Manajemen Agroekosistem Perkebunan kementerian kopi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
perkebunan adalah kegiatan untuk menanam tanaman tertentu pada tanah
atau media tumbuh dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan
barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Kopi (Coffea spp. L.) merupakan salah satu komoditas unggulan yang
dikembangkan di Indonesia karena masuk dalam kategori komoditi penting dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang
cukup penting bagi perekonomian Indonesia karena perolehan devisa dari kopi
menduduki urutan keempat setelah kelapa sawit, kakao dan karet. Spesies
tanaman ini berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus
Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat
mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun
tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-ranting. Tanaman kopi
umumnya akan mulai berbunga setelah berumur sekitar 2 tahun.1 Tanaman kopi
terdiri dari berbagai jenis yaitu Coffea Arabica, Coffea Robusta dan Coffea
Liberica . Sudah hampir tiga abad kopi diusahakan penanamannya di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri dan luar negeri.

1.2 Tujuan
a. Untuk membandingkan manajemen perkebunan tanaman kopi secara
umum dengan studi kasus jurnal
b. Untuk mengetahui manajemen yang baik dalam perkebunan tanaman kopi
1.3 Manfaat
a. Dapat mengetahui perbandingan manajemen perkebunan tanaman kopi
secara umum dengan studi kasus jurnal
b. Dapat mengetahui manajemen yang baik dalam perkebunan tanaman kopi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkebunan Secara Umum
Menurut Oktasari (2014) menyatakan bahwa perkebunan adalah kegiatan
untuk menanam tanaman tertentu pada tanah ata media tumbuh dalam ekosistem
yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Menurut Kurnia (2007) menyatakan bahwa perkebunan adalah usaha
penanaman tanaman yang menghasilkan bahan mentah industry dan komoditas
ekspor yang dilakukan oleh rakya, pemerintah, maupun pengusaha swasta. Di

Indonesia, terdapat dua macam perkebunan, yaitu perkebunan rakyat dan
perkebunan besar . Adapun perbedaan dari kedua jenis tersebut adalah pada kebun
rakyat luas laha sempit, modal yang dikeluarkan kecil, hasil yang didapat sedikit,
kurang memerlukan tenaga ahli, hasip produksi untuk mencukupi kebutuhan
sendir. Sedangkan pada perkebunan besar luas lahan yang digunakan luas,
memerlukan modal yang besar, jenis perkebunan beraneka ragam, tenaga yang
diperlukan merupakan tenaga yang sudah ahli, dan hasil produksi ditujukan
sebagai komoditas ekspor.Jenis jenis tanaman perkebunan yang diusahakan
rakyat, pemerintah, maupun pihak swasta, antara lain kopi, karet, teh, kelapa
sawit, tembakau, cokelat,dll.
2.2 Tanaman Kopi
Menurut Rismayani dan Ibrahim (2013) menyatakan bahwa tanaman kopi
merupakan komoditas ekspor yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia
karena perolehan devisa dari kopi menduduki urutan keempat setelah kelapa
sawit, kakao, dan karet. Kopi merupakan komoditas penting karena permintaan
konsumsi kopi di dunia semakin hari semakin meningkat.
Kopi arabika merupakan jenis kopi yang memiliki kandungan kafein
terbesar, yakni 0,8-1,4 %, tumbuh di daerah ketinggian 700-1.700 m dpl dengan
suhu 16-20º C, dan beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut.


