LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR modul (1)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR
MODUL C
JEMBATAN MENERUS TIGA BENTANG

KELOMPOK 21

Amri Munawar

(1406607035)

Devinta Virly

(1406551752)

Gupita Rahajeng

(1506800155)

Risang Aludityo

(1406606940)


Tanggal Praktikum

: 29 Oktober 2016

Asisten Praktikum

: Felicius Wayandhana

Tanggal Disetujui

: 13 November 2016

Nilai

:

Paraf Asisten

:


LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016

A. Percobaan 1
I.

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa matematika dari
jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu
juga untuk membandingkan garis pengaruh yang didapat dari percobaan sebagai
hasil dari reaksi perletakan dengan garis pengaruh secara teoritis.

II.

Teori
Jembatan adalah struktur yang dibangun untuk menyeberangi jurang atau

rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Berdasarkan
strukturnya, jembatan dibagi menjadi 10 jenis :
1. Jembatan plat (slab bridge)
2. Jembatan plat berongga (voided slab bridge)
3. Jembatan gelagar (girder bridge)
4. Jembatan rangka (truss bridge)
5.

Jembatan pelengkung (arch bridge)

6.

Jembatan gantung (suspension bridge)

7.

Jembatan kabel (cable stayed bridge)

8.


Jembatan cantilever (cantilever bridge)

9. Jembatan Intergral (integral bridge)
10. Jembatan Menerus (continous bridge)
Struktur jembatan pada praktikum ini adalah struktur menerus 3 bentang.
Untuk menganalisa jembatan menerus tiga bentang tersebut, akan dipergunakan
“Metode Clapeyron” (persamaan putaran sudut).

Gambar 1. Jembatan menerus 3 bentang

Metode Clapeyron atau yang dikenal dengan nama “metode persamaan tiga
momen” adalah cara menyelesaikan suatu struktur statis tak tentu yaitu menghitung
semua gaya-gaya luar (reaksi perletakan) dan gaya-gaya dalam (gaya normal, gaya
lintang, momen) pada struktur tersebut. Pada suatu struktur balok dan portal,
sambungan antara batang-batang pada struktur tersebut diasumsikan sebagai

sambungan kaku, dimana dalam sambungan kaku harus dipenuhi dua persyaratan
yaitu :
a) Keseimbangan : jumlah momen batang-batang yang bertemu pada sebuah titik
simpul yang disambung secara kaku sama dengan nol

b) Kestabilan: rotasi batang-batang yang bertemu pada sebuah titik simpul yang
disambung secara kaku sama besar dan arahnya.
Metode “Persamaan Tiga Momen”, memakai momen-momen batang
sebagai variabel (bilangan yang tidak diketahui) dan bergoyang (defleksi D ) pada
struktur-struktur yang dapat berpindah. Untuk menentukan apakah sebuah struktur
dapat bergoyang atau tidak, dapat dilihat dari teori sebagai berikut :
a. Suatu titik simpul mempunyai dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu vertikal
dan horizontal.
b. Perletakan jepit dan perletakan sendi tidak dapat bergerak vertikal maupun
horizontal, sedangkan perletakan rol hanya dapat bergerak satu arah yaitu searah
bidang perletakan.
c. Batang dibatasi oleh dua titik simpul, sehingga pergerakan titik simpul searah
batang sama.

Dari konsep tersebut dapat dirumuskan :
n = 2 j – (m + 2f + 2 h + r)
Dimana : n = jumlah derajat kebebasan dalam pergoyangan.
j = “joint”, titik simpul termasuk perletakan
m = “member”, jumlah batang yang dibatasi oleh dua joint.
f = “fixed”, jumlah perletakan jepit.

h = “hinge”, jumlah perletakan sendi.
r = “rol”, jumlah perletakan rol
Apabila n < 0, struktur tidak dapat bergoyang. Namun sebaliknya jika n >
0, maka struktur dapat bergoyang.

