Peranan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara (Studi PTTUN Medan)

(1)

PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG

BAIK DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA (STUDI PTTUN MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Mememnuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

MAYDINA APRILLA SEBAYANG

090200034

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMETERA UTARA

2013


(2)

PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG

BAIK DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA (STUDI PTTUN MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Mememnuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

MAYDINA APRILLA SEBAYANG

090200034

Departemen : Hukum Administrasi Negara

Ketua Departemen

(Suria Ningsih, SH, M.Hum)

NIP. 19600214198703002

Dosen Pembimbing I

(Suria Ningsih, SH, M.Hum)

NIP. 19600214198703002

Dosen Pembimbing II

(Amsali Sembiring, SH, M. Hum)

NIP.197003171998031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(3)

ABSTRAK

PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG

BAIK DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI PTTUN MEDAN)

1 **

Surianingsih, SH, M.Hum Maydina Aprilla Sebayang

***

Amsali Sembiring, SH, M.Hum

Undang- undang Peradilan Tata Usaha Negara nomor 5 tahun 1986 telah dirubah menjadi Undang- undang nomor 9 tahun 2004 dan telah direvisi untuk yang kedua kali menjadi Undang- undang nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah sebuah landasan dalam sistem hukum dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang menjadi dasar dalam kegiatan-kegiatan administratif di Indonesia. Penyusunan Undang- undang Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menuju kepada sistem peradilan tata usaha Negara yang lebih baik dan teratur dalam wacana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik ( Good Governance). Terkait dengan wacana tersebut sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang- undang nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka hal yang sangat penting dan utama adalah mewujudkan peradilan tata usaha Negara yang dapat menciptakan pemerintahan yang baik dengan komitmen nasional untuk melakukan transformasi dan reformasi disegala bidang

Permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah dasar dan pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Undang- undang nomor 5 tahun 1986 ,bagaimanakah fungsi dan wewenang dari sistem pemerintahan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik serta wewenang dari peradilan Tata Usaha Negara dalam menentukan persengketaan dan menyelesaikan dengan cara yang lebih baik dan menghasilkan putusan yang baik.

Metode yang digunaka dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif empiris,yakni dengan melakukan penelitian ke lapangan. Metode penelitian normatif ini disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book). Penelitian hukum normatif dalam penelitiian ini di dasarkan kepada data sekunder dan menekankan pada langkah- langkah spekulatif- teoritis dan analisis normatif- kualitatif.

Pelaksanaan UndangUndang tentang Peradilan Tata Usaha Negara ini erat kaitannya dengan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik di tengah kehidupan dan perkembangan zaman. Dalam hal ini maka pengadilan Tata Usaha Negara melakukan berbagai upaya agar hal- hal yang terkandung dalam undang- undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat berjalan dengan baik.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 11


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Bapa yang luar biasa karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Sehingga dalam rangka memenuhi kewajiban akademik tersebut penulis

mengajukan skripsi yang berjudul “Peranan Peradilan Tata Usaha Negara

(PTUN) dalam menciptakan pemerintahan yang baik. Ditinjau dari segi Hukum Administrasi Negara (studi PTTUN Medan)” yang dibuat dengan mengikuti kaidah- kaidah penulisan karya tulis ilmiah yang baik dan benar.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bukan hanya bersandar pada kemampuan penulis semata, tetapi tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak yang telah diberikan kepada penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku pembantu dekan I

fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

3. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sebagai pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan serta meluangkan waktunya dalam mendiskusikan skripsi ini.

4. Bapak Amsali Sembiring, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang

telah berbaik hati memberikan arahan dan meluangkan waktunya dalam mendiskusikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

yang telah berjasa dalam memberikan arahan, bimbingan serta keteladanan dalam mengajarkan ilmu di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga buat kedua orang tua penulis yang sangat penulis kasihi yaitu buat papa ku yang sudah berada di surga Mayam Sebayang, SH dan mama ku tersayang Diana Sinuraya yang telah memberikan doa, dorongan dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. (khusus buat papa ku tersayang, skripsi ini hadiah buat papa, illa harap papa bangga ... i love you my super daddy).

7. Serta kepada saudara kandungku tersayang, kakak tua Mayna Natasari

Sebayang, SH dan abang ku Martin Madya Hendra Sebayang, SST dan abang ipar saya Eman Suantha Sitepu, ST terima kasih buat dukungannya (sekarang kita udah sama kan, sama- sama sarjana hehehehee).


(6)

8. Selanjutnya buat sahabatku Apri Amalia yang setia menemani kemana aja, makasih ya cik. Widya Alriva dan Diah Meisary yang juga selalu membuat aku tersenyum, semoga persahabatan kita tetap awet ya.

9. Buat sahabat ku yang sangat baik Septrina Amelia Ginting, dokter

pribadiku, apotik berjalanku makasih ya buat dukungannya, semoga persahabatan kita selalu awet ya.

10.Teman-temanku stambuk 09, yang tidak dapat saya sebut namanya satu

persatu karena jumlahnya yang banyak (thanks buat kebersamaan kita selama ini)

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. God Bless.

Medan, Desember 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II SELAYANG PANDANG TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PERATUN) A. Sejarah Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara ... 17

B. Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara ... 21

C. Kompetensi Dari Peradilan Tata Usaha Negara (atribusi Van Rechmating) ... 26

BAB III PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DI TINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A.Pemerintah Dan Pemerintahan Dalam Aspek Hukum Administrasi ... 35


(8)

C. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha

Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik ... 49

BAB IV WEWENANG DARI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMUTUSKAN PERKARA YANG ADA DALAM LINGKUP PERADILAN TATA USAHA NEGARA (STUDI DI PERADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MEDAN)

A. Jenis Sengketa Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ... 55

B. Sengketa Yang Di Selesaikan Di Peradilan Tata Usaha Negara

(Studi Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan) ... 56

C. Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Tata Usaha

Negara. ... 69

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81


(9)

ABSTRAK

PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG

BAIK DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI PTTUN MEDAN)

1 **

Surianingsih, SH, M.Hum Maydina Aprilla Sebayang

***

Amsali Sembiring, SH, M.Hum

Undang- undang Peradilan Tata Usaha Negara nomor 5 tahun 1986 telah dirubah menjadi Undang- undang nomor 9 tahun 2004 dan telah direvisi untuk yang kedua kali menjadi Undang- undang nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah sebuah landasan dalam sistem hukum dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang menjadi dasar dalam kegiatan-kegiatan administratif di Indonesia. Penyusunan Undang- undang Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menuju kepada sistem peradilan tata usaha Negara yang lebih baik dan teratur dalam wacana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik ( Good Governance). Terkait dengan wacana tersebut sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang- undang nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka hal yang sangat penting dan utama adalah mewujudkan peradilan tata usaha Negara yang dapat menciptakan pemerintahan yang baik dengan komitmen nasional untuk melakukan transformasi dan reformasi disegala bidang

Permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah dasar dan pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Undang- undang nomor 5 tahun 1986 ,bagaimanakah fungsi dan wewenang dari sistem pemerintahan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik serta wewenang dari peradilan Tata Usaha Negara dalam menentukan persengketaan dan menyelesaikan dengan cara yang lebih baik dan menghasilkan putusan yang baik.

Metode yang digunaka dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif empiris,yakni dengan melakukan penelitian ke lapangan. Metode penelitian normatif ini disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book). Penelitian hukum normatif dalam penelitiian ini di dasarkan kepada data sekunder dan menekankan pada langkah- langkah spekulatif- teoritis dan analisis normatif- kualitatif.

Pelaksanaan UndangUndang tentang Peradilan Tata Usaha Negara ini erat kaitannya dengan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik di tengah kehidupan dan perkembangan zaman. Dalam hal ini maka pengadilan Tata Usaha Negara melakukan berbagai upaya agar hal- hal yang terkandung dalam undang- undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat berjalan dengan baik.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 11


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu instrumen dalam praktik penyelenggaraan negara dan berbagai upaya pembangunan di dalamnya, birokrasi mempunyai peranan penting di dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia yang masyarakatnya sedang terus menrus melakukan perubahan melalui berbagai aktivitas positif yang konstruktif.

