LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I (1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
SISTEM DISPERSI

NAMA

: Lily Cyntia Fauzi

NPM

: 260110140148

HARI,TANGGAL PRAKTIKUM

: RABU, 13 MEI 2015

ASISTEN

: 1. NURUL ROHMANIASARI
2. ZEFANYA OKTIVINA

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

Abstrak
Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan mengenai system disperse,
yaitu emulsi dan suspense. Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk mengamati
proses sedimentasi pada sediaan suspense dan emulsi, menentukan
redispersibilitas suspense atau emulsi, dan menguji konsistensi (kekentalan)
sediaan gel. Untuk mengamati redispersibilitas dilakukan dengan cara membuat
emulsi atau suspense kemudian diamati proses sedimentasi dalam interval waktu
yang sudah ditentukan. Untuk mengamati proses redispersibilitas dari suspense
atau emulsi tersebut, dilakukan pengocokkan suspense atau emulsi, kemudian
diukur waktu proses sedimentasinya dengan menggunakan stopwatch. Dari
percobaan yang telah dilakukan, didapatkan sedimentasi dari emulsi tragakan +
minyak jarak + tween 80 dan aquadest adalah sebanyak 6ml, sedangkan minyak
jarak dan aquadest tidak memiliki sedimen. Waktu redispersibilitas dari emulsi
yang terbentuk adalah 15 menit 24 detik.


Kata Kunci: system disperse, suspense, emulsi, redispersibilitas,
sedimentasi, minyak jarak, tragakan, tween 80

Abstract

At this experiments conducted experiments regarding disperse systems,
namely emulsions and suspense. The experiment was conducted aiming to
observe the process of sedimentation in suspension and emulsion preparation,
determine re-dispersibility suspension or emulsion, and test the consistency
(viscosity) gel preparations. To observe re-dispersibility done by making an
emulsion or suspension then observed the process of sedimentation within a
specified time interval. To observe the process of the suspension or emulsion redispersibility, conducted by shook suspension or emulsion, then measured the
sedimentation process time using a stopwatch. Of the experiments that have been
conducted, obtained sedimentation of emulsion tragacanth + castor oil + tween 80
and distilled water is as much 6ml, while castor oil and distilled water has no
sediment. Re-dispersibility time of the emulsion is formed is 15 minutes 24
seconds.
Keywords: disperse systems, suspension, emulsion, re-dispersibility,
sedimentation, castor oil, tragacanth, tween 80


SISTEM DISPERSI
I.

II.

Tujuan
1. Mengamati proses sedimentasi pada sediaan suspense dan emulsi.
2. Menentukan redisersibilitas suspense atau emulsi.
3. Menguji konsistensi (kekentalan) sediaan gel.
Prinsip
1. Suspensi
Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel
padat yang tak larut terdispersi dalam medium cair (Anief,1993).
2. Evaluasi sediaan suspensi secara fisik
- Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi
akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum
mengendap.
Vi
F=
Vo

- Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir
dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir
suspensi deflokulasi (Voc)
Volume suspensi flokulasi
ᵝ=
Volume suspensi de f lokulasi
(Nurwulandari,2013).
3. Redispersibilitas
Jika suatu sediaan suspensi menghasilkan endapan dalam
penyimpanan maka endapan tersebut harus terdispersi kembali
sehingga keseragaman dosis terpenuhi (Anjani,2010).
4. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
( Depkes, 1995).
5. Viskositas
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya

III.
IV.


tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan (Dudgale. 1986).
Reaksi
Teori Dasar

Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau
campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai
dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda,
yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang
berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3
sistem disperse (Ridwan, 2012)
Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran
secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.
Tepung kanji bila dimasukan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem
dispersi dengan air sebagai medium pendispersi dan tepung kanji sebagai zat
terdispersi (Henrayani, 2009).
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi.
Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikelpartikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya
diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk

penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata
dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi
molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin et al, 2008).
Dispersi molecular. Disperse molecular atau larutan adalah system satu
fase yang homogeny, jernih, dan memiliki diameter tidak lebih dari 10 -7cm.
partikel-partikel larutan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun
mikroskop ultra, sukar diendapkan, dan dapat melewati kertas saring biasa
maupun membrane semipermeable (Sumardjo, 2009).
Disperse koloid. Koloid adalah campuran yang heterogen. 3 fase (padat,
cair dan gas) dapay dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang
dapat membentuk system koloid hanya delapan. Koloid yang mengandung fase
terdispersi padat disebut sol. Koloid yang mengandung fase terdispersi cair

disebut emulsi. Koloid yang mengandung fase terdipersi gas disebut buih
(Sutresna, 2007).
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang biasanya
bercampur ( nonmixable atau unblendable ). Emulsi adalah bagian dari kelas yang
lebih umum dari sistem dua – fase materi disebut koloid. Meskipun istilah koloid
dan emulsi kadang-kadang digunakan secara bergantian, emulsi harus digunakan
ketika kedua tersebar dan fase kontinyu adalah cairan. Dalam emulsi, satu cair

