Rancangan Ergonomis Fasilitas Kerja di Stasiun Pengemasan pada PT. Florindo Makmur untuk Mereduksi Musculoskeletal Disorders (MSDs) Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Perancangan Fasilitas

3.1.1. Defenisi Rancangan Fasilitas Kerja
Perancangan fasilitas adalah kegiatan menghasilkan fasilitas yang terdiri
atas penataan unsur fisiknya, pengaturan aliran bahan, dan penjaminan keamanan
para pekerja. 3 Secara faktual keluaran dari perancangan fasilitas hanya berupa luas
ruangan. Luas ruangan dihasilkan dari pengaturan berbagai komponen-komponen
yang terlibat dalam proses bisnis internal perusahaan atau organisasi. Kegiatan
perancangan fasilitas adalah menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan
mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Dasar pengaturan
komponen-komponen fasilitas adalah aliran barang; aliran informasi; tata cara
kerja; dan pekerja yang akan dioptimumkan, baik dari sisi ekonomis maupun
teknis.
Unsur-unsur utama perancangan fasilitas adalah jenis masukan (bahan
baku


dan

penunjang,

barang,

jadi,dst), produksi atau kegiatan

pembeli,

tranformasi

bahan

makanan,

(pengolahan

dan


makanan
manufaktur,

pelayanan dan pembeli, pengolahan bahan makanan, dst), keluaran yang
dihasilkan ( produk dan sisaan, barang dibeli, makanan yang dihidangkan, dst).
Dalam merancang fasilitas, perancang perlu memperhatikan ketiga unsur diatas.
Perancang harus memahami apa saja yang menjadi masukan, bagaimana proses
3

Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya, 2006.
Hal: 5

Universitas Sumatera Utara

setiap masukan, dan apa saja yang ingin dihasilkan. Berkaitan dengan kegiatan
proses atau transformasi, perancang perlu

mengenal secara mendalam

teknologinya. Misalnya, pada perancangan fasilitas manufaktur, perancang perlu

memahami teknologi produksi yang akan digunakan. Dengan perkataan lain,
proses perancangan sangat membutuhkan wawasan yang luas terhadap obyek
yang akan dirancang.

3.1.2. Tujuan Rancangan Fasilitas Kerja
Tujuan rancang fasilitas menurut Sritomo (2009) adalah:
1. Menaikkan output produksi
2. Mengurangi waktu tunggu (delay)
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)
4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang, dan service.
5. Pengdaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan
atau fasilitas produksi lainnya.
6. Mengurangi inventory in-process
7. Proses manufakturing yang lebih singkat
8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator
9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
10. Mempermudah aktivitas supervisi
11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
12. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari
bahan baku ataupun produk jadi.


Universitas Sumatera Utara

3.2.

Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan

nomos yang berarti hukum alam. 4 Di Amerika Serikat, ergonomi disebut sebagai
“human faktor engineering”. Ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang
ditinjau dari aspek anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan
desain perancangan.
Ergonomi terkait dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan manusia di tempat kerja. Dalam ergonomi diperlukan studi tentang
sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya, saling berinteraksi
dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.
Setiap pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan dengan ergonomis akan
mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan meningkatnya
penyakit akibat kerja, performansi kerja menurun yang berakibat kepada efisiensi

dan penurunan daya kerja (Tarwaka dkk., 2004).
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(design) maupun rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras,
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (branches), platform kursi,
pegangan alat kerja (work holders), sistem pengendali (controls), alat peraga
(display), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain (Nurmianto, 2008).

4

Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas, Guna Widya,
Surakarta, 2004.

Universitas Sumatera Utara

3.3.

Produktivitas

3.3.1. Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan


istilah

dalam

kegiatan

produksi

sebagai

perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input). Menurut Herjanto,
produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya
sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.
Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri atau
UKM dalam menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi
perbandingannya, berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan. Ukuran-ukuran
produktivitas bisa bervariasi, tergantung pada aspek-aspek output atau input yang
digunakan sebagai agregat dasar, misalnya: indeks produktivitas buruh,
produktivitas biaya langsung, produktivitas biaya total, produktivitas energi,

produktivitas bahan mentah, dan lain-lain.
Sedangkan konsep produktivitas dijelaskan oleh Ravianto (1989: 18)
sebagai berikut:
1. Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan
semakin banyak barang dan jasa untuk semakin banyak orang dengan
menggunakan sedikit sumber daya.
2. Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multidisiplin yang secara
efektif merumuskan tujuan rencana pembangunan dan pelaksanaan caracara produktif dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan
efisien namun tetap menjaga kualitas.