Kerangka masyarakat yang ada di Indonesia telah seharusnya birokrasi pemerintah dijalankan mendekati apa yang disebut dengan “Tipe Ideal Birokrasi Modern” sebagaimana telah diperkenalkan oleh Max Weber, yaitu Legal dan

Rasional Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, 1989: 98-99 ) 2

Didalam upaya birokrasi yang baik maka peradilan merupakan salah satu elemen penting yang harus dibenahi dalam hubungannya dengan masyarakat. Dalam suatu Negara pada umumnya, dasar dari sebuah peradilan diletakkan di dalam undang-undang dasar dan konstitusi peradilan. Apabila yang dilakukan lain dari yang ditentukan dalam undang-undang dasar dan konstitusi pada hakikatnya adalah dilarang dan merupakan sebuah pelanggaran.

menurut Max Weber, birokrasi yang bersifat legal dan rasional haruslah memiliki karakter sebagai berikut: (1) pembagian kerja lebih keras, (2) adanya hirarki wewenang, (3) pengaturan prilaku pemegang jabatan birokrasi, (4) impersonalitas hubungan, (5) kemampuan tekhnis, dan (6) karier.

2


(11)

Dasar hukum tentang peradilan di Negara Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 24 undang-undang dasar 1945 yang berbunyi:

“ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

lain badan kehakiman menurut Undang-undang”. 3

“ Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan

Undang-undang”. 4

Dimana sebagai penjabaran lebih lanjut, dari pasal 24 Undang-undang dasar 1945 tersebut adalah Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kehakiman (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1970 nomor 74), khusus menyebutkan mengenai Peradilan Tata Usaha Negara. Pada tahun 1986 dibentuklah Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu juga untuk mewujudkan Peradilan Tata Usaha Negara dapat kita jumpai dalam salah satu ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan hukum tertinggi pada masa sebelum reformasi yang tertuang dalam Ketetapan Nomor: II/MPR/1988 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada bagian dasar dan arah pembangunan serta pembinaan hukum.

Kemudian setelah adanya reformasi telah digantikan dengan Undang-undang nomor 9 tahun 2004 dan pada saat ini telah direvisi kembali menjadi undang nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua ataas Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pada saat sebelum undang-undang ini Peradilan tata usaha Negara berada dibawah eksekutif, yakni direktorat Jendral badan peradilan umum dan peradilan tata usaha

3


(12)

Negara, Departemen kehakiman dan HAM terhitung sejak 31 Maret 2004 organisasi, administrasi dan finansial Peradilan tata usaha Negara (PTUN) dialihkan dari departemen Kehakiman kedalam Mahkamah Agung.

Dalam pemilihan judul, terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian judul yaitu “Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik. Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara studi di Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan” yang terdiri dari beberapa istilah kata sepertri berikut: peranan memiliki arti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama. Jadi peranan merupakan sebuah aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan peranannya. Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu lembaga peradilan yang merujuk dan atau sesuai dengan UU No. 5 tahun 1986.

Dapat diartikan secara sederhana “Peranan Peradilan Tata Usaha Negara” adalah merupakan sebuah alat kontrol dalam pelaksanaan administrasi Negara atau tata usaha Negara dalam memelihara kesejahteraan dan keadilan, dimana untuk memlihara kesehjateraan dan keadilan maka alat tersebut harus diberi dan dibuat bentuk lembaga yang pasti dan menyeluruh, yang dapat digunakan dalam

pemeliharaan keadilan.1

Begitu luasnya pekerjaan dan fungsi dari administrasi Negara atau tata usaha Negara yang dilaksanakan oleh banyak orang, maka tidak dapat dipungkiri dan tidak mustahil akan terjadi perbuatan negatif, misalnya dalam penyalahgunaan wewenang, sehingga kemudian untuk mengatasi hal tersebut


(13)

diperlukan adanya hukum administrasi Negara dan juga Peradilam Tata Usaha Negara. Kemudian jangan sampai terjadi dan adanya kejadian yang mengganggu ketertiban umum dalam hal administrasi Negara.

Selanjutnya adalah kalimat : “Menciptakan Pemerintahan yang Baik” yang dimana memiliki maksud: pemerintahan atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Governance” yaitu “the act, fact, manner of governing” berarti tindakan, fakta, dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian dalam kebijakan United Development Program (UNDP) yang tertulis dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development”, (1997) mendefenisikan pemerintahan (governance) adalah sebagai berikut: “Governance is the exercise of economic, political, and admnistrative authory to manage a country’s affairs at all levels and means by which states promote social

cohesion, intergration, and ensure the well being of their population”. 5

(Pemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan, integritas, dan kohesivitas sosial masyarakat.

Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik dalam istilah pemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman :

pertama, nilai yang mengandung dan menjunjung tinggi keinginan/ kehendak

5

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun

sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju


(14)

rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan

keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan

efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian lembaga administrasi Negara mengemukakan bahwa pemerintahan yang baik

(good governance) berorientasi kepada: pertama, orientasi ideal negara yang

diarahkan pada pencapian tujuan nasional; kedua, yaitu pemerintahan yang

berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam upaya untuk mencapai tujuan nasional. Selain dari pada pengertian pemerintahan yang baik di atas maka diatur pula dalam Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti pemerintahan yang baik (good governance) sebagai berikut: “kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”

Kemudian dari kalimat “Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara”. Hukum Administrasi Negara pada awalnya berasal dari kata administrasi dalam bahasa latin “administrare” yang berarti “to manage” derivasinya antara lain menjadi “administartio” yang berarti “besturing” atau pemerintahan. Dalam hal ini akan menitikberatkan administrasi pada kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara di dalam pemrintahan. Menurut Leonard D. White, bahwa public administration consist all those operations having for the purpose the fulfillment and enforcement of public policy (administrasi negara terdiri dari atas semua kegiatan negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan


(15)

kebijaksanaan negara) Hukum Administrasi Negara pada dasarnya adalah sebagai penguji hubungaban hukum istimewa yang diadakan dan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Lebih lanjut, Uthrecht menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur sebagai lapangan pekerjaan administrasi Negara. Bagian lain diatur oleh Hukum Tata Negara (Hukum dalam arti sempit), hukum privat dan sebagainya.

Berdasarkan hal itu, maka akan tampaklah bahwa hukum administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu pertama, aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya; kedua, aturan hukum yang dimana mengatur hubungan hukum (rechtbetreeking) antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan warganya.

Pada hal ini yang akan ditinjau adalah studi kasus Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Dimana sampai sejauh mana Pengadilan Tata Usaha Negara ini mengemban tugas sebagai salah satu aspek dalam menciptakan sebuah pemerintahan yang baik di daerah kota Medan dan provinsi Sumatera Utara.

Oleh karena begitu kompleksnya peranan Peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan sebuah pemerintahan yang baik, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul “Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik. Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara Study Pengadilan TataUsaha Negara (PTUN) Medan”.

Untuk itu dimana agar kehidupan bernegara menjadi lebih baik maka hal ini menurut penulis pantas untuk dibahas dan ditekankan.


(16)

B. Perumusan Masalah

Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang dasar 1945 adalah sebuah Negara Hukum (Recht Staat), Negara Nasional (Nation State) dan sebuah Negara Teritorial Modern.

Dalam setiap Negara Modern terdapat dan munculah masalah-masalah yang semakin rumit dan juga kompleks, serta semakin Tekhnis-Tekhnologis. Oleh sebab itu maka munculah sebuah Peradilan baru yaitu Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengatasi berbagai macam masalah yang terjadi ditengah kehidupan bernegara.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah hal- hal yang dapat kita ketahui tentang Peradilan Tata Usaha

Negara?

2. Bagaimanakah Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan

pemerintahan yang baik di tinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara ?

3. Apakah yang menjadi wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara dalam

memutuskan perkara yang ada dalam lingkup peradilan Tata Usaha Negara (studi Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan).


(17)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan tentang usaha penulis dalam memahami

tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan juga aplikasinya.

2. Untuk mengetahui bagaimana dasar dan pelaksanaan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1986 sampai dengan revisi kedua Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009

3. Untuk mengetahui Peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam

menciptakan pemerintahan yang baik, yang dimana akan ditinjau dari segi Hukum Administrasi Negara.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan

melengkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah serta memberikan konstribusi pemikiran tentang peranan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

b. Untuk memperkaya ilmu pengetahuan, tentang luasnya hal-hal yang

bisa ditilik tentang hukum administrasi Negara.