Langkah-langkah pengerjaan metode clapeyron.:
1. Tentukan apakah struktur statis tidak tertentu tersebut mempunyai pergoyangan,
dengan rumus : n = 2j- (m+2f+2h+R)
2. Kalau ada pergoyangan, gambarkan bentuk pergoyangan dan tentukan arah rotasi
batang – batang akibat pergoyangan tersebut. Dalam menggambarkan bentuk
pergoyangan ada dua ketentuan yang harus diperhatikan yaitu :
a. Batang tidak berubah panjang, Suatu batang ( ij ) kalau joint i bergerak ke kanan
maka joint j juga akan berpindah ke kanan.
b. Batang dapat berotasi akibat perpindahan relatif ujung-ujung batang. Perpindahan
relatif antara ujung-ujung batang dapat digambarkan tegak lurus sumbu batang dan
arah rotasi digambarkan dari arah asli sumbu batang ke arah sumbu batang setelah
bergoyang.
3. Gambarkan permisalan arah momen-momen batang.
4. Dari langkah yang telah dikerjakan diatas dapat ditentukan jumlah variabelnya, yaitu
momen-momen batang yang belum diketahui besarnya dan perpindahan relatif ujung

batang kalau ada goyangan.
5. Gambar pemisalan bentuk garis elastic struktur.
6. Untuk menghitung variabel-variabel diatas, disusunlah persamaan sejumlah variabel
yang ada.
a. Momen batang-batang yang bertemu pada satu titik simpul sama dengan nol.
b. Rotasi batang dengan perletakan jepit sama dengan nol.
c. Rotasi batang-batang yang bertemu pada satu titik simpul sama besar maupun
arahnya.
d. Kalau ada variabel pergoyangan maka perlu tambahan persamaan keseimbangan
struktur.
7. Dari persamaan-persamaan yang disusun diatas , maka variabel-variabel yang berupa
momen-momen batang tadi dapat dihitung besarnya.
8. Setelah momen-momen diperoleh, dengan perhitungan keseimbangan tiap-tiap batang
(free body diagram), bidang momen, gaya lintang dan gaya normal dari struktur statis
tak tentu tersebut dapat digambarkan.

III.

Peralatan
a. HST .1901 Model Jembatan Transparan dengan bentuk Spandrels.

b. HST .1902 Kolom – kolom jembatan dengan penyangga berjalan, Alat
Pengukur Reaksi dan Kompensator Perata.
c. HST .1903 Kolom – kolom jembatan dengan penyangga yang dijepit, Alat
Pengukur Reaksi dan Kompensator Perata.
d. HST .1904 Peralatan Dial Pengukur.
e. HST .1905 Beban berjalan ( 50 N dan 25 N).
f. HST .1906 Penyangga ujung kiri.
g. HST .1907 Penyangga ujung kanan.

Gambar 2. Alat Peraga Modul C

Model

jembatan

(Gambar

2) dari bagian

transparan memberikan


penggambaran tentang bagian dinding samping dan lajur dari jalan. Diarphams telah
dipasang pada keempat perletakan dan di tengah bentang. Jembatan tersebut menerus
diatas dua bentang tepi yang masing – masing panjangnya 250 mm dan bentang tengah
sepanjang 625 mm. Jembatan tersebut disambungkan keempat alat pengukur dengan
pin pengikat pada satu ujung, tiga sisi penahan berjalan, yang memperbolehkan

lendutan horizontal dan menahan lendutan vertikal pada perletakan

yang lain.

Perbedaan ketinggian dari bagian dalam dan penahan ujung adalah 90 mm.
Perletakan jembatan ditopang pada kantilever pendek yang defleksinya karena
reaksi dari jembatan memberikan pembacaan pada alat ukur. Alat pengukur reaksi
dikalibrasi sehingga adapat membaca 0,1 N setiap bagian dari alat ukur. Pada bagian
dasar setiap kolom terdapat kompensator perata yang dibuat untuk mengangkat kolom
sebesar 0,1 mm setiap putaran alat ukur. Jadi jika dial pada kompensator selalu
dipasang pada pembacaan alat ukur, maka penahan jembatan akan berada pada
ketinggian yang konstan. Karena jembatan merupakan struktur statis tak tentu, maka
adalah merupakan persyaratan yang penting untuk mengukur reaksi sebenarnya.

