Analisis Sifat Fisis, Magnet, Dan Mikrostruktur Darivariasi Temperatur Sintering Barium Heksaferit Denganaditif Sio2

(1)

Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet- magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. (Afza, 2011).

Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet.Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi.

2.2 Medan Magnet

Ilmu pengetahuan magnetisme tumbuh dari pengamatan bahwamagnettertentu akan menarik potongan besi yang kecil-kecil. Arus di dalam sebuah kawat dapat juga menghasilkan efek-efek magnetik, yaitu bahwa arus tersebut dapat mengubah arah (orientasi) sebuah jarum kompas. Kita dapat mengintensifkan (memperbesar) efek magnetik sebuah arus di dalam sebuah kawat dengan membentuk kawat tersebut ke dalam sebuah koil yang terdiri dari banyak lilitan dan dengan menyediakan sebuah teras (core) besi. Kita dapat mendefinisikan ruang di sekitar sebuah magnet atau di sekitar sebuah penghantar yang mengangkut arus sebagai tempat medan magnet (magnetic field), sama seperti kita telah mendefinisikan ruang di dekat sebuah tongkat bermuatan sebagai tempat tempat medan listrik. (Halliday Resnick, 1999)


(2)

Medan magnet di sembarang titik dapat didefinisikan sebagai vektor yangdinyatakan dengan simbol B dan arahnya ditentukan dengan jarum kompas. Besar B dapat didefinisikan dalam momen yang diberikan pada jarum kompas ketika membentuk sudut tertentu terhadap medan magnet. Makin besar momen maka makin besar kuat medan magnetnya.

2.2.1 Medan Magnet Induksi

Vektor medan magnet dasar B yang kita definisikan disebut induksi magnet (magnetic induction). Induksi medan magnet tersebut dapat dinyatakan dengan garis-garis induksi (lines of induction), sama seperti menyatakan medan listrik dengan garis-garis gaya. Vektor medan magnet dihubungkan kepada garis-garis induksinya dengan cara berikut:

1. Garis singgung kepada sebuah garis induksi pada setiap titik memberikan arah B di titik tersebut.

2. Garis-garis induksi digambarkan sehingga banyaknya garis per satuan luas penampang adalah sebanding dengan besarnya B.

2.2.2 Momen magnetik

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (���⃗) adalah

M = mlrˆ(2.1)

dengan M adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit rˆberarah dari kutub negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnetik mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m2 (Afza, 2011).

2.2.3 Induksi magnetik

Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan menghasilkan medan tersendiri H’ yang menigkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai:


(3)

B = H + H’ (2.2)

Hubungan medan sekunder H’ = 4 Π M, satuan B dalam cgs adalah gauss, sedangkan

dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalamSI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT) (Afza, 2011).

2.2.4 Kuat medan magnetik

Kuat medan magnet (H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskansebagai:

H =

�2

= �1

µ0�2 � (2.3)

denganr adalah jarak titik pengukuran dari m. H mempunyai satuan A/mdalam SI sedangkan dalam cgs H mempunyai satuan oersted (Afza, 2011).

2.2.5 Intensitas kemagnetan

Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapatjuga dinyatakan sebagai momen magnetik persatuan volume. Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu.cm-3 dan dalam SI adalah Am-1 (Afza, 2011).

I = �

� = mlr ^

� (2.4)

dengan : I = Intensitas Kemagnetan V = Volume

2.3 Material Magnetik

Material magnetik magnet yang paling banyak dikenal adalah mengandung besi metalik. Beberapa elemen lain juga memperlihatkan sifat magnet, tapi tidak semua magnet berwujud logam. Teknologi mutakhir sekarang telah menggunakan keduanya,


(4)

baik magnet metalik maupun keramik.Teknologi mutakhir ini juga memanfaatkan elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik.Magnet terdiri dari tiga kriteria, bisa berwujud magnet tetap atau magnet permanen, magnet tidak tetap, dan magnet buatan.

