TEORI TEORI PENGETAHUAN MENURUT AHLI FIL (1)

TEORI-TEORI PENGETAHUAN
MENURUT AHLI FILSUF
Makalah Yang Diajukan Untuk Menambah Nilai Mata Kuliah
Filsafat Ilmu

Disusun Oleh:






Rizky Ridwan
Sigit Prakoso
Fernanthes T.
Enggartiasto P.
Ade Syaepudin

Kelas
Dosen
Kelompok


201143500599
201143500637
201143500656
201143500687
201143500792

: R7D
: Acep, M.Pd.
:5

FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA, DAN IPA
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul ‘Teori-Teori Pengetahuan Menurut Ahli
Filsuf‘. Makalah ini diajukan untuk menambah nilai mata kuliah Filsafat Ilmu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca dan pendengar.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Jakarta, Oktober 2014

Penyusun

1

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................
2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
3
2.1 Pengertian Pengetahuan..............................................................................................
3
2.2 Teori Pengetahuan.......................................................................................................
3
2.3 Teori Pengetahuan Dalam Islam.................................................................................

6
2.4 Teori Pengetahuan Menurut Ahli Filsuf......................................................................
7
BAB III PENUTUP...................................................................................................................
11
3. Kesimpulan...................................................................................................................
11
2

DAFTAR PUSTAKA

....................................................................12

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain, dan tolak ukur

keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas
dan pondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung
kepada ilmu tertentu, dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu
dan pengetahuan dasar.
Latar belakang hadirnya pembahasan teori pengetahuan ini adalah karena para
pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat
penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan
banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian,
sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya
membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para
pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan
rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi dalam
masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang
mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi
eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian
sehingga filsuf Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai
aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini
masih digunakan.


1

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
2. Apa saja teori-teori pengetahuan?
3. Bagaimana teori-teori pengetahuan di dalam Islam?
4. Bagaimana teori-teori pengetahuan menurut ahli filsuf?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pengetahuan.
2. Mengetahui apa saja teori-teori pengetahuan.
3. Mengetahui teori-teori pengetahuan di dalam Islam.
4. Mengetahui teori-teori pengetahuan menurut ahli filsuf.

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui, yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir yang
menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak.
2.2 Teori Pengetahuan
Teori pengetahuan sebenarnya adalah salah satu cabang dari struktur filsafat,
selain teori hakikat dan teori nilai. Teori pengetahuan ini membahas tentang
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan. Sehingga lebih banyak berbicara tentang
hakikat pengetahuan, cara berpikir, dan hukum berpikir yang mana harus
dipergunakan agar kita mendapatkan hasil pemikiran yang kemungkinan benarnya
lebih besar. Teori pengetahuan terbagi menjadi :
A. Empirisme
John Locke, seorang bapak empirisme dari Britania mengatakan bahwa
manusia dilahirkan akalnya merupakan jenis buku catatan yang kosong. Di dalam
buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indrawi. Dan lebih lanjut lagi
John Locke mengatakan, seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan
serta refleksi yang pertama dan sederhana itu. Singkat cerita, pengetahuan yang
didapat dengan empirisme ini lebih banyak dikarenakan pengalaman-pengalaman
yang pernah dilalui, seberapa rumitnya pengetahuan dapat dilacak dengan

pengalaman-pengalaman indrawi.

3

B. Rasionalisme
Rasio berarti akal. Rasionalisme berarti suatu paham dimana sumber
pengetahuan berasal dari akal. Rene Descartes, bapak rasionalisme berusaha
menemukan kebenaran yang tidak dapat diragukan, sehingga memakai metode
deduktif (kesimpulan ditarik dari premis-premis umum) untuk menyimpulkan
pengetahuan. Seorang rasionalis tentunya mengakui bahwa kebenaran-kebenaran
yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang jumlahnya sama banyaknya
dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan tersebut. Dan seorang rasionalis pastilah
memandang pengalaman sebagai salah satu alat bantu dari akal, karena
menurutnya pengetahuan berasal dari akal pikiran.
C. Fenomenalisme
Fenomenalisme

