Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Honorer Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Pemko Medan)

(1)

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN HONORER

DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(STUDI PEMKO MEDAN

)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi

Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

080200401

Rahmadsyah Putra Siregar

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN HONORER

DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(STUDI PEMKO MEDAN)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 080200401

RAHMADSYAH PUTRA SIREGAR

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP. 196002141987032002 Suria Ningsih, SH, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Suria Ningsih, SH, M.Hum

NIP. 196002141987032002 NIP. 197003171998031001 Amsali Sembiring, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DITINJAU DARI HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA *Rahmadsyah Putra Siregar **Suria Ningsih, SH, M.Hum ***Amsali Sembiring, SH, M.Hum

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan terhadap masalah penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan kota medan dan dilihat dari sudut pandang hukum administrasi negara. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan kota medan apabila dilihat dari hukum administrasi negara.

Berdasarkan judul skripsi ini maka penelitian berlokasi di kantor pemerintahan kota medan khususnya badan kepegawaian daerah kota medan. Metode penulisan ini digunakan dalam mencari data guna mendukung penulisan skripsi ini adalah metode penulisan normatif yang bersifat deskriptif. Sumber data yang diperoleh yaitu data primer yang diperolehlangsung dilapangan melalui wawancara dengan informan dari pihak pemerintah kota medan dan data sekunder berupa buku-buku, artikel baik dari Koran maupun media elektronik, kamus, peraturan pemerintah, dan Undang-Undang Kepegawaian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk Pelaksanaan penerimaan Pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan merupakan program pemerintah Medan dengan melakukan Asas-asas umum pemerintahan terutama transparansi dan akuntabilitas dalam melaksanakan pelaksanaan program kerja. Transparansi pemerintahan Kota Medan dalam melakukan proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer merupakan sebuah kebijakaan yang benar-benar terbuka kepada para calon pegawai negeri sipil maupun pegawai honorer, begitu juga dengan sistem penyeleksiannya yang diharapkan benar-benar melaksanakan secara transparan dan akuntabilitas. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat pandangan masyarakat bahwa pemerintahan Kota Medan memberikan pertanggung jawaban dalam melaporkan hasil pengumuman dalam proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan.

Kata Kunci : Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Honorer, Pemerintah Kota Medan, Hukum Administrasi Negara

*Rahmadsyah Putra Siregar **Suria Ningsih, SH, M.Hum ***Amsali Sembiring, SH, M.Hum


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Adapun judul skripsi ini adalah “Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Honorer Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Pemko Medan)”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan serta arahan-arahan kepada penulis di dalam proses penulisan skripsi ini.


(5)

6. Bapak Amsali Sembiring, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak Makdin Munthe, SH, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.

8. Ibu Mariati Zendrato, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Bapak Parlaungan Hasibuan, selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pemko Medan yang telah banyak memberikan dukungan, bantuan, motivasi serta informasi dan data kepada penulis di dalam proses penyelesaian skripsi ini hingga skripsi ini dapat selesai.

10.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan juga penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda H. Hermansyah Putra Siregar dan Ibunda Hj. Murberina Bugis, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan bantuan yang tak terhingga nilainya serta juga selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Nenek penulis tersayang Hj. Lamria Pangaribuan yang telah banyak memberikan kasih sayang, nasehat dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(6)

12.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Kakanda dan Adinda penulis tersayang Dr. Putri Wulandari, Anisa Putri, yang telah menjadi motivator dan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh temn-teman penulis khususnya teman-teman stambuk 2008 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara : Rendi Kurniawan, M. Fahrul Rozi Simatupang, Indri Aritonang, Andika Wahyudi, Yudistira Reza Ananda, Tedi, Musa Ibrahim, Panji Septo, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

14.Terima kasih juga kepada sahabat terdekat penulis Vanisa Tania yang telah menjadi motivator dan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

15.Dan semua pihak yan telah membantu penulis di dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang,

Besar harapan penulis bahwa skripsi ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Januari 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Keaslian Penulisan... 11

F. Tinjauan Kepustakaan ... 12

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN ... 18

A. Pemerintahan Kota Medan ... 18

A.1. Gambaran Umum Pemerintahan Kota Medan ... 18

A.2. Kewenangan Pemerintah Kota Medan ... 23

B. Pengertian Pegawai Negeri dan Pegawai Honorer ... 27

B.1. Pengertian Pegawai Negeri ... 27

B.1.1. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil ... 31

B.1.2. Fungsi Pegawai Negeri Sipil ... 32

B.1.3. Manajemen Kepegawaian dan Proses Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil ... 33

B.2. Pengertian Pegawai Honorer dan Proses Pengangkatan Pegawai Honorer ... 36

B.2.1. Pengertian Pengawai Honorer ... 36


(8)

BAB III KAJIAN PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL, PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DITINJAU

DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ... 41

A. Hukum Administrasi Negara... 41

A.1. Pengertian Hukum Administrasi Negara ... 41

B. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik ... 44

B.1. Fungsi dan Arti Penting AAUPB ... 46

B.2. Macam-Macam AAUPB ... 47

C. Teori Kewenangan ... 50

D. Transparansi dan Akuntabilitas ... 56

D.1. Konsep dan Pengertian Transparansi ... 56

D.2. Konsep dan Pengertian Akuntabilitas ... 60

E. Proses Penerimaan Pegawai Negeri dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan ... 64

E.1. Proses Penerimaan Pegawai Negeri di Pemerintahan Kota Medan ... 64

E.2. Proses Penerimaan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan ... 70

BAB IV MANFAAT ADANYA TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS TERHADAP PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN ... 77

A. Manfaat adanya Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91


(9)

ABSTRAK

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DITINJAU DARI HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA *Rahmadsyah Putra Siregar **Suria Ningsih, SH, M.Hum ***Amsali Sembiring, SH, M.Hum

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan terhadap masalah penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan kota medan dan dilihat dari sudut pandang hukum administrasi negara. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan kota medan apabila dilihat dari hukum administrasi negara.