Universitas Sumatera Utara

3. Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi
manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk mutu
kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas secara
menyeluruh.
4. Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi, potensi,
dan kekurangan serta harapan yang dimiliki oleh negara yang
bersangkutan dalam jangka panjang dan pendek, namun masing-masing
negara mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan pendidikan dan

komunikasi.
5. Produktivitas lebih dari sekedar ilmu teknologi dan teknik manajemen
akan tetapi juga mengandung filosofi dan sikap mendasar pada motivasi
yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang
baik.
Sinungan (1995: 18) menjelaskan produktivitas dalam beberapa kelompok
sebagai berikut :
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa
yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang
digunakan.
2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari
pada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Universitas Sumatera Utara

3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dari tiga faktor esensial,
yakni : Investasi termasuk pengetahuan dan tekhnologi serta riset,
manajemen dan tenaga kerja.


3.3.2. Siklus Produktivitas
Siklus produktivitas merupakan salah satu konsep produktivitas yang
membahas upaya peningkatan produktivitas terus-menerus. Ada empat tahap
sebagai satu siklus yang saling terhubung dan tidak terputus:
1. Pengukuran
2. Evaluasi
3. Perencanaan
4. Peningkatan
Produktivitas yang diperhitungkan hanya produk bagus yang dihasilkan
saja, jika suatu work center banyak mengeluarkan barang cacat dapat dikatakan
work center tersebut tidak produktif. Keempat kegiatan tersebut sudah menjadi
dasar industri dalam melakukan peningkatan produktivitas. Siklus produktivitas
digunakan sebagai dasar perbaikan masalah produksi terutama pada skala industri.
Beberapa permasalahan yang menyebabkan penurunan produktivitas perusahaan
adalah:
1. Tidak ada evaluasi produktivitas
2. Keterlambatan pengambilan keputusan oleh manajemen
3. Motivasi rendah dalam pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


4. Perusahaan tidak mampu berkompetisi dan beradaptasi pada kemajuan
teknologi dan informasi.

3.4.

Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur

yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan otot. 5
Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang
mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai
sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti Gambar 3.1.
maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh
pekerja.
Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard
Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan
untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya.
Standard Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang
dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa

sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang
dengan orang lain.

5

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., Andersson,
G., Jorgensen, K, Standardised Nordic Questionnaores (Applied Ergonomics, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1. Peta Tubuh

Keterangan:
0. leher bagian atas
1. leher bagian bawah
2. bahu kiri
3. bahu kanan
4. lengan atas kiri
5. punggung
6. lengan atas kanan
7. pinggang
8. bokong
9. pantat
10. siku kiri
11. siku kanan
12. lengan bawah kiri
13. lengan bawah kanan
14. pergelangan tangan kiri
15. pergelangan tangan kanan

16. tangan kiri
17. tangan kanan
18. paha kiri
19. paha kanan
20. lutut kiri
21. lutut kanan
22. betis kiri
23. betis kanan
24. pergelangan kaki kiri
25. pergelangan kaki kanan
26. kaki kiri
27. kaki kanan

Universitas Sumatera Utara

3.5.

REBA (Rapid Entire Body Assesment)
REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai

sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh
secara keseluruhan. 6 Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh,
kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau pegangan.
Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat risiko dan
tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil.
Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau
grup yaitu grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri batang tubuh
A(trunk), leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh
kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan
pergelangan tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala
postur

tubuh

dan

suatu

pernyataan

tambahan.

Diberikan

juga

factor

beban/kekuatan dan pegangan (coupling).
REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dan dalam
sebuah pekerjaan:
1. Keseluruhan bagian badan digunakan.
2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah atau tidak stabil.
3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin
ataupun sesekali.

6

Stanton, Naville, Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods, (New York:
CRC Press LLC, 2005), h. 76-85.

Universitas Sumatera Utara

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang
dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.
1.

Batang tubuh (trunk)
Tabel 3.1. Skor Batang Tubuh REBA

Pergerakan
Posisi normal
0-200 (ke depan
belakang)
600

2.

Skor
1
dan

2
3
4

Skor Perubahan
+1
jika
batang
berputar/bengkok/bungkuk

tubuh

Leher (neck)
Tabel 3.2. Skor Leher REBA
Pergerakan Skor
Skor Perubahan
0
0-20
1
+1 jika leher berputar/bengkok
0
>20 -ekstensi
2

3.

Kaki (legs)
Tabel 3.3. Skor Kaki REBA
Pergerakan

Skor

Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk)

1

Bertumpu pada satu kaki lurus

2

+1 jika lutut antara 30-600
+2 jika lutut >600

4.

Beban (load)
Tabel 3.4. Skor Beban REBA
Pergerakan Skor
10 kg

0
1
2

Skor Pergerakan
+1 jika kekuatan cepat

Universitas Sumatera Utara

5.