adalah


sebuah

paham

untuk

mencari

pengetahuan

berdasarkan gejala yang terjadi. Seorang Immanuel Kant, bapak fenomenalisme
membuat uraian tentang pengalaman, bahwa sesuatu sebagaimana terdapat dalam
dirinya sendiri merangsang alat indrawi dan diterima oleh akal kita dalam bentukbentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Dan
karena itu pula, seorang fenomenalis tidak pernah mempunyai pengetahuan
tentang barang sesuatu yang terjadi seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya
tentang sesuatu yang menampak, dan inilah yang disebut dengan gejala.
Immanuel Kant mengemukakan tentang fenomenalis, karena mengkritik salah
seorang pemikir yang mengkritik sumber ilmu pengetahuan berasal dari hal yang
bersifat empiris dan rasional. Karena menurut Kant, seorang empirisme benar
apabila pengetahuan didasarkan pada pengalaman, meskipun hanya sebagian dan

seorang rasionalis juga benar, karena akalnya memaksakan bentuknya sendiri
terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

4

D. Instuisionisme
Intuisi adalah hal yang bersifat alamiah, pengetahuan simbolis yang pada
dasarnya bersifat analitis dan memberikan kepada kita keseluruhan yang
bersahaja, yang mutlak tanpa suatu ungkapan, terjemahan atau deskripsi secara
simbolis. Intuisionisme adalah suatu aliran atau paham yang menganggap bahwa
intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi
termasuk salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi
Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu
dan sering bercampur aduk dengan perasaan.
Menurut Henry Bergson, filsuf asal Prancis, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa atau pengetahuan yang
diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Seorang instuisif
memperoleh pengetahuan dengan cara mengetahui beberapa bagian dari suatu
peristiwa namun tidak mengalami keseluruhannya.

E. Metode Ilmiah
Ada suatu perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, jikalau ilmu
membicarakan kenyaataan yang sebenarnya, maka filsafat bicara tentang
bagaimana cara memperoleh jawaban. Sehingga muncullah metode ilmiah
sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Metode ilmiah dimulai dengan
pengamatan-pengamatan dan berakhir dengan pengamatan pula. Sehingga
pengamatan adalah hal yang pasti terukur.
Dalam metode ilmiah ini kita akan mengenal sebuah hipotesa. Hipotesa
berarti usulan penyelesaian yang berupa saran dan sebagai sebuah konsekuensi
yang harus dipandang sementara dan memerlukan verifikasi dan biasanya akan
memungkinkan adanya sejumlah saran. Dalam prosesi menemukan hipotesa,
dikatakan bahwa kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman yang ada,
mencari bentuk, dan didalamnya terdapat fakta-fakta yang telah diketahui dalam
5

menyusun kerangka tertentu. Dan berharap bahwa fakta-fakta yang dikumpulkan
cocok dengan hipotesa yang dibangun (proses verifikasi). Ramalan terhadap
hipotesa dimulai dengan ramalan yang dilakukan secara hati-hati, sistematis, dan
dengan sengaja terhadap ramalan-ramalan yang disimpulkan dari hipotesa
tersebut.
2.3 Teori Pengetahuan Dalam Islam
Agama dan ilmu pengetahuan (sains), adalah dua kata yang memiliki arti
universal. Agama adalah pandangan tertentu kepada kehidupan. Agama membentuk
suatu aturan dan undang-undang berdasarkan pandangan tersebut. Sementara sains
adalah pengetahuan yang mencoba mengungkapkan misteri alam beserta isinya. Hal
tersebut memungkinkan manusia dapat menyingkap misteri alam, memanfaatkan dan
meramalkan sesuatu yang bakal terjadi di kemudian hari. Oleh karena itu, sains
membatasi ruang geraknya pada segenap gejala yang ditangkap oleh pengalaman
manusia melalui panca inderanya.
Dalam teori ilmu pengetahuan, Al-Quran memberikan gambaran yang secara urut
mempunyai skala menarik, yakni: (a) pengetahuan yang diperoleh dari kesimpulan
atau ilmu yakin, (b) pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan yang
dilaporkan oleh pengamatan atau ainul yakin, dan (c) pengetahuan yang diperoleh
dengan pengalaman pribadi atau intuisi atau haqqul yakin.
o