Pada bagian atas dari kolom jembatan terdapat penjepit atau pengunci ujung
bebas dari kantilever. Penjepit tersebut harus dalam keadaan tak terkunci untuk
mengukur reaksi (Percobaan 1) . Penjepit harus dikunci jika jembatan digunakan
untuk analisa model dengan metode displacement kecil.
Mempersiapkan alat
Untuk memasang jembatan pada kerangka HST. 1, pertama – tama kuncilah
bagian dalam dari kolom sehingga pusatnya berada apada 297,5 mm dari permukaaan
dalam sisi vertikal lalu secara perlahan – lahan jembatan dipasang pada bagian atas
dari penjepit perletakan penahan berjalan.
Sambungkan ujung kiri kolom pada rangka dan geser keatas sampai penjepit
perletakan menyentuh bagian bawah penyangga jembatan. Lepaskan sekrup penjepit
pengangga dari bagian kanan jembatan. Sambungkan bagian ujung kanan kolom ke
rangka dan geser keatas sampai lubang lubang atas pada perletakan yang dijepit
menjadi datar dengan bagian bawah penyangga jembatan.
Jembatan sekarang dapat digeser ke kiri, dan diturunkan 6,5 mm, lalu
digerakkan kebagian kanan dengan mengaitkan penjepit – penjepit perletakan ke
penyangga jembatan. Pada saat yang sama dapat kita ketahui bahwa perletakan untuk
ujung bagian kanan akan bergeser sepanjang perletakan jembatan sehingga penjepit
penyangga dapat dipasang kembali.
Dial kompensator pada bagian dari keempat kolom diset pada angka 600 dan

alat pengukur vertikal pada setiap dial gauge harus digunakan untuk menghasilkan
angka 600 pada pembacaan dial. (Kemungkinan perlu untuk menggerakkan cincin
pada pengukur dial untuk mendapatkan pembacaan 600). Mengencangkan bagian

bawah horizontal dari rangka HST. 1

mungkin diperlukan dengan salah satu

tangannya mempermudah pengakuan pada pengukur dial.

IV.

Cara Kerja
Jembatan dianggap sudah dikoreksi sesuai dengan keterangan di atas.
Memeriksa pengunci kantilever agar diketahui sudah dilepaskan atau belum, dan
bagian-bagian dasar penjepit bebas dari pengukuran reaksi kantilever dan dial
kompensator memberikan bacaan yang sama dengan pengukur dial.
Meletakan beban silindris 25 dan 50 N di atas jembatan pada abutmen kiri dan
kanan dan atur kompensator agar pembacaannya sama dengan pengukur dial.
Menyesuaikan ketiga kolom lainnya jika perlu, namun secara teoretis harus
menghasilkan reaksi nol. Menggerakkan beban dengan interval 12.5 cm, 25cm,
56.25cm, 87.5cm, 100cm, dan 112.5cm dari sisi kiri jembatan dan pada setiap posisi
menyejajarkan kembali kolom yang dapat dilihat dari pembacaan yang sama antar dial
kompensator dengan pengukur dial. Dalam melakukan hal ini yang disesuaikan lebih
dahulu adalah kolom yang letaknya paling dekat dengan beban. Kita akan
mendapatkan bahwa penyejajaran satu kolom akan memengaruhi yang lainnya,
namun dengan pekerjaan yang berulang-ulang sesuai dengan petunjuk, maka
penyesuaian akan lebih cepat diperoleh. Pada saat keempat kolom telah datar, maka
pembacaan reaksi telah selesai

V. Pengamatan dan Pengolahan Data
A. Data Praktikum
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Beban 25 N

No.

