PERAN GEREJA SEBAGAI AGEN MORALITAS DALA

1|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
PERAN GEREJA SEBAGAI AGEN MORALITAS
DALAM PUSARAN ARUS
KEKUASAAN POLITIK DAN KEUASAAN EKONOMI

Teguh Hindarto

Seseorang
mengirimkan
pesan kepada saya melalui aplikasi
Whatsap yang intinye hendak
mengatakan bahwa “Yesus dan para
rasul-nya
A-politik”.
Saya
mengamini pernyataan tersebut
namun dengan catatan bahwa misi
Yesus datang ke dunia memang
bukan
untuk
memecahkan

persoalan-persoalan politik. Rasulrasul Yesus hanya meneruskan apa
yang telah disabdakan, diajarkan dan

dilakukan Yesus melalui kitab-kitab
dan surat-surat yang ditulis yang kita
kenal sebagai Kitab Perjanjian Baru
(Injil dan surat-surat rasuli).
Namun demikian, sabda,
ajaran serta tindakan Yesus Sang
Mesias baik secara langsung maupun
tidak langsung akan berhadapan
dengan kekuatan politik bahkan
berimplikasi terhadap konstelasi
politik. Pewartaan para rasul tentang

2|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
sabda, ajaran serta teladan Yesus
Sang Mesias-pun kerap berhadapan
dengan kekuatan politik.
Ketika

Yesus
diadili
sebelum dieksekusi di palang salib,
Yesus ditanya oleh Pilatus yang
mewakili kekuasaan politik Galilea
dan Perea, "Engkaukah raja orang
Yahudi?" Dan Yesus menjawab,
"Engkau sendir i mengatakannya”
(Luk 23:3). Yesus tidak menyangkal
dirinya “Raja Yahudi” dengan
menggunakan permainan kalimat,
“Engkau sendiri mengatakannya”
kepada Herodes. Pernyataan Yesus
berimplikasi kepada kekuasaan
politik Herodes. Bahkan ketika
Yesus
hendak
dijebak
dan
dibenturkan dengan kekuatan politik

Herodes oleh orang-orang Farisi –
salah satu mazhab dalam Yudaisme
– dengan menanyakan pada Yesus,
“Apakah diperbolehkan membayar
pajak kepada Kaisar atau tidak?"
(Mat 22:17), Yesus memberikan
jawaban cerdas, "Berikanlah kepada
Kaisar apa yang wajib kamu berikan
kepada Kaisar dan kepada Tuhan
apa yang wajib kamu berikan
kepada Tuhan” (Mat 22:21).
Seluruh kisah di atas memberikan
benang merah pada kita bahwa
ajaran dan teladan Yesus Sang
Mesias kerap bersinggungan dengan

kekuasaan politik bahkan bisa
berdampak terhadap kekuasaan
politik tertentu, sekalipun Yesus
tidak berpolitik.

Demikian pula rasul-rasul
Yesus khususnya rasul Paul pernah
pada
suatu
peristiwa
harus
berhadapan
dengan
kekuasaan
politik
mengenai
misi
yang
diberitakannya tentang Yesus. Rasul
Paul harus berhadapan dengan
Feliks, Festus dan Agripa (Kis Ras
24-26). Saat Paul mengajukan
pembelaan kepada Agripa secara
panjang
lebar

perihal
misi
pemberitaan Injil, dengan berani
Paulus mengeluarkan kalimat ajakan
secara tidak langsung kepada Agripa
untuk menganut keyakinan yang
sama dengan dirinya dengan berkata:
"Aku mau berdoa kepada Tuhan,
supaya segera atau lama -kelamaan
bukan hanya engkau saja, tetapi
semua orang lain yang hadir di sini
dan
yang
mendengarkan
perkataanku menjadi sama seperti
aku, kecuali belenggu-belenggu ini”
(Kis 26:29).
Bahkan sebelum Yesus
menjalankan karya Mesianisnya dan
para rasul mewartakan Yesus

sebagai Mesias yang dinubuatkan
dalam Torah, Yohanes Pembaptis

3|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
sang pembuka jalan bagi kedatangan
Mesias harus berhadapan dengan
kekuasaan politik saat tegurannya
terhadap perilaku amoral anggota
keluarga
pemegang
kekuasaan
politik
yaitu
Herodias
telah
menyinggung perasaan Herodes
hingga berakhir dengan pemenjaraan
Yohanes Pembaptis sebagaimana
dikatakan: “Dengan banyak nasihat
lain Yohanes memberitakan Injil