Menurut suhartono (2005) menyatakan bahwa Indonesia merupakan
negara agraris dimana komoditi pertanian menjadi salah satu tulang punggung
perekonomian. Salah satu komoditi perekonomian di Indonesia yang terkenal
adalah kopi. Menurut FAO Indonesia pada tahun 1997 merupakan negara ke-4
penghasil kopi terbesar di dunia dengan luas areal tanaman dan hasil produksi
yang cukup besar.
Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi
ekonomi tinggi karena permintaan biji kopi di pasaran dunia cukup tinggi, yaitu
sekitar 5,5 juta ton per tahun. Kopi arabika selain banyak diminati pasaran luar
negeri, juga harganya lebih tinggi dari kopi robusta.
2.3 Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi
Menurut Prastowo,dkk (2010) menyatakan bahwa ada beberapa syarat
tumbuh tanaman kopi, antara lain :
A. Ketinggian Tempat
Kopi di Indonesia umumnya dapat tumbuh pada ketinggian di atas 700 m
dpl. Namun, dengan adanya beberapa klon dari luar negeri, tanaman kopi dapat
ditanam di atas ketinggian 500 m dpl. Pada kopi robusta dapat ditanam pada
ketinggian 700 m dpl sedangkan pada kopi arabika sangat baik tumbuh pada
ketinggian di ata 1000 mdpl. Namun, lahan di Indonesia hanya berada pada
ketinggian 700 sampai 900 m dpl. Hal ini menyebabkan tanaman kopi yang

ditanam di Indonesia adalah kopi robusta.
B. Curah Hujan dan Lahan
Curah hujan yang sesuai dengan tanaman kopi adalah 1500-2500 mm per
tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25º C. selain
itu, tempat penanaman akan berkaitan juga dengan cita rasa pada kopi.
C. Bahan Tanam dan Lingkungan Tumbuh
Salah satu penyebab rendahnya kopi di Indonesia adalah belum
digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat
tumbuh kopi. Umumnya petani masih menggunakkan bahan tanam dari biji
berasal dari pohon yangmemiliki buah lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah
satu upaya untuk meningkatkan produksi kopi adalah dengan perbaikan bahan

tanam. Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik
dengan metode sambung maupun dengan cara stek.
2.4 Agroekosistem Perkebunan Kopi
Agroekosistem perkebunan merupakan ekosistem binaan yang proses
pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia sehingga campur tangan atau tindakan manusia menjadi unsur
yang sangat dominan. Dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas, manusia melakukan upaya peningkatan

produktivitas ekosistem. Usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai
produktivitas tersebut maka manusia memberikan masukan yang sangat tinggi ke
dalam ekosistem. Masukan tersebut antara lain : benih dan bibit unggul hasil
pemuliaan, pupuk sintetis dan pestisida sintetis atau bahan kimia lainnya, dan
pengairan (Hidayat, 2001).
Karakteristik dari agroekosistem terdiri atas empat sifat utama yaitu: produktifitas
(productivity),

kestabilan

(stability),

keberlanjutan

(suitainability),

dan

kemerataan (equitability) (Edwards, 1990). Kriteria yang digunakan untuk
menentukan karakteristik agroekosistem meliputi faktor-faktor: ekosistem,

ekonomi, sosial dan teknologi konservasi yang sesuai dengan daerah setempat
(Winata & Agus, 2001).
Menurut Hidayat (2001), ciri-ciri dari agroekosistem adalah sebagai berikut:
1) Agroekosistem sering mengalami perubahan iklim mikro yang mendadak
sebagai akibat tindakan manusia dalam melakukan pengolahan tanah,
penggunaanbenih/bibit tanaman yang memerlukan input yang tinggi,
pengairan, penyiangan, pembakaran, pemangkasan, penggunaan bahanbahan kimia, dan lain-lain.
2) Struktur agroekosistem yang didominasi oleh jenis tanaman tertentu yang
dipilih oleh manusia, beberapa di antaranya merupakan tanaman dengan
materi genetik yang berasal dari luar (gen asing). Tanaman lain yang tidak
mengandung gen asing biasanya diberi perlakuan pemeliharaan untuk
perlindungan dari serangan hama sehingga tanaman tersebut sangat
menyerupai induknya.