X

P=25 N

Jumlah

( cm )

Ra (N)

Rb(N)

Rc(N)

Rd(N)

1

0

14.8

20.7

0

-1.1

33.77

2

12.5

8.3

25

0

-15.1

18.2

3

25

3.2

27.2

1.2

-0.2

31.4

4

56.25

-7.2

22.3

12.5

-8.3

19.3

5

87.5

-2.1

18.4

-12.2

10.4

14.5

6

100

-0.3

13.6

7.9

15.8

37

7

112.5

0.1

-0.2

4.2

27.8

31.9

Total

186.07

Rata-rata

26.58

Tabel 1. Data Percobaan akibat beban 25 N

2. Beban 50 N
No.

X

P=50 N

Jumlah

( cm )

Ra (N)

Rb(N)

Rc(N)

Rd(N)

1

0

42

25

0

-6.7

60.3

2

12.5

20

29.4

0

1.5

50.9

3

25

6

35.7

8.5

-1.8

48.4

4

56.25

-15.5

57.8

25.2

-7.8

59.7

5

87.5

-4.2

25

27.5

17.5

65.8

6

100

-1.3

14.9

19.8

33

66.4

7

112.5

0.5

-2.9

11.1

45.1

53.8

Total

405.3

Rata-rata

57.9

Tabel 2. Data percobaan akibat Beban 50 N

B. Perhitungan Reaksi Perletakan Secara Teoretis ( Metode Clapeyron)
Setelah dilakukan perhitungan momen menggunakan metode clapeyron (lihat
lampiran), maka didapatkan nilai momen sebagai berikut:

x (cm)
0
12.5
25
56.25
87.5

P = 25 N
P = 50 N
Mb(Ncm) Mc(Ncm) Mb(Ncm) Mc(Ncm)
0
0
0
0
38.38
13.71
76.75
27.41
0
0
0
0
154.37
154.19
308.75
308.39
0
0
0
0

100
112.5

13.71
0

38.37
0

27.41
0

76.75
0

Tabel 3. Nilai momen teoretis

Setelah mendapatkan nilai momen pada tiap titik, selanjutnya praktikan
menghitung reaksi perletakan (lihat lampiran). Sehingga didapatkan nilai reaksi
perletakan sebagai berikut.
x (cm)
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5

RA (N)
25
10.96
0
-6.17
0
0.55
0

P = 25 N
RB (N)
RC (N)
0
0
14.87
-1.38
25
0
18.68
18.66
0
25
-1.38
14.87
0
0

RD (N)
0
0.54
0
-6.17
0
10.96
25

RA (N)
50
21.93
0
-12.35
0
1.09
0

P = 50 N
RB (N)
RC (N)
0
0
29.73
-2.76
50
0
37.36
37.33
0
50
-2.76
29.74
0
0

RD (N)
0
1.1
0
-12.33
0
21.92
50

Tabel 4. Reaksi Perletakan teoretis

C. Perbandingan Nilai Praktikum dengan Nilai Teoretis
Setelah didapatkan nilai reaksi perletakan dengan perhitungan metode
clapeyron maka dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dari praktikum.
Perbandingan tersebut bisa dilihat sebagai berikut.
1. Beban 25 N
x (cm)

0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5

P = 25 N
RA (N)
Teori Percobaan
25
14.8
10.96
8.3
0
3.2
-6.17
-7.2
0
-2.1
0.55
-0.3
0
0.1

RB (N)
Teori Percobaan
0
20.7
14.87
25
25
27.2
18.68
22.3
0
18.4
-1.38
13.6
0
-0.2

RC (N)
Teori Percobaan
0
0
-1.38
0
0
1.2
18.66
12.5
25
-12.2
14.87
7.9
0
4.2

RD (N)
Teori Percobaan
0
-1.1
0.54
-15.1
0
-0.2
-6.17
-8.3
0
10.4
10.96
15.8
25
27.8