2. Secara Praktis

a. Dengan mempelajari tentang peranan peradilan Tata Usaha Negara


(18)

pengertian dari cabang-cabang hukum, yaitu salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.

b. Bagi pejabat yang berkecimpung dalam bidang Tata Usaha Negara

diharapkan lebih mengerti tentang wewenang yang telah diatur dalam Undang-Undang nomor 51 tahun 2009, dan agar menciptakan sebuah pemerintahan yang baik. Serta dapat memotivasi dari para pejabat Tata Usaha Negara untuk tidak menganggap Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Tata Usaha Negara, hanya sebagai alat untuk menakut-nakuti dalam pelaksanaan tanggung jawab dan tugasnya.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul tentang “Peranan Pengadilan Tata Usaha Negara

Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik di Tinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara (studi PTTUN Medan)” adalah benar karya dari penulis. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, penulis telah melakukan pengecekkan dari pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU) untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum tedapat di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU).

Ditinjau dari pada materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini, sejauh ini belum pernah di dapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada penulisan skripsi ini.


(19)

Dalam menyusun karya ilmiah ini, pada prinsipnya penulis membuatnya dengan dasar-dasar yang sudah ada baik melalui literatur yang penulis peroleh dari perpustakaan.

Bila ternyata dikemudian hari ditemukan skripsi yang sama penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diuji.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah mahkamah agung, dan badan-badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah konstitusi. Disini yang akan ditekankan adalah bagaimana Peradilan Tata Usaha Negara. Di dalam lingkungan lembaga Peradilan, Peradilan Tata Usaha Negara disebut dengan Administratiefrechtlijke Rechtpleging.

Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu sarana dalam mencapai tujuan dan keadilan hukum, oleh karena itu organisasi menurut hukum merupakan wahana dan kegiatan dalam kerjasama untuk mencapai tujuan utama.

Peradilan Tata Usaha Negara memiliki tugas dan kewenangan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Kekuasaan kehakiman Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara.


(20)

Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki fungsi, tugas dan juga kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama.

Pengertian Pemerintahan Yang Baik

“Kekuasaan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala kebijakan diambil secara transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kekuasaan juga harus didasarkan atas aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus taat kepada prinsip bahwa semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum”.

Good government adalah satu bentuk atau struktur pemerintahan

yang menjamin tidak terjadinya distorsi aspirasi yang datang dari

masyarakat serta menghindari terjadinya abuse of power. Untuk itu

diperlukan (1) pemerintah yang dibentuk atas kehendak orang banyak, (2) struktur organisasi pemerintah yang tidak kompleks (lebih sederhana), (3) mekanisme politik yang menjamin hubungan konsultatif antara negara dan warga negara, dan (4) mekanisme saling mengontrol antar aktor-aktor di dalam infra maupun supra struktur politik.

Pengertian ini muncul karena dua hal, pertama, kurangnya

perhatian terhadap pemerintahan yang baik dan bersih telah mendorong


(21)

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih merupakan bahagian yang sangat penting dari sebuah proses demokrasi.

Tinjauan Hukum Administrasi Negara

Banyak hal yang menunjukkan betapa luasnya kekuasaan pemerintahan dalam bidang administrasi Negara. Sehingga didalam pemerintahan yang baik haruslah ditinjau dengan seksama agar terciptanya pemerintahan yang bersih dan juga baik. Tinjauan hukum Administrasi Negara berkaitan dengan tindakan-tindakan yg dilakukan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang baik. Hukum administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dalam masyarakat. Hukum Administrasi Negara bersifat dinamis dan tidak

statis jadi perlu dilakukan tinjauan secara terus menerus.6

Bahwa Hukum Administrasi Negara berubah lebih cepat dan sering secara mendadak. Secara garis besar hukum administrasi Negara akan meliputi tentang peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesopanan dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga Negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat, peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah. Peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi, peraturan dimana Hukum Administrasi Negara mengenai pengawasan organ pemerintahan yang

6


(22)

lebih tinggi terhadap organ-organ yang lebih rendah dan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintah.

F. Metode Penelitian

Berangkat dari kata Metode, maka Metode dapat diartikan sebagi suatu

jalan atau cara mendapatkan sesuatu7

1) Metode Penelitian

. Adapun metode Penelitian Hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi:

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menganalis peraturan PerUndang-Undangan yang mengatur tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

2) Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data-data yang diperlukan oleh penulis dalam penyelesaian skripsi ini ditempuh dengan cara penilitian kepustakaan (library research). Bahan hukum Primer yang digunakan secara utama yakni yang terdiri dari Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara baik yang sebelum direvisi, yaitu Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 5 tahun 1986, kemudian revisi pertama Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 9 tahun 2004, dan yang terbaru hasil revisi kedua Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 51 tahun 2009.

7

Soemitro, Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia


(23)

3) Analisis Data

Adapun bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, aturan perundang-undangan, akan dianalis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang dianalisis dalam penulisan yhang sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan menggunakan metode deduktif yakni menarik suatu kesimpulan daqri suatu permasalaihan yang bersifat umum terhasdap permasalahan yang konkrit untuk dihadapi.

Demikianlah metode penelitian yang dilakukan oleh penulis gunakan dalam proses penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menguraikan skripsi ini, penulis telah membuat sisrtematika dengan mengadakan materinya atas empat bab dan di setiap babnya dibagi lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil (sub-sub BAB) sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut:

BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan.

Didalam Bab pendahuluan ini memuat Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.


(24)

BAB II : Selayang Pandang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sejarah terbentuknya peradilan Tata Usaha Negara, karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara, kompetensi dari Peradilan Tata Usaha Negara (atribusi Van Rechmating).

BAB III : Peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik di tinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara, pengertian dari pemerintahan dan pemerintah dalam aspek Hukum Admistrasi Negara, fungsi pemerintahan yang baik (Good Governance) dilihat dari aspek hukum administrasi, perbuatan hukum yang dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik.

BAB IV : Wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutuskan perkara yang ada dalam lingkup peradilan Tata Usaha Negara (studi Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan). Jenis-jenis sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa yang di selesaikan di Peradilan Tata Usaha Negara Medan, tata cara penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara.


(25)

Didalam Bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang dipetik dari uraian bab terdahulu yang telah diuji keabsahannya melalui data-data yang diperoleh. Selanjutnya dalam bab ini penulis memberikan saran yang kiranya mungkin agar berguna.


(26)

BAB II

SELAYANG PANDANG TENTANG PERADILAN

TATA USAHA NEGARA (PERATUN)

A. Sejarah Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk. Pada awalnya pembentukan peradilan ini pada saat adanya

pemerintahan Belanda yang diatur dalam pasal 134 IS (Indische Staats

Regelement) serta pada regalement opde rechterlijke organisattle en het belieb de positive yang disahkan pada tanggal 30 April 1847. Setelah kemerdekaan sebelum dibentuknya undang-undang yang mengatur secara khusus hal tentang peradilan tata usaha negara diatur dalam pasal 66 Undang-Undang No. 19 Tahun 1948. Peradilan ini dibentuk dengan yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara

tahun 1986 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara 3344)8

8

Lembaran Negara tahun 1986 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara 3344 pada tanggal 29 Desember 1986 dalam konsideran “menimbang” Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum serta menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang dan selaras antara aparatur dibidang tata Usaha Negara dan para warga masyarakat, ini juga berarti menunjukkan salah satu langkah dalam upaya pembangunan bidang hukum, guna lebih memberi isi pada makna negara hukum


(27)

Indonesia yang di dasarkan kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 dimana dijelaskan Negara Indonesia adalah sebuah Negara hukum “Negara Indonesia adalah negara hukum.

Negara hukum yang menjadi maksud disini adalah bukanlah hanya sekedar artian dalam arti formal, atau negara penjaga malam, tetapi dalam artian luas yaitu materill. Maksud dari materill adalah tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang dan dapat berlaku asas legalitas. Maka dalam negara hukum materill tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas opportunitas (asas yang dapat berlaku apabila pemerintah membuat sebuah hal yang menyimpang tetapi dengan tujuan yang baik dan benar).

Dalam pembangunan hukum di Indonesia, pembuatan sebuah Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan suatu hal yang baru dalam sejarah Peradilan di Indonesia, karena sebelum Peraturan Tata Usaha Negara ini lahir, di parisada nusantara baik pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai pada tahun 1986 belum pernah ada dibentuk lembaga Peradilan yang membidangi Tata Usaha Negara (TUN).