Lengan atas (upper arm)
Tabel 3.5. Skor Lengan Atas REBA
Pergerakan
200 (ke depan dan belakang)
>200 (ke belakang) atau 20-450
45-900
>900

Skor
1
2
3
4

Skor Perubahan
+1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputar/bengkok
-1 miring, menyangga berat lengan

6. Lengan bawah (lower arm)
Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA
Pergerakan

7.

Skor

60-1000

1

1000

2

Pergelangan tangan (wrist)
Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA
Pergerakan

Skor

0-150 (ke atas dan bawah)

1

>150 (ke atas dan bawah)

2

Skor Perubahan
+1 jika pergelangan
menjauhi sisi tengah

tangan

putaran

8. Coupling
Tabel 3.8. Coupling
Coupling
Baik

Skor
Keterangan
0
Kekuatan pegangan baik
Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok
Sedang
1
dengan bagian tubuh
Kurang baik
2
Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin
Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada
Tidak dapat
pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian
3
diterima
tubuh

Universitas Sumatera Utara

Skor yang didapat dari grup A (tidak termasuk beban) dimasukkan ke
dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Skor Grup A
Neck Legs

1

2

3

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

Trunk
1 2 3
1 2 2
2 3 4
3 4 5
4 5 6
1 3 4
2 4 5
3 5 6
4 6 7
3 4 5
3 5 6
5 6 7
6 7 8

4
3
5
6
7
5
6
7
8
6
7
8
9

5
4
6
7
8
6
7
8
9
7
8
9
9

Skor yang didapat dari grup B (tidak termasuk coupling) dimasukkan
kedalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Skor Grup B
Lower Arm Wrist
1

2

1
2
3
1
2
3

1
1
1
2
1
2
3

Upper Arm
2 3 4 5
1 3 4 5
2 4 5 7
3 5 5 8
2 4 5 7
3 5 5 8
4 5 7 8

6
7
8
8
3
9
9

Skor grup A ditambah dengan beban akan menjadi skor grup A yang akan
digunakan pada Tabel 3.11. Skor grup B ditambah dengan coupling akan menjadi
skor grup B yang akan digunakan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Skor Akhir

Universitas Sumatera Utara

4
3

Skor Grup A
5
6
7
4
6
7

8
8

9
9

10
10

11
11

12
12

3

4

4

6

7

8

9

10

11

12

2

3

4

4

6

7

8

9

10

11

12

2

3

3

4

5

7

8

9

10

11

11

12

5

3

4

4

5

6

8

9

10

10

11

12

12

6

3

4

5

6

7

8

9

10

10

11

12

12

7

4

5

6

7

8

9

9

10

11

11

12

12

8

5

6

7

8

8

9

10

10

11

12

12

12

9

6

6

7

8

9

10

10

10

11

12

12

12

10

7

7

8

9

9

10

11

11

12

12

12

12

11

7

7

8

9

9

10

11

11

12

12

12

12

12

7

8

8

9

9

10

11

11

12

12

12

12

Skor
Grup B
1

1
1

2
1

3
2

2

1

2

3

1

4

Skor yang diperoleh dari Tabel 3.12. ditambah dengan skor aktivitas yang
akan menjadi skor REBA.
Tabel 3.12. Skor Aktivitas
Aktivitas
Postur statik
Pengulangan

Skor
Keterangan
+1
1 atau lebih bagian tubuh statis/diam
+1
Tindakan berulang-ulang
Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada
Ketidakstabilan +1
postur atau tubuh tidak stabil

Diperlukan tambahan data apakah menggunakan tubuh bagian kiri atau
kanan. Untuk menentukan level tindakan maka diperlukan skor REBA.

Tabel 3.13. Nilai Level Tindakan REBA

Universitas Sumatera Utara

Skor REBA
1
2-3
4-7
8-10
11-15

3.6.

Level Resiko Level Tindakan
Dapat diabaikan
0
Kecil
1
Sedang
2
Tinggi
3
Sangat tinggi
4

Tindakan
Tidak diperlukan
Mungkin diperlukan
Perlu
Segera
Sekarang juga

Keluhan Muskuloskeletal

3.6.1. Defenisi Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai keluhan sangat
sakit. 7 Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament,
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan

musculoskeletal

disorders

(MSDs)

atau

cedera

pada

sistem

musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namum demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.

7

Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas, Guna Widya,
Surakarta, 2004. Hal. 117-122

Universitas Sumatera Utara

3.6.2. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal
Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa factor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu:
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang
diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot,
bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. Sikap kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder
Faktor penyebab sekunder terbagi atas:
a. Tekanan

Universitas Sumatera Utara

Terjadi karena tekanan langsung pada otot jaringan lunak. Sebagai
contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang
menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontaksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri otot.
c. Mikroklimat
Paparan suhu yang dingin secara berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja
menjadi lamban, sulit bergerak karena menurunnya kekuatan otot.
Sedangkan paparan suhu panas, beda suhu lingkungan dan suhu tubuh
yang terlampau besar menyebabkan sebagian energy dalam tubuh akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut.
5. Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila
dalam melakukan tugas nya, pekerja dihadapkan pada beberapa factor
resiko kerja dalam waktu yang bersamaan.