Berdasarkan judul skripsi ini maka penelitian berlokasi di kantor pemerintahan kota medan khususnya badan kepegawaian daerah kota medan. Metode penulisan ini digunakan dalam mencari data guna mendukung penulisan skripsi ini adalah metode penulisan normatif yang bersifat deskriptif. Sumber data yang diperoleh yaitu data primer yang diperolehlangsung dilapangan melalui wawancara dengan informan dari pihak pemerintah kota medan dan data sekunder berupa buku-buku, artikel baik dari Koran maupun media elektronik, kamus, peraturan pemerintah, dan Undang-Undang Kepegawaian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk Pelaksanaan penerimaan Pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan merupakan program pemerintah Medan dengan melakukan Asas-asas umum pemerintahan terutama transparansi dan akuntabilitas dalam melaksanakan pelaksanaan program kerja. Transparansi pemerintahan Kota Medan dalam melakukan proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer merupakan sebuah kebijakaan yang benar-benar terbuka kepada para calon pegawai negeri sipil maupun pegawai honorer, begitu juga dengan sistem penyeleksiannya yang diharapkan benar-benar melaksanakan secara transparan dan akuntabilitas. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat pandangan masyarakat bahwa pemerintahan Kota Medan memberikan pertanggung jawaban dalam melaporkan hasil pengumuman dalam proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan.

Kata Kunci : Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Honorer, Pemerintah Kota Medan, Hukum Administrasi Negara

*Rahmadsyah Putra Siregar **Suria Ningsih, SH, M.Hum ***Amsali Sembiring, SH, M.Hum


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat dimulainya era otonomi daerah, tiap-tiap pemerintahan daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota menggerakkan roda pemerintahan dan perekonomiannya dengan mandiri dan penuh dengan kreatifitas. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1

Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat.


(11)

analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah.2

Pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue yang menonjol dalam pengelolaan administrasi publik yang muncul sekitar dua dasa warsa yang lalu. Tuntutan kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan adalah sejalan dengan kemajuan tingkat pengetahuan serta pengaruh globalisasi. Di dalam rumusan Pasal 3 UU. Nomor 28 Tahun 19993

Pekerjaan PNS saat ini diminati oleh sebagian besar pencari kerja. Di Indonesia menjadi seorang PNS bisa jadi sebuah impian untuk hampir semua pencari kerja. PNS sangat menarik karena adanya kepastian seperti gaji, keberlangsungan pekerjaan, dan pensiunan. Di dalam organisasi birokrasi tidak hanya terdapat Pegawai Negeri Sipil yang memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi terdapat pegawai honorer yang membantu PNS dalam melaksanakan tugas birokrasi. Tenaga honorer menurut PP No 48 tahun 2005 Jo. PP 43 tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain

, telah secara tegas dan limitatif diatur prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik atau lebih dikenal dengan istilah good governance. Kesemua prinsip-prinsip good governance harus menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangan penerimaan CPNS, khususnya prinsip transparansi dan akuntabilitas.

2

Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN., hlm. 22

3


(12)

dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada isntansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD.4

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang pengadaan CPNS dari tenaga honorer serta Surat Edaran (SE) Menteri PAN dan RB Nomor 5 Tahun 2010 tentang pendataan tenaga honorer yang bekerja di lingkungan pemerintah, telah menimbulkan efek Pemerintah telah membagi tenaga honorer ke dalam dua kategori. Pertama, honorer kategori I (K1), yakni yang diangkat sebelum 1 Januari 2005 dan mendapat honor dari APBN/APBD, atau sering disebut honor daerah (Honda). Kedua, honorer kategori II (K2) yakni honorer yang gajinya tidak bersumber dari APBN/APBD. Media massa menyatakan, proses verifikasi honorer K1 sudah rampung dan akan diangkat tahun ini.Sedangkan honorer K2 jumlahnya sekitar 640 ribu orang. Pengangkatan honorer K2 sebagai CPNS paling banyak 30 persen dari jumlah tersebut dan harus melalui proses seleksi antar tenaga honorer.

Walaupun verifikasi honorer K1 telah rampung, namun pada kenyataannya proses pengangkatan honorer masih menyisakan masalah. Hingga kini belum ada kejelasan nasib honorer K1 yang tidak lolos seleksi. Hal ini ditambah dengan berkembangnya kabar pemalsuan data honorer. Sebuah media cetak memberitakan ada dugaan pemalsuan data honorer K1 yang lulus verifikasi dan validasi (verval). Dari 251 tenaga honorer Pemko Medan yang lolos verval, beberapa data tenaga honorer ditemukan data tahun pengangkatan yang diusulkan tidak sesuai dengan data sebenarnya.


(13)

yang besar bagi peningkatan jumlah honorer di daerah. Harian Kompas menyebutkan sejumlah pemerintah daerah diduga merekayasa jumlah guru honorer dengan memanfaatkan kesepakatan antara pemerintah pusat dengan DPR agar guru honorer yang bertugas sebelum 1 Januari 2005 diangkat sebagai PNS.5

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Walikota diberi wewenang baik secara terikat maupun wewenang bebas untuk mengambil keputusan-keputusan untuk melakukan pelayanan umum, wewenang terikat artinya segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan aturan dasar, sedangkan wewenang bebas artinya pemerintah secara bebas menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan karena aturan dasarnya memberi kebebasan kepada penerima wewenang

Sebelumnya diperkirakan, jumlah honorer K1 berjumlah sekitar 54.000 orang. Namun, saat dilakukan verifikasi pada 31 Januari 2011, jumlah tenaga honorer yang diajukan pemerintah daerah meningkat lebih dari 150.000 orang. Modus yang banyak dilakukan adalah mengubah surat keputusan (SK) penugasan sebagai honorer, seolah-olah sebelum 1 Januari 2005, sehingga terbuka peluang menjadi PNS. Akibatnya, jumlah tenaga honorer yang diusulkan menjadi PNS membengkak. Tragisnya, ada honorer yang sudah lama bekerja jauh sebelum 2005 malah tidak diangkat. Sementara yang baru menjadi honorer langsung diangkat karena memiliki koneksi birokrasi di daerah.