( fase terdispersi ) tersebar di lain ( fase kontinyu ). Contoh emulsi meliputi
vinaigrettes, susu, mayones, dan beberapa cairan pemotongan untuk pengerjaan
logam (Aqila, 2014).
Pada pembuatan emulsi dibutuhukan emulgator atau zat penghubung yang
menyebabkan pembentukkan emulsi, contoh dari emulgator ini adalah sabun
(Sutresna, 2007).
Dispersi kasar. Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter
fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula
keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas antara fasa terdispersi
dengan medium pendispersi karena terjadinya pengendapan. Kita dapat
memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan penyaringan
(Ridwan, 2012).
Dispersi kasar ini disebut juga dengan suspense adalah system dua fase
yang heterogen, tidak jernih. Partikel dari suspense ini dapat dilihat dengan
mikroskop biasa, mudah diendapkan dan tidak dapat melewati kertas saring biasa
maupun membran semipermeable (Sumardjo, 2009).
Suspense adalah disperse zat padat di dalam air. Zat yang terdispersi
memiliki ukuran yang cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari
molekul-molekul zat terdispersi (Sutresna, 2007).


Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air
sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan
lain-lain (Ridwan, 2012).
Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang
diinginkan :
1. Zat yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap
2. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak
boleh membentuk suatu gumpalan padat tapi harus dengan cepat
terdispersi kembali menjadi suatu campuran homogen bila wadahnya
dikocok.
3. Suspensi tersebut tidak boleh terlalu kental untuk dituang dengan
mudah dari botolnya. (Martin et al, 1993).
System pembentukkan suspense ada dua, yaitu system flokulasi dan
system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi
kembali. Sedangkan partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen, akan menjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang
keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).
Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari peyelidikan
sedimentasi adalah volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Colume sedimentasi

(F) didefinisikan sebagai perbandingan dari volume akhir dari endapan (Vu)
terhadap volume awal dari suspense (Vo) sebelum mengendap.
F=

Vu
Vo

Derajat flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi
(Vu) dengan volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc)
derajat flokulasi=

Vu
Voc

(Taufik, 2009).
V.

Alat dan Bahan
V.1.
V.2.

-

Alat
Beaker Glass
Gelas Ukur
Mortir dan Stamper
Penangas Air
Sudip
Bahan
Aquades
Alumunium

-

Mortir dan Stamper

-

Penangas Air


-

Sudip

Hidroksida
Tilosa
Tween 80

V.3.
Gambar Alat
- Beaker Glass

-

Gelas Ukur

VI.

Prosedur
6.1. Pembuatan Sediaan Uji
6.1.1 Gelas Ukur No 1
Dibuat sediaan suspensi sebanyak 100 ml diletakkan didalam gelas
ukur 100ml. Sediaan suspense dibuat dengan campuran Minyak jarak
10v/v% dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
6.1.2 Gelas Ukur No 2
Pembuatan sediaan uji dibuat pada setiap kelompok dengan
menggunakan sampel yang berbeda, emulsi dibuat dengan
mengembangkan tragakan dengan metode gom kering, kemudian diaduk
homogen, lalu ditambahkan diencerkan dengan sebagian aquadest lalu
digerus homogen, dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga mencapai
volume 100 mL
6. 2. Pengamatan Sedimentasi Sediaan Suspensi
Volume sedimentasi yang terjadi diamati dan dicatat dalam interval

waktu : 0, 15 menit, 30 menit, 60 menit, dan 48 jam
VII. Data Pengamatan
VII.1.
Pembuatan Sediaan Suspensi dan Emulsi
Bahan Uji
Tragakan
Minyak Jarak
Tween 80
Aquadest
Minyak jarak
Aquadest
VII.2.