Pengetahuan yang pertama, Ilmu Yakin, terdapat keyakinan yang lebih besar
terhadap pengetahuan manusia yang didasarkan kepada pengalaman akal
aktual yang diperoleh melalui observasi dan eksperimentasi terhadap suatu
gejala atau fenomena.

o

Pengetahuan yang kedua, Ainul Yakin, adalah pengetahuan ilmiah yang
didasarkan kepada pengalaman observasi atau ekperimentasi maupun

6

pengetahuan
o

sejarah

yang

didasarkan

kepada

laporan-laporan

dan

penggambaran dari pengalaman aktual.
Pengetahuan tertinggi yakni, Haqqul Yakin, pengalaman melalui batin
memberikan derajat paling tinggi, dan petunjuk Allah mula-mula datang
kepada makhluknya dari sumber manusia sendiri.

2.4 Teori Pengetahuan Menurut Ahli Filsuf
“Hanya teori-teorilah

yang

dapat

menjadi

referensi dan acuan

dalam

mengembangkan suatu bidang ilmu”, demikianlah seorang pakar komunikasi, Little
John berpendapat tentang pentingnya memahami teori-teori yang ada.
Antara proses pemenuhan awal akan pengetahuan dan kepastian, keduanya
terangkum dalam proses pemenuhan dengan berpikir filsafat. Pengetahuan berawal
dari sikap ingin tahu, dan kepastian berawal dari sikap skeptisisme (keragu-raguan),
sedangkan filsafat sendiri dimulai dari kedua-duanya. Dengan berfilsafat, ia
mendorong kita untuk senantiasa mengetahui apa yang telah kita ketahui dan
menunjukkan apa yang belum kita ketahui. Dengan berfilsafat pula, ia menganjurkan
kita untuk tetap merendah diri bahwa kita tak selamanya mampu mengetahui semua
yang ada dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.
Untuk lebih jelasnya, menarik kiranya kita menyimak berbagai teori pengetahuan
dari kalangan para filsuf terkemuka, dalam hal ini teori pengetahuan Plato dan
Aristoteles. Hal ini berisyarat bahwa dengan mempelajarinya secara seksama,
perlahan tapi pasti akan menuntun, dan tentunya bisa dijadikan sebagai salah satu
landasan dalam berpikir tentang bagaimana dan apa yang bisa kita ketahui, terkhusus
mereka yang bergelut dalam dunia kefilsafatan.
A. Plato

7

Atas pengaruh dari Socrates, Plato yakin bahwa pengetahuan itu dapat
dicapai, dimiliki dengan sepenuhnya. Pengetahuan yang sifatnya sempurna dan
sebagai objek yang benar-benar nyata dari bentuk aslinya, baginya ia akan
permanen dan tidak akan pernah berubah. Keyakinan akan identifikasi semacam
ini bisa disimak dalam ajaran ide-idenya, khususnya dalam konsep dua dunianya:
dunia ideal dan dunia indrawi. Baginya, klaim bahwa pengetahuan itu berasal dari
pengalaman akal (pandangan ini dikenal dari kelompok empirisisme), sungguh
sesuatu yang janggal adanya. Obyek-obyek pengalaman akal hanyalah fenomena
yang pada akhirnya akan berubah seiring berubah dunia indrawi. Dengan begitu,
obyek-obyek pengalaman bukanlah obyek pengetahuan yang tepat.
Ada dua sumbangan terpenting Plato bagi teori pengetahuan, yakni pertama
pengetahuan itu adalah peringatan tentang apa yang telah ada dalam pikiran,
bukan mempersepsi benda-benda baru, dan kedua adalah teori ide-ide yang
menekankan jalan pencarian dengan akal untuk menemukan ide-ide atau yang
universal di dalam budinya sendiri.
Seperti yang telah dijelaskan di awal tadi bahwa kelompok empirisisme begitu
ditentang

oleh

Plato.

