Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Independensi

2.1.1 Pengertian Independensi

Independensi merupakan terjemahan kata independence yang berasal dari Bahasa Inggris, yang artinya “dalam keadaan independen”, adapun arti kata independen bermakna ”tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda), tidak mendasarkan pada diri pada orang lain, bertindak atau berpikir sesuai dengan kehendak hati, bebas dari pengendalian orang lain, tidak dipengaruhi oleh orang lain. Menurut Arens et al (2008:111), independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Independensi sangat penting bagi auditor untuk dijaga dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Menurut Halim (2008:46), independensi merupakan suatu cerminan sikap dari seorang auditor untuk tidak memilih pihak siapapun dalam melakukan audit. Independensi adalah sikap mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk bersikap jujur dan tidak memihak sepanjang pelaksaan audit dan dalam memposisikan dirinya dengan auditee-nya. Independensi menurut Wirakusumah dan Agoes (2003 : 8) merupakan pandangan yang tidak berprasangka dan tidak memihak dalam melakukan test-test audit, evaluasi dan hasil-hasilnya, dan penerbitan laporan, dan merupakan alasan utama kepercayaan masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, auditor harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI.


(2)

Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam melaksanakan tugasnya. Seorang auditor yang menegakkan independensinya, tidak akan terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Independensi dalam penampilan akuntan publik dianggap rusak jika ia mengetahui atau patut mengetahui keadaan atau hubungan yang mungkin mengkompromikan independensinya.

Menurut Ruchjat Kosasih (2000:47-48) ada empat jenis risiko yang dapat merusak independensi akuntan publik , yaitu :

a. Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima manfaat dari keterlibatan keuangan klien.

b. Self review r isk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.

c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu erat kaitanya dengan kepentingan klien.

d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien, termasuk hubungan pribadi


(3)

yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien.

Menurut Siti (2009:51) independensi dapat dijabarkan sebagai cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental independen tersebut harus meliputi Independence in fact dan independence in appearance. Independensi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni independence in fact (independensi dalam kenyataan) dan independence in appearance (independensi dalam penampilan). Sedangkan Independensi menurut pendapat Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:146) adalah “Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan.”

Berdasarkan penjelasan di atas, maka Independensi auditor pemerintah adalah sikap tidak memihak kepada kepentingan siapa pun dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen. Auditor pemerintah berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada pemerintah, namun juga kepada lembaga perwakilan dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor pemerintah.


(4)

2.1.2 Klasifikasi Independensi Akuntan Publik

Arens (2003:83) mengkategorikan independensi kedalam dua aspek yaitu: 1. Independensi in Fact (Independensi dalam fakta)

Independensi dalam fakta (independen in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias dan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.

2. Independensi in Appearance (Independensi dalam penampilan)

Merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit secara independen dan objektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor independen bila tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan. Independensi dalam penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik secara maupun keseluruhan.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Dapat Mempengaruhi Independensi Faktor –faktor yang mempengaruhinya antara lain:

1. Ikatan kepentingan keuangan

Akuntan publik dapat kehilangan independensinya apabila mempunyai kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien yang diauditnya. Beberapa jenis ikatan keuangan dan hubungan usaha tersebut diantaranya selama perjanjian kerja atau saat menyatakan opininya, akuntan publik atau kantornya memiliki kepentingan keuangan langsung dan tidak langsung yang material di


(5)

dalam perusahaan yang menjadi kliennya. Misalnya, memiliki utang atau piutang pada perusahaan yang diaudit, menjadi trustee atau eksekutor atau administrator atas satu atau beberapa estate memiliki kepentingan keuangan langsung, dan lain sebagainya.

2. Jasa-jasa lain selain jasa audit

Aktivitas bisnis kantor akuntan publik selain memberikan jasa audit juga memberikan jasa-jasa lain. Misalnya, jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen, serta jasa akuntansi dan pembukuan. Pemberian jasa lain ini memungkinkan hilangnya independensi akuntan publik karena akuntan publik akan cendrung memihak kepada kliennya.

3. Lamanya hubungan atau penugasan audit

Lamanya penugasan audit digolongkan menjadi dua. Yaitu, lima tahun atau kurang, atau lebih dari lima tahun. Penugasan lebih dari lima tahun dianggap dapat mempengaruhi independensi akuntan publik secara negatif.