3) Hampir semua agroekosistem mempunyai diversitas biotik dan spesies
tanaman mempunyai diversitas intraspesifik yang rendah karena menusia
lebih menyenangi pembudidayaan tanaman/varietas tanaman tertentu.
Dengan perkataan lain, secara genetik tanaman cenderung seragam.
Biasanya ekosistem hanya didominasi oleh satu spesies tunggal dan
pembersihan spesies gulma secara kontiniu mengakibatkan kondisi

lingkungan menjadi lebih sederhana.
4) Fenologi tanaman seragam, karena untuk memudahkan pengolahan
manusia menggunakan tanaman yang mempunyai tipe dan umur yang
seragam. Contohnya: waktu pembungaan atau pembentukan polong pada
semua tanaman terjadi pada waktu yang hampir bersamaan.
5) Pemasukan unsur hara yang sangat tinggi mengakibatkan menjadi lebih
disukai herbivora karena jaringan tanaman kaya unsur hara dan air.
Ekosistem perkebunan merupakan salah satu contoh agroekosistem
yang banyak dimanipulasi untuk mendapatkan produk pertanian, yang
menerima masukan energi bahan pupuk, dan biosida dari para petani untuk
memperoleh hasil yang tinggi dari tanaman yang dibudidayakan.
Perkebunan tersebut menggantikan ekosistem alami dengan ekosistem
buatan yang lebih sederhana sehingga lebih mudah terguncang oleh
serangan hama (MacKinnon et al., 2000).
Pada umumnya tanaman kopi selalu didampingi oleh jenis tanaman
penaung (polikultur). Tanaman kopi ini sering dikunjungi oleh berbagai
jenis serangga termasuk semut dan kupu-kupu sehingga melalui serangga
ini proses penyerbukan dapat berlangsung (Monk et al., 2000).
Di dalam agroekositem perkebunan kopi, setiap organisme
mempunyai suatu peranan, ada yang berperan sebagai produsen,

konsumen ataupun dekomposer. Produsen adalah penghasil makanan
untuk makhluk hidup sedangkan konsumen adalah pemakan produsen.
Produsen terdiri dari organisme-organisme berklorofil yang mampu
memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik (melalui fotosintesis).
Zat-zat organik ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme
heterotrof yang berperan sebagai konsumen. Peranan makan dan dimakan

di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring
makanan.
1. Persiapan lahan dan penanaman
a. Dalam persiapan lahan hal pertama yang perlu diperhatikan adalah jika
lahan datar maka dibuat terat individu. Apabila lahan miring, maka
dibuat teras mengikuti kontur (sabuk gunung).Kemudian menanam
penaung sebelum bibit kopi ditanam, penanaman penaung sementara
maupun penaung tetap dilakukan 1 tahun sebelum tanam dengan arah
tanam utara-selatan. Penaung tetap dengan jumlah pohon kurang lebih
400 – 800 pohon per hektar. Jangan mencampur kopi dengan kelapa
karena akar kelapa akan berkompetisi dengan akar kopi, pisang sumber
nematoda, Eucalyptus dan cemara jika akan ditanam tentukan jarak
tanam lebih dari 10 m antara Eucalyptus/cemara dengan kopi.

b. Lubang tanam dibuat 6 bulan sebelum penanaman dengan ukuran
panjang x lebar x dalam = 60 x 60 x 60 cm. Jarak tanam: 2 x 2,5 m
(tipe katai); 2,5 x 2,5 m (tipe tinggi); 5 x 2,5 m (sistem tanam campur).
c. Masukkan pupuk kandang/kompos ke dalam lubang tanam
d. Tutup lubang tanam 1 bulan sebelum penanaman kopi
e. Apabila bibit tersebut masih berpolybagmaka harus dibuka dan
dibuang karena akan menghambat pertumbuhan bibit.
2. Pemangkasan tanaman kopi
Tujuan dari pemangkasan kopi adalah sebagai berikut:
• Untuk membentuk tanaman yang sehat dan mengatur tinggi tanaman
sehingga memudahkan perawatan dan pemanenan.
• Pada Robusta: membentuk cabang-cabang produksi yang baru secara
rutin dalam jumlah yang pas.
• Pada Arabika: menghilangkan cabang tua, cabang liar, cabang balik,
cabang cacing dan cabang yang tidak dikehendaki.
• Memudahkan masuknya cahaya dan memperlanc araliran udara dalam
tajuk.
• Memudahkan pengendalian hama penyakit.