6

5

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang pengadaan CPNS

6

Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta, hlm 59-60

. Ketika kita melihat kondisi pemerintahan Kota Medan maka dalam pengangkatan pegawai honorer dan


(14)

pegawai negeri sipil juga merupakan wewenang perintah Kota Medan yang tetap berkoordinasi ke pada pemerintah pusat.

Wewenang pemerintah tersebut adalah penyelenggaraan pembangunan di segala aspek termasuk didalamnya adalah pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan tenaga honorer di daerah. Hal ini sesuai dengan amanat dari Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU No. 32 Tahun 2004). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 memberikan hak otonomi kepada daerah untuk mengatur urusan pemerintahan di daerah. hal ini dapat dilihat pada Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah yang menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :7

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. 2. Memilih pimpinan daerah

3. Mengelola aparatur daerah 4. Mengelola kekayaan daerah

5. Memungut pajak dan retrebusi daerah

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


(15)

Selain UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur urusan pemerintahan, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (yang selanjutnya disebut PP No. 38 Tahun 2007), juga mengatur tentang pembagian urusan pemerintahan. Pada Bab III tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pasal 5 ayat (1) menyatakan : Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). Kewenangan pemerintah berdasarkan Pasal 2 ayat (2) adalah : Politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama, sedangkan yang menjadi urusan pemerintahan adalah : Pasal 2 ayat (4) menyatakan : Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi :8

1. Pendidikan 2. Kesehatan

3. Pekerjaan Umum 4. Perumahan 5. Penataan Ruang

6. Perencanaan Pembangunan 7. Perhubungan

8. Lingkungan Hidup 9. Pertahanan

8

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah


(16)

10.Kependudukan dan Catatan Sipil

11.Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 12.Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera 13.Sosial

14.Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian 15.Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 16.Penanaman Modal

17.Kebudayaan dan Pariwisata 18.Kepemudaan dan Olah Raga

19.Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

20.Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian

21.Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 22.Statistik

23.Kearsipan 24.Perpustakaan

25.Komunikasi dan Informatika 26.Pertanian dan Ketahanan Pangan 27.Kehutanan

28.Energy dan Sumber Daya Mineral 29.Kelautan dan Perikanan

30.Perdagangan 31.Perindustrian


(17)

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil di daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (selanjutnya disebut UU No. 43 Tahun 1999).

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 43 Tahun 1999 menyatakan9

a. Pegawai Negeri Sipil :

ayat (1): Pegawai Negeri terdiri dari :

b. Anggota Tentara Nasional Indonesia

c. Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia

ayat (2): Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.

ayat (3): Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

Manajemen Kepegawaian yang mengatur mengenai Pegawai Negeri Sipil diatur pada UU No. 43 Tahun 1999 sedangkan pegawai yang tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah. Perekrutan terhadap tenaga honorer secara hukum memang diatur tetapi masih bersifat terbatas, kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam hal ini

9


(18)

Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 (yang selanjutnya disebut PP No. 48 tahun 2005) yang sekarang sudah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Salah satu masalah tenaga honorer ini adalah ketika diterbitkannya PP No. 48 Tahun 2005 pada Pasal 8 yang menyatakan : “Sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di Lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Permasalahan yang penulis temukan adalah pengangkatan tenaga honorer di daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan masa kerja dari tenaga honorer.10

B. Perumusan Masalah

Dari pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut dengan judul “PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA”

Adapun masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di Pemerintahan Kota Medan?


(19)

2. Bagaimana Penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di Pemerintahan Kota Medan ditinjau dari Hukum Administrasi Negara?

3. Bagaimana manfaat adanya transparansi dan akuntabilitas penerimaan pegawai negeri sipil dan pegawai honorer di Pemerintahan Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses penerimaan pegawai negeri dan pegawai honorer di pemerintahan Kota Medan.

2. Untuk mengetahui proses penerimaan pegawai negeri dan pegawai honorer di pemerintahan Kota Medan ditinjau dari Hukum Administrasi Negara.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai penerimaan pegawai negeri sipil dan Pegawai Honorer ditinjau dari Hukum Administrasi Negara di Pemerintahan Kota Medan.


(20)

2. Secara Praktis

a. Agar masyarakat mengetahui bagaimana penerimaan pegawai negeri sipil dan pegawai honorer di Pemerintahan Kota Medan Ditinjau dari Hukum Admininstrasi Negara.

b. Agar mahasiswa fakultas hukum khususnya dan mahasiswa-mahasiswa umumnya mengetahui bagaimana penerimaan pegawai negeri sipil dan pegawai honorer di Pemerintahan Kota Medan Ditinjau dari Hukum Admininstrasi Negara.

c. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap penerimaan pegawai negeri sipil dan pegawai honorer di Pemerintahan Kota Medan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul tentang “Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan ditinjau dari Hukum Administrasi Negara” adalah karya dari penulis. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, penulis telah melakukan pengecekan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU) untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU).