Tabel 5. Perbandingan reaksi perletakan akibat beban 25 N

Perbandingan nilai praktikum dengan nilai teoretis dalam bentuk grafik, sebagai
berikut:

RA Teori vs Percobaan 25 N
30

Reaksi Perletakan (N)

25
20
15
Teori

10

percobaan

5
0
-5

0

12,5

25

-10

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 1. Perbandingan perletakan A akibat beban 25 N

RB Teori vs Percobaan 25 N
30

Reaksi Perletakan (N)

25
20
15
Teori
10

Percobaan

5
0
-5

0

12,5

25

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 2. Perbandingan perletakan B akibat beban 25 N

RC Teori vs Percobaan 25 N
30

Reaksi Perletakan (N)

25
20
15
10

Teori

5

Percobaan

0
-5

0

12,5

25

56,25

87,5

100

112,5

-10
-15

Interval (cm)

Grafik 3. Perbandingan perletakan C akibat beban 25 N

Reaksi Perletakan (N)

RD Teori vs Percobaan 25 N
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20

Teori
Percobaan

0

12,5

25

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 4. Perbandingan perletakan D akibat beban 25 N

2. Beban 50 N
x (cm)

0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5

P = 50N
RA (N)
Teori
Percobaan
50
42
21.93
20
0
6
-12.35
-15.5
0
-4.2
1.09
-1.3
0
0.5

Teori
0
29.73
50
37.36
0
-2.76
0

RB (N)
Percobaan
25
29.4
35.7
57.8
25
14.9
-2.9

Teori
0
-2.76
0
37.33
50
29.74
0

RC (N)
Percobaan
0
0
8.5
25.2
27.5
19.8
11.1

RD (N)
Teori
Percobaan
0
-6.7
1.1
1.5
0
-1.8
-12.33
-7.8
0
17.5
21.92
33
50
45.1

Tabel 5. Perbandingan reaksi perletakan akibat beban 50 N

Perbandingan nilai praktikum dengan nilai teoretis dalam bentuk grafik, sebagai
berikut:

RA Teori vs Percobaan 50 N
60

Reaksi Perletakan (N)

50
40
30
20

Teori

10

Percobaan

0
-10

0

12,5

-20

25

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 5. Perbandingan perletakan A akibat beban 50 N

RB Teori vs Percobaan 50 N
70

Reaksi Perletakan (N)

60
50
40
30

Teori

20

Percobaan

10
0
-10

0

12,5

25
56,25 87,5
Interval (cm)

100

112,5

Grafik 6. Perbandingan perletakan B akibat beban 50 N

RC Teori vs Percobaan 50 N
60

Reaksi Perletakan (N)

50

40
30
Teori
20

Percobaan

10
0
-10

0

12,5

25

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 7. Perbandingan perletakan C akibat beban 50 N

RD Teori vs Percobaan 50 N
60

Reaksi Perletakan (N)

50
40
30
20

Teori

10

Percobaan

0
-10

0

-20

12,5

25

56,25

87,5

100

112,5

Interval (cm)

Grafik 8. Perbandingan perletakan D akibat beban 50 N

D. Kesalahan Relatif
Dengan membandingkan hasil reaksi perletakan yang didapatkan dengan
praktikum dan secara teoretis maka didapatkan nilai kesalahan relatif dari praktikum ini.
1. Kesalahan relatif akibat pembebanan 25 N
�� =

��� � �

� � � − ��� � �
��� � �
� ��

�� = |



= 6.32 %

.

|�


%



%

2. Kesalahan relatif akibat pembebanan 50 N
�� =

��� � �

� � � − ��� � �
��� � �
� ��
�� = |



= 15.8 %

VI.