• Mengurangi terjadinya perubahan hasil yang naik turun serta dampak

dari pembuahan yang berlebih
3. Pemangkasan pohon penaung
Tujuan pemangkasan pohon penaung:
• Melindungitanamankopi dari kondisi terlalu lembap dan meningkatnya
serangan hama penyakit.
• Mengurangikehilanganhumus.
• Mengurangikejadianmatipucuk akibat kelebihan produksi.
Hasil pangkasan bisa dijadikan sebagai sumber bahan organik (untuk
kompos) dan juga sumber kayu bakar.
hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemangkasan penaung:
• Dilakukan padaawalmusimhujan.
• Untuk umur3–4tahun,pengurangankelebatan tajuk penaung sekitar 50%.
• Kelebatan tajukpenaungdipeliharasebanyak 50% setiap tahunnya.
• Rempesanataupembuangandaunpenaung dilakukan pada awal kemarau
4. Pemupukan Tanaman Kopi


Pupuk diberikan setahun 2 kali, pada awal dan akhir musim hujan.




Penaung sebaiknya dipangkas sebelum dilakukan pemupukan.



Pupuk diletakkan/ditaburkan di sekeliling batang kopi, pada jarak 30 – 50
cm dari batang.



Sebelum pemupukan, rumput disekeliling batang dibersihkan dulu. Setelah
ditabur, pupuk ditutup dengan tanah.



Pemupukan bibit bisa dilakukan secara massal dengan mencairkan pupuk,
sehingga pemupukan digabung dengan penyiraman.

5. Pembuatan korak (lubang angin)
Tujuan : untuk memperlancar aliran udara akar dan memberikan nutrisi
pada akar dengan memasukkan bahan organik ke dalam rorak.
Cara membuat rorak:
Menggali tanah sekitar 30 cm dari pangkal batang, dengan ukuran lubang:
panjang 60–80cm,lebar30cm,dalam40–50cm.
6. Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Kopi

Pegendalian nematoda dengan menanam kopi yang berbatang bawah kopi
Robusta klon BP 308.
Pengendalian hama penggerek buah kopi dengan Beauveria bassiana
Strain 705.
Pengendalian hama penggerek buah kopi dengan pemasangan perangkap
Hypotan.

BAB III
PEMBAHASAN
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling penting di Indonesia.
Dengan berkembangnya kopi yang cukup pesat ini perlu didukung oleh adanya
teknologi dan sarana pascapanen yang cocok agar dapat menghasilkan mutu biji
kopi sesuai Standar Nasional Indonesia. Penerapan teknologi pascapanen belum
dilakukan secara merata. Sehingga hasil yang didapatkan pada masyarakat
pedesaan masih relatif kecil. Dengan adanya teknologi pascapanen dan sarana
pascapanen diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi dari petani itu sendiri.
Tujuan utama peningkatan penanganan pascapanen sendiri untuk mengurangi
kehilangan hasil baik karena secara fisik, peningkatan hasil rendemen, perbaikan
mutu dan nilai tambah produksi. Dengan penggunaan teknologi pascapanen
diharapkan lebih efisien dan dapat memberikan peningkatan produksi kopi.
Menurut Setyono (2008), pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan
sejak proses penanganan hasil perkebunan sampai proses yang menghasilkan
produk setengah jadi yang bertujuan untuk menurunkan kehilangan hasil,
menekan tingkat kerusakan dan meningkatkan daya simpan untuk memperoleh
nilai tambah. Sedangkan menurut Effendi (2011), teknologi pascapanen
merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas penanganan yang bertujuan untuk
mengurangi penurunan mutu produksi.
3.1 Penanganan pascapanen pada kopi
Penangan pasca panen hasil perkebunan dimulai sejak pemanenan hingga
siap menjadi bahan baku atau produk akhir yang mau dikonsumsi. Pada
penanganan pascapanen perkebunan bertujuan untuk menyiapakan bahan baku
yang dijadikan untuk industri pengolahan. Kegiatan pasca panen terdiri dari 2
tahap yaitu penanganan pascapanen atau biasa disebut pengolahan primer dan
pengolahan atau biasa disebut pengolahan sekunder. Pada tahap pertama
pengolahan primer dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi atau
dapat dijadikan bahan baku pengolahan selanjutnya. Pada tahap keduapengolahan
sekunder mengubah bentuk komoditas ke bentuk lain dengan tujuan untuk
mencegah perubahan yang tidak diinginkan.