2.3.1 Magnet Permanen

Magnet permanen adalah magnet yang tidak memerlukan tenaga atau bantuan dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik).Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama.Jenis magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:

a) Magnet Keramik (hard ferrite)

b) Magnet Alnico (Alumunium, Nikel, dan Cobalt) c) Magnet Samarium-Cobalt (Samarium Cobalt/SmCo)

d) Magnet Neodymium (Neodymium Iron Boron/NdFeB/NIB) 2.3.2 Magnet Remanen

Magnet remanen tergantung pada medan listrik untuk menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet, yang mana akan memiliki daya magnet bila diberi arus listrik dan daya magnetnya akan hilang ketika arus listrik dihilangkan.

2.3.3 Magnet Buatan

Magnet buatan dibuat dari magnet permanen menggunakan metode penggosokan searah, induksi magnet, dan kumparan listrik meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini. Bentuk magnet buatan antara lain :

a. Magnet U b. Magnet ladam c. Magnet batang d. Magnet lingkaran e. Magnet jarum (kompas) 2.4 Sifat Kemagnetan Bahan


(5)

Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan Diamagnetik, bahan Paramagnetik, bahan Ferromagnetik, bahan anti Ferromagnetik, dan bahan Ferrimagnetik.

2.4.1 Bahan Diamagnetik

Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital electron karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik.

2.4.2 Bahan Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

2.4.3 Bahan Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron.Bahanferomagnetik lebih kuat dibandingkan dengan diamagnetik dan paramagnetik. Sifat ini secara khusus berhubungan dengan unsur besi, nikel, cobalt, dan mineral-mineral besi oksida.


(6)

Atom-atom besi akan menghasilkan sebuah momen magnetik pada empat magneton Bohr karena subkulit 3d yang tidak terisi.

Sifat kemagnetan bahan Ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur Curie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043oC.Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit.Ferit merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri- industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan KWH-meter. Bahan-bahan Ferromagnetik dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu:

a. Bahan yang mudah dijadikan magnet yang lazim disebut bahan magnetik lunak. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, inti motor atau generator, rilai (relay), peralatan sonar atau radar.

b. Bahan Ferromagnetik yang sulit dijadikan magnet tetapi setelah menjadi magnet tidak mudah kembali seperti semula disebut bahan magnetik keras, bahan ini digunakan untuk pabrikasi magnet permanen (Rosika, K. 2005). 2.5 Sifat Bahan Magnet

2.5.1 Barium Hexaferrit (BaFe12O19)

Cara paling sederhana untuk memahami kisi kristal adalah dengan membayangkan atom-atom dalam kristal berupa titik-titik. Setiap titik-titik mempunyai lingkungan yang seba sama, sehingga satu sama lain tidak dapat dibedakan walaupun dipandang dari segala arah. Bila tiap titik tersebut dihubungkan maka akan diperoleh kisi-kisi yang teratur dan periodik memenuhi ruang. Berikut ilustrasi yang menunjukan kisi sebuah sistem kristal Barium heksaferit pada Gambar 1.


(7)

Gambar 1 Struktur kristal BaFe12O19(P.Sebayang, 2013)

Barium heksaferit (BaFe12O19) yang memiliki parameter kisi a = b = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Barium heksaferit (BaFe12O19) dikenal sebagai magnet permanen dengan struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63/mmc. Seperti kelompok oksida lainnya, material ini memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Senyawa ini biasanya digunakan sebagai perekam magnetik, divais gelombang mikro (microwave) dan absorber (Perdamean Sebayang, Achmad Maulana Soehada S, 2013). Magnet ini sangat diminati, sehingga banyak usaha dilakukan untuk memproduksi subtitusi kation yang mungkin ke dalam BaFe12O19 guna meningkatkan sifat magnetiknya.

