT, Tuhan seluruh alam semesta ini. Atas
kehendak-Nyalah dan ridha-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Kesejahteraan, keselamatan, shalawat, dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang sepanjang hidupnya selalu
memikirkan umatnya agar mereka selamat dunia dan akhirat. Allahumma
Shalli Wassalim 'Alaihi.

Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih yang terdalam dan tak terhingga
kepada Bapak dan Mamah tercinta, teh Yani dan teh Ugi yang telah
memberikan dukungannya baik lahir maupun batin. Pada kesernpatan ini
pula, penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Jbu Ora. Netty Hartati, M.Si. Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Para Pudek Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T selaku pembimbing I, terima kasih
atas waktu yang telah bapak luangkan untuk membimbing dan memberi
masukan-masukan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.

. 4. lbu Ora. Fivi Nurwianti, M.Si selaku pembimbing JI, terima kasih atas
waktu yang telah ibu luangkan untuk membimbing dan memberi
masukan-masukan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.

II

5. Para Bapak dan lbu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis selama menjalani kuliah di Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. PT. Benang Sari lndah Texindo, khususnya Bapak Maksudin (Bagian
Personalia) dan stafnya atas kesempatan dan bantuan yang telah
diberikan.
7. Para buruh pabrik perempuan PT. Benang Sari lndah Texindo yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala coping dan konflik
peran.
8. Teman-teman angkatan 2000 yang tak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberi saran dan semangatnya. Keep in touch.
9. Karyawan akademik Fakultas Psikologi.
10. Seluruh pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.


Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan balasan yang
berlipat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penuiis khususnya
dan semua orang umumnya. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Jakarta, Oktober 2004
Penulis,

Fitri Yulianti

lV

(G)

mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sebaglan kecil responden yang
mengalami konflik peran tingkat sedang menggunakan tipe coping
reactive role behavior seperti seorang ibu akan ikut bermain ketika
anaknya meminta walaupun sedang lelah. Chi-square h dengan
derajat kebebasan (df) 5 dan taraf signifikansi 0,05% sebesar 20.478 >
chi-square t 11.1 dan diperoleh Asymp.Sig.(2-sided) 0,001 < 0.05.

Dengan demikian hipotesa nihil (Ho) penelitian ini ditolak sedangkan
hipotesa alternatif (Ha) penelitian ini diterima. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan
berdasarkan tingkat konflik peran.
Rekomendasi dari peneliti adalah (1) untuk memperkaya penelitian
mengenai konflik peran yang dialami buruh pabrik perempuan, maka
penulis menyarankan agar mengambil sa:npel buruh perempuan yang
lebih bervariasi seperti buruh perempuan yang ada di Jakarta atau
kota-kota besar lainnya, sebagai bahan perbandingan tingkat konflik
peran yang mereka alami, (2) agar dapat mengembangkan penelitian
mengenai konflik peran karena lokasi, budaya, pemahaman mengenai
pola asuh, status suami dan lain-lain yang berbeda dapat
menghasilkan hasil yang berbeda, (3) untuk kebermanfaatan hasil
skripsi ini disarankan kepada lembaga swadaya masyarakat sekitar
pabrik untuk mengembangkan perannya dan mengadakan penyuluhan
atau kegiatan yang positif guna menambah wawasan masyarakat
mengenai pentingnya kerja sama dalam keluarga atau yang lainnya,
(4) untuk menggunakan kuesioner dalam pengukurannya agar lebih
tepat mengukur variabel coping dan untuk alat ukur konflik peran
dapat dirubah alternatif jawabannya dengan menggunakan tidak

pernah, jarang, selalu, dan lain-lain. Karena dengan menggunakan
alternatif jawaban seperti ini akan menunjukkan frekuensi kejadian.
Bahan bacaan 46 (1930-2003).

DAFTAR ISi
KATA PENGANTAR .................................................................................
ABSTRAKSI . ... ... ... ... .... ... .. ... .... ..... ... ... .... ... .......... ... .... ... ... ... .... .... ... .......... iii
DAFT AR 151 .... ... .. . .. .. .. .. .. .. ... .... .. .... ... ... ... ... ..... .... .. . .. .. .... .. .... ... ... . .. .. ... .. .. ... v
DAFTAR T ABEL .. .. .... .. ... . ... .... ... ..... .. ... .. ..... ... .... .... ... .. . ... ... .. .. . .... ... ... .... .... vii
DAFTAR LAMPI RAN................................................................................. viii
BAB 1

BAB 2

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .. .. .. ........ ..... ... .. ..... .. .... .... .. ..... .... .
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .... .. .......... ..............
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................
1.5. Sistematika Penulisan .......................................................


LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP
2.1. Konflik Peran
2.1.1. Definisi ... ... .. .. .... ... .... ... .... .. .. .... ... .... ... .. . .. .. .... ... .... ..
2.1.2. Jen is-Jen is Konflik . ... .... ... .... ... ........ ... ... ........... .... ..
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik Peran
2.1.4. Sumber Konflik Peran ..... .. .. ... ... .... ... ... .. .. ... ... ........
2.1.5. Peran Perempuan ..................................................
2.2. Strategi Coping
2.2.1. Definisi . .. . .. .. . .. . . .. . .. . .. . .. . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . .. . .. . .. . . ..
2.2.2. Jen is-Jen is Coping .. ....... ... .... ... ... ........ ... .... ... ... ... ..
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping ..........
2.3. Perspektif Terhadap Perempuan Bekerja
2.3.1. Perspektif Islam Terhadap Perempuan Bekerja ....
2.3.2. Perspektif Kebudayaan Terhadap Perempuan
Bekerja ..................................................................
2.4. Buruh Pabrik Perempuan
2.4.1. Definisi .. ... ... .... .... .... ... ... .... ... .... .... ... .... ....... ....... ....
2.4.2. Kondisi Kerja Pabrik ..............................................
2.4.3. Kewajiban dan Hak Buruh Perempuan .................

2.4.4. Pendayagunaan Buruh Perempuan ......................
2.4.5. Permasalahan Buruh Perempuan di Pabrik ..........
2.5. Budaya Kerja di PT. Benang Sari lndah Texindo .............
2.6. Kerangka Berpikir ........... .................................................
2.7. Hipotesa ...........................................................................

v

1
7
8
9
9

11
14
17
19
22
24

24
26
27
29
33
34
38
41
42
43
44
45

vi

BAB 3

BAB 4

BAB 5

METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode dan Pendekatan Penelitian ..................................
3.2. Metode Pengumpulan Data ..............................................
3.3. Variabel dan Definisi Operasional ...................................
3.4. Teknik Pengambilan Sampel ............................................
3.5. Subyek Penelitian
3.5.1. Populasi ........ .......................................... ...............
3.5.2. Sampel .......... ............... ... ........ .. ............................
3.6. lnstrumen Pengumpulan Data
3.6.1. Skala Konflik Peran (K-P).......................................
3.6.2. Skala Coping .........................................................
3.7. Prosedur Penelitian
3.7.1. Pra-Penelitian ........................................................
3.7.2. Penelitian ..............................................................
3. 7.3. Post-Penelitian ......................................................
3.8. Analisa Data .......... .......................................... ...............

HASIL PENELITIAN
4.1. Gamba ran Um um Responden .......................... ................
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Utama
4.2.1. Tingkat Konflik Pe ran .......... .. ................... ..............
4.2.2. Tipe Coping Berdasarkan Tingkat Konflik Peran ...
4.2.3. Perbedaan Tipe Coping Berdasarkan Tingkat
Konflik Peran.... .. ........ .... .... .... ... .... ... .......... ... .... ... ..
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian Tambahan
4.3.1. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Usia ...............
4.3.2. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Latar Belakang
Pendidikan ............................................................
4.3.3. Tingkat Konflik Peran Berdasarkan Pekerjaan
Suami ....................................................................

46
46
47
48
48
49
50
53
55
56
57
57

61
64
66
68
69
71
72

PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...................................... ............... ... ....... ........ 74
5.2. Diskusi ............ .......... .................................................. ...... 75
5.3. Rekomendasi ................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ...................... .................. ......................................... 80
LAMPI RAN

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Penyekoran item ska la konflik peran ............................... 51
2. Tabel 3.2. Blue print baru skala konflik peran .................................. 52
3. Tabel 3.3. Penyekoran item skala coping ....................................... 54
4. Tabel 3.4. Blue print baru skala coping .......................................... 55
5. Tabel 4.1. Gamba ran um um responden ......................................... 61
6. Tabel 4.2. Kategori Konflik Peran .................................................. 65
7. Tabel 4.3. Frekuensi Tingkat Konflik Peran .................................... 66
. 8. Tabel 4.4. Coping Konflik Peran Tingkat Rendah ............................. 66
9. Tabel 4.5. Coping Konflik Pe ran Tingkat Sedang ............................. 67
10. Tabel 4.6. Tingkat Konflik Peran * Tipe Coping Crosstabulation .......... 68
11. Tabel 4.7. Chi-Square Test ......................................................... 68
12. Tabel 4.8. Usia * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation .................... 69
13. Tabel 4.9. Tabel Fe Usia * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation ....... 70
14. Tabel 4.10. Chi-Square Test ....................................................... 70
15. Tabel 4.11. Latar Belakang Pendidikan * Tingkat Konflik
Peran Crosstabulation ................................................................ 71
16. Tabel 4.12. Tabel Fe Latar Belakang Pendidikan * Tingkat Konflik
Peran Crosstabulation ................................................................ 71
17. Tabel 4.13. Chi-Square Test ........................................................ 71
18. Tabel 4.14. Pekerjaan Suami * Tingkat Konflik Peran Crosstabulation .. 72
19. Tabel 4.15. Tabel Fe Pekerjaan Suami * Tingkat Konflik
Peran Crosstabulation ................................................................ 72
20.Tabel 4.16.Chi-Square Test ......................................................... 73

vii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia sekarang ini telah terbuka luas bagi kaum
perempuan. Berbeda dengan beberapa abad yang silam di mana pendidikan
hanya diberikan kepada kaum pria, dewasa ini pendidikan adalah hak setiap
orang. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 30
ayat 1 yang berbunyi "setiap warga negara berhak mendapat pengajaran".
Dengan masuknya perempuan di dunia pendidikan, maka terbukalah
lapangan pekerjaan bagi perempuan. Hal ini tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi "setiap warga negara
berhak atas pekerjaan". Secara eksplisit ayat ini menjelaskan bahwa tidak
ada perbedaaan jenis kelamin dalam bekerja. Perempuan sebagai manusia
mempunyai nilai sama dengan pria dalam perannya di dalam proses
pembangunan. Sehingga kesempatan ini banyak dimanfaatkan oleh
perempuan dan pilihan mejadi wanita karir telah menjadi fenomena bagi
sebagian perempuan.