Berdasarkan cara kerjanya terdapat dua cara pengolahan yaitu pengolahan
buah kopi basah dan buah kopi kering. Pada pengolahan buah basah pengupasan
buah sewaktu masih basah yang dilakukan oleh perkebunan kopi besar sehingga
dapat menghasilkan mutu fisik yang baik, pengolahan kopi basah dapat dilakukan
pada biji kopi yang berwarna merah penuh. Sedangkan pengolahan buah kopi
kering pengupasan kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering, biasanya
dilakukan oleh perkebunan kecil atau masyarakat karena dilakukan dengan alat
yang sederhana, dan pada pengolahan kering dapat dilakukan pada sembarang
mutu buah kopi.
3.2 Penyediaan teknologi pascapanen
Menurut Widjaja (2002),

produksi kopi yang tinggi saja tidak cukup

dalam perdagangan kopi dunia namun harus juga memnuhi standar yang telah
ditetapkan oleh Organisasi Kopi Internasional (ICO). Teknologi pascapanen kopi
dikembangkan oleh Puslit Koka Indonesia (2007) dan digunakan sebagai standar
Operasional Prosedur (SOP) penanganan pasca panen Kopi oleh Ditjen
Perkebunan (2011a) untuk memberikan acuan tentang pasca panen kopi yang baik
dan benar yaitu:
a. Pemanenan dilakukan secara manual.
b. Ukuran kematangan buah ditandai warna kulit buah yaitu ketika masih
muda kulit berwarna hijau tua, ketika setengah masak berwarna kuning,
dan pada saat masak penuh berwarna merah.
c. Jika tanaman kopi tidak berbunga bersamaan dalam setahun ada beberapa
cara pemetikan:


Pemetikan selektif dilakukan terhadap buah yang masak.



Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah
masak.



Secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena
terlambat pemetikan.



Secara rampasan yaitu terhadap semua buah kopi yang berwarna
hijau.

d. Buah kopi hasil panen harus segera diproses menjadi bentuk akhir yang
lebihstabil agar aman disimpan dalam jangka waktu tertentu.

e. Setelah pemanenan dilakukan sortasi pada buah yang bertujuan untuk
memisahkan buah superior dari buah inferior
f. Tidak menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama 12
jam karena dapat menyebabkan fermentasi sehingga aroma dan citarasa
biji kopi kurang baik dan berbau busuk.
3.2 Masalah pengembangan teknologi pascapanen
a.

Masalah teknis
Untuk meningkatkan efisiensi usaha perkebunan kopi yaitu bagaimana

cara kita mengupayakan agar mutu produknya dapat ditingkatkan melalui
teknologi pascapanen. Andreg (1998) berpendapat bahwa mutu merupakan
salah satu penentu daya saing dari harga ekspor kopi, sehingga perlu
pemeliharaan dan perhatian yang serius oleh para petani dan industri
pengolah kopi. Menurut Hadi (2002), salah satu permasalahan rendahnya
mutu biji kopi petani adalah adanya biji kopi yang dipanen petani belum
masak, sehingga menentukan kualitas kopi.
b.

