MAKALAH SISTEM EKONOMI KERAKYATAN docx

MAKALAH SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
06.49 by bayutube86 · 4 comments
Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan

Dalam era reformasi sekarang ini,kita sering mendengar tentang sistem ekonomi kerakyatan yang dibandingkan dengan sistem ekonomi
neoliberal.Pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang sistem ekonomi neoliberal,dan sekarang mari kita membahas tentang apa
sebenarnya sistem ekonomi kerakyatan itu?
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral
Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial


berdaulat di bidang politik



mandiri di bidang ekonomi




berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial



penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi



pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural



pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan

Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun
sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:

“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”


Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus
tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala
Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang
demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:

“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang
yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”


Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan
UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau
konstitusi yang memakai penjelasan.

Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan



Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan



Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan



Mendorong pemerataan pendapatan rakyat




Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI
WACANA SAJA

1.

Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
dalam segala bentuknya

2.

Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)

3.

Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah

4.

Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap


5.

Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu
dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan
pada paradigma fondasi.

MAKALAH SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
MAKALAH SISTEM EKONOMI KERAKYATA
MAKALAH
SISTEM EKONOMI KERAKYATAN

(SISTEM EKONOMI INDON

OLEH
KELOMPOK IX
ADRI WIJAYA (1101120676)
NEFI FITRIANA (1101120454)
RAHMAD NURYADI PUTRA( 1101120410)
RESKI LESTARI (1101120262)

SHAHIRA HARUN (1101120378)
ZAMIRA ULFA (1101120291)
ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012

ESIA)

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Sistem Ekonomi
Kerakyatan”. Penulisan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Sistem Ekonomi
Indonesia yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah wawasan dan
pengetahuannya.
Di dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang telah membantu kami dalam
menylesaikannya, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pertama kami
mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen pembimbing, karena atas bimbinganya kami
dapat menyelesaikan makalahnya dengan baik. Terakhir kepada teman-teman yang tidak bisa

kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mungkin banyak terdapat
kesalahan-kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan-kritikan dari
pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan dan dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, April 2012
Penu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................................................ 5
1.4 Manfaat.......................................................................................................... 5
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN.................................................................. 6
2.1 Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan....................................................... 6
2.2 Sejarah Sistem Ekonomi Kerakyatan............................................................. 7
2.3 Tujuan Terbentuknya Ekonomi Kerakyatan.................................................. 9
2.4 Kegiatan Sistem Ekonomi Kerakyatan melaluI koperasi.............................. 12


BAB III PENUTUP........................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 14
1.4 Manfaat.......................................................................................................... 14
3.2 Saran.............................................................................................................. 14
PERTANYAAN DAN JAWABAN................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak semakin mudah menyajikan pemahaman
tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa
perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap
sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan
yang melandasinya.

Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan
tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ
ditarik kesimpulan sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total

persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi simplisistik semacam
ini, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasarbebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.
Konsep dari ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan
ekonomi yang ada di rakyat. Pada Ekonomi Kerakyatan, menempatkan ekonomi rakyat sendiri
adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini
popular yang dengan secara swadaya, mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat
diusahakan dan dikuasainya. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah
tentang ekonomi kerakyatan. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Sistem Ekonomi
Kerakyatan”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa
rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud sistem ekonomi kerakyatan?
2. Bagaimana sejarah mengenai ekonomi kerakyatan tersebut?
3. Mengapa terbentuknya sistem ekonomi kerakyatan?

4. Apa kegiatan dari sistem ekonomi kerakyatan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Supaya memahami pengertian dari sistem ekonomi Indonesia
2. Agar mengenal sejarah mengenai sistem ekonomi Indonesia
3. Supaya mengetahui bagaimana tujuan terbentuknya sistem ekonomi kerakyatan.
4. Agar mengetahui lebih jelas tentang kegiatan sistem ekonomi kerakyatan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai sistem ekonomi Indonesia.
2. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi pembaca dan penulis
mengenai sistem ekonomi Indonesia.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Ekonomi Indonesia
Di dalam buku Politik Ekonomi Kerakyatan oleh Sarbini Sumawinata (2004:161) mendefinisikan ekonomi kerakyatan
adalah gagasan tentang cara ,sifat dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang pada umumnya
bermukim dipendesaan.
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia
Menggugat, 1930: 31)”
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat
sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara
swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai

Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang
menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan
ekonomi sub sistem antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar
lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan.