.

|�


%



%

Analisa Praktikum

A. Analisa Percobaan
Praktikum ini bertujuan untuk mencari ketepatan analisa matematika dari
jembatan menerus tiga bentang sesuai keadaan yang sebenarnya. Untuk mencari
perbandingan analisa matematika dengan keadaan yang sebenarnya maka model
jembatan 3 bentang tersebut dibebani oleh beban. Pengaruh beban terhadap struktur
jembatan tersebut bisa dibaca dengan dial-gauge di tiap perletakan.
Pada praktikum ini menggunakan variasi beban 25 N dan 50 N. Variasi beban
tersebut digunakan untuk memperbanyak varian data dan juga untuk perbandingan
garis pengaruh 2 varian beban tersebut. Kedua beban silindris melakukan
pembebanan di tiap titik perletakan dan pertengahan bentang, sehingga ada 7 titik
pembebanan. Pembebanan di 7 titik tersebut untuk melihat pengaruh struktur
terhadap beban. Adapun beban silindris tidak boleh digelinding karena beban
dianggap beban mati (Dead Load), sehingga beban harus dipindahkan dengan
diangkat ke tiap titik.
Sebelum meletakkan beban dan melakukan pembacaan dial-gauge, praktikan
harus memastikan bahwa dial-gauge terpasang dengan benar dan menekan
penampang jembatan dengan tegak lurus. Hal itu sangat penting agar pembacaan
pada dial lebih akurat sehingga mengurangi nilai kesalahan. Kemudian praktikan
mengalibrasi dial sehingga pembacaan dimulai dari 0. Kalibrasi dial harus dilakukan
sebelum pembebanan dilakukan karena setelah beban diangkat, jarum dial tidak
kembali ke angka 0 dan akan mengurangi keakuratan hasil pembacaan.
Ketika pembebanan dilakukan, praktikan harus memastikan bahwa beban tepat
membebani titik sesuai prosedur pembacaan. Pembebanan di titik yang salah akan
mempengaruhi hasil pembacaan dial. Adapun hal yang harus diperhatikan selama
percobaan adalah tidak memegang model jembatan dan dial saat melakukan

pembacaan karena akan mempengaruhi pembacaan pada dial sehingga total gaya
yang bekerja pada struktur jembatan tidak sama dengan beban.
B. Analisa Hasil
Setelah melakukan percobaan, maka akan didapatkan data pembacaan dial tiap
perletakan. Data tersebut merupakan reaksi perletakan dari percobaan yang akan
dibandingkan dengan reaksi perletakan dari perhitungan secara matematis.
Dari data tersebut bisa dilihat variasi nilai di tiap titik. perbedaan nilai tersebut
karena reaksi perletakan terhadap aksi dari pembebanan akan berbeda tergantung
jarak pembebanan dengan perletakan. Nilai reaksi perletakan akan bergantung pada
distribusi gaya pada struktur jembatan. Secara teori hal itu bisa dijelaskan dengan
sistem garis pengaruh untuk melihat distribusi akibat beban pada reaksi perletakan.
Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah resultan dari reaksi perletakan
harus sama dengan beban. Gaya luar yang bekerja pada struktur akan ditahan oleh
perletakan dengan gaya yang sama sehingga struktur tidak runtuh, sehingga gaya
yang diterima oleh struktur sama dengan gaya yang diberikan oleh perletakan.
Secara teori, hal itu merupakan konsep “aksi-reaksi” yang dimana nilai keduanya
sama namun berbeda arah.
Perhitungan reaksi perletakan menggunakan metode clapeyron. Metode
tersebut digunakan untuk menghitung reaksi perletakan dan momen yang bekerja
pada struktur statis tak-tentu dengan metode putaran sudut. Metode tersebut
digunakan karena model jembatan menerus tiga bentang tersebut adalah struktur
statis tak tentu.
Setelah mendapatkan nilai dari reaksi perletakan secara teoretis, maka
selanjutnya dibandingkan dengan nilai reaksi perletakan yang didapatkan dari
pembacaan dial. Untuk memudahkan melihat perbedaan keduanya maka perlu grafik
garis pengaruh sehingga bisa terlihat seberapa besar penyimpangan atau perbedaan
keduanya. Grafik garis pengaruh merupakan grafik yang menunjukkan besarnya
pengaruh dari suatu satuan beban untuk setia kedudukan (martin simatupang,
lecture.ub.ac.id) . Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dapat digambarkan
grafik garis pengaruh dan juga grafik hasil percobaan.
Pada percobaan ini terdapat 4 grafik garis pengaruh dan hasil percobaan sesuai
jumlah perletakan pada struktur untuk tiap beban. Pada praktikum ini ada 2 variasi
beban sehingga ada 8 grafik perbandingan. Pada perletakan A, grafik beban 25 N
dan beban 50 N terlihat garis grafik hasil percobaan mendekati garis pengaruh