Universitas Sumatera Utara

Disamping kelima factor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut,
beberapa ahli juga menjelaskan bahwa factor individu seperti umur, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat
menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.

3.7.

Kelelahan Akibat Kerja

3.7.1. Defenisi Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. 8
Kelelahan diklasifikasikan kedalam dua jenis, kelelahan otot dan kelelahan
umum. Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada
otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja yang disebebkan oleh karena monotoni, intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental status kesehatan dan
gizi.
Grandjean (1991) menjelaskan bahwa factor penyebab terjadinya
kelelahan di industry sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan
kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan. Factor
penyebab terjadinya kelelahan adalah:
a. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental
b. Lingkungan: iklim, penerangan, kebisingan, getaran, dll.
c. Circadian rhythm
8

Ibid. Hal: 107-110.

Universitas Sumatera Utara

d. Masalah fisik
e. Kenyerian dan kondisi kesehatan
f. Nutrisi

3.7.2. Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa kelelahan disebabkan
oleh banyak factor yang sangat kompleks dan saling mengkait antara factor yang
satu dengan yang lainnya. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka
kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut
uraian secara skematis antara factor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran
dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah.

Universitas Sumatera Utara

Penyebab Kelelahan:
1. Aktivitas kerja fisik
2. aktivitas kerja mental
3. stasiun kerja tidak ergonomis
4. sikap paksa
5. kerja statis
6. kerja bersifat monotomi
7. lingkungan kerja ekstrim
8. psikologis
9. kebutuhan kalori kurang
10. waktu kerja istirahat tidak
tepat
11. dan lain-lain

Cara mengatasi
1. sesuai kapasitas kerja fisik
2. sesuai kapasitas kerja mental
3. redesain stasiun kerja tidak
ergonomis
4. sikap kerja alamiah
5. kerja lebih dinamis
6. kerja bervariasi
7. redsai lingkungan kerja
8. reorganisasi kerja
9. kebutuhan kalori seimbang
10. isitirahat setiap 2 jam
11. dan lain-lain

Resiko:
1. motivasi kerja turun
2. performansi rendah
3. kualitas kerja rendah
4. banyak terjadi kesalahan
5. stres akibat kerja
6. penyakit akibat kerja
7. cedera
8. terjadi kesalahan akibat kerja
9. dan lain-lain

Manajemen pengendalian:
1. tindakan preventif melalui
pendekatan inovatif dan
partsipatoris
2. tindakan kuratif
3. tindakan rehabilitatif
4. jaminan masa tua

Gambar 3.2. Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko
Kelelahan

3.8.

Antropometri
Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang

berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya
akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan lain-lain
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan

Universitas Sumatera Utara

sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi
manusia. 9

3.8.1. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas
Kerja
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar
rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam
aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti
diuraikan berikut ini:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara:
a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th

9

Sritomo Wignjosoebroto, op. cit., hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara

atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada
penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.
b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai
persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi
data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak
jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikanoleh seorang
pekerja.
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran
tertentu.
Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang
mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut
sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam
kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka
data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th
sampai 95-th persentil.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia.
Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang
berbeda dalam ukuran rata-rata.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan

produk

ataupun

fasilitas

kerja,

maka

ada

beberapa

Universitas Sumatera Utara

saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti
berikut:
a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data
struktural body dimension ataukah functional body dimension.
c. Selanjutnya

tentukan

populasi

terbesar

yang

harus

diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk
tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "market segmentation", seperti
produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll.
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.
e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai
percentile yang lain yang dikehendaki.
f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai.
Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila
diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian
yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan
lain-lain.

10

10

Ibid, hlm. 67-69.

Universitas Sumatera Utara

3.8.2. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri
Data antropometri sangat diperlukan agar rancangan suatu produk dapat
sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Situasi menjadi berubah jika
lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh
banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran siapakah yang digunakan
sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada. Karena pastinya ukuran setiap
individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk
yang akan dirancang.
Agar permasalahan yang terdapat adanya variasi ukuran sebenarnya akan
lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas
dan adjustabel dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 3.9 menjelaskan
dalam anthropometi, angka 95 th akan menggambarkan ukuran tubuh manusia
yang terbesar dan 5 th menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terkecil.