Berkaitan dengan ini, maka pemerintah melalui menteri kehakiman pada saat itu Bapak Ismail Saleh,SH yang disampaikan pada tanggal 20 Mei 1986 mengatakan bahwa “Didalam politik pembangunan hukum kita hal ini merupakan dimensi penciptaan adalah dimensi dinamika dan kreativitas, yang sebelumnya tidak ada, tetapi diperlukan untuk kesejahteraan bangsa. Oleh itu selain merupakan hal baru dalam tata hukum kita, dengan lahirnya Undang-undang


(28)

tersebut berarti pula menambah satu saluran hukum bagi yang dapat dimanfaatkan oleh setiap warga negara Indonesia dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Peradilan Tata Usaha Negara (pada saat itu disebut dengan Peradilan Administrasi Negara)

Menurut beberapa ahli tentang dibentuknya Peradilan Administrasi, antara lain adalah Eddy Supriyanto berpendapat bahwa keberadaan peraturan Tata Usaha Negara adalah sebagai pelengkap dalam upaya untuk keadilan. Kelahirannya di saat-saat sekarang adalah diliputi oleh situasi kehidupan bernegara dan berbangsa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Peraturan lahir pada zaman orde baru.

2. Peraturan lahir pada kurun waktu Pelita IV sebagai era hukum.

3. Peraturan lahir setelah Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas.

4. Peraturan lahir disaat menyongsong tinggal landas pada Pelita V.

Tujuan pembentukan dan kedudukan suatu peradilan administrasi dalam suatu bangsa adalah terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Bagi Republik Indonesia yang merupakan negara hukum Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, hak dan kepentingan perseorangan dijunjung tinggi

dan disamping itu hak masyarakat.9

Dalam perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia pada era awal dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia, Indonesia telah mengalami berbagai masalah yang merupakan sebuah romantika perjuangan. Sering kali

9

Wijaya, Suprapto, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi,


(29)

kesatuan dan persatuan serta ideologi bangsa dan Negara terancam dengan banyaknya pemberontakan pada masa ini. Hal ini membuat bangsa Indonesia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pembangunan yang dimana mengakibatkan ekonomi dan keamanan di Indonesia menjadi tidak stabil. Beberapa kali terjadi banyak penyimpangan dalam pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, seperti dibentuknya Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950, adanya pengangkatan Presiden seumur hidup, dan tidak terlaksananya Pemilu dalam kurun waktu sekali dalam lima tahun.

Pada saat itu terjadi banyak pergolakan yang dilakukan oleh masyarakat sehinngga munculah sebuah Orde baru. Orde baru adalah suatu tatanan masyarakat Indonesia yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen dengan landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke IV.

Sejak orde baru muncul, pembangunan di Indonesia mengalami peningkatan, dimana di buat sebuah rancangan pembangunan lima tahun (REPELITA). Didalam PELITA periode ke IV adalah era hukum, yang ditandai dengan era hukum. Dimana didalam era ini munculah beberapa produk hukum salah satunya adalah lahirnya Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.

Pada saat dilaksanakan PELITA IV yaitu era hukum,maka di bagian politik, aparatur pemerintah, hukum dan penerangan serta pula media masa dalam hal ini adalah pancasila yang notabene merupakan landasan idiil dari negara harus dijalankan dengan benar dan baik. Hal-hal yang tidak diatur dan tidak digariskan oleh MPR sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan Negara (vide


(30)

pasal 1 ayat 2 Undang Undang Dasar 1945) lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1985 dan sebagai aturan pelaksanaan di keluarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1986. Jadi dengan diterimanya pancasila sebagai satu-satunya asas oleh seluruh kekuatan sosial-politik yang ada di DPR RI meberikan dampak yang membuat semakin kokohnya landasan politik dan semakin kuatnya kerangka landasan dibidang hukum, termasuk disini adalah salah satu proses penggodokan dari rancangan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-undang nomor 5 tahun 1986.

Mengenai proses lahirnyan Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Tata Usaha Negara di bentuk di penghujung tahun 1986. Sebenarnya peraturan sudah diawali sejak 38 tahunn yang lalu pada waktu adanya penetapan Undang-Undang nomor 19 tahun 1948 tentang susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman dan kejaksaan pada tanggal 8 Juni 1948. Oleh Undang-undang ini di dalam pasal 6 ayat 1 ditegaskan adanya tiga lingkungan Peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Pada masa sebelum dibentuknya Undang-undang ini, maka sengketa yang terjadi dalam Peradilan Tata Usaha Negara diserahkan kepada Pengadilan Tinggi sebagai tingkat pertama dan Mahkamah Agung sebagai tingkat kasasi dan hal ini menandai di serahkan kepada Peradilan Umum.

B. Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam pengenalan terhadap karakteristik peradilan ini, maka ada beberapa istilah tentang peradilan Tata Usaha Negara ini. Dalam arti luas “Peradilan


(31)

Administrasi Negara adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat: perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administratif murni. Sedangkan dalam arti sempit peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi murni semata-mata” dan menurut Profesor Muhammad Abduh, SH bahwa yang diadili peradilan administrasi, adalah pelanggaran-pelanggaran dari ketentuan yang mengatur tentang administrasi,

apakah sebagai aparatur/ sebagai fungsi serta proses.10

Pada saat ini terkadang masih terdapat banyak kesalahpahaman terhadap peradilan administrasi dan peradilan tata usaha negara. Di dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1986 telah dijelaskan secara terperinci tentang pengertian yang termuat dalam Undang-undang itu, yakni:

“Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.

Karakteristik merupakan sebuah perpanjangan kata dari Karakter, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter adalah 1) sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membeadakan seseorang dengan yang lainnya, 2) karakter juga dapat bermakna huruf. Dalam artiannya, karakteristik adalah sebuah ciri khas yang dimiliki dan tidak dimiliki dengan yang lainnya. Hukum acara dari Peradilan Tata Usaha Negara merupakan bentuk dari sebuah hukum formal yang pada hakikatnya merupakan sebuah hukum publik. Hukum formal disebut juga

10

Muhammad Abduh, SH, Beberapa ciri Hukum Administrasi Negara Indonesia,


(32)

berfungsi sebagai publiekrechtelijk instrumentarium untuk menegakkan sebuah hukum formal.

Hal-hal yang menjadi karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah perkembangan dalam hukum acaranya, yaitu :

1. Peranan hakim yang aktif (dominus litis)

Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karena hakim tata usaha negara dibebani dengan tugas untuk mencari sebuah kebenaran yang bersifat materiil dan dapat dipertanggung jawabkan. (pasal 63 ayat 2a dan b/ pasal 80 ayat 1/ pasal 85/ pasal 95 ayat 1/ dan pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah sebuah badan hukum perdata atau orang perseorangan. (pasal 58).

2. Kompensasi ketidak seimbangan antara kedudukan antara penggugat dan

juga oeh tergugat.

3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs)

yang terbatas.

Hakim yang menetapkan beban pembuktian, dimana terdapat perbedaan dengan ketentuan pasal 1865 BW. Asas ini dianut dalam pasal 107 Undang-undang no. 5 tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan pasal 100.


(33)

4. Gugatan di pengadilan tidak bersifat mutlak dan bersifat menunda pelaksanaan suatu keputusan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) yang digugat.

Di dalam pasal 67 dijelaskan tentang hal tersebut dimana keputusan Tata Usaha Negara yang di gugat itu diperintahkan penundaannya. Pengadilan akan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara tersebut hanya apabila: pertama, terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita penggugat akan sangat tidak seimbang dan sebanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh keputusan dan pelaksanaan dari keputusan tata usaha negara itu; kedua, pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

5. Keputusan yang akan ditetapkan oleh hakim adalah tidak boleh bersifat

ultra petita (melebihi tuntutan dari penggugat dalam persidangan) tetapi akan dimungkinkan adanya reformatio in peius (membawa penggugat kedalam sesuatu keadaan yang lebih buruk) selama masih diatur di dalam undang-undang.

6. Terhadap putusan hakim tata usaha negara berlaku dan mengikat asas erga

omnes. Dimana dimaksudkan bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga akan berlaku bagi para pihak lain yang akan terkait.


(34)

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja. Dalam rangka ini pasal 83 bertentangan dengan asas erga omnes.

7. Dalam proses pemeriksaan yang dipersidangan akan berlaku asas auti et

alteram partem.

Dimana asas ini dimaksudkan para pihak yang saling bersengketa harus diberikan kesempatan-kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang perkara tersebut sebelum hakim memberikan sebuah keputusan.