sehingga hasil percobaan mendekati hasil perhitungan. Pada perletakan B, grafik 25
N dan 50 N tidak mendekati grafik garis pengaruh namun bentuknya mendekati
grafik garis pengaruh sehingga dapat dikatakan ada penyimpangan yang jauh antara
keduanya karena kesalahan dalam praktikum. Untuk perletakan C, grafik 25 N dan
50 N terlihat mendekati garis pengaruh namun keduanya terlihat menyimpang pada
jarak 87.5 cm. Untuk perletakan D, kedua grafik 25 N dan 50 N terlihat mendekati
grafik garis pengaruh namun terdapat penyimpangan yang tidak terlalu jauh di titik
87.5 cm sehingga dapat disimpulkan bahwa titik tersebut memiliki tingkat kesalahan
yang dapat berasal dari kesalahan pembacaan maupun kesalahan saat kalibrasi alat.
Penyimpangan kedua hasil yang didapatkan bisa diukur dengan mencari nilai
kesalahan relatif dari praktikum. Nilai kesalahan relatif merupakan persentase dari
selisih dari rata-rata keduanya terhadap rata-rata nilai perletakan teoretis. Nilai
kesalahan relatif sangat penting untuk dihitung untuk mengetahui sejauh mana
praktikum yang dilakukan akurat.
Adapun hasil kesalahan relatif yang didapatkan pada percobaan ini untuk
kedua percobaan adalah 6.32 % untuk percobaan 25 N dan 15.8 % untuk percobaan
50 N. Berdasarkan nilai kesalahan relatif kedua hasil percobaan yang cukup besar
dapat dikatakan bahwa terdapat banyak kesalahan saat praktikum.

C. Analisa Kesalahan
Dari hasil kesalahan relatif yang tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat banyak kesalahan saat praktikum ini berlangsung. Adapun beberapa
kesalahan tersebut yaitu :
1. Praktikan tidak sengaja memegang dial-gauge saat melakukan praktikum. Dialgauge yang digunakan pada praktikum ini sangat sensitif terhadap sentuhan
sehingga pembacaan tidak akurat.
2. Praktikan tidak bisa menegakkan dial-gauge sehingga tegak lurus terhadap
bidang penampang model jembatan. Kemiringan dial membuat nilai yang
terbaca pada dial tidak sesuai dengan nilai reaksi yang bekerja pada perletakan
tersebut.
3. Praktikan tidak sengaja memegang model jembatan saat melakukan pembacaan.
Hal itu sangat mempengaruhi nilai yang terbaca pada dial karena ada gaya luar
yang bekerja selain beban sendiri. Sehingga resultan dari gaya tersebut tidak
sama dengan beban.

VII.

Kesimpulan
Dari praktikum ini didapatkan kesimpulan bahwa :
1. Reaksi perletakan secara teori dengan percobaan cukup jauh berbeda sehingga
praktikum ini tidak bisa menggambarkan ketepatan analisa matematika pada
jembatan menerus tiga bentang.
2. Metode clapeyron dapat digunakan untuk menghitung momen dan reaksi
perletakan pada struktur statis tak tentu. Metode clapeyron adalah cara
menyelesaikan suatu struktur statis tak tentu yaitu menghitung semua gayagaya luar (reaksi perletakan) dan gaya-gaya dalam (gaya normal, gaya lintang,
momen) dengan menggunakan momen-momen batang dan pergoyangan
(defleksi) sebagai variabel yang tidak diketahui.
3. Kesalahan relatif pada percobaan ini adalah 6.32 % akibat beban 25 N dan 15.8
% akibat beban 50 N.