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS)

Gambar 3.3. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Tabel 3.14 menunjukkan pemakaian nilai-nilai persentil yang dapat
diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.14. Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal
Persentil
1 st
2,5 th
5 th
10 th
50 th
90 th
95 th
97,5 th
99 th

Perhitungan
- 2,325 σx
- 1,960 σx
- 1,645 σx
- 1,280 σx
+ 1,280 σx
+ 1,645 σx
+ 1,960 σx
+ 2,325 σx

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, 2008, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (Surabaya: ITS)

3.9.

Uji Keseragaman Data dan Kecukupan Data
Uji keseragaman data dimaksudkan untuk menentukan bahwa populasi

data sampel yang digunakan memiliki penyeimbangan yang normal dari rataratanya pada tingkat kepercayaan/signifikansi tertentu.11 Pengujian terhadap
keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh
telah berada dalam keadaan yang terkendali atau belum. Suatu data yang berada di
dalam batas kendali yaitu BKA (Batas Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali
Bawah) dapat dikatakan dalam keadaan terkendali, sebaliknya jika suatu data
berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan berada dalam
keadaan tidak terkendali.
Nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dapat dihitung apabila
nilai standar deviasi telah diketahui. Berikut ini merupakan rumus untuk
menghitung standar deviasi dari suatu kumpulan data.

11

Sritomo, wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, h 185.

Universitas Sumatera Utara

Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung BKA dan
BKB dari suatu kumpulan data.
BKA = x + kσ
BKB = x − kσ
dimana :
σ

= standar deviasi
= Data pengamatan
= Nilai rata-rata data

N

= banyak data

BKA = batas kendali atas
BKB = batas kendali bawah
k

= tingkat kepercayaan
Setelah nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah diketahui, maka

data harus diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh nilai data berada di antara
BKB dan BKA. Apabila terdapat data yang lebih kecil dari BKB ataupun data
yang lebih besar dari BKA, maka data tersebut tidak boleh diikut sertakan dalam
proses perhitungan (dieliminasi).
Uji kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan sampel minimum
yang dapat diolah untuk proses selanjutnya. Uji kecukupan data ini dimaksudkan
untuk menentukan apakah sampel data yang dikumpulkan sudah cukup atau
belum. Uji ini memiliki lambang N dan N’.
Rumus umum :

Universitas Sumatera Utara

Dimana :
N’

= Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan

N

= Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan

Xi

= Data pengamatan ( hasil pengukuran )

k

= Tingkat kepercayaan

s

= Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)
Jika N (jumlah data yang telah diperoleh) lebih kecil jumlahnya

dibandingkan dengan jumlah data yang dibutuhkan (N’) berarti data tidak cukup
sehingga diperlukan penambahan data sebanyak N’-N buah. Sebaliknya apabila N
lebih besar daripada N’ berarti data telah cukup.

3.10. Metode Sampling
Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena
manfaat yang besar dalam penghematan sumber daya waktu dan biaya dalam
kegiatan pengumpulan data. Berikut berbagai metode sampling yang umum
digunakan dalam penelitian:
1. Probability Sampling
a. Simple Random Sampling
b. Systematic Sampling
c. Stratified Random Sampling

Universitas Sumatera Utara

d. Cluster Sampling
e. Area Sampling
2. Nonprobability Sampling
a. Convenience Sampling
b. Purposive Sampling
Individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan, dan
lainnya yang dimiliki perlu dijadikan sumber informasi sebagai responden
tanpa melalui proses seleksi secara random, biasanya jumlah responden
sangat terbatas.
c. Judgment Sampling
d. Quota Sampling
e. Snowball Sampling
f. Acceptance Sampling 12
g. Total Sampling13
Tidak semua penelitian menggunakan sampel sebagai sasaran penelitian
pada penelitian tertentu (berskala kecil) yang memerlukan beberapa orang sebagai
objek penelitian, ataupun beberapa penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap
objek atau populasi kecil, biasanya penggunaan sampel penelitian tidak perlu. Hal
terebut karena keseluruhan objek dalam penelitian dapat dijangkau oleh peneliti.
Dalam istilah penelitian kuantitatif, objek penelitian yang kecil ini disebut sebagai
sampel total, yaitu keseluruhan populasi merangkap sebagai sampel penelitian.
12

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 189,193-204.

13

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuatitatif (Jakarta: 2005), hlm. 101.

Universitas Sumatera Utara

3.11. Geometri Belt Conveyor
Geometri dari belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 3.4 yang
memperlihatkan lintasan dari belt conveyor.

