Implementasi Pendaftaran Penduduk Sebagai Upaya Tertib Administrasi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Pemko Medan)

(1)

IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PENDUDUK SEBAGAI

UPAYA TERTIB ADMINISTRASI DITINJAU DARI

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(STUDI PEMKO MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

060200333

HARRY EFENDY GINTING

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PENDUDUK SEBAGAI UPAYA TERTIB ADMINISTRASI DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI

PEMKO MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

HARRY EFENDY GINTING

NIM: 060200333

KETUA DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

NIP: 195409121984031001

Dr. Pendastaren Tarigan S.H M.S

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Suria Ningsih S.H M.Hum

NIP: 196002141987032002 NIP: 197003171998031001


(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu kepada Tuhan Yang Maha Baik pemilik langit dan bumi yang senantiasa memberikan kasih karunia dan anugerah selama penulis hidup. Atas perkenan-Nya juga penulis dapat mengecap studi di kampus serta menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

Adalah sebuah sukacita besar dan kesempatan yang luar biasa manakala penulis dapat merampungkan pembuatan skripsi ini. Seperti kita ketahui bahwa skripsi merupakan merupakan salah satu syarat bagi Mahasiswa/i pada umumnya dan Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna memperoleh Titel Sarjana Hukum. Merasa tertarik dengan program studi Hukum Administrasi Negara, pada akhirnya penulis memilih judul “IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PENDUDUK SEBAGAI

UPAYA TERTIB ADMINISTRASI DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI PEMKO MEDAN)” untuk dituangkan dalam tulisan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak. Kira-kira pepatah demikianlah yang sangat cocok untuk mendeskripsikan keadaan skripsi ini yang masih sangat jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dalam isi maupun bagian skripsi ini. Namun atas dasar sifat manusiawi yang bisa dan sering melakukan kesalahan, dengan segala hormat penulis meminta maaf. Oleh karenanya tak pelak bahwa saran, kritik, dan ide-ide baru yang konstruktif mengomentari bagian skripsi ini sangat penulis butuhkan dan karenanya akan diterima dengan senang hati serta penuh bijaksana. Di atas semuanya, perkenankanlah dengan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:


(4)

ii

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.DR. Suhaidi, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I, Syafruddin Hasibuan, S.H.,MH.,DFM selaku Pembantu Dekan II ,Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak DR Pendastaren Tarigan S.H, M.S selaku Ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dan memperhatikan Mahasiswa/i Departemen Hukum Administrasi Negara

4. Ibu Suria Ningsih S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.

5. Bapak DR Pendastaren Tarigan S.H, M.S selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menulis skripsi. Dengan segala ketulusan saya berdoa kiranya Tuhan memberikan kesehatan dan sukacita yang penuh.

6. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk di bangku perkuliahan.

7. Seluruh Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka sebuah cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membacanya.


(5)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Kerangka Teori ... 6

F. Metode Penulisan ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kota Medan ... 13

B. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ... 19

C. Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ... 23

D. Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dalam Pengurusan KTP ... 27


(6)

iv

BAB III: ASPEK HUKUM DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

A. Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan ... 32 B. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah ... 35 C. Pelayanan Publik Menurut Peraturan Perundang-Undangan ... 38

BAB IV: PROSES PENERBITAN KARTU TANDA PENDUDUK PADA DINAS KEPENDUDUKAN MENURUT CATATAN SIPIL KOTA MEDAN

A. Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk oleh Dinas Kependudukan Kota Medan ... 58 B. Permasalahan Dalam Proses Penerbitan KTP ... 62 C. Upaya Kesiapan Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi Biaya

Pembuatan KTP Bagi Masyarakat Tidak Mampu ... 71

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 75 B. Saran ... 76


(7)

v

ABSTRAK

*Harry Effendi Ginting*

** DR. Pendastaren Tarigan S.H. M.S** ***Suria Ningsih S.H, M.Hum***

Penataan dan penyiapan dukungan peraturan perundang-undangan dalam pelayanan dokumen kependudukan yang sarat bernilai hukum, adalah sangat fundamental, karena terkait dengan existensi negara (NKRI) sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi UUD 1945. Di samping juga hendaknya dapat menjamin perlindungan serta rasa nyaman bagi penduduk untuk mendapatkan kepastian hukum berdomisili di wilayah NKRI dalam mengakses hak-haknya baik sebagai warga negara maupun sebagai penduduk Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan, haruslah tidak diskriminatif, jelas (tidak multi interpretatif), tidak saling bertentangan (hendaknya sinergis) dengan peraturan perundang-undangan lain dalam pelayanan publik, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian penduduk, serta dapat berfungsi mendorong terwujudnya pelayanan administrasi kependudukan yang “modern” dengan Good Governance dan Clean Government.

Penelitian terhadap proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk di Pemerintah Kota Medan yang bertujuan untuk melakukan suatu analisis terhadap pengaturan materi hukum atas tata tertib administrasi penduduk pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemko Medan. Selanjutnya guna mendukung tulisan ini, maka penulis mengangkat beberapa tema untuk dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikupas. Diantaranya adalah mengenai Sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan dan Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Kotamadya Medan. Guna membahas lebih lanjut mengenai permasalahan di atas, perlu diketahui penulis menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Tentu saja yang berperan disini adalah keharusan penulis untuk mengolah data sekunder yang kemudian ditunjang oleh data penelitian lapangan guna melengkapi hal yang dikupas.

Untuk menuju tertib dokumen kependudukan secara nasional, sangatlah diperlukan komitmen politik dari semua komponen bangsa, terutama penyelenggara negara untuk bagaimana membuat kebijakan, strategi dan program-program kegiatan penciptaan “insentif/benefit” bagi masyarakat dan “Sosialisasi” pentingnya tertib administrasi kependudukan sebagai Gerakan Nasional.

*

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**

Dosen/Staff Pengajar Fakultas Hukum USU (Dosen Pembimbing I)

***


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menerbitkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk.

Di daerah tugas pelayanan administrasi publik menjadi tugas sekaligus merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, yang diwakili oleh “Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana”. Sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah, ”Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agamaserta kewenangan bidang lain”

Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima /yang berkualitas kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatanKartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.

Menurut Poewadarminta (1990:327) Implementasi berarti pelaksana atau penerapan. Kemudian J. A. M. Maarse mengatakan bahwa Implementasi merupakan


(9)

suatu upaya mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu†

Hal ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur, syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di

.

Adapula pendapat dari Charles O. Jones, bahwa implementasi atau penerapan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program.