kepada orang banyak. Akan tetapi
setelah ia menegor raja wilayah
Herodes karena peristiwa Herodias,
isteri saudaranya, dan karena
segala
kejahatan
lain
yang
dilakukannya, raja itu menambah
kejahatannya dengan memasukkan
Yohanes ke dalam penjara” (Luk
3:18-20).
Berkaca dari sabda dan
ajaran serta teladan Yesus, para rasul
Yesus serta keberanian Yohanes
Pembaptis, maka Gereja di mana di
dalamnya terdiri dari pendeta, pastor
dan umat Tuhan harus menyuarakan
nilai-nilai
moral,

nilai-nilai
kemanusiaan, nilai-nilai keadilan
sosial yang bersumber dari sabda
dan ajaran Yesus Sang Mesias. Jika
nilai-nilai
tersebut
diwartakan
dengan benar, maka secara tidak
langsung pasti akan bersentuhan
dengan kekuasaan politik dan
konstelasi
politik
sebagaimana
dikatakan DR. J. Verkuyl (alm) sbb:

“Di dunia ini gereja adalah nabi
(Tuhan). Gereja telah ditugaskan
untuk memberitakan Hukum (Tuhan)
dan Injil kepada jemaat Kristus dan
dunia. Jika hal ini dilakukannya

dengan setia dan sunguh-sunguh,
maka itu berarti bahwa kehidupan
masyarakat
dan
tata
negara
dihadapmukakan dengan perintahperintah Tuhan. Gereja Yesus
Kristus tidak menerima panggilan
untuk
melakukan
pemberitaan
politik. Tetapi jika gereja sungguhsungguh memberitakan Firman
Tuhan tanpa dikurangi sedikitpun,
maka pemberitaannya itu akan
menyinggung juga kehidupan politik
dan juga menyinggung juga para
pemerintah ”(Etika Kristen: Ras,
Bangsa, Gereja dan Negara,
Jakarta: BPK Gunung Mulia 1982,
hal 256).

Mengapa
Gereja
harus
terlibat
mewartakan
nilai-nilai
moralitas, nilai-nilai kemanusiaan,
nilai-nilai keadilan sosial? Pertama ,
karena nilai-nilai moralitas, nilainilai
kemanusiaan,
nilai-nilai
keadilan sosial adalah isi dari
Kerajaan
Tuhan
sebagaimana
dikatakan, “Sebab Kerajaan Tuhan
bukanlah
soal
makanan
dan

minuman, tetapi soal kebenaran,
damai sejahtera dan sukacita oleh
Roh Kudus” (Rm 14:17). Jika
Gereja
mewartakan
nilai-nilai
moralitas, nilai-nilai kemanusiaan,
nilai-nilai keadilan sosial maka

4|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
Gereja telah menghadirkan Kerajaan
Tuhan di bumi. Kedua , Gereja
memiliki peran sosial sebagaimana
teladan Yesus Sang Mesias saat
berkata: “Ia datang ke Nazaret
tempat Ia dibesarkan, dan menurut
kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia
masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri
hendak membaca dari Kitab Suci.
Kepada-Nya diberikan kitab nabi
Yesaya dan setelah dibuka -Nya, Ia
menemukan nas, di mana ada
tertulis: "Roh YHWH ada pada -Ku,
oleh sebab Ia telah mengurapi Aku,
untuk menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin; dan Ia
telah
mengutus
Aku.
untuk
memberitakan pembebasan kepada
orang-orang
tawanan,
dan
penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang
yang tertindas, untuk memberitakan
tahun rahmat YHWH telah datang”
(Luk 4:16-19).
Peran sosial Gereja tidak
bisa dilepaskan dari nilai-nilai
moralitas, nilai-nilai kemanusiaan,
nilai-nilai keadilan sosial karena
kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat
kerap
menerima
perlakuan tidak adil, tidak bermoral,
tidak manusiawi yaitu orang-orang
miskin, orang-orang tawanan, orangorang tertindas, dimana Yesus Sang
Mesias telah datang untuk mereka.
Ketiga , Karena dalam banyak kasus,
kekuasaan
politik
yang
berkolaborasi dengan kekuasaan

ekonomi
kerap
menampilkan
perilaku tidak bermoral dan menodai
nilai-nilai keadilan sosial dalam
berbagai regulasi atau kebijakkan
yang dikeluarkannya. Regulasi atau
kebijakkan
yang
menimbulkan
kerugian atau bahkan kemiskinan
bagi kelompok sosial dan ekonomi
lemah inilah yang kerap disebut
dengan “kemiskinan struktural”.
Kemiskinan struktural dihasilkan
dari sejumlah regulasi yang menodai
nilai-nilai keadilan sosial, nilai-nilai
moral, nilai-nilai kemanusiaan.
Ketika
para
petani
kehilangan
lahan
dan
mata
pencahariannya atau kerusakan
ekologis yang dialami sekelompok
penduduk dikarenakan sejumlah
regulasi
yang
memberikan
keleluasaan perusahaan tertentu
untuk membangun kegiatan usaha
baik di bidang pertambangan (karst,
timah, emas dll), proyek bendungan,
perumahan
modern,
pusat
perbelanjaan modern, pusat hiburan
modern di lahan di mana mereka
mempertahankan kehidupan bahkan
dengan ganti rugi yang tidak
memadai, bukankah di sana sudah
terjadi kebijakkan-kebijakkan yang
menodai nilai moralitas, menodai
nilai keadilan sosial serta menodai
nilai kemanusiaan?
Sebagaimana
Yohanes
Pembaptis yang berani dan tegas
menentang pelanggaran perilaku

5|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
moral Herodias, istri saudara
Herodes, maka Gereja sudah
seharusnya menyuarakan teguran
dan
kritik
sosial
terhadap
pelanggaran moral dan pelanggaran
keadilan sosial serta pelanggaran
kemanusiaan yang terkandung dalam
sejumlah regulasi dan kebijakkan
yang dibuat baik oleh kekuasaan
politik maupun kekuasaan ekonomi.
Meminjam istilah Max Regus dalam
kata pengantar buku karya Beny
Denar, Mengapa Gereja (Harus)
Tolak Tambang?, bahwa, “Gereja
harus berani melakukan institutional
adjustment untuk menjadi pemain
penting dalam ruang sosial, ekonomi
dan politik” (Ledalero 2015:16).
George Aditjondro menggunakan
istilah “Diakonia Palang Pintu”
sebagai lawan “Diakonia Palang
Marah”.
Yang
dimaksudkan
“Diakonia Palang Pintu” adalah,
“diakonia yang melayani semua
pihak dan mencegah terjadinya
korban” (Frans Angal, Diakonia
Palang
Pintu,
http://fransanggal.blogspot.co.id/2009/04/diako
nia-palang-pintu.html)
Bagaimana cara Gereja
melakukan teguran dan kritik sosial
sebagai bagian dari tugas dan
tanggung
jawabnya
sebagai
penampakkan Tubuh Yesus di bumi?
Pertama , para teolog atau aktivis
Kristen yang concern dengan
persoalan sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan dapat menuangkan

kritik sosialnya ke ruang publik baik
melalui artikel atau buku yang
dimuat di media cetak maupun
media on line. Kedua , melakukan
pendampingan
dan
advokasi
terhadap mereka yang menjadi
korban regulasi kekuasaan politik
dan kekuasaan ekonomi sehingga
memarjinalkan
mereka
dari
pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Ketiga , memberikan pendidikan
kritis kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang mengalami dampak
regulasi yang merugikan kehidupan
ekonomi mereka. Pendidikan kritis
ini dimaksudkan sebagai bentuk
penyadaran
dan
penyingkapan
bahwa dibalik berbagai regulasi
yang kelihatan rasional secara
ekonomi,
terkandung
sejumlah
dampak sosial ekonomi yang
merugikan kelompok masyarakat
tertentu sehingga dengan pendidikan
kritis, masyarakat dapat menilai
dengan kritis setiap regulasi dan
memiliki posisi tawar ketika
berhadapan
dengan
kekuasaan
politik dan kekuasaan ekonomi.
Karena Gereja harus terlibat
dalam mewartakan nilai-nilai moral,
nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai
keadilan sosial sehingga secara
langsung dan tidak langsung akan
berhadapan
dengan
kekuasaan
politik dan kekuasaan ekonomi,
maka Gereja bukan hanya memiliki
basis pemahaman teologis yang
kokoh namun juga penguasaan

6|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
terhadap sejumlah ilmu penunjang
dalam hal ini ilmu Sosiologi, Politik
dan Ekonomi. Tanpa perlengkapan
keilmuan tersebut, Gereja hanya
berkutat pada dalil-dalil teologis
tanpa memahami struktur sosial
masyarakat, kekerasan struktural
dibalik sejumlah regulasi, peta
persoalan yang kompleks saat terjadi
konflik
sosial
dll.
Tanpa
perlengkapan keilmuan sosial yang
memadai, berbagai persoalan sosial,
ekonomi dan politik hanya akan
dipahami secara sederhana oleh
Gereja khususnya para teolog atau
rohaniawan Kristen sebagai sebuah
penyakit yang dapat diusir hanya
dengan berdoa. Kesadaran palsu ini
dapat terbaca melalui slogan dan
iklan-iklan
dalam
kegiatan
Kebaktian Kebangunan Rohani
dengan kalimat-kalimat bombastis
sbb: “KKR Mukjizat dan Akhir
Zaman, Tuhan Yesus Penyembuh,
Sembuh Dari Penyakit, Hubungan
Keluarga, Kemiskinan dan Usaha”.
Lalu di tempat lain ditulis, “KKR
Kuasa dan Mujizat di Singgapura.
Kesembuhan dan dan Pelepasan
Resesi Ekonomi”, dll. Apa yang
salah dengan pernyataan-pernyataan
publikasi yang bombastis di atas?
Bukan hanya tidak memiliki dasar
teologis
yang
kuat
dengan
menyetarakan resesi ekonomi dan
kemiskinansebagai penyakit yang
dapat sembuh dengan didoakan oleh
sang penyembuh namun juga
memperlihatkan
kebutaan

pengetahuan mengenai penyebab
persoalan-persoalan sosial baik
resesi ekonomi maupun kemiskinan
dimana persoalan-persoalan tersebut
dapat dipahami jika para teolog atau
pendeta mengembangkan wawasan
keilmuannya dengan membaca ilmuilmu sosial, ekonomi, politik
sehingga melahirkan pemikiran
teologis
yang
kaya
karena
melibatkan keilmuan lain. Menarik
membaca pernyataan Robert Bellah
dalam bukunya, Beyond Belief:
Essays on Religion in a PostTraditional World sbb: "The
absolute separation of social science
and theology is imposible. Every
theology implies a sociology and a
psychology and so on. And every
sociology implies a theology, or, at
least any definite theological
position limits the variety of
sociological positions compatible
with it and vice versa" (1970:206).
Kiranya tulisan pendek ini
mendorong Gereja khususnya para
teolog, pendeta bahkan aktifis gereja
untuk
lebih
mempertajam
pemahaman teologis dan melakukan
peran sosialnya untuk menghadirkan
Kerajaan Tuhan yaitu kebenaran dan
keadilan di bumi dengan melibatkan
diri untuk melakukan kritik sosial
ditengah arus kekuasaan politik dan
kekuasaan
ekonomi
yang
menimbulkan dampak sosial negatif
bagi kelompok masyarakat.

7|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015

INDONESIAN JUDEOCHRISTIANITY INSTITUTE
Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) adalah organisasi yang didirikan
dengan maksud dan tujuan sbb:

1. Menghadirkan Kekristenan dengan corak Semitik Yudaik sebagai akar
historisnya. Corak Semitik Yudaik tersebut dijabarkan dalam Pokok
Keimanan (Akidah/Emunah) dan Tata Peribadatan (Ibadah/Avodah)
serta Perilaku Hidup (Akhlaq/Halakah)
2. Mengisi kesenjangan materi terkait Yudaisme sebagai akar Kekristenan
awal, dalam berbagai kajian dan kurikulum Teologi
3. Melakukan berbagai kajian kritis dan teologis terhadap Kitab Suci dengan
pola pikir Ibrani
4. Menghadirkan penafsiran baru terhadap Torah dan relevansinya terhadap
Kekristenan masa kini
5. Melakukan kajian-kajian mengenai hubungan Kekristenan awal dengan
kebudayaan Semitik
6. Memperkokoh Teologi Judeochristianity
7. Membantu pemerintah dalam pembangunan mental dan spiritual bangsa
dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya

8|Buletin IJI Vol 3/Desember 2015
Sebelumnya organisasi ini bernama Forum Studi Mesianika (FSM). Berdasarkan
rapat anggota yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juli 2012 lalu, maka Forum
Studi Mesianika (FSM) berganti nama menjadi Indonesian Judeochristianity
Institute (IJI).
Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) bekerjasama dan berafiliasi dengan
Hebraic Root Teaching Institute (HRTI) yang berdomisili di Afrika Selatan
dengan pimpinan Prof. Liebenberg.

Salah satu usaha untuk mencapai beberapa tujuan di atas diantaranya adalah
menerbitkan buletin berkala sebagai wujud komunikasi dan pembelajaran anggota
IJI.

Indonesian Judeochristianity Institute (IJI)

Email: [email protected]
Website: www.messianic-indonesia.com (www.hrti.co.za)
Facebook:Messianic Indonesia (Indonesian Judeochristianity Institute)
Donasi dan Informasi: 081327274269

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100