Partai Politik dan Konsolidasi Demokrasi

Oleh :

KELOMPOK 2

  • Anggalih Bayu Muh Kamim (15/384256/SP/26968)

  • Aliyah Almas Sa’adah (15/385738/SP/27041)

  • Muhammad Detik Javas Dad (14/369694/SP/26503)

Universitas Gadjah Mada

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Partai politik tidak bisa dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat kita yang terus bertumbuh kembang ini menjadikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat juga semakin kompleks. Dalam ruang publik sosial, negara atau dalam hal ini pemerintahan tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut, termasuk masalah-masalah dasar yang menjadi tanggung jawab negara. Ruang publik sosial yang tidak dapat “dicover” oleh negara menjadi ruang bagi aktor-aktor atau stakeholder diluar negara untuk menancapkan perannya. Dalam banyak teori, ruang ini sering hanya di isi oleh aktor-aktor NGO yang di dalamnya tidak ada kajian peran dari partai politik. Sebab dalam konsep perpolitikan Indonesia, partai politik adalah bagian dari pemerintah itu sendiri.1

Keterikatan partai politik dengan masyarakat akan menyebabkan seberapa jauh kepercayaan warga pada parpol sebagai platform artikulasi dan agregasi kepentingan. Sayangnya parpol ternyata selama ini belum mampu menunjukan keterikatan kepada masyarakat tersebut secara lebih mendalam, sehingga menyebabkan kepercayaan publik pada parpol belum signifikan. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik, baik eksekutif, birokrasi, lembaga peradilan, lembaga perwakilan maupun partai politik adalah sebuah hambatan besar bagi perkembangan demokrasi. Rendahnya kepercayaan terhadap sistem politik yang ada adalah sebuah kondisi yang membahayakan bagi masa depan demokratisasi. Bagaimanapun, sebuah rezim demokrasi terkonsolidasi hanya jika mayoritas publik, meskipun dalam keadaan sulit atau krisis, tetap pada keyakinan bahwa prosedur dan lembaga demokratis merupakan jalan yang paling tepat untuk mengatur kehidupan bersama serta dukungan publik terhadap alternatif-alternatif non demokratis sangat kecil.2

Partai politik harus memastikan keterikatan yang baik dengan masyarakat baik di tingkat Kantor Pusat sampai akar rumput. Hal ini dikarenakan dalam berproses partai politik tidak akan dapat meninggalkan nilai sosial-budaya masyarakat setempat. Dalam perkembangannya, partai politik dan kekuasaan juga dipengaruhi oleh nilai budaya yang berkembang di tengah masyarakat, tempat partai politik dan kekuasaan berada, sehingga nilai budaya setempat ikut mempengaruhi partai politik dan kekuasaan tersebut. Jadi, budaya suatu masyarakat sangat mempengaruhi kegiatan politik suatu negara. Politik bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh konsep kekuasaan pada masyarakat Jawa, karena Ibukota NegaraIndonesia berada di pulau Jawa,. Selain itu, pula pulau Jawa adalah pulau yang terpadat penduduknya di Indonesia.3

Dalam perkembangan yang terjadi tersebut, masyarakat sipil memainkan peran yang kritis dalam meningkatkan kepedulian publik mengenai banyaknya hambatan yang masih tersisa untuk mencapai tingkat partisipasi yang lebih besar dalam proses demokratis. Bahkan dibutuhkan keterwakilan yang lebih inklusif dan responsif untuk mencapainya. Kesediaan partai-partai politik untuk menyambut reformasi, dengan bantuan dari luar, menciptakan hubungan yang lebih stabil dan sehat antara para pemimpin politik dan masyarakat sipil.4 Partai politik menjadi harus lebih responsif dalam menkonsolidasikan diri dari kantor pusat sampai tingkat akar rumput untuk menanggapi dan mengawal masalah yang “dilontarkan” oleh masyarakat sipil. Konsolidasi organisasi parpol di tingkat akar rumput menjadi penting demi tetap harmonisnya hubungan parpol dengan masyarakat sebagai basis pemilih.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi salah satu parpol yang konsisten dalam menjaga keterikatan dengan masyarakat. PDIP berusaha mengkonsolidasikan diri dari kantor pusat sampai akar rumput dalam menanggapi suatu isu. PDIP sendiri memiliki tujuan untuk; Pertama, mewujudkan amanat penderitaaan rakyat sebagaimana termaktub dalam cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. Kedua, menjaga dan melaksanakan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar dan arah berbangsa dan bernegara: sebagai sumber inspirasi dan harapan bagi rakyat: sebagai norma pengatur tingkah laku kebijakan, kelembagaan dan anggota partai; dan sebagai cermin dari keseluruhan jati diri partai. Ketiga, mengantarkan Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi perwujudan cita-cita bersama bangsa di atas. Dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.5

PDIP selalu berusaha konsisten dalam mengawal sebuah isu sesuai dengan kehendak masyarakat. PDIP sebagai partai yang berlabel peduli wong cilik berusaha memberikan penyikapan atas suatu masalah dari kantor pusat sampai akar rumput sesuai dengan kebutuhan masyarakat.PDIP menjadi wadah kontrol dan aspirasi pemerintah berusaha menjunjung tinggi nilai demokrasi yang selama ini mereka perjuangkan. Proses tersebut juga harus diikuti oleh pelembagaan politik dalam menyikapi isu di daerah yang dapat dilihat dari profesionalisme dan pengelolaan organisasi.6 PDIP juga aktif mengawal isu salah satunya terkait dengan masalah Keistimewaan Yogyakarta.

Masalah Keistimewaan Yogyakarta sempat panas sebelum munculnya Undang-Undang Keistimewaan (UUK) sampai sekarang terkait dengan pengawalan peraturan daerah istimewa sebagai implementasi dari UUK. UUK Yogyakarta terus mendapat pengawalan dari masyarakat, DPRD, partai politik termasuk PDIP dalam mengawal masalah tersebut. Pro-kontra yang bermunculan menjadi hangat terutama menyangkut isu penetapan gubernur, pertanahan dan tata ruang. Semakin lama masalah ini mencuat dari tingkat lokal sampai nasional, sehingga menyebabkan partai politik sebagai salah satu stakehoulder harus mengambil langkah yang hati-hati.7 PDIP melalui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) berusaha memberikan penyikapan terkait masalah Keistimewaan DIY berdasar masukan dari kantor pusat.