Selanjutnya oleh George C, Edward, ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap, dan faktor struktur organisasi.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat digambarkan Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan di Kota Madya Medan:

1. Faktor Komunikasi

Faktor Komunikasi yaitu suatu proses penyampaian informasi dari pejabat atau instansi tertentu yang secara hierarkis berkedudukan lebih tinggi, kepada pejabat atau instansi tertentu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan informasi yang diberikan yang dilihat dari aspek transmisi atau pengiriman berita, aspek kejelasan dan konsistensi.

Komunikasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana di Kota Madya Medan dengan aparat pelaksana di tingkat kecamatan belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum tersedia di kecamatan sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa/kelurahan yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula sebaliknya.


(10)

lapangan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Biaya yang seharusnya hanya Rp. 7.000,- masyarakat harus mengeluarkan biaya sampai Rp. 50.000,-

2. Faktor Sumber daya

Sumber daya yaitu sarana yang digunakan dalam implementasi, hal ini dilihat dari aspek staff/personil, informasi dan fasilitas.

Sumber daya dari aparat yang melayani masih belum sepenuhnya baik karena seharusnya sebagai aparat yang melayani taat sepenuhnya kepada Prosedur Tetap (protap) yang telah ada, namun kenyataannya masih menunda-nunda penyelesaian pembuatan KTP.

3. Faktor Sikap

Yaitu sikap dari para pelaksana dalam melayani masyarakat, dilihat dari aspek pembagian tugas dan aspek insentif.

Sikap yang ditunjukkan oleh petugas yang ada di Kecamatan maupun di Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kota Madya Medan, masih menunjukkan sikap selalu minta untuk dihormati dan bukannya melayani masyarakat yang membutuhkan, sehingga kebutuhan pelayanan masyarakat akan KTP banyak kali memakan waktu yang lama.

4. Faktor Struktur Birokrasi

Yaitu tatanan organisasi yang mengatur tentang pedoman kerja dan penjabaran wilayah tanggung jawab bagi pelaksana, dan dilihat dari aspek prosedur standar operasi dan pembagian wilayah tanggung jawab.

Struktur birokrasi untuk Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (pembuatan KTP) di Kota Medan cukup panjang karena prosesnya mulai dari tingkat


(11)

RT/RW ke Desa/Kelurahan lalu ke Kecamatan dan seterusnya ke Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sebaliknya, sehingga proses untuk penyelesaian pembuatan KTP memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1 minggu paling cepat dan 2 bulan paling lama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yakni :

1. Sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?

3. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam Implementasi pelayanan public di bidang administrasi kependudukan (KTP) di Pemko Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dibuatnya penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi pelayanan publik bidang administrasi kependudukan (pembuatan KTP) di Pemko Medan?

3. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi penghambat dalam Implementasi pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan (KTP) di Pemko Medan

Adapun beberapa hal yang diharapkan menjadi manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:


(12)

1. Manfaat Teoretis

Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai kegunaan bagi keberadaan dan perkembangan ilmu hukum.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi penulisan hukum ini;

D. Keaslian Penulisan

Mendukung penulisan ini, perlu diberitahukan bahwa penulisan skripsi dengan judul yang penulis angkat saat ini belum pernah diteliti dengan materi dan isi yang sama oleh penulis sebelumnya walaupun sudah ada begitu banyak tulisan yang mengangkat mengenai administrasi publik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pelayanan publik untuk masyarakat umum menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk melaksanakannya, telah ditegaskan dalam:

1. Dasar Hukum Pelayanan Publik

a.) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1995 tentang Perbaikan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur kepada masyarakat.

b.)Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

c.)Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 26/KEP/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik


(13)

Peraturan-Peraturan pemerintah ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pelayanan publik dan salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan untuk masyarakat, adalah pelayanan publik bidang administrasi kependudukan, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) diatur dan ditetapkan berdasarkan: 2. Dasar Hukum Pembuatan Kartu Tanda Penduduk

a.) Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk

b.) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan

c.) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 tahun 1992 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri

d.) Keputusan Mendagri Nomor 15 A tahun 1995 tentang spesifikasi blanko / formulir/ buku serta sarana pnunjuang lainnya yang dipergunakan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk

e.) Keputusan Mendagri Nomor 20 A tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Manajemen Informasi Kependudukan

f.) Keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 1995 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistim Informasi Manajemen Kependudukan.

3. Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)


(14)

a.) Instansi Pemerintah Daerah Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (Pembuatan KTP) di Pemko Medan

Instansi yang ditugaskan untuk melaksanakan pelayanan publik di bidang kependudukan (pembuatan Kartu Tanda Penduduk) di Pemko Medan berdasarkan Perda Pemko Medan Nomor 26 tahun 2005 adalah “Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan, dan Keluarga Berencana”.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian pada pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis . Setiap penelitian dilakukan untuk mencari kepastian dan kebenaran dari suatu masalah sekaligus mencari jalan pemecahannya, sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan yang benar dan dapat dipercaya. Untuk itu peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Metode penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yakni titik tolak penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah atau norma dalam hukum positif. Hal ini sesuai sebagaimana pendapat dari Johny Ibrahim:

“Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahn yang akan dikaji dalam penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah maupun norma dalam hukum positif”


(15)

Dalam melakukan penelitian normatif ada beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan yakni:

a) Pendekatan konseptual (conceptual approach)

b) Pendekatan perundang-undangan (normative approach) c) Pendekatan sejarah (historical approach)

d) Pendekatan perbandingan (comparative approach) e) Pendekatan kasus hukum (law case approach)

Metode penelitian Hukum yang telah ada dewasa ini secara umum lebih mengenal metode penelitian atas dua kategori: metode penelitian hukum Normatif Empiris (Sosio Juridis) dan metode Penelitian Hukum Normatif. Metode Penelitian Sosio Juridis secara umum berupaya untuk melihat bagaimana penerapan sebuah aturan hukum seperti peraturan perundangan berlaku di masyarakat, sedangkan dalam penelitian hukum normatif seorang peneliti lebih menekankan pada penelitian atas substansi hukum tersebut. Penelitian Empiris maupun penelitian Normatif tampaknya dapat kita kritisi lebih mendalam, karena kedua penelitian tersebut masih berkutat pada wujud kenyataan hukum. Keduanya dipengaruhi oleh alam filsafat empirisme: sesuatu yang benar adalah sesuatu yang berwujud nyata. Pada model hukum empiris maka hukum dikatakan berwujud ada dilihat dari pelaksanaannya bahwa memang hukum itu benar nyata ada dibuktikan dengan kepatuhan masyarakat atas hukum. Pada penelitian normatif, hukum dikatakan nyata ada adalah dengan dibuktikan adanya undang-undang, putusan hakim, dan sebagainya. Keduanya sebangun.

Adapun metode pendekatan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yang bersifat penelitian empiris, maksudnya adalah merupakan penelitian secara yuridis


(16)

empiris adalah berdasarkan fakta di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum, penelitian hukum yang ada kaitannya dengan implementasi pendaftaran penduduk sebagai upaya tertib administrasi ditinjau dari hukum administrasi negara.