8. Dalam mengajukan sebuah gugatan harus terdapat kepentingan oleh salah

satu pihak yang bersengketa, jadi apabila tidak terdapat kepentingan maka tidak boleh mengajukan sebuah gugatan. Gugatan yang ditujukan haruslah memiliki hal yang kuat dan penting bagi si penggugat dan memiliki dasar yang kuat dalam pengajuan gugatan.

9. Kebenaran yang akan dicapai adalah sebuah kebenaran materill dengan

tujuan yaitu menyeimbangkan dari sebuah kepentingan perseorangan dengan kepentingan bersama.

Setelah ke sembilan karakteristik yang telah kita ketahui tentang keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara, ternyata terdapat hal-hal yang dianggap lebih spesifik lagi. Hal ini yaitu adalah suatu keputusan Tata Usaha Negara yang akan selalu mengandung asas “prasumptio iustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan Tata Usaha Negara (TUN) atau disebut beschikking harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga pada prinsipnya harus


(35)

selalu dan dapat harus segera dilaksanakan11

a. Asas “Prmsumptioiustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan tata usaha

negara (beschikking) harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya, sehingga pada prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan.

. Di dalam pengontrolan dan untuk menilai tindakan hukum pemerintah dalam bidang hukum publik, maka akan harus digunakan beberapa asas, yaitu:

b. Asas perlindungan terhadap kepentingan umum atau publik yang menonjol

disamping perlindungan terhadap individu.

c. Asas “self respect” atau “self obidence” dari aparatur pemerintah terhadap

putusan-putusan peradilan administrasi, karena tidak dikenal adanya upaya pemaksa yang langsung melalui juru sita seperti halnya dalam prosedur perkara perdata.

Mengenai perlindungan terhadap dua sisi yaitu kepentingan umum atau publik dan kepentingan individu, disebutkan dalam penjelasan umum Undang-undang no. 5 tahun 1986 angka 1 bahwa disamping hak-hak perseorangan, masyarakat juga mepunyai hak-hak tertentu. Oleh karena itu tujuan Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat. Ditinjau dari segi pernyataan tersebut persoalan selanjutnya merupakan mekanisme untuk melakukan penyeimbangan antara dua sisi

11

Triwulan, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana Prenada


(36)

kepentingan tersebut, dimana hak itu perlu untuk ditransparansikan. Sebab masalahnya akan menyangkut segi ukuran objektif pemberian keadilan secara konsisten yang berkaitan pula dengan masalah kemandirian institusi peradilan dalam hakim memutus suatu perkara.

C. Kompetensi Dari Peradilan Tata Usaha Negara (atribusi Van Rechmating) Kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana hal yangdiatur dalam PERATUN (yang berlaku secara efektif sejak tanggal 14 Januari 1991 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991 tentang penerapan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 mengenai Peradilan Tata Usaha Negara-LNRI tahun 1991 nomor 8), dianggap sebagai perubahan yang sangat besar bagi bidang administrasi, dilihat dari banyaknya pengaduan dari m asyarakat.Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).

Menurut Thorbecke berkaitan dengan hal-hal kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, bila mana pokok sengketa (fundamentum petendi) terletak dilapangan hukum publik yang berwenang memutuskannya adalah hakim

administrasi. 12

Kewenangan untuk mengadili dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van rechmacht) dan kekuasaan

Kompetensi pada layaknya adalah dibagi menjadi dua sub-bagian, yaitu adalah kompetensi absolut dan juga kompetensi relatif.

12

Yaved, Victor, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut, Penerbit Citra


(37)

kehakiman distribusi (distributie van rechmacht). Atribusi kekuasaan kehakiman adalah kewenangan mutlak atau kompetensi absolut itu adalah kewenangan badan pengadilan didalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain. Atribusi kehakiman menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 memiliki sifat yang lebih sempit dari apa yang diberikan oleh defenisi lainnya. Dan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Secara Horizontal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari

suatu jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai kedudukan sederajat/ setingkat. Dapat dijadikan contoh adalah pengadilan tata usaha negara dengan pengadilan negeri (umum). Pengadilan agama dengan pengadilan militer.

b. Secara vertikal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu

jenis pengadilan dengan jenis pengaadilan lainnya, yang secara berjenjang atau hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi. Contoh pengadian tinggi dan mahkamah agung.

Distributie van rechmacht atau distribusi berkaitan dengan pemberian wewenang yang bersifat terinci (relatif) diantara badan-badan sejenis mengenai wilayah hukum. Dapat diambil sebagai contoh Pengadilan Negeri Medan dengan pengadilan negeri Pematang Siantar dan Pengadilan Negeri Binjai.

Kompetensi Absolut

Menyangkut kewenangan badan peradilan apa untuk memeriksa dan mengadili, dan memutus suatu perkara. Sebagaimana diketahui berdasarkan pasal


(38)

10 Undang-undang nomor 35 tahun 1999, kita dapat mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Disini yang kita jelaskan tentang Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara, adalah memeriksa dan memutus sengketa yang timbul dalam bidang administrasi negara/ tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan seorang sampai batas waktu yang ditentukan 90 hari dalam suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. (pasal 3 Undang-Undang no. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Kompetensi absolut ini akan tergantung kepada isi dari gugatan dan nilai daripada gugatan tersebut. Kompetensi absolut Peradilan tata usaha negara ini 13

“sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai menurut Undang-undang Peradilan tata usaha negara hanya menyangkut kepada keputusan tata usaha negara (KTUN). Pasal 47 Undang-undang peradilan tata usaha negara menyebutkan pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Mengenai maksud sengketa tata usaha negara, pasal 1 angka 4 undang-undang peradilan tata usaha negara, merumuskan:

13

Yaved, Victor, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut, Penerbit Citra


(39)

akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan yang berlaku”.

Atas dasar rumusan diatas, sengketa dalam permasalahan tata usaha negara mengandung beberapa unsur, yaitu pertama, subjek sengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara. Menurut Sjachran Basah yang mengklarifikasikan sengketa administrasi kedalam sengketa intern (sengketa antar administrasi) dan sengketa ekstren (sengketa antar administrasi dengan rakyat), maka sengketa Tata usaha negara yang berlaku bukanlah sengketa intern melainkan sengketa ekstern. Kedua objek sengketa adalah keputusan tata usaha negara. Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 Undang-undang nomor 9 tahun 2004 yang menentukan: “orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang...” terhadap ketentuan pada pasal 1 angka 9 Undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara (hasil revisi kedua), dapat disimpulkan bahwa objek sengketa tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara.

Berarti sengketa tata usaha negara lahir dari adanya keputusan tata usaha negara, sehingga keputusan tata usaha negara (KTUN) merupakan conditio sine quanon bagi timbulnya sengketa tata usaha negara, tanpa adanya keputusan tata usaha negara tidak akan ada sengketa tata usaha negara. Didalam pasal 1 angka 9 undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara (revisi kedua) disebutkan bahwa keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan


(40)

tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Didalam ketentuan pasal 3 yang disebut sebagai keputusan tata usaha negara fiktif dan juga serta pembatasan limitatif oleh ketentuan pasal 49 undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.

Pembatasan terhadap pengertian dari keputusan tata usaha negara (pasal 2 undang-undang nomor 9 tahun 2004), yang termasuk ruang lingkup kompetensi mengadili dari peradilan tata usaha negara. Pembatasan ini diadakan oleh karena beberapa hal, yaitu dapat dikaitkan dengan:

a. Ada beberapa jenis keputusan yang karena sifat atau maksudnya memang

tidak dapst digolongkan dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut undang-undang ini, keputusan tata usaha negara merupakan perbuatan hukum perdata. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pegaturan yang bersifat umum, dimana keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum acara pidana atau peraturan perundang-undangan ;lain yang bersifat hukum pidana. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkannya atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana keputusan ini keputusan tata usaha tentara nasional indonesia dan


(41)

keputusan komisi pemilihan umum baik dipusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

b. Dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan (pengadilan tidak

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “kepentingan umum” adalah kepentyingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan/ atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dapat diformulasikan pengertian keputusan tata usaha negara mengandung elemen-elemen tertentu sebagai kepastian dan bersifat final yang sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum untuk menentukan bahwa keputusan organ pemerintahan itu sebagai keputusan tata usaha negara yang menjadi kompetensi absolut peradilan Tata Usaha Negara menrut Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kompetensi Relatif

Kewenangan dari pengadilan sejenis yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan. Kompetensi relatif (distribusi kekuasaan pengadilan, kewenangan nisbi) ialah sesuai dengan yang disebut oleh asas “Actor Sequitur From Rei” (yang berwenang adalah pengadilan tempat


(42)

kedudukan tergugat), maka pengadilan yang berwenang mengadili dalam sengketa Tata Usaha Negara ialah peradilan Tata Usaha Negara yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dari tergugat (pasal 54 ayat 1). Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada pengadillan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.

Dalam penjelasan pasal 54 ayat 1 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara ini menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan “tempat kedudukan tergugat” adalah tempat kedudukan secara nyata atau tempat kedudukan menurut hukum, namun demikian jika tempat kedudukan tergugat berada di luar daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, gugatan dapat disampaikan kepada pengadilan tata usaha negara tempat kediaman penggugat untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan. Tanggal diterimanya gugatan oleh panitera pengadilan tersebut dianggap sebagai tanggal diajukannya gugatan kepada pengadilan yang berwenang. Panitera pengadilan tersebut berkewajiban memberikan petunjuk secukupnya kepada penggugat mengenai gugatan pengugat tersebut.

Demikian pula, apabila nantinya penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada pengadilan di jakarta. Penggugat yang bertempat kediaman di luar negeri dapat mengajukan gugatannya, dan diajukan di pengadilan jakarta. Dimana penggugat dapat mengajukan gugatannya dengan surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa yang berada di Indonesia. Selanjutnya ketentuan pasal 6 Undang-undang nomor 9 tahun 2004 menentukan, tempat kedudukan pengadilan tata usaha negara:


(43)

a. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.

b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota provinsi,

dan daerah hukumnya terletak dan meliputi wilayah provinsi.

Berkaitan dengan pembentukannya, ketentuan pasal 9 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 menentukan pengadilan tata usaha negara dibentuk oleh keputusan presiden, dan pasal 10 undang-undang nomor 5 tahun

1986 14menentukan pengadilan tinggi tata usaha negara dibentuk dengan

undang-undang.

14


(44)

BAB III

PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM

MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DI TINJAU

DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pemerintah Dan Pemerintahan Dalam Aspek Hukum Administrasi Pemerintah dan pemerintahan adalah dua kata yang hampir sama tetapi memiliki arti yang berbeda, apabila dilihat dari segi bahasanya “memerintah” diartikan sebagai menguasai atau mengurus negara atau daerah sebagai bagian dari sebuah negara. Oleh karena itu pemerintah secara singkat dapat diartikan sebagai kekuasaan untuk memerintah suatub negara, misalnya sebuah negara membutuhkan pemerintah yang kuat dan bijaksana. Pemerintah dapat diartikan pula sebagai badan tertinggi yang memerintah suatu negara. Pemerintah adalah perbuatan atau cara atau urusan memerintah, misalnya pemerintah yang adil, pemerintah yang demokratis. Apabila dilihat dari segi organisasi, apabila berbicara tentang pemerintah dan pemerintahan tidak akan terlepaskan dari pembahasan atas negara, karena negaralah yang merupakan wadah, lembaga, organisasi tempat berlangsungnya tugas pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintahan dan negara bagaikan sekeping mata uang karena tidak mungkin bisa memahami secara nyata hakikatnya tnpa mengulas keduanya; dimana negara merupakan segi statisnya dan pemrintahan adalah segi dinamisnya.

Pengertian pemerintahan dalam rangka hukum administrasi digunakan dalam artian “pemerintahan umum” atau pemerintahan negara”. Pemerintahan dapat dipahami melalui dua sub bagian yaitu disuatu bagian adalah fungsi


(45)

pemerintahan dalam hal ini adaah kegiatan untuk memerintah, di lain pihak adalah dalam artian organisasi pemerintahan dimana merupakan kumpulan-kumpulan dari kesatuan pemerintahan.

Pemerintah dapat diartikan dan dibagi menjadi dua pengertian yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam artian luas adalah pemerintah yang di dalamnya memuat ajaran Trias Politika dari Montesque dimana meliputi pembentukan Undang-undang (lapurse legislative), pelaksanaan (lapurse executive), dan peradilan (lapurse de juger). Pemerintah dalam artian luas menurut Van Vollenhoven adalah meliputi membuat peraturan (segel geven), pemerintah atau pelaksana (kostuver), peradilan (vecktsp ruak) dan polisi (politie). Atau dapat di artikan pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan yang teratur dan terorganisir yang bersumber kepada kedaulatan dan kemerdekaan berlandaskan pada dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar sebagai landasan konstitusinal dan Pancasila sebagai landasan idiil. Di samping itu dari segi fungsionalitas pemerintahan dapat di defenisikan pula sebagai sebagai suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan dari tujuan negara yaitu memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Secara deduktif dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan pemerintahan dibentuk berkaitan dengan pelaksanaan berbagai fungsi yang bersifat operasional dalam rangka pencapaian tujuan negara yang lebih abstrak dan biasanya ditetapkan secara konstitusional.


(46)

Jadi bila dihubungkan dengan ilmu hukum administrasi pemerintah dapat diartikan dalam arti luas yaitu badan-badan pemerintah dipusat yang menentukan kekuasaan negara, dan instansi-instansi yang melaksanakan keputusan badan-badan tersebut. Kemudian apabila kita lihat dari sifat hubungan antara pemerintah (goverment) adalah hierarkis dimana dalam arti yang melakukan perintah atau memerintah tersebut berada diatas, sedangkan warga ngara yang diperintah adalah berada dalam posisi kesetaraan dibawah. Melalui komponen yang terlibat didalamnya pemerintah dalam hal ini adalah sebagai subjek hanya ada satu yaitu institusi pemerintahan, dimana di dalam hal ini yang memegang peran dominan dalam pemerintahan adalah sektor pemerintah itu sendiri dan dimana hal yang diharapkan oleh pemerintah tersebut adalah kepatuhan oleh setiap warga negaranya dimana sebagai sebuah pemerintah ada beberapa hal yang penting yang diharakan yaitu pencapaian tujuan melalui kepatuhan warga negara.

Pemerintah dalam artian sempit, dapat kita bandingkan dengan ajaran Trias Politica oleh Montesque serta ajaran Van Vollenhoven dalam Catur Praja, dapat kita artikan hanyalah baadan pelaksana atau badan executive saja, tidak termasuk badan peradilan dan kepolisian (catur praja). Pemerintahan dalam arti sempit adalah hanya sebagai organ/ badan/ alat perlengkapan Negara yang diserahi tugas oleh pemerintah (goverment/ bestuur). Dengan mengutip beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pemerintah adalah sebuah nama subjek yang berdiri sendiri.

Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah sebuah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauhnya dari hal itu adalah melibatkan sektor-sektor


(47)

swasta dan kelembagaan masyarakat madani. Dapat dilihat bahwa pemerintahan (governance) adalah suatu kegiatan (proses). Menurut UNDP (United Nation Development Program) yaitu “Governance is the excercise of economic, political, and administrative authory to manage a country’s affairs at all level and means by which states being of their population” (pemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang ekonomi, politik, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan intregitas, dan kohevisitas sosial dalam masyarakat).

Istilah pemerintahan tidak hanya berarti kepemerintahan hanya sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung sebuah pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, dan penyelenggaran juga dapat disebut menjadi kepemerintahan. Tujuan Pemerintahan menurut alinea IV Undang-Undang Dasar 1945 ialah untuk membentuk sebuah pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Pemerintahan pada saat ini, sangat berbeda sekali dengan pemerintahan pada waktu lalu banyak terdapat perubahan-perubahanyang terjadi. Pada waktu lalu fungsi dari pemerintahan tersebut hanya membuat dan mempertahankan hukum, atau dengan maksud lain hanya menjaga ketertiban dan ketentraman saja. Pada saat ini fungsi pemerintahan lebih luas tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi lebih luas dari pada itu yaitu untuk menyelenggarakan kepentingan


(48)

umum (public service). Dimana tugas dan fungsi dalam menyelenggarakan kepentingan umum oleh pemerintahan itu dijalankan oleh alat-alat pemerintahan (lestur saigan) administrasi organ yang dapat berwujud seorang aparat atau petugas (fungsionaris) atau badan pemerintahan yang berdasarkan peraturan undang-undang diberi kewenangan untuk menyatakan kehendak pemerintah (penguasa) yang dilengkapi oleh wewenang untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang mengikat hukum.

Sifat hubungan dalam pemerintahan yang terjadi adalah kesetaraan kedudukan dan hanya berada dalam suatu fungsi. Kompoen yang terlibat dalam sebuah pemerintahan ada beberapa komponen tertentu yaitu dari sektor publik,

sektor swasta dan masyarakat15

Badan pemerintahan (open baarlichiam), yaitu suatu kesatuan hukum yang dilengkapi dengan alat-alat/ kewenangan yang memaksa. Dengan demikian

. Yang menjadi pemegang peran dominan dalam pemerintahan (governance) adalah seluruh sektor memegang peran sesuai dengan fungsinya masing-masing agat terlaksana keseimbangan yang baik diantara sektor-sektor tersebut. Efek dari penyelenggaraan pemerintahan adalah partisipasi dari seluruh warga negara dimana warga negara ikut berperan aktif didalam penyelenggaraan pemerintahan, dan pada akhirnya hal yang diharapkan adalah pencapaian tujuan negara dan juga tujuan masyarakat melalui partisipasi sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat.

15

Lotulung, Paulus Effendy dan Eddy Djunaedi, Mengkaji Kembali Pokok- Pokok

Pikiran Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia,


(49)

dapatlah dikatakan bahwa fungsi pemerintah adalah sebagai pemelihara kepentingan negara dengan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendah (prinsip hierarki) dan tindakan yang mewujudkan manifestasi bestuur. Dimana perkembangan fungsi dari pemerintah sangat tergantung kepada peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945) yang mengatur

sistem pemerintahan di Indonesia.16

Kaitan dari pemerintah dan pemerintahan adalah pemerintahan dijalankan oleh pemerintah hal itu disebut sebagai perbuatan hukum (rechtshanlihing) dan atau keputusan hukum dalam fungsi pengaturan, regulasi, menetapkan peraturan-peraturan yang mempunyai fungsi dan kekuatan dari undang-undang (delegatif, legislatif serta perbuatan masyarakat), yang umumnya bersifat seperti penetapan peraturan, peraturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat pengaruh terhadap jalannya kehidupan nyata didalam masyrakat.

Atas dasar penerapan fungsi hukum administrasi dan dapat kita tonjolkan pada dari sudut pandang hukum administrasi. Hukum Administrasi Negara adalah merupakan salah satu alternatif bagi penyelenggaran sebuah pemerintahan. Dimana Hukum Administrasi memiliki tiga fungsi dalam menjalankan pemerintahan yaitu fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi jaminan. Fungsi normatif adalah menyangkut penormaan kekeuasaan untuk memerintah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih. Fungsi instrumental berarti menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan

16

Simorangkir, J. C.T, Rudy T. Erwin, J. T. Prasetyo, Kamus Hukum, Cetakan


(50)

kekuasaan dalam memerintah dan fungsi jaminan adalah fungsi untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat.

B. Fungsi Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Dilihat Dari Aspek Hukum Administrasi

Di dalam pembahasan tentang sebuah pemerintahan yang baik atau good governance tidak akan lepas kaitannya dengan sebuah birokrasi. Birokrasi merupakan sebuah instrumen penting dalam masyarakat yang kehadirannya tidak mungkin akan terelakkan. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya hipotesis bahwa negara memiliki misi untuk mensejahterakan rakyatnya. Berkenaan dengan upaya pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah harus memberikan andil yang cukup besar. Birokrasi disini dijelaskan dalam pemerintahan yang baik adalah untuk memperlancar kegiatan-kegiatan publik masyarakat. Semua kegiatan-kegiatan pemerintah harus dan tidak terlepas dari dari konteks public service atau public affairs. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah adalah bagaimana pemerintah mampu melaksanakan kegiatan secara efisien dan efektif, karena selama ini di dalam pemerintahan yang dipikirkan masyrakat adalah hal-hal yang berbelit-belit dan penuh dengan kolusi, korupsi dsan nepotisme serta tak ada sebuah standart yang pasti.

Isu tentang sebuah pemerintahan yang baik atau lebih sering disebut dengan good governance muncul pada saat berakhirnya perang dingin. Isu tersebut sekaligus merupakan kemenangan sebuah ideologi liberal dan masyrakat


(51)

yang lebih rasional. Secara konseptual pengertian kepemerintahan yang baik memiliki pemahaman dimana nilai yang menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam rangka pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan keberlanjutan dan keadilan sosial dan aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapaian tujuan tertentu. Good governance dapat diartikan pula dengan tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia

serta sense of nationality yang baik.

Menurut sadu wasistiono, bahwa good governance adalah sebuah tata pemerintahan atau disebut juga dengan kepemerintahan. Dalam Undang-Undang no. 25 tentang PROPENAS digunakan perkataan istilah pemerintahan yang baik dalam konteks mewujudkan supremasi hukum bagi seluruh lapisan masyarakat. Dari sudut pandang hukum administrasi, konsep good governance (kepemerintahan yang baik) berkaitan dengan aktifitas pelaksanaan fungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum.

Konsep pemerintahan yang baik tersebut berkenaan dengan penyelenggaraan tiga tugas pemerintah, yaitu:


(52)

1. Menjamin keamanan setiap orang dan masyarakat (to guarantee the security of all persons and society it self).

2. Mengelola suatu struktur yang efektif untuk sektor publik, sektor swasta

dan masyarakat (to manage an effective framework for the public sector, the private sector and civil society)

3. Memajukan sasaran ekonomi, sosial, dan bidang lainnya sesuai dengan

kehendak rakyat (to promote economic, social and other aims in accordane with the wishes of the population.

Pemerintahan yang baik (good governance) berhubungan erat dengan hak-hak asasi dalam hukum administrasi, dimana negara-negara Uni Eropa telah menyelenggarakan dalam berbagai kegiatan ilmiah dan membahas tentang prinsip-prinsip dari pemerintahan yang baik. Telaah hukum administrasi berkenaan dengan fungsi dari pendekatan dalam hukum administrasi, jelaslah menunjukkan bahwa hukum admistrasi berfungsi melindungi hak-hak asasi berkenaan dengan penggunaan kekuasaan memerintah dan berkenaan dengan prilaku aparat dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.

Lembaga administrasi negara di dalam segi hukumnya pada tahun 2000 menyimpulkan bahwa wujud good governance atau pemerintahan yang baik adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yag solid daqn bertanggung jawab serta efektif dan efisien dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Selain itu peraturan pemerintah no. 101 tahun 2000 merumuskan arti dari good governance atau pemerintahan yang baik adalah kepemerintahan yang mengemban akan dan


(53)

menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Dengan demikian, pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan (governance stakeholders), dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Negara/ Pemerintahan adalah konsepsi kepemerintahan pada dasarnya

adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat yang madani.

b. Sektor Swasta adalah pelaku sektor swasta mencakup perusahaan

swastamencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar.

c. Masyarakat Madani adalah kelompok masyarakat dalam konteks

kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah antara pemerintah dab perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata asas pada dasrnya memiliki beberapa arti. Asas dapat diartikan mengandung artian sebagai dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi), hukum dasar. Jika di lihat dar bertitik tolak dari kamus besar bahasa Indonesia, maka asas pemerintahan yang baik adalah dapat dipahami sebagai dasar-dasar umum dalam gara penyelenggaraan sebuah


(54)

pemerintahan yang baik. Asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) lahir dari penyelenggaraan praktik negara dan pemerintahan sehingga bukan lahir dari produk formal suatu negara seperti undang-undang (undang-undang adalah hasil produk antara presiden dengan DPR). Dalam hubungan ini Muis Fahmal menyebutkan bahwa asas umum pemerintahan yang baik adalah rambu-rambu bagi para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya. Rambu-rambu tersebut diperlukan agar segala tindakan-tindakannya tetap sesuai dengan tujuan hukum yang sesungguhnya.

Pada awalnya pemerintahan yang baik bukanlah sekumpulan norma-norma hukum, tetapi sekumpulan prinsip yang bertedensi (bermuatan) etis. Dengan kata lain asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) pada awalnya merupakan etika penyelenggaraan pemerintahan. Jadi dapat kita katakan bahwa perumusan asas-asas pemerintahan yang baik beserta rincian-rinciannya asas-asasnya secara lengkap memang tidak dikumpulkan dan dituangkan secara konkret dan formal dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan kusus tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik sebab asas-asas yang bersangkutan justru merupakan kaidah hukum tidak tertulis sebagai pencerminan norma-norma etis berpemerintahan yang wajib diperhatikan dan dipatuhi disamping mendasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis.

Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan polaa pemerintahan yang tradisional, adalah terletak pada adanya tuntutan yang sedemikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat/


(55)

organisasi non-pemerintah) semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Dalam rencana strategis lembaga administrasi negara sekitar tahun 2000-2004, dimana menurut lembaga ini maka perlu dibentuknya sebuah pendekatan baru dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya kepemrintahan yang baik (good governance) yakni adalah prosespengelolaan pemerintahan yang baik secara demokratis, profesional menjunjung tinggi supremasi hukum, dan hak asasi manusia secara desentralitik, partisipasi (partisipatif), transparansi, keadilan, bersih dan akuntabel, selain berdaya guna, berhasil guna dan berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa.

Menurut United Nation Development Program (UNDP) pada tahun 1997 mengemukakan bahwa prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik, meliputi berbagai hal yaitu:

1. Partisipasi (participation) adalah setiap orang atau warga masyarakat, baik

laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Pengertian tentang partisipasi tidak dapat di temui dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999, tetapi jika ditilik lebih lanjut maka dapat dipahami dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang misi dalam partisipasi mengenai penyelenggaraan negara, yaitu hal yang hendak ditujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dimana sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah.


(56)

2. Aturan hukum (rule of law) adalah kerangka atau aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.

3. Transparansi (transparancy) adalah hal yang harus dibangun dalam rangka

kebebasan aliran informasi. Menurut penjelasan pasal 3 angka 4 Undang-undang nomor 28 tahun 1999 prinsip transparansi dapat diartikan sebagai asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

4. Daya tanggap (responsiveness) adalah setiap institusi dan prosesnya harus

diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders)

5. Berorientasi konsensus (consensus orientation) adalah pemerintahan yang

baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan oleh pemerintah.

6. Berkeadilan (equity) adalah pemerintahan yang baik akan memberikan

kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memlihara kualitas hidupnya.


(57)

7. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency) adalah setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.

8. Akuntabilitas (accountability) adalah para pengambil keputusan dalam

organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat yang madani memiliki pertanggung jawaban (akuntabilitas) kepada masyarakat umum (public) sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Menurut pasal 3 angka 7 Undang-undang nomor 28 tahun 1999, akuntabilitas dapat diartikan sebagai asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kgiatan penyelenggaraan Negara adalah dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

9. Visi strategis (strategic vision) adalah para pimpinan dan masyarakat

memiliki prespektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Keseluruhan karakterikstik atau prinsip dari pemerintahan yang baik (good governance) tersebut adalah saling terkait dan tidak dapat untuk berdiri sendiri sehingga bersifat kesatuan antara satu dengan lainnya.


(58)

C. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik.

Perbuatan hukum adalah dapat diartikan secara sederhana sebagai perbutan di lakukan dan dimana perbuatan ini memiliki akibat-akibat hukum. Dengan kata lain perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan kewajiban.

Dimana perbuatan hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: pertama,

perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum (perbuatan menurut hukum dan

perbuatan melawan hukum) kedua, perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh

subjek hukum, dapat dilihat contohnya jatuh tempo, kadaluarsa, kelahiran dan kematian.

Di dalam perbuatan hukum ini terdapat beberapa wewenang yang diberikan oleh pemerintah kepada badan-badan, dewan-dewan atau pejabat-pejabat negara tertentu, dimana melalui suatu proses yang cukup ketat agar menghasilkan pemerintahan yang baik sehingga tidak akan dipermasalahkan nantinya apabila terjadi sebuah kesalahan dan paling tidak bisa meminimalisirkan pemerintahan yang kurang baik.

Dalam melaksanakan kegiatan, pemerintah melalui pejabat atau badan tata usaha Negara melakukan beberapa jenis perbuatan untuk menjalankan tugasnya. Suatu perbuatan harus dibedakan, antara perbuatan pemerintah atau pribadi si pejabat, hal ini perlu di sikapi mengingat seorang pejabat sekaligus seorang individu,(person) yang juga melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan tertentu, padahal akibatnya tentu berbeda.


(1)

Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat sebelum sengketa yang dimohonkan banding itu diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN. Setelah diadakannya pencabutan tersebut permohonan pemeriksaan banding tidak dapat diajukan oleh yang bersangkutan, walaupun tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum lampau (Pasal 129).

Upaya Hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali. Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131 UU Peratun, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Untuk acara pemeriksaan ini dilakukan menurut ketentuan UU No.14 Tahun 1985 Jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Menurut Pasal 55 ayat (1) UU Mahkamah Agung20

Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah , pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan dilingkungan Pengadilan Agama atau oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan UU ini. Dengan demikian sama halnya dengan ketiga peradilan yang lain, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer, maka Peradilan Tata Usaha Negara juga berpuncak pada Mahkamah Agung.

20


(2)

Agung RI. Pemeriksaan Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 132 UU Peratun, yang menyebutkan bahwa :

Ayat (1) : “Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung.”

Ayat (2) : “Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali ini dilakukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.”

Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, demikian ditegaskan dalam Pasal 115 UU Peratun.

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap artinya bahwa terhadap putusan tersebut telah tidak ada lagi upaya hukum, atau dapat juga masih ada upaya hukum akan tetapi oleh para pihak upaya hukum tersebut tidak ditempuh dan telah lewat tenggang waktu yang ditentukan.


(3)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara berbangsa dan bernegara. Menghadapi masyakat yang beraneka ragam, dinamis dan memiliki persoalan tersendiri dan berbeda-beda maka pemerintah harus membuat standarisasi pemerintahan dan meningkatkan pelayanan dalam pemerintahan dalam bidang administrasi kususnya. Begitu kompeksnya masalah yang dialami oleh masyarakat maka pemerintah menciptakan sebuah peradilan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang di hadapi masyarakat. Lembaga peradilan merupakan penyalur bagi kehidupan rakyat dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Beberapa penjelasan dapat kita ketahui bahwa Peradilan Tata Usaha.

2. Negara merupakan sebuah lembaga peradilan yang dimana menyelesaikan sengketa administrasi dan tata usaha negara antara badan hukum perdata dengan badan hukum perdata yang lainnya. Dimana didalam sebuah peradilan tata usaha negara untuk menciptakan pemerintahan yang baik maka peradilan tata usaha negara menjalankan beberapa aturan yang dimuat dalam aturan pokok dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.


(4)

B. Saran

1. Supaya didalam pelaksanaannya Hukum administrasi dapat memperlihatkan dasar-dasar hukum dan prinsip-prinsipnya sebagai salah satu hukum yang mengatur tentang hubungan administrasi ditengah masyarakat dan Peradilan Tata Usaha Negara dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan berkompeten.

2. Supaya peradilan tata usaha negara dapat lebih ikut berperan serta dalam pelaksanaan pemerintahan, dan menjadi acuan ikut serta dalam pemerintahan yang baik, menjalankan good governance tetapi tetap dalam kaidah. Serta peradilan tata usaha negara diharapkan mampu memaksimalkan perannya didalam kehidupan bermasyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2011

Yaved, Victor, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006

Hadjon, M. Philipus dan Bagir Manan, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (introduction to the law), Gadjah Mada University Press, 2002

Wijaya, Suprapto, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2005

Tjandra, W. Riawan, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Admajaya Press, Yogyakarta,2005

Soemitro, Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990

Simorangkir, J. C.T, Rudy T. Erwin, J. T. Prasetyo, Kamus Hukum, Cetakan ke-6, Sinar Grafika, Jakarta, 2000

Lotulung, Paulus Effendy dan Eddy Djunaedi, Mengkaji Kembali Pokok- Pokok Pikiran Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengembangan HAN, Jakarta, 2003

Belifante dan Soetan Batoeah, Pokok- Pokok Hukum Tata Usaha Negara, Bina Cipta Press, Jakarta, 1983

Triwulan, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011

Muhammad Abduh, SH, Beberapa ciri Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum USU, Medan, 1979

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar Maju, Bandung, 2004

Suparman, Eman, Peradilan Tata Usaha Negara, Fokus Media Press, Jakarta, 2011


(6)

Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, birokrasi Indonesia, mandar maju, jakarta,1989

Diktat

Surianingsih SH, M. Hum, Hukum Administrasi Negara, 2010

Peraturan Perundang- Undangan Undang- Undang Dasar 1945

Kitab Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang- Undang no. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara peraturan pemerintah no. 101 tahun 2000

Undang-Undang no. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-undang no. 14 tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman