Efektivitas Pemberian Daun Sirih Merah dalam Mengatasi Keputihan pada Wanita Usia Subur di SMA Santo Thomas 1 Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiv & Pav) merupakan tanaman yang

termasuk dalam famili Piperaceaeyang memiliki warna merah keperakan. Daun
sirih merah mengandung senyawa fitokimia yaitu minyak atsiri,alkaloid,saponin,
tanin, dan flavonoid. Kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah
adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, p-simen, sineol,
kariofilen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propanoid (Sulistiyani et al.,
2007 dalam Nisa, 2014). Sirih merah banyak ditemui di Indonesia sebagai tanaman
obat-obatan. Hal ini dikarenakan sirih merah memiliki sifat antijamur yang
merupakan komponen yang dibutuhkan untuk memperhambat bakteri patogen
(Sulistiyani et al., 2007 dalam Nisaet al., 2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Ngaisah (2010) dengan judul
“Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz and Pav.) Asal Magelang” mengatakan bahwa minyak atsiri daun

sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif B.cereus
dengan KHM sebesar 1%, S.aureus dengan KHM 0,25% sedangkan bakteri gram
negatif E.Coli dan P.aeruginosa sama-sama mempunyai KHM sebesar 0,75%.Pada
penelitian yang dilakukan oleh Galuh Martin (2010) juga mendapatkan hasil yang
sama dimana judul penelitiannya adalah “Perbedaan Efek Antifungsi Minyak Atsiri
Daun Sirih Hijau, Minyak Atsiri Daun Sirih Merah dan Resik – V Sabun Sirih
Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans Secara In Vitro” mengatakan bahwa

1
Universitas Sumatera Utara

2

daun sirih merah mempunyai efek antifungi terhadap pertumbuhan bakteri Candida
Albicans.
Masyarakat menggunakan daun sirih merah sebagai antiseptik untuk
mengatasi diabetes, kanker, hipertensi, dan penyakit hepatitis. Dalam bentuk teh
herbal, sirih merah digunakan untuk mengobati asam urat, kencing manis, maag
dan kelelahan(Manoi, 2007 dalam Maytasari, 2010).Air rebusan daun sirih merah
mengandung antiseptik atau karvakrol yang bersifat desinfektan dan anti jamur,

sehingga bisa digunakan sebagai obat antiseptik untuk menjaga kesehatan rongga
mulut, menyembuhkan penyakit keputihan dan bau tak sedap (Werdhanyet al.,
2008). Di lingkungan Kraton Jogjakarta, terbukti secara turun temurun sirih merah
telah digunakan dan dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes
melitus, asam urat, hepatitis, batu ginjal, hipertensi, radang liver, radang prostat,
radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, menurunkan kadar
kolesterol, mencegah stroke, dan memperhalus kulit (Werdhanyet al., 2008). Air
rebusan daun sirih merah yang bersifat antiseptik dapat berkhasiat sebagai obat
kumur, mencegah bau mulut serta menghilangkan bau badan (Sudewo, 2005 dalam
Puzi et al., 2015).
Khasiat sirih merah ini disebabkan oleh adanya sejumlah senyawa aktif yang
dikandungnya, antara lain flavonoid, alkaloid, polevenolad, tanin, dan minyak
atsiri.Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat antioksidan, antidiabetik,
antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi (Ngaisah, 2010). Sedangkan senyawa
alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang juga ampuh menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker (Sudewo, 2005 dalam Puzi et al., 2015),sehingga daun

Universitas Sumatera Utara

3


sirih merah sangat cocok dipakai untuk mengatasi keputihan. Keputihan
merupakan suatu keadaan dimana alat-alat genitalia mengeluarkan cairan yang
tidak berupa darah(Wiknjosastro, 2002 dalam Sibagariang, 2010). Pada umumnya
keputihan akan dialami semua wanita pada masa-masa tertentu (Irianto, 2015:
321).
Wanita akan mengalami keputihan pada saat menjelang dan setelah haid,
pada saat hamil, masa nifas (sehabis melahirkan), sedang subur (kurang dari 2
minggu sebelum haid yang akan datang), dan sehabis bersenggama (Bahari,
2012).Keadaan ini dianggap normal karena kelenjar di dalam vagina aktif, baik
karena pengaruh hormon (estrogen dan progesteron), maupun karena rangsangan
seksual dan emosional (Irianto, 2015: 320). Keputihan tidak berarti suatu penyakit
jika hanya muncul pada masa-masa tertentu dan tidak terus menerus. Keputihan
dianggap suatu penyakit atau kelainan, jika keluar terus menerus, juga berwarna,
berbau dan gatal. Sebaliknyakeputihan yang tidak gatal dan tidak berbau, tidak
selalu berarti bukan suatu penyakit. Keputihan yang terus menerus, tidak sembuh
dengan obat,harus dipikirkan pula adanya kemungkinan kanker (Irianto, 2015:
320).
Keputihan ada 2macam yaitu keputihan normal dan keputihan abnormal.
Keputihan yang normal dan tidak memerlukan pengobatan, biasanya encer, bening,