Sumawinata, Sarbini. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Http://kemiskinandankesenjanganpendapatan.blogspot.com

2.2 Sejarah Sistem Ekonomi Kerakyatan
Kalau diadakan pembagian priode perjalanan sejarah Republik Indonesia sejak 1945, kita akan melihat 4 priode.
Pembedaan periode tersebut dilakukan karena adanya hubungan nya dengan akibat- akibat yang berpengaruh kepada pengisian
kemerdekaan. Adapun tahap priodenya yaitu:
· Periode 1945-1949

Pada kurun waktu pertama ini ,perjuangan untuk mengenyahkan penjajahan adalah paling
utama dan menguasai seluruh kehidupan Republik. Dengan sendirinya tidak dapat diharapkan
adanya perbaikan dibidang ekonomi maupun social dan politik. Walaupun demikian suasana
perjuangan ini mempunyai cirri-ciri tertentu yang menunjukkan perubahan besar dari zaman
colonial dan sebagai faktor yang berpengaruh pada kurun waktu selanjutnya. Suasana yang serba
bebas dan merdeka melepaskan pula segala macam ikatan nilai-nilai dan hubungan colonial .
Timbul situasi baru dengan segala energi mendapatkan kesempatan untuk melepaskan diri dari
ikatan lama.
Tampak adanya dinamika masyarakat yang besar, yang menampilkan diri dalam gerakan
mobilitas social dan dalam bentuk kemampuan serta kemauan yang kuat untuk mengambil
inisiatif dan resiko. Disamping itu , tampak pula gejala negative, yaitu materialisme bukan hal
yang asing bagi orang Indonesia.
· Periode 1950-1958.

Pada kurun waktu yang kedua ini berlaku system politik demokrasi parlementer. Akan
tetapi segala sesuatu yang telah terjadi dalam masyarakat merupakan kelanjutan zaman
perjuangaan. Suasana dan semangat zaman perjuangan berlanjut terus melintas segala macam
bentuk konflik, ketegangan dan keguncangan. Sekalipun Republik Indonesia tetap utuh dan tidak
pernah tergoyahkan , tetapi setiap pemerintah pada waktu itu akan sangat disibukkan oleh
pembrontak-pemberontak bersenjata serta kegucangan diparlemen yang semuanya
mengakibatkan tidak adanya stabilitas politik yang mantap. Dalam keadaan demikian , usaha
untuk melaksanakan cita- cita yang telah ada sejak semula tetap dijalankan. Secara relative
sesungguhnya Indonesia mulai menunjukkan hasil yang baik, yaitu memberikan kesadaran akan
kepercayaan kepada diri sendiri. Sayangnya pembangunan aspek materil tidak menunjukkan
kemajuan hingga bidang ini kurang mempunyai daya aspirasi dan motivasi bagi dinamika
masyrakat.
Ada beberapa sebab utama yang menimbulkan keadaan tersebut. Pertama, kurangnya dana.
Kedua, Kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam membuat rumusan strategi
pembangunan yang tepat untuk jangka waktu tertentu. Ketiga, kekurangan keahlian dan
keterampilan diseluruh lapisan menengah dalam masyarakat. Keempat, masih melekatnya
kebudayaan feudal yang relative terbelakang diukur dengan tuntutan-tuntutan zaman modern dan
zaman industry dalam golongan menengah. Kelima, kurang kuatnya kemauan politik untuk
menghayati dan menekankan tuntutan yang keras akan nilai-nilai disiplin kerja dan sikap-sikap
mental lainnya yang disyaratkan oleh pembangunan. Hal-hal ini sangat nyata dalam rencana
pembangunan yang ada pada waktu itu. Padahal rencana-rencana tersebut harus dilaksanakan

dalam keadaan perekonomian yang porak poranda akibat perjuangan mempertahankan
kemerdekaan.
· Periode 1959-1966
Kurun waktu yang ketiga, yang dapat kita sebut sebagai zaman Soekarno, tidaklah tanpa
rencana pembangunan. Rencana pembangunan yang telah siap dan disahkan DPR, pada kurun
waktu sebelumnya telah dicampakkan. Diadakan rencana pembangunan lain yang tidak
berdasarkan rasionalitas serta perhitungan ekonomi oleh tenaga-tenaga perencana ynag tidak
revolusioner.
Pada zaman Soekarno ini, tidak ada perhatian dan usaha memperbaiki nasib rakyat,
namun bukan berarti tidak ada usaha di daerah pedesaan. Akan tetapi, usaha tersebut hampir
seluruhnya diperlukan dalam pengerahan massa dan dukungan politik bahkan segala keperluan
untuk membereskan rumah tangga, hal ini berlangsung lebih dari lima tahun dan ampir
membawa Indonesia pada keruntuhan.
· Periode 1996-sekarang

