Menyikapi perkembangan dunia yang semaki
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan
majalah. Meskipun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan,
namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang
dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, serta dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meminjam buku yang tersedia.
Menanggapi perkembangan dunia yang semakin kompetitif disertai
dengan kemajuan teknologi modern, menuntut kita sebagai warga dunia ini
harus peka dan kritis dalam berpikir untuk menghadapi masalah tersebut.
Globalisasi informasi dan teknologi bukan hal yang aneh atau tahayul, karena
yang menciptakannya adalah manusia itu sendiri. Alat-alat teknologi informasi
untuk menjalin kedekatan dalam berbagai hal, semua itu berawal dari
membaca.
Kita mengetahui bahwa manusia memiliki kepintaran tersendiri,
kepintaran itu tidak alami, tidak datang dengan sendirinya, namun manusia
pintar karena kemauan belajar yang sangat tinggi. Manusia yang pintar
memiliki prinsip, bahwa semakin banyak yang ia ketahui, semakin ia sadar
hanya sedikit yang ia tahu. Maka dari itu, ia tak pernah menganggap dirinya
hebat. Dan hanya orang yang pemahamannya sedikitlah yang merasa dirinya
paling hebat. Mungkin pembaca bertanya-tanya mengapa saya menggunakan
kata “orang yang pemahamanya sedikit”, kenapa tidak langsung saja
menggunakan kata bodoh? Karena bagi saya, tak ada orang yang bodoh di
dunia ini. Yang ada hanyalah manusia yang malas, malas untuk belajar. Sebab,
seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, bahwa tak ada manusia yang
pintar tanpa belajar!! Belajar bisa di mana saja, kapan saja dan pada siapa
atau apa saja. Salah satunya adalah buku. Sejak awal perdaban hingga
sekarang, buku adalah sumber dari semua ilmu. Namun sebaik apapun sebuah
buku, akan tidak berguna apabila tidak dibaca. Pemerintah baik pusat maupun
daerah telah menyiapkan fasilitas untuk mencerdaskan bangsa melalui
perpustakaan. Ada satu hal lagi yang patut diacungi jempol, kini pemerintah
khususnya badan yang berkaitan dengan perpustakaan telah mendekatkan
perpustakaan pada rakyat yang tak bisa menjangkau perpustakaan atau tak
bisa ke perpustakaan dengan menghadirkan perpustakaan keliling. Bahkan kini
makin banyak jaringan perpustakaan elektronik, dengan koleksi buku dalam
format digital.Dengan adanya perpustakaan yang semakin berkembang, begitu
juga dengan teknologi informasi semakin maju. Kini muncul istilah
perpustakaan kertas, perpustakaan digital, perpustakaan maya, perpustakaan
tanpa dinding, perpustakaan elektronik, perpustakaan polimedia, dan
perpustakaan hibrida.
Sungguh bijaksana pemerintah dengan antusiasnya terhadap semua
warga dengan sasaran utama adalah mencerdaskan bangsa melalui sarana
perpustakaan. Oleh karena itu, kita sebagai pelajar harus membiasakan untuk
mengunjungi perpustakaan yang ada, entah itu perpustakaan yang dibuat oleh
pemerintah seperti Perpusda atau perpustakaan disekolah,atau kita juga bisa
membuat perpustakaan pribadi dirumah,entah itu dalam bentuk buku cetakan
maupun buku digital. Mungkin ada di antara teman-teman ada yang bertanya,
untuk apa membuat perpustakaan pribadi? Bukankah sudah ada perpustakaan
yang dibuat pemerintah dan perpustakaan sekolah? Memang benar, sudah ada
perpustakaan dari pemerintah dan sekolah, tapi tidak ada salahnya memiliki
perpustakaan pribadi dirumah. Saya jujur, perpustakaan pribadi yang ada di
rumah saya dapat membantu saya mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.
Jujur, koleksi buku-buku saya memang tak seberapa jika dibandingkan dengan
buku-buku yang ada di perpustakaan, tapi setidaknya saya bangga karena
telah memiliki perpustakaan di rumah saya sendiri menggunakan notebook
saya.
