Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Jaminan Fidusia Dalam Bentuk Daftar Piutang

33

BAB II
KEDUDUKAN HUKUM DAFTAR PIUTANG SEBAGAI
JAMINAN FIDUSIA

A. Tinjauan Mengenai Daftar Piutang
1.

Pengertian Piutang
Apabila dihubungkan Pasal 1 sub 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia, yang merumuskan “piutang adalah hak untuk menerima
pembayaran”, dengan Pasal 1 sub 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (UUJF), dimana fidusia merupakan “agunan untuk pelunasan
tertentu”, maka dapat disimpulkan bahwa ”Piutang bisa diartikan luas, meliputi
segala macam tagihan, meliputi semua kewajiban obligatoir, tidak hanya yang berupa
tagihan uang saja.60
Sedangkan jenis-jenis piutang yang dapat dijadikan obyek jaminan fidusia
tidak diatur secara detail dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, untuk itu perlu
diperhatikan syarat benda yang dapat dijadikan obyek jaminan yaitu benda tersebut

mempunyai nilai dan dapat dipindah tangankan, sehingga piutang dapat dijadikan
obyek jaminan sepanjang memenuhi syarat benda sebagai obyek jaminan.61
Kata “tagihan” yang disimpulkan di atas tentunya tertuju kepada suatu hutang
tertentu, maka pengertian “hutang” menurut Pasal 1 sub 7 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dinyatakan sebagai suatu “kewajiban yang
60

J. Satrio, Op.Cit, hal.177.
Wawancara dengan Rina Silitonga, Credit Compliance & Legal Administrations Bank
Mandiri Cabang Medan Imam Bonjol.
61

33

Universitas Sumatera Utara

34

dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen”.62 Dari

pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa piutang termasuk pada
benda bergerak yang tidak berwujud, benda yang termasuk dalam ruang lingkup
benda yang dapat dijadikan jaminan fidusia.
Piutang adalah seluruh hak tagih, manfaat dan kepentingan lainnya yang
dimiliki oleh debitur termasuk namun tidak terbatas pada setiap dan semua piutang
dalam bentuk dan dengan nama apapun baik yang ada sekarang maupun di kemudian
hari timbul dari kegiatan usaha debitur. 63
Piutang termasuk benda bergerak karena menurut undang-undang, piutang
sebagai perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat
ditagih atau mengenai benda bergerak. 64
Dalam pembayaran piutang, barang yang dibayarkan harus milik orang yang
melakukan pembayaran dan orang itu juga harus berhak untuk memindahkan barang
itu ke tangan orang lain. Pembayaran tersebut juga harus dibayarkan kepada si
berpiutang atau orang yang mendapat kuasa darinya. Bila tidak dibayarkan kepada si
berpiutang, maka pembayaran tersebut tidak sah (tidak membebaskan si berutang),
kecuali jika si berpiutang menyetujuinya. Pembayaran yang dilakukan kepada yang
memegang surat tanda penagihan adalah sah. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan

62


Ibid, hal.177.
Pasal 1 Perjanjian Pengalihan Dan Penyerahan Hak Atas Piutang pada bank.
64
Pasal 511 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

63

Universitas Sumatera Utara

35

bahwa piutang adalah hak untuk menerima suatu pelaksanaan atau pemenuhan tiap
perjanjian secara sukarela.
Daftar Piutang merupakan seluruh piutang bersih (kumpulan piutang end
user/Konsumen65) yang diserahkan debitur (perusahaan pembiayaan (multifinance))
sebagai agunan/jaminan kredit yang terkait dengan fasilitas kredit, dalam bentuk
hardcopy yang telah ditandatangani di atas meterai cukup oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana diatur pada Anggaran Dasar debitur disertai soft copy (di
dalam disket, electronic mail, media elektronik lainnya) yang sekurang-kurangnya
berisi data : 66

a.

Nomor dan tanggal kontrak/ Perjanjian Pembiayaan kepada end user;

b.

Nama end user/konsumen;

c.

Jangka waktu kontrak/ Perjanjian Pembiayaan kepada end user;

d.

Harga Kendaraan;

e.

Down Payment dari end user;


f.

Besarnya pembiayaan bank (harga pokok kendaraan dikurangi down payment);

g.

Jenis Kendaraan; dan

h.

Tahun Kendaraan.

65

End User/Konsumen: perorangan/badan hukum yang cakap menurut hukum dalam
melakukan tindakan/perbuatan hukum, dalam hal ini menandatangani perjanjian/kontrak pembiayaan
dengan perusahaan pembiayaan (multifinance) untuk pembelian kendaraan bermotor pada
Showroom/Dealer. Showroom/Dealer: adalah perorangan/badan hukum yang cakap menurut hukum
dalam melakukan tindakan/perbuatan hukum dan menyediakan berbagai kendaraan bermotor untuk
dijual kepada End User/Konsumen baik secara cash (tunai) maupun kredit (dana berasal dari

perusahaan pembiayaan (multifinance)).
66
Wawancara dengan Rina Silitonga, Credit Compliance & Legal Administrations Bank
Mandiri Cabang Medan Imam Bonjol.