Kurun waktu selanjutnya disebut orde baru disebut demikian sekedar untuk menyatakan
pebedaan yang mencolok dari orde yang baru saja dilewati, yaitu kurun waktu ketiga. Kurun
waktu yang terakhir ini paling panjang, dari 1966 sampai sekarang, atau praktis dikatakan selama
lebih dari 20 tahun. Selama kurang lebih 20 tahun itu jelas sekali terasa dan kelihatan adanya
penguatan pada pembangunan ekonomi dibandingkan dengan perkembangan pada bidang-bidang
lain. Tekanan ini sangat jelas karena ditambah dengan kenyataan bahwa secara sengaja dan
berencana tekanan pada bidang-bidang lain, khususnya politik, dikurangi. Praktik dibidang
politik kita mengalami kemunduran yang sangat besar dibandingkan dengan perkembangan
kesadaran politik masyarakat sebelumnya.
Hal ini terjadi berdasarkan anggapan dan pemikiran bahwa ketenangan politik merupakan syarat
mutlak untuk mendukung keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi. Ketenangan dibidang
politik begitu mutlak terjadi sehingga praktis tidak terjadi partisipasi aktif masyarakat,khususnya
dalam bidang politik. Dimana pada kurun waktu ini terasa sekali bahwa tekanan pada
pembangunan ekonomi jauh lebih intensif. Tekanan itu begitu jelas sehingga memberikan kesan
yang sangat kuat adanya pengorbanan dan penekanan atas perkembangan di bidang politik,
social dan budaya.
Akan tetapi , kehidupan masyarakat dan kehidupan manusia sangat mutlikompleks. Itu
sebabnya hasil usaha besar seperti pembangunan masyarakat, tidak cukup diukur dengan satu
dimensi materil atau fisik semata. Bahkan dengan ukuran yang sempit , misalnya ekonomi saja,
juga hanya terjadi kemajuan dibidang produksi. Di bidang distribusi dan pemerataan maupun
perubahan struktur tidak banyak membuahkan hasil. Belum lagi bila ditakar dengan ukuran
politik. Demikianlah gambaran garis besar hasil pembangunan selama lebih dari 20 tahun.
2.3 Tujuan Terbentuknya Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau gagasan baru tentang perekonomian,
tetapi sekadar percobaan perumusan interpretasi serta cita-cita pembangunan masyarakat adil dan
makmur. Para pendiri republic telah melopori kita dengan perumusan dasar yang jelas. Akan
tetapi , perumusan dasar ini memerlukan interpretasi dan penerjemahan dalam suatu strategi dan
program pembangunan yang lebih berfungsi dan lebih menjamin arahnya pada cita-cita nya
tersebut. Kita mulai dengan menyatakan bahwa dalam cita-cita masyrakat adil dan makmur
terkandung suatu pernytaan bahwa keadaan kita dimulai dengan keadaan yang tidak merata dan
tidak adil. Rakyat banyak masih tetap terbelakang dan miskin,
Disamping lapisan atas yang beruntung dapat memiliki dan menguasai bidang materil
yang cukup mendalam. Karena itu dalam menerjemahkan rumusan dasar tersebut kita dapat
menghindari tugas untuk memperhatikan dan menekankan perhatian kita pada perbaikan nasib
rakyat banyak yang kurang baik. Hal ini berarti, baik strategi maupun program pembangunan
harus memusatkan dana daya pada perbaikan nasib rakyat yang ada dalam keadaan materil
maupun spiritual agak terbelakang.
Lebih 80 % rakyat Indonesia hidup dipendesaan, Diantara mereka hanya hanya sekitar
10-15 % yang disebut orang berada. Sisanya, Lebih 80 % rakyat rakyat desa serba kekurangan ,
bahkan lebih kurang 40 % rakyat desa tergolong sangat miskin dan miskin. Dengan demikian ,
logika menunjukkan bahwa setiap strategi pembangunan yang mengarah pada cita-cita , haruslah
memperhatikan daerah pendesaan.
Dalam struktur ekonomi , bahkan struktur masyarakat warisan colonial, pendesaan adalah salah
satu belahan dari dua belahan dalam struktur itu yang mengalami nasib terburuk daerah
Pendesaan inilah yang relative sangat terbelakang. Mengutamakan pembangunan di Desa tidak
berarti seluruh dana dan daya dipusatkan dan diarahkan kepada pembangunan Desa, dengan
menelantarkan daerah kota. Pembangunan besar besaran pendesaan justru memerlukan dukungan
dan bantuan pembangunan yang lebih pesat dan lebih maju, khususnya dalam rangka
industrialisasi ini pada dasarnya harus berorientasi pada dukungan akan penyediaan kebutuhan
bagi pembangunan besar-besaran dipendesaan.
Di dalam rangka pembangunan besar-besaran ini, pilihan teknologi merupakan pilihan yang
strategis. Arti bidang teknologi ini jangan dikecilkan. Hal ini karena teknologi terpenting dalam
penciptaan struktur dan keadaan ekonomi masyarakat colonial yang kita alami hingga kini adalah
kehadiran kapitalisme modern dengan teknologi yang jauh lebih tinggi dan tidak mungkin
terjangkau masyarakat Indonesia.
Membangun tidak hanya berarti meningkatkan kemampuan. Membangun juga berarti
membangun kesadaran dan kehendak untuk bebas dari keterbelakangan. Kemiskinan dan
berbagai macam tekanan yang menghambat kemajuan. Masyarakat Indonesia dewasa ini adalah
masyarakat yang kita bentuk dengan membebaskan diri dan merembut kemerdekaan dari
penjajahan. Kapitalisme dalam sejarahnya di Indonesia telah menciptakan masyarakat yang
terbelah dalam dua dunia yang berlainan, akan tetapi hidup berdampingan dalam satu negara dan
bangsa.