Di

dalam

salah

satu

karyanya,

tercantum

pendapat Theaetetus mengenai pengetahuan. Menurut Plato, dewasa ini yang
merupakan pengetahuan yang datang melalui indra, dianggap benar dan ilmiah.
Baginya, jika dunia ini selalu berubah, bagaimana dunia atau indra dapat
diandalkan? Ia menyimpulkan bahwa mereka tidak dapat diandalkan dan
pengetahuan sejati harus datang dari tempat lain, yakni bahwa pengetahuan itu
telah ada sebelumnya.
Berkaitan dengan pemahaman Plato, Socrates pun pernah mengklaim bahwa
kita tidak “belajar”, tetapi “mengingat”. Pengetahuan selalu telah ada di dalam
pikiran

kita.

Kita

mempunyai

pengetahuan

dari

saat

sebelum

kita

lahir. Dari sinilah Plato mempunyai kemantapan bahwa pendidikan dan
pengalaman tidak berpengaruh, pengetahuan sejati merupakan bawaan dalam diri
kita. Kita tidak harus mengandalkan indra untuk memperoleh pengetahuan
8

mengenai dunia. Pengetahuan sejati terdiri dari ide-ide yang telah ada dalam
pikiran, bukan ide-ide yang datang pada kita melalui indra.
Tentang teori ide-idenya, ia memahami sebagai sesuatu yang memiliki
eksistensi rill, bebas dari dunia mental pikiran manusia, atau dari dunia natural.
Ide-ide ini bersifat universal yang hanya mempunyai ide tertinggi di atas segala
ide, yakni ide kebaikan. Karenanya, ide tertinggi dari pengetahuan adalah
pengetahuan tentang ide yang baik, yang darinya semua hal yang adil dan
sebagainya berguna dan bernilai.
Teori ide-ide ini juga penting menurutnya (Plato) karena ia bisa membantu
bagaimana dalam mengelompokkan objek di dunia dan memahami kodrat
mereka. Kata “Kuda” semisal, menunjuk kepada binatang berkaki empat,
mempunyai bulu, tetapi semua kuda tidaklah sama; warna, ukuran, keturunan
yang berbeda-beda, namun semuanya di dunia ini diambil sesuatu ide yang serupa
dengannya, yakni ide “ke-kuda-an” yang karena, menurut Plato, kita bisa
mengenali kuda sewaktu melihatnya, apapun bentuk, warna, dan jenis kuda
tersebut.

B. Aristoteles
Serupa halnya dengan Plato, Aristoteles juga mengemukakan tentang adanya
dua pengetahuan, yakni pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali. Pengetahuan
indrawi merupakan hasil dari keadaan konkrit sebuah benda, sedangkan
pengetahuan akali merupakan hasil dari hakekat jenis benda itu sendiri. Memang,
pengetahuan indrawi mengarah kepada ilmu pengetahuan tetapi ia sendiri bukan
ilmu pengetahuan lantaran ilmu pengetahuan hanya terdiri dari pengetahuan akali.
Itu sebabnya mengapa Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa ilmu
pengetahuan tidaklah didapat dari hal-hal yang konkrit, melainkan mengenai halhal yang sifatnya universal.

9

Namun demikian, Aristoteles sangat menentang pendapat Plato gurunya. Ia
berpendapat bahwa dunia yang sesungguhnya adalah dunia real, yakni dunia
nyata yang bermacam-macam, bersifat relatif dan berubah-ubah. Dunia ide,
sebagaimana anggapan Plato, hanyalah dunia abstrak yang bersifat semu, terlepas
dari pengalaman. Itu sebabnya pandangan Aristoteles lebih dikenal sebagai paham
realis