4. Ukuran kantor akuntan publik

Kantor akuntan publik yang lebih besar tidak begitu tergantung pada salah satu klien saja. Hilangnya satu klien tidak akan begitu mempengaruhi pendapatnya. Sehingga kantor akuntan publik yang lebih besar dipercaya akan lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang kecil.

5. Persaingan antar kantor

Persaingan antar kantor akuntan publik yang tajam kemungkinan akan berdampak secara signifikan terhadap independensi kantor akuntan publik sebab, setiap kantor akuntan publik mempunyai kekhawatiran akan kehilangan kliennya.


(6)

Kantor akuntan publik dihadapkan pada dua pilihan. Yaitu, akan kehilangan kliennya karena klien mencari kantor akuntan publik lain atau mengeluarkan opini sesuai dengan keinginan klien.

6. Audit Fee

Audit fee yang besar jumlahnya kemungkinan akan mengakibatkan berkurangnya independensi akuntan publik. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kantor akuntan yang melakukan audit merasa tergantung pada klien sehingga cenderung segan untuk menolak keinginan klien. Kedua, jika memberikan opini yang tidak sesuai dengan keinginan klien, maka akan muncul kekhawatiran kantor akuntan akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan yang diterima relatif besar.

7. Tekanan peran (Role Stress)

Tekanan peran yaitu seberapa luas ekspektasi serangkaian peran anggota organisasi adalah tidak jelas/ membingungkan (ambiguous) atau tidak sesuai satu dengan lainnya/ bertentangan (conflict). Tekanan peran mencakup konflik peran (role conflict) dan ketidakjelasan peran (role ambiguity). Konflik peran didefinisikan oleh Wolfe dan Snoke (1962) sebagai kejadian yang simultan dari dua tekanan atau lebih seperti ketaatan pada satu hal akan membuat sulit atau tidak mungkin untuk menaati yang lainnya. Sedangkan ketidakjelasan peran adalah tidak adanya informasi yang memadai yang diperlukan seseorang untuk menjalankan perannya dengan cara yang memuaskan (Khan dkk.,1946).


(7)

8. Tekanan Kesesuaian (Confarmity Pressure)

Confarmity atau peneliti menyebutnya dengan pengaruh sosial yaitu, mengacu kepada perilaku yang dipengaruhi oleh contoh-contoh yang diberikan oleh rekan kerja, bukan oleh intruksi dari figur otoritas. Seseorang/auditor akan menyesuaikan diri mereka dengan situasi pengaruh normatif karena mereka takut terhadap konsekuensi negatif atas penampilan yang menyimpang.

9. Audit Delay

Audit delay yaitu rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, yang biasanya diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan sejak penugasan audit sampai dengan pelaporan audit independen diterbitkan. Suksesnya audit sangat erat terkait dengan kinerja tim audit serta supervisi oleh pengendali teknis dan pengendali mutu tim audit dituntut untuk dapat memenuhi standar waktu sebagaimana yang tertuang dalam program audit yang sudah ditetapkan.

2.1.4 Gangguan Independensi

Di dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), juga dijelaskan bahwa terdapat tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu:

1. Gangguan Pribadi

Gangguan pribadi adalah gangguan yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi yang mungkin mengakibatkan auditor membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya.


(8)

Gangguan pribadi meliputi antara lain:

a. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa.

b. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa.

c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

d. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa.

2. Gangguan Ekstern

Gangguan ekstern adalah gangguan yang berasal dari pihak ekstern yang dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau mempengaruhi kemampuan auditor dalam menyatakan pendapat atau simpulan hasil pemeriksaan secara independen dan objektif. Gangguan ekstern meliputi antara lain:

a. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup audit secara tidak semestinya.

b. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur audit atau pemilihan sampel audit.


(9)

d. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa.

3. Gangguan Organisasi

Auditor yang ditugasi oleh organisasi pemeriksa dapat dipandang bebas dari gangguan terhadap independensi secara organisasi, apabila melakukan pemeriksaan di luar entitas tempat ia bekerja.

2.2 Budaya Organisasi

2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima di lingkungan tersebut. Budaya dapat dipecah menjadi tiga faktor mendasar, yaitu struktural, politis, dan emosional. Budaya memengaruhi pola teladan perilaku manusia yang teratur karena budaya menggambarkan perilaku yang sesuai untuk situasi tertentu. Aspek budaya yang terpenting adalah memastikan kehidupan manusia baik secara fisik maupun secara sosial. Dengan demikian, seorang akuntan perilaku harus menyadari akan gagasan untuk budaya (Ikhsan dan Ishak, 2005:32).

