Pengaruh Aerasi Bertingkat dengan Kombinasi Saringan Pasir, Karbon Aktif dan Zeolit dalam Meningkatkan Kualitas Air Tanah Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen. Eksperimen
ini untuk mengetahui penurunan nilai Fe dan Mn menggunakan alat penyaring air
dengan media pasir, zeolit karbon aktif, zeolit. Diagram alir penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.1.
Mulai

Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Primer
• Nilai pH, suhu, oksigen terlarut, Fe dan Mn
• Debit Air (liter/menit)
Data Sekunder
• Parameter Baku Mutu
• Hasil Uji Kualitas Air Sebelumnya
• Ukuran Pasir, Kerikil, Zeolit, dam Karbon
Aktif
Perakitan Alat Penyaring Air
Variasi Kombinasi

• Alat 1 (Aerasi 2 tingkat, dengan jarak per tingkat 20 cm yang dilanjutkan dengan saringan
pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)
• Alat 2 (Aerasi 2 tingkat, dengan jarak per tingkat 20 cm dikombinasikan dengan zeolit 3 cm
yang dilanjutkan dengan saringan pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)
• Alat 3 (Saringan pasir 5 cm, karbon aktif 20 cm, zeolit 20 cm)
Pengujian parameter
(Fe dan Mn)
Analisa dan Evaluasi
Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Kota Medan. Lokasi
pemeriksaan sampel Fe dan Mn dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan
Lingkungan Medan dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2016.
3.3 Objek Penelitian dan Sampel
3.3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah air kran sumur bor I yang menjadi salah satu sumber air Pondok
Pesantren Ar Raudlatul Hasanah dengan perlakuan menggunakan alat penyaring air
yang menggunakan media pasir, karbon aktif, dan zeolit dengan kombinasi aerasi
bertingkat untuk memperbaiki nilai Fe dan Mn.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu air kran sumur bor I Pondok Pesantren Ar Raudlatul
Hasanah dan output dari alat penyaring air. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive sampling.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengukuran air dengan variasi waktu pengambilan
sampel output setiap 1 jam sekali selama 5 jam dalam sehari.
Diambil satu sampel sebelum pengolahan dan output setiap unit alat setiap 1 jam
sekali selama 5 jam. Sampel diambil sebanyak 1500 ml kemudian dibawa ke
laboratorium untuk analisa Fe dan Mn.
Air sebelum pengolahan dan output diambil dengan mengunakan gelas ukur 300 ml

untuk dianalisa. Analisa nilai pH, suhu, dan oksigen terlarut dilakukan langsung di
lokasi penelitian dengan menggunakan alat Lutron WA-2015 yang merupakan
gabungan dari pH meter, termometer air dan DO meter.

III-2
Universitas Sumatera Utara

Pengukuran kuantitas atau debit dilakukan dengan cara menampung output setiap
unit alat pada gelas ukur 100 ml dan dihitung waktu penuhnya dengan menggunakan
stopwatch.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Administrasi Pondok Pesantren Ar Raudlatul
Hasanah,

Baku

mutu

air


minum

berdasarkan

Permenkes

RI

No.

492/MENKES/PER/IV/2010 dan juga ukuran pasir, zeolit, karbon aktif yang didapat
dari tempat pembelian.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
Urutan dalam melaksanakan penelitian ini ialah dimulai dari persiapan bahan dan
peralatan, perakitan alat penyaring air, menjalankan alat penyaring air, pengambilan
sampel, kemudian menganalisa dan membahas hasil uji sampel.
3.5.1 Bahan dan Peralatan
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat tampak dari media yang digunakan. Adapun bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk pengadaan pembuatan alat penyaring air tersebut
adalah :

1. Wadah dengan tinggi ±70 cm diameter ±10 cm
2. Dua wadah dengan tinggi ±20 cm diameter ±10 cm
3. Kran air 3/4"
4. Pasir (0,5-1 mm)
5. Kerikil (5-9 mm)
6. Zeolit (≤ 10 mm)
7. Karbon Aktif (0,5-2,5 mm)
8. Penyangga

Gambar 3.2 Media kerikil, pasir, karbon aktif dan zeolit
III-3
Universitas Sumatera Utara

3.5.2 Cara Perakitan
Gambar desaian alat penyaring dapat dilihat pada Gambar 3.2. Adapun cara-cara
merakit alat penyaring air tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sebelum digunakan, pasir, karbon aktif, kerikil, dan zeolit dibersihkan dan dicuci
dengan air bersih untuk menghilangkan pengotor yang mungkin menempel pada
media tersebut.
2. Sediakan wadah dengan diameter 10 cm dan tinggi 70 cm sebagai wadah media

saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit.
3. Sediakan wadah dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm sebagai wadah aerasi.
4. Kemudian dilakukan perakitan alat.
A. Alat 1
Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm,
pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit
dengan ketebalan 20 cm.
Lubangi kedua wadah aerasi sebanyak 30 lubang di bagian tengah wadah dengan
diameter 2 mm.
Letakkan wadah aerasi pada penyangga, wadah aerasi pertama berjarak 20 cm
dari wadah media, dan wadah aerasi kedua berjarak 20 cm dari wadah aerasi
pertama.
B. Alat 2
Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm,
pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit
dengan ketebalan 20 cm.
Lubangi kedua wadah aerasi sebanyak 30 lubang di bagian tengah wadah dengan
diameter 2 mm.
Isi tiap wadah aerasi dengan zeolit dengan ketebalan 3 cm
Letakkan wadah aerasi pada penyangga, wadah aerasi pertama berjarak 20 cm

dari wadah media, dan wadah aerasi kedua berjarak 20 cm dari wadah aerasi
pertama

III-4
Universitas Sumatera Utara

C. Alat 3
Isi wadah media dengan urutan dari bawah yaitu kerikil dengan ketebalan 5 cm,
pasir dengan ketebalan 5 cm, karbon aktif dengan ketebalan 20 cm dan zeolit
dengan ketebalan 20 cm.
5. Kemudian lakukan penyaringan pada masing-masing alat terhadap air sampel.

Gambar 3.2 Desain Alat Dengan Variasi Kombinasi Aerasi Bertingkat
3.5.3 Cara Kerja
1. Air Sebelum Pengolahan
Air sebelum pengolahan diambil dari kran input yang berasal dari air tangki sumur
bor I dengan menggunakan wadah sampel hingga wadah terisi penuh. Selanjutnya
akan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.
2. Alat 1
Air sebelum pengolahan melewati wadah aerasi pertama, wadah aerasi kedua

kemudian melewati wadah media. Output pada wadah tersebut diambil dengan

III-5
Universitas Sumatera Utara

menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran nilai Fe
dan Mn.
3. Alat 2
Air sebelum pengolahan melewati wadah aerasi pertama yang berisi zeolit, wadah
aerasi kedua yang berisi zeolit kemudian melewati wadah media. Output pada wadah
tersebut diambil dengan menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium
untuk pengukuran nilai Fe dan Mn.
4. Alat 3
Air sebelum pengolahan melewati wadah media. Output pada wadah tersebut diambil
dengan menggunakan wadah sampel dan dibawa ke laboratorium untuk pengukuran
nilai Fe dan Mn.
3.5.4 Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil setiap 1 jam sekali selama 5 jam dalam sehari. Sebelum pengambilan
sampel air sebelum pengolahan dan output alat penyaring air terhadap kadar Fe dan Mn,
dilakukan pengukuran pH, suhu dan oksigen terlarut.

1. Air Sebelum Pengolahan
a. Tampung air dari kran input dengan menggunakan wadah sampel
b. Tunggu sampai air memenuhi isi wadah sampel tersebut.
c. Lalu tutup wadah sampel tersebut dan beri label.
d. Sampel dibawa sesegera mungkin ke laboratorium untuk dianalisa
2. Alat Penyaring Air
a. Tampung output yang telah melewati alat penyaring air pada wadah sampel 1500
ml sampai wadah sampel penuh (tidak ada gelembung udara).
b. Tutup wadah sampel dan beri label.
c. Sampel dibawa sesegera mungkin ke laboratorium untuk dianalisa
3.5.5 Metode Pemeriksaan Sampel (pH, Suhu, Oksigen Terlarut)
Alat yang digunakan ialah Lutron WA-2015 yang dapat mengukur pH, suhu, dan
oksigen terlarut (DO). Dengan tahapan langkah sebagai berikut:
Siapkan alat Lutron WA-2015 dan gelas ukur 300 ml
Pasang alat pH meter dan termometer air
Ambil air yang akan diperiksa dengan gelas ukur 300 ml, isi hingga penuh.

III-6
Universitas Sumatera Utara


Masukkan alat ukur pH dan suhu dalam gelas ukur dengan sedikit digoyangkan.
Lihat hasil pH dan suhu pada alat
Kemudian keluarkan alat ukur pH
masukkan alat ukur DO ke dalam gelas ukur dan digoyangkan
tunggu selama 2 menit atau sampai hasil tertera stabil pada alat
Lihat hasil yang tertera pada DO meter
3.6 Defenisi Operasional
1. Air sebelum pengolahan adalah air kran yang bersumber dari dalam tanah yang
berasal dari air sumur bor I di Pondok Pesantren Ar Raudlatul Hasanah.
2. Alat penyaring air adalah alat 1, alat 2, dan alat 3.
3. Alat 1 adalah aerasi bertingkat 2 dengan jarak antar tingkat 20 cm yang dilanjutkan
dengan saringan pasir, karbon aktif dan zeolit
4. Alat 2 adalah aerasi bertingkat 2 dengan penambahan zeolit, jarak antar tingkat 20 cm
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif dan zeolit
5. Alat 3 adalah saringan pasir, karbon aktif dan zeolit
3. Pemeriksaan Laboratorium adalah pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Balai
Laboratorium Kesehatan Lingkungan Medan untuk mengetahui nilai Fe dan Mn pada
sumber air sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan dengan menggunakan alat
penyaring air.
4. Kepmenkes


RI

No.

492/MENKES/PER/IV/2010

adalah

persyaratan

yang

dikeluarkan oleh pemerintah untuk melakukan pengawasan standart baku mutu
kualitas air minum.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel akan dianalisis secara statistik
dengan menggunakan program statistik komputer (SPSS16.0). Program statistik yang
digunakan akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis data yang digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kualitas air sebelum dan sesudah melewati
masing-masing alat penyaring air ialah uji kruskal-wallis, uji post hoc, dan uji wilcoxon.
3.7.1 Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskall-Wallis digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penurunan Fe
dan Mn pada berbagai kombinasi. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

III-7
Universitas Sumatera Utara

Ho

: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar Fe dan Mn berdasarkan
ketiga alat.

Ha

: Terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar Fe dan Mn diantara ketiga alat.

Dengan dasar pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
3.7.2 Uji Post Hoc
Uji Post Hoc merupakan salah satu teknik uji yang digunakan untuk melihat
perbandingan rata-rata pasangan kombinasi alat yang berbeda secara signifikan.
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho

: Perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe dan Mn antar kombinasi alat tidak
berbeda nyata.

Ha

: Perbandingan rata-rata penurunan kadar Fe dan Mn antar kombinasi alat
berbeda nyata.

Dengan dasar pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
3.7.3. Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisis hasil uji dari masing-masing alat terhadap
kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah dilakukan penyaringan.
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho

: Tidak ada perbedaan penurunan kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah
menggunakan alat penyaring air.

Ha

: Ada perbedaan penurunan kadar Fe dan Mn sebelum dan sesudah
menggunakan alat penyaring air.

Dengan dasar pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

III-8
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksaan Eksperimen
Pelaksanaan penelitian untuk percobaaan pertama pada tanggal 16 November 2016 dan
percobaan kedua pada tanggal 23 November 2016. Sumber air yang digunakan dalam
penelitian ini ialah air sumur bor I Pesantren ar-Raudhatul Hasanah. Lokasi penelitian di
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. Kondisi lokasi tempat alat penyaring air berada
diantara kantin, rumah ustad, dan kamar mandi santri. Tempat alat tersebut beratapkan
seng untuk mencegah kontaminasi dari air hujan ataupun suhu yang terlalu panas yang
dapat mengganggu proses alat. Lokasi dan alat penyaring air dapat dilihat pada Gambar
4.1.
Sebelum penelitian dimulai debit kran air input disamakan pada debit 240 ml/menit.
Penyamaan debit input menggunakan gelas ukur 100 ml dan stopwatch, dengan cara
menghitung waktu penuh gelas ukur oleh input. Penelitian dimulai pada pukul 07.00 –
12.00 WIB. Air pertama yang keluar dari kran input diambil dengan botol 1500 ml
sebagai sampel untuk air sebelum pengolahan yang akan dibawa ke laboratorium untuk
uji besi (Fe) dan mangan (Mn). Kemudian sampel dari input juga diambil kembali
menggunakan gelas ukur 300 ml untuk uji pH, suhu, dan oksigen terlarut menggunakan
alat Lutron WA-2015 yang merupakan gabungan dari alat pH meter, DO meter dan
termometer air. Alat Lutron WA-2015 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Setiap 60 menit
sekali selama 5 jam diambil output yang keluar dari tiap-tiap alat menggunakan botol
1500 ml untuk uji besi (Fe) dan mangan (Mn) kemudian output juga diambil
menggunakan gelas ukur 300 ml untuk uji pH, suhu, dan oksigen terlarut. Selanjutnya
dilakukan pengukuran debit dengan cara mengamati output yang terisi kedalam gelas
ukur 100 ml sambil dihitung dengan stopwacth.
Skema pelaksanaan penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Setelah data-data
tersebut diambil, sampel pada botol 1500 ml dibawa ke labrotatorium untuk dianalisa.
Analisa pada percobaan pertama dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan
Lingkungan (BLKL) Medan dan percobaan kedua di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL) Medan.

IV-1
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Lokasi dan alat penyaring air

Gambar 4.2 Alat Lutron WA-2015

IV-2
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Skema pelaksanaan penelitian
Pukul
06.30

07.00

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

Kegiatan
Penyamaan debit input
1. Input sampel Fe dan Mn
2. Input ph,
3. Input suhu,
4. Input oksigen terlarut
5. Debit input
1. Output sampel Fe dan Mn
2. Output ph,
3. Output suhu,
4. Output oksigen terlarut
5. Debit output
1. Output sampel Fe dan Mn
2. Output ph,
3. Output suhu,
4. Output oksigen terlarut
5. Debit output
1. Output sampel Fe dan Mn
2. Output ph,
3. Output suhu,
4. Output oksigen terlarut
5. Debit output
1. Output sampel Fe dan Mn
2. Output ph,
3. Output suhu,
4. Output oksigen terlarut
5. Debit output
1. Output sampel Fe dan Mn
2. Output ph,
3. Output suhu,
4. Output oksigen terlarut
5. Debit output

Alat ukur
Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch
1. Botol 1500 ml
2. Gelas ukur 300 ml dan pH meter
3. Gelas ukur 300 ml termometer air
4. Gelas ukur 300 ml DO meter
5. Gelas ukur 100 ml dan Stopwatch

Tempat
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
1. BLKL/BTKL
2. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
3. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
4. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
5. Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah

IV-3
Universitas Sumatera Utara

4.2 Hasil Uji pH
Hasil pengukuran pH sebelum pengolahan pada percobaan pertama ialah 7,57 dan 7,47
pada percobaan kedua. Berdasarkan hasil penelitian nilai pH yang telah dilakukan
terhadap air tangki sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sesudah dilakukan
pengolahan (sampel diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1
(aerasi 2 tingkat dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2
(aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon
aktif, dan zeolit), dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 pH sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3
Percobaan Pertama
Alat

Pengukuran pH pada jam ke1

2

3

4

5

1

8,93

8,81

8,64

8,46

8,41

2

8,64

8,77

8,47

8,31

8,42

3

8,74

8,66

8,30

8,31

8,38

Percobaan Kedua
Alat

Pengukuran pH pada jam ke1

2

3

4

5

1

8,26

8,38

8,33

8,28

8,26

2

8,28

8,35

8,27

8,30

8,21

3

8,18

8,05

8,05

8,10

8,10

Dari Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa pH pada percobaan pertama pada alat 1
sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,93, sesudah 2 jam pengolahan 8,81, sesudah 3 jam
pengolahan 8,64, sesudah 4 jam pengolahan 8,46, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu
8,41. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,64, sesudah 2 jam pengolahan 8,77,
sesudah 3 jam pengolahan 8,47, sesudah 4 jam pengolahan 8,31, dan sesudah 5 jam
pengolahan yaitu 8,42. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,74, sesudah 2 jam
pengolahan 8,66, sesudah 3 jam pengolahan 8,30, sesudah 4 jam pengolahan 8,31, dan
sesudah 5 jam pengolahan yaitu 8,38. Pada percobaan kedua diketahui bahwa pH pada
alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,26, sesudah 2 jam pengolahan 8,38, sesudah 3
jam pengolahan 8,33, sesudah 4 jam pengolahan 8,28, dan sesudah 5 jam pengolahan
yaitu 8,26. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,28, sesudah 2 jam pengolahan

IV-4
Universitas Sumatera Utara

8,35, sesudah 3 jam pengolahan 8,27, sesudah 4 jam pengolahan 8,30, dan sesudah 5
jam pengolahan yaitu 8,21. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 8,18, sesudah 2
jam pengolahan 8,05, sesudah 3 jam pengolahan 8,05, sesudah 4 jam pengolahan 8,10,
dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 8,10.
Kusnaedi (2010) menyatakan bahwa derajat keasaman air minum harus netral, tidak
boleh bersifat asam maupun basa. Hasil pemeriksaan pH pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3
selain pada dua jam awal pengujian pada percobaan pertama jika dibandingkan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan
air minum, dimana standar pH yang diperbolehkan berkisar antara 6,5 – 8,5, maka pH
sampel air sebelum dan setelah penyaringan masih berada dalam standar baku mutu
yang diperbolehkan. Grafik hasil uji pH dapat dilihat pada Gambar 4.3.
9,5
9
8,5

Alat 1

pH

Alat 1'
8

Alat 2
Alat 2'

7,5

Alat 3
Alat 3'

7
6,5
Sebelum
Pengolahan

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.3 Hasil uji pH
Pada Gambar 4.3 dilihat bahwa pH mengalami kenaikan yang tinggi pada 1 jam
pertama kemudian mengalami penurunan secara bertahap pada jam-jam berikutnya.
Peningkatan pH yang tinggi dikarenakan media yang digunakan terutama zeolit dan
karbon aktif belum tercuci maksimal. Hal itu ditunjukkan oleh penurunan nilai pH
secara bertahap setelah alat dijalankan.
Proses aerasi menyebabkan kenaikan pH pada air hasil aerasi. Proses aerasi akan
menyebabkan mangan teroksidasi oleh oksigen. Mangan akan terikat dengan SO 4 - yang
IV-5
Universitas Sumatera Utara

bersifat asam sehingga jika SO 4 - dihilangkan dengan menguapnya CaSO 4 yang
merupakan gas bersifat asam, maka pH larutan akan naik. Persamaan reaksi oksidasi
mangan yaitu (Rahmawati, 2009):
2MnSO 4 + 2Ca(HCO 3 ) + O 2

2MnO 2 + 2CaSO 4 + 2H2 O + 4CO 2

Linsley dkk (1985) mengatakan bahwa zeolit berfungsi menaikkan pH dan mengurangi
kandungan besi (Fe). Sejalan dengan penelitian Rahayu dkk yang menguji pengaruh
penambahan massa zeolit dengan peningkatan kadar pH dimana didapatkan hasil bahwa
penambahan massa zeolit berpengaruh terhadap peningkatan pH. Kadar pH mengalami
peningkatan dari 5,08 menjadi 6,64 dengan massa zeolit 600 gr.
Peningkatan nilai pH air juga dapat disebabkan adanya kation dalam karbon aktif yang
terlarut dalam air (Jamilatun dan Setyawan, 2014). Pada penelitian Fatriani (2009)
tentang pengaruh konsentrasi dan lama perendaman arang aktif tempurung kelapa
menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap
kenaikan pH. Nilai pH awal pada penelitian tersebut ialah 6,48 setelah arang aktif
tempurung kelapa dimasukan terjadi kenaikan dan setiap konsentrasi mempunyai batas
maksimum kenaikan pH air menurut waktu perendaman, pada konsentrasi 0,3 gram
dapat meningkatakan pH air dari 6,48 menjadi rata-rata 6,64 pada konsentrasi arang
aktif 0,6 gram kenaikan pH menjadi rata-rata 6,71 konsentrasi arang aktif 0,9 gram
peningkatan pH menjadi rata-rata 6,74.
4.3 Hasil Uji Suhu
Hasil pengukuran suhu sebelum penyaringan air pada tiap alat ialah 27, 4 (percobaan
pertama) dan 27,1 (percobaan kedua). PadaTabel 4.3 dapat diketahui bahwa suhu air
pada percobaan pertama pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 27,6 °C, sesudah 2
jam pengolahan 27,5 °C, sesudah 3 jam pengolahan 27,7 °C, sesudah 4 jam pengolahan
27,7 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 26,8 °C. Pada alat 2 sesudah 1 jam
pengolahan yaitu 27,3 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,9 °C, sesudah 3 jam
pengolahan 27,8 °C, sesudah 4 jam pengolahan 27,9 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan
yaitu 26,7 °C. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 27,5 °C, sesudah 2 jam
pengolahan 28,0 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,0 °C, sesudah 4 jam pengolahan 2,81
°C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 27,0 °C. Pada percobaan kedua dapat diketahui

IV-6
Universitas Sumatera Utara

bahwa suhu air pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 26,6 °C, sesudah 2 jam
pengolahan 27,3 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,1 °C, sesudah 4 jam pengolahan 28,2
°C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 28,8 °C. Pada alat 2 sesudah 1 jam pengolahan
yaitu 26,9 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,6 °C, sesudah 3 jam pengolahan 28,6 °C,
sesudah 4 jam pengolahan 28,2 °C, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 28,8 °C. Pada
alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 26,6 °C, sesudah 2 jam pengolahan 27,5 °C,
sesudah 3 jam pengolahan 28,4 °C, sesudah 4 jam pengolahan 2,87 °C, dan sesudah 5
jam pengolahan yaitu 29,0 °C.
Tabel 4.3 Suhu air sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3
Percobaan Pertama
Alat

Pengukuran Suhu (°C) pada jam ke1

2

3

4

5

1

27,6

27,5

27,7

27,7

26,8

2

27,3

27,9

27,8

27,9

26,7

3

27,5

28,0

28,0

28,1

27,0

Percobaan Kedua
Alat

Pengukuran Suhu (°C) pada jam ke1

2

3

4

5

1

26,6

27,3

28,1

28,2

28,8

2

26,9

27,6

28,6

28,2

28,8

3

26,6

27,5

28,4

28,7

29,0

Menurut Kusnaedi (2010) air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan
temperatur udara (20-26°C). Berdasarkan hasil pemeriksaan suhu air baik sebelum
mendapatkan perlakuan maupun setelah mendapatkan perlakuan dengan alat penyaring
air selama 6 jam. Dari hasil pengukuran suhu tersebut diketahui bahwasanya alat
penyaring air tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap suhu. Jika dibandingkan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
persyaratan air minum, dimana suhu yang diperbolehkan adalah 28 ± 3°C (25°C –
31°C), maka suhu air yang diperiksa tersebut masih diperbolehkan.
Suhu dapat mempengaruhi sejumlah parameter mutu air lainnya. Laju reaksi kimia dan
biokimia meningkat dengan meningkatnya suhu. Kelarutan gas menurun dan kelarutan
mineral meningkat dengan meningkatnya suhu (Suprihatin dan Suparno, 2013).
Fluktuasi suhu air setelah penyaringan dapat dilihat pada Gambar 4.4.

IV-7
Universitas Sumatera Utara

29,5
29

Suhu (°C)

28,5
28

Alat 1

27,5

Alat 1'
Alat 2

27

Alat 2'
26,5

Alat 3

26

Alat 3'

25,5
25
Sebelum
Pengolahan

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.4 Hasil uji suhu
Dari grafik tersebut dapat dilihat pada percobaan pertama suhu stabil pada jam ke 2
sampai jam ke 4 dan mengalami penurunan pada jam ke 5. Hal ini disebabkan kondisi
cuaca yang mendung dan kemudian hujan yang berpengaruh pada perubahan suhu air
hasil penyaringan masing-masing alat. Suhu pada proses tiap alat selalu berubah-ubah.
Suhu tersebut dipengaruhi oleh udara disekitar alat. Effendi (2003) mengatakan
peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan metabolisme dan respirasi organisme
air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Kebanyakan air
mengandung bahan terlarut, tersuspensi, atau koloid. Selain terkontaminasi secara kimia
dan biologis, air juga terkontaminasi secara fisik. Kontaminan fisik meliputi kekeruhan,
warna, bau, rasa, padatan, dan suhu yang dapat berasal dari berbagai sumber (Suprihatin
dan Suparno, 2013).
4.4 Hasil Uji Oksigen Terlarut
Pengukuran nilai oksigen terlarut sebelum pengolahan ialah 1,7 mg/l (pada percobaan
pertama) dan 1,3 mg/l (pada percobaan kedua). Pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
oksigen terlarut pada percobaan pertama pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,5
mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,4 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 3,3 mg/l, sesudah
4 jam pengolahan 2,8 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 2,6 mg/l. Pada alat 2
sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,6 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,5 mg/l, sesudah 3