DPD PDIP DIY sendiri berdasar arahan dari kantor pusat menyatakan mendukung Keistimewaan Yogyakarta. PDIP DIY sendiri melalui fraksinya di DPRD menyatakan bahwa ciri pokok keistimewaan Yogyakarta pada keunikan posisi kepala daerah dan wakilnya yakni, masing-masing dijabat oleh Sultan dan Paku Alam bertahta melalui penetapan.8 DPD PDIP DIY sangat semarak dalam mengawal isu Keistimewaan, karena dianggap merupakan kehendak rakyat Yogyakarta bahkan sampai melakukan syukuran saat ditetapkannya UUK.9 PDIP DIY beralasan bahwa ukuran dari demokrasi adalah ditegakkannya kedaulatan rakyat dan rakyat Yogyakarta sudah cukup jelas menginginkan adanya penetapan gubernur dan wakil gubernur, bukan melalui pemilihan kepala daerah secara langsung seperti yang diusulkan pemerintah. Sementara itu, menyangkut sikap Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat terkait keistimewaan DIY tersebut dinyatakan bahwa posisi keraton harus terus dihormati karena keraton diyakini memiliki mekanisme tertentu menyangkut permasalahan tersebut. Bahkan PDIP melalui DPP juga mengawal ketat isu Keistimewaan sampai di level nasional.10

Konsolidasi organisasi PDIP dari kantor pusat, kantor publik (legislatif) sampai tingkat akar rumput dalam mengawal isu Keistimewaan Yogyakarta menjadi hal yang menarik untuk didalami. Mekanisme internal DPD PDIP DIY dalam membangun jaringan aspirasi masyarakat dengan kadernya di kantor publik (legislatif) serta tetap dikoordinasikan dengan kantor pusat dalam mengawal Keistimewaan Yogyakarta dapat menggambarkan bagaimana peran serta parpol dalam membangun keterikatan dengan masyarakat. Oleh sebab itu, penulis menjadi tertarik untuk menggali proses pengelolaan organisasi DPD PDIP DIY dalam mengawal isu Keistimewaan Yogyakarta baik di kantor cabang maupun di kantor publik (legislatif).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian ini adalah,” BAGAIMANA MEKANISME ORGANISASI DPD PDIP DIY DALAM MENGAWAL ISU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA?”

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, peneliti menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

  1. Untuk menggali proses mekanisme internal DPD PDIP DIY dalam mengambil keputusan terkait dengan masalah Keistimewaan Yogyakarta.

  2. Untuk mengeksplorasi mekanisme pengawalan kader DPD PDIP DIY di DPRD Provinsi DIY terkait masalah Keistimewaan Yogyakarta.

    1. Manfaat Penelitian

      1. Manfaat Teoretis

  1. Memberikan sudut pandang baru tentang akan pentingnya pengelolaan organisasi dalam partai politik dengan mempertimbangkan aspek lokalitas.

  2. Memberikan khasanah baru tentang dampak aspek pengelolaan organisasi terhadap interaksi antara partai dengan konstituen di tingkat akar rumput.

  3. Memberikan pemahaman baru tentang pentingnya aspek pengelolaan organisasi parpol dalam suksesi pembangunan di tingkat lokal.

1. Manfaat Praktis

  1. Mendorong pengelolaan organisasi dalam partai yang menyesuaikan dengan aspek lokalitas, sehingga dapat membangun kedekatan antara kader dengan konstituen.

  2. Menjadi rujukan bagi pengembangan organisasi dalam partai yang memandang penting dinamika di tingkat akar rumput.

BAB II LANDASAN TEORI

1. Partai Politik di Tiga Wajah

Partai politik telah dianggap secara luas memiliki peran sentral dalam teori dan praktik demokrasi modern. Hubungan penting antara kedaulatan dan politisi kepada siapa pelaksanaan urusan negara untuk sementara dipercayakan. Dengan kata lain, partai politik dapat dianggap paling mungkin untuk melaksanankannya. Struktur partai penting untuk memungkinkan menjembatani ketegangan yang melekat dalam semua demokrasi modern antara otoritas negara di satu sisi dan kewenangan politisi di sisi lain. Partai sebagai institusi representasi rakyat memainkan peran kunci dalam demokrasi untuk membangun legitimasi atas negara yang berdaulat. Keunggulan paradigma yang berpusat pada negara ini adalah tentu saja tidak mengherankan, karena arena utama perilaku partai memang sudah ada di negara bangsa, yang pada gilirannya telah menjadi fokus utama teori demokrasi.1

Analisis organisasi partai mengharuskan agar wajah-wajahnya tidak saling bertubrukan. Dalam partai-partai itu, berdasarkan lokasi mereka di partai dan politik yang lebih luas, sistem akan berinteraksi satu sama lain dengan cara yang mudah dimengerti. Sebagai pendekatan pertama, Richard S. Katz dan Peter Mair mengusulkan pertimbangan tiga wajah organisasi partai. Pertama, adalah partai di kantor publik, misalnya, di parlemen atau di pemerintah. Yang kedua adalah partai di akar rumput, yakni adalah anggota, aktivis, dan sebagainya. Yang ketiga adalah kantor pusat partai, yaitu di tingkat nasional. Kepemimpinan organisasi partai yang setidaknya secara teori adalah organisasi jelas berbeda dari partai di kantor publik, dan yang pada saat bersamaan mengatur dan biasanya mewakili partai di akar rumput.2

Fitur utama partai di kantor publik adalah bahwa paling tidak bercorak negara sentris dan didominasi oleh mereka yang telah sukses dalam pemilihan, dan yang bergantung pada keberhasilan pemilihan yang berkelanjutan agar tetap posisi mereka. Jika salah satu ciri khas partai adalah mereka sebagai klaim legitimasi atas keberhasilan pemilihan. Karakteristik penting partai di kantor publik adalah sesuai dengan kelangsungan eksistensi perusahaan dan keanggotaan individu tergantung pada kekuatan partai ekstra (yaitu, pemilihan). Apalagi meski beberapa penghargaan jabatan, serta kapasitas untuk mempengaruhi jalannya kebijakan publik, tersedia bagi anggota oposisi, jumlah pengaruh dan nilai penghargaan individu jauh lebih besar untuk partai dalam pemerintahan. Dan ini juga, pada akhirnya berada di tangan pemilih, bukan partai sendiri.3