Oleh karena itu, dalam strategi maupun program pelaksanaannya, ekonomi kerakyatan
mengandung tiga unsur pokok, yaitu demokrasi, keadilan social dan bersifat populistik.
2.4 Kegiatan Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia
Dalam UU no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam UU no.25 tahun 1992 disebutkan bahwa
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan yang dimaksud dengan Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan
perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi
yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat, dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang
dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat
diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor
pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya
tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi
ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan
kehidupannnya.
Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola
lingkungan dan tanah mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain
pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta
kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis
masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi
dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Ciri2 Sistem Ekonomi Kerakyatan :
1. Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat
2. Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3. Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
4. Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja – Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang
adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian sejarah ekonomi rakyat berawal jauh sebelum Indonesia merdeka, namun tidak banyak pakar mengenalnya
karena para pakar, khususnya pakar-pakar ekonomi, memang hanya menerapkan ilmunya pada sektor ekonomi modern terutama
sektor industri dengan hubungan antara faktor-faktor produksi tanah, tenaga kerja, dan modal serta teknologi yang jelas dapat
diukur. Karena dalam ekonomi rakyat pemisahan atau pemilahan faktor-faktor produksi ini tidak dapat dilakukan maka pakar-pakar
ekonomi “tidak berdaya” melakukan analisis-analisis.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan isi dan pembahasan adalah:

1. Ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara ,sifat dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat
yang pada umumnya bermukim dipendesaan.
2. Sejarah sistem ekonomi kerakyatan dibagi menjadi 4 periode yaitu periode 1945-1949, periode 1950-1958, periode 1959-1966,
dan periode 1966-sekarang.
3. Ekonomi kerakyatan memiliki tujuan antara lain menciptakan negara yang demokrasi, keadilan social dan bersifat populistik.
4. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju
tercapainya cita-cita bersama Koperasi.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan penulis mengenai makalah ini adalah:
1. Diharapkan penulis dapat mengembangkan dan melanjutkan penulisan makalah mengenai sistem ekonomi kerakyatan ini.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan ilmu pengetahuan.

PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Bagaimana cara ekonomi kerakyatan mampu/siap bersaing dalam era globalisasi?
Jawab: Dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih
sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan
sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma
ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi
kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi
nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri.
2. Apa syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial?
Jawab: Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
3. Hal apa yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan
social?
Jawab: Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan social
antara lain :
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan
ekonomi.

• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah
dan perguruan tinggi.
4. Apa maksud dari demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis?
Jawab: Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap
dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggotaanggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orangseorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab
itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak
harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang
berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
5. Apa saja yang harus segera diperjuangkan agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya
menjadi wacana saja?
Jawab: Yang harus segera diperjuangkan agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya menjadi
wacana saja antara lain:
• peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (kkn) dalam segala bentuknya
• penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan.
• peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.
• penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
• pembaharuan uu koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha
dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi
kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
C. SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DALAM MASYARAKAT MADANI
Koperasi adalah salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan ekonomi kerakyatan, koperasi sangat
berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapat digunakan sebagai salah
satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah serta membantu
dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh pinjaman. Hal ini menunjukan bahwa koperasi
memiliki potensi untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia. Seperti kita
ketahui bersama bahwa pada satu sisi pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil.
Tetapi dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya koperasi ternyata masih jauh tertinggal.
Ketertinggalan ini disebabkan oleh kendala – kendala yang berasal dari dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat perkembangan koperasi
meliputi faktor profesionalitas pengelolaan kelembagaan, kualitas sumber daya manusia dan
permodalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonomi nasional yang
kurang kondusif serta tingkat persaingan yang ketat dengan badan usaha lainnya.

1. Kebijakan Pemerintah yang Dapat Meningkatkan Ekonomi
Kerakyatan Melalui Pembukaan Usaha Kecil
Karena peranan faktor produksi tenaga kerja di sektor industri dan kerajinan merupakan
permintaan turunan dari output industri kecil dan kerajinan, maka tergusurnya pasar output
industri kecil dan kerajinan tersebut akan mematikan sebagian potensi penyerapan tenaga kerja.
Upaya yang nyata dari pemerintah untuk melindungi industri kecil dan kerajinan baik di pasar
output maupun input dalam persaingan dengan industri besar dan menengah nyaris tidak ada.
Perlindungan ini sangat diperlukan oleh industri kecil dan kerajinan, mengingat output dari
industri kecil yang beragam ini masih dibutuhkan oleh mayoritas konsumen lapisan bawah.
Penggunaan bahan mentah domestik yang dihasilkan oleh sektor tradisional seperti pertanian,
tambang dan galian amat kurang, baik sebagai input antara atau yang masih harus diolah lagi
dalam proses produksi maupun untuk konsumsi akhir. Penggunaan “local content” yang rendah
ini karena pertimbangan efisiensi teknis yang rendah, sehingga menggunakan jalur impor untuk
memiliki kebutuhan tersebut. Akibatnya usaha peningkatan produksi sektor tradisional tidak
memperoleh insentif untuk berkembang. Padahal sektor tradisional seperti pertanian, tambang
dan galian, serta sektor informal pada hakekatnya merupakan potensi ekonomi rakyat.
Sedangkan yang dimaksud dengan tradisional yaitu usaha kecil yang menggunakan alat produksi
sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, atau berkaitan dengan seni budaya.
Pemberdayaan usaha kecil dilakukan dalam bentuk penumbuhan iklim usaha serta pembinaan
dan pengembangan usaha yang tangguh dan mandiri. Tujuan pemberdayaan usaha kecil secara
mikro adalah agar mereka dapat berkembang menjadi usaha menengah. Sedangkan tujuan makro
yang ingin dicapai adalah meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan pendapatan
nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan
pemerataan pendapatan, agar usaha kecil mampu mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung
serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.
2.

Masyarakat Ekonomi Yang Madani
Berkaitan dengan ciri masyarakat ekonomi yang madani di Indonesia, maka pelaku ekonomi dalam sistem Demokrasi Ekonomi di
Indonesia seyogianya bersifat pluralistis. Paling tidak ada tiga pelaku ekonomi utama yang harus diberi kesempatan untuk berkembang
secara bersama-sama, yaitu perusahaan-perusahaan swasta (private enterprise), termasuk di dalamnya, perusahaan keluarga (family
enterprises), koperasi dan perusahaan negara (state enterprise). Dalam hal ini negara dan pasar mengemban misi bersama-sama
memodernisasi ketiga entitas ekonomi di atas. Peran negara selama ini yang picking on the winners harus dikurangi atau bahkan harus
dihilangkan. Pasarlah yang akan menguji eksistensi dan peranan ketiga entitas di atas. Proses modernisasi pelaku-pelaku ekonomi sejalan
dengan azas pluralisme yang berlaku di bidang-bidang politik, sosial, dan budaya.
Upaya perwujudan masyarakat madani akan menghadapi hambatan dan tantangan dari pihak-pihak yang selama masa
ordeSoeharto diuntungkan oleh ketimpangan kepemilikan asset dan sistem politik yang otoriter. Hambatan juga datang daribagian
masyarakat sendiri yang beranggapan bahwa pengembangan masyarakat madani dikhawatirkan memberikankesempatan yang terlalu besar
kepada umat Islam sebagai mayoritas mendominasi politik dan mungkin selanjutnyaperekonomian. Tantangan ini harus kita hadapi baik
secara persuasif dengan semakin kita memberikan argumentasi kuat danrasional tentang pentingnya masyarakat madani yang tidak hanya
menguntungkan bagian masyarakat tertentu tetapi jugaseluruh bangsa Indonesia, meskipun istilah madani sesungguhnya diambil dari kata
madinah, sebuah kota yang dibentuk olehMuhammad SAW yang mempunyai makna sebuah tatanan masyarakat yang berperadaban
(agama), yang meninggalkan tradisi jahiliyah. Madinah yang semula bernama Yastrib (di masa Rasulullah SAW) merupakan figur tatanan
masyarakatideal yang benar-benar sesuai dengan namanya.