Ditinjau dari materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini, sejauh ini belum pernah didapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada penulisan skripsi ini. Bila ternyata dikemudian hari diketemukan skripsi yang


(21)

sama, penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan

Nuansa profesionalisme dalam sistem rekruitmen PNS tuntutannya semakin tinggi. Konsep teori “The Right Man on The Right Place” ingin diwujudkan dan menjadi agenda reformasi dan birokrasi pemerintahan. Aplikasinya, dilakukanlah perubahan peraturan penyelenggaraan pemerintah daerah dengan menetapkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab dan dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Dan sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974; Jo.

Undang-Undang Dasar Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian bahwa diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam penyelesaian tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Di dalam organisasi birokrasi tidak hanya terdapat Pegawai Negeri Sipil yang memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi terdapat pegawai honorer yang membantu PNS dalam melaksanakan tugas birokrasi. Tenaga honorer menurut PP


(22)

No 48 tahun 2005 Jo. PP 43 tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada isntansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD.

Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah. Belum adanya sistem pengelolaan pegawai honorer daerah secara nasional, telah mendorong pemerintah daerah berinisiatif mengangkat pegawai honorer daerah dengan alasan kebutuhan unit kerja walaupun rekruitmennya dilakukan tanpa mekanisme standar seleksi yang benar.

2. Kajian Hukum Administrasi Negara Mengenai Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan.

Dalam hukum administrasi negara kita mengenal yang namanya asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). AAUPB dalam sistem hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis. Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah faham, sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “asas” dan “norma” itu terdapat perbedaan. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun merupakan asas, namun tidak


(23)

semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkrit atau tertuang secara tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi hukum.

AAUPB terdiri dari asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintah, asas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, asas kesamaan dalam pengambilan keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, dan asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi. Koentjoro menambahkan dua asas lagi, yakni: asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum.

Di AAUPB dikenal dengan yang namanya wewenang Dengan adanya wewenang maka pemerintah pusat maupun daerah dapat melakukan tindakan hukum pemerintahan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara karena didalamnya terkandung hak dan kewajiban dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan adanya kewenangan ini maka pemerintah daerah khususnya dapat mengatur daerahnya baik dalam hal urusan rumah tangga daerah, aparatur pemerintahan daerah, mengelola kekayaan alamnya, dll.


(24)

G. Metode Penelitian

Salam melakukan penulisan skripsi ini data merupakan dasar utama, agar tujuan dapat lebih terarah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif, karena penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.11 Pada penelitian hukum normative data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.12

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam hal ini berusaha mengumpulkan data-data melalui sarana kepustakaan, yakni dengan cara mempelajari dan menganalisis secara sistematik buku-buku, peraturan-peraturan, dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penulisan langsung mengadakan penelitian lapangan yaitu dengan mengadakan penelitian ke Pemerintahan Kota Medan dengan mengadakan

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada:2003) hlm. 14

12


(25)

wawancara sejumlah pertanyaan dan memperoleh data yang langsung berhubungan dengan judul skripsi.

3. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kuantitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analisis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan. Dalam bab ini berisi tentang Pengertian Pegawai Negeri, Pengertian Pegawai Honerer, Pengertian Hukum Administrasi Negara, tentang Pemerintahan Kota Medan dan


(26)

kewenangan pemerintahan dalam mengangkat Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer.

BAB III : Kajian Penerimaan Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan ditinjau dari Hukum Administrasi Negara. Dalam bab ini berisi tentang ciri-ciri hukum administrasi negara, asas-asas umum pemerintahan yang baik, transparansi dan akuntabilitas, asas transparansi, asas akuntabilitas, penerimaan pegawai negeri sipil dan pegawai honorer di pemerintahan Kota Medan.

BAB IV : Apakah manfaat adanya Transparansi dan Akuntabilitas terhadap penerimaan pegawai negeri sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan. Dalam bab ini berisi tentang, manfaat adanya Transparansi dan Akuntabilitas terhadap Penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer di Pemerintahan Kota Medan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA


(27)

BAB II

PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN

A. Pemerintahan Kota Medan

A.1. Gambaran Umum Pemerintahan Kota Medan13

13

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain.

Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

2013 pukul 9.25 wib.


(28)

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, WaliKota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat WaliKota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II


(29)

Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara-nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.

Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(30)

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.


(31)

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan. UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah WaliKota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:


(32)

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota. Dalamkaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :

(1) Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

(2) Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:

• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.

• Kewenagan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Bersasarkan fungsi dan kewenagan tersebut, WaliKota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.

A.2. Kewenangan Pemerintah Kota Medan

Harus diakui UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyararakat lokal, yang


(33)

menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofis, implimentasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Adanya keleluasan melaksanakan otonomi daerah, tercermin dari pola pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Semangat Undang-Undang Nomor 32 Thn. 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek- aspek yang sangat terbatas seperti politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. Untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi Pemerintah Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban Pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha, berdasarkan kewenangan dan bidang-bidang wajib yang dilaksanakan Pemerintah Kota. Secara terus menerus, Pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan Pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu


(34)

menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat lokal, nasional dan asing.

Diberlakukannya Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas, fungsi dan peran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut berkonsekuensi, masing- masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah.14

14

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif.

Untuk mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya. Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber pendapatan pokok, yaitu : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Lain- lain penerimaan yang sah. Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat didominasi sektor sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota Medan, pungutan pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan kesejahteraan umum (redistribusi pendapatan) dari pada sekedar budgeter.


(35)

Walaupun ada kecenderungan peningkatan volume dalam PAD, namun diakui 70% sumber penerimaan Kota Medan di sektor publik masih berasal dari alokasi pusat (dana perimbangan/dana alokasi umum). Hal yang menggembirakan dalam hal pembiayaan pembangunan kota adalah, jika sebelumnya sebagian besar program pembangunan yang disediakan oleh pemerintah pusat dialokasikan dalam bentuk dana Inpres (regional) maupun dana DIP (sektoral), maka saat ini sebagian besar sudah dalam bentuk bantuan spesifik (specific blok grant), dan blok grant yang lansung diterima dan dikelola oleh daerah.