Partai politik dipahami sebagai suatu tipe organisasi politik yang berupaya untuk mempengaruhi, atau secara keseluruhan berfungsi sebagai pemerintah yang mengerjakan kebijakan politik; biasanya dengan cara menominasikan kandidat‐kandidat mereka sendiri dan mendudukan mereka pada posisi tertentu (di eksekutif). Parpol berpartisipasi dalam kampanye pemilu, melakukan sosialisasi dengan publik/konstituen, dan mengritik tindakan atau keputusan pemerintah. Parpol seringkali mendukung satu posisi ideologis, atau visi, yang diwujudkan dalam program partai, serta dipertegas oleh suatu platform tertulis dengan tujuan‐tujuan khusus, membentuk koalisi di antara kepentingan‐kepentingan politik yang berbeda.4

Dalam kasus partai dengan keanggotaan massa formal, anggotanya terlibat dalam kontestasi di akar rumput, tapi lebih longgar hal itu bisa dilakukan termasuk inti aktivis reguler, pendukung keuangan, dan bahkan pemilih loyal. Apakah mereka terdaftar secara formal sebagai anggota partai atau bukan anggota partai? Karakteristik utama dari wajah partai ini adalah keanggotaan sukarela, permanen, dan keteraturan. Meskipun mungkin ada berbagai persyaratan untuk bergabung, mempertahankan keanggotaan formal, masuk dan keluar berdasarkan pilihan pribadi masing-masing anggota. Bagi sebagian besar pakar ikatan, skala dan partisipasi terputus-putus dari anggota rata-rata membutuhkan perwakilan institusi. Lokus utama partai diakar rumput tentu saja tersebar di seluruh negeri dan diwujudkan secara organisasi di tingkat nasional oleh kongres partai, dan di berbagai negara tingkat lain oleh komite dan lainnya, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.5

Kendala terpenting dalam kontestasi di akar rumput adalah sederhana mereka bukan partai di kantor publik, akibatnya tidak bisa dibuat keputusan internal sendiri. Kendala kedua berlaku tidak begitu banyak partai di akar rumput secara keseluruhan untuk kepemimpinannya, dan itu adalah bahwa kontestasi di akar rumput umumnya merupakan pelaksanaan organisasi secara sukarela, dari mana pintu keluar selalu merupakan pilihan yang tepat. Pemimpin wajah ini harus memuaskan anggota mereka tidak hanya mempertahankan posisi kepemimpinan mereka, tapi juga untuk menjaga sebuah organisasi untuk memimpin.6

Sebagaimana telah kita lihat sebelumnya, organisasi partai diharapkan untuk melayani banyak fungsi penting, termasuk mobilisasi warga negara, agregasi kepentingan, perumusan kebijakan publik, rekrutmen kepemimpinan, dan mempengaruhi organisasi pemerintah. Mengingat peran sentral partai politik dalam demokrasi perwakilan, kebijakan yang dirancang untuk memperkuat kapasitas organisasi internal mereka mungkin diharapkan untuk diberikan prioritas tinggi. Namun, sampai saat ini, Carothers mencatat bahwa masyarakat internasional berkaitan dengan pembangunan demokrasi dan baik pemerintahan telah menginvestasikan sumber daya yang lebih besar dalam program lain, terutama dalam membantu proses pemilihan, membina masyarakat sipil, memperkuat supremasi hukum, dan membangun kapasitas pemerintahan. Salah satu alasan untuk mengabaikan internal partai politik adalah bahwa organisasi ini telah lama umum dianggap dalam teori liberal sebagai institusi yang harus berhak untuk bersaing secara bebas dalam pemilu dan mengatur struktur internal mereka sendiri. Setiap peraturan hukum yang dibuat oleh negara, atau bukan diintervensi oleh badan-badan internasional, dianggap dalam pandangan ini sebagai berpotensi berbahaya dengan baik mendistorsi atau bahkan menekan kompetisi pluralis antara partai dengan negara.7

Banyak yang percaya bahwa keanggotaan masih sangat lemah dalam pelembagaan buruk di banyak bentuk demokrasi baru, dan bahwa tingkat keanggotaan telah jatuh selama era pasca-perang di banyak negara demokrasi baru. Proses ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat membatasi kesempatan bagi partisipasi politik, melemahkan masyarakat sipil, dan mengurangi akuntabilitas pemimpin untuk pengikut. Salah satu sumber penting dari data pembanding berasal dari data resmi atau perkiraan dari keanggotaan disusun oleh pihak. Meskipun umum digunakan, perlu dicatat bahwa data-data mentah dapat diandalkan, terutama di mana pihak membesar-besarkan dukungan mereka, atau di mana pencatatan sentral hanya tidak efisien atau tak menentu. Ironisnya, upaya untuk menciptakan registrasi yang lebih akurat dapat menghasilkan penurunan jelas dalam catatan. Sebagai organisasi-organisasi sukarela, pihak jarang wajib untuk mempertahankan catatan publik. Di pihak desentralisasi, mungkin ada tidak ada perkiraan yang tersedia tokoh nasional.8

Umumnya berada di ibukota nasional, kantor pusat partai bergerak dari dua (sering tumpang tindih) kelompok orang, eksekutif nasional, komite-komite, dan staf partai pusat atau sekretariat. Anggota dari kelompok pertama dapat direkrut dengan berbagai cara. Beberapa mungkin dipilih oleh kongres partai, atau dengan cara lain tampaknya mewakili kontestasi di akar rumput; Yang lain mungkin merupakan wakil atau pimpinan partai di kantor publik; Yang lain mungkin merupakan perwakilan pendukung atau afiliasi organisasi. Dalam banyak kasus, birokrat partai tidak hanya menjadi mantan pejabat dewan eksekutif nasional, tapi dia mungkin menunjuk beberapa orang pejabat lain yang menjadi anggota ex-officio juga. Dengan kata lain, meskipun penampilan, eksekutif nasional sebuah partai mungkin kurang menjadi wakil tubuh sentimental daripada elemen self-perpetuating dan otonom dari seluruh struktur partai.9