2

Banyak perusahaan dan tempat kerja yang tersebar di berbagai lokasi· kola
maupun desa. Di mana para pekerjanya tidak hanya terdiri dari laki-laki tetapi
banyak di antara mereka yang perempuan. Pabrik yang dulu para buruhnya
hanya terdiri dari laki-laki, tetapi dewasa ini sudah menggunakan tenaga
perempuan sebagai buruhnya. Contohnya daerah Subang Jawa Baral hampir
semua pabrik di sana mempekerjakan perempuan sebagai buruhnya.
Sebagian buruh perempuan di pabrik tersebut adalah para ibu rumah tangga.
Buruh pabrik di daerah tersebut merupakan buruh tetap dan bekerja paruh
waktu.

Salah satu motivasi mereka bekerja yang paling dominan adalah karena
faktor ekonomi. Menurut Hoffman (dalam Juanita H. Williams, '1976) alasan
perempuan mengambil pekerjaan di luar rumah adalah uang, peran ibu
rumah tangga, dan faktor kepribadian, tetapi kebanyakan alasan perempuan
· bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. lni disebabkan karena
suaminya pengangguran atau mempunyai penghasilan yang sangat rendah.
Dalam situasi seperti di alas para buruh perempuan rnengambil keputusan
untuk bekerja karena mereka harus bekerja hanya untuk menyediakan
kebutuhan baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Mereka terpaksa
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai standar hidup yang lebih
tinggi. lni terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Laily M. Yasin

3

(dalam Kamariah Tambunan, 1989) di Jawa Timur khususnya di daerah
Malang dan Surabaya bahwa motivasi buruh perempuan bekerja adalah
untuk membiayai hidupnya dan keluarganya. Maka tak heran jika para buruh
perempuan menjadi tulang punggung keluarga.

Hal di atas serupa dengan motivasi para buruh pabrik perempuan di daerah
Subang khususnya Desa Wantilan yaitu agar dapat memenuhi kebutuhan
dirinya dan keluarga. Dikarenakan suami mereka mendapatkan penghasilan
yang relatif rendah sehingga tidak mencukupi biaya hidup keluarga.
Pekerjaan suami mereka di antaranya adalah petani, wiraswasta, buruh,
aparat desa, dan lain-lain. lnilah alasan mengapa para buruh perempuan
pabrik di Desa Wantilan mengambil keputusan untuk bekerja.

Para buruh pabrik perempuan yang telah berkeluarga memiliki peran lebih
dari dua baik sebagai istri, ibu dari anak-anaknya maupun sebagai buruh
pabrik. Selain bekerja mereka harus memenuhi tuntutan-tuntutan dari
keluarga dan ingin memenuhi tuntutannya sendiri sebagai individu. Tuntutan
suami mengharapkan isteri ideal, yang dapat mencurahkan seluruh
perhatiannya kepada keluarga, dapat diajak bertukar pikiran, menyiapkan
makan, dan lain-lain. Tuntutan anak mengharapkan perhatian dan kasih
sayang, menemani mereka belajar, menyiapkan segala keperluannya, dan
lain-lain. Dan tuntutan tempat kerja mengharapkan prestasi yang bagus dan

4

dapat memproduksi barang sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang
bagus. Belum lagi tuntutan dirinya sebagai individu yang ingin memenuhi
keinginannya, membeli baju, dan membeli segala sesuatu yang mereka
sukai. Mereka tidak hanya harus memenuhi tuntutan-tuntutan keluarga dan
tempat kerja, tetapi mereka harus dapat memenuhi tuntutan dan harapan
masyarakat terhadap masing-masing tugas peran yang mereka tempati.

Tuntutan dan harapan peran tersebutlah yang membuat konflik bagi para ibu
yang bekerja di luar rumah. Karena konflik terjadi ketika seseorang
menempati dua atau lebih peran secara bersamaan dan ketika salah satu
harapan peran bertentangan dengan harapan peran yang lain (Gardner
Lindzey, 1959: 228). Mereka tidak hanya lelah fisik karena seharian bekerja
baik di pabrik maupun mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi juga
lelah psikis karena harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat
terhadap masing-masing peran yang mereka tempati.

Adapun penelitian mengenai peran ganda perempuan yang dilakukan oleh
Ninik Wulandari (1997) yang mengambil sampel 74 orang diperoleh 19 orang
mengalami konflik peran ganda rendah, 37 orang mengalami konflik peran
ganda sedang, dan 18 orang mengalami konflik peran ganda tinggi.

