Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Honorer Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Pemko Medan)

(1)

BAB II

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN

A. Pemerintahan Kota Medan

A.1. Gambaran Umum Pemerintahan Kota Medan13

13

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain.

Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.


(2)

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, WaliKota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat WaliKota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II


(3)

Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara-nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.

Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(4)

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.


(5)

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan. UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah WaliKota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:


(6)

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota. Dalamkaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :

(1) Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

(2) Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:

• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.

• Kewenagan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Bersasarkan fungsi dan kewenagan tersebut, WaliKota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

A.2. Kewenangan Pemerintah Kota Medan

Harus diakui UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyararakat lokal, yang


(7)

menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofis, implimentasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Adanya keleluasan melaksanakan otonomi daerah, tercermin dari pola pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Semangat Undang-Undang Nomor 32 Thn. 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek- aspek yang sangat terbatas seperti politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. Untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi Pemerintah Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha, berdasarkan kewenangan dan bidang-bidang wajib yang dilaksanakan Pemerintah Kota. Secara terus menerus, Pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan Pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu


(8)

menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat lokal, nasional dan asing.

Diberlakukannya Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut berkonsekuensi, masing- masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah.14

14

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif.

Untuk mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya. Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber pendapatan pokok, yaitu : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Lain- lain penerimaan yang sah. Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat didominasi sektor sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota Medan, pungutan pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan kesejahteraan umum (redistribusi pendapatan) dari pada sekedar budgeter.


(9)

Walaupun ada kecenderungan peningkatan volume dalam PAD, namun diakui 70% sumber penerimaan Kota Medan di sektor publik masih berasal dari alokasi pusat (dana perimbangan/dana alokasi umum). Hal yang menggembirakan dalam hal pembiayaan pembangunan kota adalah, jika sebelumnya sebagian besar program pembangunan yang disediakan oleh pemerintah pusat dialokasikan dalam bentuk dana Inpres (regional) maupun dana DIP (sektoral), maka saat ini sebagian besar sudah dalam bentuk bantuan spesifik (specific blok grant), dan blok grant yang lansung diterima dan dikelola oleh daerah.

Pemanfaatan sebagian besar dana perimbangan tersebut oleh Pemerintah Kota Medan digunakan untuk pengembangan jaringan infrastruktur kota terpadu, termasuk pemeliharaannya. Dengan keterpaduan tersebut infrastruktur yang dibangun benar-benar memperlancar arus barang dan jasa antar daerah sehingga dapat menggerakkan kegiatan sosial ekonomi warga Kota Medan. Kegiatan ekonomi yang berkembang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota dalam pembiayaan pembangunan kota, sekaligus memperkecil ketergantungan Pemerintah Kota kepada Pemerintah Pusat.

Diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 ternyata telah membawa perubahan, baik secara filosofis maupun administratif penyelenggaraan Pemerintahan Kota. Secara filosofis, diberlakukannya Undang-Undang tersebut membawa implikasi bahwa :

• Semua persoalan diselesaikan di tingkat lokal.

• Semua daerah harus berkembang dengan prakarsa, kreativitas dan inovasi daerah masing- masing.


(10)

• Merubah pandangan kesatuan, dari yang semula harus sama menjadi pengakuan adanya keanekaragaman, sebagai potensi bangsa/daerah.

• Adanya pergeseran dari yang semula dominasi Eksekutif menjadi keseimbangan dengan Legislatif.

• Perlunya partisipasi masyarakat yang dinamis dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan kota.

Secara administratif, otonomi daerah juga dimaknai adanya pergeseran kewenangan dari yang semula dominasi pusat kepada daerah, dan dari yang semula dominasi daerah kepada masyarakat. Adanya perubahan fundamental tersebut, menjadikan adanya perubahan dalam strategi pembangunan kota yang dijalankan termasuk oleh pemerintah Kota Medan. Perubahan tersebut juga harus dimaksimalkan adanya pergeseran dalam paradigma pembangunan kota.

B. Pengertian Pegawai Negeri dan Pegawai Honorer B.1. Pengertian Pegawai Negeri

Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang makin penting, meskipun negara Indonesia menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu yang mulia, tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut. Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan.


(11)

Thoha memberikan pengertian bahwa pegawai adalah orang orang yang telah memenuhi syarat tertentu diangkat dan ditempatkan atau ditugaskan dan dipekerjakan dalam jajaran organisasi formal untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan atas prestasi atau hasil kerja diberikan imbalan berupa gaji.15

Kranenburg dalam Sri Hartani, dkk memberikan pengertian dari pegawai negeri, yaitu pejabat yang ditunjuk. Jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen,

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut.

Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Musanef yang mengatakan bahwa pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

15


(12)

presiden, dan sebagainya.16

1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan sehingga mereka mampu bekerja secara efektif. Dari beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai berikut:

2. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.

3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja (majikan).

4. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses penerimaan.

5. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja).