Pemanfaatan sebagian besar dana perimbangan tersebut oleh Pemerintah Kota Medan digunakan untuk pengembangan jaringan infrastruktur kota terpadu, termasuk pemeliharaannya. Dengan keterpaduan tersebut infrastruktur yang dibangun benar-benar memperlancar arus barang dan jasa antar daerah sehingga dapat menggerakkan kegiatan sosial ekonomi warga Kota Medan. Kegiatan ekonomi yang berkembang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota dalam pembiayaan pembangunan kota, sekaligus memperkecil ketergantungan Pemerintah Kota kepada Pemerintah Pusat.

Diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 ternyata telah membawa perubahan, baik secara filosofis maupun administratif penyelenggaraan Pemerintahan Kota. Secara filosofis, diberlakukannya Undang-Undang tersebut membawa implikasi bahwa :

• Semua persoalan diselesaikan di tingkat lokal.

• Semua daerah harus berkembang dengan prakarsa, kreativitas dan inovasi daerah masing- masing.


(36)

• Merubah pandangan kesatuan, dari yang semula harus sama menjadi pengakuan adanya keanekaragaman, sebagai potensi bangsa/daerah.

• Adanya pergeseran dari yang semula dominasi Eksekutif menjadi keseimbangan dengan Legislatif.

• Perlunya partisipasi masyarakat yang dinamis dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan kota.

Secara administratif, otonomi daerah juga dimaknai adanya pergeseran kewenangan dari yang semula dominasi pusat kepada daerah, dan dari yang semula dominasi daerah kepada masyarakat. Adanya perubahan fundamental tersebut, menjadikan adanya perubahan dalam strategi pembangunan kota yang dijalankan termasuk oleh pemerintah Kota Medan. Perubahan tersebut juga harus dimaksimalkan adanya pergeseran dalam paradigma pembangunan kota.

B. Pengertian Pegawai Negeri dan Pegawai Honorer B.1. Pengertian Pegawai Negeri

Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang makin penting, meskipun negara Indonesia menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu yang mulia, tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut. Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan.


(37)

Thoha memberikan pengertian bahwa pegawai adalah orang orang yang telah memenuhi syarat tertentu diangkat dan ditempatkan atau ditugaskan dan dipekerjakan dalam jajaran organisasi formal untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan atas prestasi atau hasil kerja diberikan imbalan berupa gaji.15

Kranenburg dalam Sri Hartani, dkk memberikan pengertian dari pegawai negeri, yaitu pejabat yang ditunjuk. Jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen,

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut.

Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Musanef yang mengatakan bahwa pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

15

Thoha, Miftah, 1986. Administrasi Kepegawaian Daerah. Ghalia Indonesia: Jakarta, hlm 6


(38)

presiden, dan sebagainya.16

1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan sehingga mereka mampu bekerja secara efektif. Dari beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai berikut:

2. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.

3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja (majikan).

4. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses penerimaan.

5. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja).

Dalam UU Nomor 43 Tahun 1999, tentang pokok-Pokok Kepegawaian pada pasal (1) ayat (10) menyebutkan bahwa PNS adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

16


(39)

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 5 juga tercantum bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat, berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil adalah :

1. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan 2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas negara lainnya. 4. Diberi gaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya disebutkan jenis pegawai yaitu :

1. Pegawai Negeri Sipil

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil, terdiri dari :

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat. Pegawai Negeri Sipil pusat adalah pegawai yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada departemen, Lembaga Pemerintah non departemen, lembaga tertinggi/Tinggi Negara, instansi vertikal propinsi/kabupaten/ kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.


(40)

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi /kabupaten/kota yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah daerah atau dipekerjakan diluar instansi induk dan gajinya dibebankan oleh instansi yang menerima perbantuan.

Disamping pegawai negeri, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai negeri tidak tetap, yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

B.1.1. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Undang-Undang No 43 tahun 1999 pasal 3 menyebutkan bahwa :17

1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan.

2. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengurus semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.


(41)

3. Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Pegawai negeri mempunyai peranan yang amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan Negara.

B.1.2. Fungsi Pegawai Negeri Sipil

Pemerintahan Negara RI menganut sistem Fundamental, ini terwujud dengan adanya berbagai departemen, lembaga pemerintah non departemen yang masing-masing melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berbeda, tapi mempunyai tujuan yang sama yaitu: mencapai tujuan nasional. Dengan demikian bisa dilihat dari tugas yang diemban oleh setiap pegawai negeri maka mereka mempunyai peredaran fungsi yang sesuai dengan instansi tempat mereka bekerja.

Fungsi Pegawai Negeri erat hubungannya dengan kedudukan pegawai negeri sipil dimana fungsi pegawai negeri sebagai unsur penggerak organisasi atau lembaga pemerintahan, peraturan dengan terciptanya ketatalaksanaan yang tertib, efektif, dan efisien serta mengolah kelengkapan milik pemerintah atau Negara. Di samping itu, selaku warga negara biasa yang hidup dan berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat, Pegawai Negeri Sipil berfungsi pula sebagai pemberi teladan dan panutan setiap gerak langkah dalam usaha pembangunan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.


(42)

Selain itu Pegawai Negeri Sipil memiliki tiga fungsi yang melekat padanya. Fungsi tersebut adalah sebagai Abdi Negara, Aparatur pemerintah serta pelayan masyarakat. Dalam kedudukan sebagai Abdi Negara seorang Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara yang harus tetap menunjukkan pengabdiannya. Misalnya saat ada perbedaan di masyarakat, ia harus berusaha untuk bisa mensinergikan perbedaan tersebut.