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh guna penyusunan penulisan hukum lebih lanjut yang meliputi :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan (guide interview) sebagai pedoman dan variasi-variasi dengan situasi ketika wawancara. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara kepada bagian Dinas Kependudukan Kota Medan

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoretis terhadap pelaksanaan administrasi publik. Disamping itu tidak menutup kemungkinan diperoleh bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri atas: (a) Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Kependudukan


(17)

(c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan

(d) Keputusan Mendagri Nomor 45 tahun 1992 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri

(e) Keputusan Mendagri Nomor 15 A tahun 1995 tentang spesifikasi blanko / formulir/ buku serta sarana pnunjuang lainnya yang dipergunakan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk

(f) Keputusan Mendagri Nomor 20 A tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Manajemen Informasi Kependudukan

(g) Keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 1995 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)

2).Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas: (a) Kamus Hukum

(b) Kamus Umum Bahasa Indonesia

G. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan hukum ini terdiri dari empat bab. Masing-masing perinciannya sebagai berikut.


(18)

Bab I Pendahuluan. Di dalamnya berisi uraian latar belakang pemilihan judul, ruang lingkup penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan diakhiri dengan sistematika skripsi yang bertujuan untuk mengantarkan pikiran pembaca ke pokok permasalahan yang akan dibahas.

Bab II Berisi gambaran umum lokasi penelitian. Dalam bab ini dijabarkan hal yang dipaparkan adalah profil kota Medan, sejarah berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dalam Pengurusan KTP

Bab III Merupakan bab yang menguraikan aspek hukum dalam administrasi kependuduk an. Di dalamnya sub bab menjelaskan lebih lanjut mengenai Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan, Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah, Pelayanan Publik Menurut Peraturan Perundang-Undangan.

Bab IV Merupakan bab yang memaparkan permasalahan berikutnya proses penerbitan Kartu Tanda Penduduk pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Berturut-turut di dalamya terdapat sub bab mengenai Proses Penerbitan Kartu Tanda Penduduk oleh Dinas Kependudukan Kota Medan, Permasalahan Dalam Proses Penerbitan KTP, Upaya Kesiapan Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi Biaya Pembuatan KTP Bagi Masyarakat Tidak Mampu

Bab V adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Hal mengenai kesimpulan dan saran terhadap sejumlah penulisan dalam skripsi ini.


(19)

12

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Profil Kota Medan

a. Sejarah Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.

Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu


(20)

merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.

Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli.


(21)

Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.

Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari kampung Medan.


(22)

Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli.

Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.

Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya


(23)

melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of Sumatera“ (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.

Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.

Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".

Dimana-mana diseluruh Indonesia menjelang tahun 1945 bergema persiapan Proklamasi demikian juga di Kota Medan tidak ketinggalan para tokoh pemudanya


(24)

melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar bahwa bom atom telah jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan Jepang sudah lumpuh. Sedangkan tentara sekutu berhasrat kembali untuk menduduki Indonesia.

Khususnya di kawasan kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa Jepang menyadari kekalahannya segera menghentikan segala kegiatannya, terutama yang berhubungan dengan pembinaan dan pengerahan pemuda. Apa yang selama ini mereka lakukan untuk merekrut massa pemuda seperti Heiho, Romusha, Gyu Gun dan Talapeta mereka bubarkan atau kembali kepada masyarakat. Secara resmi kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20 Agustus 1945 karena pada hari itu pula penguasa Jepang di Sumatera Timur yang disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan kekalahan Jepang. Beliau juga menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka dibekas pendudukan untuk menjaga status quo sebelum diserah terimakan pada pasukan sekutu. Sebagian besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan Gyu Gun merasa bingung karena kehidupan mereka terhimpit dimana mereka hanya diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan seragam coklat di tengah kota.

Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian mengambil inisiatif untuk menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun diantaranya Letnan Achmad Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk menanggulangi para bekas Heiho, Romusha yang famili/saudaranya tidak ada di kota Medan. Panitia ini dinamai dengan “Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun“ yang berkantor di Jl. Istana No.17 (Gedung Pemuda sekarang).

Tanggal 17 Agustus 1945 gema kemerdekaan telah sampai ke kota Medan walupun dengan agak tersendat-sendat karena keadaan komunikasi pada waktu itu sangat


(25)

sederhana sekali. Kantor Berita Jepang “Domei" sudah ada perwakilannya di Medan namun mereka tidak mau menyiarkan berita kemerdekaan tersebut, akibatnya masyarakat tambah bingung.

Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945 yang dipimpin Letnan I Pelaut Brondgeest tiba di kota Medan dan berkantor di Hotel De Boer (sekarang Hotel Dharma Deli). Tugasnya adalah mempersiapkan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Pada ketika itu pula tentara Belanda yang dipimpin oleh Westerling didampingi perwira penghubung sekutu bernama Mayor Yacobs dan Letnan Brondgeest berhasil membentuk kepolisian Belanda untuk kawasan Sumatera Timur yang anggotanya diambil dari eks KNIL dan Polisi Jepang yang pro Belanda.

b. Medan Dalam Pandangan Sosial Budaya

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.

Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya,


(26)

tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

c. Letak Kota Medan Secara Geografis

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan


(27)

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(28)

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),


(29)

meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Tabel Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan Tahun 2005 – 2007

Tahun Jumlah

Penduduk

Laju Pertumbuhan

Penduduk

Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

[1] [2] [3] [4] [5]

2005 2.036.185 1,50 265,10 7.681

2006 2.067.288 1,53 265,10 7.798

2007* 2.083.156 0,77 265,10 7.858

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : * Angka Sementara Pertengahan Tahun 2007

Melalui data tabel diatas diketahui, jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan dari 2,036 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 2,067 juta jiwa pada tahun 2006 dan 2,083 juta jiwa pada tahun 2007. Dari tahun ke tahun laju pertumbuhan

mengalami peningkatan dari 1,50 persen pada tahun 2005 meningkta menjadi 1,53 persen pada tahun 2006, dan menurun kembali menjadi 0,77 persen pada tahun 2007.


(30)

B. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) diberlakukan pada tahun 2006, masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membagi penduduk atas dasar etnik golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang kependudukan yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi administrasi maupun agama. Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan setelah kemerdekaan.

Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonoial Belanda yaitu : a. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S. 1849 No 25 dan perubahan-perubahannya.

b. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S. 1917 No. 130 Jo. S 1919 No. 81 dan perubahan-perubahannya.

c. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura, diatur menurut S. 1920 No 751 Jo. S. 1927 No. 564 dan perubahan-perubahannya.

d. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan Minahasa, diatur menurut S.1933 No.75 dan perubahan-perubahan lainnya.

e. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1986 No. 23 Jo. S 1898 No. 158 dan perubahan-perubahannya.