Konsentrasi
1
10 %v/v
2

Jumlah Sediaan
1 gram
10 ml
2 gram
Hingga 100 ml
10ml
Hingga 100 ml

10 %v/v

Pengamatan Sedimentasi
Volume Sedimentasi

No

Waktu

(ml)

Nilai Sedimentasi

1

0'

1
0

2
0

1
0

2
0

2

15'

6

0

0,06

0

3

30'

6

0

0,06

0

4

60'

6

0

0,06

0

5

90'

6

0

0,06

0

6

48 jam

6

0

0,06

0

Perhitungan
Nilai sedimentasi=
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

0
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿0

volume sedimentasi(ml)
volume total (ml)

Nilai sedimentasi=

,06
,06
,06
,06
,06

Waktu redispersibilitas dari emulsi adalah 15 menit 24 detik
Grafik

Nilai Sedimentasi terhadap Waktu
0.07
0.06

0.06

0.06

0.06

0.06

0.06

0.05
Sediaan 2
Sediaan 1

0.04
0.03
0.02
0.01
0 0
0'

Perlakuan hasil

0
15'

0
30'

0
60'

0
90'

0
48 Jam

N

Perlakuan

Hasil

o
1.

Tragakan 1% ditimbang

Tragakan 1 gr

2.

10 ml Minyak jarak dan

Minyak jarak dan

20 ml tween 80

tween 80 tercampur

Gambar

dimasukkan ke mortir lalu rata
diaduk hingga rata
3.

Ditambahkan tragakan

Tragakan tercampur

kedalam mortir

dengan campuran
minyak jarak dan
tween 80

4.

Ditambahkan aquades

Terbentuk korpus

panas secara perlahan-

emulsi.

lahan pada saat
pengadukan digerus
secara cepat dan satu arah

5.

Dimasukkan ke dalam

Volume sedimentasi

gelas ukur 100 ml dan

pada masing-masing

diamati volume

interval waktu

sedimentasi dan dihitung
nilai sedimentasi
Pembuatan Blanko
N

Perlakuan

Hasil

Gambar

o
1.

2.

3.

4.

Minyak jarak diambil 10

Minyak jarak 10 ml

ml

dalam gelas ukur

Minyak jarak 10 ml

Minyak jarak pada

dimasukkan ke mortir

mortir

Aquades ditambahkan

Minyak jarak dan air

dan diaduk

terbentuk dua fase

Dimasukkan ke gelas

Volume dan nilai

ukur, ditambahkan

sedimentasi

aquades hingga 100 ml
dan diamati volume
sedimentasi dan dihitung
nilai sedimentasi

VIII.

Pembahasan
Pada percobaan kali ini akan dilakukan percobaan mengenai
system disperse. Percobaan kali ini dilakukan bertujuan untuk
mengamati sedimentasi dari emulsi yang dibuat, yaitu campuran dari
tragakan, minyak jarak, aquadest serta tween 80 sebagai surfaktan dan
dibandingkan dengan campuran aquadest dan minyak jarak. Selain
mengamati sedimentasi, akan diamati juga proses redispersibilitas dari
emulsi ini.

Untuk mengamati proses sedimentasi ini, dibuat terlebih dahulu
kedua sample yang akan digunakan. Pada sampel pertama, yang
merupakan campuran dari minyak dan aquadest yang tidak saling
bercampur ini membentuk 2 fase atau lapisan. Pada lapisan bawah
terdapat air, sedangkan pada bagian atas minyak. Kedua lapisan ini
sangat jelas terlihat. Hal ini disebabkan karena adanya gaya kohesi
antara molekul tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya
adhesi antara kedua cairan tersebut.
Minyak dan aquadest tidak bercampur juga disebabkan karena
tegangan permukaan yang ada di antara minyak dan aquadest terlalu
tinggi sehingga membuat kedua senyawa tersebut tidak bisa
bercampur. Zat yang tidak bercampur ini bersifat tidak stabil. Untuk
itu untuk mencampurkan minyak dengan air atau senyawa lain yang
tidak larut dengan minyak dibutuhkan emulgator atau surfaktan yang
bisa menurunkan tegangan permukaan antara kedua zat sehingga
dapat bercampur.
Sampel kedua yaitu emulsi dibuat dengan menggunakan
emulgator

berupa tragakan yang dikembangakan dengan metode

gom kering, yaitu dengan mencampurkan tragakan, minyak jarak dan
tween 80 sebagai surfaktan, kemudian digerus ambil ditambahakan
aquadest sedikit demi sedikit hingga 100ml. Fungsi surfakatan dalam
pembuatan emulsi ini adalah untuk menurunkan tegangan permukaan
antara minyak dengan aquadest yang tidak akan saling bercampur.
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang
suka air (hidrofilik) dan gugus non polar (lipofilik). Dari kedua sifat
yang dimiliki surfaktan ini, maka surfaktan dapat meurunkan tegangan
permukaan antar keduanya sehingga dapat mempersatukan kedua
senyawa tersebut.
Emulsi ada dua jenis, yaitu minyak dalam air (o/w) atau air
dalam minyak (w/o). Emulsi yang terbentuk pada percobaan kali ini
adalah emulsi minyak dalamair (o/w). Hal ini dapat terlihat dari
jumlah air yang lebih mendominasi daripada jumlah minyak jarak