Membuat perpustakaan pribadi tidaklah serumit yang teman-teman
bayangkan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjadikan buku
sebagai sebuah barang yang berharga dan sumber referensi utama kita. Bila
kita telah menjadikan buku sebagai sumber utama kita, tentu kita akan terus
bersama buku itu dalam artian membaca dan menjaganya. Seperti layaknya
seorang sahabat yang selalu membantu kita dikala kita susah, buku pun
demikian. Buku dapat membantu kita mencari tahu apa yang tidak serta belum
kita ketahui. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan buku-buku. Tidak perlu
setiap hari teman-teman harus membeli buku, kalau begitu bisa-bisa orang tua
kita bangkrut hanya karena membeli buku tiap hari, karena tujuan dari buku
adalah memberi manfaat, bukan malah memberi bencana. Tentu teman-teman
tidak ingin kan orang tuanya bangkrut?? Kalau bangkrut, bagaimana dengan
kelanjutan pendidikan teman-teman semua?. Mungkin dalam periode satu
bulan sekali, teman-teman bisa membeli satu buku. Uang untuk beli buku
jangan hanya dan selalu minta pada orang tua, teman-teman bisa membeli
buku dari hasil menabung uang saku setiap hari. Untuk apa perut kita terus
diisi, sedangkan otak kita kosong tanpa isi?. Kalau teman-teman memilih
membuat perpustakaan pribadi dengan koleksi format digital,mungkin akan
lebih hemat lagi, karena yang dibutuhkan hanya notebook dan buku-buku bisa
dicari di Internet dan diunduh secara gratis.
Saya yakin, dengan kebiasaan seperti ini, maka akan secara
berkelanjutan akan terus berlanjut, baik untuk adik-adik kita maupun generasi
berikutnya akan terbiasa untuk memanfaatkan perpustakan sebagai sarana
penunjang ilmu pengetahuan dan teori serta referensi untuk semua hal.
Sebuah buku bisa dinilai tinggi nilainya bukan karena kemasannya yang
indah, tapi buku itu bernilai tinggi hanya apabila kita selalu membaca dan
membacanya. Kita sekarang memang sekarang berada pada zaman modern.
Dalam hitungan jam, menit,bahkan detik kita sudah tahu perkembangan dunia
luar, tapi kita juga harus sadar bahwa kemodernan itu hadir lewat membaca,
memahami, dan belajar. Sungguh tragis saat ini, dengan sejujurnya saya
menyatakan bahwa anak sekolah saat ini, mulai dari jenjang SD hingga SMA,
minat bacanya sangat kurang. Kurangnya minat baca itu bukan karena malas,
tapi dipengaruhi oleh lingkungan, baik dalam keluarga sendiri maupun
lingkungan masyarakat tak ada yang bersimpati dengan bentuk-bentuk
bacaan. Dilansir dari SINDONEWS.COM (8/13), menyatakan bahwa ilmu
Indonesia jauh tertinggal dibanding negara lain. Hal ini diungkapkan oleh Ketua
Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Pusat, Ida Fajar.
Menurut Ida, sama halnya dengan keilmuan lain, ilmu perpustakaan juga
memiliki perkembangan dan tren-tren terbaru. Sayangnya, hal tersebut tidak
diikuti oleh dosen maupun pustakawan Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian, para pelajar Di Indonesia melakukan
kegiatan membaca 83 % karena mendapat tugas dari guru, dan hanya 11 %
pelajar yang membaca karena kesadaran diri untuk menambah pengetahuan.
Melihat hasil persentase tersebut yang menyatakan minat baca pelajar masih
lemah, sangat memprihatinkan sekali bagi bangsa Indonesia, karena semakin
kecil minat baca seseorang maka semakin sedikit pengetahuan yang dimiliki
dan tentunya saja semakin sulit menghadapi perkembangat dunia modern.
Sangat disayangkan memang, jika minat baca masyarakat Indonesia
masih sangat rendah. Masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca
sebagaim sumber utama untuk mendapatkan informasi. Orang-orang lebih
memilih untuk menonton televisi dan mendengarkan radio ketimbang membaca
koran untuk mencari informasi terkini.
Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada banyak faktor
yang menyebabkannya.
1. Pertama, sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat anakanak/siswa/mahasiswa harus membaca buku, mencari informasi lebih dari apa
yang diajarkan, mengapresiasikan karya-karya ilmiah, filsafat maupun sastra.