tidak gatal, dan tidak berbau, kadang-kadang bertambah banyak, kadang-kadang
berkurang, dan tidak terus-menerus (hanya pada masa-masa tertentu). Keputihan
yang abnormal mempunyai ciri-ciri yaitu cairan berwarna susu atau kehijauan atau
kuning atau bahkan bercampur darah jika keputihan sudah menjadi penyakit,

Universitas Sumatera Utara

4

berbau, sangat gatal, dan/atau disertai nyeri perut bagian bawah serta sering kali
lebih kental.Jika keputihan yang abnormal tersebut dibiarkan terus menerus maka
keputihan bisa menyebar hingga ke rongga rahim lalu ke saluran indung telur dan
sampai ke indung telur dan akhirnya ke dalam rongga panggul. Keputihan yang
terus menerus juga dapat mengakibatkan kemandulan dan gejala awal dari kanker
leher rahim, yang bisa berujung pada kematian (Solikhah et al.,2010). Keputihan
juga dapat menekan kejiwaan seseorang karena keputihan cenderung kambuh dan
timbul kembali sehingga dapat mempengaruhi seseorang baik secara fisiologi
maupun psikologis (Iskandar, 2002 dalam Solikhahet al., 2010).
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang cukup besar mengenai
masalah wanita (Cakmoki, 2007 dalam Solikhah et al.,2010).Depkes RI (2008

dalam Andi, 2011) menyatakan bahwa keputihan merupakan gejala yang sering
dialami oleh sebagian besar wanita. Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan
reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan
yang normal, paling tidak sekali dalam hidupnya (Egan, 2009 dalam Kurniawati,
2013). Pada kaum wanita yang berada di Eropa angka keputihan yang normal
sebesar 25%, dimana 40–50% akan mengalami kekambuhan (WHO, 2010 dalam
Sari, 2012).
Penyebab utama keputihan adalah karena adanya infeksi pada vagina oleh
bakteri Trichomonas Vaginalis dan Candida Albicans. Di Indonesia 75% wanita
pasti mengalami keputihan minimal 1 kali dalam hidupnya dan setengah di
antaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Lebih dari 70% wanita
Indonesia mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur seperti Candida

Universitas Sumatera Utara

5

Albicans dan parasit seperti seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas
vaginalis).Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja, hal ini
disebabkan karena cuaca Indonesia yang lembab sehingga mudah terinfeksi jamur

Candida albicans yang merupakan salah satu penyebab keputihan (Febiliawanti,
2009 dalam Kurniawati, 2013). Berdasarkan data statistik provinsi Aceh tahun
2011 jumlah remaja putri yaitu 2,9 juta jiwa berusia 15-24 tahun, diantaranya 45%
pernah mengalami keputihan. Data RSUD CM Lhokseumawe tahun 2011
menyatakan bahwa jumlah penderita kanker mulut rahim (serviks) adalah 54
jiwa.Penderita yang sakit dalam keadaan stadium lanjut, kanker mulut rahim ini
diawali dengan keputihan yang lama yang tidak diobati (Dinkes, 2010 dalam Sari,
2012).
Triyani (2004 dalam Solikhah, 2010) menyatakan bahwa dari hasil
penelitiannya yang dilakukan di salah satu SMU yaitu SMU Negeri 2 di Kebumen
dari 420 siswi terdapat 259 (62,9%) yang mengeluh keputihan dengan keluhan
yang sangat bervariasi. Tujuh puluh delapan siswi (30,1%) mengeluh terlalu basah
dan merasa gatal pada alat kelaminnya sehingga mereka merasa khawatir, malu dan
minder bila berdekatan dengan orang lain. Dua puluh lima siswi (7,7%) lain
mengeluh keluar cairan berwarna kuning kehijauan seperti dahak. Namun ada pula
yang mengeluh keluar cairan berwarna bening dan encer pada waktu tertentu saja.
Hasil penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Al Munawwir
Yogyakarta dengan 89 responden, terdapat 36 orang (40,4%) yang mengalami
keputihan yang normal dan 53 orang (59,6%) yang mengalami keputihan yang
abnormal (Setianiet al., 2015). Sedangkan, hasil penelitian yang dilakukan oleh