Selanjutnya, sebagai aparatur pemerintah, Pegawai negeri Sipil merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. Untuk itu saat terjadi perbedaan, jangan hanya berbangga dengan perbedaan yang ada, karena masih ada misi yang lebih penting, yaitu mensinergikan perbedaan menjadi satu kesatuan. Terakhir adalah sebagai pelayan masyarakat. PNS harus bisa mengoptimalkan pengabdian, karena posisi PNS sangat strategis untuk mencapai kesejahteraan baik kesejahteraan untuk pribadi maupun negara.

B.1.3. Manajemen Kepegawaian dan Proses Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil

Manajemen kepegawaian merupakan paduan kata manajemen dan kepegawaian yang masing-masing mempunyai arti dan berdiri sendiri. Manajemen adalah melaksanakan perbuatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain, sedangkan kepegawaian adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan kepegawaian.

John B dan Minier dalam Moekijat, manajemen kepegawaian adalah suatu proses untuk mengembangkan, menerapkan dan menilai


(43)

kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi.18 Selanjutnya Nitisemito mengemukakan manajemen kepegawaian sebagai suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain: planning, organizing, controlling, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan.19

Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia. Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi,

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen kepegawaian merupakan suatu seni dan ilmu yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa manajemen kepegawaian itu memang penting dalam organisasi yang mempunyai andil yang cukup penting karena menyangkut manusia yang akan menentukan arah kemajuan dan kesuksesan dalam suatu organisasi. Dalam manajemen pegawai tentu dibahas mengenai pengadaan pegawai yang biasa disebut dengan rekruitmen. Pada dasarnya rekruitmen dilakukan untuk mengisi kebutuhan organisasi akan tenaga kerja/karyawan yaitu untuk menduduki jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi yang masih kosong.

18

Moekijat, Manajemen Kepegawaian. Mandar Maju: Jakarta 1989, hlm. 5 19


(44)

yakni proses untuk menentukan kandidat yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan.

Terkait dengan rekruitmen dalam Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang pengadaan PNS disebutkan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan rekruitmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dilaksanakan.20

Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Langkah-langkah dalam perekrutan pegawai dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlaku disetiap perusahaan, organisasi ataupun instansi. Perbedaan tercermin dari nilai-nilai apa yang menjadi panutan. Suatu perusahaan berbeda dengan yang lain dan akan mempengaruhi setiap kebijakan penerimaan atau rekrutmen pegawai baru. Kebijakan-kebijakan yang bersifat politis dari kalangan birokrat/penguasa juga akan mempengaruhi perekrutan tersebut.

B.2. Pengertian Pegawai Honorer dan Proses Pengangkatan Pegawai Honorer

B.2.1. Pengertian Pengawai Honorer


(45)

Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah.

Tenaga honorer menurut PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD, dapat dilihat :21

• Penghasilan tenaga honorer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Misalnya, dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/ pembinaan yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau yang dibiayai dari retribusi.

21


(46)

• Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 1, sedangkan tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 2.

B.2.2. Prioritas Pengangkatan Tenaga Honorer

Prioritas pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS berdasarkan PP No.48 tahun 2005 Jo. PP No.43 Tahun 2007 yaitu sebagai berikut:

• Pasal 3

1. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai:

a. guru;

b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;

c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

2. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan

b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus.


(47)

4. Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

• Pasal 4

1. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi.

2. Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada Pasal 4 Ayat (1) tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia lebih tinggi.

Dalam hal terdapat tenaga honorer yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pengertian “menjelang usia 46 (empat puluh enam) tahun” yaitu apabila dalam tahun anggaran berjalan yang bersangkutan tidak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat


(48)

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil karena telah berusia lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada pasal 4 (2), Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baru dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun Anggaran 2009.

Dengan demikian, apabila masih terdapat tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah belum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sampai Tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tidak dapat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Apabila sebelum Tahun 2009 secara nasional tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah selesai seluruhnya diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bekerja pada instansi pemerintah dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebijakan nasional, berdasarkan formasi, analisis kebutuhan riil, dan kemampuan keuangan negara.


(49)

BAB III

KAJIAN PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL, PEGAWAI HONORER DI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DITINJAU

DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Hukum Administrasi Negara

A.1. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Ada berbagai istilah didalam penyebutan Hukum Administrasi Negara yang merupakan terjemahan dari Administratiefrecht yang dikenal di Negara Belanda, Verwaltungsrecht di Jerman, Droit Administratif di Perancis, Administratif Law di negara Inggris dan Amerika. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dahulu merupakan bekas jajahan Belanda, sehingga Hukum Administrasi Negara Indonesia merupakan terjemahan dari Administratiefrecht. Untuk menerjemahkan Administratiefrecht dari Hukum Belanda ini para ahli hukum di Indonesia belum ada kata sepakat. Baru setelah dikeluarkannya UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh para ahli.

Pengertian Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan nulis menulis, catat-mencatat, surat-menyurat, ketik mengetik serta penyimpanan dan pengurusan masalah-masalah yang hanya bersifat teknis ketata-usahaan belaka. Jadi pengertian Administrasi dalam arti sempit sama artinya dengan tata usaha.Administrasi dalam arti luas menurut Leonard D. White adalah suatu proses


(50)

yang umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, negara atau swasta sipil atau militer, usaha yang besar atau kecil.22

Menurut C.S.T Kansil ada 3 pengertian administrasi yaitu23

1. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau instansi politik (kenegaraan) artinya meliputi organ yang berada di bawah pemerintah, mulai dari Presiden, Menteri (termasuk Sekjen, Irjen, Gubernur, Bupati dan sebagainya) pokoknya semua organ yang menjalankan administrasi negara ;

:

2. Sebagai fungsi atau sebagai aktifitas yaitu sebagai kegiatan pemerintahan artinya sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara ;

3. Sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-Undang meliputi tindakan aparatur negara dalam menjalankan Undang-Undang.