Berbagai upaya yang telah dan sedang ditempuh oleh pengambil kebijakan (pemerintah)
untuk keluar dari krisis ini agaknyamasih akan menghantam tembok hambatan yang cukup tebal.
Hal ini dikarenakan kaca mata pandang yang dipakai olehpemerintah belum lagi menggunakan
kaca mata rakyat kecil yang notabene adalah bagian terbesar dari masyarakatIndonesia. Upaya
pembenahan sektor ekonomi, baik melalui pembayaran utang swasta, pembatasan jumlah

uangdisetor untuk bank, likuidasi beberapa bank sampai pada ‘aksi’ janji-jani untuk memberikan
kredit dengan cara yang mudahkepada koperasi dan usaha kecil tanpa mempertimbangkan
kondisi anggaran, tidak akan pernah menyentuh akarpermasalahan karena memang akar masalah
itu tidak berani disentuh. Intinya menurut saya adalah pada moral hazard,minimal korupsi. Tak
mungkin rasanya berbagai aksi kerakyatan dan pembenahan yang dilakukan oleh pemerintah
jikakeinginan untuk menindak pelaku korupsi dan atau membersihkan instansi dari praktik
korupsi hanya dilakukan dengansetengah hati. Karena dengan demikian para koruptor itu akan
berpikir bahwa memang hukum kita sangat lemah dan tidakakan mampu menjerat pelaku korupsi
ke pengadilan, dan kalaupun diadili maka jumlah uang tebusannya jauh lebih kecildibanding
dengan harta hasil korupsi. Seperti halnya tidak mungkin mengupas masalah korupsi -- apalagi
berusaha untuk membasminya tanpa menengok pada sistem birokrasi dan struktur politik yang
ada, mengingat korupsi memang salah satubentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of
power.
3. Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digaris bawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisahanya sekedar komitmen politik
untuk merubah kecenderungan dalam system ekonomi orde baru yang amat membela kaum
pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan
benar-benar member perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional
yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus
memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan
membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan
dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap
sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar.
Praktekm embagi-bagi uangkepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun,
termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat Ignas Kleden, 2000). Pendekatan
seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan affirmative action. Aksi
membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang
selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat
tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative
actiona dalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat,
bukancash money/cash material. Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya
khawatir cerita keberpihakan yang salah selama mas aorde baru kembali akan terulang. Tidak
terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi
yang menjadi target affirmative actionpolicy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang
bersifat counter-productive, karenaasumsiawal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan
koperasi yang merupakan cirri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena
adanya sejumlah potensi ekonomi di sekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya
insentif artificial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan
kelimpahan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang
dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuh kembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang
sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model barupa pada
kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya
pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policynya, untuk
mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu, diperlukan adanya
kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi

bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi
rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak
(di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini
sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasingout untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong keberhasilan
program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan seluruh energy untuk mendukung
program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR.
Tapi kita lupa bahwa ada tahapan lainnya yang pentingdalam program keberpihakan dimaksud,
yaitu phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejakawal. Kalau idak, maka sekali lagi
kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan
orde baru.