Universitas Sumatera Utara

36

2. Klasifikasi Piutang
Pada umumnya piutang timbul ketika sebuah perusahaan menjual barang atau
jasa secara kredit dan berhak atas penerimaan kas di masa mendatang, yang
prosesnya dimulai dari pengambilan keputusan untuk memberikan kredit kepada
langganan, melakukan pengiriman barang, penagihan dan akhirnya menerima
pembayaran, dengan kata lain piutang dapat juga timbul ketika perusahaan
memberikan pinjaman uang kepada perusahaan lain dan menerima promes atau
wesel, melakukan suatu jasa atau transaksi lain yang menciptakan suatu hubungan
dimana satu pihak berutang kepada yang lain seperti pinjaman kepada pimpinan atau
karyawan. 67
Warren Reeve dan Fess mengklasifikasikan piutang kedalam tiga kategori

yaitu piutang usaha, wesel tagih, dan piutang lain-lain sebagai berikut:68
a.

Piutang Usaha
Piutang usaha timbul dari penjualan secara kredit agar dapat menjual lebih
banyak produk atau jasa kepada pelanggan. Transaksi paling umum yang
menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan jasa secara kredit.
Piutang tersebut dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang usaha
semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang

67

http://aryapermana234.blogspot.com/2012/10/10-pengertian-dan-kelasifikasi-piutangakuntansi, Definisi Piutang, Vangali Putra, dikutip pada tanggal 11 Maret 2014, pukul 22.44 Wib.
68
http://vangaliputra.blogspot.com/2011/05/definisi-piutang, Pengertian Dan Klasifikasi
Piutang Akuntansi, Arya Permana, dikutip pada tanggal 20 Mei 2014, pukul 23.27 Wib.

Universitas Sumatera Utara

37


relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan di neraca
sebagai aktiva lancar.
b.

Wesel Tagih
Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan telah
menerbitkan surat hutang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan
tertagih dalam setahun. Maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai
aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari 60 hari.
Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan. Bila wesel
tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi penjualan maka hal itu kadangkadang disebut piutang dagang (trade receivable).

c.

Piutang lain-lain
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini
diharapkan

akan


tertagih

dalam

satu

tahun,

maka

piutang

tersebut

diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun
maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan
dibawah judul investasi. Piutang lain-lain (other receivable) meliputi piutang
bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan.
Smith and Skousen memberikan klasifikasi piutang terdiri atas : 69

1) Piutang dagang (trade receivables),

69

http://aryapermana234.blogspot.com/2012/10/10-pengertian-dan-kelasifikasi-piutangakuntansi, Pengertian Dan Klasifikasi Piutang Akuntansi, Arya Permana, dikutip pada tanggal 11
Maret 2014, pukul 22.44 Wib.

Universitas Sumatera Utara

38

Piutang dagang merupakan suatu perluasan kredit jangka pendek kepada
pelanggan. Pembayaran-pembayarannya biasanya jatuh tempo dalam tiga puluh
sampai sembilan puluh hari. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan
informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen
perusahaan yaitu faktur dan kontrak-kontrak penyerahan. Biasanya piutang
dagang tidak mencakup bunga, meskipun bunga atau biaya jasa dapat saja
ditambahkan bilamana pembayaran tidak dilakukan dalam periode tertentu,
dengan kata lain piutang dagang merupakan tipe piutang paling besar. Piutang
dagang meliputi, antara lain:

- Wesel tagih atau notes receivables, biasanya didukung oleh suatu janji formal
tertulis untuk membayar.
- Piutang usaha atau accounts receivables merupakan piutang dagang yang
tidak dijamin “rekening terbuka”.
2) Piutang bukan dagang
Piutang bukan dagang umumnya didukung dengan persetujuan-persetujuan
formal dan secara tertulis. Piutang bukan dagang harus diikhtisarkan dalam
perkiraan-perkiraan yang berjudul sesuai dan dilaporkan secara terpisah dalam
laporan keuangan. Piutang bukan dagang ini meliputi seluruh tipe piutang
lainnya dan mempunyai beberapa transaksi-transaksi yaitu:
- Penjualan surat berharga atau pemilik selain barang dan jasa.
- Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan dan
perusahaan-perusahaan affiliasi.

Universitas Sumatera Utara

39

- Setoran-setoran kepada kreditur, perusahaan kebutuhan umum dan instansiinstansi lainnya.
- Pembayaran dimuka pembelian-pembelian.
- Setoran-setoran untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya.
- Tuntutan atas kerugian atau kerusakan.
- Saham yang masih harus disetor.
- Piutang deviden dan bunga.
Piutang dalam pembagian benda menurut KUHPerdata digolongkan sebagai
benda bergerak tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk). Penyerahan benda
bergerak tidak berwujud dapat dibedakan sebagai berikut : 70
a) Surat Piutang Atas Nama (vordering op naam), yaitu surat yang hanya
memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya disebut dalam
surat tersebut. Penyerahan piutang atas nama dilakukan dengan cara "cessie"
Pasal 613 Ayat (1) KUHPerdata, yaitu dengan cara membuat akta otentik (dibuat
Notaris), atau bawah tangan (dibuat oleh para pihak) yang menyatakan bahwa
piutang itu telah dipindahkan kepada seseorang.
b) Surat Piutang Atas Bawa (vordering aan toonder), yaitu surat yang
memungkinkan pembayaran kepada siapa saja yang memegang atau membawa
surat itu. Cara penyerahannya dilakukan dengan cara penyerahan nyata dari
pemilik lama ke pemilik baru Pasal 613 Ayat (3) KUHPerdata, misalnya uang
kertas, cek.
70

Trisadini Prasastinah Usanti, Jurnal Piutang Dalam Perspektif Hukum Jaminan, hal.20.