Universitas Sumatera Utara

6

Dal’yah (2004, dalam Rosdiana, 2014) di SMU Negeri 2 Medan tentangkurangnya
perawatan alat reproduksi bagian luar yang merupakan penyebab kejadian
keputihan, dari 58 responden yang memiliki kategori baik 6,8% (4 orang), cukup
25,86% (15 orang), dan kategori kurang 67,24% (39 orang).Berdasarkan hasil
survey awal yang dilakukan peneliti di SMA Santo Thomas 1 Medan di kelas XI
IPS-1 dan XI IPS-2, didapatkan data sebanyak 46 orang siswi yang mengalami
keputihan yang abnormal. Dimana hasil survey awal didapatkan melalui
wawancara yang dilakukan pada hari sabtu, 29 Oktober 2016. Siswi-siswi yang
mengalami keputihan mengeluh adanya cairan bening atau kuning, sebahagian
mengatakan merasa pakaian dalam mereka basah dan menyebabkan gatal. Keadaan
ini sangat mengganggu mereka pada saat jam pelajaran.
Keputihan dapat teratasi jika personal higiene tetap dilakukan, menggunakan
celana dalam yang terbuat dari bahan katun atau pun celana dalam yang menyerap
keringat, menjaga pola makan, istirahat, olahraga yang teratur serta menghindari
stress. Selain itu, keputihan juga dapat diatasi melalui obat-obat farmakologis

seperti obat golongan flukonazol dan obat golongan metronidazol (Endang, 2003
dalam Octaviyati, 2012).Tetapi tidak hanya pengobatan secara farmakologis saja
yang dapat digunakan,pengobatan secara non-farmakologis juga dapat dilakukan
yaitusalah satunya dengan menggunakan daun sirih merah yang akan menjadi
bahan dalam penelitian ini.
Dari beberapa hasil penelitian dan hasil survey awal di atas dapat
disimpulkan keputihan harus diatasi jika sudah abnormal dan penggunaan daun
sirih merah dapat diperhitungkan untuk digunakan dalam mengatasi keputihan.

Universitas Sumatera Utara

7

Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas
Pemberian Daun Sirih Merah Dalam Mengatasi Keputihan Pada Wanita SuburDi
Santo Thomas 1 Medan”. Jika penelitian ini berhasil, maka daun sirih merah dapat
digunakan sebagai obat non-farmakologis pada saat mengalami keputihan.
1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka perumusan masalah yang

dapat disimpulkan adalah bagaimanakah efektivitas pemberian daun sirih merah
dalam mengatasi keputihan pada wanita subur di Santo Thomas 1Medan.
1.3.

Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui efektivitas pemberian daun sirih merah dalam
mengatasi keputihan patologis pada wanita subur diSanto Thomas
1 Medan.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1.

Mengetahui

kejadian

keputihan


pada

kelompok

intervensi pre dan post pemberian daunsirih merah;
1.3.2.2.

Mengetahui

kejadian

keputihan

pada

kelompok

kontrol pre dan post tanpa pemberian daun sirih merah;
1.3.2.3.


Mengetahui

perbedaan

kejadian

keputihan

pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol;

Universitas Sumatera Utara

8

1.4.

Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk informasi dan
perkembangan ilmu keperawatan khususnya blok seksualitas
akan manfaat daun dirih merah terhadap keputihan.
1.4.2. Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan pengetahuan dalam
meningkatkan derajat kesehatan, upaya penanganan keputihan
yaitu intervensi dalam asuhan keperawatan untuk menangani
keputihan dan dapat dijadikan bahan untuk pendidikan
kesehatan sesuai tugas perawat sebagai edukator.
1.4.3. Penelitian keperawatan
Hasil

penelitian

ini

dapat

dijadikan

bahan

untuk

mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai keputihan
dan menjadi rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara