Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

BAB II
ASPEK HUKUM PERJANJIAN BORONGAN DAN PROYEK
SWAKELOLA
A. Perjanjian Borongan dalam Hukum Positif di Indonesia
1

Pengertian dan Unsur-unsur Perjanjian Borongan
a. Pengertian Perjanjian Borongan
Hukum kontrak merupakan bagian hukum privat. Hukum ini
memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan sendiri (self
imposed

obligation).

Dipandang

sebagai

hukum

privat


karena

pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam
kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak. 66
Kontrak dalam bentuk yang paling klasik dipandang sebagai ekspresi
kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian.
Paradigma baru hukum kontrak timbul dari dua dalil dibawah ini :
1) Setiap

perjanjian

kontraktual

yang

diadakan

adalah


sah

(geoorloofd);dan
2) Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan secara bebas adalah
adil dan memerlukan sanksi undang-undang. 67

66

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm 21.
67
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Pascasarjana FHUI, 2003), hlm 81.

Universitas Sumatera Utara

Kontrak dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai “perjanjian”.
Meskipun demikian, apa yang dalam bahasa Indonesia disebut perjanjian,
dalam bahasa Inggris tidak selalu sepadan dengan contract 68. Istilah
contract digunakan dalam kerangka hukum Internasional publik, yang
kita sebut “perjanjian”, dalam bahasa Inggris sering kali disebut treaty

atau kadang-kadang juga covenant. Sejauh yang dapat kita ketahui, tidak
pernah ada dua pihak swasta atau lebih memuat treaty atau covenant,
sebaliknya tidak pernah terekam dua negara yang diwakili oleh
pemerintah masing-masing membuat suatu contract. 69
Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dimana masing-masing pihak yang ada didalamnya dituntut untuk
melakukan satu atau lebih prestasi. 70 Menurut Subekti, suatu perjanjian
merupakan “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain,
atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 71
R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah “perbuatan hukum

68

Anggiat Simamora, “Legal Drafting : Draft Kontrak”, makalah disampaikan dalam
bimbingan profesi sarjana hukum pertamina, (Jakarta : 2001), hlm 2, sebagaimana dikutip dalam
Adrian Sutedi, Op.Cit. hlm 23.
69
Ibid
70
Hikmahanto Juwana, Teknik Pembuatan dan Penelaahan Kontrak Bisnis, (Jakarta :

Pascasarjana FH-UI, 2003), hlm 1.
71
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 2001), hlm 36.(untuk
selanjutnya disebut R. Subekti 3)

Universitas Sumatera Utara

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 72
Menurut Tan Kamello, Perjanjian adalah “suatu hubungan hukum
antara dua orang atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat dengan
tujuan untuk menimbulkan akibat hukum”. Pengertian perjanjian atau
kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah
a) Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian.
b) Tidak tampak asas konsensualisme, dan
c) Bersifat dualisme.
Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya

disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun
disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus
dicari dalam doktrin. Jadi menurut doktrin (teori lama) yang disebut
perjanjian adalah “Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum” 73

72

R. Setiawan, Hukum Perikatan-perikatan pada umumnya, (Bandung : Bina Cipta, 1987),

hlm 49.
73

Salim H.S, Hukum Kontrak ; Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), hlm 25.

Universitas Sumatera Utara

Definisi ini, telah tampak adanya asas konsesualisme dan timbulnya
akibat hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur-unsur

perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai berikut :
(1)Adanya perbuatan hukum.
(2)Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang.
(3)Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan.
(4)Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau
lebih.
(5)Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling
bergantung satu sama lain.
(6)Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
(7)Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain
atau timbal balik, dan
(8)Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan
perundang-undangan. 74
Menurut teori baru yang dikemukan oleh Van Dunne, yang diartikan
dengan perjanjian adalah “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Teori
baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga
harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga
tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru yaitu :
(a) Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.

(b)Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak.
(c) Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

74

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Charles L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan Contract is “ An
agreement between two or more persons not merely a shared belief, but
common understanding as to something that is to be done in the future by
one or both of them”. 75 Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara
dua orang atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara
bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa
mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga
menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi
dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu :

1} The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan
tentang fakta antara kedua belah pihak).
2} The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis)
3} The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang
yang berhak dan berkewajiban untuk membuat : (1) kesepakatan
dan (2) persetujuan tertulis).
Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan
diatas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang
perorangan. Tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang
membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek
hukum.

Dengan

demikian,

definisi

itu


perlu

dilengkapi

dan

disempurnakan.

75

Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal, Problems in Contract Law : Case and Materials,
(Boston/Toronto/London : Little Brown and Company,1993), p 2. Sebagaimana dikutip dalam Salim
H.S, Ibid., hlm 26

Universitas Sumatera Utara

Menurut Salim H.S. bahwa kontrak atau perjanjian merupakan :
“Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum
yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
telah disepakatinya”. 76
Unsur-unsur yang tercantum definisi yang terakhir ini adalah sebagai
berikut : 77
a} Adanya hubungan hukum
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
b} Adanya subjek hukum
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban
c} Adanya prestasi
Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak
berbuat sesuatu.
d} Dibidang harta kekayaan.
b Bentuk-bentuk Perjanjian
Menurut

Subekti,

Undang-undang


membagi

perjanjian

untuk

melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 78
1) Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu.
2) Perjanjian kerja/perburuhan
3) Perjanjian pemborongan pekerjaan.
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah “suatu pihak
menghendaki dari pihak lawannya dilakukan suatu pekerjaan untuk
mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah,
76

Ibid., hlm 27
Ibid.
78
R. Subekti (1), Op.Cit, hlm 57.
77

Universitas Sumatera Utara

sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama
sekali terserah kepada pihak lawan itu” 79.
Perjanjian kerja/perburuhan adalah “suatu perjanjian antara seorang
“buruh” dengan seorang “majikan” dimana perjanjian ditandai oleh ciriciri : adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya
suatu “hubungan diperatas” (bahasa Belanda “dienstverhouding”) yaitu
hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak
memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh orang lain. 80
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah “suatu perjanjian antara
seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain
(pihak yang memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki
sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas
pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan. 81
Ketiga perjanjian tersebut memiliki persamaan yaitu “bahwa pihak
yang satu melakukan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima
upah”, sedangkan perbedaan antara perjanjian kerja dengan perjanjian
pemborongan dan perjanjian menuaikan jasa yaitu “bahwa dalam

79

Ibid.
Ibid., hlm 58.
81
Ibid.
80

Universitas Sumatera Utara

perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi”. Sedang pada perjanjian
pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa ada koordinasi. 82
Mengenai perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian
menunaikan jasa yaitu “bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa
mewujudkan

suatu

karya

tertentu

sedangkan

dalam

perjanjian

menunaikan jasa berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan
sebelumnya”. 83
Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip
dengan perjanjian lain yaitu “perjanjian kerja dan perjanjian melakukan
jasa dengan sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui
untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran
tertentu”. 84
Perbedaannya satu dengan yang lain ialah “bahwa pada perjanjian
kerja terdapat hubungan kedinasan/kekuasaan antara buruh dan majikan”.
Pada pemborongan pekerjaan dan perjanjian melakukan jasa tidak ada
hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang
tugasnya secara mandiri, sedangkan perbedaannya dengan perjanjian
melakukan jasa ialah “bahwa pada perjanjian untuk melakukan jasa
pembayaran dilakukan dengan

imbalan pembayaran upah yang tidak

82

F.X. Djumialdi, Hukum Bangunan : Dasar-dasar hukum dalam proyek dan sumber daya
manusia, Cet-I, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996), hlm 5. (untuk selanjutnya disebut F.X. Djumialdi
2)
83
Ibid.,hlm 6
84
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan,
(Yogyakarta : Liberty, 1982), hlm 52.

Universitas Sumatera Utara

dipersetujukan lebih dahulu antara para pihak, melainkan ditentukan
berdasarkan tarif yang layak, sedang pada perjanjian kerja dan perjanjian
pemborongan pembayaran dipersetujukan sebelumnya antara para
pihak. 85
Sebagai bentuk perjanjian tertentu maka perjanjian pemborongan tidak
terlepas dari ketentuan-ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam title
I sampai dengan title IV buku III KUHPerdata. Didalam buku ke III
KUHPerdata diatur mengenai ketentuan-ketentuan umum dari perjanjian
yang berlaku terhadap semua perjanjian, yaitu perjanjian-perjanjian yang
diatur dalam KUHPerdata maupun jenis perjanjian baru yang belum ada
aturannya dalam Undang-Undang. Sebagai dasar perjanjian pemborongan
bangunan diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata dengan definisi yaitu
Pemborongan pekerjaan adalah “perjanjian, dengan mana pihak yang
satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak memborongkan, dengan menerima
suatu harga yang ditentukan”.
Menurut R. Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk)
ialah “suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan
pihak lainnya melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran
upah yang ditentukan pula”. 86 Pemborongan pekerjaan merupakan

85

Ibid., hlm 53.
R. Subekti (3), Op.Cit, hlm 174

86

Universitas Sumatera Utara

persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah
uang sebagai harga hasil pekerjaan.
Definisi perjanjian pemborongan disini kurang tepat menganggap
bahwa perjanjian pemborongan adalah “perjanjian sepihak sebab si
pemborong

hanya

mempunyai

kewajiban

saja

sedangkan

yang

memborongkan hak saja”. Sebenarnya perjanjian pemborongan adalah
perjanjian timbal balik hak dan kewajiban. 87
Dengan demikian definisi perjanjian pemborongan yang benar sebagai
berikut : pemborongan pekerjaan adalah “suatu persetujuan dengan mana
pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan, sedang pihak yang lain yang memborong, mengikatkan
diri untuk membayar suatu harga ditentukan. 88
Dari definisi diatas dapat dikatakan : 89
a) Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata
lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak
saja yaitu : Pihak kesatu disebut yang memborongkan/prinsip/
bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan sebagainya. Pihak kedua
disebut pemborong/kontraktor/rekanan/annemer/pelaksana dan
sebagainya
b) Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatu
karya (het maken van werk)

87

F.X. Djumialdi (2), Op.Cit, hlm 4
Ibid.
89
Ibid., hlm 5
88

Universitas Sumatera Utara

Didalam KUHPerdata, ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan
berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta
maupun pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan dalam
KUHPerdata bersifat pelengkap. Artinya ketentuan-ketentuan perjanjian
pemborongan dalam KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam
perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan
dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal
tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan. Apabila para pihak perjanjian pemborongan
membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pemborongan
maka ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata dapat melengkapi apabila
ada kekurangannya. 90
Dalam dunia proyek, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut
dengan perjanjian pemborongan. Dimana istilah pemborongan dan
konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborong
memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini
disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang
dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga
berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum
kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah
hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan.
90

Ibid., hlm 7

Universitas Sumatera Utara

Menurut Pasal Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, Kontrak kerja konstruksi adalah “keseluruhan
dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”. Sehingga
dalam penyelenggaraan pengadaan di bidang konstruksi di Indonesia
telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segisegi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mengatur
pengadaan jasa konstruksi. 91
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan
menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak
yang membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara
pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam
bidang konstruksi. Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban
diantara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak
ditandatanganinya kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia
jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus
ada dalam kontrak konstruksi adalah : 92
(1)Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa.
(2)Adanya objek, yaitu konstruksi.
91

Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 213
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,
2010), hlm 91.
92

Universitas Sumatera Utara

(3)Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa.
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 telah menggunakan istilah “pekerjaan
konstruksi”, penggunaan istilah ini berbeda dengan yang digunakan
dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Dari sisi terminologi,
istilah jasa pemborongan tidak tepat, sebab sejak berlakunya Undangundang Nomor 18 tahun 1999 istilah ini tidak digunakan lagi. 93 Jenis
kontrak dengan objek pekerjaan jasa konstruksi adalah kontrak kerja
konstruksi dan bukan kontrak pemborongan bangunan sebagaimana lazim
digunakan sebelum lahirnya undang-undang ini. 94
Kontrak kerja konstruksi meliputi tiga bidang pekerjaan, yaitu
perencanaan,

pelaksanaan

dan

pengawasan. 95

Pada

prinsipnya,

pelaksanaan masing-masing jenis pekerjaan ini harus dilakukan oleh
penyedia jasa secara terpisah dalam suatu pekerjaan konstruksi.
Tujuannya adalah untuk menghindari konflik kepentingan. Dengan
demikian tidak dibenarkan ada perangkapan fungsi, misalnya pelaksana
konstruksi merangkap konsultan pengawas atau konsultan perencana
merangkap pengawas. 96 Perkecualian terhadap prinsip ini dimungkinkan

93

Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 214
Pasal 22 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
95
Pasal 16 Ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
96
Yohanes Sogar Simamora, Loc. Cit
94

Universitas Sumatera Utara

untuk pekerjaan yang bersifat kompleks, memerlukan teknologi canggih
serta mengandung resiko besar, seperti pembangunan kilang minyak,
pembangkit tenaga listrik dan reaktor nuklir. 97
Cakupan atau layanan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 15 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 adalah
seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan konstruksi menurut
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 meliputi 3 (tiga) bidang
pekerjaan yakni : perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi.
Penggunaan istilah ini lebih sesuai dan menunjukkan konsistensi dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi sebagai
produk hukum yang lebih tinggi menyangkut bidang konstruksi.
c Unsur-unsur Perjanjian Pemborongan
Dalam perjanjian pemborongan selain dikenal pihak-pihak yang terkait
dalam perjanjian pemborongan atau pihak-pihak dalam perjanjian
pemborongan yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong,
dikenal juga pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan.
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan
dibedakan antara pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian
pemborongan dan pihak-pihak yang tidak langsung terkait dalam

97

Pasal 16 Ayat (3) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta
penjelasannya.

Universitas Sumatera Utara

perjanjian pemborongan seperti buruh/tenaga kerja, leveransir dan
sebagainya. 98
Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian
pemborongan disebut peserta dalam perjanjian pemborongan yang terdiri
dari unsur-unsur : 99
1) Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas
dan sebagainya.
2) Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya.
3) Perencana/Arsitek
4) Direksi/Pengawas
Berikut penjelasan dari unsur-unsur perjanjian pemborongan :
a) Yang Memborongkan
Yang memborongkan dapat berupa perorangan maupun badan hukum
baik pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah
sebagai pihak yang memborongkan adalah Departemen atau lembaga
pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai
rencana/prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat
Perjanjian Pembrongan/Kontrak dan apa yang tercantum dalam
bestek dan syarat-syarat. Yang memborongkan dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan akan menunjuk seorang wakil yang
memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin proyek/pemimpin
bagian proyek/Kepala kantor/Kepala satuan kerja. 100
b) Pemborong
Pemborong/Kontraktor Bangunan adalah perusahaan-perusahaan yang
bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang
bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan (Dewan Teknis
Pembangunan Indonesia). Pemborong bisa perorangan maupun badan

98

F.X. Djumialdi (2), Op.Cit, hlm 23
Ibid.
100
Ibid., hlm 24
99

Universitas Sumatera Utara

hukum, baik pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek
pemerintah, pemborong harus berbadan hukum. 101
Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong
diatur sebagai berikut : 102
(1)Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya
pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan
kedinasan.
(2)Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan
pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut
perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan,
surat perintah kerja, surat perjanjian kerja/kontrak.
(3)Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak
swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian
pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat
perintah kerja, surat perjanjian pemborongan/kontrak.
c) Perencana/Arsitek
Perencana dapat dari pihak pemerintah ataupun swasta (konsultan
perencana). Perencana merupakan peserta namun bukan merupakan
pihak dalam perjanjian. Perencana hanya mempunyai hubungan
hukum dengan si pemberi kerja yang ditentukan atas dasar perjanjian
tersendiri diluar perjanjian pemborongan. Hubungan kerja antara
perencana dengan pemberi kerja pada pokoknya adalah bahwa
perencana bertindak sebagai penasehat dan sebagai wakil boowheer
dan melakukan pengawasan mengenai pelaksanaan pekerjaan. 103
d) Direksi/Pengawas
Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong.
Disini pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan
pekerjaan,
memeriksa
bahan-bahan,
waktu
pembangunan
berlangsung dan akhirnya membuat penilaian opname dari pekerjaan.
Selain itu, pada waktu pelelangan pekerjaan, direksi bertugas sebagai
panitia pelelangan yaitu : mengadakan pengumuman pelelangan yang
akan dilaksanakan, memberikan penjelasan mengenai RKS (Rencana
101

Ibid., hlm 26
Ibid., hlm 29
103
J.A Mukumoko, Op. Cit, hlm 2.

102

Universitas Sumatera Utara

Kerja
dan
Syarat-syarat)
untuk
pemboronganpemborongan/pembelian dan membuat berita acara penjelasan,
melaksanakan pembukuan surat penawaran dan membuat surat berita
acara pembukuan surat penawaran, mengadakan penilaian dan
menetapkan calon pemenang serta membuat berita acara hasil
pelelangan dan sebagainya. Hubungan direksi dengan pemberi tugas
dituangkan dengan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819
KUHPerdata). 104
Hubungan

hukum

antara

direksi/pengawas

dengan

yang

memborongkan diatur sebagai berikut : 105
(1)Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak
pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan
kedinasan.
(2)Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan
pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian
pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang
memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah
pihak direksi (swasta)
(3)Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak
swasta maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian
kuasa.
Keempat unsur tersebut diatas sesuai dengan

perkembangan dan

kemajuan teknologi sebaiknya terpisah satu sama lain sehingga hasil
pekerjaan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Jika keempat unsur
tersebut ada didalam satu tangan disebut swakelola/eigenbeheer. Proyekproyek pemerintah yang dilakukan secara swakelola seperti : 106
(a) Proyek yang tidak bisa ditunda-tunda karena adanya bencana alam.

104

F.X. Djumialdji (1), Op.Cit, hlm 12
F.X. Djumialdji (2), Op. Cit, hlm 34
106
Ibid., hlm 24
105

Universitas Sumatera Utara

(b)Proyek-proyek yang sifatnya menyangkut segi keamanan seperti
gudang

penyimpanan

senjata,

percetakan

uang

negara

dan

sebagainya.
(c) Tidak adanya pemborong yang mau mengerjakan proyek tersebut

2. Syarat sah Perjanjian Borongan
Salah satu persoalan penting di dalam hukum perjanjian atau kontrak
adalah penentuan keabsahan suatu perjanjian. Tolok ukur keabsahan
perjanjian tersebut di dalam sistem hukum perjanjian Indonesia
ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 107
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya
suatu perjanjian yaitu : 108
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (de toesteming van
degenen die zich verbinden).
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (de bekwaamheid om
eene verbintenis aan te gaan).
c. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp) ; dan
d. Suatu sebab yang halal (eene geoorloofde oorzaak).
Keempat syarat tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam : 109

107

Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia ; Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama), Cet II, (Yogyakarta : FH UII Press, 2014), hlm 167
108
Ibid., hlm 168
109
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Cet I, (Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 93

Universitas Sumatera Utara

1) Dua syarat pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang
mengadakan perjanjian (syarat subyektif), dan
2) Dua syarat pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan
obyek perjanjian (syarat obyektif).
Syarat subyektif mencakup adanya syarat kesepakatan secara bebas
dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang
melaksanakan perjanjian. Sedangkan syarat obyektif merupakan obyek
yang diperjanjikan, dan causa dari obyek berupa prestasi yang disepakati
untuk dilaksanakan. 110
Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari ke empat syarat tersebut
menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian diancam dengan
kebatalan, baik dalam bentuk dibatalkan (jika terdapat pelanggaran
terhadap syarat subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak
terpenuhinya syarat obyektif). 111
Berikut penjelasan dari 4 (empat) syarat perjanjian :
(a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna
bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada
persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing,
yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan,kekeliruan

110

Ibid., hlm 94
Ibid.

111

Universitas Sumatera Utara

dan penipuan. 112 Persetujuan mana dapat dinyatakan secara tegas
maupun secara diam-diam. 113
Menurut Mariam Darus Badrulzam, bahwa :
“Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka
berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan
kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang
mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overenstemende wisverklaring) antara para pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie) 114
Yang dimaksud dengan dengan kesepakatan dalam hal ini adalah
kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian diantaranya yang
memborongkan

(bouwheer)

dengan

pemborong/kontraktor.

Kesepakatan dalam hal perjanjian upah borong dilakukan antara bapak
FL selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang
dengan pihak swasta selaku pemborong yang dilakukan oleh WP.
Kesepakatan terjadi ketika adanya proses negoisasi yang dilakukan
para pihak. Negoisasi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh
pihak-pihak

yang

akan

berkontrak

dengan

maksud

untuk

mempertemukan perbedaan-perbedaan maksud dan tujuan dari
masing-masing pihak berkontrak untuk masuk pada suatu bentuk yang
112

Paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling) dan penipuan (bedrog) merupakan 3 hal yang
mengakibatkan kesepakatan tidak sempurna (Pasal 1321 sd 1328 KUHPerdata)
113
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung : PT. Alumni,
2006), hlm 205-206
114
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 2000), hlm
73.

Universitas Sumatera Utara

dapat disepakati oleh masing-masing pihak berkontrak tersebut sebagai
suatu kewajiban yang harus dipenuhinya. Pada sisi lain akan
memberikan konsekuensi hak kepadanya.
(b)Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan
perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal
pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan
untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. 115
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang tidak cakap
membuat suatu perjanjian adalah :
1} Orang yang belum dewasa.
2} Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
3} Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Akibat hukum dari ketidakcakapan adalah bahwa perjanjian yang
telah dibuat dan dapat di mintakan pembatalannya kepada hakim.
Yang dimaksud dengan kecapakan dalam hal ini adalah keabsahan
untuk bertindak sebagai para pihak dalam perjanjian pemborongan.
Dalam perjanjian pemborongan ini dilakukan berdasarkan orang yang
cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang sudah dewasa. Untuk menentukan ukuran kedewasaan seseorang

115

Riduan Syahrani, Op.Cit, hlm 208.

Universitas Sumatera Utara

ditentukan dengan orang tersebut sudah berumur 21 tahun dan atau
orang tersebut sudah pernah kawin.
(c) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang/jasa yang menjadi
obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata ditentukan
bahwa “barang-barang yang bisa dijadikan obyek perjanjian hanyalah
barang-barang yang dapat diperdagangkan”. Lazimnya barang-barang
yang diperdagangkan untuk kepentingan umum, dianggap sebagai
barang-barang diluar perdagangan sehingga tidak dapat dijadikan
obyek perjanjian. Sedangkan menurut Pasal 1333 KUHPerdata ayat (1)
menyebutkan bahwa “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”.
Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari
ditentukan atau dihitung. 116 Yang dimaksud dengan suatu halal
tertentu dalam hal ini adalah perjanjian untuk melakukan program
rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan.
(d)Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk
sahnya perjanjian. Melihat ketentuan dalam Pasal 1335 KUHPerdata
menyatakan bahwa “suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah

116

Pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara

dibuat karena sesuatu yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai
kekuatan”.
Perjanjian tanpa sebab apabila perjanjian itu dibuat dengan tujuan
yang tidak pasti atau kabur. Perjanjian yang dibuat karena sebab yang
palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai
dalam perjanjian tersebut. Akhirnya, Pasal 1337 KUHPerdata
menentukan bahwa “sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum”. 117 Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal
akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum. Untuk menyatakan
demikian, diperlukan formalitas tertentu, yaitu dengan putusan
pengadilan. Yang dimaksud dalam suatu sebab halal dalam hal ini
adalah untuk melakukan rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan.
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Borongan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sangat menekankan sekali pada
pentingnya penentuan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak yang
berkewajiban. Kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu

117

Undang-undang yang dimaksudkan disini adalah undang-undang dalam arti materiil yaitu
semua peraturan yang mengikat kepada masyarakat. Kesusilaan mempunyai pengertian yang sangat
relatif dan tidak sama wujudnya di seluruh dunia, melainkan bergantung kepada sifat-sifat yang hidup
dalam suatu masyarakat dan negara. Demikian juga dengan ketertiban umum pun sangat relatif,
sehingga larangan causa yang bertentangan dengan ketertiban umum amat sukar ditetapkan. Sampai
sejauh mana kepentingan masyarakat terinjak-injak akibat suatu perjanjian sehingga dikatakan
perjanjian itu melanggar ketertiban umum harus dinilai secara kasuistis. Sebagaimana dikutip dalam
Riduan Syahrani, Op.Cit, hlm 212.

Universitas Sumatera Utara

dan atau untuk tidak melakukan sesuatu disebut dengan prestasi.118
Prestasi untuk melaksanakan kewajiban diatas memiliki dua unsur
penting. Pertama berhubungan dengan persoalan tanggung jawab atas
pelaksanaan prestasi oleh pihak yang berkewajiban (schuld). Kedua
berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban dari harta
kekayaan pihak yang berkewajiban tanpa memperhatikan siapa pihak
yang berkewajiban untuk memenuhi kewajiban (haftung).
Pada umumnya dalam setiap perikatan, pemenuhan prestasi yang
berhubungan dengan kedua hal tersebut (schuld dan haftung) terletak di
pundak salah satu pihak dalam perikatan, yang pada umumnya disebut
“debitur”. 119 Jadi setiap pihak yang berkewajiban untuk memenuhi
perikatan,

juga

dapat

dimintakan

pertanggungjawabannya

untuk

memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya berdasarkan pada
perikatan yang lahir dari hubungan hukum diantara para pihak.
Walau demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa terdapat
hubungan hukum, dimana pemenuhan prestasinya tidak dapat dituntu oleh
pihak terhadap siapa kewajiban harus dipenuhi (kreditur) oleh karena
tidak ada harta kekayaannya yang dijaminkan untuk memenuhi perikatan
tersebut. Jadi dalam hal ini tidak dimungkinkan terjadinya perikatan yang
prestasinya ada tetapi tidak dapat dituntut pelaksanaannya (natuurlijke
118

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan pada umumnya, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm 20.
119
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

verbintenis) atau dengan kata lain dimungkinkan terbentuknya perikatan
yang menimbulkan schuld tetapi tanpa haftung. 120
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi yang dijanjikan adalah :
a. Untuk memberikan sesuatu (to geven)
b. Untuk berbuat sesuatu (to doen)
c. Untuk tidak berbuat sesuatu (of nien to doen)
Prestasi ini menimbulkan adanya hak dan kewajiban para pihak.
Misalnya prestasi memberikan sesuatu (to geven) maka pihak yang satu
berkewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering) sesuatu/benda
dan pihak lain berhak menerima benda tersebut. Hal ini diatur di dalam
Pasal 1235 KUHPerdata. Dengan demikian, pemenuhan prestasi
merupakan kewajiban. Prestasi tidak hanya memberikan hak kepada satu
pihak lalu berkewajiban kepada pihak lain, tetapi prestasi memberikan
hak sekaligus kewajiban pada masing-masing pihak.
Disinilah letak keseimbangan dari suatu perjanjian karena sudah
menjadi kebiasaan manusia untuk saling tergantung. Tidak ada manusia
yang rela hidup hanya melaksanakan kewajiban tetapi tidak pernah
menerima hak. Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak secara sah
menjadi tolak ukur hubungan mereka dalam pelaksanaan hak dan
kewajiban dimana mereka sepakati bersama dan berlaku sebagai undangundang

baginya.