VIII. Lampiran
Lampiran Perhitungan
A-B : 0 ≤ x ≤ 25



��


��


−� .
�� .

−� .
��
��
−�



��

+�

+ �

−�



+

+

+�

+�

= �







.
��

+

=−



.
��



=−

=−



.
��





. ,


��

� =−

� −

� −

, � …

.
��

. ,
��

, �
.

= �

.
� .
� .
+
=−
��
��
��
� . ,
� . ,
� .
+
=−
��
��
��
, � =−

� =−

, �





.

Substitusi persamaan 1.1 dan 1.2 menghasilkan:


��

−�

+�
� =−

=−

��

� +

−�

, [−

+�

, �

]



��

−�

+�

=−

��

� =

[

−�

� ]+

.

+�

, �

Reaksi perletakan
� =

� =

��





+

� = −

−�
+







+
,
,






,
,

� =



B-C : 25 ≤ x ≤ 87,5



.
��


=

.
��

�. �−

� =



=

�.
.

�. �−

�. �−
� =

.

�. �−



= �

, −� .
�� ,

, +

.

.

�� .

.

+

, −� .
,

, −� .
,
.

−�

, −� .

.





, −�
−�

=−
,

.
��





−� −







. ,


��

� −

� −
,

.
��

. ,
��

, �

, �





.

� =





�. �−


�.

�. �−

�. �−

.

.

.
�� .

, −� .
�� ,
.

�. �−

.

.

, −� .
, .


+

+

, −� .
,

= �

, +�



.
��

+

, +�

, −� .
,



, +�

−� −

,



+

+

.
��

. ,

+
��

, �

.

.
��

. ,
� .
=−
��
��

, � +

=



=−



� =−

� +

, � …



.

Substitusi persamaan 1.3, 1.4 dan 1.5:
�. �−

.

=

, � �−

� =
�. �−

� =

, −� .
,

.

, +�

�. �−
, [

� +
.

, −� .

, −� .
, +�
,
�. �−
.
=
[

�. �−

.

, −� .

� =

, −� .

, +� −�. �−
,

, −� .
, .

,



+

�. �−
,

,

.

.




+
+
,
,

� = −



, −� .

]+

, −� .

, −�


+

,
,
,


−� −

, �



� = −

�.

.

−� −

, +� − , �. �−

,

Reaksi Perletakan :

� =

.

,



−�

, �

−�

]

C-D : 87,5 < x < 112,5

.
��
� .

��















.
��

. ,

+
��

� −

+





=

=





� =

� =


.
��

�. �−

.
��

� −
, �



+



. ,


��

= �

=−

. ,
� .
=−
��
��
, � =

= �

.
��

�. �−

,

.



.
��
. ,
��

, �

… .6

+

,

�.
.

, −� .

.

.
�� .

, −� .
��
, −�

+

+



, −�

.

Substitusi persamaan 1.6 dan 1.7:
� −

, [

� =

[

,

� ]−
� =

,

� ]=

�. �−

, � =

� �−

,

�. �−
,

.

�. �−
, −�
,

,

.

, −� .

, −�

,

.

, −� .

, −�

, −� .
,

, −�

, −�

Reaksi Perletakan :

� =

Lampiran Gambar

� = −

� =










,
,



�.
+
+
,
,

� = −



+

, −�

�. �−

,

+



Lamp. 1 jembatan menerus 3 bentang

Lamp. 2 beban silindris 50 N dan 25 N

Lamp. 3 Praktikan membaca dial gauge