Pada prinsipnya, birokrasi partai sentral harus menjadi pelayan dari eksekutif nasional, tapi mungkin memiliki banyak sumber daya (tidak sedikit yang mungkin jadilah anggota ex-officio di eksekutif nasional) untuk mendukung yang lebih asertif. Peran daripada "pelayan" menyiratkan seseorang mungkin meminta pihak manapun apakah eksekutif nasional atau birokrasi partai adalah kekuatan yang dominan dalam kantor pusat. Dalam beberapa kasus, memang birokrasi partai bisa jadi kenyataan kantor pusat, dengan eksekutif nasional dikurangi menjadi nominal murni atau peran seremonial.10

2. Partai dan Demokrasi di Akar Rumput

Ketidakpuasan yang diakibatkan karena kurangnya demokrasi di dalam partai dan keinginan mereka untuk selalu berkuasa di kehidupan publik dan sosial, sering kali melahirkan klaim-klaim yang menuntut partai untuk mundur dari kehidupan berpolitik, dengan alasan karena demokrasi murni tidak membutuhkan partai politik manapun. Pihak yang menuntut ini mengharapkan demokrasi akar rumput yang seutuhnya akan lahir dari pengalaman mengalami politik keterwakilan dan lembaga-lembaga politik, seperti partai politik, pemerintah dan parlemen, dimana mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi independen dan terpisah dari masyarakat dan pemilihnya. Partai-partai berupaya membangun eksistensi mereka, dan lambat laun kepentingan mereka akan semakin kuat sehingga secara bertahap terlepas dari kepentingan dan pendapat orang-orang yang seharusnya mereka wakili. Demokrasi akar rumput yang radikal didasari pada keyakinan bahwa pada akhirnya yang mampu memenuhi permintaan demokrasi hanyalah pemerintahan yang langsung berada di bawah kekuasaan pihak-pihak yang diperintah.1

Di satu sisi, partai-partai demokratis dapat secara efektif mengkoordinasikan seluruh level politik melalui langkah-langkah yang kompak. Dengan demikian, mereka dapat membentuk seluruh bagian masyarakat dengan memfokuskan diri pada sasaran. Di sisi lain, mereka dapat mengorganisir partisipasi aktif dari sejumlah besar orang dari berbagai tingkatan pengambilan keputusan dan proses implementasi, apabila mereka terorganisir secara demokratis dari dalam. Dan ketiga, mereka mewakili hubungan yang konstan dan aktif antara masyarakat sipil dan lembaga-lembaga negara.2

Partai politik memiliki peran fundamental dalam masyarakat demokrasi. Mereka menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah. Sebagai organisasi yang hidup di tengah masyarakat, partai politik menyerap, merumuskan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat. Sedangkan sebagai organisasi yang menempatkan kader-kadernya di lembaga legislatif maupun eksekutif, partai politik menyampaikan dan mendesakkan kepentingan masyarakat tersebut untuk dibuat kebijakan pemerintah. Namun, peran strategis tersebut tidak dengan sendirinya dapat berjalan baik. Keterbatasan struktural dan finansial menyebabkan partai politik gagal menjalankan fungsi perantara. Keterbatasan struktural antara lain ditandai oleh lemahnya jaringan kerja dan organisasi sehingga partai politik tidak mampu menampung dan menangkap aspirasi masyarakat.3

Partai politik adalah institusi publik. Mereka tidak hanya hidup di tengah-tengah rakyat, tetapi juga bergerak atas dukungan rakyat. Lebih dari itu, semua sepak terjang partai politik selalu diatasnamakan rakyat. Oleh karena itu, ketergantungan partai politik kepada dukungan perseorangan, kelompok atau lembaga lain tak hanya mengancam keberadaan partai politik sebagai institusi publik, tetapi juga bisa menjerumuskan partai politik kepada keberpihakan.0

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang didesain dengan teknik studi kasus. Penelitian ini berusaha menggambarkan fenomena seperti sebagaimana adanya, bukan data yang sekadar yang terlihat, terucap, melainkan data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut. Dalam penelitian kualitatif deskriptif tidak semata dipandu oleh teori, namun juga oleh fakta-fakta yang ditemukan di lapangan.0 Teknik studi kasus dipilih karena penelitian ini memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek, dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data yang terkumpul disusun dan dipelajari menurut urutannya dan dihubungkan satu dengan yang lain secara menyeluruh dan integral, agar menghasilkan gambaran umum dari kasus yang diselidiki. Setiap fakta dipelajari peranan dan fungsinya di dalam kehidupan kasus tersebut. Oleh karena itulah, kedalaman sebuah studi kasus dapat diukur dari data yang dikumpulkan.0

Riset ini dibingkai dengan pendekatan struktur-fungsional untuk melihat fenomena pengawalan masalah Keistimewaan Yogyakarta oleh DPD PDIP DIY. Dengan pendekatan struktur-fungsional, dipandang bahwa pengelolaan organisasi DPD PDIP DIY dalam merespon isu Keistimewaan Yogyakarta akan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal organisasi. Hal tersebut dipandang mampu memperngaruhi kinerja organisasi DPD PDIP DIY dalam menjaga sinkronisasi dari kantor pusat, kantor publik sampai akar rumput untuk mengawal masalah Keistimewaan Yogyakarta.

Sampel sumber data dipilih secara purposive sampling. Proses penentuan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Selain itu, sampel juga bersifat snowball sampling yaitu memilih responden atau narasumber secara berantai. Jika pengumpulan data dari responden pertama selesai, responden tersebut diminta untuk memberikan rekomendasi pada responden yang kedua, lalu yang kedua akan memberikan rekomendasi pada responden selanjutnya. Proses “bola salju” ini berlangsung terus sampai peneliti memperoleh data yang cukup sesuai kebutuhan.0 Dalam riset ini pemilihan narasumber pertama adalah Bambang Praswanto selakuk Ketua DPD PDIP DIY lalu Yuni Satia Rahayu selaku Sekretaris DPD PDIP DIY dan terakhir Dwi Wahyu selaku Wakil Ketua DPRD DIY dan Kepala Bagian Kampanye DPD PDIP DIY untuk melihat proses organisasi DPD PDIP DIY dari kantor publik sampai akar rumput dalam mengawal masalah Keistimewaan Yogyakarta.