2.5.2 Silika (SiO2)

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxside) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika (SiO2) (Bragmannand Goncalves, 2006; Della et al, 2002). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu


(8)

870°C dan bila pemanasan dilakukan pada suhu 1470°C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit.Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979).Karakteristik silika amorf diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Silika (SiO2)

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon.Gambar 2memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

Nama lain Silikon Dioksida

Rumus molekul SiO2

Berat jenis (g/cm3) 2,6

Bentuk Padat

Daya larut dalam air Tidak larut

Titik cair (oC) 1610

Titik didih (oC) 2230

Kekerasan (kg/mm2) 650

Kekuatan tekuk (MPa) 70

Kekuatan tarik (MPa) 110

Modulus elastisitas (Gpa) 73 – 75

Resistivitas (Ωm) ˃ 1014

Koordinasi geometri Tetrahedral


(9)

Gambar 2.Struktur silika tetrahedral (Anne Egger. 2006)

Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650 °C maka tingkat kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite dan tridymite (Hara, 1986). Bentuk struktur quartz, crystobalite dan tridymite yang merupakan jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and Brown, 1980). Struktur kristal quartz, crystobalite dan tridymite memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2,65×103 kg/m3, 2,27×103 kg/m3 dan 2,23×103 kg/m3 (Smallman and Bishop 2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu kurang dari 570°C terbentuk low quartz, untuk suhu 570 - 870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870 – 1470 °C terbentuk high tridymite, pada suhu lebih dari 1470 °C terbentuk high crystobalite dan pada suhu 1723 °C terbentuk silika cair. Silika dapat ditemukan di alam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal dan memiliki 7 bentuk kristal dan memiliki tiga bentuk kristal utama, yaitu kristobalit, tridimit dan kuarsa seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Betuk Rentang Stabilitas

(oC) Modifikasi

Kristobalit 1470-1723 β-(kubik)

α-(tetragonal)

Tridimit 870-1470 γ-?

β-(heksagonal)

α-(ortorombik)

Kuarsa ˂870 β-(heksagonal)

α-(trigonal)

Tabel 2. Bentuk kristal utama silika (Smallman, Bishop, 2000).

Silika adalah keramik tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000).Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, di mana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen.Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik


(10)

dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat.Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon. 2.6 Sintering

Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel. Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan. Temperatur yang tinggi dapat mempercepat proses densifikasi, tetapi pertumbuhan butir juga meningkat. Jika temperatur sintering terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal sehingga dapat membatasi densitas akhir (Ika Mayasari, 2012).

a. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain: jenisbahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses sinteringberlangsung apabila :Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.

b. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energy tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak da ikatan yang sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energy minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau diatas energi aktivitas untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya. Energi untuk menggerakkan proses sintering disebut gaya dorong (drying force) yang

ada hubungannya dengan energi permukaan butiran (γ)

2.6.1 Tahapan Sintering

Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:


(11)

1. Ikatan mula antar partikel serbuk

Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.

Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap.

3. Tahap penutupan saluran pori

Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang


(12)

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter.

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991)


(13)

Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalamkeadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase sintering).Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi tekanandiasumsikan sebagai fasa tunggal oleh karena tingkat pegotornya rendah. Sedangkansintering pada fasa cair adalah sintering untuk serbuk yang disertai terbentuknya faseliquid selama proses sintering berlangsung.Proses sinteringmemerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadipadat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehinggadiperlukan suhu tinggi dalam proses sintering.

Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit 2.6.3 Sifat Fisis

1. Densitas

Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas. Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume v , densitasnya ρ adalah:

�= �

�( Definisi densitas ) (2.4)

Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan.

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut :

�= ��

�−� ����� (2.5)

dengan :

ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρair= Densitas air (g/cm3)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) ��= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)


(14)

2. Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.

Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

P = ��−� �

�� × 100% (2.6)

dengan :

P = Porositas (%)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) ��= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

3. Susut Bakar

Merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering.Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO2 dan difusi partikel.

% sb = �0−��

�0

x 100% (2.7)

dengan :


(15)

V0 = Volume sebelum disintering Vs = Volume sesudah disinterring 2.6.4 Sifat Magnet

Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil. Dan setelah itu dihitung medan magnetnya dengan menggunakan Gaussmeter.

1. Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.

2.6.5 Analisa Sruktur Kristal 2.7.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan


(16)

mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. (Erini, Afza.2011)

Uji difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer berikut :

D ≈ �

�cos� (2.8)

dengan D adalah ukuran (diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan (λ = 0,154056 nm), adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih (Kharismayanti, 2013).

2.7.3.2 OM (Optical Microscope)

Mikroskop optic

memilikiberbagaiaplikasiuntukmemeriksastrukturmikroberbagaibahan. Hal

inipentinguntukmenggunakan mode yang sesuaiuntukspesimen, memilihdaritercermincahayaatau mode ditransmisikancahaya.

Mikroskop dipantulkan cahaya digunakan untuk berbagai bahan, termasuk logam, keramik dan komposit. Kontras antara daerah yang berbeda bila dilihat dalam cahaya yang dipantulkan dapat timbul dari variasi dalam topografi permukaan dan perbedaan reflektifitas (misalnya dari fase yang berbeda, orientasi butir yang berbeda, atau daerah batas). Mode transmisi dapat digunakan ketika spesimen transparan. Spesimen biasanya dalam bentuk irisan tipis (misalnya puluhan mikron tebal). Kontras timbul dari perbedaan penyerapan cahaya melalui berbagai daerah. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan mineral dan batuan, serta gelas, keramik dan polimer. Selain itu, mode transmisi sering dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan cahaya terpolarisasi.Hal ini dapat memungkinkan pengamatan biji-bijian, orientasi butir dan ketebalan.


(1)

1. Ikatan mula antar partikel serbuk

Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.

Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara bertahap.

3. Tahap penutupan saluran pori

Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang


(2)

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan berat jenis yang telah disinter.

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991)


(3)

Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalamkeadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase sintering).Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi tekanandiasumsikan sebagai fasa tunggal oleh karena tingkat pegotornya rendah. Sedangkansintering pada fasa cair adalah sintering untuk serbuk yang disertai terbentuknya faseliquid selama proses sintering berlangsung.Proses sinteringmemerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar partikel halus dapat menjadipadat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehinggadiperlukan suhu tinggi dalam proses sintering.

Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit 2.6.3 Sifat Fisis

1. Densitas

Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas. Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume v , densitasnya ρ adalah:

�= �

�( Definisi densitas ) (2.4)

Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan.

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut :

�= ��

�−� ����� (2.5)

dengan :

ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρair= Densitas air (g/cm3)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) ��= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)


(4)

2. Porositas

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.

Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

P = ��−� �

�� × 100% (2.6)

dengan :

P = Porositas (%)

��= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g) ��= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)

3. Susut Bakar

Merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan sintering.Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO2 dan difusi partikel.

% sb = �0−�� �0

x 100% (2.7)

dengan :


(5)

V0 = Volume sebelum disintering Vs = Volume sesudah disinterring 2.6.4 Sifat Magnet

Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil. Dan setelah itu dihitung medan magnetnya dengan menggunakan Gaussmeter.

1. Permagraph

Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils.

2.6.5 Analisa Sruktur Kristal 2.7.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan


(6)

mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. (Erini, Afza.2011)

Uji difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer berikut :

D ≈ �

�cos� (2.8)

dengan D adalah ukuran (diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan (λ = 0,154056 nm), adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih (Kharismayanti, 2013).

2.7.3.2 OM (Optical Microscope)

Mikroskop optic

memilikiberbagaiaplikasiuntukmemeriksastrukturmikroberbagaibahan. Hal

inipentinguntukmenggunakan mode yang sesuaiuntukspesimen, memilihdaritercermincahayaatau mode ditransmisikancahaya.

Mikroskop dipantulkan cahaya digunakan untuk berbagai bahan, termasuk logam, keramik dan komposit. Kontras antara daerah yang berbeda bila dilihat dalam cahaya yang dipantulkan dapat timbul dari variasi dalam topografi permukaan dan perbedaan reflektifitas (misalnya dari fase yang berbeda, orientasi butir yang berbeda, atau daerah batas). Mode transmisi dapat digunakan ketika spesimen transparan. Spesimen biasanya dalam bentuk irisan tipis (misalnya puluhan mikron tebal). Kontras timbul dari perbedaan penyerapan cahaya melalui berbagai daerah. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan mineral dan batuan, serta gelas, keramik dan polimer. Selain itu, mode transmisi sering dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan cahaya terpolarisasi.Hal ini dapat memungkinkan pengamatan biji-bijian, orientasi butir dan ketebalan.