Masalah ekonomi
Kendala

utama

dalam

penanganan

pascapanen

kopi

adalah

permodalan. Karena harga alat dan mesin untuk pascapanen relatif mahal dan
yang memiliki alat dan mesin tersebut juga tebatas.kurang intensifnya mutu
produk pertanian juga menjadi hambatan penerapan teknologi pascapanen.
Karena tidak adanya perbedaan harga biji kopi yang difermentasi dengan
yang tidak difermentasi. Berbagai langkah harus dilakukan untuk mengurangi
kehilangan hasil dan meningkatkan mutu serta daya saing produk
perkebunan.
c.

Masalah sosial kelembagaan
Petani diharapkan bisa mengaplikasikan teknologi pascapanen untuk

meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahanya. Rumitnya teknologi
menyebabkan kurang mengertinya petani terhadap sistem pengembangan
pascapanen, sehingga diperlukan terlibatnya berbagai pihak untuk dilakuakn
pembinaan secara intensif, adanya penyuluhan dan sosialisasi yang dapat
mendukung percepatan pemberdayaan petani.

3.3 Pengelolaan
Adanya perubahan iklim menyebabkan musim dan pola hujan
mengalami perubahan, selain itu menyebabkan suhu udara mengalami
peningkatan. Dampak dari perubahan iklim terhadap tanaman kopi adalah
munurunnya produksi akibat perubahan pola curah hujan dan peningkatan
suhu udara. Menurut Camargo (2010), proses fotosintesis menjadi terbatas
ketika stress air terjadi, karena penutupan stomata dan berkurangnya kegiatan
fisiologis lainnya. Kekeringan diatas 3 bulan berturut-berturut pada tanaman
kopi mengakibatkan daun menguning dan berguguran sehingga ranting atau
cabang menjadi menegring. Sedangakan pada tanaman kopi yang
mendapatkan air yang cukup daunnya berwarna hijau cerah.
Sumirat (2008) berpendapat kemarau panjang diatas 3 bulan berturutturut menyebabkan kualitas biji kopi menurun sehingga menyebabkan
meningkatnya jumlah biji kosong. Dampak buruk perubahan iklim dapat
diatasi melalui penerapan teknologi budidaya melalui 2 pendekatan yaitu
pendekatan adaptasi dan mitigasi. Pendekatan adaptasi yaitu upaya
mengurangi dampak perubahan iklim melalui penyesuaian teknologi
budidaya agar mengurangi resiko kegagalan produksi maupun kematian.
Sedangkan pendekatan mitigasi yaitu mencegah akumulasi gas rumah kaca di
atmosfer dengan mengurangai jumlah emisi dan atau meningkatkan
penyerapan dan penyimpanan sehingga resiko terjadinya perubahan iklim
dapat diminimalisir (Surmaini et al., 2011).
Pengelolaan dapat dilakukan menjadi 3 yaitu pengelolaan lahan, tanaman dan
air.
1. Pengelolaan lahan
a. Pengolahan lahan
Pengolahan lahan untuk tanaman kopi yang ramah lingkungan
yaitu dapat mengurangi emisi gas kaca (CO2), dilakukan dengan penerapan
metode tanpa olah tanah (TOT) atau pengolahan tanah berbasis konservasi
yang dapat menyerap CO2 berkisar 1,10-1,47 ton CO2 e/ha/tahun.
Sedangkan tanah berbasis konservasi dapat menyerap CO2 dari udara

berkisar 0,37-0,73 ton CO2 e/ha/tahun (Lal et al., 1998; Robertson et al.,
2000 Freibauer et al., 2004)
b. Penggguanaan mulsa
Bahan dari mulsa adalah menggunakan bahan sisa-sisa tanaman
yang bermanfaat untuk mempertahankan ketersediaan air dalam tanah,
sehingga tanaman kopi tidak mengalami stress akibat kekeringan. Mulsa
juga dapat menambah kandungan karbon organik dalam tanah, sehingga
meningkatkan ketersediaan stok karbon di dalam tanah. Selain itu mulsa
juga

dapat

mengurangi

berkepanjangan.