(realisme). Akal tidaklah

mengandung

ide-ide

bawaan,

melainkan

mengabstraksikan ide-ide yang terdapat dalam bentuk benda-benda berdasar hasil
tangkapan indrawi.
Bertolak dari gurunya, pandangannya lebih bersifat “common-sense”
ketimbang “idealis”. Baginya, pengetahuan adalah persepsi, dunia natural adalah
dunia nyata, dan persepsi dan pengalaman indrawi adalah dasar pengetahuan
ilmiah.
Sebagai filsuf realis, sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan sangatlah
besar, dan sampai sekarang masih kerap digunakan, yakni mengenai abstraksi,
aktifitas rasional dimana seseorang memperoleh pengetahuan. Tentang abstraksi
tersebut, ada tiga macam menurut Aristoteles sendiri, yakni: Abstraksi
Fisis/Fisika, Abstraksi Matematis, dan Abstraksi Teologi/Metafisis.
Pada akhirnya, perbedaan antara Plato dan muridnya Aristoteles teranglah
signifikansinya. Plato memulainya dengan intelek, sedangkan Aristoteles
memulainya dengan persepsi akan dunia natural. Pemahaman Plato bersifat
matematis, sedangkan pengertian Aristoteles bersifat ilmiah, didasarkan pada
persepsi, observasi, dan penyelidikan. Meski demikian, kedua pemikir penting ini
mengajarkan bagaimana mengetahui dunia yang saat ini masih penting untuk kita
telaah bersama.

10

BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui, yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu.
Pengetahuan memiliki teori-teori, yaitu empirisme, rasionalisme, fenomenalisme,
instuisionisme dan metode ilmiah.
Pengetahuan dalam Islam juga memiliki teori, yaitu pengetahuan yang diperoleh
dari kesimpulan atau ilmu yakin, pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan
yang dilaporkan oleh pengamatan atau ainul yakin, dan pengetahuan yang diperoleh
dengan pengalaman pribadi atau intuisi atau haqqul yakin.
Perbedaan antara Plato dan Aristoteles adalah signifikansinya. Plato memulainya
dengan intelek, sedangkan Aristoteles memulainya dengan persepsi akan dunia
natural. Pemahaman Plato bersifat matematis, sedangkan pengertian Aristoteles
bersifat ilmiah, didasarkan pada persepsi, observasi, dan penyelidikan.

11

DAFTAR PUSTAKA

http://isyraq.wordpress.com/2007/08/28/epistemologi-teori-ilmu-pengetahuan/
http://makalah7u.blogspot.com/2013/05/teori-pengetahuan-menurut-islam.html
http://mamansuratmanahmad.wordpress.com/2012/11/02/sekilas-tentang-teoripengetahuan-plato-dan-aristoteles-2/
http://masithahmahsa.wordpress.com/2014/03/08/kebenaran-logika-dan-teoripengetahuan/

12

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PENOLAKAN WARISAN OLEH AHLI WARIS MENURUT KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA

7 73 16

GAMBARAN FASILITAS PENUNJANG CUCI TANGAN SERTA PENGETAHUAN SISWA TENTANG METODE CUCI TANGAN 6 LANGKAH di MTs “x” Kota Malang

3 51 20

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH(PREMARITAL INTERCOURSE)

0 18 2

ANALISIS TENTANG STATUS HUKUM MACAM- MACAM HARTA PERKAWINAN DALAM KAITANNYA DENGAN PERCERAIAN MENURUT HUKUM ADAT JAWA

3 28 18

ANALISIS TEORI ANTRIAN PADA STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) GAJAH MADA JEMBER

4 71 63

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KLIEN TENTANG PENYAKIT KATARAK DENGAN PERILAKU MENCARI PERTOLONGAN PENGOBATAN DI POLI MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

0 42 15

KAJIAN YURIDIS PENGAWASAN OLEH PANWASLU TERHADAP PELAKSANAAN PEMILUKADA DI KOTA MOJOKERTO MENURUT PERATURAN BAWASLU NO 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

1 68 95

KAJIAN YURIDIS TERHADAP SEORANG WALI YANG MELAKUKAN PENGAMBILAN HARTA WARIS ANAK DIBAWAH PERWALIANNYA MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

1 28 17

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PROSTITUSI ONLINE SEBAGAI TINDAK PIDANA PELACURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

8 71 86