IV-8
Universitas Sumatera Utara

jam pengolahan 3,2 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,8 mg/l, dan sesudah 5 jam
pengolahan yaitu 2,3 mg/l. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 3,5 mg/l,
sesudah 2 jam pengolahan 3,3 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,9 mg/l, sesudah 4 jam
pengolahan 2,5 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 2,1 mg/l. Pada percobaan
kedua dapat diketahui bahwa oksigen terlarut pada alat 1 sesudah 1 jam pengolahan
yaitu 4,2 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,2 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,6 mg/l,
sesudah 4 jam pengolahan 2,0 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 1,6 mg/l. Pada
alat 2 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 4,6 mg/l, sesudah 2 jam pengolahan 3,4 mg/l,
sesudah 3 jam pengolahan 2,2 mg/l, sesudah 4 jam pengolahan 2,5 mg/l, dan sesudah 5
jam pengolahan yaitu 1,7 mg/l. Pada alat 3 sesudah 1 jam pengolahan yaitu 4,5 mg/l,
sesudah 2 jam pengolahan 3,1 mg/l, sesudah 3 jam pengolahan 2,6 mg/l, sesudah 4 jam
pengolahan 1,9 mg/l, dan sesudah 5 jam pengolahan yaitu 1,4 mg/l.
Tabel 4.4 Oksigen terlarut sesudah pengolahan pada Alat 1, Alat 2 dan Alat 3
Percobaan Pertama
Alat

Pengukuran Oksigen Terlarut (mg/L) pada jam ke1

2

3

4

5

1

3,5

3,4

3,3

2,8

2,6

2

3,6

3,5

3,2

2,8

2,3

3

3,5

3,3

2,9

2,5

2,1

Percobaan Kedua
Alat

Pengukuran Oksigen Terlarut (mg/L) pada jam ke1

2

3

4

5

1

4,2

3,2

2,6

2

1,6

2

4,6

3,4

2,2

2,5

1,7

3

4,5

3,1

2,6

1,9

1,4

Sebagian besar oksigen dari dalam air berasal dari udara. Oleh karena itu kemampuan
untuk mengisi oksigen kembali dengan cara kontak dengan udara merupakan hal yang
sangat penting. Sumber air yang berasal dari sumur bor tentu tidak bersentuhan dengan
udara. Begitupun dengan kondisi air saat berada di dalam tangki. Oleh karena itu
pengisian oksigen kembali menjadi sangat rendah. Hal inilah yang menyebabkan
kandungan oksigen terlarut air sumur bor masih sangat rendah. Grafik hasil uji oksigen
terlarut dapat dilihat pada Gambar 4.5.

IV-9
Universitas Sumatera Utara

5
4,5
Oksigen Terlarut (mg/l)

4
3,5

Alat 1

3

Alat 1'

2,5

Alat 2

2

Alat 2'

1,5

Alat 3

1

Alat 3'

0,5
0
Sebelum
Pengolahan

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.5 Hasil uji oksigen terlarut
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa nilai oksigen terlarut mengalami peningkatan
yang drastis pada satu jam pertama kemudian turun secara bertahap. Naiknya suhu air
akan sebanding dengan penurunan nilai oksigen terlarut. Joko (2010) mengatakan suhu
air yang tinggi akan mengurangi jumlah oksigen terlarut dan dapat meningkatkan reaksi
kimia di dalam air.
Peningkatan oksigen terlarut yang tinggi pada satu jam pertama disebabkan oleh proses
aerasi dan kontak air dengan zeolit. Diketahui bahwa zeolit mampu meningkatkan kadar
oksigen terlarut dalam air, khususnya elemen SiO 2 dan Al 2 O 3 . Pada tahap ini,
peningkatan kadar oksigen terlarut secara tidak langsung terjadi akibat pengikatan
amoniak yang bersifat mereduksi. Sejalan dengan penelitian Silaban dkk (2012)
mengatakan dalam hasil ujinya bahwa oksigen terlarut dari 6 mg/l yang ditambahnkan
zeolit 600 gr dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut hingga 6,4 mg/l kemudian
turun secara bertahap sampai 6,2 mg/l.
Sumur Bor I pesantren Ar-Raudhatul Hasanah memiliki kedalaman ±200 meter.
Kedalaman sumur bor tersebut berpengaruh pada rendahnya kandungan oksigen
terlarut. Pada penelitian Naresh dan Sreenivasulu (2016) tentang kualitas air tanah di
Telangana, India, didapatkan bahwa nilai kadar oksigen terlarut pada sampel air yang
diambil dari berbagai sumur bor dengan jarak dan kedalaman yang berbeda yaitu pada

IV-10
Universitas Sumatera Utara

kedalaman 150 meter ialah 3,2 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur bor
dengan kedalaman 180 meter ialah 3,7 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari sumur
bor dengan kedalaman 170 meter ialah 5,1 mg/l. Pada sampel air yang diambil dari
sumur bor dengan kedalaman 160 meter ialah 2,9 mg/l. Pada sampel air yang diambil
dari sumur bor dengan kedalaman 145 meter ialah 3,3 mg/l. Pada sampel air yang
diambil dari sumur bor dengan kedalaman 240 meter ialah 4,8 mg/l. Dari penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap air tanah memiliki kandungan oksigen terlarut
yang berbeda dengan kedalaman tertentu dan diperngaruhi oleh struktur tanah itu
sendiri.
4.5 Hasil Uji Kadar Besi (Fe)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap air tangki sumur bor I
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan (sampel
diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1 (aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2 (aerasi 2 tingkat
dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit),
dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), hasil uji kadar besi dapat dilihat
pada tabel 4.5.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar besi (Fe) air
sumur bor I. Penurunan kadar Fe pada percobaan pertama pada Alat 1(aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan
sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan
44,44 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,41 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,31 mg/l dan persentasi penurunan 43,06 %. Sesudah tiga jam penurunan
sebesar 0,38 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,34 mg/l dan persentasi penurunan
47,22 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,41 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,31 mg/l dan persentasi penurunan 43,06 %. Sesudah lima jam penurunan
sebesar 0,42 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,30 mg/l dan persentasi penurunan
41,67 %. Penurunan kadar Fe pada Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan
sebesar 0,47 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,25 mg/l dan persentasi penurunan