Dalam UU Nomor 43 Tahun 1999, tentang pokok-Pokok Kepegawaian pada pasal (1) ayat (10) menyebutkan bahwa PNS adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

16

Hartani, sri, dkk, 2008. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta, hlm. 31


(13)

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 5 juga tercantum bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat, berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil adalah :

1. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan 2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas negara lainnya. 4. Diberi gaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya disebutkan jenis pegawai yaitu :

1. Pegawai Negeri Sipil

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil, terdiri dari :

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat. Pegawai Negeri Sipil pusat adalah pegawai yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada departemen, Lembaga Pemerintah non departemen, lembaga tertinggi/Tinggi Negara, instansi vertikal propinsi/kabupaten/ kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.


(14)

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi /kabupaten/kota yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah daerah atau dipekerjakan diluar instansi induk dan gajinya dibebankan oleh instansi yang menerima perbantuan.

Disamping pegawai negeri, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai negeri tidak tetap, yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

B.1.1. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Undang-Undang No 43 tahun 1999 pasal 3 menyebutkan bahwa :17

1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan.

2. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengurus semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

17


(15)

3. Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Pegawai negeri mempunyai peranan yang amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan Negara.

B.1.2. Fungsi Pegawai Negeri Sipil

Pemerintahan Negara RI menganut sistem Fundamental, ini terwujud dengan adanya berbagai departemen, lembaga pemerintah non departemen yang masing-masing melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berbeda, tapi mempunyai tujuan yang sama yaitu: mencapai tujuan nasional. Dengan demikian bisa dilihat dari tugas yang diemban oleh setiap pegawai negeri maka mereka mempunyai peredaran fungsi yang sesuai dengan instansi tempat mereka bekerja.

Fungsi Pegawai Negeri erat hubungannya dengan kedudukan pegawai negeri sipil dimana fungsi pegawai negeri sebagai unsur penggerak organisasi atau lembaga pemerintahan, peraturan dengan terciptanya ketatalaksanaan yang tertib, efektif, dan efisien serta mengolah kelengkapan milik pemerintah atau Negara. Di samping itu, selaku warga negara biasa yang hidup dan berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat, Pegawai Negeri Sipil berfungsi pula sebagai pemberi teladan dan panutan setiap gerak langkah dalam usaha pembangunan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.


(16)

Selain itu Pegawai Negeri Sipil memiliki tiga fungsi yang melekat padanya. Fungsi tersebut adalah sebagai Abdi Negara, Aparatur pemerintah serta pelayan masyarakat. Dalam kedudukan sebagai Abdi Negara seorang Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara yang harus tetap menunjukkan pengabdiannya. Misalnya saat ada perbedaan di masyarakat, ia harus berusaha untuk bisa mensinergikan perbedaan tersebut.

Selanjutnya, sebagai aparatur pemerintah, Pegawai negeri Sipil merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. Untuk itu saat terjadi perbedaan, jangan hanya berbangga dengan perbedaan yang ada, karena masih ada misi yang lebih penting, yaitu mensinergikan perbedaan menjadi satu kesatuan. Terakhir adalah sebagai pelayan masyarakat. PNS harus bisa mengoptimalkan pengabdian, karena posisi PNS sangat strategis untuk mencapai kesejahteraan baik kesejahteraan untuk pribadi maupun negara.

B.1.3. Manajemen Kepegawaian dan Proses Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil

Manajemen kepegawaian merupakan paduan kata manajemen dan kepegawaian yang masing-masing mempunyai arti dan berdiri sendiri. Manajemen adalah melaksanakan perbuatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain, sedangkan kepegawaian adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan kepegawaian.

John B dan Minier dalam Moekijat, manajemen kepegawaian adalah suatu proses untuk mengembangkan, menerapkan dan menilai


(17)

kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi.18 Selanjutnya Nitisemito mengemukakan manajemen kepegawaian sebagai suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain: planning, organizing, controlling, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan.19

Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia. Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi,

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen kepegawaian merupakan suatu seni dan ilmu yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa manajemen kepegawaian itu memang penting dalam organisasi yang mempunyai andil yang cukup penting karena menyangkut manusia yang akan menentukan arah kemajuan dan kesuksesan dalam suatu organisasi. Dalam manajemen pegawai tentu dibahas mengenai pengadaan pegawai yang biasa disebut dengan rekruitmen. Pada dasarnya rekruitmen dilakukan untuk mengisi kebutuhan organisasi akan tenaga kerja/karyawan yaitu untuk menduduki jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi yang masih kosong.

18


(18)

yakni proses untuk menentukan kandidat yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan.

Terkait dengan rekruitmen dalam Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang pengadaan PNS disebutkan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan rekruitmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dilaksanakan.20

Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Langkah-langkah dalam perekrutan pegawai dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlaku disetiap perusahaan, organisasi ataupun instansi. Perbedaan tercermin dari nilai-nilai apa yang menjadi panutan. Suatu perusahaan berbeda dengan yang lain dan akan mempengaruhi setiap kebijakan penerimaan atau rekrutmen pegawai baru. Kebijakan-kebijakan yang bersifat politis dari kalangan birokrat/penguasa juga akan mempengaruhi perekrutan tersebut.

B.2. Pengertian Pegawai Honorer dan Proses Pengangkatan Pegawai Honorer

B.2.1. Pengertian Pengawai Honorer

20


(19)

Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah.

Tenaga honorer menurut PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD, dapat dilihat :21

• Penghasilan tenaga honorer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Misalnya, dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/ pembinaan yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau yang dibiayai dari retribusi.


(20)

• Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 1, sedangkan tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 2.

B.2.2. Prioritas Pengangkatan Tenaga Honorer

Prioritas pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS berdasarkan PP No.48 tahun 2005 Jo. PP No.43 Tahun 2007 yaitu sebagai berikut:

• Pasal 3

1. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai:

a. guru;

b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;

c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

2. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan

b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus.


(21)

4. Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

• Pasal 4

1. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi.

2. Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada Pasal 4 Ayat (1) tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia lebih tinggi.

Dalam hal terdapat tenaga honorer yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pengertian “menjelang usia 46 (empat puluh enam) tahun” yaitu apabila dalam tahun anggaran berjalan yang bersangkutan tidak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat


(22)

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil karena telah berusia lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada pasal 4 (2), Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baru dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun Anggaran 2009.

Dengan demikian, apabila masih terdapat tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah belum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sampai Tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tidak dapat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Apabila sebelum Tahun 2009 secara nasional tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah selesai seluruhnya diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bekerja pada instansi pemerintah dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebijakan nasional, berdasarkan formasi, analisis kebutuhan riil, dan kemampuan keuangan negara.


(1)

kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi.18 Selanjutnya Nitisemito mengemukakan manajemen kepegawaian sebagai suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain: planning, organizing, controlling, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan.19

Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia. Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi,

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen kepegawaian merupakan suatu seni dan ilmu yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa manajemen kepegawaian itu memang penting dalam organisasi yang mempunyai andil yang cukup penting karena menyangkut manusia yang akan menentukan arah kemajuan dan kesuksesan dalam suatu organisasi. Dalam manajemen pegawai tentu dibahas mengenai pengadaan pegawai yang biasa disebut dengan rekruitmen. Pada dasarnya rekruitmen dilakukan untuk mengisi kebutuhan organisasi akan tenaga kerja/karyawan yaitu untuk menduduki jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi yang masih kosong.

18

Moekijat, Manajemen Kepegawaian. Mandar Maju: Jakarta 1989, hlm. 5

19


(2)

yakni proses untuk menentukan kandidat yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan.

Terkait dengan rekruitmen dalam Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang pengadaan PNS disebutkan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan rekruitmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dilaksanakan.20

Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Langkah-langkah dalam perekrutan pegawai dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlaku disetiap perusahaan, organisasi ataupun instansi. Perbedaan tercermin dari nilai-nilai apa yang menjadi panutan. Suatu perusahaan berbeda dengan yang lain dan akan mempengaruhi setiap kebijakan penerimaan atau rekrutmen pegawai baru. Kebijakan-kebijakan yang bersifat politis dari kalangan birokrat/penguasa juga akan mempengaruhi perekrutan tersebut.

B.2. Pengertian Pegawai Honorer dan Proses Pengangkatan Pegawai Honorer

B.2.1. Pengertian Pengawai Honorer

20


(3)

Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah.

Tenaga honorer menurut PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD, dapat dilihat :21

• Penghasilan tenaga honorer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Misalnya, dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/ pembinaan yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau yang dibiayai dari retribusi.

21


(4)

• Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 1, sedangkan tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 2.

B.2.2. Prioritas Pengangkatan Tenaga Honorer

Prioritas pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS berdasarkan PP No.48 tahun 2005 Jo. PP No.43 Tahun 2007 yaitu sebagai berikut:

• Pasal 3

1. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai:

a. guru;

b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;

c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

2. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan

b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus.


(5)

4. Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

• Pasal 4

1. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi.

2. Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada Pasal 4 Ayat (1) tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia lebih tinggi.

Dalam hal terdapat tenaga honorer yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pengertian “menjelang usia 46 (empat puluh enam) tahun” yaitu apabila dalam tahun anggaran berjalan yang bersangkutan tidak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat


(6)

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil karena telah berusia lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada pasal 4 (2), Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baru dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun Anggaran 2009.

Dengan demikian, apabila masih terdapat tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah belum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sampai Tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tidak dapat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Apabila sebelum Tahun 2009 secara nasional tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah selesai seluruhnya diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bekerja pada instansi pemerintah dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebijakan nasional, berdasarkan formasi, analisis kebutuhan riil, dan kemampuan keuangan negara.