evaporasi

Berdasarkan

pada

penelitian

musim
yang

kemarau

yang

dilakukan

oleh

Sinkevicience et al. (2009) pemberian mulsa dapat meningkatkan
kelengasan air tanah hingga 7,3% yang tergantung pada jenis mulsa yang
digunakan dan lamanya pemakaian mulsa.
c. Pembuatan Rorak
Menurut Prihasty (2002), Rorak disini berfungsi untuk menyimpan
cadangan air dan biasanya dilakukan dengan cara berpindah-pindah tempat
diantara 2 tanaman kopi secara bergiliran. Untuk memperbaiki struktur
dan porositas tanah dan meningkatkan kapasitas kemampuan mengikat air
rorak, harus diisi dengan mulsa atau seresah.
2. Pengelolaan tanaman
a. Bahan tanaman unggul
Untuk mengatasiperubahan iklim penggunaan bahan tanaman unggul
merupakan salah satu cara yang paling efektif dan murah. Salah satu
contohnya adalah varietas atau klon unggul kopi Arabika tahan
terhadap perubahan iklim terutama akibat terjadinya bulan kering atau
basah yang berkepanjangan.
b. Pengembangan dan peremajaan
Tanaman kopi dapat berperan sebagai mitigasi perubahan iklim yaitu
melalui penyerapan gas rumah kaca (CO2) dari udara. Besarnya CO2
yang bisa diserap tergantung biomassa yang dihasilkan tanaman kopi.
Umumnya semakin meningkatnya umur kopi maka biomasaa akan
semakin bertambah.

c. Penanaman tanaman penaung
1. Tanaman penanung tetap
Tanaman penaung dapat bermanfaat untuk menghadapi perubahan
iklim diantaranya adalah mengurangi tingkat evaporasi dari
tanaman kopi, meningkatkan kelembaban udara, mengurangi suhu
udara ekstrem 2-3oC, dan dapat mengurangi kerusakan yang
disebabkan oleh hujan lebat dan angin. Menurut Hariah et al.,
2006 pola tanaman kopi penaung juga dapat berperan dalam
mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO2 dari udara.
Raharjo (2012), berpendapat bahwa penanaman tanaman penaung
tetap dilakukan satu tahun sebelum penanaman tanaman kopi.
2. Tanaman penaung sementara
Tanaman penaung sementara adalah untuk melindungi
tanaman kopi yang baru ditanam dari sinar matahari dan dapat
meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara dalam tanah. Tanaman
penaung

yang

ditanam

didataran

rendah

adalah

Moghania

Macrophylla sedangkan yang ditanam didataran tinggi adalah
Theprosia candida dan Crotalaria spp (Raharjo,2012)
3. Pemangkasan
Pemangkasan

tanmaan

pokok

dapat

dilakukan

untuk

meningkatkan cahaya yang masuk pada tajuk tanaman kopi serta
melancarkan

peredaran

pembentukan

bunga

udara

dan

dapat

sehingga

dapat

dilakukannya

merangsang
penyerbukan.

Pemangkasan tanaman kopi dapat dilakukan untuk mengurangi
kelembaban kebun dan tumbuhnya cabang-cabang buah pada tahun
berikutnya agar stabilitas produksi tahunan dapat dipertahankan.
4. Tanaman penutup tanah
Penanaman Arachis pintoi di bawah tegakan kopi bermanfaat
untuk mengurangi erosi, menambah nitrogen tanah dan menekan
pertumbuhan gulma. Penanaman Arachis pintoi diantara tanaman kopi
dapat untuk meningkatkan produksi kopi dan mempunyai peran dalam
mitigasi perubahan iklim karena dapat menyerap CO2.