Penerapan Ekonomi Kerakyatan Dalam Era Globalisasi
A. Latar Belakang
Banyak orang berpendapat bahwa sejak krisis moneter 1997 Indonesia telah
menjadi korban arus besar “globalisasi” yang telah menghancur leburkan sendisendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. Ajaran–ajaran dan paham
ekonomi neoklasik barat yang memang cocok untuk menumbuhkan ekonomi tetapi
tidak cocok untuk menumbuhkan keadilan sosial. Globalisasi dengan paradigma
kedaulatan pasarnya tersebar melalui berbagai saluran dan cara. Pada tataran
politik, bekerjanya pasar kerap dikaitkan dengan demokrasi. Dengan kata lain, ada
kaitan antara pasar dan demokrasi. Tidak mengherankan,bahwa kedatangan pasar
dalam berbagai bentuknya dipandang sebagai awal atau fajar yang menjanjikan
dari datangnya demokrasi. Dan tanda kedatangan pasar terwujud dalam
kedatangan modal-modal asing yang besar.
Lebih mendalam lagi, paradigma pasar sendiri mengubah cara berpikir
masyarakat. Muncul dan dominannya kapitalisme memutarbalikkan hubungan
antara masyarakat dan pasar. Pada masyarakat prakapitalis atau bahkan dalam
masyarakat pada awal beroperasinya kapitalisme, pasar merupakan bagian dari
masyarakat.
Dalam era pertanian modern ini sebagian besar dari asupan termasuk lisensi
yang terkait dengan hak milik atas pengetahuan haknya dapat diperoleh dari pasar
dunia yang biasanya dikuasai oleh MNCS. Akibatnya dapat diduga, besarnya nilai
komponen impor terhadap asupan akan memperkecil nilai tambah yang didapat
dari petani.
Sebenarnya benih-benih ekonomi kerakyatan masih terdapat dalam bumi
nusantara ini. Pertama, dalam pancasila, asas Negara kita. Kedua, dalam system
kemasyarakatan didesa-desa di nusantara seperti tradisi subak di Bali, tradisi
gotong royong di Jawa dan hal yang serupa didaerah-daerah Indonesia lainnya.
Ketiga, dalam koperasi-koperasi yang terdapat dihampir seluruh pelosok negeri.
Keempat, mulai munculnya para tokoh penggagas untuk kembali ke Sosialisme
melalui penerapan ekonomi kerakyatan.
Menurut Mubyarto, sistem ekonomi kerakyatan berciri:

roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, social, dan moral
kehendak kuat dari seluruh masyarakat kearah keadaan pemerataan social,
sesuai dengan asas-asas kemanusiaan
3.
prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang
tangguh, yang berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi
4.
koperasi merupakan guru perekonomian dan merupakan bentuk paling
kongkret dari usaha bersama
5.
adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan ditingkat
nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk
menjamin keadilan sosial
Landasan hukum ekonomi kerakyatan adalah pasal 33 UUD 1945 yang dilatar
belakangi oleh pembukaan UUD 1945. sistem ekonomi kerakyatan dapat
digambarkan sebagai sistem ekonomi yang berorientasi atau berwawasan pada silasila dalam pancasila.
1.
2.

B.

Pokok Masalah
Bagaimanakah penerapan ekonomi kerakyatan di Indonesia saat ini?

C. Pembahasan
Sebagai sebuah negara yang mengalami penjajahan selama 3,5 abad,
perekonomian Indonesia tidak menghindar dari kenyataan mewarisi sebuah struktur
perekonomian yang bercorak colonial. Sebab itu, ekonomi kerakyatan pertamatama harus dipahami sebagai upaya sistematis untuk mengoreksi struktur
perekonomian yang bercorak colonial tersebut. Walaupun liberalisasi bukan hal baru
bagi Indonesia dan telah berlangsung sejak era colonial.
Dilihat dari kenyataan tersebut, secara singkat dapat dikemukakan bahwa
perjuangan bangsa Indonesia untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan bukanlah
perjuangan yang mudah. Kendala terbesar justru datang dari pihak colonial. Secara
ringkas, subversi-subversi yang dilakukan oleh pihak colonial untuk mencegah
terselenggaranya ekonomi kerakyatan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, terjadinya agresi militer I dan II pada 1947 dan 1948. tujuan
utamanya adalah untuk mencegah berdirinya NKRI yang berdaulat. Kedua,
dipaksanya bangsa Indonesia untuk memenuhi tiga syarat ekonomi guna
memperoleh pengakuan kedaulatan dalam forum KMB. Ketiga,diselundupkanya
sejumlah sarjana dan mahasiswa ekonomi Indonesia ke AS untuk mempelajari ilmu
ekonomi yang bercorak liberal-kapitalis sejak 1957. Keempat, dilakukanya proses
kudeta merangkak terhadap pemerintah Sukarno pada 30 September 1965,yang
menolak segala bentuk keterlibatan modal asing di Indonesia. Dimana masih ada
beberapa tindakan subversi yang dilakukan Koloni,yang tidak dapat ditulis semua
oleh penulis.
Menyimak berbagai kenyataan tersebut, dapat disaksikan betapa sangat
beratnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam melaksanakan amanat