2. Kedua, banyaknya jenis hiburan seperti konser-konser menyanyi yang
menghadirkan artis idolanya, berbagai macam jenis permainan atau game
yang telah disediakan di HP dan Playstation (PS) yang membuat anak-anak
betah berlama-lama bermain dan enggan untuk membaca.Selain itu, tayangan
TV belakangan ini makin memberikan jenis hiburan-hiburan menarik dapat
mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku, surfing di
internet walaupun kegiatan ini masih dapat dimasukkan sebagai sarana
membaca. Hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan
tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anakanak.
3. Ketiga, banyak tempat-tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti
taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall dan supermarket.
4. Keempat, budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita.
Kita terbiasa mendengar dan belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat
secara verbal dikemukakan orang tua, tokoh masyarakat maupun penguasa
pada zaman dulu. Anak-anak didongengi secara lisan. Tidak ada pembelajaran
secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencari dan mendapatkan pengetahuan
melalui bacaan.
Lantas bagaimana caranya untuk menumbuhkan minat baca?? Dari
berbagai pengalaman yang saya miliki, dapat saya katakan, bahwa kita akan
bisa memiliki minat baca jika kita menyenangi apa yang sedang kita baca,
bukan membaca apa yang kita senangi. Saya pikir inilah kunci utama untuk
memiliki minat baca.
Selain cara diatas, mungkin untuk mewjudkan bangsa berbudaya baca,
maka Indonesia perlu melakukan pembinaan minat baca sejak dini atau lebih
tepatnya pembinaan baca untuk anak-anak. Pembinaan minat baca anak
merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa
berbudaya baca. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk
menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa hingga anak
tumbuh dewasa atau menjadi orang tua. Dengan kata lain, apabila sejak kecil
seseorang terbiasa membaca maka kebiasaan tersebut akan terbawa hingga
dewasa.
Perpustakaan adalah gudang dari semua ilmu pengetahuan. Banyak
orang maju dan sukses yang memiliki perpustakaan sendiri, atau paling tidak
mengunjungi perpustakaan sesering mungkin untuk menambah wawasan. Bila
orang ingin maju dan cerdas, maka harus banyak membaca. Sarana yang
paling mudah untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan adalah
perpustakaan. Dari berbagai jenis buku yang kita baca dengan teliti, maka
akan terus teringat tentang hal-hal yang kita dapati dalam bacaan tersebut
sampai akhir hayat kita.
Pembinaan minat baca anak juga harus didukung oleh sarana dan
prasarana baca, seperti buku-buku yang mendukung dan tentunya
perpustakaan yang memadai. Namun, tidak semua anak mendapatkan fasilitas
tersebut. Faktor ekonomi dan minimnya kesadaran dari orang tua untuk
menyediakan buku bagi anak menyebabkan anak-anak kehilangan minatnya
untuk membaca. Padahal pembinaan minat baca sejak dini merupkan modal
utama untuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat Indonesia saat ini.
Ketersediaan sarana yang mendukung minat baca anak saat ini dapat
diatasi dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah. Menumbuhkan minat
baca di kalangan anak didik bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua di
rumah, melainkan juga menjadi tanggung jawab pihak sekolah, tempat orang
tua mempercayakan putra-putrinya untuk dididik oleh para guru dalam sebuah
proses belajar-mengajar. Perpustakaan sekolah dapat disebut sebagai pusat
sumber belajar seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dimana pada pasal 35 undangundang tersebut dikemukakan bahwa setiap satuan pendidikan jalur
pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat, harus menyediakan sumber-sumber belajar.
Melalui tulisan ini, secara umum dapat saya sampaikan bahwa pilihan
bacaan utama anak usia sekolah mulai dari jenjang SD hingga SMA hanyalah
berupa komik atau novel. Bacaan yang berkaitan dengan proses pembelajaran,
berupa buku paket atau bahan ajar, dianggap sebagai bacaan yang
membosankan oleh kebanyakan pelajar. Dengan demikian, pada kesempatan
ini saya mohon kepada pengelola perpustakaan daerah untuk lebih banyak
menyediakan buku-buku yang berkaitan dengan proses pembelajaran, baik di
tingkat SD, SMP, maupun SMA.
majalah. Meskipun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan,
namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang
dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, serta dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meminjam buku yang tersedia.