5

Pembicaraan seputar perempuan selalu hangat, menarik, dan aktual tak
henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga sekarang.
Berbicara tentang perempuan di era teknologi dan industri sekarang ini
bagaimana memposisikan perempuan pada kedudukan yang wajar.
Mengemban tugas sebagai istri, ibu, dan anggota masyarakat sehingga tugas
utama tidak terabaikan. Pembagian peran secara seksual antara laki-laki dan
perempuan biasa kita kenal, laki-laki bekerja di luar rumah untuk mencari
. nafkah {peran publik) dan perempuan mengerjakan pekerjaan rumah (peran
domestik) di samping harus melahirkan anak (fungsi produksi) telah ada
sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagaimana menurut Engels (dalam Arief
Budiman, 1985) "berdasarkan pembagian kerja secara seksual yang sudah
terbentuk pada lingkungan keluarga waktu itu Qaman Barbar), peran laki-laki
adalah mencari makanan dan memiliki alat-alat pencari makanan".

Pada zaman sekarang sebagian anggota keluarga terserap untuk bekerja di
luar rumah (di pabrik dan perusahaan-perusahaan jasa). Ketika ibu melepas
tugas sebagai ibu rumah tangga dengan bekerja, maka itu semacam tindakan
perampasan atas hak anak untuk memperoleh kemungkinan tumbuh
kembang yang sebaik-baiknya dan pendapatan kasih sayang.

Menurut Djamaluddin Ancok (1995) dalam bukunya Nuansa Psikologi
Pembangunan seorang ibu tidak perlu meninggalkan pekerjaanya hanya

6

karena masalah anak dan suami. Keintiman keluarga dapat dibentuk bila
setiap hari tersedia waktu untuk bergaul dan bercengkrama secara intensif.

Kenyataannya, apakah seorang ibu mampu dalam keadaan letih sepulang
bekerja tampil utuh bercengkrama secara efektif menyingkirkan tekanantekanan atas dirinya di tempat kerja. Memang perempuan yang menjalankan
peran ganda atau lebih, baik sebagai buruh maupun ibu rumah tangga lebih
sering dihinggapi konflik daripada buruh perempuan yang lajang.

Setiap ibu yang bekerja di luar rumah baik di kantor maupun di pabrik akan
selalu berusaha mengatasi konflik peran yang mereka alami. Terutama para
buruh pabrik perempuan yang bekerja karena keterpaksaan, mereka harus
bekerja sehingga mereka selalu berusaha mengatasi konflik peran yang
mereka alami. Usaha untuk mengatasi atau mengurangi masalah ini disebut
coping.

Pearlin dan Schooler (1978) mendefinisikan coping adalah setiap respon
yang berfungsi untuk mencegah, menghindari, atau mengendalikan emotional
distress karena tekanan hidup yang berasal dari luar. Hall (dalam E. Betz,
1987: 312) membagi strategi coping konflik peran ke dalam tiga tipe yaitu
merubah harapan yang dibebankan kepada perempuan tersebut kepada
orang lain (structural role redefinition) contohnya seorang ibu akan

7

memberikan tanggung jawab pengasuhan anak kepada orang tua atau
suaminya pada saat kerja, pendefinisian kembali peran pribadi (personal role
redefinition) contohnya seorang ibu akan cepat-cepat menyelesaikan

pekerjaan rumah tangga agar dapat menemani anak belajar, dan tingkah laku
peran aktif (reactive role behavior) contohnya seorang istri akan melayani
kebutuhan suami walaupun ingin istirahat. Pembagian coping menurut Hall
akan di bahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya.

Berdasarkan fenomena di alas peneliti tertarik untuk mengambil judul
penelitian "KONFLIK PERAN DAN STRATEGI COPING BURUH PABRIK
PEREMPUAN PT. BENANG SARI INDAH TEXINDO SUBANG".

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka penulis perlu
membatasi masalah-masalah penelitian mengenai Konflik Peran dan Strategi
Coping Buruh Pabrik Perempuan PT. Benang Sari lndah Texindo Subang.

8

a. Tingkat konflik peran ini dibatasi pada tingkat (tinggi, sedang, dan rendah)
konflik yang dialami buruh pabrik atas perannya sebagai ibu, istri, dan
buruh pabrik.
b. Strategi coping: usaha buruh pabrik perempuan untuk mengatasi atau
mengurangi konflik peran yang mereka alami dengan menggunakan teori
Hall.
c. Buruh pabrik perempuan: tenaga kerja perempuan di pabrik yang telah
menikah dan memiliki anak.

1.2.2. Perumusan Masalah

a. Bagaimanakah tingkat konflik peran yang dialami buruh pabrik
perempuan?
b. Bagaimanakah strategi coping yang digunakan buruh pabrik perempuan
berdasarkan tingkat konflik peran?
c. Apakah ada perbedaan yang signifikan strategi coping yang digunakan
buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran?

1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah tingkat konflik peran yang dialami
oleh buruh pabrik perempuan.

9

b.

Untuk mendeskripsikan strategi coping yang digunakan buruh pabrik
perempuan berdasarkan tingkat konflik peran.

c.

Untuk menjelaskan perbedaan yang signifikan strategi coping yang
digunakan buruh pabrik perempuan berdasarkan tingkat konflik peran.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memberi masukan guna
mengembangkan teori dan aplikasi Psikologi lndustri dan Organisasi (PIO)
dan Psikologi Sosial, khususnya dalam bidang konflik peran dan perilaku
coping para buruh pabrik perempuan.