2. Peran Peneliti

Penelitian kualitatif bersifat interpretif, yang didalamnya peneliti terlibat dalam pengalaman secara terus menerus dan berkelanjutan dengan para partisipan. Keterlibatan inilah yang nantinya akan memunculkan serangkaian isu-isu strategis, etis, dan personal dalam proses penelitian kualitatif. Dengan keterlibatannya dalam concern seperti ini, peneliti kualitatif berperan untuk mengidentifikasikan bias-bias, nilai-nilai, dan latar belakang pribadinya secara reflektif yang bisa saja turut membentuk interpretasi mereka selama penelitian. Selain itu, para peneliti kualitatif juga berperan memperoleh entri dalam lokasi penelitian dan masalah-masalah etis yang bisa saja muncul tiba-tiba.0

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Observasi Partisipasi Pasif

Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Observasi yang digunakan dalam penelitan ini adalah observasi partisipasi pasif. Dalam mekanismenya peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.0 Observasi dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diselidiki.0 Dalam riset ini observasi dilakukan terhadap kegiatan kantor DPD PDIP DIY dan perilaku narasumber saat FGD maupun wawancara.

b. Wawancara Kualitatif

Peneliti dapat melakukan face to face interview dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam focus group interview yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan per kelompok.0 Wawancara dilakukan dengan metode terbuka yang menggunakan patokan-patokan tertentu dalam mewawancarai narasumber tanpa menggunakan teks yang baku. Jawaban responden dari setiap pertanyaan dapat dipandu dengan patokan yang dipegang oleh peneliti, sedangkan pertanyaan yang disampaikan dengan tata bahasa yang mengalir sesuai dengan karakter narasumber dan kemampuan peneliti.0 Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai Bambang Praswanto selakuk Ketua DPD PDIP DIY lalu Yuni Satia Rahayu selaku Sekretaris DPD PDIP DIY dan terakhir Dwi Wahyu selaku Wakil Ketua DPRD DIY dan Kepala Bagian Kampanye DPD PDIP DIY.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis maupun kejadian yang terekam, biasannya berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Dalam setiap penelitian kualitatif teknik ini berfungsi sebagai alat pengumpul data utama, karena pembuktian hipotesanya dilakukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori atau hukum-hukum yang diterima kebenarannya.0 Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk melacak penyikapan DPD PDIP terkait masalah Keistimewaan Yogyakarta melalui media massa daring dan dokumen-dokumen terkait dengan tata kelola organisasi PDIP.

4. Teknik Analisis Data

Dalam kenyataannya analisis data kualitatif berlangsung selama proses penelitian dari sebelum pengumpulan data sampai setelah selesai data diambil dengan keseluruhan proses sebagai berikut:0

a. Analisis sebelum di lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun, fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

b. Analisis data di lapangan model Miles and Huberman

  • Reduksi Data

Data yang berada di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

  • Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang telah terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

  • Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adakah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dalam mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan sudah kredibel.

5. Jadwal Tahapan Penelitian

Tabel 1. Timeline Kegiatan Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengelolaan Organisasi Internal PDIP

Partai PDIP memiliki visi & misi yang kuat untuk membangun kedekatan dengan rakyat. Visi PDIP yaitu,” Bahwa sesungguhnya cita-cita luhur untuk membangun dan mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur serta berkeadaban dan berketuhanan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia.” Sebagai Partai Ideologis berasaskan Pancasila 1 Juni 1945, PDI Perjuangan berperan aktif dalam usaha-usaha untuk mencapai cita-cita bersama di atas. Untuk itu, PDI Perjuangan berketetapan menjadi alat perjuangan dan pengorganisasian rakyat. Sebagai alat rakyat, PDI Perjuangan bertugas untuk: Pertama, mewujudkan amanat penderitaaan rakyat sebagaimana termaktub dalam cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. 2. Kedua, menjaga dan melaksanakan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar dan arah berbangsa dan bernegara; sebagai sumber inspirasi dan harapan bagi rakyat; sebagai norma pengatur tingkah laku kebijakan, kelembagaan dan anggota partai; dan sebagai cermin dari keseluruhan jati diri partai. Ketiga, mengantarkan Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi perwujudan cita-cita bersama bangsa di atas.0

Dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk: Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Membangun masyarakat Pancasila 1 Juni 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur; Menghimpun dan membangun kekuatan politik rakyat; Memperjuangkan kepentingan rakyat di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara demokratis; dan berjuang mendapatkan kekuasaan politik secara konstitusional guna mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Menjadi alat perjuangan guna membentuk dan membangun karakter bangsa; Mendidik dan mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara; Menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; dan Melakukan komunikasi politik dan partisipasi politik warga negara.0

Selain visi & misi, PDIP juga memiliki arah perjuangan yang disebut Dasa Prasetya yang akan menjadi arahan bagi pengelolaan dan penyikapan organisasi partai. Dasa Prasetya merupakan arah umum perjuangan Partai dalam menerapkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Dasa Prasetya berarti sepuluh janji kesetiaan, berisi 10 (sepuluh) butir pemikiran kebangsaan mengenai usaha pemberdayaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat yang terdiri atas:

  1. Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945, serta menjaga kebhinekaan bangsa.

  2. Memperkokoh kegotong-royongan rakyat dalam memecahkan masalah bersama.

  3. Memperkuat ekonomi rakyat melalui penataan sistem produksi, reforma agraria, pemberian proteksi, perluasan akses pasar, dan permodalan.

  4. Menyediakan pangan dan perumahan yang sehat dan layak bagi rakyat.

  5. Membebaskan biaya berobat dan biaya pendidikan bagi rakyat.

  6. Memberikan pelayanan umum secara pasti, cepat, dan murah.

  7. Melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta menerapkan aturan tata ruang secara konsisten.

  8. Mereformasi birokrasi pemerintahan dalam membangun tata pemerintahan yang baik, bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

  9. Menegakkan prinsip-prinsip demokrasi partisipatoris dalam proses pengambilan keputusan.

  10. Menegakkan hukum dengan menjunjung tinggi azas keadilan dan hak azasi manusia.

Dasa Prasetya ini didorong agar dilaksanakan dan diimplementasikan dengan konsisten oleh kader yang bertugas di legislatif dan eksekutif, dengan dukungan kader struktural.0

Selain karena struktur internal yang cukup jelas serta adanya prinsip kerja yang dianut oleh setiap anggota partai, PDIP dikenal sebagai partai dengan tingkat loyalitas anggota yang tinggi. Loyalitas ini tidak hanya bersumber dari prinsip kerja maupun keinginan setiap kader untuk terjun pada tataran politik praktis, tetapi juga kepemimpinan di partai tersebut. Bukanlah suatu fakta yang mencengangkan bahwa PDIP memiliki kepemimpinan yang kuat. Terlihat dari besarnya legitimasi pemimpin yang tinggi. Megawati Soekarnoputri yang telah menjabat sebagai ketua umum PDIP sejak 1993 sampai sekarang selalu mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat. Hal ini menunjukkan bagaimana PDIP yang merupakan partai wong cilik tetap mampu menjaga identitas dirinya dan tetap merepresentasikan kepentingan masyarakat kecil. Tetap berdirinya satu figur pemimpin yang belum terganti sampai saat ini menunjukkan besarnya kepercayaan anggota dan masyarakat. Setiap pidato yang disampaikan oleh Megawati memang memberikan implikasi yang cukup besar kepada setiap anggota partai. Bentuk kepemimpinan yang kuat inilah yang kemudian berimplikasi kepada kestabilan organisasi dan berjalannya program kerja partai.

Dalam rangka melaksanakan tugas Partai, disusun jenjang kepengurusan sebagai berikut:0

1. Dewan Pimpinan Pusat Partai disingkat DPP Partai

DPP Partai meliputi wilayah NKRI. Struktur dan komposisi kepengurusan DPP Partai berjumlah 27 (dua puluh tujuh) orang. DPP Partai dipimpin oleh satu orang Ketua Umum yang berwenang, bertugas, dan bertanggung jawab atas eksistensi, program dan kinerja partai ke dalam dan keluar. Ketua Umum dibantu oleh kepala-kepala bidang (bidang internal, bidang program), Sekretaris Jenderal, Wakil-wakil sekjen, Bendahara Umum, Wakil-wakil Bendahara Umum, Majelis Ideologi, dan Departemen-departemen.

2. Dewan Pimpinan Daerah Partai disingkat DPD Partai

Dewan Pimpinan Daerah Partai disingkat DPD Partai meliputi wilayah Provinsi. Pengurus DPD Partai terdiri atas: Ketua DPD Partai; Wakil-Wakil Ketua Bidang Internal; Wakil-Wakil Ketua Bidang Program; Sekretaris dan Wakil-Wakil Sekretaris; Bendahara dan Wakil Bendahara. Struktur dan komposisi DPD Partai berjumlah sekurang-kurangnya 17 (tujuhbelas) orang dan sebanyak-banyaknya 23 (dua puluh tiga) orang.

3. Dewan Pimpinan Cabang Partai disingkat DPC Partai

Dewan Pimpinan Cabang Partai disingkat DPC Partai meliputi wilayah kabupaten/ kota. Pengurus DPC Partai yang terdiri dari : Ketua DPC Partai, Wakil-Wakil Ketua Bidang Internal; Wakil-Wakil Ketua Bidang Program; Sekretaris dan Wakil-Wakil Sekretaris; Bendahara dan Wakil Bendahara. Struktur dan komposisi DPC Partai berjumlah sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang dan sebanyak-banyaknya 19 (sembilan belas) orang.

4. Pengurus Anak Cabang disingkat PAC Partai

Pengurus Anak Cabang disingkat PAC Partai yang meliputi wilayah kecamatan. Tugas dan Fungsi DPD Partai dan DPC Partai di kecamatan/ distrik dilaksanakan oleh PAC Partai dengan susunan kepengurusan sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang.

5. Pengurus Ranting Partai

Pengurus Ranting Partai yang meliputi wilayah desa/kelurahan dan atau yang setingkat. Tugas dan fungsi DPC partai dan PAC partai di kelurahan/ desa dilaksanakan oleh Pengurus Ranting Partai dengan susunan kepengurusan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang.

6. Pengurus Anak Ranting Partai.

Pengurus Anak Ranting Partai meliputi wilayah dusun/ dukuh/ rukun warga/ lorong/ gang dan atau sebutan lainnya. Tugas dan Fungsi PAC Partai dan Pengurus Ranting di dusun/ dukuh/ rukun warga/ lorong/gang dilaksanakan oleh Pengurus Anak Ranting Partai, dengan susunan kepengurusan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.

PDIP juga memiliki berbagai alat kelengkapan yang terdiri atas berbagai badan dan organisasi masyarakat yang ikut menopang pelaksanaan tata kelola organisasi dan fungsi partai.

Susunan hierarkhi yang sama juga berlaku dalam mekanisme rapat di PDIP. Sesuai dengan AD/ART PDIP, mekanisme rapat di PDIP juga tersusun secara hierarkis dengan urutan :0

1. Kongres Partai

Sesuai dengan urutannya, Kongres merupakan forum dan lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Partai. Kongres Partai diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun dan memiliki wewenang untuk : Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai; Mengesahkan, dan menetapkan Program Perjuangan Partai; Menilai pertanggungiawaban Dewan Pimpinan Pusat Partai; Menetapkan Dewan Pimpinan Pusat Partai; Menilai dan melakukan rehabilitasi anggota partai yang terkena sanksi pemecatan; Membuat dan menetapkan keputusan lainnya.