Pada masa setelah kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang: a. Instruksi Presidium Kabinet No 314/4/IN/12/1966.


(31)

b. Undang-undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga.

c. Keputusan Presidium Kabinet No 127/4/Kep/12/1966 tentang Ganti Nama WNI yang memakai nama Cina.

d. Undang-undang Administrasi Kependudukan.

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka baru pada tahun 2006 negara mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun 2006, Indonesia masih memakai aturan kolonial Belanda. Padahal sesuai dengan pertimbangan yang terdapat Instruksi Presidium Kabinet No 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan pengaturan tentang pencatatan sipil nasional di dalam perundang-undangan.

Garis-garis Besar Haluan Negara menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.

Sebagaimana diketahui titik berat Otonomi Daerah akan mendorong timbulnya prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggara pembangunan yang merupakan syarat keberhasilan suatu pelaksanaan pemerintah disemua tingkatan, mengingat fungsi utama Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

Karena unsur penduduk / kependudukan sangat memegang peranan dalam berbagai segi, utamanya bidang pembangunan Nasional khusunya sebagai bahan dasar dalam rangka perumusan strategis di bidang kewarganegaraan, karena penduduk atau


(32)

masyarakat adalah pelaku utama sekaligus sebagai sasaran pembangunan maka Pemerintah perlu memperhatikan masalah kependudukan. Dengan Penataan Administrasi Pendaftaran, Administrasi Pencatatan dan Administrasi Keluarga Berencana, diharapkan akan menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan untuk menunjang perencanaan pembangunan diberbagai sektor.

Inti dari tekad itu adalah setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara untuk memebrikan perhatian yang lebih terhadap keinginan dan kebutuhan pelayanan dibidang pendaftaran, pencatatan dan keluarga berencana. Dan juga terbaik dalam pelayanan prima bukan hanya sekedar tekad baru Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara namun merupakan tekad setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegarayang harus diresapi, dihayati, dijabarkan dan dilaksanakan pada setiap jajaran, tugas waktu, dan tempat alam membentuk sikap kepedulian yang tinggi dari setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kunci utama pelayanan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kotamadya Medan adalah tercerminnya kepuasan masyarakat khususnya pelayanan pendaftaran, pencatatan dan keluarga berencana dengan tidak melupakan nilai tambah yang didapatkan masyarakat.

Misi adalah suatu usaha untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam usaha mewujudkan Misi, maka Dinas


(33)

• Memberikan pelayanan dengan system dan prosedur yang efektif dan efisien

• Meningkatkan kemampuan aparat

• Meningkatkan disiplin aparat

• Meningkatkan saya tangkap atau responsibilitas terhadap perubahan-perubahan dan keluhan masyarakat

• Tersedianya anggaran rutin dan pemabangunana

• Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai

• Tersedianya informasi yang akrat / valid.

Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.

Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.


(34)

TABEL 1.1

JUMLAH, LAJU PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN TAHUN 2001 - 2007

T a h u n Jumlah

Penduduk

Laju Pertumbuhan Penduduk

Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

[1] [2] [3] [4] [5]

2001 1.926.052 1,17 265,10 7.267

2002 1.963.086 1,94 265,10 7.408

2003 1.993.060 1,51 265,10 7.520

2004 2.006.014 0,63 265,10 7.567

2005 2.036.018 1,50 265,10 7.681

2006 2.067.288 1,53 265,10 7.798

2007* 2.083.156 0,77 265,10 7.858

INDIKATOR SATUAN TAHUN

2006 2007 *)

[1] [2] [3] [4]

Jumlah Penduduk Jiwa 2.067.288 2.083.156

Laju Pertumbuhan

Penduduk Persen (%) 1,53 0,77

Luas Wilayah KM² 265, 10 265,10

Kepadatan Penduduk Jiwa 7.798 7.858

Sumber BPS Kota Medan


(35)

TABEL 1.2

PERSENTASE JUMLAH PENDUDUK KOTA MEDAN MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2007

GOLONGAN UMUR

LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

JIWA PERSEN

(%) JIWA

PERSEN

(%) JIWA

PERSEN (%)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

0 - 4 89.206 8,62 92.853 8,86 182.059 8,74

5 - 9 96.559 9,33 91.885 8,76 188.444 9,05

10 - 14 98.519 9,52 100.590 9,59 199.109 9,56

16 - 19 111.263 10,75 105.426 10,06 216.689 10,40

20 - 24 116.164 11,23 121.385 11,58 237.549 11,40

25 - 29 99.499 9,62 102.041 9,73 201.540 9,67

30 - 34 83.325 8,05 75.926 7,24 159.251 7,64

35 - 39 75.482 7,30 83.180 7,93 158.662 7,62

40 - 44 70.091 6,77 75.926 7,24 146.017 7,01

45 - 49 57.837 5,59 53.680 5,12 111.517 5,35

50 - 54 47.054 4,55 47.393 4,52 94.447 4,53

55 - 59 30.879 2,98 31.434 3,00 62.313 2,99

60 - 64 26.468 2,56 22.246 2,12 48.714 2,34

65 + 32.350 3,13 44.495 4,24 76.845 3,69

Jumlah 1.034.696 100,00 1.048.460 100,00 2.083.156 100

Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : Angka sementara penduduk pertengahan tahun 2007

Berdasarkan tabel - tabel diatas diketahui bahwa ada kecenderungan peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.067.288 jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.083.156 jiwa pada tahun 2007. Laju pertumbuhan berkisar 1,53% pada tahun 2006 dan 0,77% pada tahun 2007. Walaupun meningkat namun tidak terlalu mencolok, bahkan laju pertumbuhan penduduk cenderung lebih rendah tahun 2007 dibandingkan tahun 2006. Faktor alami yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan laju pertambahan penduduk adalah seperti tingkat kelahiran, kematian, dan arus urbanisasi. Upaya-upaya


(36)

pengendalian kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) perlu terus dipertahankan untuk menekan angka kelahiran.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka pada tahun 2006 menjadi 7.858 jiwa/KM² pada tahun 2007. Tingkat kepadatan tersebut relatif tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan luas lahan yang relatif terbatas, sehingga berpeluang terjadi ketidak seimbangan antara daya dukung dan daya

tampung lingkungan yang ada.

Faktor lain yang juga secara berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja ke Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) Tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.