Menanggapi perkembangan dunia yang semakin kompetitif disertai
dengan kemajuan teknologi modern, menuntut kita sebagai warga dunia ini
harus peka dan kritis dalam berpikir untuk menghadapi masalah tersebut.
Globalisasi informasi dan teknologi bukan hal yang aneh atau tahayul, karena
yang menciptakannya adalah manusia itu sendiri. Alat-alat teknologi informasi
untuk menjalin kedekatan dalam berbagai hal, semua itu berawal dari
membaca.
Kita mengetahui bahwa manusia memiliki kepintaran tersendiri,
kepintaran itu tidak alami, tidak datang dengan sendirinya, namun manusia
pintar karena kemauan belajar yang sangat tinggi. Manusia yang pintar
memiliki prinsip, bahwa semakin banyak yang ia ketahui, semakin ia sadar
hanya sedikit yang ia tahu. Maka dari itu, ia tak pernah menganggap dirinya
hebat. Dan hanya orang yang pemahamannya sedikitlah yang merasa dirinya
paling hebat. Mungkin pembaca bertanya-tanya mengapa saya menggunakan
kata “orang yang pemahamanya sedikit”, kenapa tidak langsung saja
menggunakan kata bodoh? Karena bagi saya, tak ada orang yang bodoh di
dunia ini. Yang ada hanyalah manusia yang malas, malas untuk belajar. Sebab,
seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, bahwa tak ada manusia yang
pintar tanpa belajar!! Belajar bisa di mana saja, kapan saja dan pada siapa
atau apa saja. Salah satunya adalah buku. Sejak awal perdaban hingga
sekarang, buku adalah sumber dari semua ilmu. Namun sebaik apapun sebuah
buku, akan tidak berguna apabila tidak dibaca. Pemerintah baik pusat maupun
daerah telah menyiapkan fasilitas untuk mencerdaskan bangsa melalui
perpustakaan. Ada satu hal lagi yang patut diacungi jempol, kini pemerintah
khususnya badan yang berkaitan dengan perpustakaan telah mendekatkan
perpustakaan pada rakyat yang tak bisa menjangkau perpustakaan atau tak
bisa ke perpustakaan dengan menghadirkan perpustakaan keliling. Bahkan kini
makin banyak jaringan perpustakaan elektronik, dengan koleksi buku dalam
format digital.Dengan adanya perpustakaan yang semakin berkembang, begitu
juga dengan teknologi informasi semakin maju. Kini muncul istilah
perpustakaan kertas, perpustakaan digital, perpustakaan maya, perpustakaan
tanpa dinding, perpustakaan elektronik, perpustakaan polimedia, dan
perpustakaan hibrida.
Sungguh bijaksana pemerintah dengan antusiasnya terhadap semua
warga dengan sasaran utama adalah mencerdaskan bangsa melalui sarana
perpustakaan. Oleh karena itu, kita sebagai pelajar harus membiasakan untuk
mengunjungi perpustakaan yang ada, entah itu perpustakaan yang dibuat oleh
pemerintah seperti Perpusda atau perpustakaan disekolah,atau kita juga bisa
membuat perpustakaan pribadi dirumah,entah itu dalam bentuk buku cetakan
maupun buku digital. Mungkin ada di antara teman-teman ada yang bertanya,
untuk apa membuat perpustakaan pribadi? Bukankah sudah ada perpustakaan
yang dibuat pemerintah dan perpustakaan sekolah? Memang benar, sudah ada
perpustakaan dari pemerintah dan sekolah, tapi tidak ada salahnya memiliki
perpustakaan pribadi dirumah. Saya jujur, perpustakaan pribadi yang ada di
rumah saya dapat membantu saya mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.
Jujur, koleksi buku-buku saya memang tak seberapa jika dibandingkan dengan
buku-buku yang ada di perpustakaan, tapi setidaknya saya bangga karena
telah memiliki perpustakaan di rumah saya sendiri menggunakan notebook
saya.