2. Rapat DPP Partai

Rapat DPP Partai diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang : Membahas perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain yang menyangkut kehidupan partai, masyarakat, bangsa dan negara; Membahas perkembangan, pencapaian dan tantangan yang dihadapi partai dalam pelaksanaan Program Partai; Membahas laporan dari Alat Kelengkapan Partai dan laporan perkembangan dari DPD dan DPC partai; Merumuskan dan memutuskan kebijakan partai sesuai perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan organisasi yang menyangkut kehidupan partai.

Selain itu, juga diselenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang berfungsi untuk melakukan evaluasi, sinkronisasi dan koordinasi partai yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun. Rakernas ini bertujuan untuk : Menerima laporan dan masukan dari Dewan Pimpinan Partai peserta Rakernas sesuai dengan pelaksanaan tugas di wilayah masing-masing; Menerima laporan dari Alat Kelengkapan Partai tingkat pusat sesuai dengan pelaksanaan program kerjanya masing-masing untuk disinkronkan dengan DPD partai; Menyampaikan keputusan dan kebijakan partai sesuai dengan dinamika masyarakat dan yang menyangkut kondisi internal partai.

3. Rapat Koordinasi Umum

Rapat Koordinasi Umum di tingkat Pusat, Daerah dan Cabang mempunyai tugas dan wewenang : Menerima masukan menyangkut peningkatan kinerja dan citra partai di semua tingkatan partai dari Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Fungsional dan Organisasi Profesi yang se-asas dan/atau seaspirasi serta dari kader partai yang berada dalam organisasi yang dimaksud; Melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan bersamaOrganisasi Kemasyarakatan, Organisasi dan Organisasi Profesi yang se-asas dan/atau seaspirasi di wilayahnya. Menetapkan pedoman dan skala prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan bersama Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Fungsional dan Organisasi Profesi yang seasas dan/atau seaspirasi di wilayahnya; Melakukan koordinasi dan sinkronisasi atas pelaksanaan kegiatan Partai bersama Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Fungsional dan Organisasi Profesi yang se-asas dan/atau seaspirasi di wilayahnya.

4. Rapat Koordinasi Bidang

Rapat Koordinasi Bidang dipimpin oleh Ketua Bidang yang dihadiri oleh Alat Kelengkapan Partai dan Departemen terkait. Rapat Koordinasi Bidang dilaksanakan di tingkat kepengurusan Pusat, Daerah, atau Cabang Partai. Rapat Koordinasi Bidang diadakan sekurang-kurangnya sekali setiap 3 bulan dengan tugas dan wewenang: Membahas masukan dari Alat Kelengkapan Partai dan Departemen terkait sesuai dengan bidangnya; Mengoordinasikan langkah pelaksanaan kegiatan dari Alat Kelengkapan Partai dan Departemen terkait sesuai dengan bidangnya; Mekanisme dan tata kerja Rapat Koordinasi Bidang selanjutnya diatur dalam Peraturan Partai.

5. Rapat Koordinasi Wilayah

Rapat Koordinasi Wilayah dilaksanakan oleh kepengurusan Pusat, Daerah, atau Cabang Partai. Rapat Koordinasi Wilayah dipimpin oleh Koordinator Wilayah pada tingkatan dan wilayah bersangkutan yang dihadiri oleh unsur Dewan Pimpinan Partai pada tingkatannya masing-masing. Rapat Koordinasi Wilayah diadakan untuk: Menerima dan membahas laporan dari Dewan Pimpinan Partai dan/atau pengurus partai di wilayahnya; Menyampaikan keputusan dan kebijakan partai; Mengoordinasikan langkah pelaksanaan kegiatan partai selanjutnya.

6. Konferensi Daerah Partai

Konferensi Daerah Partai adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi partai di tingkat provinsi. Konferensi Daerah Partai diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun. Konferensi Daerah Partai mempunyai wewenang : Menilai laporan pertanggungjawaban DPD Partai; Menghimpun, merumuskan dan mengkoordinasikan program kerja partai di wilayah provinsi bersangkutan; Memilih Dewan Pimpinan Daera (DPD).

7. Rapat DPD Partai

Terdiri atas Rapat DPD Partai dan Rakerda. Rapat DPD Partai dilaksanakan oleh DPD Partai dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah anggota DPD Partai. Rapat DPD Partai dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, Bendahara dan/atau Wakil-wakil Bendahara DPD Partai. Rapat DPD Partai diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan mempunyai tugas dan wewenang: Membahas perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan lain-lain yang menyangkut kehidupan partai dan masyarakat di wilayahnya; Membahas perkembangan, pencapaian dan tantangan yang dihadapi Partai dalam pelaksanaan program partai; Membahas laporan dari DPC dan Alat Kelengkapan Partai; Merumuskan dan menjabarkan kebijakan partai.

Rapat Kerja Daerah Partai adalah rapat DPD Partai yang diperluas dan dilaksanakan oleh DPD Partai serta dihadiri oleh anggota DPD Partai, Alat Kelengkapan Partai tingkat Daerah, unsur DPC dan unsur partai lainnya. Rakerda Partai berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi dan koordinasi partai yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk: Menerima masukan dari peserta sesuai dengan pelaksanaan tugas di wilayahnya masing-masing; Menerima laporan dari Alat Kelengkapan Partai tingkat daerah; Menyampaikan keputusan dan kebijakan partai; Rapat DPD Partai selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

PDIP juga memiliki aturan dalam pengelolaan organisasi khususnya bagi kader di kantor publik (eksekutif dan legislatif) maupun akar rumput. Kader Partai yang ditugaskan dalam Lembaga Legislatif melaksanakan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan agar kebijakan nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota sesuai dengan kebijakan dan Program Partai. Kader Partai yang bertugas di Lembaga Eksekutif melaksanakan fungsi eksekutif pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dan searah dengan kebijakan dan Program Partai. Kader Partai yang ditugaskan dalam Lembaga Non-eksekutif wajib mensosialisasikan dan memperjuangkan kebijakan dan Program Partai menjadi program dari lembaga dimana kader tersebut bertugas.0

2. Strategi DPD PDIP DIY dalam Menyikapi Masalah Keistimewaan Yogyakarta

Sikap PDIP dalam mendukung Keistimewaan Yogyakarta tidak tergantung pada partai-partai lain. PDIP mengambil sikap sesuai dengan aspirasi rakyat. PDIP sejak awal mengawal terkait dengan polemik penetapan atau pemilihan Gubernur Yogyakarta. Sejarah budaya dan aspirasi rakyat Yogya itulah yang menjadi parameter dari basis kenapa PDIP terus mendukung penetapan. Aspirasi masyarakat Yogya dan sejarah Yogya, bagaimana hubungan antara Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan Bung Karno, dan bagaimana kontribusi rakyat Yogya kepada pendirian NKRI menjadi pertimbangan penyikapan PDIP terhadap masalah Keistimewaan.0

PDIP sendiri berkomitmen untuk meminta agar seluruh anggota dan kader PDIP menjaga serta mengamankan keistimewaan Yogyakarta. Keistimewaan diharapkan memiliki makna untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Yogyakarta.0 PDIP konsisten mengawal dukungan Keistimewaan mulai dari kantor pusat, kantor publik dan di tingkat akar rumput. Bahkan saat menjelang penetapan Undang-Undang Keistimewaan, DPD PDIP DIY bersemangat untuk menggerakkan massa untuk mengawal Keistimewaan Yogyakarta. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dari empat kabupaten dan satu kota di DIY juga bergerak menjelang penyikapan RUUK. Mereka sepakat memberikan dukungan kepada keistimewaan khususnya penetapan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Mereka memberikan dukungan kepada DPRD DIY untuk menentukan sikap mendukung keistimewaan DIY dengan penetapan. DPD PDIP DIY bahkan menggerakkan ribuan massa dan perangkat desa untuk turut serta dalam mendukung Keisrtimewaan Yogyakarta.0

Konsistensi PDIP dalam mendukung Keistimewaan Yogyakarta memperlihatkan karakternya sebagai partai programatik. Partai programmatik mendasarkan pada konsistensi program atau platform, meskipun peran ideologi terlihat memudar, tetapi pengaruh ideologi masih terasa kental, sehingga partai ini memiliki landasan yang lebih mapan. Di samping itu, partai jenis ini biasanya memiliki basis sosial yang jelas meski tak tidak luas. Jika melihat adanya nilai-nilai atau ideologi yang kental dan menjadi ikatan antara partai dan konstituen, spektrum legitimasi partai programatik terletak pada konsistensi nilai-nilai dan program partai.0

Langkah DPD PDIP DIY untuk mendukung Keistimewaan Yogyakarta juga untuk menjaga hubungan baik dengan pihak eksekutif yang sekaligus pemimpin kultural Yogyakarta yaitu Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paku Alam X. Hal ini dapat ditafsirkan langkah organisasi DPD PDIP DIY untuk mencegah munculnya konflik manifes dengan pihak-pihak di tataran akar rumput maupun ranah politik. Langkah ini adalah tata kelola konflik yang dilakukan oleh DPD PDIP DIY dalam level inter-organizational, intergroup dan intragroup serta interpersonal.0

Dalam taraf interorganisasional dapat ditafsirkan bahwa dukungan atas Keistimewaan Yogyakarta adalah untuk mengamankan posisi basis politik PDIP di Yogyakarta. Apalagi mengingat saat ini PDIP memimpin lembaga legislatif di 4 kabupaten dan satu kota di DIY. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai upaya DPD PDIP DIY untuk menjaga ikatan di tingkat akar rumput dan memastikan tetap memiliki basis pemilih yang kuat. Posisi ini harus tetap dijaga demi upaya DPD PDIP DIY untuk menjaring aspirasi dan mempengaruhi pembentukan kebijakan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Strategi ini diakui oleh Wakil Ketua DPD PDIP DIY bidang Pemenangan Pemilu sebagai berikut:

Meskipun kami tidak memiliki kepala daerah di tiap kabupaten/kota, tapi kami masih yakin karena di tiap kabupaten dan kota di DIY kader kami menjabat sebagai Kepala Dewan, sehingga kami bisa mempengaruhi kebijakan. Namun, juga harus tetap menjaga hubungan serasi dengan pihak eksekutif.”0

Dalam taraf intergrup maupun intragrup langkah DPD PDIP DIY untuk mendukung Keistimewaan Yogyakarta adalah demi menjaga hubungan baik dengan kantor pusat maupun dengan posisi di tingkat akar rumput. Hal ini adalah dalam rangka menjaga keutuhan partai dalam menyikapi suatu masalah. Pencegahan munculnya perdebatan yang panjang terhadap suatu masalah dikhawatirkan hanya akan memicu disintegrasi organisasi. Berdasarkan arahan dari DPP sendiri telah menyatakan akan mengawal Keistimewaan Yogyakarta, begitu pula di tingkat akar rumput desakan dukungan juga menguat. Hal ini tentu harus mendorong DPD PDIP DIY untuk mengeluarkan penyikapan yang sama.

DPP PDIP menyatakan bahwa dukungan terhadap Keistimewaan Yogyakarta tetap berdasarkan konstitusi, aspek histories, aspek budaya dalam semangat NKRI. Tidak pernah PDI Perjuangan membuat penawaran posisi dan lain-lain baik kepada pemerintah DIY maupun kepada Sultan HB X. Dalam arti politik, ini murni aspirasi masyarakat DIY yang diserap PDI Perjuangan DIY setelah mencermati setiap perkembangan yang ada terkait masalah status DIY yang akan datang. Dalam konteks posisi politik Sultan HB X yang merupakan milik masyarakat Jogya yang berbhineka, seharusnya posisi politik Sultan HB X mengayomi secara politik seluruh aspirasi politik masyarakat Jogya. Walaupun sebagai seorang pribadi tentunya Sultan HB X mempunyai hak politik sebagai warganegara RI, yang mempunyai aspirasi politik, tapi posisi Sultan DIY sudah menjadi milik masyarakat DIY. Jadi sebagai pengayom masyarakat Jogya. Ini setidaknya bagian dari pengorbanan ambisi politik pribadi, kalaupun itu ada. Dan diyakini bahwasannya Sultan HB X sangat memahami seandainya muncul wacana demikian, apapun demi satunya keutuhan masyarakat DIY.0