yang digunakan. System terdispersi atau fase diskontinyu dalam
emulsi ini adalah minyak jarak, sedangkan air atau aquadest bertindak
sebagai fase kontinyu atau fase pendispersi.
Pada sampel pertama, yang merupakan campuran dari minyak
dan aquadest yang tidak saling bercampur ini membentuk 2 fase atau
lapisan. Pada lapisan bawah terdapat air, sedangkan pada bagian atas
minyak. Kedua lapisan ini sangat jelas terlihat. Hal ini disebabkan
karena adanya gaya kohesi antara molekul tiap cairan yang memisah
lebih besar daripada gaya adhesi antara kedua cairan tersebut.
Kedua sampel ini didiamkan dengan beberapa interval waktu
yaotu 0 menit, 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 48 jam.
Penggunaan interval waktu ini dilakukan untuk melihat terjadi
flokulasi dan deflokulasi yang dapat terjadi pada suatu sediaan
disperse seperti suspense dan emulsi.
Fenomena sedimentasi ini terjadi karena partikel-partikel di
dalam emulsi ini memiliki kecenderungan untuk bergabung (bersatu).
Kecenderungan ini disebabkan karena gaya van der Waals yang lemah
membentuk suatu gumpalan yang lunak dan ringan. Dalam mengamati
proses ini, diketahui bahwa flokulat cenderung unutk jatuh bersamasama, menghasilkan suatu batas yang nyata antara endapan dan cairan.
Cairan pada bagian atas akan menjadi lebih jernh karena
partikel-partikel kecil yang ada di dalam system akan bergabung
dengan flokulat.
Dari percobaan yang dilakukan didapatkan pada menit ke-0
sedimentasi pada emulsi minyak jarak dicampur dengan air baru
mengalami sedimentasi dan membentuk sedimen pada dasar gelas
ukur yang digunakan sebagai wadah sedangkan pada campuran air
dan minyak tanpa adanya emulgator dan surfaktan tidak membentuk
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena ketika campuran tersebut
dimasukkan ke dalam gelas ukur, kedua campuran ini langsung
membentuk dua lapisan dengan minyak di bagian atas tanpa ada yang
tercampur sama sekali. Maka nilai sedimentasi dari kedua sampel
pada waktu ke nol ini adalah nol.

Nilai Sedimentasi terhadap Waktu
0.07
0.06

0.06

0.06

0.06

0.06

0.06

0.05
Sediaan 2
Sediaan 1

0.04
0.03
0.02
0.01
0 0
0'

0
15'

0
30'

0
60'

0
90'

0
48 Jam

Pada menit ke-15 pada sampel emulsi tidak mengalami
peningkatan sedimentasi dan membentuk sedimen di bagian dasar
sebanyak 6 ml. Begitu juga pada menit-menit selanjutnya, sedimen
yang terbentuk belum mengalami perubahan. Hal ini menandakan
proses sedimentasi yang terjadi sudah maksimal. Nilai sedimentasi
yang didapatkan dari volume cake dibandingkan dengan volume total
dari emulsi yang terbentuk adalah 0,06. Begitu juga dengan menitmenit selanjutnya. Sedangkan pada campuran minyak dan aquadest
masih tidak terbentuk sedimentasi sehingga nilai sedimentasi dari
sampel ini adalah nol.
Selain mengamati sedimentasi, pada percobaan kali ini juga
diamati proses redispersibilitas yaitu kemampuan suatu emulsi atau
suspense yang pada awalnya membentuk endapan atau cake dapat
kembali lagi terdispersi hingga membentuk sediaan yang homogen.
Untuk menguji kemampuan emulsi dalam redispersibilitas, gelas
ukur yang berisi emulsi dan terdapat endapan dikocok kembali hingga
endapan yang terbentuk kembali terdispersi dan larut kembali.
Endapan ini tidak sulit untuk terdispersi kembali ke dalam emulsi nya,
sehingga dapat kita amati bahwa proses sedimentasi yang terjadi
adalah flokulasi. Perbedaan antara flokulasi dan deflokulasi adalah