Membuat perpustakaan pribadi tidaklah serumit yang teman-teman
bayangkan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjadikan buku
sebagai sebuah barang yang berharga dan sumber referensi utama kita. Bila
kita telah menjadikan buku sebagai sumber utama kita, tentu kita akan terus
bersama buku itu dalam artian membaca dan menjaganya. Seperti layaknya
seorang sahabat yang selalu membantu kita dikala kita susah, buku pun
demikian. Buku dapat membantu kita mencari tahu apa yang tidak serta belum
kita ketahui. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan buku-buku. Tidak perlu
setiap hari teman-teman harus membeli buku, kalau begitu bisa-bisa orang tua
kita bangkrut hanya karena membeli buku tiap hari, karena tujuan dari buku
adalah memberi manfaat, bukan malah memberi bencana. Tentu teman-teman
tidak ingin kan orang tuanya bangkrut?? Kalau bangkrut, bagaimana dengan
kelanjutan pendidikan teman-teman semua?. Mungkin dalam periode satu
bulan sekali, teman-teman bisa membeli satu buku. Uang untuk beli buku
jangan hanya dan selalu minta pada orang tua, teman-teman bisa membeli
buku dari hasil menabung uang saku setiap hari. Untuk apa perut kita terus
diisi, sedangkan otak kita kosong tanpa isi?. Kalau teman-teman memilih
membuat perpustakaan pribadi dengan koleksi format digital,mungkin akan
lebih hemat lagi, karena yang dibutuhkan hanya notebook dan buku-buku bisa
dicari di Internet dan diunduh secara gratis.
Saya yakin, dengan kebiasaan seperti ini, maka akan secara
berkelanjutan akan terus berlanjut, baik untuk adik-adik kita maupun generasi
berikutnya akan terbiasa untuk memanfaatkan perpustakan sebagai sarana
penunjang ilmu pengetahuan dan teori serta referensi untuk semua hal.
Sebuah buku bisa dinilai tinggi nilainya bukan karena kemasannya yang
indah, tapi buku itu bernilai tinggi hanya apabila kita selalu membaca dan
membacanya. Kita sekarang memang sekarang berada pada zaman modern.
Dalam hitungan jam, menit,bahkan detik kita sudah tahu perkembangan dunia
luar, tapi kita juga harus sadar bahwa kemodernan itu hadir lewat membaca,
memahami, dan belajar. Sungguh tragis saat ini, dengan sejujurnya saya
menyatakan bahwa anak sekolah saat ini, mulai dari jenjang SD hingga SMA,
minat bacanya sangat kurang. Kurangnya minat baca itu bukan karena malas,
tapi dipengaruhi oleh lingkungan, baik dalam keluarga sendiri maupun
lingkungan masyarakat tak ada yang bersimpati dengan bentuk-bentuk
bacaan. Dilansir dari SINDONEWS.COM (8/13), menyatakan bahwa ilmu
Indonesia jauh tertinggal dibanding negara lain. Hal ini diungkapkan oleh Ketua
Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Pusat, Ida Fajar.
Menurut Ida, sama halnya dengan keilmuan lain, ilmu perpustakaan juga
memiliki perkembangan dan tren-tren terbaru. Sayangnya, hal tersebut tidak
diikuti oleh dosen maupun pustakawan Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian, para pelajar Di Indonesia melakukan
kegiatan membaca 83 % karena mendapat tugas dari guru, dan hanya 11 %
pelajar yang membaca karena kesadaran diri untuk menambah pengetahuan.
Melihat hasil persentase tersebut yang menyatakan minat baca pelajar masih
lemah, sangat memprihatinkan sekali bagi bangsa Indonesia, karena semakin
kecil minat baca seseorang maka semakin sedikit pengetahuan yang dimiliki
dan tentunya saja semakin sulit menghadapi perkembangat dunia modern.
Sangat disayangkan memang, jika minat baca masyarakat Indonesia
masih sangat rendah. Masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca
sebagaim sumber utama untuk mendapatkan informasi. Orang-orang lebih
memilih untuk menonton televisi dan mendengarkan radio ketimbang membaca
koran untuk mencari informasi terkini.
Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada banyak faktor
yang menyebabkannya.
1. Pertama, sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat anakanak/siswa/mahasiswa harus membaca buku, mencari informasi lebih dari apa
yang diajarkan, mengapresiasikan karya-karya ilmiah, filsafat maupun sastra.