Menurut Utrecht dalam buku Pengantar Hukum Administrasi Negara dalam Teori Sisa (Residu Theory), administrasi negara sebagai complex

ambten/apparaat atau gabungan jabatan-jabatan administrasi yang berada

dibawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian tugas pemerintah yang tidak ditugaskan pada badan peradilan dan pembuat Undang-Undang dan badan pemerintah yang lebih rendah.24 Menurut G. Pringgodigdo, pengertian Hukum Administrasi Negara mencakup 3 (tiga) unsur yaitu:25

22

Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management, Gunung Agung, Jakarta. 1980, hlm. 2

23

Marbun, S.F. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta. 2001, hlm. 8.

24

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Padjajaran, Bandung, 1960, hlm. 7.

25


(51)

1. Hukum Tata Pemerintahan (HTP) yaitu eksekutif atau aktivitas eksekutif atau tata pelaksanaan Undang-Undang,

2. Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam arti sempit yaitu tentang tata pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara di maksudkan, segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan Undang-Undang sebagai urusan negara); dan

3. Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) yang berkait dengan surat menyurat atau kearsipan.

Sedangkan E. Utrecht mengemukakan bahwa Hukum Adminsitrasi Negara itu mempunyai objek sebagai berikut :

1. Sebagian hukum mengenai hubungan hukum antara alat perlengkapan negara yang satu dengan alat perlengkapan negara yang lain.

2. Sebagian aturan hukum mengenai hubungan hukum antara perlengkapan negara dengan perseorangan privat. HAN juga adalah perhubungan-perhubungan hukum istimewa yang diadakan sehingga memungkinkan para pejabat negara melakukan tugasnya yang istimewa

Dengan kata lain bisa di kemukakan bahwa objek Hukum Administrasi Negara adalah semua perbuatan yang tidak termasuk tugas mengadili, meskipun mungkin tugas itu dilakukan oleh badan di luar eksekutif; bagi HAN yang penting bukan siapa yang menjalankan tugas itu tetapi adalah masuk ke (bidang) manakah tugas itu. Hukum Administrasi Negara merupakan himpunan peraturan-peraturan istimewa.


(52)

B. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Menurut Ridwan HR Pemahaman mengenai AAUPB tidak hanya dapat dilihat dari segi kebahasaan saja namun juga dari segi sejarahnya, karena asas ini timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat, bebas dari kedzaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.26

a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum Administrasi Negara.

Definisi AAUPB menurut hasil penelitian Jazim Hamidi, antara lain :

b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan atau beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.

c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digalidalam praktik kehidupan di masyarakat.


(53)

d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif.27

Konsepsi AAUPB menurut Crince le Roy yang meliputi: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintah, asas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, asas kesamaan dalam pengambilan keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, dan asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi. Koentjoro menambahkan dua asas lagi, yakni: asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Hadjon mengatakan AAUPB yang telah mendapat pengakuan dalam praktek hukum di Belanda, yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan (motivasi), larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.28

Berdasarkan pendapat tersebut tampak bahwa kedudukan AAUPB dalam sistem hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis. Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah faham, sebab dalam konteks ilmu hukum telah dikenal bahwa antara “asas” dan “norma” itu terdapat perbedaan. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun merupakan asas, namuntidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkrit atau tertuang

27

Nomensen Sinamo S.H, M.H. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010). hal. 142

28

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008), hal. 270


(54)

secara tersurat dalam pasal undang-undang serta mempunyai sanksi hukum.29 Oleh karena itu Jazim Hamidi menyatakan bahwa sebagian AAUPB masih merupakan asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum.30

1. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat suamir, samar atau tidak jelas.

B.1. Fungsi dan Arti Penting AAUPB AAUPB memiliki arti penting sebagai berikut :

2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986.

3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.

4. Kecuali itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang.31

29

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 237

30


(55)

B.2. Macam-Macam AAUPB

Macam-macam AAUPB yaitu sebagai berikut : 1. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Sedangkan aspek yang bersifat formal terkait pada keputusan-keputusan yang menguntungkan, dan harus disusun dengan kata-kata yang jelas.

2. Asas keseimbangan

Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.

3. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan

Asas ini menghendaki agar badan pemerintah mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. 4. Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan

Asas ini menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara.


(56)

5. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan

Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin alasan atau motivasi itu tercantum dalam keputusan.

6. Asas Tidak mempercampuradukkan Kewenangan

Asas tidak mempercampuradukkan ini menghendaki agar pejabat tata usaha negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.

7. Asas Permainan yang Layak (fair play)

Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.

8. Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi

Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas perlindungan pribadi setiap pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjujung tinggi dalam melindungi hak asasi setiap warga negara.


(57)

9. Asas Kebijaksanaan

Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan Tanpa harus terpaku pada peraturan perundang-undangan formal.

10.Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum

Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum yakni kepentingan yang mencangkup semua aspek kehidupan orang banyak.32

1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28/1999 menyebutkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:

2. Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

32

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal.244


(58)

tentang penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.33

C. Teori Kewenangan

Kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence bevoegdheid), wewenang berasal dari kata wenang yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia wenang (wewenang) diartikan sebagai hak dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu), sedangkan kewenangan juga diartikan sama.34

33

Lutfi Effendi, S.H., M.HUM, Pokok-Pokok Hukum Administrasi. (Malang: Bayumedia Publishing, 2004). hal. 8

34

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1987, hlm. Dalam bukunya Ridwan HR tentang Hukum Adminitrasi Negara, H.D Stout mengatakan wewenang merupakan pengertian dari hukum organisasi pemerintahan yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan


(59)

dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.