konstitusi untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Bahkan jika
dibandingkan dengan era kolonial,tantangan yang ada saat ini justru jauh lebih
berat. Walaupun demikian,tidak berarti sama sekali tidak ada harapan. Harapan
untuk kebangkitan kembali ekonomi kerakyatan tersebut setidak-tidaknya dapat
disimak sebagai berikut, mencuatnya perlawanan terhadap hegemoni AS dari
beberapa negara di Amerika Latin, lalu mulai terlihat gejala pergeseran dalam peta
geopolitik dunia. Kemudian, berlangsungnya krisis kapitalisme internasional yang
dipicu oleh krisis kapitalisme AS sejak 2007 lalu. Dan terakhir, meningkatnya
kesenjangan sosial dan ekonomi dalam perekonomian Indonesia.
Secara konstitusinal keberadaan BUMN di Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari amanat pasal 33 UUD 1945. Pada penjelasan dikatakan, “dalam pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang perorangan. Sebab itu,
perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan. Bangunan
yang sesuai dengan hal itu adalah koperasi.
Menurut Bung Hatta, pasal 33 ini adalah sendi utama bagi politik
perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Dasar perekonomian rakyat
seharusnya berupa usaha bersama, dikerjakan secara kekeluargaan. Dan cita-cita
koperasi adalah menentang individualisme dan kapitalisme. Ia menciptakan
masyarakat yang kolektif , berakar pada adapt istiadat hidup Indonesia yang asli,
tetapi ditumbuhkanpada tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tuntutan jaman
modern.
Privatisasi bukanlah bukanlah cara yang tepat, apalagi merupakan satu-satunya
cara untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi oleh BUMN. Lebih-lebih kalau
privatisasi itu atas perintah IMF. Karena perintah itu sebetulnya hanyalah sebuah
jalan pintas untuk memaksakan pelaksanaan agenda ekonomi neoliberal. Dan
dengan begitu, ekonomi liberal sangat mungkin disalahgunakan oleh kekuatan
modal internasional untuk merampok Indonesia. Fungsi BUMN dalam sistem
ekonomi kerakyatan kerakyatan adalah sebagai instrument penyeimbang bagi
negara untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar secara berkeadilan.
Gagasan dan pemikiran konseptual yang dikemukakan hatta dan sjahrir
tentang sosialisme ala Indonesia, kiranya masih relevan dan sekarang juga
mendapatkan momentumnya ketika apa yang disebut sebagai neososialisme mulai
menggeliat di belahan bumi dunia ketiga, terutama yang terjadi di Amerika Latin.
Makna ekonomi kerakyatan sebagai strategi pembangunan,antara lain :
(1) dengan rakyat yang secara partisipan berkesempatan aktif dalam kegiatan
ekonomi akan lebih menjamin nilai tambah ekonomi
(2) memberdayakan rakyat merupakan tugas nasional untuk meningkatkan
produktifitas rakyat sehingga rakyat menjadi aktif dalam pembangunan
(3) pembangunan ekonomi kerakyatan meningkakan daya beli rakyat yang
kemudian akan menjadi energi rakyat untuk lebih mampu membangun dirinya
sendiri.

Kegusaran utama bangsa Indonesia adalah bahwa kebijaksanaan pembanguna
Indonesia
telah dipengaruhi secara tidak wajar dan telah terkecoh oleh teori-teori ekonomi
neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturanaturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi
adalah objektif dan bebas nilai. Pakar-pakar ekonomi Indonesia.
Globalisasi bukan momok tetapi merupakan kekuatan serakah dari sistem
kapitalisme–liberalisme yang harus dilawan dengan kekuatan ekonomi politik
nasional yang didasarkan pada ekonomi kerakyatan. Semasa krismon kekuatan
ekonomi kerakyatan telah terbukti mampu bertahan. Ekonomi kerakyatan benarbenar tahan banting.
- See more at: http://rachmatbayufirdas.blogspot.com/2013/01/makalah-penerapan-ekonomikerakyatan.html#sthash.51e96cBQ.dpuf