Secara praktis, bagi ibu rumah tangga dapat dijadikan sebagai bahan
gambaran tingkat konflik peran yang dialami buruh pabrik dan strategi
copingnya. Bagi ibu pekerja dapat dijadikan bahan masukan dalam memilih
strategi coping konflik peran yang lebih positif.

1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini menggunakan APA style.

10

BAB 1: Bab pertama penulis membagi ke dalam beberapa bagian yaitu latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan,
manfaat, dan sistematika penulisan.

BAB 2: Bab dua merupakan kerangka konsep penulis yaitu konflik peran
yang terdiri dari definisi konflik, peran, dan konflik peran, jenis-jenis
konflik, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik, sumber konflik
peran, dan peran perempuan; strategi coping yang terdiri dari definisi
coping, jenis-jenis coping, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
coping; perspektif terhadap perempuan bekerja di luar rumah dari
perspektif agama dan kebudayaan; buruh pabrik perempuan yang
terdiri dari definisi buruh perempuan, kondisi kerja pabrik, kewajiban
dan hak buruh, pendayagunaan buruh perempuan, permasalahan
buruh perempuan di pabrik, budaya kerja di PT. Benang Sari lndah
Texindo Subang, kerangka berpikir, dan hipotesa.

BAB 3: Bab berisikan beberapa bagian yaitu metode dan pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, variabel dan definisi
operasional, teknik pengambilan sampel, subyek penelitian,
instrument pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisa data.

BAB 4: Bab ini berisikan gambaran umum responden, deskripsi hasil
penelitian utama, dan deskripsi hasil penelitian tambahan.

BAB 5: Bab terakhir ini berisikan kesimpulan, diskusi, dan rekomendasi.

BAB2
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP

2.1.

Konflik Peran

2.1.1. Definisi

Dalam ensiklopedi psikologi, konflik dinyatakan sebagai keadaan psikologi
tentang kebimbangan yang terjadi bila seseorang secara serentak
dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang saling berlawanan dengan
kekuatan yang kira-kira sama (dalam Siti Rohayani, 2000). Dengan kata lain
adanya suatu pertentangan batin antara satu sama lain dan tidak mungkin
dipenuhi dalam waktu yang sama.

Situasi konflik mengharuskan seseorang untuk memilih atau mengambil
keputusan (Harold J. Leavith, 1997). Beberapa situasi konflik melibatkan
kebutuhan-kebutuhan pokok yang penting, yang saling bertentangan, dan
tidak dapat dihindarkan. Konflik timbul dalam situasi di mana terdapat dua
atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian
saling bersaing sehingga menyebabkan salah satu organisme merasa ditarik

12

ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus dan menimbulkan perasaan
yang sangat tidak enak (Linda L. Davidoff, 1991: 178).

Sedangkan peran adalah rangkaian pola yang mempelajari tindakan dan
perbuatan yang ditampilkan seseorang di dalam situasi interaksi (Gardner
Lindzey, 1959). Peran menurut Linton (dalam George B. Goldman, 1969)
adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari individu dengan melihat posisi
yang ditempati di dalam masyarakat. Menurut ahli ilmu sosial seperti Park
dan Burgess (dalam Gardner Lindzey, 1959) menyatakan peran merupakan
pola sikap dan tindakan yang seseorang tempati dalam situasi sosial.

lstilah peran ini diambil dari dunia teater (Sarlito Wirawan, 2001). Dalam
!eater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan
dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara
tertentu. Kemudian posisi aktor dalam !eater (sandiwara) dianalogikan
dengan posisi orang dalam masyarakat.

Penulis menyimpulkan bahwa peran adalah pola sikap, tingkah laku, dan
tindakan yang seyogianya ditampilkan oleh individu dalam menempati
posisinya di dalam masyarakat.

13

Masing-masing peran yang ditempati dalam masyarakat seperti ibu, istri,
pekerja, dan lain-lain memiliki harapan-harapan atas perannya masingmasing. Seorang ibu rumah tangga memiliki harapan peran yakni harus
dapat mengurus pekerjaan rumah tangga atau seorang ibu yang harus
memberikan makan anak-anaknya. Harapan peran adalah harapan-harapan
orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang
seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu
(Sarlito Wirawan, 2001). Harapan peran disebutkan pula di dalam skripsi Reni
Rachminiwati (1988) Mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia merupakan
harapan yang dimiliki masyarakat mengenai tingkah laku yang sesuai hak
dan kewajiban yang harus ditampilkan individu yang memiliki peran.

Dua jenis harapan yang umum adalah hak dan kewajiban (Gardner Lindzey,
1959: 226). Hak adalah harapan peran yang mana pemegang peran
mengharapkan perbuatan tertentu dari orang lain. Hak seorang anak adalah
mendapatkan perlindungan dari ibunya. Kewajiban adalah harapan peran
yang mana pemegang peran melakukan perbuatan tertentu terhadap
pemegang peran yang lain. Kewajiban seorang ibu adalah memberikan
perlindungan kepada anak-anaknya.