Faktor lain yang secara umum mempengaruhi semakin menurunnya angka pertumbuhan penduduk pada periode 2006 - 2007 adalah peningkatan derajat pendidikan masyarakat Kota Medan. Pada umumnya peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung meningkatkan rata-rata pendidikan generasi muda, yang merupakan calon orang tua yang memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui tingkat pendidikan yang semakin memadai, apresiasi, dan pandangan masyarakat terkait dengan upaya


(37)

peningkatan kesejahteraan semakin meningkat. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cenderung mengikuti konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Bahkan sebagian PUS baru memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan psikologis lainnya.

Komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan kota, baik sebagai subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, didasarkan kepada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial lainnya.

Proporsi anak-anak berusia di bawah lima tahun (balita) dalam kelompok penduduk Kota Medan sekitar 9% dari jumlah penduduk. Relatif besarnya proporsi dan jumlah penduduk anak-anak balita ini berimplikasi pada kebutuhan prasarana dan sarana kesehatan usia balita, dan sarana pendidikan usia dini baik secara kualitas maupun kuantitas.

Pada kelompok usia anak-anak dan remaja, kebijakan yang ditempuh diarahkan pada peningkatan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak dan remaja, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Upaya ini diharapkan dapat terus


(38)

dilakukan untutk mempersiapkan masa depan anak-anak dan remaja sehingga mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang semakin berkualitas.

Jumlah penduduk Kota Medan yang sampai saat ini diperkirakan berjumlah 2,083 juta lebih, dan diproyeksikan mencapai 2,167 juta penduduk pada tahun 2010, ditambah beban arus penglaju juga menjadi beban pembangunan yang harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Disamping itu, pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhanekonomi wilayah, sangat diperlukan pada masa datang.


(39)

Beberapa masalah kependudukan dapat diringkas sebagai berikut :

• Kecenderungan adanya penurunan flukturasi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 dan tahun 2007.

• Kecenderungan peningkatan arus ulang alik ke Kota Medan yang berimplikasi kepada pemenuhan fasilitas sosial yang dibutuhkan.

• Masalah kemiskinan, tenaga kerja dan permasalahan sosial lain yang dipengaruhi oleh iklim perekonomian nasional dan global.

• Penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar lainnya termasuk sarana dan prasarana permukiman

C. Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kependudukan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kependudukan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.


(40)

D. Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dalam Pengurusan KTP

Kewajiban instansi pelaksana administrasi kependudukan adalah sebagai berikut: a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;

b. memberikan pelayanan yang sama dan professional kepada setiap penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;

c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;


(41)

e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan

f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Instansi Pelaksana dalam melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan memiliki kewenangan yang meliputi:

a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Penduduk;

b. memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan;

c. memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan; dan

d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk kepentingan pembangunan

Dinas Kependuduka n dan Catatan Sipil Kota Medan yang beralamat di Jl. Iskandar Muda No. 270 Medan Telp. (061) 544412 mempunyai fungsi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang kependudukan dan pencatatan penduduk;

2. Menyelenggarakan pelayanan umum dibidang kependudukan;

3. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya; 4. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah


(42)

Misinya adalah meningkatkan penyelenggaraan kegiatan Pendaftaran Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) serta penyelenggaraan pencatatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil, memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang cepat, tepat dan mudah.

Tugas dan fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan adalah membantu penduduk kota Medan dalam kegiatan penduduk dan dalam hubungannya mengurus beberapa surat yaitu diantaranya sebagai berikut:

a. Kartu Keluarga: Kartu identitas anggota keluarga warga Kota Medan b. Kartu Tanda Penduduk: Kartu identitas pribadi

c. Akte Kelahiran: Akte yang berisikan keterangan mengenai kelahiran seorang anak yang baru lahir. Hal ini berfungsi untuk mempermudah pengumpulan data terkait dengan data kelahiran dan kematian untuk sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali d. Akte Perkawinan: Buku nikah/kawin yang berisi mengenai keabsahan pendaftaran pasangan yang menikah/kawin sesuai UU No.1 Tahun 1974

e. Akte Kematian: Keterangan dari kelurahan yang berisikan pernyataan kematian seseorang guna pengurusan asuransi, waris dan lain-lain

f. Izin Pemakaian Tanah Ruang Terbuka: Keterangan untuk pemakaian tanah/lahan untuk peruntukan tertentu seperti areal dagang kaki lima


(43)

36

BAB III

ASPEK HUKUM DALAM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

A. Administrasi Kependudukan Menurut UU Kependudukan

Menyediakan pelayanan publik yang baik adalah tugas negara melalui pemerintah. Pemenuhan kebutuhan publik diartikan sebagai pemenuhan hak-hak sipil warga negara. Tugas dan kewajiban ini dilakukan melalui aparat pemerintah dari tingkat paling atas sampai paling bawah seperti RW dan RT. Sebagai kewajiban, maka sudah semestinya setiap aparat pemerintah memberikan pelayanan publik yang terbaik, termasuk kepada seseorang/kelompok Penghayat Kepercayaan TerhadapTuhan Yang Maha Esa

UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang PelaksanaanUU No. 23/2006 menjamin hak seorang/kelompok penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan hak-hak administrasi kependudukan seperti pencantuman kepercayaan dalam KTP, akta kelahiran, perkawinan dan dokumen kematian yang dijamin dalam UU No. 23/2006 tentang Adminduk. Ada juga payung hukum lain yakni Peraturan Presiden (Perpres) No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.

Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.


(44)

Salah satu dasar pertimbangan Undang-undang Administrasi Kependudukan diberlakukan adalah untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia. Peristiwa kependudukan menurut UU Administrasi Kependudukan kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan KK, KTP dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Melihat materi yang diatur adalah mengenai status hukum atas peristiwa kependudukan dan dan peristiwa penting maka seharusnya cara-cara meperoleh status hukum tersebut tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru.

Persoalan baru tersebut dapat muncul apabila di dalam pengurusan pencatatan baik di dalam peristiwa penting dan peristiwa kependudukan, tidak terdapat kriteria pencatatan yang jelas serta terukur tentang manfaat dari kegiatan pencatatan tersebut‡

Pasal 4 UU Administrasi Kependudukan dinyatakan bahwa ”Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Republik Indonesia wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana Pencatatan Sipil negara setempat dan/atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”. Oleh karena pencatatan sipil diatur oleh masing-masing negara maka kegiatan

.


(45)

pencatatan sipil bagi WNI di luar negeri semestinya tunduk pada ketentuan perundang-undangan kependukan di negara yang bersangkutan. Sehingga dengan sendirinya UU Administrasi Kependudukan (baca UU Nasional) tidak berwenang mengatur tentang kependudukannya. Pengaturan tentang hal ini tentu adalah sebatas penegasan semata, oleh karena hal ini memang terkait dengan aturan perundang-undangan di negara lain maka hal ini sebetulnya tidak perlu diatur lagi. Memasukan klausula tentang pencatatan bagi WNI di luar negeri menunjukkan ketidakpahaman pembuat undang-undang tentang istilah penduduk dan kedaulatan hukum. Penduduk adalah siapa saja yang menetap atau bertempat tinggal dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Apabila ada WNI yang tinggal di Washington (Amerika Serikat) maka WNI tersebut adalah penduduk Amerika Serikat. Sehingga segala tindakannya di negara Amerika Serikat tunduk pada hukum negara tersebut. Sedangkan yang dimaksudkan kedaulatan hukum adalah suatu perundang-undangan hanya berlaku di wilayah negara yang bersangkutan

Registrasi penduduk di Indonesia relatif masih sangat lemah. Kelengkapan dan akurasi serta kemutakhirannya masih jauh dari tingkatan kualitas yang kita harapkan.

DPT tersebut secara kronologis berasal dari database kependudukan yang teoretis ada di setiap wilayah, sebagai hasil pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) yang sampai sekarang belum pernah terealisasi dengan baik. Kualitas database kependudukan yang tidak sempurna itu telah dimanfaatkan sebagai bahan dalam penyusunan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK-2) dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4) yang diserahkan oleh Depdagri kepada KPU. Kemudian, KPU menjadikan data tersebut sebagai landasan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), yang dimutakhirkan menjadi DPT.


(46)

Karena sejak awal database kependudukan yang lengkap, akurat, dan mutakhir belum ada, dapat dimengerti kalau KPU mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemutakhiran DPS menjadi DPT. Oleh karena itu, sudah waktunya Depdagri beserta segenap jajarannnya melaksanakan secara penuh pedoman yang tertuang dalam peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan yang jelas memberikan landasan hukum dan teknis penerapan registrasi penduduk di Indonesia.

Registrasi penduduk di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 serta Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil§

Masalah utama yang menghalangi terselenggaranya registrasi penduduk dengan baik adalah minimnya sosialisasi yang mengakibatkan terbatasnya pemahaman penduduk tentang hak dan kewajiban mereka terkait dengan administrasi kependudukan. Selama ini, yang lebih banyak disiapkan adalah pelaksana dan petugas pendaftaran penduduk.

.

Landasan hukumnya jelas, demikian pula pedoman teknis seperti tercantum dalam peraturan pelaksanaannya. Namun, mengapa setelah tiga tahun dikeluarkannya undang-undang tentang administrasi kependudukan ternyata registasi penduduk di Indonesia tidak kunjung membaik? Secara teknis, penanggung jawab pelaksanaan administrasi kependudukan ini berada pada Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Minduk) Depdagri. Sudah banyak upaya yang telah diusahakan Ditjen ini, tetapi tetap ada masalah sehingga segala upaya Ditjen Minduk tidak tampak hasilnya.

§


(47)

Sedangkan, masyarakat luas tidak pernah memperoleh informasi lengkap mengenai dampak dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya. Penduduk merasa bahwa kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil berlangsung ‘as usual’ saja. Artinya, tidak ada hal baru dan tidak perlu memperbarui sikap akan urgensinya melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa lainnya yang terjadi dalam keluarga.

Ditjen Minduk sibuk melakukan raker, pelatihan petugas daerah, dan mengeluarkan berbagai instruksi berkaitan dengan administrasi kependudukan. Semua ini memang penting dan perlu dilakukan, tetapi masih belum memadai manakala sisi lain, yaitu masyarakat luas, belum disiapkan untuk mengimbangi kesibukan Ditjen Minduk. Berbagai instruksi ke daerah di bidang manajemen dan administrasi kependudukan telah dikeluarkan, termasuk masalah kelembagaan, penerapan sistem, penyediaan sumber daya manusia, penyediaan sarana dan prasarana, serta fasilitas fisik lainnya.

Walau demikian, semua itu belum diikuti dengan sistem monitoring yang sempurna guna mengamati dan mengevaluasi kemajuan tingkat penerapannya di daerah, kendala teknis maupun administrtatif yang dihadapi instansi pelaksana di daerah, dan reporting system yang secara komprehensif bisa menjadi sarana untuk memperoleh masukan dalam mencari jalan keluar untuk menanggulangi berbagai masalah operasional yang terjadi. Kalau hal itu telah dilakukan, mustahil Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4) yang diserahkan Depdagri kepada KPU menghasilkan DPS yang kacau balau dan tidak jelas sumbernya hingga terjadi penggunaan hak angket oleh DPR.

Salah satu jawaban terhadap ketidaksiapan penduduk dalam merespons keluarnya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 itu adalah keharusan Depdagri menggelorakan


(48)

pelaksanaan registrasi penduduk melalui suatu gerakan nasional. Sebagai sebuah gerakan nasional, partisipasi, respons, pemahaman, dan kesadaran penduduk bisa digugah, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajibannya untuk memperoleh hak masing-masing**

**

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002,Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan.

.

Sesuai Undang-Undang No 23 Tahun 2006, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, seperti KK, KTP, NIK, Surat Keterangan Kependudukan (pindah, datang, kelahiran, dan kematian), Akta Pencatatan Sipil, dan lain-lain. Penduduk juga berhak memperoleh pelayanan yang sama (tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif) dalam hal pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Di samping itu, penduduk berhak memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.

Di pihak lain, tiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.

Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan administrtasi kependudukan yang terdiri dari:

• Penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksana administrasi kependudukan. • Sosialisasi administrasi kependudukan.

• Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan administrasi kependudukan.


(49)

• Pengelolaan dan penyajian data kependudukan.

Sementara itu, pemerintah kabupaten atau kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan dengan kewenangan meliputi:

• Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundangan.

• Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan.

• Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan.

• Pengelolaan dan penyajian data kependudukan di wilayahnya.

Penduduk memiliki hak dalam sistem administrasi kependudukan. Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:

1. Dokumen kependudukan;

2. Pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; 3. Perlindungan atas data pribadi;

4. Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;

5. Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan

6. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.

Setiap penduduk memiliki kewajiban melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana. Sebab, setiap kejadian/peristiwa penting yang dialami -- -- akan membawa akibat terhadap penerbitan


(50)

atau perubahan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan atau surat keterangan kependudukan lain yang meliputi pindah datang, perubahan alamat, atau status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.

Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Dokumen Kependudukan pada dasarnya meliputi :

1.Biodata Penduduk 2. Kartu Keluarga (KK);

3. Kartu Tanda Penduduk (KTP); 4.Surat Keterangan Kependudukan 5.Akte Pencatatan Sipil

Surat keterangan kependudukan meliputi surat-surat sebagai berikut: Biodata Penduduk; Surat keterangan kependudukan; Akta Pencatatan Sipil.