Gambar 3.4. Geometri Belt Conveyor
Sudut kemiringan terhadap garis horizontal (β) tergantung pada faktor
gesekan antara material yang dibawa dengan belt yang bergerak, sudut kemiringan
tetap dari tumpukan material dan bagaimana cara material dibebankan keatas belt.
Kemiringan yang dapat diizinkan pada belt conveyor dapat dilihat pada Tabel
3.15.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.15. Kemiringan yang Dapat Diizinkan pada Belt Conveyor
No.

Material

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Coal Briquette
Gravel, Washed and Sized
Grain
Foundary Sand, Shaken Out (burnt)
Faoundary Sand, damp (ready)
Crushed Stone
Coke, Sized
Coke, Unsized
Sawdust, Fresh
Lime, Powdered
Sand, Dry
Sand, Champ
Ore, Large-lumped
Ore, Crushed
Anthracite, Pebbles
Coal, Run of Mine
Coal, sized, Small
Cement
Slag, Athraciote, damp

Maximum
Angle of β
12
12
18
24
26
18
17
18
27
23
18
27
18
25
17
18
22
20
22

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada PT. Florindo Makmur yang bergerak dalam

bidang produksi Tepung Tapioka. Perusahaan ini berlokasi di Desa Pergulaan,
Dusun V, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi
Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 sampai
selesai.

Jenis Penelitian

4.2.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif (description
research) yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat
tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek. Penelitian ini juga disebut penelitian
survei karena data-data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara yang didukung
kuesioner dan diisi oleh para responden dari objek penelitian. 14

4.3.

Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah operator yang bekerja pada stasiun pengemasan di

PT. Florindo Makmur. Postur kerja operator yang membungkuk hingga 90o menjadi
objek penelitian peneliti untuk merancang suatu fasilitas kerja yang ergonomis.

14

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian (Medan: USU Press, 2014), hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

4.4.

Variabel penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen
baik secara positif maupun secara negatif (Sinulingga, 2011). Variabel
independen pada penelitian ini adalah metode kerja, dimensi antropometri
pekerja dan dimensi fasilitas kerja.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai
variabel lain (Sinulingga, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
keluhan operator pada bagian tulang belakang.

4.5.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) digunakan mengidentifikasi awal nilai
keluhan otot yang dialami tenaga kerja.

2.

Stopwatch
Instrumen ini digunakan untuk mengukur waktu proses pemindahan tepung ke
forklift dan ke gudang penyimpanan.

3.

Human Body Martin
Instrumen ini digunakan untuk mengukur dimensi tubuh pekerja.

Universitas Sumatera Utara

4.6.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual mempermudah peneliti dalam pengumpulan data dan

pengolahan data. Perencanaan cara atau prosedur beserta tahapan-tahapan yang
jelas disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan merupakan
bagian yang menentukan tahapan selanjutnya sehingga harus dilalui dengan
cermat. Inti permasalahan adalah cara memindahkan tepung seberat 25 kg yang
tidak ergonomis. Pengangkutan tepung 25 kg dikatakan tidak ergonomis karena
menghasilkan keluhan berupa rasa sakit. Keluhan rasa sakit juga terjadi karena
aktifitas yang berulang-ulang (repetitif) yang mengakibatkan kemampuan otot
untuk bekerja semakin menurun. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4.1.

Postur Kerja

Fasilitas Kerja

Rancangan Fasilitas
Kerja Ergonomis

MSDs

Metode Kerja

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Metode Pengumpulan Data

4.7.1. Data Primer
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dikumpulkan
dengan cara sebagai berikut:
1.

Observasi (pengamatan)
Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran
secara langsung terhadap subjek penelitian di lapangan terutama pada
operator pengemasan. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data
secara observasi ini adalah pengukuran dimensi tubuh pekerja dengan
menggunakan Human Body Martin, pengukuran lama forklift menyusun
tepung ke gudang penyimpanan dengan stopwatch dan kamera digunakan
untuk pengambilan sikap tubuh saat bekerja.

2.

Kuesioner
Kuesioner yang digunakan adalah

a

Standard Nordic Qustionare (SNQ). Kuesioner ini digunakan untuk
identifikasi awal kelelahan dan keluhan otot yang dialami operator di stasiun
pengemasan. Keluhan tersebut didata dengan mengisi Standard Nordict
Questionaire (SNQ) saat melakukan aktivitas pengambilan, pengangkatan,
dan peletakan karung tepung tapioka. Cara pengisian kuesioner tersebut
dilakukan dengan memberikan tanda silang (Х) atau checklist (√) pada
lembar jawaban yang tersedia sesuai dengan keluhan yang dirasakan yang
akan ditunjukkan pada pengumpulan dan pengolahan data.

Universitas Sumatera Utara

4.7.2. Data Sekunder
Data skunder dalam penelitian ini adalah file record. Pengumpulan file record
perusahaan sebagai data penunjang, yaitu data gambaran umum persahaan.