Seorang ibu yang berperan lebih dari dua sebagai ibu, istri, dan pekerja
berarti mereka memiliki harapan-harapan peran pada masing-masing

14

perannya. Harapan-harapan peran tersebut sering harus ditampilkan pada
saat yang bersamaan. Maka pada situasi seperti ini perempuan berperan
lebih dari dua sering mengalami konflik peran. Karena konflik peran terjadi
ketika seseorang menempati dua atau lebih peran secara bersamaan dan
kctika salah satu harapan peran bertentangan dengan harapan peran yang
lain (Gardner Lindzey, 1959).

2.1.2. Jenis-Jenis Konflik

Konflik dapat digolongkan menjadi empat, yakni (Linda L. Davidoff, 1991:
178):
a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict) akan terjadi bila
seseorang dihadapkan dan harus memilih antara dua tujuan, kebutuhan,
benda, atau tindakan-tindakan tertentu yang sama.
b. Konflik menghindar-menghindar (avoidance-avoidance conflict) akan
terjadi bila seseorang menghadapi serempak dua hal yang sama-sama
tidak menarik atau tidak disukainya, dan harus mcmilih salah satu di
antaranya.
c. Konflik mendekat-menghindar (approach-avoidance conflicl) akan tcrjadi
bila seseorang menghadapi serempak antara yang menarik dan yang
tidak menarik dan harus memilih salah satu di antaranya.

15

d. Konflik mendekat-menghindar ganda (approach-avoidance double

conflict) melibatkan dua tujuan dan masing-masing sama-sama
mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus.

Konflik para ibu berkerja khususnya para buruh pabrik perempuan karena
keadaan yang memaksa termasuk contoh kasus konflik mendekatmenghindar ganda. Seorang ibu harus memilih antara bekerja di luar rumah
dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Bekerja akan membuatnya tidak
dapat menjadi istri dan ibu seutuhnya. Sedangkan di rumah saja tidak akan
mendapatkan uang tambahan.

Seseorang mengalami konflik karena adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu
yang tidak dapat dihindarkan satu sama lain. Konflik akan teratasi apabila
(Harold J. Leavith, 1997: 56):
a. la dapat menemukan beberapa cara baru yang belum diketahui
sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu secara penuh.
b. la dapat merubah pikirannya tentang salah satu kebutuhan-kebutuhan itu
sel1ingga ia tidak lagi berminat pada salah satu kebutuhan tersebut.
c. la dapat mongatur kembali persepsinya tentang dunia dengan salah satu
dari sekian banyak cara untuk menempatkan konflik itu di dalam
perspektif baru dan kurang berarti.

16

Adapun tipe konflik peran dibagi menjadi dua (Theodore R. Sarbin, 1968:
540):
a. /nterrole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika menempati dua
posisi atau lebih di mana harapan atas perannya saling bertentangan.
Contohnya, seorang perempuan yang memiliki peran sebagai ibu dan
pekerja. Perannya sebagai ibu menuntutnya untuk menjaga anak-anak,
sedangkan perannya sebagai pekerja menuntutnya agar bekerja dengan
baik sesuai jadwal dan peraturan yang ada.
b. /ntrarole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika dua kelompok
atau lebih memiliki harapan peran yang bertentangan terhadap satu peran
yang sama. Contohnya, peran orang tua dalam mengasuh anak-anak.
Ada kelompok yang mengharapkan orang tua harus bersikap demokratis
tetapi kelompok lain menuntut orang tua harus bersikap otoriter agar
anak-anak mudah diatur.

Sesuai dengan dua tipe konflik peran di atas, Eric Hoyle (dalam Sandhya
Narang, 1996) juga mengemukakan bentuk konflik peran, yaitu:
a. Konflik peran terjadi ketika kelompok-kelompok yang berbeda mempunyai
harapan yang beragam terhadap peran yang sama.
b. Konflik peran terjadi ketika dua harapan peran atau lebih yang ditempati
oleh seseorang mengalami konflik.

17

Konflik peran yang tepat dalam penelitian ini adalah konflik peran yang terjadi
ketika dua harapan atau lebih yang ditempati seseorang mengalami konflik.
Dapat disimpulkan bahwa seorang buruh pabrik perempuan yang berperan
lebih dari dua akan mengalami konflik peran ketika mereka mengalami
kesulitan dalam menampilkan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan
yang bertentangan secara bersamaan.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran

Kahn (dalam Yosephin Dwi Eka S, 2000: 61) menunjukkan bahwa faktor
. organisasi dan faktor karakterisrik individual dapat mempengaruhi konflik
peran yang dihadapi penyandang peran.
a. Faktor Organisasi
Menurut Kahn faktor organisasi yang mempengaruhi konflik peran adalah
persyaratan peran (role requirement), misalnya kewajiban untuk
berhubungan dengan lingkungan luar. Peran organisasi yang khusus
dalam berhubungan dengan lingkungan luar tersebut dikenal sebagai
peran batas (boundary roles).