Dengan adanya wewenang maka pemerintah pusat maupun daerah dapat melakukan tindakan hukum pemerintahan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam kajian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara karena didalamnya terkandung hak dan kewajiban dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan adanya kewenangan ini maka pemerintah daerah khususnya dapat mengatur daerahnya baik dalam hal urusan rumah tangga daerah, aparatur pemerintahan daerah, mengelola kekayaan alamnya, dll.

Menurut F.P.C.L Tonnaer pengertian kewenangan dalam bukunya Ridwan HR menyatakan Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan dengan begitu dapat menciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara.35

35

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2006, hlm 101

Pengertian kewenangan menurut Ridwan H.R. adalah “Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang, adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu ataupun kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, seperti urusan-urusan pemerintahan”. Menurut S.F Marbun wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penerimaan Pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan merupakan program pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan menjadi langkah strategis pemerintahan Kota Medan untuk mendapatkan apresiasi dari masyarakat tentang proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan dengan melakukan Asas-asas umum pemerintahan terutama transparansi dan akuntabilitas dalam melaksanakan pelaksanaan program kerja.

2. Transparansi pemerintahan Kota Medan dalam melakukan proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer merupakan sebuah kebijakan yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat banyak, baik dalam memberikan pengumuman/informasi yang benar-benar terbuka kepada para calon pegawai negeri sipil maupun pegawai honorer yang berstatus K1 maupun K2, begitu juga dengan sistem penyeleksiannya yang diharapkan benar-benar melaksanakan secara transparan dan akuntabilitas.

3. Manfaat dari transparansi dalam melaksanakan proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan merupakan


(2)

mendapatkan informasi yang dapat diakses secara mudah. Hal ini memungkinkan tidak terjadi lagi kasus kesalahan dalam pengumuman pemenang calon pegawai negeri sipil yang pernah terjadi di pemerintahan Kota Medan. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat pandangan masyarakat bahwa pemerintahan Kota Medan memberikan pertanggung jawaban dalam melaporkan hasil pengumuman dalam proses penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan.

B. SARAN

1. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan pegawai negeri dan honorer di pemerintahan Kota Medan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar masyarakat percaya dan mudah dalam memperoleh informasi.

2. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus lebih meningkatkan kualitasnya dalam penerimaan pegawai negeri sipil dan honorer di pemerintahan Kota Medan dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya agar tepat sasaran dan tercapai tujuan.

3. Kesempatan dalam pengangkatan pegawai negeri dan pegawai honorer harus diperbanyak dan dilakukan dengan transparan agar masyarakat percaya terhadap kinerja pemerintahan kota medan.

4. Pegawai negeri sipil di pemerintahan kota medan harus menjalankan kinerjanya dengan prinsip-prinsip Asas-asas umum pemerintahan yang baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002) hlm. 14

Hartani, sri, dkk, 2008. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta, hlm. 31

Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management, Gunung Agung, Jakarta. 1980, hlm. 2

Herbert A Simon, Perilaku Adminitrasi, terjemahan Cetakan kedua, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta 1984, hlm 195.

Joko Widodo, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi daerah) Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm. 148

Lutfi Effendi, S.H., M.HUM, Pokok-Pokok Hukum Administrasi. (Malang: Bayumedia Publishing, 2004). hal. 8

M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, 1988, hlm.5 Marbun, S.F. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta.

2001, hlm. 8.

Marbun, S.F. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta. 2001, hlm. 11.

Mardiasmo, Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2004, hlm. 24.

Miriam Budiarjo, Menggapai Kedaulatan Rakyat, Mizan, Jakarta, 1998, hal.78 Moekijat, Manajemen Kepegawaian. Mandar Maju: Jakarta 1989, hlm. 5

Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta, 2006, hal. 84

Nitisemito, Alex, Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia: Jakarta 1998, hlm. 10


(4)

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008), hal. 270

Philipus M Hadjon, dkk, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm 135.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1987, hlm. 115

Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal 247 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2011, hal. 237

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal.244

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2006, hlm 101

Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta, hlm 59-60

Sadjijino, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta. Hlm. 70

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung, 2003, hlm 83

SF. Marbun, Peradilan Adminitrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta 1997, hlm 154-155.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada:2003) hlm. 14

Taliziduhu Ndraha, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 85

Thoha, Miftah, 1986. Administrasi Kepegawaian Daerah. Ghalia Indonesia: Jakarta, hlm 6

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Padjajaran, Bandung, 1960, hlm. 7.


(5)

Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN., hlm. 22

Meuthia Ganie-Rochman dalam artikel berjudul “Good Governance : Prinsip, Komponen dan Penerapannya”, yang dimuat dalam buku HAM : Penyelanggaraan Negara Yang Baik & Masyarakat Warga, (2000), Jakarta : Komnas HAM.

BKSI, “Mencari format dan konsep transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah” disajikan pada seminar “menciptakan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah : memberdayakan momentum reformasi”, Forum Inovasi dan Kepemerintahan yang baik, Program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 12 Juni 2001.

Max Pohan, Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah, Disampaikan pada Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin Ketiga, Sekayu, 29 September-1 Oktober 2000 Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Bappenas dan Depdagri 2002, hal.18

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 UU. Nomor 28 Tahun 1999

PP No 48 tahun 2005 Jo. PP 43 tahun 2007

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang pengadaan CPNS

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian

Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer


(6)

Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang pengadaan PNS

PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS

10 September 2013 pukul 14.53 WIB

2013 pada pukul 15.10 WIB

2013 pada pukul 16.15 Wib

Oktober 2013 pukul 9.25 wib.

2013 pukul 10.36 wib

diambil pada tanggal 15 November 2013 pukul 10.02 wib

15 November 2013 pukul 10.54 wib

15 November 2013 pukul 10.58 wib