4.7.3. Ukuran dan Teknik Sampling
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan
kuesioner SNQ kepada pekerja, pengukuran dimensi tubuh pekerja dengan menggunakan
Human Body Martin. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dimana
seluruh populasi dijadikan sampling.

4.8.

Metode Pengolahan Data
Pada tahap ini, data yang diperoleh selama pengamatan diolah sesuai

dengan teknik analisis data yang digunakan.
1.

Standard Nordic Qustionaere (SNQ) untuk menentukan bagian tubuh yang
mengalami risiko kelelahan otot.

2.

Penentuan dimensi tubuh berdasarkan fasilitas yang akan dirancang untuk
mengurangi keluhan musculoskeletal disorders (MSDs).

4.9.

Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah yang dilakukan adalah menganalisis bagian-

bagian tubuh yang nyeri dan mengukur dimensi rata-rata tubuh operator sehingga
dihasilkan rancangan fasilitas kerja yang ergonomis untuk mengurangi keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data

5.1.1. Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pengemasan tepung
tapioka 25 kg di PT. Florindo Makmur. Kuesioner SNQ diberikan kepada
operator stasiun pengemasan khususnya pada pemindahan tepung tapioka 25 kg
ke forklift. Rekapitulasi Kuesioner SNQ dapat dilihat pada Tabel 5.1.

5.1.2. Postur Kerja
Postur kerja pada stasiun pengemasan tepung tapioka 25 kg ditunjukkan
pada elemen kegiatan operator (Lampiran).

5.1.3. Fasilitas Kerja Aktual
Fasilitas kerja aktual yang terdapat pada stasiun pengemasan tepung
tapioka 25 kg di PT. Florindo Makmur adalah:
1. Mesin Filling
Mesin fillingdigunakan untuk mengemas tepung tapioka seberat 5-50 kg.
mesin ini dilengkapi dengan conveyor. Spesifikasinya adalah sebagai
berikut:


Filling System

: Digital weighting system

Universitas Sumatera Utara



Akurasi

: ± 0,2%



Packing Speed

: 500-700 bags per jam



Daya Listrik

: 3500 Watt ; 220/380V : 50Hz

2. Mesin Jahit
Mesin jahit digunakan untuk menjahit karung yang berisi tepung tapioka.
Ukuran mesin jahit yaitu: tinggi 150 cm dan lebar 40 cm.

5.1.4. Antropometri Operator
Pengukuran antropometri operator dilakukan untuk menentukan dimensi
alat yang akan dirancang pada stasiun pengemasan tepung tapioka 25 kg.
Pengukuran Tinggi Siku Berdiri (TSB) digunakan untuk mengukur tinggi conveyo
rterhadap tubuh dan Jangkauan Tangan (JT) digunakan sebagai penentuan ukuran
palet.

5.2.

Pengolahan Data

5.2.1. Keluhan Operator Berdasarkan Kuisioner SNQ pada Stasiun
Pengemasan Tepung 25 Kg.
Keluhan yang dirasakan operator di stasiun pengemasan didapatkan dari
pengolahan data kuesioner SNQ. Masing-masing operator mengalami keluhan
yang berbeda-beda.
Operator 1 merasakan sakit pada leher bagian atas, agak sakit padal eher
bagian bawah, sakit pada punggung, dan agak sakit pada pinggang

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan keluhan MSDs operator stasiun pengemasan diatas dapat
dihitung persentasi keluhan segmen tubuh sebagai berikut:

Berdasarkan histogram tingkat

keluhan MSDs operator stasiun

pengemasan diatas, dapat dilihat bahwa keluhan MSDs secara kumulatif paling
banyak mengalami keluhan rasa sakit secara berurutan adalah jenis keluhan
nomor 0,1,5, dan 7. Operator mengalami sangat sakit pada 3 bagian tubuh, sakit
pada 4 bagian tubuh, agak sakit pada 9 bagian tubuh, dan tidak sakit pada 11
bagian tubuh.

5.2.2. Penilaian Postur Kerja dengan REBA Worksheet
Penilaian dilakukan terhadap tubuh bagian kanan dan kiri operator pada
stasiun pengemasan tepung tapioka 25 kg. Penilaian tubuh bagian kanan dan kiri
dengan menggunakan lembar penilaian Rapid Entire Body Assesesment (REBA)
Assessment Worksheet. Bagian tubuh yang dinilai pertama kali adalah leher, kaki,
dan badan. Skor dari ketiga bagian tersebut lalu dimasukkan ke tabel A hingga
diperoleh nilai dari tabel A. Nilai dari tabel A lalu ditambahkan dengan nilai
pembebanan yang akan menghasilkan nilai skor A. Bagian tubuh yang dinilai
berikutnya adalah pergelangan tangan, lengan bawah, dan lengan atas. Skor dari
ketiga bagian tersebut lalu dimasukkan ke tabel B hingga diperoleh nilai dari
tabel B. Nilai dari tabel B lalu dijumlahkan dengan nilai genggaman yang akan