Dalam menjalankan perannya sebagai pemeran batas (boundary agent),
individu yang bersangkutan dituntut untuk selalu berprilaku mewakili
perusahaan atau organisasinya sekaligus mempengaruhi lingkungan luar

18

agar lebih mengenal perusahaan di mana ia bekerja. Konflik peran terjadi
karena adanya tuntutan dari perusahaan dan lingkungan luar yang saling
bertentangan satu dengan lainnya.

b. Karakteristik Individual Pada Penyandang Peran
Menurut Khan karakteristik individual perlu dipertimbangkan dalam
menelaah tentang konflik peran karena beberapa alasan. Pertama,
karakteristik individual mempengaruhi harapan dan jenis tuntutan yang
diberikan pemberi peran terhadap penyandang peran. Jenis tuntutan yang
diberikan pemberi peran itu tergantung perilaku penyandang peran dalam
menjalankan peran menjalankan perannya. Jika penyandang peran
dipandang sebagai individu yang tinggi tingkat keluwesannya dan cukup
mampu menghadapi konflik yang terjadi, pemberi peran akan memberikan
kepadanya segala jenis tugas dan tuntutan. Sebaliknya, jika penyandang
peran dipandang sebagai individu yang kaku, kemungkinan besar
pemberi peran akan memberikan tanggung jawab dan tuntutan tertentu
saja yang dianggap sesuai dengan keadaan penyandang peran.

Kedua, karakteristik individual merupakan mediator hubungan antara
tuntutan yang diberikan oleh pemberi peran dengan pengalaman
/penghayatan penyandang peran. Melalui perantara karakteristik

19

individual itu, reaksi emosi penyandang peran terhadap tuntutan atau
stress akan berbeda-beda.

Ketiga, karaktestik individual juga mempengaruhi pemilihan coping
mechanism. Beberapa penyandang peran mungkin melakukan cope
terhadap situasi yang menegangkan dengan regulasi emosi sedangkan
penyandang peran yang lainnya mungkin melakukan cope dengan pola
pemecahan masalah.

Selain faktor di atas, besar kecilnya konflik dapat dipengaruhi oleh faktor
budaya. Konflik yang dialami disebabkan adanya tuntutan terhadap suatu
peran dan tuntutan tersebut ditentukan oleh harapan atau norma yang
berlaku di lingkungan sosial tertentu (dalam Ninik Wulandari, 1997).
Dengan demikian faktor budaya di lingkungan sosial mempengaruhi besar
kecilnya konflik.

2.1.4. Sumber Konflik Peran

Secara teoritis konflik peran yang dialami ibu yang bekerja adalah konflik
antara peran dalam keluarga (sebagai istri dan ibu) dengan peran dalam
pekerjaan yang sering disebut konflik peran keluarga dan pekerjaan. Hal ini
didukung oleh Greenhaus dan Beutel! (dalam E.B. Goldsmith, 1989) yang

20

mendefinisikan konflik peran keluarga dan pekerjaan (work-family conflict)
sebagai bentuk dari interrole conflict yang mana tekanan peran dari
pekerjaan dan keluarga satu sama lain bertentangan dalam beberapa aspek.

Barbara Harris (1930) mengemukakan bahwa seorang pekerja perempuan
akan mengalami konflik jika mereka juga berperan sebagai istri dan ibu. Dan
Baruch dkk (1983) mengungkapkan bahwa konflik peran yang dialami ibu
bekerja disebabkan karena perempuan tersebut tidak hanya memainkan satu
peran, melainkan tiga peran yaitu peran sebagai istri, ibu, dan pekerja. Burr
dkk (dalam P. Voydanoff, 1987) menyebutkan bahwa semakin besar jumlah
total peran yang dimainkan individu, semakin besar pertentangan dengan
waktu, tenaga, dan komitmen.

Greenhaus dan Beutell (dalam E.B. Goldsmith, 1989) menyatakan bahwa
kekurangan waktu merupakan dasar konflik peran antara keluarga dan
pekerjaan. Seorang ibu sering mengalami kesulitan dalam membagi waktu
antara pekerjaan dengan keluarga. lni disebabkan karena tidak tersedianya
waktu yang cukup untuk memenuhi tuntutan tugas dari peran-perannya baik
sebagai ibu rumah tangga, istri, orang tua, dan pekerja.

21

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Baruch dkk dalam
pembuatan alat ukur yaitu membagi konflik peran buruh pabrik perempuan
sebagai ibu, sebagai istri, dan sebagai pekerja (buruh).

Dalam hal peran perempuan sebagi ibu, peneliti membagi dua yaitu peran
sebagai orang tua dan peran sebagai ibu rumah tangga. Peran sebagai
orang tua merupakan konflik peran yang dominan dialami ibu bekerja adalah
masalah pengasuhan anak terutama yang mempunyai anak kecil. Rasa
bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja merupakan
persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja. Sebagai ibu
rumah tangga mereka harus dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga
setiap harinya. Terutama para buruh yang keadaan ekonominya rendah,
mereka akan berusaha mengerjakan pekerjaan rumah tangganya sendiri.
Mereka jarang sekali atau bahkan tidak ada yang membayar orang lain untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangganya.

Konflik peran sebagai istri di antaranya adalah karena mereka merasa
bersalah karena tidak dapat memenuhi seluruh kewajibannya sebagai istri.
Dan konflik sebagai pekerja di antaranya adalah teman kerja yang tidak
bekerjasama, pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, serta
peraturan yang kaku. Situasi yang seperti itulah yang akan membuat sang
ibu menjadi amat lelah sementara kehadirannya sangat dinantikan oleh

22

keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itulah yang sering membuat
mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun suami.

Bekerja di luar rumah selain berdampak negatif terhadap keluarga juga
mendatangkan manfaat bagi mereka. Manfaatnya yaitu mereka mendapatkan
uang tambahan untuk mendukung ekonomi keluarga dan dapat
meningkatkan standar hidup mereka. Dua kekuatan inilah yang membuat
konflik bagi para ibu yang bekerja di luar rumah. Di satu sisi bekerja membuat
mereka stres dan di satu sisi bekerja menghasilkan uang yang sangat
mereka butuhkan.

2.1.5. Peran Perempuan

Lewis (dalam Siti Rohayani, 2000: 26) menjelaskan mengenai beberapa
peran utama yang dimiliki oleh wanita yang berperan ganda. Peran-peran ini
dimiliki oleh perempuan sehubungan aktivitasnya dalam dua lingkungan
kehidupan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pekerjaan.
a. Sebagai ibu
Peran sebagai ibu yang paling penting adalah memberikan kasih sayang
dang perhatian kepada anak-anaknya. Melindungi, memdidik,
memeberikan makan, dan membimbing belajar anak-anaknya. Seorang

23

ibu merupakan tempat sang anak mencurahkan segala isi hati dan
permasalahannya.
b. Peran sebagai istri
Peran sebagai istri sudah dimulai ketika seorang perempuan
malangsungkan pernikahan. Di mana seorang istri harus dapat
menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri di antaranya melayani
suaminya lahir maupun batin dan menyiapkan segala keperluan suami.
c. Peran sebagai ibu rumah tangga
lbu rumah tangga identik dengan seorang perempuan yang telah menikah
dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Di mana pekerjaan domestik
ini selalu dilimpahkan kepada kaum perempuan.
d. Peran sebagai pekerja
Peran sebagai pekerja adalah peran dalam pekerjaan yang harus
ditampilkan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi dalam
organisasi pekerjaan. Sebagai pekerja, perempuan akan dituntut untuk
memenuhi kewajiban perannya sebagai pekerja sesuai dengan jenis
pekerjaannya dengan melakukan seluruh tugas-tugasnya dengan baik
sesuai dengan jam kerja yang ditentukan.

24

2.2.

Strategi Coping

2.2.1. Definisi

Fleishman (dalam C.J. Holahan, 1987) mendefinisikan coping sebagai
tingkah laku yang terlihat (overt) dan yang tidak terlihat (covert) untuk
mengurangi psychological distress atau situasi yang penuh konflik. Coping
menurut Pearlin dan Schooler (1978) adalah setiap respon yang berfungsi
. untuk mencegah, menghindari, atau mengendalikan emotional distress
karena tekanan hidup yang berasal dari luar dalam. Coping didefinisikan oleh
Lazarus dan Folkman (1988) adalah proses mengatur tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai sebagai beban yang melebihi kemampuan seseorang.

Dapat disimpulkan coping adalah suatu usaha atau tingkah laku yang
berfungsi untuk menghindari atau mengendalikan tuntutan-tuntutan baik
internal maupun eksternal yang melebihi kemampuan seseorang.

2.2.2. Jenis-Jenis Coping

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Neil R. Carlson, 1997: 552) ada dua
tipe coping, yaitu:

25

a. Problem-focus coping, yaitu suatu tindakan-tindakan langsung ditujukan
untuk mengurangi atau menghilangkan masalah. Contohnya, jika
masalahnya adalah hubungan kerja, seseorang akan mencoba untuk
merubah kondisi kerja atau mengambil kursus untuk memperoleh
ketrampilan atau pengetahuan yang memungkinkan dia untuk melakukan
pekerjaan yang berbeda.
b. Emotion-focus coping, yaitu suatu tindakan-tindakan langsung yang
dilakukan untuk merubah reaksi emosionalnya terhadap masalah.
Contohnya, seseorang mencoba untuk bersantai dan melupakan
masalahnya atau menemukan teman atau orang lain untuk mencurahkan
isi hatinya.

Hall (dalam E. Betz, 1987: 312) membagi strategi coping konflik peran ke
dalam tiga tipe yaitu:
a. Pendefinisian kembali struktur peran (structural role redefinition) yaitu
merubah harapan yang dibebankan kepada perempuan tersebut kepada
orang lain. Contohnya, seorang ibu yang tidak dapat mengasuh anaknya
pada waktu bekerja akan menitipkan anaknya kepada neneknya.
b. Pendefinisian kembali peran pribadi (personal role redefinition) yaitu
mengubah tingkah laku dan harapannya tanpa mencoba untuk merubah
lingkungannya. Pada tipe ini seorang perempuan (ibu) lebih dapat
mengatur waktu untuk menjalankan tugas perannya. Contohnya, seorang

26

ibu yang berperan lebih dari dua akan cepat-cepat tiba di rumah untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
c. Reactive role behavioryaitu seseorang akan mencoba untuk memenuhi
seluruh tuntutan perannya dan menyenangkan orang lain. Tipe ini lebih
ditekankan pada pengorbanan diri. Contohnya, seorang ibu akan ikut
bermain ketika anaknya meminta walaupun sedang lelah.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan strategi coping konflik peran yang
dikemukakan oleh Hall di atas.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping

Menurut Zainun Mu'tadin (Zainun Mu'tadin, http://www.e-psii