1. Surat Keterangan Pindah;

2. Surat Keterangan Pindah Datang;

3. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri; 4. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri; 5. Surat Keterangan Tempat Tinggal;

6. Surat Keterangan Kelahiran; 7. Surat Keterangan Lahir Mati.

8. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan; 9. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;


(51)

10. Surat Keterangan Kematian;

11. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;

12. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;

13. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan 14. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.

Pelayanan pencatatan sipil meliputi pencatatan peristiwa penting, yaitu: 1. Kelahiran;

2. Kematian; 3. Lahir mati; 4. Perkawinan; 5. perceraian; 6. Pengakuan anak; 7. Pengesahan anak; 8. Pengangkatan anak; 9. Perubahan nama;

10. Perubahan status kewarganegaraan; 11. Pembatalan perkawinan;

12. Pembatalan perceraian; dan 13. Peristiwa penting lainnya

Instansi pelaksana administrasi kependudukan yaitu:

1. Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat kecamatan untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam


(52)

2. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di kabupaten/kota 3. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Provinsi/Kota

4. Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di kotamadya/kabupaten administrasi

B. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah

Menurut Poewadarminta (1990:327) implementasi berarti pelaksana atau penerapan. Kemudian J. A. M. Maarse mengatakan bahwa implementasi merupakan suatu upaya mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Adapula pendapat dari Charles O. Jones, bahwa implementasi atau penerapan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program††

Komunikasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dengan aparat pelaksana di tingkat

.

Selanjutnya oleh George C, Edward, ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap, dan faktor struktur organisasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat digambarkan Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan di Kota Medan:

1. Faktor Komunikasi

Faktor Komunikasi yaitu suatu proses penyampaian informasi dari pejabat atau instansi tertentu yang secara hierarkis berkedudukan lebih tinggi, kepada pejabat atau instansi tertentu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan informasi yang diberikan yang dilihat dari aspek transmisi atau pengiriman berita, aspek kejelasan dan konsistensi.

††


(53)

kecamatan belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum tersedia di kecamatan sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa/kelurahan yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula sebaliknya.

Hal ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur, syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di lapangan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Biaya yang seharusnya hanya Rp. 7.000,- masyarakat harus mengeluarkan biaya sampai Rp. 50.000,-

2. Faktor Sumber daya

Sumber daya yaitu sarana yang digunakan dalam implementasi, hal ini dilihat dari aspek staff/personil, informasi dan fasilitas. Sumber daya dari aparat yang melayani masih belum sepenuhnya baik karena seharusnya sebagai aparat yang melayani taat sepenuhnya kepada Prosedur Tetap (protap) yang telah ada, namun kenyataannya masih menunda-nunda penyelesaian pembuatan KTP.

3. Faktor Sikap

Yaitu sikap dari para pelaksana dalam melayani masyarakat, dilihat dari aspek pembagian tugas dan aspek insentif. Sikap yang ditunjukkan oleh petugas yang ada di Kecamatan maupun di Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kota Medan, masih menunjukkan sikap selalu minta untuk dihormati dan bukannya melayani masyarakat yang membutuhkan, sehingga kebutuhan pelayanan masyarakat akan KTP banyak kali memakan waktu yang lama.


(54)

Yaitu tatanan organisasi yang mengatur tentang pedoman kerja dan penjabaran wilayah tanggung jawab bagi pelaksana, dan dilihat dari aspek prosedur standar operasi dan pembagian wilayah tanggung jawab. Struktur birokrasi untuk Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (pembuatan KTP) di Kabupaten Kupang cukup panjang karena prosesnya mulai dari tingkat RT/RW ke Desa/Kelurahan lalu ke Kecamatan dan seterusnya ke Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sebaliknya, sehingga proses untuk penyelesaian pembuatan KTP memakan waktu yang cukup lama.

C. Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kependudukan Menurut UU Otonomi Daerah

Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturanmain di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir di setiaplini kehidupan di daerah, termasuk diantaranya perubahan paradigma pelayanan publik di daerah.Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasanpelanggan, memberikan arah tejadinya perubahan atau pergeseran paradigma penyelenggaraanpemerintahan, dari paradigma rule government bergeser menjadi paradigma good governance.‡‡

‡‡

Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia. 2006. Strategi Peningkatan KualitasPelayanan Publik, Jakarta, LAN, Jakarta.Lembaga Adminisrasi Negara Republik

Pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberianotonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harusmemberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk


(55)

mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan.

Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung “berjalan di tempat” sedangkan implikasinya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Dalam kehidupan ekonomi,perbaikan pelayanan publik akan bias memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini agar bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknyapelayanan publik di Indonesia seing menjadi variabel yang dominan mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja. Sayangnya, perbaikan-perbaikan pelayanan publik dalam berbagai studi yang dilakukan tidaklah berjalan linier dengan reformasi yang dilakukan dalam berbagai sektor sehingga pertumbuhan ekonomi yangdiharapkan dapat menolong bangsa ini keluar dari berbagai krisis ekonomi belum terwujud (Sinambela, 2006). Rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia sudah lama menjadi keluhan masyarakat. Para pengusaha mengeluh mengenai rumit dan mahalnya harga pelayanan, sementara masyarakat sering mengalami kesulitan untuk memperoleh akses terhadap pelayanan publik, sedangkan pelayanan publik pada hakikatnya dirancang dan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan membangun kinerja pelayanan publik yang baik, sesungguhnya pemerintah bisa membangun hubungan yang baik dengan masyarakat dan memperluas legitimasinya di mata publik (Policy Brief, 2001). Salah satu buah dari reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa pada tahun 199 8adalah dengan diberlakukannya otonomi daerah. Dengan otonomi daerah, maka harapan akan berubahnya bentuk pelayanan ke arah yang lebih baik menjadi terbuka. Karena salah satu


(56)

dari tujuan diberlakukannya otonomi daerah (menurut UU No. 22 Tahun 1999 dan sekarangdiubah dengan UU No. 32 Tahun 2004), adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Halini akan ditandai dengan berubahnya bentuk pelayanan, dari pelayanan yang sulit menjadi mudah, yang mahal menjadi murah, yang tadinya memakan waktu yang lama menjadi lebih cepat, dan yang jauh menjadi lebih dekat.Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran sertamasyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yangdilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada pendekatan paradigma rule government (legalitas) yang dalam prosesnya senantiasa menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan, atau mendasarkan pada pendekatan legalitas. Penggunaan paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa ini cenderungmengedepankan prosedur, urusan dan kewenangan, dan kurang memperhatikan proses, sertatidak melibatkan stakeholder baik di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat yang berkepentingan.Perubahan signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, menunjukkan indikasi membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, dan disisi lain menunjukkan adanya perubahan sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan menjadi lebih baik. Meningkatnya kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen top pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara untuk menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Tidak kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh menutup peluang dan/atau


(57)

mempersempit terjadinya peluang KKN, yang dewasa ini telah merebak disemua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi pelayanan.Dalam konteks pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pada jalur dan cara yang benar,memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan investasi dankegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat luas (masyarakat dan swasta).