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan nilai skor B. Nilai skor A dan B selanjutnya dimasukkan ke tabel C
hingga menghasilkan nilai tabel C. Nilai skor REBA diperoleh dari penjumlahan
nilai tabel C dan nilai aktivitas.
Penilaian REBA dilakukan terhadap tubuh bagian kanan dan kiri pada
elemen kegiatan mengambil karung tepung tapioka 25 kg. Kegiatan mengambil
tepung tapioka 25 kg bagian tubuh kiri berada dalam level risiko tinggi dan bagian
tubuh kanan berada dalam level risiko sangat tinggi sehingga perlu tindakan
sekarang juga. Penilaian postur kerja untuk semua elemen kegiatan dapat dilihat
pada gambar Lampiran.

5.2.3. Perancangan Alat
Perancangan konveyor, palet, dan rel palet dilakukan sesuai dengan
dimensi tubuh operator menggunakan prinsip antropometri.

5.2.3.1. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimun dan
Minimum
Langkah berikutnya setelah mendapatkan data dari suatu populasi yaitu
kita dapat melakukan perhitungan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimun
dan nilai minimum. Berikut cara melakukan perhitungan pada dimensi Tinggi
Siku Berdiri (TSB).
1.

Nilai rata-rata
Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi tinggi siku berdiri
(TSB) adalah:

Universitas Sumatera Utara

X =

Dimana : n
ΣXn

X

X 1 + X 2 + X 3 + ... + X n
=
n

∑X

n

n

= banyaknya pengamatan
= jumlah pengamatan ke - n
= nilai X rata-rata

Nilai rata-rata pada tinggi siku berdiri (TSB) adalah

X=

2.

96 + 100,5 + 99 + ... + 108,6
= 101,09
42

Nilai Maksimum dan Minimum
Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh dari
pengukuran biasanya di beri simbol Xmaks, sedangkan nilai minimum adalah
nilai terkecil dari data yang diperoleh dari pengukuran biasanya di beri simbol
Xmin. Nilai Xmaks yang diperoleh adalah 111 cm sedangkan nilai Xmin yang
diperoleh adalah 91,3 cm.

3.

Nilai Standar Deviasi
Untuk

menentukan

nilai

standar

deviasi

dapat

ditentukan

dengan

menggunakan rumus:
s=

∑ (X

i

−X

)

2

n −1

Nilai standar deviasi untuk dimensi tinggi siku berdiri (TSB) adalah:

s=

(96 − 101,09) 2 + (100,5 − 101,09) 2 + (99 − 101,09) 2 + ... + (116,5 − 101,09) 2
42 − 1

Universitas Sumatera Utara

s = 5,298

5.2.3.2. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data
yang ditolak atau tidak seragam karena tidak memenuhi spesifikasi. Apabila
dalam satu pengukuran terdapat satu jenis atau lebih data yang tidak seragam
maka data tersebut tidak dapat digunakan. Untuk menguji keseragaman data
digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut:

BKA = X + ks
BKB = X − ks

Dimana:
= Rata-rata data hasil pengamatan
= Standar deviasi dari populasi
= Koefisien indeks tingkat kepercayaan, yaitu:
Tingkat kepercayaan 0% - 68% harga k adalah 1
Tingkat kepercayaan 69% - 95% harga k adalah 2
Tingkat kepercayaan 96% - 100% harga k adalah 3
Hasil uji keseragaman data pada tinggi siku berdiri (TSB) adalah:

BKA = X + ks = 101,09 + 2(5,298) = 111,68 cm
BKB = X − ks = 101,09– 2(5,298) = 90,49 cm

Universitas Sumatera Utara

Hasil uji keseragaman data pada jangkauan tangan (JT) adalah:

BKA = X + ks = 70,708 + 2(5,167) = 80,66cm

BKB = X − ks = 70,708– 2(5,167) = 59,99 cm

Berdasarkan kurva pengukuran pada gambar, dimensi tubuh tinggi siku
berdiri (TSB) dan Jangkauan tangan (JT) berada diantara BKA dan BKB. Maka
data dimensi tubuh yang digunakan adalah seragam.

5.2.3.3.Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisa jumlah pengukuran
apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data
sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Untuk melakukan uji kecukupan
data digunakan persamaan berikut:

dimana :
N’

= Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan

N

= Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan

Xi

= Data pengamatan ( hasil pengukuran )

k

= Tingkat kepercayaan

s

= Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)

Universitas Sumatera Utara

Setelah mendapatkan nilai N’ maka dapat diambil kesimpulan apabila
N’