2. Kedua, banyaknya jenis hiburan seperti konser-konser menyanyi yang
menghadirkan artis idolanya, berbagai macam jenis permainan atau game
yang telah disediakan di HP dan Playstation (PS) yang membuat anak-anak
betah berlama-lama bermain dan enggan untuk membaca.Selain itu, tayangan
TV belakangan ini makin memberikan jenis hiburan-hiburan menarik dapat
mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku, surfing di
internet walaupun kegiatan ini masih dapat dimasukkan sebagai sarana
membaca. Hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan
tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anakanak.
3. Ketiga, banyak tempat-tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti
taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall dan supermarket.
4. Keempat, budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita.
Kita terbiasa mendengar dan belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat
secara verbal dikemukakan orang tua, tokoh masyarakat maupun penguasa
pada zaman dulu. Anak-anak didongengi secara lisan. Tidak ada pembelajaran
secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencari dan mendapatkan pengetahuan
melalui bacaan.
Lantas bagaimana caranya untuk menumbuhkan minat baca?? Dari
berbagai pengalaman yang saya miliki, dapat saya katakan, bahwa kita akan
bisa memiliki minat baca jika kita menyenangi apa yang sedang kita baca,
bukan membaca apa yang kita senangi. Saya pikir inilah kunci utama untuk
memiliki minat baca.
Selain cara diatas, mungkin untuk mewjudkan bangsa berbudaya baca,
maka Indonesia perlu melakukan pembinaan minat baca sejak dini atau lebih
tepatnya pembinaan baca untuk anak-anak. Pembinaan minat baca anak
merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa
berbudaya baca. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk
menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa hingga anak
tumbuh dewasa atau menjadi orang tua. Dengan kata lain, apabila sejak kecil
seseorang terbiasa membaca maka kebiasaan tersebut akan terbawa hingga
dewasa.
Perpustakaan adalah gudang dari semua ilmu pengetahuan. Banyak
orang maju dan sukses yang memiliki perpustakaan sendiri, atau paling tidak
mengunjungi perpustakaan sesering mungkin untuk menambah wawasan. Bila
orang ingin maju dan cerdas, maka harus banyak membaca. Sarana yang
paling mudah untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan adalah
perpustakaan. Dari berbagai jenis buku yang kita baca dengan teliti, maka
akan terus teringat tentang hal-hal yang kita dapati dalam bacaan tersebut
sampai akhir hayat kita.
Pembinaan minat baca anak juga harus didukung oleh sarana dan
prasarana baca, seperti buku-buku yang mendukung dan tentunya
perpustakaan yang memadai. Namun, tidak semua anak mendapatkan fasilitas
tersebut. Faktor ekonomi dan minimnya kesadaran dari orang tua untuk
menyediakan buku bagi anak menyebabkan anak-anak kehilangan minatnya
untuk membaca. Padahal pembinaan minat baca sejak dini merupkan modal
utama untuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat Indonesia saat ini.
Ketersediaan sarana yang mendukung minat baca anak saat ini dapat
diatasi dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah. Menumbuhkan minat
baca di kalangan anak didik bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua di
rumah, melainkan juga menjadi tanggung jawab pihak sekolah, tempat orang
tua mempercayakan putra-putrinya untuk dididik oleh para guru dalam sebuah
proses belajar-mengajar. Perpustakaan sekolah dapat disebut sebagai pusat
sumber belajar seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dimana pada pasal 35 undangundang tersebut dikemukakan bahwa setiap satuan pendidikan jalur
pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat, harus menyediakan sumber-sumber belajar.
Melalui tulisan ini, secara umum dapat saya sampaikan bahwa pilihan
bacaan utama anak usia sekolah mulai dari jenjang SD hingga SMA hanyalah
berupa komik atau novel. Bacaan yang berkaitan dengan proses pembelajaran,
berupa buku paket atau bahan ajar, dianggap sebagai bacaan yang
membosankan oleh kebanyakan pelajar. Dengan demikian, pada kesempatan
ini saya mohon kepada pengelola perpustakaan daerah untuk lebih banyak
menyediakan buku-buku yang berkaitan dengan proses pembelajaran, baik di
tingkat SD, SMP, maupun SMA.