IV-11
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Persentase penurunan kadar Fe sebelum dan sesudah melewati alat penyaring air
Percobaan Pertama
Kadar Fe (mg/l)

No.
Alat
Penyaring Air

1

Alat 1

2

Alat 2

3

Alat 3

Sebelum

Sesudah
(Setiap 60
menit
dalam 5
jam)

0,72

0,40
0,41
0,38
0,41
0,42
0,47
0,45
0,45
0,45
0,44
0,46
0,40
0,40
0,40
0,40

Baku Mutu
Air Minum

0,3

Percobaan Kedua
Kadar Fe (mg/l)
Efisiensi
Penurunan
Kadar Fe (%)

44,44%
43,06%
47,22%
43,06%
41,67%
34,72%
37,50%
37,50%
37,50%
38,89%
36,11%
44,44%
44,44%
44,44%
44,44%

Sebelum

Sesudah
(Setiap 1
jam dalam
5 jam)

0,5084

0,4511
0,3914
0,3973
0,3899
0,4235
0,4384
0,3370
0,4208
0,4139
0,4373
0,4254
0,3982
0,3520
0,3343
0,4063

Baku Mutu
Air Minum

0,3

Efisiensi
Penurunan
Kadar Fe (%)

11,27%
23,01%
21,86%
23,31%
16,70%
13,77%
33,71%
17,23%
18,60%
13,99%
16,32%
21,67%
30,77%
34,25%
20,09%

IV-12
Universitas Sumatera Utara

34,72 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan 37,50 %. Sesudah tiga jam penurunan
sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan
37,50 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,45 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,27 mg/l dan persentasi penurunan 37,50 %. Sesudah lima jam penurunan
sebesar 0,44 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,28 mg/l dan persentasi penurunan
38,89 %. Penurunan kadar Fe pada Alat 3(saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit)
sesudah satu jam penurunan sebesar 0,46 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,26
mg/l dan persentasi penurunan 36,11 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,40 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %. Sesudah
tiga jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan
persentasi penurunan

44,44 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,40 mg/l

dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan persentasi penurunan 44,44 %. Sesudah
lima jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,32 mg/l dan
persentasi penurunan 44,44 %.
Pada percobaan kedua penurunan kadar Fe pada Alat 1(aerasi 2 tingkat dilanjutkan
dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar
0,45 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan 11,27
%. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,39 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,11
mg/l dan persentasi penurunan 23,01 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,39 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,11 mg/l dan persentasi penurunan 21,86 %. Sesudah
empat jam penurunan sebesar 0,38 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,11 mg/l dan
persentasi penurunan 23,31 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,42 mg/l dengan
perbedaan kadar sebesar 0,08 mg/l dan persentasi penurunan 16,70 %. Penurunan kadar
Fe pada Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan
pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,43 mg/l dengan
perbedaan kadar sebesar 0,07 mg/l dan persentasi penurunan 13,77 %. Sesudah dua jam
penurunan sebesar 0,33 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,17 mg/l dan persentasi
penurunan 33,71 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,42 mg/l dengan perbedaan
kadar sebesar 0,08 mg/l dan persentasi penurunan

17,23 %. Sesudah empat jam

penurunan sebesar 0,41 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,09 mg/l dan persentasi
penurunan 18,60 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,43 mg/l dengan perbedaan

IV-13
Universitas Sumatera Utara

kadar sebesar 0,07 mg/l dan persentasi penurunan 13,99 %. Penurunan kadar Fe pada
Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar
0,42 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,08 mg/l dan persentasi penurunan 16,32
%. Sesudah dua penurunan jam sebesar 0,39 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,11
mg/l dan persentasi penurunan 21,67 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,35 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,15 mg/l dan persentasi penurunan 30,77 %. Sesudah
empat jam penurunan sebesar 0,33 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,17 mg/l dan
persentasi penurunan 34,25 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,40 mg/l dengan
perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 20,09 %.
Penurunan Kadar Fe mengalami penurunan pada satu jam pertama dan berfluktuasi
pada jam-jam berikutnya. Gambar 4.6 dibawah ini menunjukkan grafik efisiensi
penurunan kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air.
50,00%
Efisiensi Penurunan Kadar Fe (%)

45,00%
40,00%
35,00%

Alat 1

30,00%

Alat 1'

25,00%

Alat 2
Alat 2'

20,00%

Alat 3

15,00%

Alat 3'

10,00%
5,00%
0,00%
1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.6 Efisiensi penurunan kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air
Pada percobaan pertama kadar Fe sesudah melewati alat penyaring air lebih konstan
jika dibandingkan dengan percobaan kedua. Hal ini dapat disebabkan jarak pelaksanaan
percobaan pertama dengan percobaan kedua yang terlalu lama membuat alat
terpengaruh oleh faktor luar. Pada jam kedua saat percobaan kedua penurunan kadar Fe
membaik dikarenakan media telah tercuci kembali sejak alat dijalankan. Keefektifan
masing-masing alat terlihat tidak terlalu berbeda dalam menurunkan kadar Fe.
IV-14
Universitas Sumatera Utara

Penurunan kadar Fe paling tinggi terdapat pada alat 1 yang berhasil menurunkan kadar
Fe dari 0,72 mg/l menjadi 0,38 mg/l dengan efisiensi sebesar 47,22%. Grafik penurunan
kadar Fe dapat dilihat pada Gambar 4.7.
0,8
0,7

Kadar Fe (mg/l)

0,6
Alat 1
0,5

Alat 2
Alat 3

0,4

Alat 1'
0,3

Alat 2'
Alat 3'

0,2
0,1
0
Input

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.7 Grafik penurunan kadar Fe
4.6 Hasil Uji Kadar Mangan (Mn)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap air tangki sumur bor I
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah sebelum dan sesudah dilakukan pengolahan (sampel
diambil setiap 1 jam dalam 5 jam) dengan menggunakan Alat 1 (aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), Alat 2 (aerasi 2 tingkat
dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit),
dan Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit), hasil uji kadar mangan dapat
dilihat pada Tabel 4.6.
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa terdapat penurunan kadar mangan (Mn) air
sumur bor I. Penurunan kadar Mn pada percobaan pertama pada Alat 1(aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan
sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan
0,0 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar
0,10 mg/l dan persentasi penurunan

100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar

IV-15
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Persentase penurunan kadar Mn sebelum dan sesudah melewati alat penyaring air
Percobaan Pertama
Kadar Mn (mg/l)
No.

Alat
Penyaring
Air

1

Alat 1

2

Alat 2

3

Alat 3

Sebelum

Sesudah
(Setiap 60
menit
dalam 5
jam)

0,10

0,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,10
0,00
0,10
0,00
0,10
0,10
0,00

Baku Mutu
Air Minum

0,4

Percobaan Kedua
Kadar Mn (mg/l)
Penurunan
Kadar Mn
(%)

0,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
0,00%
100,00%
0,00%
100,00%
0,00%
0,00%
100,00%

Sebelum

Sesudah
(Setiap 1
jam
dalam 5
jam)

0,0830

0,0519
0,0184
0,0245
0,0302
0,0212
0,0055
0,0134
0,0369
0,0477
0,0424
0,0240
0,0300
0,0406
0,0460
0,0556

Baku Mutu
Air Minum

0,4

Penurunan
Kadar Mn
(%)

37,49%
77,88%
70,44%
63,57%
74,48%
93,39%
83,85%
55,51%
42,50%
48,85%
71,13%
63,89%
51,10%
44,54%
32,96%

IV-16
Universitas Sumatera Utara

0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %.
Sesudah empat jam penurunan sebesar 0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10
mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Penurunan
kadar Mn pada Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit dilanjutkan dengan
saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan sebesar 0,0 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah
dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan
persentasi penurunan 100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan
perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah empat
jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan
persentasi penurunan 100 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan
perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Penurunan kadar
Mn pada Alat 3 (saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan
sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan
0,0 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,0 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar
0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %. Sesudah tiga jam penurunan sebesar 0,10
mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0 mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %.
Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,10 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,0
mg/l dan persentasi penurunan 0,0 %. Sesudah lima jam penurunan sebesar 0,0 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,10 mg/l dan persentasi penurunan 100 %.
Pada percobaan kedua terdapat penurunan kadar Mn pada Alat 1(aerasi 2 tingkat
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan
sebesar 0,05 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,03 mg/l dan persentasi penurunan
37,49 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,01 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,06 mg/l dan persentasi penurunan 77,88 %. Sesudah tiga jam penurunan
sebesar 0,02 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan
70,44 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,03 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan 63,57 %. Sesudah lima jam penurunan
sebesar 0,02 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,06 mg/l dan persentasi penurunan
74,48 %. Penurunan kadar Mn pada Alat 2 (aerasi 2 tingkat dengan kombinasi zeolit
dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit) sesudah satu jam penurunan

IV-17
Universitas Sumatera Utara

sebesar 0,00 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,07 mg/l dan persentasi penurunan
93,39 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,01 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,06 mg/l dan persentasi penurunan 83,85 %. Sesudah tiga jam penurunan
sebesar 0,03 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan persentasi penurunan
55,51 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar
sebesar 0,03 mg/l dan persentasi penurunan 42,50 %. Sesudah lima jam penurunan
sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan persentasi penurunan
48,85 %. Penurunan kadar Mn pada Alat 3(saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit)
sesudah satu jam penurunan sebesar 0,02 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,05
mg/l dan persentasi penurunan 71,13 %. Sesudah dua jam penurunan sebesar 0,02 mg/l
dengan perbedaan kadar sebesar 0,05 mg/l dan persentasi penurunan 63,89 %. Sesudah
tiga jam penurunan sebesar 0,04 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,04 mg/l dan
persentasi penurunan

51,10 %. Sesudah empat jam penurunan sebesar 0,04 mg/l

dengan perbedaan kadar sebesar 0,03 mg/l dan persentasi penurunan 44,54 %. Sesudah
lima jam penurunan sebesar 0,05 mg/l dengan perbedaan kadar sebesar 0,02 mg/l dan
persentasi penurunan 32,96 %.
Gambar 4.8 menunjukkan grafik efisiensi penurunan kadar mangan (Mn) sesudah
melewati alat penyaring air. Dari grafik tersebut dapat dilihat efisiensi penurunan Mn
terbesar ialah 100% pada percobaan pertama dengan menggunakan semua alat dan
93,39% pada percobaan kedua yang menggunakan alat 2 yaitu aerasi 2 tingkat dengan
kombinasi zeolit dilanjutkan dengan saringan pasir, karbon aktif, dan zeolit.

Penurunan Kadar Mn (%)

120,00%
100,00%
Alat 1

80,00%

Alat 1'
60,00%

Alat 2
Alat 2'

40,00%

Alat 3
Alat 3'

20,00%
0,00%
1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.8 Efisiensi penurunan kadar Mn sesudah melewati alat penyaring air
IV-18
Universitas Sumatera Utara

Penurunan kadar Mn baik dalam percobaan pertama maupun percobaan kedua dapat
dikatakan baik dan efisien. Meskipun pada percobaan pertama terdapat lima hasil uji
kadar Mn sesudah melewati alat penyaring yang belum berubah atau sama dengan
kadar Mn sebelum penyaringan. Alat penyaring air lebih efisien dalam menurunkan
kadar Mn bila dibangdingkan dengan penurunan kadar Fe. Grafik penurunan kadar Mn
dapat dilihat pada Gambar 4.9.
0,12

Kadar Mn (mg/l)

0,10
Alat 1

0,08

Alat 2
Alat 3

0,06

Alat 1'
Alat 2'

0,04

Alat 3'
0,02

0,00
Input

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

Gambar 4.9 Grafik penurunan kadar Mn
4.7. Pembahasan Hasil Uji Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
Kadar besi (Fe) sebelum penyaringan ialah 0,72 mg/l (percobaan pertama) dan 0,5084
mg/l (percobaan kedua). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar Besi (Fe) tidak memenuhi
baku mutu air minum (0,3 mg/l) bahkan baku mutu air bersih (0,5 mg/l) dalam
Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. Sedangkan untuk kadar Mangan (Mn)
sebelum penyaringan ialah 0,10 mg/l (percobaan pertama) dan 0,0830 mg/l (percobaan
kedua). Hasil tersebut sudah berada di bawah baku mutu air minum dalam Permenkes
No.492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu 0,4 mg/l namun tetap dapat dilihat penurunan kadar
Mn pada tiap-tiap alat sesudah pengolahan.
Dalam menurunkan kadar Fe dan Mn, zeolit lebih efektif dibandingkan dengan karbon
aktif dan pasir. Sedangkan karbon aktif lebih efektif dibandingkan pasir.

Hal ini

menjadi pertimbangan peneliti dalam meletakkan susunan media dari bawah ke atas

IV-19
Universitas Sumatera Utara

yaitu pasir, karbon aktif, dan zeolit. Sejalan dengan penelitian Handarbeni (2013) yang
mengatakan keefektifan susunan media filter (dari atas ke bawah) pasir silika-zeolitarang aktif sebesar 91,83%, zeolit-arang aktif-pasir silika sebesar 93,56% dan arang
aktif-pasir silika-zeolit sebesar 92,29%.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan ternyata alat 1, alat 2, dan alat 3 mampu
menurunkan kadar Fe dan Mn pada air sumur bor I Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
meskipun penurunan kadar Fe dan Mn masih belum maksimal dan belum memenuhi
baku mutu air minum. Penurunan kadar Fe dan Mn yang belum maksimal ini dapat
disebabkan, oleh (1) rentang ukuran partikel zeolit yang terlalu besar yaitu ≤10 mm
menyebabkan adanya perbedaan jumlah zeolit dan ukurannya pada tiap alat, (2) luas
permukaan zeolit yang kecil dikarenakan ukuran zeolit yang masih besar sehingga daya
adsorpsi zeolit rendah, (3) ketebalan tiap-tiap media yang belum memadai (4) pasir dan
zeolit yang tidak diaktivasi terlebih dahulu (5) partikel Fe dan Mn masih bersifat larut
dalam air sehingga tidak tertahan pada media.
Rahman dan Hartono (2004) mengatakan ada beberapa sebab mengapa efektivitas zeolit
untuk menurunkan Fe masih rendah, yaitu (1) ukuran zeolit masih besar sehingga luas
permukaanya kecil yang mengakibatkan daya adsorpsi zeolit masih rendah, (2) karena
ukuran zeolit besar maka jumlah zeolit yang dapat dipakai dalam kolom hanya sedikit;
artinya rasio zeolit terhadap air di dalam kolom menjadi kecil, (3) zeolit yang dipakai
tidak diaktivasi terlebih dahulu, kecuali dicuci dengan akuades.
Keefektifan penuranan kadar Fe dan Mn lebih teruji dengan menggunakan zeolit yang
sudah diaktivasi terlebih dahulu. Seperti pada penelitian Hardini dan Karnaningroem
(2011) yang melakukan uji filter dengan menggunakan media mangan zeolit dan karbon
aktif. Mangan zeolit ialah zeolit yang sudah diaktivasi terlebih dahulu.Diamater media
karbon aktif ialah 1 mm dan mangan zeolit ialah 2 mm. Perbandingan media ialah 1:1
dengan ketebalan 40 cm dapat menurunkan kadar Fe dari 1 mg/l menjadi 0,024 mg/l
atau dengan efisensi penyisihan sebesar 90,31% dan kadar Mn dari 1 mg/l menjadi
0,016 mg/l atau dengan efisensi penyisihan sebesar 97,62%.
Kemampuan zeolit sebagai adsorben untuk menghilangkan mangan dari dalam air lebih
besar dibandingkan dengan karbon aktif (Rahmawati, 2009). Daya serap karbon aktif

IV-20
Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh sifat serapan, suhu, pH, dan waktu kontak (Sembiring, 2003). Hardini
dan Karnaningroem (2011) mengatakan dalam penelitiannya bahwa semakin tebal
media karbon aktif dan zeolit maka efisiensi penyisihan semakin tinggi. Semakin lama
waktu kontak maka semakin banyak kesempatan partikel karbon aktif untuk
bersinggungan dengan logam besi yang terikat di dalam pori-pori karbon aktif
(Asbahani, 2013).
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Panigoro dkk (2015) yang telah menganalisis
kadar Fe dan Mn pada air sumur setelah dilakukan proses penyaringan berdasarkan
ketebalan pasir 40 cm dan karbon aktif 20 cm dengan efektifitas penyisihan kadar Fe
sebesar 91,87% dan kadar Mn sebesar 96,21%. Serta pada ketebalan pasir 80 cm dan
karbon aktif 40 cm dengan efektifitas penyisihan kadar Fe sebesar 98,12% dan kadar
Mn sebesar 97,09%.
Semakin besar ketebalan pasir dan karbon aktif yang digunakan, maka semakin tinggi
juga penurunan kadar Fe dan Mn yang terjadi selama air mengalir melewati pori-pori
media penyaring. Tetapi penurunannya tidak beraturan atau tidak sama setiap
sampelnya bisa saja dipengaruhi oleh faktor luar (Panigoro dkk, 2015). Adapun
beberapa

faktor

yang

mempengaruhi efektivitas saringan pasir

antara lain

(Kusnoputranto, 1994) :
1. Jenis Pasir
Pasir yang baik adalah pasir yang banyak mengandung SiO2 dan sebelum
pemakaian, pasir harus dicuci terlebih dahulu untuk menghindari adanya kotoran
yang dapat menurunkan kualitas air dalam pasir.
2. Diameter Pasir
Adalah ukuran garis tengah yang dipakai dalam menentukan besar kecilnya butiran
pasir dalam media saring. Diameter pasir merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan keefektifan media saring yang digunakan. Jika diameter pasir terlalu
kecil, maka cenderung akan capat sumbat. Jika diameter pasir terlalu tebal, maka
padatan-padatan serta bakteri tetap dapat melewati celah-celah antara butiran pasir
tersebut.

IV-21
Universitas Sumatera Utara

3. Ketebalan Pasir
Ketebalan pasir harus cukup untuk menghilangkan bakteri dan untuk menjamin
kecepatan rata-rata penyaringan. Semakin tebal lapisan pasir, maka luas permukaan
partikel-partikel semakin besar dan jarak yang harus ditempuh oleh permukaan air
semakin panjang sehingga air yang dihasilkan akan semakin baik kualitasnya.
4. Lama Penahanan Media
Bila proses penyaringan