Paradigma good governance sangat relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap mental dan perilaku aparat penyelenggara pelayanan, serta menumbuhkan kepedulian dan komitmen pimpinan dan aparat penyelenggara dalam memberikan pelayanan. Pelaksanaan kebijakan pelayanan publik yang dilandasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, sangat ditentukan oleh kepedulian dan komitmen pimpinan daerah dan aparat penyelenggaranya. Pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik, pelaksanaan kedua peran tersebut harus terintegrasi. Dalam memberikan pelayanan publik, Pemerintahan Daerah harus mengetahui dan memahami kebutuhan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat pemilihnya. Penyediaan pelayanan, disesuaikan dengan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah, artinya penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada aturan hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Daerah atau DPR. Dalam konteks di Indonesia, pengaturan pelayanan publik diatur dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pelaksanaannya diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan Sektoral, dan diantaranya dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004


(1)

Pembuatan KTP (Karta Tanda Penduduk) dan Akte kelahiran gratis yang akan segera diberlakukan di Kota Medan mendapat sambutan postif dari berbagai pihak. Camat dan Lurah di Kota Medan meminta sebelum di berlakukannya pembuatan KTP gratis tersebut, untuk segera dilakukan sosialisasi sampai ke tingkat bawah, sehingga tidak terjadi salah persepsi di masyarakat. Jadi, jangan sampai terjadi salah paham di masyarakat. Artinya untuk siapa saja KTP dan akte kelahiran gratis itu diberlakukan.

Sebagai bentuk kepedulian dan bukti pengabdian yang tulus kepada seluruh penduduk Kota Medan, Pemerintah Kota Medan setelah sebelumnya melakukan koordinasi dan rapat tertulis bersama Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan telah mengeluarkan sebuah kebijakan dalam rangka pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) gratis bagi penduduk Kota Medan yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Peraturan ini segera diberlakukan di Kota Medan menyusul disahkannya peraturan daerah (perda) tentang perubahan atas perda tentang retribusi biaya cetak pelayanan kependudukan oleh DPRD Kota Medan dalam Sidang Paripurna DPRD. Dalam perda disebutkan, bahwa pembuatan KTP gratis hanya berlaku untuk pembuatan KTP bagi para pemula, keluarga miskin dan penggantian KTP yang dilakukan dalam kurun waktu 14 hari setelah KTP lama masa berlaku habis. Demikian pula dengan pembuatan akte kelahiran, pembebasan hanya diberlakukan bagi WNI yang berdomisili di Kota Medan. Itupun hanya berlaku sepanjang 60 hari kerja sejak tanggal kelahiran bayi yang bersangkutan. Sedangkan untuk pembuatan surat keterangan tempat tinggal yang diminta oleh warga negara asing, tetap dikenakan retribusi sebesar Rp 250 ribu. Sedangkan surat keterangan tinggal sementara yang diminta oleh warga negara Indonesia yang berasal dari daerah lain retribusinya ditetapkan sebesar Rp 100 ribu. Dengan adanya


(2)

93

persayaratan-persayaratan seperti itu, maka diharapkan perda ini akan tetap mampu menjadi bagian dari mekanisme pengendalian penduduk pendatang di Kota Medan.


(3)

94

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan penulis dalam pembahasan terdahulu maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu:

1. Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menertibkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang PelaksanaanUU No. 23/2006 menjamin hak seorang/kelompok penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan hak-hak administrasi kependudukan seperti pencantuman kepercayaan dalam KTP, akta kelahiran, perkawinan dan dokumen kematian yang dijamin dalam UU No. 23/2006 tentang Adminduk. Ada juga payung hukum lain yakni Peraturan Presiden (Perpres) No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.

2. Implementasi Pelayanan Publik Administrasi Kependuduk an di Kota Medan belum sepenuhnya berjalan dengan baik diantaranya karena faktor komunikasi yang masih terhambat oleh fasilitas-fasilitas yang belum tersedia, sumber daya aparat pelaksana yang belum sepenuhnya melayani dengan baik, sikap yang


(4)

95

3. diperlihatka oleh petugas dalam melayani masyarakat, serta struktur birokrasi atau prosedur yang panjang dalam proses pembuatan KTP.

B. Saran

Berdasarkan apa yang telah diuraikan penulis dalam pembahasan terdahulu maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi saran yaitu:

1. Untuk meningkatkan kinerja Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (pembuatan KTP) di Kota Medan, agar kewenangan untuk mencetak formulir dan blanko KTP dilimpahkan ke Kecamatan sehingga lebih mudah melayani masyarakat yang membutuhkan, sedangkan pihak Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kupang, menerima laporan hasil pelaksanaannya saja.

2. Pelimpahan kewenangan ini juga memudahkan masyarakat dari segi biaya, karena mengingat jangkauan pelayanan Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kota Medan yang harus sampai ke kecamatan-kecamatan yang jauh, yang bahkan harus menggunakan angkutan laut untuk mencapainya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BKKSI. 2000. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Atap, Panduan Praktis.Depdagri. 2004.

Gasperz, Vincent. 2006. Total Quality Management (TQM), untuk Praktisi Bisnis dan Industri, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Heller Robert. 2002. Effective Leadership, Dian Rakyat, Jakarta ____________ 2000. Motivating People, Dian Rakyat, Jakarta ____________ 2006. Managing People, Dian Rakyat, Jakarta.

Jurnal Ilmiah, Admnistrasi Publik, Birokrasi Era Reformasi, Vol. V No 1, September 2004 –Februari 2005.

Jurnal Ilmu Pemerintahan, Penataan Kelembagaan Pemerintahan, Edisi 7, Tahun 2002,Penerbit, Masyarakat Ilmu Pemerintahan.

Jurnal Desentralisasi, Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia, Volume 5 No. 3,Tahun 2004.

Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia. 2006. Strategi Peningkatan KualitasPelayanan Publik, Jakarta, LAN, Jakarta.Lembaga Adminisrasi Negara Republik Indonesia. 2005. Penyusunan Standar OperatingProcedure, Jakarta, LAN, Jakarta.

McKevitt, David. 1998. Managing Core Public Services, Blockwell Publisher. Modul Pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Atap. Depdagri-Jakarta.

Osborne David, & Ted Gabler. 1996. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government),Pustaka Binawan Pressindo, Jakarta.


(6)

97

Sentana Aso. 2006. Exelent Service & Customer Satisfication, Elex Media Komputindo,Jakarta.

Sinambela., Lijan Poltak dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

PP No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan http://www.kependudukancapil.go.id/