terbentuknya cake (endapan yang sulit terdisepersi kembali) pada
proses deflokulasi.
Kemudian dengan menggunakan stopwatch dihitung waktu yang
diperlukan sampel emulsi untuk kembali mengalami deflokulasi dan
membentuk cake. Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan
waktu redispersibilitas adalah 15 menit 24 detik.
Dalam pembentukan sedimentasi, ada parameter seperti derajat
flolukasi dan nilai sedimentasi. Nilai sedimentasi ini merupakan
perbandingan antara volume akhir endapan terhadap volume awal
suspense. Nilai sedimentasi ini berada pada rentang 0, dan lebih dari
0.
Apabila nilai sedimentasi adalah sama dengan 0 maka produk
emulsi atau suspesi tersebut berada dalam kesetimbangan flokulasi
dan menunjukkan tidak adanya supernata jernih pada pendiaman.
Oleh karena itu secara farmasetis dapat diterima.
Apabila nilai sedimentasi lebih dari 0 berarti volume akhir dari
endapan lebih besar dari volume suspense awal. Hal ini terjadi karena
flokulat yang terbentuk dalam suspense adalah sebegitu longgar dan
lunak sehingga volume yang dapat dicapai lebih besar dari volume
suspense awal.
Sedimentasi yang baik adalah sedimentasi dimana nilai
sedimentasi tersebut mendekati 0. Dengan membandingkan antara
literature dengan nilai sedimentasi yang didapatkan dari hasil
percobaan, yaitu 0,06 maka emulsi yang terbentuk sudah cukup baik
dan cenderung stabil. Hal ini dilihat dari pembentukkan sedimen yang
constant.

IX.

Kesimpulan
1.
Proses sedimentasi dari sediana suspense dan emulsi dapat
diamati dengan menggunakan interval waktu.
Volume sedimentasi pada:

2.

0 menit adalah 0
15 menit adalah 0,06
30 menit adalah 0,06
60 menit adalah 0,06
90 menit adalah 0,06
48 jam adalah 0,06
Waktu redispersibilitas yang dibutuhkan oleh sampel emulsi
adalah 15 menit 24 detik.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Anjani,Mita Retno.2010. FORMULASI SUSPENSI SIPROFLOKSASIN
MENGGUNAKAN SUSPENDING AGENT PULVIS GUMMI
ARABICI: UJI STABILITAS FISIK DAN DAYA ANTIBAKTERI.
Available
at
http://eprints.ums.ac.id/8175/2/K100050273.pdf
[Diakses tanggal 6 Maret 2015]

Aqila,

L. 2014. Pengertian Emulsi. Available online at
http://hikmat.web.id/fisika-kelas-x/pengertian-emulsi/,
diakses
pada 16 Mei 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,
edisi IV. Jakarta.
Dudgale. 1986. Mekanika Fluida Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Henrayani, H. 2009. Sistem Dispersi. Available online at
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0700855/m
ateri.htm, diakses pada 16 Mei 2015
Martin et al. 2009. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta: UI
Press
Martin et al. 1990. Farmasi Fisika : Dasar-dasar Kimia Fisik dalam ilmu
Farmasetik. Jakarta : Universitas Indonesia
Nurwulandari,Nunik.2013.
Sistem
Dispersi.
Available
at
https://www.academia.edu/5674871/SISTEM_DISPERSI_TINJAU
AN_DAPUS [Diakses tanggal 6 Maret 2015]
Ridwan. 2012. Pengertian dan Jenis Larutan dalam Sistem Dispersi serta
Contohnya.
Available
online
at
http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-dan-jenis-larutandalam-sistem-dispersi-serta-contohnya/, diakses pada 16 Mei 2015.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC
Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media
Pratama
Syamsuni, H. A.. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Taufik, H. 2009. Sistem Dispersi. Available online at http://www.x3prima.com/2009/09/praktikum.html, diakses ada 16 Mei 2015.
Lampiran

Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media
Pratama

Aqila,

L. 2014. Pengertian Emulsi. Available online at
http://hikmat.web.id/fisika-kelas-x/pengertian-emulsi/,
diakses
pada 16 Mei 2015.

Henrayani, H. 2009. Sistem Dispersi. Available online at
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0700855/m
ateri.htm, diakses pada 16 Mei 2015

Taufik, H. 2009. Sistem Dispersi. Available online at http://www.x3prima.com/2009/09/praktikum.html, diakses ada 16 Mei 2015.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC

Ridwan. 2012. Pengertian dan Jenis Larutan dalam Sistem Dispersi serta
Contohnya.
Available
online
at
http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-dan-jenis-larutandalam-sistem-dispersi-serta-contohnya/, diakses pada 16 Mei 2015.