Secara terminologis, budaya berarti suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Menurut Taylor seperti yang dikutip Achmad Sobirin (2007: 52),


(10)

budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

Pengertian budaya organisasi yang diturunkan dari pengertian ”corporate culture” merupakan nilai-nilai dominan atau kebiasaan dalam suatu organisasi perusahaan yang disebarluaskan dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan. Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu terhadap perusahaan lain (Trisnaningsih 2004:13). Ikhsan dan Ishak (2005:33), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu, sehingga persepsi tersebut menjadi suatu sistem dan makna bersama di antara para anggotanya.Salah satu implikasi manajerial yang penting dari budaya organisasi berkaitan dengan keputusan seleksi.

Michael Armstrong (2009) dalam Sari (2013) budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.

Budaya organisasi terdiri atas dua lapisan, lapisan pertama adalah lapisan yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh. Lapisan pertama ini disebut Visible Ar tifact. Lapisan yang


(11)

dapat dilihat secara kasatmata ini terdiri dari cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, slogan, ritual, figure, dan bahasa serta cerita-cerita yang sering dibicarakan oleh para anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan proses berpikir dalam organisasi. (Kasali, 2006: 286).

2.2.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2006) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Inovasi dan pengembalian resiko: Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail: Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi ke hasil: Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4. Orientasi ke orang: Sejauh mana keputusankeputusan yang diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. 5. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi berdasar tim bukannya berdasarkan individu.

6. Keagresifan: Sejauh mana orang-orang lebih agresif dan kompetitif daripada santai.


(12)

7. Kemantapan: Sejauh mana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.

2.3 Good Governance

2.3.1 Pengertian Good Governance

Good governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Good Governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara-cara terbuka, transparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Widyananda, 2008).

Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan keunggulan manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good corporate governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan publik/pemerintahan (good government governance).

Pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan produktivitas usaha. Pemahaman tentang aturan organisasi (good governance) harus dikuasai dengan baik oleh auditor agar dapat menentukan sikap mereka


(13)

dalam melakukan tugas audit sesuai aturan yang telah ditetapkan. Aturan yang mengacu prinsip aturan organisasi tidak hanya akan mencegah skandal tetapi juga bisa mendongkrak kinerja korporat (Trisnaningsih, 2004:11).

Badjuri dan Trihapsari (2004), dalam pemerintahan yang baik atau good governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau berpartisipasi secara aktif, jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara transparan dan pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan.

Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo (Tangkilisan, 2005:114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrasi.

Sedangkan World Bank mendefinisikan good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun


(14)

administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

2.3.2 Prinsip-prinsip Good Governance

Secara umum ada empat prinsip utama good governance, yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.

1. Fairness (kewajaran) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

2. Tranparency (keterbukaan informasi) diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

3. Accountability (dapat dipertanggungjawabkan) adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

4. Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

2.3.3 Tujuan dan Manfaat Good Governance

Adapun tujuan dari Good Governance diperlukan dalam rangka:

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran.


(15)

2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham. 3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.

4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan. 5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2.4 Tingkatan Jabatan

2.4.1 Pengertian Tingkatan Jabatan

Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama atau berhubungan satu dengan yang lain, dan yang pelaksanaannya meminta kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang juga sama meskipun tersebar di berbagai tempat. Pekerjaan yang dilakukan secara tim yang terdiri beberapa staf diketuai supervisor. Hasil kerja tim ditinjau oleh manajer, kemudian manajer bertanggungjawab terhadap seorang partner.


(16)

Semakin tinggi level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme. Tingkatan jabatan yang banyak dijumpai di KAP di indonesia yaitu mengacu pada Simamora (2002) yaitu partner, manajer, senior auditor, serta junior auditor.

2.4.2 Klasifikasi Jabatan

Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.

2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.


(17)

2.5 Akuntansi Keperilakuan

Akuntansi keperilakuan menyediakan seperangkat konsep pengukuran dan inovasi pencapaian kinerja dari seperangkat proses bisnis dan kebijakan pengambilan keputusan. Menurut Robbins (2003), “Ketiga hal Perspektif Berdasarkan Perilaku Manusia, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi sosial sekaligus menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan”. Psikologi terutama adalah disiplin ilmu dengan kajian bagaimana cara seorang individu bertindak. Di pihak lain, sosiologi dan psikologi sosial, memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang – orang, dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam kaitannya dengan hubungan sosial, pengaruh sosial dan dinamika kelompok. Akuntansi keperilakuan lebih fokus kepada hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi (Ikhsan dan Ishak, 2005, dalam Menezes, 2008). Ruang lingkup akuntansi keperilakuan terdiri dari:

1. Aplikasi dari konsep ilmu keperilakuan terhadap disain dan konstruksi sistem akuntansi ;

2. Studi tentang reaksi manusia terhadap format dan isi laporan akuntansi;

3. Cara dengan mana informasi diproses untuk membantu dalam pengambilan keputusan ;

4. Pengembangan teknik yang dapat mengkomunikasikan perilaku parapemakai data ;

5. Pengembangan strategi untuk memotivasi dan mempengaruhi perilaku, cita-cita, serta tujuan dari orang – orang yang menjalankan organisasi.


(18)

2.6 Kinerja Auditor 2.6.1 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja berasal dari kata job perfomance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi yang dicapai oleh seseorang). Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni membandingkan hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi (Dessler, 2006: 322).

Kinerja merupakan hasil yang telah dicapai oleh pegawai setelahmelaksanakan tugas-tugas serta tanggung jawab yang dimilikinya. Butuh prosesdan usaha yang maksimal dalam menjalankan suatu pekerjaan agar kinerja dapatdikatakan baik dan sukses. Kinerja diartikan sebagai kesuksesan yang dicapaiseseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Kesuksesan yang dimaksudtersebut ukurannya tidak dapat disamakan pada semua orang, namun lebihmerupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuaidengan pekerjaan yang ditekuninya (Marier dalam Suartana, 2000). (Dunham,1984 dalam Maryanti, 2005) menjelaskan bahwa kinerja adalah tingkatan dimanatujuan secara aktual dicapai. Kinerja bisa melibatkan perilaku yang abstrak(supervisi, perencanaan, pengambilan keputusan). Kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2005:235).Kinerja adalah fungsi dari usaha. Tanpa usaha, kinerjatidak akan dihasilkan.


(19)

2.6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Sutrisno (2011:176) faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain:

1. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2. Otoritas dan Tanggung Jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang – tindih tugas. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut.

3. Disiplin Kerja

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Kinerja organisasi akan tercapai apabila didukung oleh disiplin kerja yang tinggi dari para karyawan dalam melaksanakan tugas.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Inisiatif


(20)

karyawan yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja.

Menurut Simanjuntak (2005:10) Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:

1. Kompetensi Individu

Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dua golongan, yaitu:

a. Kemampuan dan keterampilan kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerjanya. b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong

semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai – nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi.

2. Dukungan Organisasi

Kinerja setiap orang juga tergantung dari lingkungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, serta kondisi dan syarat kerja. Kondisi kerja mencakup kenyamanan di lingkungan kerja, aspek


(21)

keselamatan dan kesehatan kerja, syarat – syarat kerja, sistem pengupahan dan jaminan sosial serta keamanan dan keharmonisan hubungan industrial.

3. Dukungan Manajemen

Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja.

2.6.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Dessler (2006:325) tujuan dari penilaian kinerja antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan sebagai promosi, pemberhentian, penetapan besarnya balas jasa yang akan diberikan.

2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan dapat sukses dalam pekerjaanya.

3. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan perusahaan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

4. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan karyawan.


(22)

2.6.4 Metode Penilaian Kinerja

Menurut Mondy (2008:264) metode penilaian kinerja antara lain sebagai berikut:

1. Metode Penilaian Umpan Balik 360 – Derajat

Metode penilaian kinerja yang populer yang melibatkan masukan evaluasi dari banyak level dalam perusahaan sebagaimana pula dari sumber – sumber eksternal.

2. Metode Skala Penilaian

Metode penilaian kinerja yang menilai para kayawan berdasarkan faktor – faktor yang telah ditetapkan.

3. Metode Insiden Kritis

Metode penilaian kinerja yang membutuhkan pemeliharaan dokumen – dokumen tertulis mengenai tindakan – tindakan karyawan yang sangat positif dan sangat negatif.

4. Metode Esai

Metode penilaian kinerja di mana penilai menulis narasi singkat yang menggambarkan kinerja karyawan.

5. Metode Standar Kerja

Metode penilaian kinerja yang membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan atau tingkat output yang diharapkan. 6. Metode Peringkat


(23)

Metode penilaian kinerja di mana penilai menempatkan seluruh karyawan dari sebuah kelompok dalam urutan kinerja keseluruhan.

7. Metode Distribusi Dipaksakan

Metode penilaian kinerja di mana penilai diharuskan membagi orang – orang dalam sebuah kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori terbatas, mirip suatu distribusi frekuensi normal.

8. Metode Skala Penilaian Berjangkar Keperilakuan

Metode penilaian kinerja yang menggabungkan unsur – unsur skala penilaian tradisional dengan metode insiden kritis: berbagai tingkat kinerja ditunjukkan sepanjang sebuah skala dengan masing – masing dideskripsikan menurut perilaku kerja spesifik seorang karyawan.

9. Sistem Berbasis – Hasil

Metode Penilaian kinerja di mana manajer dan bawahan secara bersama – sama menyepakati tujuan – tujuan untuk periode penilaian berikutnya; di masa lalu merupakan suatu bentuk management by objectives.


(24)

2.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1. Andi

Ikhlas (2014)

Independensi Auditor dan Komitmen

Organisasi

sebagai Mediasi Pengaruh

Pemahaman Good Governance, Gaya

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Auditor. Independen:  Pemahaman Good Governance  Gaya Kepemimpin an  Budaya Organisasi  Independensi  Komitmen Organisasi Dependen:  Kinerja Auditor

Berdasarkan hasil analisis data, Variabel Good Governance dan gaya Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan. Namun, variabel Budaya Organisasi memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Kinerja Auditor. Variabel

Independensi, Komitmen

Organisasi dapat dikatakan sebagai variabel pemediasi/ intervening.

2. Nenni Yulistiyani (2014)

Pengaruh Independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Budaya

Organisasi

Terhadap Kinerja Auditor Independen:  Independensi  Gaya Kepemimpin an  Komitmen Organisasi  Budaya Organisasi Dependen:  Kinerja Auditor

Penelitian ini menyimpulkan bahwa independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Auditor.

3. Wulandari, Pengaruh Independen:


(25)

Kurnianto (2011)

Independensi dan Komitmen

Organisasi

terhadap Kinerja Auditor pada BPKP Perwakilan DIY  Independensi  Affective Commitment  Continuence Commitment  Normatif Commitment Dependen: Kinerja Auditor Affective Commitment, Continuence Commitment, Normatif

Commitment secara bersama-sama

berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.

4. Elya, Lismawati, Nila (2010) Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor Pemerintah Independen: Independensi Gaya Kepemimpin an Komitmen Organisasi Pemahaman Good Governance Dependen: Kinerja Auditor

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Variabel

Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Pemahaman Good Governance

berpengaruh positif terhadap Kinerja Auditor Pemerintah. 5. Hasamukti,

atmi (2008)

Pengaruh

Tingkatan Jabatan Dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap

Komitmen Profesi (Survey Pada Kantor Akuntan

Publik Di

Surakarta Dan Yogyakarta) Independen: Tingkatan Jabatan Pengalaman Kerja Dependen: Komitmen Profesi

Tingkatan jabatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen profesi auditor. Semakin tinggi tingkat jabatan, maka semakin tinggi komitmen profesi auditor. Semakin tinggi pengalaman kerja, maka semakin tinggi komitmen profesi auditor. Sumber: Diolah Peneliti (2015)


(26)

2.8 Kerangka Konseptual

Menurut Sekaran (2000:91) “Kerangka konseptual adalah model konseptual tentang bagaimana seseorang mendefinisikan atau membuat logika dari suatu hubungan-hubungan diantara banyak faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting bagi suatu masalah”. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen adalah Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Auditor.

Independensi merupakan suatu cerminan sikap dari seorang auditor untuk tidak memilih pihak siapapun dalam melakukan audit. Independensi adalah sikap mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk bersikap jujur dan tidak memihak sepanjang pelaksaan audit dan dalam memposisikan dirinya dengan auditee-nya. Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka dia tidak akan mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam merumuskan serta menyatakan pendapatnya.

Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik. Dilihat dari Budaya organisasi pada sisi internal karyawan akan memberikan sugesti kepada semua perilaku yang diusulkan oleh organisasi agar dapat dikerjakan, penyelesaian yang sukses, dan akibatnya akan memberikan keuntungan pada


(27)

karyawan itu sendiri. Akibatnya karyawan akan memiliki kepercayaan pada diri sendiri, kemandirian dan mengagumi dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan dapat meningkatkan harapan karyawan agar kinerjanya semakin meningkat.

Variabel good governance juga bepengaruh terhadap hasil kinerja auditor pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pemahaman good governance seorang auditor dalam bekerja maka akan semakin mempengaruhi kinerja auditor tersebut. Seorang auditor yang memahami good governance secara benar maka akan mempengaruhi perilakunya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan orientasi memperoleh hasil yang baik sehingga kinerjanya akan meningkat.

Demikian halnya dengan Tingkatan Jabatan yang juga mempengaruhi kinerja dari seorang Auditor.Hal tersebut mengindikasikan dengan semakin tinggi level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme. Kecakapan profesional yang harus dimiliki oleh seorang auditor, semakin banyak pelatihan-pelatihan khususnya dalam bidang akuntansi yang dilakukan oleh auditor akan semakin mendukung proses pertimbangan tingkat jabatan. Tidak hanya itu pengalaman yang memiliki kesan yang kuat juga akan membentuk sikap skeptisisme profesional auditor yang pada akhirnya juga mendukung pertimbangan tingkat jabatannya.


(28)

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis

Menurut Kuncoro (2009:47), Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya.

Budaya Organisasi (X2)

Good Governance (X3)

Independensi (X1)

Tingkatan Jabatan (X4)

Kinerja Auditor Pemerintah


(29)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Independensi, Budaya organisasi, Good governance, Tingkatan jabatan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor pemerintah pada BPK Perwakilan Sumatera Utara.

H2 : Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada BPK Perwakilan Sumatera Utara.


(1)

2.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1. Andi

Ikhlas (2014)

Independensi Auditor dan Komitmen

Organisasi

sebagai Mediasi Pengaruh

Pemahaman Good Governance, Gaya

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Auditor. Independen:  Pemahaman Good Governance  Gaya Kepemimpin an  Budaya Organisasi  Independensi  Komitmen Organisasi Dependen:  Kinerja Auditor

Berdasarkan hasil analisis data, Variabel Good Governance dan gaya Kepemimpinan tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan. Namun, variabel Budaya Organisasi memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Kinerja Auditor. Variabel

Independensi, Komitmen

Organisasi dapat dikatakan sebagai variabel pemediasi/ intervening.

2. Nenni Yulistiyani (2014)

Pengaruh Independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Budaya

Organisasi

Terhadap Kinerja Auditor Independen:  Independensi  Gaya Kepemimpin an  Komitmen Organisasi  Budaya Organisasi Dependen:  Kinerja

Penelitian ini menyimpulkan bahwa independensi Auditor, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Auditor.


(2)

Kurnianto (2011)

Independensi dan Komitmen

Organisasi

terhadap Kinerja Auditor pada BPKP Perwakilan DIY  Independensi  Affective Commitment  Continuence Commitment  Normatif Commitment Dependen: Kinerja Auditor Affective Commitment, Continuence Commitment, Normatif

Commitment secara bersama-sama

berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.

4. Elya, Lismawati, Nila (2010) Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor Pemerintah Independen: Independensi Gaya Kepemimpin an Komitmen Organisasi Pemahaman Good Governance Dependen: Kinerja Auditor

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Variabel

Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen

Organisasi dan Pemahaman Good Governance

berpengaruh positif terhadap Kinerja Auditor Pemerintah. 5. Hasamukti,

atmi (2008)

Pengaruh

Tingkatan Jabatan Dan Pengalaman Kerja Auditor Terhadap

Komitmen Profesi (Survey Pada Kantor Akuntan

Publik Di

Surakarta Dan Yogyakarta) Independen: Tingkatan Jabatan Pengalaman Kerja Dependen: Komitmen Profesi

Tingkatan jabatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen profesi auditor. Semakin tinggi tingkat jabatan, maka semakin tinggi komitmen profesi auditor. Semakin tinggi pengalaman kerja, maka semakin tinggi komitmen profesi auditor. Sumber: Diolah Peneliti (2015)


(3)

2.8 Kerangka Konseptual

Menurut Sekaran (2000:91) “Kerangka konseptual adalah model konseptual tentang bagaimana seseorang mendefinisikan atau membuat logika dari suatu hubungan-hubungan diantara banyak faktor yang telah diidentifikasi

sebagai hal yang penting bagi suatu masalah”. Kerangka konseptual akan

menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen adalah Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Auditor.

Independensi merupakan suatu cerminan sikap dari seorang auditor untuk tidak memilih pihak siapapun dalam melakukan audit. Independensi adalah sikap mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk bersikap jujur dan tidak memihak sepanjang pelaksaan audit dan dalam memposisikan dirinya dengan auditee-nya. Seorang auditor yang memiliki independensi yang tinggi maka dia tidak akan mudah terpengaruh dan tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai saat pemeriksaan dan dalam merumuskan serta menyatakan pendapatnya.

Dengan semakin independensinya seorang auditor maka akan mempengaruhi tingkat pencapaian pelaksanaan suatu pekerjaan yang semakin baik atau dengan kata lain kinerjanya akan menjadi lebih baik. Dilihat dari Budaya organisasi pada sisi internal karyawan akan memberikan sugesti kepada semua perilaku yang diusulkan oleh organisasi agar dapat dikerjakan,


(4)

karyawan itu sendiri. Akibatnya karyawan akan memiliki kepercayaan pada diri sendiri, kemandirian dan mengagumi dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan dapat meningkatkan harapan karyawan agar kinerjanya semakin meningkat.

Variabel good governance juga bepengaruh terhadap hasil kinerja auditor pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pemahaman good governance seorang auditor dalam bekerja maka akan semakin mempengaruhi kinerja auditor tersebut. Seorang auditor yang memahami good governance secara benar maka akan mempengaruhi perilakunya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan orientasi memperoleh hasil yang baik sehingga kinerjanya akan meningkat.

Demikian halnya dengan Tingkatan Jabatan yang juga mempengaruhi kinerja dari seorang Auditor.Hal tersebut mengindikasikan dengan semakin tinggi level jabatannya, maka semakin tinggi profesionalisme. Kecakapan profesional yang harus dimiliki oleh seorang auditor, semakin banyak pelatihan-pelatihan khususnya dalam bidang akuntansi yang dilakukan oleh auditor akan semakin mendukung proses pertimbangan tingkat jabatan. Tidak hanya itu pengalaman yang memiliki kesan yang kuat juga akan membentuk sikap skeptisisme profesional auditor yang pada akhirnya juga mendukung pertimbangan tingkat jabatannya.


(5)

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis

Menurut Kuncoro (2009:47), Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya.

Budaya Organisasi (X2)

Good Governance (X3)

Independensi (X1)

Tingkatan Jabatan (X4)

Kinerja Auditor Pemerintah


(6)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Independensi, Budaya organisasi, Good governance, Tingkatan jabatan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor pemerintah pada BPK Perwakilan Sumatera Utara.

H2 : Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada BPK Perwakilan Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

9 164 162

ORGANISASI, PEMAHAMAN GOOD GOVERNANCE, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, Pemahaman Good Governance, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor(Studi pada Auditor Pemerintah d

0 4 14

PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, KOMITMEN ORGANISASI, PEMAHAMAN GOOD GOVERNANCE, INTEGRITAS AUDITOR, DAN Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Pemahaman Good Governance, Integritas Auditor, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor ( Stu

0 2 17

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

0 0 3

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

0 1 38

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

0 0 10

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

0 0 2

Pengaruh Independensi, Budaya Organisasi, Good Governance, dan Tingkatan Jabatan terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Kasus Pada BPK Perwakilan Sumatera Utara)

0 0 11

123dok Pengaruh+Independensi,+Budaya+Organisasi,+Good+Governance,+dan+Tingkatan+Jabatan+terhadap+Kinerja+Au

1 3 162

PENGARUH INDEPENDENSI, GAYA KEPEMIMPINAN, KOMITMEN ORGANISASI, DAN PEMAHAMAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA AUDITOR PEMERINTAH (Studi Pada Auditor Pemerintah di BPKP Perwakilan Bengkulu)

0 0 25