Universitas Sumatera Utara

40

c) Surat Piutang Atas Tunjuk (vordering aan order), surat piutang atas tunjuk ialah
surat yang menerangkan tentang pembayaran uang kepada orang yang telah
ditunjuk untuk menerima pembayaran tersebut. Cara penyerahan dilakukan
dengan penyerahan diri dari surat itu dan disertai dengan endossement/ catatan
punggung, yaitu menuliskan di balik surat piutang itu yang menyatakan kepada
siapa piutang tersebut dipindahkan Pasal 613 Ayat (3) KUHPerdata, misalnya
wesel, cek.
Piutang atas nama tidak harus dituangkan dalam wujud suatu surat atau
tulisan, piutang atas nama dapat dibuat secara lisan, sehingga dapat dikatakan sebagai
piutang yang hanya dapat ditagih oleh kreditur tertentu saja. Akta pengakuan hutang
atau pernyataan kesanggupan untuk membayar tersebut dimaksudkan hanya untuk
memudahkan pembuktian, bukan menjadi syarat untuk adanya tagihan tersebut.
Artinya apabila akta pengakuan hutang tersebut hilang tidak menyebabkan hapusnya
hak tagih dari piutang tersebut. Berbeda dengan piutang atas tunjuk atau piutang atas
bawa, dimana tagihan yang tertuang dalam surat tidak hanya membuktikan adanya
tagihan, melainkan juga merupakan perwujudan adanya tagihan tersebut. 71
Abdulkadir berpendapat bahwa piutang atas bawa dan piutang atas tunjuk
tidak dapat dibebani dengan fidusia, karena cara penyerahan yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia berbeda,
dimana dalam fidusia dengan constitutum possessorium, yang menjadikan hal

71

J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang, (Bandung:
Alumni, 1999), hal.1-4.

Universitas Sumatera Utara

41

tersebut menjadi sangat riskan karena surat piutang atas tunjuk dan atas bawa tidak
hanya merupakan bukti bahwa pemegangnya adalah yang berhak, tetapi juga wujud
dari piutang tersebut. 72
Sistem penagihan piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan
prosedur adalah : 73
i.

Penerimaan piutang mengirimkan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih
kepada bagian penagihan.

ii. Bagian penagihan mengirimkan penagih untuk melakukan penagihan kepada
debitur.
iii. Bagian penagihan menerima cek atas nama dalam surat pemberitahuan dari
debitur.
iv. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang
untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
v.

Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur.

vi. Bagian kas menyetor ke bank, setelah cek atas cek tersebut dilakukan
endorsement oleh pejabat yang berwenang.
vii. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.
Prateknya, dalam memberikan kredit pihak bank meminta kepada debitur
untuk menyerahkan kepada bank atau menyimpan untuk kepentigan bank, surat-surat
72
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1998), hal.6.
73
http://aryapermana234.blogspot.com/2012/10/10-pengertian-dan-kelasifikasi-piutangakuntansi, Pengertian Dan Klasifikasi Piutang Akuntansi, Arya Permana, dikutip pada tanggal 11
Maret 2014.

Universitas Sumatera Utara

42

berharga, faktur-faktur dan surat-surat lainnya yang merupakan bukti piutang, dan
debitur akan mengendorse surat-surat berharga tersebut bilamana diminta oleh bank
(Pasal 2 Ayat 3 Perjanjian Pengalihan Dan Penyerahan Hak Atas Piutang).
3. Piutang Yang Diistimewakan
Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 menyatakan bahwa “Segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun
yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.”
Sesama kreditur konkuren mempunyai hak yang sama (pari passu) untuk
menuntut pemenuhan piutang terhadap segala harta kekayaan kebendaan debitur,
baik kebendaan yang bergerak maupun kebendaan yang tidak bergerak, baik
kebendaan yang sudah ada maupun kebendaan yang akan ada di kemudian hari,
dengan kata lain semua piutang kreditur yang konkuren dijamin dengan kebendaan
hak milik debitur secara bersama-sama, tidak ada piutang kreditur konkuren yang
didahulukan.74
Dari Pasal 1131 KUHPerdata dapat disimpulkan asas-asas hubungan ekstern
kreditur sebagai berikut :75
a.

Seorang kreditur boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta
kekayaan debitur;

b.

Setiap bagian kekayaan debitur dapat di jual guna pelunasan tagihan kreditur;

74
75

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.80.
J. Satrio, Op.Cit, hal.4.

Universitas Sumatera Utara

43

c.

Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja, tidak
dengan “persoon debitur”.
Apabila dari hasil penjualan kebendaan debitur tersebut tidak mencukupi

untuk pemenuhan kewajiban kepada lebih dari seorang kreditur, maka hasil
penjualannya kebendaan debitur itu dibagi-bagi secara proposional, pro rata, atau
perimbangan, sesuai dengan besar kecilnya piutang masing-masing kreditur
dibandingkan terhadap piutang kreditur secara keseluruhan terhadap seluruh harta
kekayaan debitur, atau hasil pendapatannya dibagi secara ponds-ponds gelijk diantara
sesama kreditur konkuren. Hal ini disebut juga asas persamaan kreditur.
Asas persamaan kreditur ini dapat dikecualikan sebagaimana klausula terakhir
dari ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata, yang berbunyi : “Barang-barang itu
menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barangbarang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.” Hal ini terjadi bila di
antara kreditur yang bersama itu mempunyai hak preferensi, sehingga kreditur yang
bersangkutan menjadi atau berkedudukan sebagai kreditur preferent.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
dengan tegas mengatakan, bahwa fidusia bisa diberikan kepada lebih dari 1 (satu)
orang penerima fidusia. Maksudnya adalah, bahwa benda jaminan fidusia yang sama
diberikan sebagai jaminan kepada lebih dari 1 (satu) orang kreditur. Karena penerima
fidusia adalah kreditur yang mempunyai piutang (Pasal 1 sub 6 Undang-Undang

Universitas Sumatera Utara

44

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia), maka dapat dikatakan, bahwa
fidusia dapat dipakai untuk menjamin lebih dari 1 (satu) orang kreditur
Menurut J. Satrio, kalau penjaminan kepada lebih dari satu kreditor
dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan, tidak ada masalah, tetapi kalau hal itu
dituangkan dalam lebih dari 1 (satu) akta penjaminan, maka akan terbentur kepada
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yaitu
larangan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Penjelasan atas Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Pasal 8 adalah
penjaminan yang dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan. Hal itu disimpulkan
dari kata-kata kredit konsortium yaitu bahwa jaminan itu bisa diberikan juga kepada
kuasa atau wakil dari penerima fidusia kiranya tidak perlu disebut. Kuasa dan wakil
tersebut bertindak untuk dan atas nama prinsipal/yang diwakili guna memenuhi
semua syarat hukum untuk bertindak sebagai kuasa/wakil.
Adanya daftar urut-urutan tingkatan kreditur untuk pembagian hasil
penjualan, maka kedudukan para kreditur diatur menurut kedudukan hukum hak
tagihan mereka. Piutang yang didahulukan (tagihan yang preferent) mendapat
pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi, sedang sisanya untuk para kreditur
konkuren, yang berarti bahwa kalau sisanya tidak mencukupi, para kreditur konkuren
tidak akan mendapatkan pelunasan sepenuhnya atau tidak sama sekali. Diantara
kreditur preferent juga diatur tingkatannya antara sesama kreditur preferent berlaku
pembagian ponds-ponds gelijk (Pasal 1136 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Universitas Sumatera Utara

45

Dari ketentuan Pasal 1133 Ayat (1) KUHPerdata dapat diketahui mereka
yang piutang harus didahulukan pelunasannya yaitu :
-

Orang-orang berpiutang yang terbit dari hak istimewa (privilege)

-

Orang-orang berpiutang yang terbit dari gadai (pemegang gadai)

-

Orang-orang berpiutang yang terbit dari hipotik (pemegang hipotik)
Kedudukan sebagai kreditur preferent, maka piutangnya pun berubah menjadi

piutang yang harus didahulukan dalam pelunasan di antara piutang-piutang kreditur
lain. Piutang-piutang yang mempunyai hak preferensi ini timbul bisa ditentukan atau
diberikan undang-undang atau diperjanjikan antara debitur dan kreditur.76 Ketentuan
dalam Pasal 1132 KUHPerdata ini bersifat mengatur (merupakan ketentuan hukum
yang bersifat menambah, aanvullendrecht) dan karenanya para pihak mempunyai
kesempatan untuk membuat janji-janji yang menyimpang.77
Berdasarkan Pasal 1134 KUHPerdata terdapat kedudukan piutang yang lebih
tinggi atau diistimewakan lagi dibandingkan dengan piutang yang dibebani dengan
hak jaminan kebendaan. Piutang-piutang yang dikecualikan dimaksud haruslah
piutang-piutang yang ditentukan oleh undang-undang. Piutang-piutang tersebut
antara lain sebagai berikut : 78
1) Hak tagih terhadap negara dan badan-badan hukum publik (Pasal 1137
KUHPerdata).

76

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.119.
J. Satrio, Op.Cit, hal.9.
78
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.124.
77

Universitas Sumatera Utara

46

2) Biaya perkara berhubungan dengan pelelangan yang diambil lebih dahulu dari
hasil pendapatan penjualan benda dan benda debitur pada umumnya (Pasal 1139
sub 1 dan Pasal 1149 sub 1 KUHPerdata).
3) Penyewa diberikan hak istimewa terhadap barang yang digadaikan (Pasal 1142
KUHPerdata).
4) Biaya-biaya untuk pelelangan barang gadai dan menyelamatkan barang yang
digadaikan (Pasal 1150 KUHPerdata).
5) Piutang yang diistimewakan atas kapal (Pasal 316 juncto Pasal 318 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang).
Pengertian dari hak istimewa dirumuskan dalam Pasal 1134 KUHPerdata
yaitu “hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.”
Pasal 1134 Ayat (1) KUHPerdata jelas menyatakan bahwa, piutang istimewa
itu terjadi karena undang-undang, artinya suatu hak terhadap benda debitur yang
diberikan oleh undang-undang. KUHPerdata secara limitatif telah menetapkan atau
menyebutkan piutang-piutang tertentu termasuk sebagai piutang yang didahulukan
dalam pelunasannya, yang didasarkan kepada sifatnya dari piutang-piutang tertentu
sebagai piutang yang diistimewakan atau piutang yang didahulukan dalam
pelunasannya.
Konsekuensi dari hal tersebut, maka pemegang hak istimewa tersebut
mempunyai hak didahulukan dalam pelunasan piutangnya dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara

47

kreditur lain. Berbeda dengan gadai dan hipotik, atau jaminan kebendaan lainnya,
yang adanya harus diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak, sedangkan privilege
diberikan (ditentukan) oleh undang-undang, bahwa piutang-piutang tertentu yang
karena sifat dari piutangnya harus didahulukan dalam pelunasannya jika harta
kekayaan debitur dijual.79
KUHPerdata lebih lanjut membedakan atas 2 (dua) macam piutang yang
diistimewakan (privilege) tersebut, yaitu :
a) Piutang-piutang yang didahulukan terhadap kebendaan tertentu saja dari milik
debitur, yang lazim disebut privilege khusus.
b) Piutang-piutang yang didahulukan terhadap semua kebendaan bergerak atau
tidak bergerak pada umumnya, yang lazim disebut privilege umum.
Kedua macam piutang yang diistimewakan ini, mana yang lebih didahulukan
dalam pelunasannya ditetapkan dalam ketentuan Pasal 1138 KUHPerdata yang
menyatakan, bahwa “Hak-hak istimewa ada yang mengenai benda-benda tertentu dan
ada yang mengenai seluruh benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang
pertama didahulukan daripada yang tersebut berakhir”. Jadi, privelege khusus lebih
unggul daripada privilege umum, artinya pemegang privilege khusus akan
didahulukan daripada pemegang privilege umum dalam mengambil pelunasan
piutangnya, di mana pemegang privelege khusus mempunyai tingkatan kedudukan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemegang privelege umum. Bahkan di
beberapa pasal dari KUHPerdata telah diatur lebih khusus lagi. Pasal-pasal tersebut
79

Ibid, hal.129.

Universitas Sumatera Utara

48

diantaranya adalah Pasal 1139 sub 1, Pasal 1141, Pasal 1142, Pasal 1146, dan Pasal
1148 KUHPerdata.80
Dalam ketentuan Pasal 1139 KUHPerdata telah ditentukan piutang-piutang
yang diistimewakan (didahulukan) dalam pelunasannya terhadap kebendaan tertentu
yang merupakan privilege khusus, yaitu : 81
i.

Biaya-biaya perkara pengadilan.

ii. Uang-uang sewa atas barang-barang tak bergerak, misalnya uang sewa rumah;
biaya-biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa serta segala apa yang
mengenai kewajiban memenuhi perjanjian sewa-menyewa.
iii. Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar.
iv. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang.
v. Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang yang masih harus
dibayar kepada seorang tukang.
vi. Tagihan pemilik rumah penginapan atas seorang tamu.
vii. Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahannya.
viii. Upah kepada tukang-tukang batu, tukang-tukang kayu dan lain-lain tukang untuk
pembangunan, penambahan dan perbaikan-perbaikan benda-benda tak bergerak
sepanjang piutangnya tidak lebih dari tiga tahun dan merupakan milik yang
berhutang.

80
81

Ibid, hal.130.
Ibid, hal.132.

Universitas Sumatera Utara

49

ix. Piutang negara terhadap pegawai-pegawai yang merugikan pemerintah karena
kelalaian, kesalahan, pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dalam
jabatannya.
Privelege khusus tidak dibayarkan secara berurutan, sebab piutangnya
dikaitkan dengan kebendaan tertentu saja, bukan dengan kebendaan pada umumnya.
Pelunasan piutang khusus ini diambil dari hasil penjualan kebendaan tertentu yang
bersangkutan yang berkaitan dengan hak tagihnya. Berbeda dengan privilege khusus,
pelunasan bagi privilege umum dilakukan secara berurutan sesuai dengan urutannya
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.
B. Dasar Hukum Daftar Piutang Sebagai Jaminan Fidusia
Di Indonesia pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
antara lain:82
1. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Kebendaan meliputi
Bab XIX tentang Piutang-Piutang yang Diistimewakan (Pasal 1131 sampai
Pasal 1149); Bab XX tentang Gadai (Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160);
Bab XXI tentang Hipotik (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232).
 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan meliputi
Perikatan Tanggung-Menanggung (Tanggung-Renteng) dalam Pasal 1278
sampai dengan Pasal 1295 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Perjanjian

82

Salim HS, Op.Cit, hal.8.

Universitas Sumatera Utara

50

Garansi sebagaimana diatur dalam Pasal 1316 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
2.

Di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Ketentuan dalam PasalPasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berkaitan dengan hukum
jaminan, dalam hal pembebanan hipotek atas kapal laut;
 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
Prakteknya di dalam pemberian kredit, pihak yang membiayai/kreditur harus

mendapatkan rasa aman atas uang yang telah dikeluarkan tersebut yaitu dapat dibayar
lunas oleh peminjam pada waktu yang telah ditentukan. Maka perlu adanya suatu
jaminan sebagai sarana pengaman atas risiko yang mungkin timbul atas cidera janji
debitur dikemudian hari. 83
Ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan
suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan
tanpa menunjuk benda khusus dari debitur. Akan tetapi pada umumnya kreditur tidak

83

Wawancara dengan Erwin Wahyu Purwantoro, Notaris/ PPAT di Kota Medan, pada hari
Kamis, tanggal 25 September 2014.

Universitas Sumatera Utara

51

puas dengan jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut, dengan alasan-alasan sebagai berikut : 84
a.

Benda tidak khusus.
Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menunjuk terhadap
suatu barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik
debitor.

b.

Benda tidak diblokir.
Jika dibuat jaminan hutang khusus (yang bersifat kebendaan), maka dapat
ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali dengan seizin
pihak kreditur. Hal ini tidak dapat dilakukan atas jaminan umum berdasarkan
Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c.

Jaminan tidak mengikuti benda.
Jika telah dibuat jaminan hutang khusus (yang bersifat kebendaan), maka apabila
benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor, maka hak
kreditor tetap melekat pada benda tersebut, terlepas ditangan siapapun benda
tersebut berada. Sifat perlekatan kepada benda ini tidak dimiliki oleh jaminan
umum berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

d.

Tidak ada kedudukan preferent dari kreditur.
Terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus (yang bersifat kebendaan) oleh
hukum diberikan hak preferent. Artinya krediturnya diberikan kedudukan yang

84

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi,
(Jakarta: Citra AdityaBakti, 2002), hal.137-138.

Universitas Sumatera Utara

52

lebih tinggi (didahulukan) pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil
penjualan benda jaminan hutang, sedangkan jika ada sisa dari penjualan benda
jaminan hutang baru dibagikan kepada kreditur lainnya. Sedangkan jaminan
umum berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
kedudukan preferent dari kreditur tersebut tidak ada.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka pihak kreditur cenderung
untuk meminta jaminan hutang yang khusus dari pihak debitur sebagai dasar
pemberian kredit dan sebagai sarana pengaman (back up) dalam rangka pemberian
kredit atau pembiayaan agar pembayaran hutangnya menjadi aman. Jaminan khusus
yang dapat diminta oleh kreditur kepada debitur dapat berupa hipotik, fidusia, hak
tanggungan atau gadai.
Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang relatif baru, tonggak awal
lahirnya fidusia di Indonesia ialah setelah perkara Bataaffsche Petroleum
Maatschappij v. Pedro Clignett yang diputus pada tanggal 18 Agustus 1932 oleh
hooggerechtschof (Hgh). Putusan tersebut sekaligus menjadi yurisprudensi pertama
sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam jaminan gadai yang diatur dalam
Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sejak putusan tersebut, kehidupan
lembaga fidusia semakin diminati oleh pelaku usaha khususnya yang membutuhkan
kredit bank dengan jaminan barang bergerak yang masih dapat dipergunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

53

melanjutkan usahanya tanpa harus melepaskan kekuasaan atas barang jaminan itu
secara fisik.85
Latar belakang lahirnya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia tersebut adalah :86
a.

Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas
tersedianya dana perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas
dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.

b.

Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai dengan saat
ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

c.

Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih mengacu pada
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak yang
berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan
fidusia dan jaminan tersebut perlu di daftar pada Kantor Perdaftaran Fidusia.
Menurut Oey Hoey Tiong, prospek dan perkembangan fidusia di Indonesia

dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 87
(1) Bahwa fidusia sebagai jaminan dengan penyerahan secara constitutum
posessorium ini terbukti telah mengatasi kekurangan yang ada pada lembaga
jamnan gadai yang diatur dalam hukum tertulis.

85

Tan Kamelo, Op.cit. hal.55.
Salim HS, Op.cit. hal.3-4.
87
Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), hal.77.
86

Universitas Sumatera Utara

54

(2) Bahwa sejak saat diakuinya fidusia sebagai suatu lembaga jaminan (di Belanda
sejak 29 Januari 1929; di Indonseia sejak tanggal 18 Agustus 1932), maka fidusia
terus mengalami perkembangan baik dalam hubungannya dengan kedudukan
kreditur, kedudukan debitur maupun mengenai objek fidusia.
(3) Bahwa selama perkembangannya itu yurisprudensi sangat memegang peranan
untuk mengadakan penyesuaian antara hukum tertulis dan kebutuhan hukum
masyarakat, khususnya dalam bidang hukum jaminan.
(4) Bahwa akan tetapi, di antara yurisprudensi-yurisprudensi tersebut ada pula
yurisprudensi yang dapat dianggap menghambat perkembangan fidusia, seperti
yurisprudensi yang menyatakan bahwa fidusia hanya sah sepanjang mengenai
barang-barang bergerak (Putusan Mahkamah Agung No. 372 K/Sip/1970,
tanggal 1 September 1971), dan yurisprudensi yang menyatakan bahwa seorang
kuasa bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukannya
untuk dan atas nama pemberi kuasa (Putusan Mahkamah Agung No. 227
K/Sip/1977).
(5) Bahwa pengaturan fidusia melalui hukum tidak tertulis (yurisprudensi) kurang
menjamin kepastian hukum, karena hakim belum tentu sependapat dengan apa
yang diketahui oleh para pihak sebagai hukum. Contohnya mengenai fidusia
terhadap bangunan yang terletak di atas tanah orang lain, para pihak berpendapat
bahwa fidusia itu sah sedang hakim berpendapat bahwa fidusia itu batal.
(6) Bahwa fidusia sebagai jaminan meskipun pada mulanya dijadikan bahan
perdebatan sehubungan dengan penyelundupan hukum dari gadai meskipun soal

Universitas Sumatera Utara

55

kepastian hukumnya diragukan, akan tetapi sebagian besar dari persoalan itu
merupakan persoalan teoritis karena secara praktis fidusia sebagai jaminan telah
mendapat tempat yang utama dalam dunia perkreditan di Indonesia.
(7) Bahwa dengan selalu mengingat bahwa sebagian besar dari rakyat Indonesia
terdiri dari golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil maka pemberian kredit
kepada golongan itu merupakan suatu kebutuhan, dan dalam rangka pemberian
kredit itulah fidusia telah memberikan sumbangan yang penting karena fidusia
merupakan jaminan yang memperhatikan kepentingan usaha dari pencari kredit.
(8) Bahwa konstruksi penyerahan constitutum posessorium yang dipergunakan
dalam fidusia tidak hanya dikenal dalam hukum barat, tetapi hukum adat pun
mengenal konstruksi yang demikian.
(9) Bahwa dalam perkembangannya fidusia tidak saja dipergunakan dalam bidang
perkreditan, tetapi juga dalam jual beli yang tidak dilakukan secara tunai. Hal
mana dapat dipergunakan sebagai suatu pertanda bahwa sewa-beli dan jual beli
dengan angsuran keduanya mempunyai kelemahan yang semuanya itu dapat
diatasi dengan fidusia.
(10)Akhirnya dalam rangka pembinaan hukum nasional di mana diusulkan agar
hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis, kiranya yurisprudensi tentang
fidusia dapat dipergunakan sebagai bahan penyusunan peraturan tertulis tersebut
sepanjang mengenai fidusia.
Dalam yurisprudensi arrest hooggerechtschof tanggal 18 Agustus 1932 berkalikali disebutkan, bahwa yang bisa menjadi objek jaminan fidusia adalah benda

Universitas Sumatera Utara

56

bergerak saja, maka sekarang sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (2)
dan (4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang
menyatakan bahwa objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak, benda tidak
bergerak, khusus yang berupa bangunan yang tidak bisa dibebani dengan hak
tanggungan, dan benda tersebut harus bisa dimiliki dan dialihkan.88
Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia menyatakan bahwa Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih
satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan
diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Istilah “benda” yang meliputi baik
barang, benda berwujud maupun benda tidak berwujud yaitu hak, sesuai dengan Pasal
9 Ayat (1) di atas, bahwa hutang seseorang bisa dijamin pelunasannya, baik dengan
suatu benda berwujud tertentu atau suatu hak, seperti misalnya suatu tagihan/
piutang.89
Menurut Surat Edaran Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Dirjen
Administrasi Hukum Umum No. C.HT.01.22 tanggal 15 Maret 2005 tentang
Standarisasi Prosedur Pendaftaran Fidusia, Butir 2 menyatakan bahwa objek jaminan
fidusia bersifat kebendaan/ agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan, sehingga
termin proyek, sewa, kontrak, atau pinjam pakai serta hak perorangan lainnya bukan
merupakan pengertian benda yang manjadi objek jaminan fidusia. 90

88

J. Satrio, Op.Cit, hal.179.
Ibid, hal.221.
90
Try Widiyono, Op.Cit, hal.204.
89

Universitas Sumatera Utara

57

Dalam praktik perbankan, termin proyek merupakan piutang dikategorikan
sebagai piutang yang akan datang, sehingga dalam praktik perbankan (sebelum
lahirnya Surat Edaran Depkumham diatas), termin proyek dapat difidusiakan
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia, yang intinya adalah objek jaminan fidusia meliputi
hutang yang akan datang dan hasil benda. 91
C. Kedudukan Daftar Piutang Sebagai Jaminan Fidusia
Oleh karena adanya risiko yang timbul pada saat daftar piutang dijadikan
sebagai objek jaminan fidusia, maka upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir risiko suatu pemberian kredit dengan jaminan berupa tagihan atau
daftar piutang, antara lain:92
1.

Perlu dilakukan monitor dan pastikan debitur dapat melakukan pembayaran
kewajiban kepada bank tiap bulannya tetap waktu serta lakukan kunjungan ke
lokasi usaha secara periodik.

2.

Pastikan penggunaan kredit sesuai dengan peruntukannya dan harus dilakukan
perjanjian kredit dan pengikatan jaminan secara sempurna.

3.

Dapat juga dimintakan debitur untuk menyerahkan surat rekomendasi yang
ditandatangani dan diberi cap oleh pihak yang berutang pada debitur dan
memiliki tagihan yang masih berlaku/ berjalan dan jangka waktu tagihan/

91

Ibid.
Wawancara dengan Rina Silitonga, Credit Complaince & Legal Administrations pada
Bank Mandiri Cabang Medan Imam Bonjol, pada hari Selasa, tanggal 15 Juli 2014.
92

Universitas Sumatera Utara

58

pembayaran tidak melebihi jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam
Standard Operating Procedure (SOP) Bank.
4.

Debitur juga dapat dimintakan untuk membuka escrow account/ rekening
penampungan dimana rekening ini difungsikan untuk menampung pembayaran
tagihan oleh End-user debitur/ bowheer dan langsung menurunkan baki debet
pinjamannnya.

5.

Mintakan Standing Isntruction atau instruksi yang berlaku untuk saat itu dan
tetap berlaku sampai ada instruksi baru lagi.

6.

Pencairan kredit maksimal 80 % dari tagihan, sesuai dengan SOP Bank.
Dalam praktek yang berlaku selama ini, perjanjian pemberian jaminan

menunjukkan sifat-sifat sebagai perjanjian accesoir, yaitu perjanjian accesoir dengan
sendirinya (otomatis) hapus kalau perjanjian pokoknya hapus. Hal ini tampak dari
selalu dikaitkannya perjanjian fidusia dengan suatu perjanjian kredit sebagai
perjanjian pokoknya. 93
Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, menegaskan adanya
pengelompokan benda bergerak dan benda tidak bergerak serta benda berwujud dan
benda tidak berwujud. Namun dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan benda
apa saja yang termasuk dalam benda berwujud atau benda tidak berwujud. Hanya ada
4 (empat) pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan
istilah kebendaan tidak berwujud, yaitu: 94

93
94

J. satrio, Op.Cit, hal.128-129.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal.52.

Universitas Sumatera Utara

59

a. Pasal 613 yang mengatur tentang pemindahan hak milik atas benda tidak
berwujud.
b. Pasal 614 mengenai hak memungut hasil atau bunga.
c. Pasal 1158 mengenai gadai atas piutang.
d. Pasal 1164 mengenai hipotik atas hak-hak tertentu.
Pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kebendaan
tidak berwujud adalah hak-hak, termasuk di dalamnya yang diatur dalam Pasal 508
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (benda tidak berwujud yang termasuk
kedalam benda tidak bergerak) dan Pasal 511 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(benda tidak berwujud yang termasuk kedalam benda bergerak). Benda tidak
berwujud adalah hak-hak atas benda yang berwujud, sedangkan benda yang berwujud
adalah benda yang dapat ditangkap dengan pancaindera. 95
Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran. Sedangkan yang dimaksud
dengan pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara
sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. 96
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa piutang
termasuk pada benda bergerak yang tidak berwujud, benda yang termasuk dalam
ruang lingkup benda yang dapat dijadikan jaminan fidusia. Piutang termasuk benda
bergerak karena menurut undang-undang, piutang sebagai perikatan-perikatan dan

95

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992),

96

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1994), hal.152.

hal.116.

Universitas Sumatera Utara

60

tuntutan-tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai benda
bergerak. 97
Dalam hal pembayaran piutang, barang yang dibayarkan harus milik orang
yang melakukan pembayaran dan orang itu juga harus berhak untuk memindahkan
barang itu ke tangan orang lain. Pembayaran tersebut juga harus dibayarkan kepada si
berpiutang atau orang yang mendapat kuasa darinya. Bila tidak dibayarkan kepada si
berpiutang, maka pembayaran tersebut tidak sah (tidak membebaskan si berutang),
kecuali jika si berpiutang menyetujuinya. Pembayaran yang dilakukan kepada yang
memegang surat tanda penagihan adalah sah. 98 Oleh karena itu piutang merupakan
hak untuk menerima suatu pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara
sukarela.
Piutang dapat dijadikan obyek jaminan fidusia, hal ini dapat ditemukan pada
Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa “jaminan fidusia dapat
memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik
yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian”.
Jaminan fidusia terhadap piutang yang akan diperoleh kemudian hari
tersebut senada dengan ketentuan yang dikemukakan dalam Pasal 1334 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu benda-benda yang masih akan ada dapat
menjadi objek perjanjian. Walaupun diperoleh di kemudian hari, piutang tersebut
tidak dibuat dalam perjanjian tersendiri, tetapi termasuk dalam perjanjian jaminan

97
98

Pasal 511 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 1386 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara

61

fidusia karena telah dilakukan pengalihan hak kepemilikan sekarang untuk nantinya
atas benda tersebut.
Kedudukan hukum tentang daftar piutang adalah sebagai objek jaminan
yang menjamin atas ketertiban dan kelancaran dari pembayaran hutang debitur yang
dibuat dalam perikatan berbentuk perjanjian accesoir.99 Selain itu, daftar piutang juga
merupakan jaminan tambahan yang bertindak untuk mengcover jaminan fix asset
(aset tetap), dan jaminan tambahan ini menjadi wajib karena ada peraturan yang
mengatur. 100

99

Wawancara dengan Cipto Soenaryo, Notaris/ PPAT di Kota Medan pada hari Jumat,
tanggal 26 September 2014.
100
Wawancara dengan Ferry Susanto Limbong, Notaris/ PPAT di Kota Medan pada hari
Rabu, tanggal 24 September 2014.

Universitas Sumatera Utara