Dengan

demikian,

Pasal

1339

KUHPerdata

120

Ibid., hlm 21

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan munculnya hak dan kewajiban bagi para pihak diluar
yang disetujui tetapi dianggap sebagai hak maupun kewajiban
berdasarkan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang yang ada.
Mengenai hak-hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian
pemborongan bangunan hanya sedikit sekali diatur dalam KUHPerdata.
Sebagian besar hak-hak dan kewajiban diatur dalam peraturan standar
pemborongan bangunan AV 1941 (Algemene Voorwarden voor de
uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia) artinya
syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di
Indonesia,

kemudian

diatur

secara

terperinci

dalam

perjanjian

pemborongan, juga dalam bestek dan syarat (rencana kerja dan syarat). 121
AV 1941 ditetapkan dengan surat Keputusan Pemerintah Hindia
Belanda tanggal 28 Mei 1941 No.9. AV 1941 terdiri atas 3 (tiga) bagian
yaitu : 122
1) Bagian kesatu tentang syarat-syarat administratif.
2) Bagian kedua tentang syarat-syarat bahan
3) Bagian ketiga tentang syarat-syarat teknis.
Diluar negeri mengenai hak-hak dan kewajiban antara pemberi tugas
dan pemborong diatur dalam peraturan standarnya, baik peraturan standar
pemborongan yang ditetapkan bersama oleh penguasa dan organisasi

121

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit, hlm 78
F.X. Djumialdji 1, Op. Cit, hlm 4

122

Universitas Sumatera Utara

perusahaan yang bersangkutan, maupun peraturan standar yang
ditetapkan sendiri oleh organisasi perusahaan sendiri tanpa campur tangan
penguasa. 123 Misalnya di Inggris peraturan standar diatur dalam General
Conditions of contract yang bertalian dengan pekerjaan teknik sipil yang
ditetapkan oleh organisasi perusahaan, yaitu the Institution of Civil
Engineers, the Association of Consulting Engineers,dan Federationn of
Civil Engineering Contractors. 124
Di Indonesia hak-hak dan kewajiban dari para pihak yaitu pemberi
tugas dan pemborong, dalam peraturan perundangan yang baru tentang
pemborongan bangunan nanti hendaknya sebanyak mungkin dapat diatur
dalam undang-undang secara khusus, sehingga ketentuan undang-undang
tersebut dapat diterapkan langsung pada perjanjian pemborong bangunan,
manakala dalam perjanjian tersebut tidak mengatur sendiri secara
khusus. 125
Hak dari pemberi tugas adalah berhak atas hasil akhir yang dicapai
oleh pihak pemborong sesuai dengan apa yang diperjanjikan termasuk
jaminan mutu dan kualitas pekerjaan. Sedangkan kewajiban pemberi
tugas adalah membayar jumlah harga borongan sebagaimana yang

123

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Loc. Cit.
Harding Boulton, The Making of business contract, Sweet & Maxwell, Londen, 1972, p.
106, sebagaimana dikutip Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Ibid., hlm 79
125
Ibid.
124

Universitas Sumatera Utara

tercantum dalam kontrak apabila pekerjaan telah diselesaikan sesuai
dengan perjanjian dan pembayaran dilakukan secara bertahap. 126
Hak dari pemborong adalah berhak atas pembayaran sesuai dengan
perjanjian apabila pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya,
sedangkan kewajiban melaksanakan pekerjaan pemborongan sesuai
dengan kontrak, rencana kerja dan syarat-syarat yang telah ditetapkan
(bestek). Bestek adalah uraian tentang rencana pekerjaan dan syarat-syarat
yang ditetapkan disertai dengan gambar. 127
Dalam Lampiran II, III, IV-B,V Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 disebutkan bahwa hak dan kewajiban pihak pengguna barang/jasa
dan pihak penyedia barang/jasa dapat disimpulkan sebagai berikut :
a) Hak dan Kewajiban pihak pengguna/PPK barang/jasa :
(1) Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh
penyedia.
(2) Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia.
(3) Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum
dalam kontrak yang telah ditetapkan kepada penyedia, dan
(4) Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang
dibutuhkan oleh penyedia untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
(5) Mengatur mengenai peralatan dan bahan yang disediakan oleh
pengguna/PPK untuk kebutuhan pelaksanaan pekerjaan oleh
penyedia. Pada saat berakhirnya kontrak, penyedia harus
menyerahkan peralatan dan bahan sisa sesusai dengan instruksi
pengguna/PPK.
b) Hak dan Kewajiban penyedia :
126

Ibid., hlm 80
Ibid.

127

Universitas Sumatera Utara

(1) Berhak menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan
sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak.
(2) Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan
prasarana dari pihak pengguna/PPK barang/jasa untuk
kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
(3) Wajib melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik
kepada pengguna/PPK.
(4) Wajib melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan
dalam kontrak.
(5) Wajib memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan
untuk pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan pengguna/PPK.
(6) Wajib menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal
penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak, dan
(7) Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang memadai
untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi
perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya
akibat kegiatan penyedia.
(8) Penyedia melaksanakan perjanjian dan kewajiban-kewajiban
yang dibebankan kepadanya dengan penuh bertanggungjawab,
ketekunan, efisien dan ekonomis serta memenuhi kriteria teknik
profesional dan melindungi secara efektif peralatan, mesin,
material yang berkaitan dengan pekerjaan dalam kontrak.
(9) Penyedia dalam melaksanakan jasa konsultasi sesuai dengan
hukum yang berlaku di Indonesia. Pengguna/PPK secara
tertulis akan memberitahukan kepada penyedia mengenai
kebiasaan-kebiasaan setempat.
(10) Penyedia tidak akan menerima keuntungan untuk mereka
sendiri dari komisi usaha (trade commision), rabat (discount)
atau pembayaran-pembayaran lain yang berhubungan dengan
kegiatan pelaksanaan jasa konsultasi.
(11) Penyedia setuju bahwa selama pelaksanaan kontrak, penyedia
dinyatakan tidak berwenang untuk melaksanakan jasa
konsultasi maupun mengadakan barang yang tidak sesuai
dengan kontrak.
(12) Penyedia dilarang baik secara langsung atau tidak langsung
melakukan kegiatan yang akan menimbulkan pertentangan
kepentingan (conflict of interest) dengan kegiatan yang
merupakan tugas penyedia.
(13) Tanggung jawab penyedia merupakan ketentuan mengenai halhal pertanggungjawaban penyedia sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

(14) Pemeriksaan keuangan merupakan ketentuan mengenai
kewajiban penyedia untuk merinci setiap biaya-biaya yang
berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian, sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan keuangan. Selain itu, dengan
sepengetahuan penyedia atau kuasanya, pengguna/PPK dapat
memeriksa dan menggandakan dokumen pengeluaran yang
telah diaudit sampai 1 (satu) tahun setelah berakhirnya kontrak.
(15) Ketentuan mengenai dokumen-dokumen yang disiapkan oleh
penyedia dan menjadi hak milik pengguna/PPK : mengatur
bahwa semua rancangan, gambar-gambar, spesifikasi, disain,
laporan dan dokumen-dokumen lain serta software yang
disiapkan oleh penyedia jasa menjadi hak milik pengguna/PPK.
Penyedia, segera setelah pekerjaan selesai atau berakhirnya
kontrak harus menyerahkan seluruh dokumen dan data
pendukung lainnya kepada pengguna/PPK. Penyedia dapat
menyimpan salinan dari dokumen-dokumen tersebut.
- FIDIC Dalam Perjanjian Jasa Konstruksi
FIDIC singkatan dari Federation Internationale des IngenieursConseils (International Federation of Consulting Engineers) didirikan
pada tahun 1913 oleh sekelompok Insinyur dari Perancis dan Swiss.
Yayasan ini ditemukan dalam upaya untuk menciptakan satu set seragam
dokumentasi untuk perjanjian kontrak yang berlaku untuk digunakan
dalam berbagai jenis proyek konstruksi, dan juga untuk menyederhanakan
proses penawaran untuk menjadi lebih “user friendly”. Perlu diingat
bahwa FIDIC kontrak adalah perjanjian antara majikan dan kontraktor. 128
FIDIC ditulis dalam “user friendly” dan bahasa yang sederhana,
dengan struktur yang jelas dan logis. Selain itu, bentuk-bentuk FIDIC

128

Vivaldi
Octavianto
Rosadi,
Gambaran
Umum
Kontrak
FIDIC,
http://viocsa.mhs.narotama.ac.id/2016/04/26/gambaran-umum-dari-bentuk-fidic-kontrak-apa-fidic/,
diakses pada tanggal 09 Agustus 2016 pukul 23:30 WIB

Universitas Sumatera Utara

kontrak konsisten dalam bahasa dan struktur satu sama lain sehingga
mudah dan praktis untuk menyiapkan dua, atau kontrak bahkan lebih
untuk pekerjaan yang sama. Misalnya : majikan-kontraktor dan
kontraktor-subkontraktor. Dengan konflik minimal dan penyesuaian
antara kontrak, pada saaat yang sama, masing-masing kontrak selesai dan
dapat berdiri sendiri. 129
Kontrak kerja berdasarkan FIDIC yaitu : 130
-

Definisi dan Interprestasi
Pada bagian ini berisi mengenai istilah-istilah hukum, pihak-pihak
yang terkait dan penjelasannya di dalam kontrak. Pada bab ini
dijelaskan secara mendetail untuk menghindari adanya kesalahan
interprestasi.

-

Pengawas
Memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi
pengawas untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam bab
ini dijelaskan bahwa pengawas ditunjuk langsung oleh pemberi
kerja untuk mengawasi proyek. Dari mulainya proyek sampai
dengan berakhirnya. Pengawas memiliki tugas untuk
menjembatani antara kontraktor dan pemberi kerja, serta dituntut
untuk bersikap adil dalam menghadapi permasalahn yang timbul.

-

Penggunaan Kontrak dan Pemakaian Subkontraktor
Pada bagian ini menjelaskan tentang :
- Bahwa kontrak kerja yang telah disetujui oleh kedua belah
pihak antara pemberi kerja dan kontraktor tidak dapat
dilaksanakan tanpa persetujuan dari pihak pengawas.

129

Ibid
Zona Atmadilaga, Kontrak Konstruksi, http://kampuzsipil.blogspot.co.id/2012/10/kontrakkonstruksi.html, diakses pada tanggal 09 Agustus 2016 pukul 23:30 WIB
130

Universitas Sumatera Utara

- Bahwa seluruh pekerjaan yang telah disepakati tidak boleh
sepenuhnya diberikan kepada subkontraktor tanpa persetujuan
dari pengawas dan kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya
mengenai hasil pekerjaan subkontraktor. Memuat mengenai
cara penugasan sub kontraktor dalam suatu proyek kewajiban
sub kontraktor.
-

Dokumen Kontrak
Pada bagian ini menjelaskan tentang :
-

-

Bahwa kontrak tunduk sesuai dengan peraturan yang berlaku
pada tempat dimana proyek berada.
Dokumen kontrak yang ada berisikan dokumen-dokumen
pendukung lainnya seperti : spesifikasi, syarat umum, syarat
khusus
Bahwa data-data teknis seperti keadaan lapangan, jenis tanah
dan sebagainya, dibuat oleh kontraktor serta disetujui oleh
pengawas untuk digunakan sebagaimana semestinya.

Prinsip dan norma hukum yang terkait dengan kontrak konstruksi telah
berkembang demikian pesat dan bahkan melahirkan cabang baru yang
merupakan spesialisasi dari hukum kontrak. Perkembangan hukum
kontrak konstruksi ini dalam banyak hal terjadi karena peran dari
organisasi Internasional yang berkecimpung dalam dunia konstruksi
seperti FIDIC (Federation Internasionale Des Ingenieurs Conseils), JCT
(Joint Contract Tribunals), AIA (American Institute of Architects) dan
SIA (Singapore Institute of Architects). 131 Berbagai jenis model kontrak

131

Perbedaannya dengan model hukum PGCS yang diterbitkan oleh UNCITRAL adalah
bahwa sekalipun model hukum ini cakupannya lebih luas yakni meliputi seluruh jenis objek
pengadaan, tetapi dari segi prosesnya model ini hanya menyangkut pengadaan sementara model yang
dihasilkan oleh organisasi Internasional bidang konstruksi, seperti misalnya FIDIC, lebih
komprehensif karena tidak hanya memberikan pedoman aspek pengadaan tetapi juga aspek
kontraknya.

Universitas Sumatera Utara

conditions of contract dan model penyelesaian sengketa kontrak
konstruksi telah diciptakan oleh organisasi-organisasi ini. Dengan tidak
mengesampingkan lembaga yang lain, perhatian terhadap produk modelmodel kontrak yang dirancang dan diterbitkan oleh FIDIC akan sangat
bermanfaat sebagai bahan kajian kontrak pengadaan oleh pemerintah
khususnya yang terkait dengan bidang konstruksi. 132
Dalam kaitan ini FIDIC bahkan secara khusus telah menerbitkan buku
di bidang kontrak konstruksi, yakni : Red Book 133, Yellow Book 134,
Orange Book 135, Silver Book 136, dan Green Book yang masing-masingnya
memuat substansi kontrak konstruksi dalam jenis yang berbeda. Kecuali
green book yang memuat contoh-contoh kontrak konstruksi, keempat
jenis buku yang lain berisi conditions of contracts untuk jenis konstruksi
yang berbeda. 137
Dalam Pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, ada 4
(empat) jenis kontrak yang pembedaannya didasarkan pada cara
pembayaran, pembebanan tahun anggaran, sumber pendanaan dan jenis

132

Dalam praktek penyelenggaraan jasa konstruksi yang dibiayai oleh Bank Dunia, model
FIDIC-lah yang pada umumnya digunakan. Model-model itu seperti Build Operate Transfer (BOT),
Build Own Operate Transfer (BOOT), dan model yang terakhir yakni Desaign Build Finance Operate
(DBFO). Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 216-217
133
Red Book memuat conditions of contracts untuk pekerjaan konstruksi yang berupa civil
engineering.
134
Yellow Book memuat conditions of contracts untuk pekerjaan mekanikal dan elektrikal
termasuk pembangunan tiang pancang (erection).
135
Orange Book untuk kontak tipe design-build dan turn key
136
Silver Book memuat jenis kontrak BOT dan standar baru untuk kontrak turn key.
137
Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 217

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan. Kontrak yang didasarkan pada bentuk cara pembayaran
dibedakan menjadi : kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, kontrak
gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase dan kontrak
terima jadi (turn key). 138
Kontrak yang didasarkan pembebanan tahun anggaran dibedakan
menjadi kontrak tahun tunggal dan kontrak tahun jamak. Untuk kontrak
berdasarkan sumber pendanaan terdapat kontrak pengadaan tunggal,
kontrak pengadaan bersama dan kontrak payung (framework contract).
Sedangkan untuk kontrak yang didasarkan pada jenis pekerjaan
dibedakan menjadi kontrak pengadaan pekerjaan tunggal dan kontrak
pengadaan pekerjaan terintegrasi. 139
4. Upah dalam Perjanjian Borongan
Dalam pelaksanaan setiap

perjanjian yang melibatkan dua pihak

pastilah mempunyai hak dan kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan terlebih dalam menentukan upah
yang mana untuk menentukan upah tersebut ditentukan berdasarkan
kesepakatan yang tertuang dalam isi perjanjian.
Menurut Pasal 1 but

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing Di Indonesia

1 47 91

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi di Kota Medan)

5 78 107

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

2 37 3

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

4 75 129

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

2 38 251

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 42

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Chapter III V

0 0 113

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 5