3. Pengelolaan Air
a. Pembuatan embung
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak yang merugikan tanaman
kopi akibat perubahan iklim adalah pembuatan embung yang
bermanfaat untuk menampung air pada musim hujan yang dapat
digunakan untuk irigasi pada tanaman kopi di musim kemarau yang
berkepanjangan.
b. Irigasi dan sistem drainase
Irigasi dapat meningkatkan produksi tanaman kopi. Jika pada musim
hujan berkepanjangan dibuat parit drainase sehingga air tergenang
tidak lebih dari 6 jam. Parit drainase dibuat cukup pada area kebun
yang drainasenya kurang baik (RPN,2011)

DAFTAR PUSTAKA
Camargo, M.B.P. 2010. The impact of climatic variability and climate charge on
arabic coffee crop in Brazil. Bragantia, Campinas 69 (1): 239-247
Effendi, M. 2011. Konsep Dasar Pentingnya Penanganan dan pengolahan Hasil
Pertanian. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang
Hadi, PU.,dkk. 2002. Kajian Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian
Indonesia. 2011. Puslitbang. Sosek Pertanian bekerja ARMP II. Badan
Litbang Pertanian Bogor.
Hidayat, A. 2001. Metode Pengendalian Hama. Deptan. Jakarta.
Kurnia, anwar. 2007. IPS Terpadu Untuk Kelas VII. Jakarta:Yudistira
Oktasari,

Indah

Ningtyas.

2014.

Perkebunan

Kopi

Rakyat

di

Jawa

Timur.AVATARA,E-Journal Pendidikan Sejarah. Volume 2, No.1
Prastowo, Bambang.2010.Budidaya dan Pasca Panen Kopi.Bogor:Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perkebunan.
Prihasty, E. 2002. Pengelolaan Permanenan Tanaman Kopi Robusta di Kebun
Sukamangli, PT Perkebunan IX, Kendal, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.57hlm
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Penebar Swadaya. Depok.212hlm.
Rismayani & Ibrahim, Meynarti Sari Dewi. 2013.Dinamika Populasi Kutu
Tempurung (Coccus viridis) dan Kutu Daun (Aphis gossypil) Pada Tiga
Varietas Kopi Arabika (Coffe Arabica).Jurnal Littri. Vol. 19 (4), Hlm 159166.
Robertson, G.P., E.A Paul and R.R. Harwood. 2002. Greenhouse gases in
intensive agriculture: contributions of individual gases to the radiative
forcing of the atmosphere science 289:1922-1925
RPN (Riset Perkebunan Nusantara). 2011. Prediksi Anomali Iklim El Nino/La
Nina di Indonesia dan Antisipasinya pada tanaman perkebunan.

Setyono, A., S. Nugraha, dan Sutrisno. 2008. Prinsip Penanganan Pascapanen
Padi. Dalam Padi: Introduksi Teknologi dan Ketahanan pangan Nuku I.
Balai Besar Penelitian padi. Sukamandi.
Sinkeviciene, A., D. Jodaugiene, R. Pupaliene and M. Urboniene. 2009. The
Influence of Organic Mulches on soil properties and crop yield.
Agronomy Research 7(Special issue I):485-491
Suhartono,Jono.dkk.

2005.Penentuan

Koefisien

Perpindahan

Massa

pasa

Dekafeinasi Kopo dengan Pelarut Methylene Chloride.Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses.hlm 1411-42116.
Widaja, H. 2002. Standarisasi Mutu Kopi Dalam: Majalah Kopi Indonesia,
Jendela Informasi Perkopian. Edisi 104/Th IX/Februari-Maret 2002.
Badan Pengurus Pusat Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia.