Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia
BAB II
KONSEP, TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Morfologi
Pengertian morfologi telah banyak dibicarakan oleh para linguis. Menurut
Crystal (1980:232-233), morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur
atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfologi pada umumnya
dibagi ke dalam dua bidang: yakni telaah infleksi (inflectional morphology), dan
telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Apabila penekanan
pada teknik menganalisis kata menjadi morfem, khususnya seperti dipraktikkan oleh
para linguis strukturalis Amerika pada tahun 1940 dan 1950, maka istilah yang
dipakai adalah morfemik. Analisis morfemik dalam pengertian ini adalah bagian dari
telaah linguistik sinkronis. Sebaliknya, analisis morfologis adalah istilah yang lebih
umum, yang juga diterapkan terhadap telaah historis.
Analisis morfologis dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan
adalah membuat telaah distribusional morfem dan varian morfemis yang muncul
dalam kata (analisis susunan morfotaktis). Misalnya, dalam model pemerian item and
arrangement, yaitu suatu model pemerian yang mengandung kata sebagai gugus
linear (arrangement) morf-morf (items), misalnya the boy kicked the ball.
Pendekatan lain menetapkan atau membangun proses-proses atau operasioperasi morfologis, yang melihat hubungan-hubungan antara bentuk-bentuk kata
sebagai satu hubungan pergantian. Misalnya, dalam model item and process, yaitu
9
Universitas Sumatera Utara
suatu model pemerian yang memandang hubungan antara kata-kata sebagai proses
derivasi, seperti item look diturunkan dari item take melalui proses perubahan vokal.
Dalam linguistik generatif, morfologi, dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat
yang terpisah. Pola-pola dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya
terhadap frasa dan kalimat. Dengan demikian, konsep-konsep morfologis hanya
muncul sebagai titik di mana output komponen sintaksis harus diberikan representasi
fonologis melalui pola-pola morfofonologis.
Menurut Bauer (1983:33), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
Dalam morfologi, analis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang
kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk
menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke dalam dua
cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang disebut
morfologi leksikal.
Morfologi
infleksional
membahas
berbagai
bentuk
leksem,
sedang
pembentukan kata membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu. Pembentukan
kata dapat dibagi ke dalam derivasi dan pemajemukan (komposisi). Derivasi
berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui afiksasi, sedang pemajemukan
berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih stem potensial.
Derivasi kadang-kadang juga dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (classmaintaining derivation) dan derivasi perubahan kelas (class-changing derivation).
Derivasi mempertahankan kelas adalah derivasi leksem baru yang sama kelasnya
dengan basis asal leksem itu dibentuk, sedang derivasi perubahan kelas menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
leksem yang berbeda kelasnya dengan basisnya. Sebaliknya, pemajemukan biasanya
dibagi menurut kelas dari kata majemuk yang dihasilkan ke dalam nomina majemuk,
adjektiva majemuk, dan sebagainya. Pemajemukan juga dapat dibagi lebih lanjut
menurut kriteria semantik ke dalam kata majemuk eksosentris, kata majemuk
endosentris, kata majemuk oposisional, dan kata majemuk dvanva. Berikut
dikemukakan rangkuman dari morfologi dalam bentuk diagram.
Morfologi
Infleksional
Pembentukan Kata
Derivasi
Derivasi Mempertahankan
Kelas
Pemajemukan
Derivasi Perubahan
Kelas
Nomina
Verba
Adjektiva
Majemuk Majemuk Majemuk
Gambar 2.1: Diagram Morfologi
Di samping itu, menurut Rusmadji (1993:2), morfologi mencakup kata,
bagian-bagiannya, dan prosesnya. Kemudian, menurut O'Grady dan Dobrovolsky
(1989:89-90), morfologi adalah komponen tata bahasa generatif transformasional
Universitas Sumatera Utara
(TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Selanjutnya, mereka membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi
semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bahasa tertentu. Teori
morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis
pola morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain,
morfologi khusus merupakan seperangkat pola yang mempunyai fungsi ganda.
Pertama, pola-pola ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, pola-pola
ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal
kata yang sudah ada dalam bahasanya.
2.2 Morfologi Struktural
1. Prinsip-prinsip Umum Analisis Deskriptif
Menurut Nida (1949:1-3), analisis deskriptif didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai-berikut:
a. Analisis deskriptif harus didasarkan pada apa yang dikatakan orang
Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi. Pertama, prinsip ini berarti bahwa
bentuk bahasa yang tertulis adalah sekunder. Bagi linguis deskriptif, bahasa lisanlah
yang harus didahulukan dan diutamakan, bukan bahasa tulisan. Menurut linguis
deskriptif, bahasa tulisan hanya merupakan representasi bahasa lisan dengan
menggunakan huruf-huruf alfabet. Kedua, prinsip ini berarti bahwa linguis merekam
bentuk-bentuk aktual yang digunakan. Dengan kata lain, yang penting bagi linguis
Universitas Sumatera Utara
adalah apa yang dikatakan orang daripada apa yang dipikirkan harus dikatakan.
Selain itu, linguis tertarik kepada semua tipe penutur, baik yang mewakili kelompokkelompok pendidikan, sosial, ekonomis, maupun ras yang berbeda-beda. Bagi linguis,
dialek apa saja sama baiknya dengan dialek lainnya. Semua ragam bahasa sama
"benarnya" dalam hal bahwa ragam-ragam bahasa itu mewakili dialek dari penutur.
Linguis hanya memerikan bahasa, semua jenis bahasa, dan semua jenis dialek dari
bahasa tersebut.
b. Bentuk adalah primer dan pemakaian sekunder
Linguis deskriptif mulai dari bentuk dan kemudian beralih memerikan posisiposisi gramatikal di mana bentuk muncul. Dalam memerikan kasus dalam bahasa
Yunani, misalnya, linguis mendaftarkan lima himpunan bentuk, kemudian
memberikan bagaimana bentuk-bentuk itu digunakan.
c. Tidak ada bagian suatu bahasa dapat diperikan secara memadai tanpa rujukan
kepada semua bagian lainnya
Prinsip ini berarti bahwa fonemik, morfologi, dan sintaksis suatu bahasa tidak
dapat diperikan tanpa merujuk kepada satu dengan lainnya. Bahasa bukanlah
pengelompokan berkotak-kotak dari struktur-struktur yang relatif terpisah-pisah.
Bahasa adalah suatu keseluruhan yang mempunyai fungsi, dan bagian-bagian itu
hanya dapat diperikan secara penuh dalam hubungannya dengan keseluruhan. Bahasa
Universitas Sumatera Utara
merupakan struktur yang sangat kompleks dan bahasa itu membentuk kerangka
referensinya sendiri.
d. Bahasa-bahasa berada dalam suatu proses perubahan secara terus-menerus
Pemberian kata tentang bahasa cenderung memberikan kesan bahwa bahasa
itu merupakan struktur yang statis dan tetap. Ini adalah sikap dari penutur suatu
bahasa, dan kita menyadari bahwa ada (1) fluktuasi bentuk, misalnya, roofs vs rooves,
hoofs vs hooves, proven vs proved, dan dove vs dived, dan (2) butir-butir baru
kosakata, misalnya, video, syclotron, dan commies.
Kehadiran
fluktuasi
dalam
bentuk
berarti
bahwa
struktur
tertentu
mengalahkan yang lain, karena bentuk-bentuk alternatif tidak pernah berada dalam
keseimbangan untuk waktu lama. Pemakaian proved dan dived yang semakin populer
ketimbang proven dan dove berarti bahwa pembentukan yang teratur mengatasi
pembentukan yang tidak teratur. Linguis deskriptif tidak berusaha untuk
mempertimbangkan kecenderungan suatu bahasa, tetapi apabila ia merekam dalam
datanya terdapat bentuk-bentuk alternatif dan bahwa hal ini memperlihatkan
frekuensi kemunculan tertentu, maka ia menyentuh dinamika perubahan bahasa.
Kita tidak boleh berpikiran bahwa hanya bahasa tulisan berubah atau
sebaliknya, bahasa tulisan berubah lebih kurang dibandingkan dengan bahasa lisan.
Semua bahasa berubah, dan tingkat perubahan itu bervariasi pada waktu yang
berbeda-beda pula dalam sejarah suatu bahasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Organisasi Morfologi Struktural
Berdasarkan penjelasan terdahulu, kita dapat mengemukakan organisasi atau
model morfologi struktural sebagai-berikut:
Daftar Morfem
Pembentukan Kata
Proses Morfofonologis
Kamus
Gambar 2.2: Organisasi Morfologi Struktural
Model pada gambar di atas terdiri atas empat komponen, yaitu, (1) Daftar
Morfem, (2) Pembentukan Kata, (3) Proses Morfofonologis, dan (4) Kamus.
Berdasarkan gambar tersebut, tugas pertama seorang analis ialah mengidentifikasikan
semua morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat, dari data yang telah
dikumpulkannya. Kemudian morfem-morfem tersebut dimasukkan ke dalam daftar
morfem sebagai komponen pertama.
Universitas Sumatera Utara
Komponen kedua adalah pembentukan kata yang menjelaskan bagaimana
morfem-morfem suatu bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk membentuk kata
yang sesungguhnya dalam bahasa itu. Jadi, pembentukan kata harus mampu
menghasilkan semua kata yang berterima dalam bahasa itu dan mengeluarkan semua
kata yang tidak berterima.
Komponen ketiga adalah proses morfofonologis, yang merupakan suatu
mekanisme mengenai proses-proses morfofonologis, yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi dalam penggabungan morfem, seperti asimilasi, pelesapan, penambahan,
penggantian, dan permutasi. Tidak semua kata dapat diturunkan melalui pembentukan
kata. Proses ini dapat membentuk kata-kata yang secara fonologis, morfologis,
sintaksis, dan semantis berterima, tetapi tidak muncul dalam pemakaian bahasa.
Komponen terakhir adalah kamus. Semua kata yang telah melalui komponen
ketiga, yaitu proses morfofonologis, membentuk kamus dari bahasa yang
bersangkutan. Dengan demikian, untuk sampai pada tahap pembentukan kamus,
seorang linguis harus melewati proses penyusunan daftar morfem, pembentukan kata,
dan proses morfofonologis.
3. Analisis Morfologis Struktural
Analisis morfologis dalam pembentukan akronim belum mempunyai pola
yang dapat dipedomani seperti dalam proses morfologis pembentukan kata, sebagai
perbandingan proses pembentukan morfem di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
a. Prinsip-prinsip identifikasi morfem
Menurut Nida (1949:7-67), ada enam prinsip yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan morfem suatu bahasa. Keenam prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
Prinsip 1: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama dan bentuk fonemis
yang identik dalam semua kemunculannya membentuk satu morfem
tunggal.
Prinsip 2: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam
bentuk fonemisnya dapat membentuk satu morfem asalkan distribusi
perbedaan-perbedaan formal dapat diterangkan secara fonologis.
Prinsip 3: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam
bentuk fonemisnya sedemikian rupa sehingga distribusinya tidak dapat
diterangkan, secara fonologis membentuk satu morfem tunggal jika
bentuk-bentuk itu berada dalam distribusi komplementer, sesuai dengan
restriksi berikut:
a. kemunculan dalam seri struktural yang sama mendahului kemunculan
dalam seri struktural yang berbeda dalam penentuan status morfemis;
b. distribusi
komplementer
dalam
seri
struktural
yang
berbeda
membentuk basis untuk menggabungkan alomorf-alomorf ke dalam
satu morfem hanya jika ada morfem muncul dalam seri struktural yang
berbeda ini yang termasuk ke dalam kelas distribusi yang sama sebagai
Universitas Sumatera Utara
seri alomorfis yang bersangkutan dan yang hanya mempunyai satu
alomorf atau alomorf yang dapat diterangkari secara fonologis;
c. lingkungan taktis terdekat mendahului lingkungan taktis jauh dalam
menentukan status morfemis; dan,
d. kontras dalam lingkungan distribusional yang sama dapat diperlakukan
sebagai
submorfemis
jika
perbedaan
dalam
makna
alomorf
menggambarkan distribusi bentuk-bentuk ini.
Prinsip 4: Perbedaan bentuk yang nyata dalam suatu seri struktural membentuk
suatu morfem jika dalam suatu anggota seri seperti ini, perbedaan
struktural zero merupakan ciri-ciri penting untuk membedakan satuan
minimal dari persamaan fonetis-semantis.
Prinsip 5: Bentuk-bentuk yang homofon dapat diidentifikasikan sebagai morfemmorfem yang sama atau berbeda atas dasar persyaratan berikut:
a. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang jelas berbeda
membentuk morfem-morfem yang berbeda pula; dan,
b. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang berhubungan
membentuk satu morfem tunggal jika kelas-kelas makna sejalan
dengan perbedaan distribusional.
Prinsip 6: Suatu morfem dapat dipisahkan jika morfem itu muncul dalam kondisikondisi berikut:
a. berdiri sendiri;
Universitas Sumatera Utara
b. dalam multikombinasi yang sekurang-kurangnya satu di antara satuan
yang menggabungkan morfem dengannya, maka morfem itu akan
muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain; dan,
c. dalam satu kombinasi tunggal, asalkan unsur yang dengannya morfem,
akan dikombinasikan muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain
dengan konstituen nonunik.
b. Teknik Identifikasi Morfem
Menurut Bickford, dkk. (1991:2-3), pada dasarnya ada dua teknik yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan morfem-morfem suatu bahasa. Kedua teknik
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Menemukan bagian-bagian yang berulang dengan makna tetap.
2.
Menemukan kontras dalam suatu kerangka.
Untuk menerapkan teknik pertama, dapat digunakan data berikut yang diambil
dari bahasa Choapan Zapotec (suatu bahasa yang digunakan di Meksiko).
rao zua yeta
‘John makan kue jagung’
rao lipi za
‘Philemon makan kacang’
rao maka bela
‘Macaria makan ikan’
re’en zua za
‘Jhon ingin kacang’
re’en lipi bela
‘Philemon ingin ikan’
re’en maka yeta
‘Macaria ingin kue jagung’
Dalam data tersebut, dapat dilihat bahwa kata rao berulang beberapa kali dan
Universitas Sumatera Utara
bersesuaian dengan kata ‘makan’ dalam bahasa Indonesia. Jadi, rao mungkin berarti
‘makan’. Demikian pula re 'en muncul beberapa kali dan bersesuaian dengan kata
‘ingin’ dalam bahasa Indonesia, sehingga re 'en mungkin berarti ‘ingin’. Dengan cara
yang sama, kita dapat mengidentifikasikan makna dari semua kata yang lain.
Apa yang telah dilakukan ialah membentuk suatu hipotesis tentang makna
setiap kata, dan kemudian mengecek atau menguji hipotesis tersebut terhadap semua
data. Apabila ingin membuat suatu hipotesis, maka perlu mengeceknya atau
mengujinya terhadap data tambahan untuk membenarkan atau menolaknya. Dengan
demikian, pembuat hipotesis harus tetap terbuka terhadap kemungkinan menemukan
bukti kemudian yang akan menyebabkan pemodifikasi atau perumusan kembali
hipotesis secara keseluruhan.
Untuk menerapkan teknik kedua, yaitu menemukan kontras dalam suatu
kerangka, dapat diperhatikan data berikut yang berasal dari bahasa Choapan Zapotec.
raowa'
'Saya makan'
raolo'
'Engkau (tunggal) makan'
raobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
raoba'
'Ia (binatang) makan'
waowa '
'Saya akan makan'
waolo'
'Engkau (tunggal) makan'
waobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
waoba'
'Ia (binatang) makan'
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kata-kata di atas, apabila dibandingkan keempat bentuk yang
pertama, kita lihat bahwa –wa ' dapat diidentifikasi dengan jelas yang berarti ‘saya’, lo' berarti ‘engkau’ (tunggal), -bi' berarti ‘ia’ (laki/perempuan), dan -ba' berarti ‘ia’
(binatang)'. Dengan membandingkan raowa' dengan waowa', raolo' dengan waolo ',
dan sebagainya, kita lihat bahwa r- dan w- juga berkontras.
Suatu hipotesis yang dapat diterima menyangkut maknanya ialah bahwa rberarti ‘present tense', dan w- berarti 'future tense'. Akan tetapi, hal ini berarti bahwa
salah satu hipotesis yang terdahulu memerlukan revisi. Padahal, sebelumnya telah
dibuat hipotesis bahwa rao adalah suatu morfem yang berarti ‘makan’. Sekarang, kita
melihat bahwa rao mengandung dua morfem, yaitu r- ‘present’ dan ao ‘makan’.
Dengan cara yang sama, dapat diasumsikan bahwa re 'en juga terdiri atas dua
morfem, yaitu r- dan e 'en yang berarti ‘ingin’.
Sekarang kita dapat mendaftarkan semua morfem yang terdapat pada di atas
akan ditemukan formulasi data sebagai berikut:
ao
‘makan’
zua
‘John’
za
‘kacang’
e'en
‘ingin’
lipi
‘Philemon’
bela
‘ikan’
maka
‘Macaria’
yeta
‘kue jagung’
r-
‘present tense’
w-
‘future tense’
-wa'
‘orang pertama tunggal’
-lo'
‘orang kedua tunggal’
-bi'
‘orang ketiga tunggal’
Universitas Sumatera Utara
-ba’
‘kata ganti ketiga tunggal untuk binatang’
c. Pembentukan Kata
Pembentukan kata dapat dilakukan dengan cara derivasi, pemajemukan,
proses morfofonologis, dan prosedur analisis.
(1) Derivasi
Kata-kata baru dalam bahasa tertentu dapat dibentuk melalui proses
deri vasi, yaitu pembentukan kata-kata baru dengan menambahkan afiks kepada
kata pangkal, yaitu dapat berupa akar kata yang di dalam bahasa Inggris, misalnya,
dapat melekat pada kata root, stem, atau basi s.Afiks ada tiga macam, yaitu, (i)
prefiks; (ii) sufiks; dan, (iii) infiks. Proses pembentukan kata dengan menambahkan
afiks kepada kata pangkal disebut af iksasi yang mencakup pref iksasi, yaitu
proses pembentukan kata dengan menambahkan prefiks kepada kata pangkal,
sufiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan sufiks kepada kata
pangkal, dan infiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan infiks
kepada kata pangkal. Di antara ketiga proses pembentukan kata ini, infiksasi
merupakan proses yang paling tidak produktif. Tidak semua bahasa mempunyai
infiks. Walaupun ada bahasa yang mempunyai infiks, tetapi jumlah dan frekuensinya
sangat terbatas dibanding dengan prefiks dan sufiks.
Universitas Sumatera Utara
(2) Pemajemukan
Pemajemukan adalah suatu proses pembentukan kata-kata baru dengan
menggabungkan dua kata atau lebih. Menurut Bauer (1983:201), cara yang biasa
digunakan untuk pengklasifikasikan kata majemuk ialah berdasarkan fungsi yang
dimainkannya dalam kalimat sebagai nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya. Jadi,
kata majemuk dapat diklasifikasikan ke dalam nomina majemuk, verba majemuk,
adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk sesuai dengan fungsinya dalam kalimat,
walaupun salah satu unsur pemandunya dari kategori leksikal lain. Nomina majemuk,
misalnya, yang terdiri atas nomina sebagai unsur utama dan verba atau adjektiva
sebagai unsur lainnya, berfungsi sebagai nomina dalam kalimat. Demikian pula verba
majemuk, adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk.
(3) Proses Morfofonologis
Dalam pembentukan kata-kata baru, baik melalui derivasi maupun
pemajemukan, mungkin saja terjadi perubahan suatu fonem sebagai akibat
penggabungan afiks dengan kata pangkal atau penggabungan dua kata atau lebih.
Perubahan fonem inilah yang disebut proses morfofonologis.
d. Prosedur Analisis
Menurut Nida (1949:192-221), langkah-langkah dalam prosedur analisis
terdiri atas dua bagian, yaitu observasi awal dan pengartuan data.
(1) Observasi Awal
Universitas Sumatera Utara
Analisis morfologis menghasilkan tiga tipe utama dari observasi awal, yaitu
(i) observasi fonetis; (ii) observasi identifikasional; dan, (iii) observasi distribusional.
Ketiga tipe utama dari observasi awal ini memiliki karakteristik tertentu yang berbeda
antara satu dengan tipe lainnya. Untuk itu, hal-hal yang perlu dilakukan dalam
observasi fonetis adalah sebagai berikut:
(a) Kesenyapan di antara satuan-satuan intonasional. Kesenyapan intonasional
biasanya terjadi di antara konstruksi-konstruksi morfologis dan oleh karena itu
kesenyapan ini memberikan isyarat penting bagi batas-batas dari konstruksikonstruksi demikian.
(b) Distribusi alofon. Kontras-kontras tertentu dari distribusi alofonis memberikan
isyarat yang berharga bagi satuan-satuan kata.
(c) Distribusi gugus-gugus ruas. Distribusi gugus-gugus ruas tertentu sering
ditemukan bertepatan dengan kemunculan satuan-satuan morfologis tertentu,
misalnya, morfem, kata majemuk, dan kata.
(d) Jedah fonernis. Jedah ini didasarkan pada ciri-ciri fonetis yang dapat dimasukkan
ke dalam tipe-tipe data fonetis terdahulu.
(e) Posisi tekanan.
(f) Gugus-gugus fonologis.
Untuk observasi identifikasional, terdapat dua teknik utama, yaitu (i)
membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah
bagian yang serupa bentuknya menunjukkan persamaan semantis; dan, (ii)
Universitas Sumatera Utara
membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah
bagian yang berkontras secara formal menunjukkan perbedaan sematis.
Untuk observasi distribusional, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
(a) Kelas-kelas morfem.
(b) Urutan dari kelas-kelas morfem.
(c) Kombinasi-kombinasi morfem yang berulang
(d) Tingkat perubahan alomorofis.
(e) Kemungkinan pemisahan satuan-satuan
(f) Gugus-gugus morfem
(2) Pengartuan Data
(a) Tujuan Pengartuan Data
Melalui proses pengartuan tiap-tiap penggal informasi pada slip kertas yang
terpisah, seseorang dapat mengupulkan sejumlah data yang serupa pada satu tempat.
Jika data dikartukan pada slip-slip kertas yang terpisah, keseluruhan bagian dapat
dengan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain fleksibilitasnya,
salah satu keuntungan dari metode pengartuan tipe ini adalah kemungkinannya untuk
diperluas.
(b) Bentuk Slip Pengaturan
Ukuran yang paling menyenangkan bagi slip pengartuan adalah 3 x 5 inci.
Slip hendaknya mencakup informasi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(i) identifikasi bentuk yang akan dikartukan. Bentuk itu dapat dimasukkan di sudut
kiri atas, dengan atau tanpa makna, atau digarisbawahi;
(ii) indikasi dari lokasi bentuk itu dalam buku catatan lapangan dari mana bentuk itu
disalin. Hal yang sangat penting diingat bahwa seseorang mampu merujuk
kepada konteks apabila perlu;
(iii) ungkapan yang mengandung bentuk itu. Sekurang-kurangnya satu kontruksi
morfologis diberikan; dan,
(iv) makna dari keseluruhan ekspresi itu.
Contoh :
-iz- ‘kausatif
1-6
wutakanipikizwa
‘Engkau akan menyebabkan saya dipukul
4. Pembentukan Kata
Pembentukan kata dalam konteks pembentukan akronim tidak mudah
dibakukan. Menurut Chaer (2008: 235) proses akronim tidak mudah dipolakan dan
juga produktivitasnya sangat rendah. Untuk proses pengpolaan akronim, diperlukan
definisi akronim. Chaer (2008:236) menyatakan bahwa akronimisasi adalah proses
pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan
dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata. Proses ini menghasilkan sebuah
karya yang disebut akronim. Jadi, sebetulnya akronim adalah juga sebuah singkatan,
Universitas Sumatera Utara
namun yang “diperlukan” sebuah kata atau sebuah butir leksikal. Misalnya, kata
pilkada yang berasal dari ungkapan pemilihan kepala daerah, kata jabotabek yang
berasal dari Jakarta Bogor, Tangerang, dan Bekasi, serta kata balita yang berasal dari
bawah lima tahun.
Bagaimana aturan atau pola pembentukan akronim? Jawaban pertanyaan ini
terbentur pada “belum” ada aturan tertentu yang digunakan. Namun, dari data yang
terkumpul tampak ada cara-cara tertentu dalam pengaturan pembentukan akronim
sebagaimana tertera sebagai berikut:
Pertama, pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata
yang membentuk konsep itu. Misalnya:
-
IKIP
: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
-
IDI
: Ikatan Dokter Indonesia
-
ABRI
: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
-
AMPI
: Angkatan Muda Pembangunan Indonesia
-
ASRI
: Angkatan Seni Rupa Indonesia
-
KUHAP
: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-
IPSI
: Ikatan Pancak Silat Indonesia
Kata-kata seperti IKIP, IDI, ABRI dan AMPI lazim diucapkan dan dituliskan
sebagai sebuah kata berbeda dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) dan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), yang masih tetap dilafalkan dan dituliskan sebagai
singkatan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk
konsep itu. Misalnya:
-
rukan
: rumah kantor
-
balita
: bawah lima tahun
-
orpol
: organisasi politik
-
moge
: motor gede
-
pujasera
: pusat jajanan serba ada
-
nalo
: nasional lotare
-
puskesmas : pusat kesehatan masyarakat
Ketiga, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari
suku kata kedua dari setiap kata membentuk konsep itu. Misalnya:
-
warteg
: warung tegal
-
depkes
: departemen kesehatan
-
kalbar
: kalimantan barat
-
puspen
: pusat penerangan
-
sulsel
: sulawesi selatan
-
sumbagsel : sumatera bagian selatan
Keempat, pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang
mewadahi konsep itu. Misalnya:
-
juklak
: petunjuk pelaksana
-
tilang
: bukti pelanggaran
-
litbang
: penelitian dan pengembangan
Universitas Sumatera Utara
-
bintal
: pembinaan mental
-
danton
: komandan pelaton
-
gakin
: keluarga miskin
Kelima, pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang
tampaknya tidak beraturan, namun masih dengan memperhatikan “keindahan” bunyi.
Misalnya:
-
pilkada
: pemilihan kepala daerah
-
organda
: oraganisasi angkutan darat
-
kloter
: kelompok terbang
-
bulog
: badan urusan logistik
-
purek
: pembantu rektor
-
unila
: universitas negeri lampung
Keenam, pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep tertentu,
tetapi sukar disebutkan keteraturannya dan dibentuk berdasarkan pertimbangan seni.
Misalnya:
-
sinetron
: sinema elektronik
-
insert
: informasi selebritis
-
satpam
: satuan pengamanan
-
kalapas
: kepala lembaga pemasyarakatan
-
dalhura
: (pasukan) pengendali huru hara
Universitas Sumatera Utara
Kata-kata yang dibentuk sebagai hasil proses akronimisasi ini terdapat dalam
semua bidang kegiatan dan keilmuan, seperti kepolisian, kemiliteran, pendidikan,
olahraga, ekonomi, kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya akronim itu
hanya dipahami oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang kegiatan tertentu
tersebut. Misalnya, pada salah satu instansi pemerintahan, yakni di kemendiknas
terdapat akronim dupak (daftar usulan perhitungan angka kredit) yang hanya
dipahami oleh orang-orang instansi tersebut.
Meskipun pemunculan akronim bermula dari pemahaman sekelompok
pengguna bahasa, akronim tersebut berpotensi berkembang pada lingkungan yang
lebih luas. Bahkan, tidak sedikit akronim dalam bahasa Indonesia yang telah menjadi
kosakata umum, seperti muntaber, wagub, pemda, lemhanas, hansip, dirjen, dan
sebagainya. Akan tetapi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993) bentuk
akronim yang telah menjadi kosakata umum ini didaftarkan sebagai singkatan.
Pembentukan akronim yang berpotensi menjadi kata berkaitan erat dengan
pembentukan kata baru. Menurut Bauer (1983:201) pembentukan akronim
merupakan bagian dari pembentukan kata baru yang dapat dibagi dalam 10 jenis.
Kesepuluh jenis pembentukan kata baru tersebut adalah (i) compounding; (ii)
prefixation; (iii) suffixation; (iv) conversion; (v) back formation; (vi) clipping; (vii)
blends; (viii) acronyms; (ix) word manufacture; dan, (10) mixed formation.
Sementara itu, Sibarani (2002:55) mengatakan bahwa proses pembentukan kata baru
di dalam morfologi berjumlah 14 buah, yakni (i) kata majemuk; (ii) afiksasi; (iii)
reduplikasi; (iv) modifikasi internal; (v) suplesi; (vi) akronim; (vii) black formation;
Universitas Sumatera Utara
(viii) blending; (ix) clipping; (x) conaige; (xi) konversi; (xii) kesalahan etimologi;
(xiii) pelesetan; dan, (xiv) nama diri. Proses pembentukan kata yang diklasifikasikan
oleh Sibarani tertera sebagai berikut:
a. Kata majemuk (Compounding) merupakan gabungan dua bentuk dasar secara
bersama-sama membentuk kata baru. Di dalam bahasa Inggris, kata majemuk itu
antara lain ada yang terdiri dari noun + noun seperti, woman doctor dan skinhead;
verb + noun seperti, breakfast dan play pit; dan noun + verb seperti sunshine dan
birth control.
b. Afiksasi (Affixation) adalah penambahan morfem terikat ke bentuk dasar untuk
membentuk sebuah kata. Penambahan bentuk terikat itu berupa prefiks a-, seperti
asleep; be-, seperti befriend; sufiks -dom, seperti kingdom; -ess, seperti
stewardess; infiks -um-, seperti sumulat (bahasa Batak).
c. Reduplikasi (Reduplication) adalah pengulangan suku kata, morfem atau kata
untuk membentuk sebuah kata. Misalnya, goody-goody dan wishy-washy.
d. Modifikasi Internal (Internal Modification) yaitu perubahan internal untuk
membentuk kata, dengan menambahkan afiks ke morfem (afiksasi) atau dengan
menyalin semua bagian dari morfem untuk membuat perbedaan morfologis.
Misalnya:
man
-
men
break
-
broke
-
broken
Universitas Sumatera Utara
e. Suplesi (Suppletion) adalah suatu ketidakmungkinan yang dapat dijadikan aturan
umum atau hubungan yang teratur antara bentuk dasar dan kata derivasinya.
Misalnya:
good
-
better
-
best
bad
-
worse
-
worst
f. Akronim (Acronyms) adalah sesuatu kependekan yang berupa gabungan huruf atau
suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai
dengan pola fonotaktik bahasa yang bersangkutan.
Misalnya:
radar
= radio detection and ranging
bimas
= bimbingan masyarakat
g. Back Formation yaitu penghapusan afiks dari kata yang ada untuk membentuk
kata baru.
Misalnya:
edit
-
editor
donate
-
donation
h. Blending yaitu menggabungkan dua kata atau lebih untuk membentuk satu kata.
Misalnya:
brunch
(breakfast + lunch)
telex
(teleprinter + exchange)
i. Clipping yaitu pengambilan suku kata khusus dalam kata yang selanjutnya
dianggap sebagai kata baru.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya:
ad
(advertisement)
exam
(examination)
j. Coinage yaitu pembentukan kata yang tidak kelihatan prosesnya.
Misalnya:
Xerox
Kodak
k. Konversi (Conversion) yaitu proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik
dari bentuk dasar tersebut.
Misalnya:
Bentuk laugh, run, dan buy bisa dikategorikan sebagai nomina dan verba
sementara bentuk dirty, lower, dan better bisa dikategorikan sebagai adjektiva dan
verba.
l. Kesalahan etimologi (False Etymology) yakni salah menganalisis sebuah kata dan
menambahkan bagian kata ke bentuk dasar lain untuk membentuk kata baru.
Misalnya, sufiks -burger menghasilkan salah analisis bahwa hamburger berasal
dari ham plus burger (humberger merupakan clipping dari humberger steak).
Bentuk burger sudah ditambahkan ke tipe makanan lain, seperti cheeseburger,
pizzaburger, salmonburger, dan steakburger.
m. Pelesetan (Deviating) yakni proses pembentukan suatu kata baru dengan
mempelesetkan morfem yang ada atau kata dari makna yang terdahulu. Kata yang
Universitas Sumatera Utara
ada itu dianggap sebagai akronim dari bentuk panjang yang menghasilkan makna
baru. Misalnya, kata Suharto dipelesetkan menjadi SUka HARTa Orang dan
SUMUT dipelesetkan menjadi Semua Urusan Mesti Uang Tunai.
n. Nama diri (Proper name) yaitu nama benda, tempat, aktivitas, dan penemuan yang
dikaitkan dengan sesuatu atau orang. Misalnya, Washington D.C. (untuk George
Washington dan District of Colombia untuk Christoper Colombus).
Di samping Bauer (1983:201) dan Sibarani (2002:55) terdapat Kridalaksana
(1996:12-17) yang membagi tipe pembentukan kata ke dalam enam bagian. Keenam
bagian itu adalah: (i) derivasi zero; (ii) afiksasi; (iii) reduplikasi; (iv) komposisi; (v)
abreviasi; (vi) derivasi balik. Di dalam pembentukan kata tersebut terdapat peristiwa
morfologis yang terjadi dari input, yaitu leksem dan salah satu proses tersebut di atas,
serta output berupa kata. Bagannya sebagai berikut:
Leksem
Proses
morfologis
Kata
Gambar 2.3: Bagan Input dan Output Proses Morfologis Pembentukan Kata
Berdasarkan bagan di atas, proses pembentukan kata menurut Kridalaksana
(1996:12-14) dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut:
a. Derivasi zero; dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan
apa-apa.
Universitas Sumatera Utara
Leksem
Tunggal
Kata
tunggal
Derivasi
zero
Gambar 2.4: Bagan Input dan Output Proses Derivasi Zero
b. Afiksasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks.
c. Reduplikasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan
beberapa macam proses pengulangan.
d. Abreviasi (pemendekan); dalam proses ini leksem atau gabungan leksem menjadi
kata kompleks atau akronim atau singkatan dengan pembagi proses abreviasi. Ada
beberapa jenis abreviasi:
(1) pemenggalan;
(2) kontraksi;
(3) akronimi; dan,
(4) penyingkatan.
Pemenggalan dan kontraksi inputnya merupakan leksem tunggal dan ouputnya
kata kompleks seperti terdapat pada afiksasi dan reduplikasi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Leksem
tunggal
Afiksasi,
Reduplikasi
Pemenggalan
kontraksi
Kata
kompleks
Gambar 2.5: Bagan Input dan Output Proses Abreviasi
Universitas Sumatera Utara
Di dalam akronim dan penyingkatan yang inputnya dua leksem atau lebih dan
ouputnya akronim atau singkatan dapat digambarkan sebagai berikut.
Leksem
tunggal
Akronim
Akronim,
singkatan
penyingkatan
Leksem
tunggal
Gambar 2.6: Bagan Input dan Output Pembentukan
Singkatan dan Akronim Berstatus Kata
e. Komposisi (perpaduan); dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan
outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi
f. Kata majemuk dalam tingkat sintaksis dan bagannya adalah:
Leksem
tunggal
komposisi
Kompositum
Kata
majemuk
Leksem
tunggal
Gambar 2.7: Bagan Input dan Output Komposisi Kata Majemuk
Universitas Sumatera Utara
g. derivasi balik; dalam proses ini inputnya leksem tunggal dan outputnya kata
komplek.
Menurut Kridalaksana (1996:16), berdasarkan proses morfologis di atas, secara
ringkas seluruh sistem pembentukan kata itu dapat digambarkan dengan bagan alir
sebagai berikut:
leksemx
leksikalisasi
0
gramatikalisasi
leksemz
+
-
derivasi
zero
kata
tunggal
+
-
afiksasi,
reduplikasi,
pemenggalan,
kontraksi
kata
kompleks
+
-
akronimi,
penyingkatan
akronim,
singkatan
+
-
komposisi
kata
majemuk
+
0
k
a
t
e
g
o
r
i
s
a
s
i
+
kata
+
kategorisasi,
modifikasi,
dsb.
frase
+
0
+
0
+
0
+
0
kata
leksemy
Gambar 2.8: Bagan Pembentukan Kata sebagai Sistem Terpadu
Kridalaksana (1996:161-163) membagi lagi kependekan kata atas lima jenis.
Hal ini disasarkan pada keterdesakan untuk berbahasa secara praktis dan cepat, mulai
dari bidang teknis keilmuan sampai menjalar ke bahasa sehari-hari. Kelima jenis
kependekan tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau
gabungan huruf, baik yang dieja maupun tidak dieja huruf demi huruf.
Contoh:
FSUI
: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
KKN
: Kuliah Kerja Nyata
dsb .
: dan sebagainya
dst.
: dan seterusnya
b. Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari
leksem.
Contoh:
Prof.
: Profesor
Bu
: Ibu
Pak
: Bapak
c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata
atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit
banyak memenuhi pola fonotaktik Indonesia.
Contoh:
FKIP
: /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI
: /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI
: /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau
gabungan leksem.
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
takkan
: dari tidak akan
sendratari : dari seni drama dan tari
rudal
: dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau
lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur.
Contoh:
g
: gram
cm
: sentimeter
Au
: Aurum
Di samping Kridalaksana (1996) maka Raja Arifin (1991) secara garis besar
menggolongkan kependekan kata atas singkatan kata, inisialisme, dan akronim.
Penggolongan kependekatan kata atas tiga jenis tersebut tidak terdapat perbedaan
yang penting antara pendapat Raja Ariffin dan Kridalaksana mengenai akronim.
Perbedaan mereka hanya terdapat pada penamaan dan batasan untuk bentuk
kependekan kata yang lain. Jika Harimurti, seperti terlihat di atas, membagi atas
empat jenis (singkatan, penggalan, kontraksi, dan lambang huruf), maka Raja Ariffin
membagi kependekan tersebut hanya dua jenis, yakni singkatan dan inisialisme.
Bagi Raja Ariffin yang mendasarkan pendapatnya pada Infoterm (The
International Information Centre for Terminology), menyatakan bahwa singkatan
kata terbentuk apabila suatu istilah tidak ditulis secara penuh, tetapi beberapa bagian
daripadanya, satu huruf atau lebih kecil digugurkan. Oleh karena itu, inisialisme
Universitas Sumatera Utara
terjadi jika huruf pertama dari setiap elemen kata digunakan untuk membentuk nama.
Inisialisme bisa dilafaskan seperti satu kata, tetapi bisa juga diucapkan per huruf.
Contoh:
IQ
: intelligence quotient
BCG
: bacillus calmette guerin
UMNO
: United Malays National Organisation
DBP
: Dewan Bahasa dan Pustaka
Dengan demikian, kadang-kadang menjadi tidak jelas batas antara inisialisme
dengan akronim. Hal ini disebabkan, jika sebuah bentukan inisialisme bisa diucapkan
sebagai satu kata, maka bentukan itu dapat juga disebut akronim. Dalam contoh di
atas, “UMNO” adalah inisialisme dan akronim.
Berdasarkan penjelasan di atas, akronim dan singkatan memperoleh beragam
pendapat dan penggolongan. Oleh karena itu, akronim dalam penelitian ini
dimengerti sebagai singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata dan yang ditulis serta dilafalkan
sebagai kata yang wajar. Akronim juga berbeda dengan penggalan. Penggalan adalah
bagian kata, misalnya, simbok ’ibu’ dipenggal menjadi mbok dan mbakyu yang berarti
’kakak perempuan’ dan dipenggal menjadi yu. Dari pengertian tersebut, dapat
dikatakan bahwa akronim berbeda dengan singkatan, yaitu bentuk yang dipendekkan
yang terdiri atas satu huruf atau lebih (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1995:21,
1071).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kata, Bentuk Kata, dan Leksem
Menurut Crystal (1980:383 - 385), kata adalah satuan ujaran yang mempunyai
pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun
dalam bahasa tulisan. Akan tetapi, terdapat beberapa kesulitan untuk sampai kepada
pemakaian yang konsisten dari istilah itu dalam kaitannya dengan kategori-kategori
lain dari pemerian linguistic dan dalam perbandingan bahasa-bahasa yang
mempunyai tipe struktural yang berbeda. Masalah ini terutama berhubungan dengan
identifikasi dan definisi kata. Masalah ini mencakup, baik ketentuan-ketentuan
mengenai batas kata maupun mengenai status. Definisi kata yang umum sebagai
satuan makna atau gagasan tidak membantu karena kesamaran konsep. Akibatnya,
dibuat beberapa perbedaan teoretis.
Secara teoretis, konsep kata dapat dibedakan atas tiga makna utama
sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1. Kata adalah satuan yang dapat didefinisikan secara fisik yang dijumpai dalam
suatu rentang tulisan (yang dibatasi oleh spasi) atau bicara (di mana identifikasi
lebih sulit lagi, tetapi mungkin ada petunjuk-petunjuk fonologis untuk
mengidentifikasi batas-batas, seperti kesenyapan atau ciri-ciri jeda). Kata dalam
makna ini dirujuk sebagai kata ortografis (untuk tulisan) atau kata fonologis
(untuk bicara). Istilah netral yang sering digunakan bagi keduanya adalah bentuk
kata (woridform).
2. Ada suatu makna yang lebih abstrak, yang merujuk kepada faktor umum yang
mendasari himpunan bentuk yang sama, seperti walk, walks, walking, dan walked.
Universitas Sumatera Utara
Satuan kata mendasar itu sering dirujuk sebagai suatu leksem. Leksem adalah
satuan kosakata yang didaftarkan dalam kamus.
3. Hal ini mengharuskan penetapan bagi suatu yang abstrak untuk memperhatikan
bagaimana kata-kata beroperasi dalam tata bahasa suatu bahasa, dan kata, tanpa
modifikasi, biasanya disiapkan untuk peran ini. Kata adalah suatu satuan
gramatikal dari jenis teoretis yang sama seperti morfem dan kalimat. Dalam model
analisis hierarkis, kalimat (klausa dan sebagainya) terdiri atas kata, dan kata terdiri
atas morfem.
Beberapa kriteria telah disarankan bagi identifikasi kata. Kriteria pertama
adalah bahwa kata merupakan satuan linguistik yang paling stabil dibanding dengan
semua satuan linguistik lainnya. Dalam kaitannya dengan struktur internalnya, yaitu
bagian-bagian konstituen suatu kata kompleks mempunyai sedikit kemungkinan
untuk penyusunan kembali, dibanding dengan mobilitas posisional dari konsistenkonsisten kalimat dan struktur-struktur gramatikal lainnya. Kriteria kedua merujuk
kepada kekohesifan kata (uninterruptibility), yaitu unsur-unsur baru (termasuk
kesenyapan) yang biasanya tidak dapat disisipkan ke dalamnya dalam bicara normal;
berdasarkan kontras, kesenyapan biasanya hadir pada batas-batas kata. Suatu kriteria
yang talah mempengaruhi pandangan para linguis tentang kata sejak pertama kali
disarankan oleh Leonard Bloomfield adalah defenisi kata sebagai suatu bentuk bebas
minimum, yaitu satuan terkecil yang dapat membentuk suatu ujaran lengkap. Atas
dasar ini, possibility adalah kata, begitu pula possible, tetapi –ity bukan kata. Tidak
semua satuan yang menyerupai kata memenuhi kriteria ini.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan penjelasan leksem di atas,
Kridalaksana (1982:98)
mendefinisikan leksem sebagai berikut:
1.
Satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif
suatu kata. Contoh: sleep, sleeps, slept, dan sleeping adalah bentuk-bentuk dari
leksem sleep.
2.
Kata atau frasa yang merupakan satuan bermakna; satuan terkecil dari leksikon.
2.4 Klasifikasi Bentuk-bentuk Kependekan
Kependekatan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis. Pengklasifikasian ini
bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan klasifikasi bentuk-bentuk
kependekatan dalam bahasa Indonesia belum terkonsep dan terdata dengan valid dan
representatif. Menurut Vries (1970) sebagaimana diungkapkan Kridalaksana
(1996:165) dalam bahasa Indonesia singkatan tindak ada sistematiknya meskipun telah
mulai dirumuskan sistemnya, baik dalam kategori ada proses yang teratur, tambahan,
dan kekecualian.
Kridalaksana (1996:165) menjelaskan lebih lanjut, pada berbagai bentuk
kependekatan sering terdapat tumpang tindih, baik pada bentuk kependekan yang
berupa lambang huruf maupun pada singkatan atau akronim. Misalnya lambang huruf
F dapat dipakai untuk Fahrenheit, Fiat, Fokker, Florin; singkatan BB dapat dipakai
untuk Balai Bahasa, Balai Banjar, Balai Besar, balanced budget, Bea Beban, Bujur
Barat, dan Bukit Barisan; akronim KAMI dapat dipakai untuk Kesatuan Aksi
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa Indonesia dan Kesatuan Artis Muda Indonesia. Tumpang tindih dapat
pula terjadi antara bentuk singkatan dan akronim, misalnya ABRI dapat disebut
singkatan dan dapat pula disebut akronim –tergantung dari bagaimana bentuk
kependekan itu dilafalkan.
Kridalaksana (1996:165-178) mengklasifikasi bentuk-bentuk kependekan atas
enam jenis, yaitu klasifikasi bentuk kependekan, afiksasi atas kependekan,
reduplikasi atas kependekan, penggabungan atas kependekan, pelesapan atas
kependekan, dan penyingkatan atas kependekan. Khusus klasifikasi bentuk
kependekatan dibagi lagi atas empat jenis, yakni singkatan, akronim dan kontraksi,
penggalan, dan lambang huruf.
1. Klasifikasi Bentuk Kependekatan
a. Singkatan. Bentuk singkatan terjadi karena proses-proses berikut ini.
(1)
Pengekalan huruf pertama tiap komponen, misalnya:
A
= agama
B
= barat, bin, binti
F
= Fiat, Fokker
G
= Gunung, gusti
H
= haji, hijrah
L
= Laut
M
= Masehi
R
= Raden
Universitas Sumatera Utara
W
= Wayan
AA
= Asia, Afrika, Ayah Angkat
GWR
= Gerakan Wisata Remaja
YTKI
= Yayasan Tenaga Kerja Indonesia
RSPAD = Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
YPPKKK = Yayasan Pembinaan Pendidikan Keterampilan
Kursus-kursus
PAPFIAS = Panita Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika
Serikat
Dll
(2)
= dan lain-lain
Pengekalan huruf pertama dengan pelepasan konjungsi, preposisi,
reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata, misalnya:
ABKJ
= Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang
BASUKI = Badan Asuhan Sekolah dan Usaha Kebudayaan Indonesia
RTF
= Radio, Televisi dan Film
BDB
= Bebas dari Bea
BHTI
= Biro Hak Cipta di Indonesia
GTKI
= Gabungan Taman Kanak-Kanak Indonesia
DGI
= Dewan Gereja-Gereja di Indonesia
MAWI
= Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia
Catatan: unsur yang dicetak miring dilesapkan.
Universitas Sumatera Utara
(3)
Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang, misalnya:
D3
= Dinas Dermawan darah
4K
= Kecerdasan, Kerajinan, Kesetiaan, dan Kesehatan
BBN-A3 = Bea Balik Nama Alat Angkutan Air
FP4MI
= Front Permusyawaratan Perjuangan Pemuda Pelajar
Mahasiswa Islam
P3AB
(4)
(5)
= Proyek Percepatan Pengadaan Air Bersih
Pengekalan 2 huruf pertama dari kata, misalnya:
Aj
= ajudan
As
= asisten
Ay
= ayat
Ka
= karet, Kalimantan
Ko
= korps
Ny
= nyonya
Ob
= Obiit
Od
= oditur
Va
= valuta
Wa
= wakil
Pengekalan 3 huruf pertama dari sebuah kata, misalnya:
Acc
= accord
Ant
= antara
Universitas Sumatera Utara
(6)
(7)
(8)
Ins
= instruksi, insurance, inspektur
Int
= intendans
Obl
= obligasi
Okt
= Oktober
Pengekalan 4 huruf pertama dari suatu kata, misalnya:
Purn
= purnawirawan
Sekt
= sekretaris
Sept
= September
Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata, misalnya:
BA
= bintara
DI
= divisi
Ds
= dominus(e)
Fa
= firma
Ir
= insinyur
jo
= juncto
Pa
= perwira
Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga, misalnya:
Bb
= bijblad
Gn
= gunung
(9) Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf
pertama dari suku kata kedua, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Kpt
= kapten
Ltn
= letnan
Gub
= gubernur
Kab
= kabinet
Kap
= kapten
Kav
= kavaleri
Kel
= keluarga
Kep
= keputusan
Kes
= kesatuan, kesehatan, kesebelasan
Kol
= kolonel
Kom
= komandan, komando, komisariat, komisaris, komunis,
komunikasi
Kop
= koperasi, kopral
lab
= laboratorium
let
= letnan
log
= logistik
May
= mayor
Med
= Medan, meis
Muh
= Muhammad
Nop
= Nopember
Pav
= paviliun
Pel
= pelabuhan
Universitas Sumatera Utara
Red
= redaksi
Sek
= Sekretariat
Top
= topografi
Ter
= teritorium, teritorial
(10) Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua
dari gabungan kata, misalnya:
a.d.
= antedium
VW
= Volkswagen
(11) Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata, misalnya:
Sei
= Sungai
(12) Pengekalan huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata
kedua dalam suatu gabungan kata, misalnya:
Swt
= swatantra
(13) Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan
terakhir suku kata kedua dari suatu kata, misalnya:
Bdg
= Bandung
tgl
= tanggal
dgn
= dengan
ttg
= tentang
(14) Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata, misalnya:
hlm
= halaman
Universitas Sumatera Utara
ttg
= tertanggal
(15) Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata,
misalnya:
DO
= depot
(16) Pengekalan huruf yang tidak beraturan, misalnya:
Mgr
= monseigneur
Ops
= operasi
KMD
= komandan
Pt
= platinum
Kam
= keamanan
Jar
= kepenjaraan
Dtt
= ditandatangani
Hat
= kejahatan
Daft
= didaftarkan
b. Akronim dan Kontraksi
Menurut Kridalaksana (1996:169), sub-klasifikasi akronim atau kontraksi lebih
sukar ditentukan daripada sub-klasifikasi singkatan, penggalan, atau lambang
huruf. Hal ini disebabkan kaedahnya akronim atau kontraksi sukar diramalkan
dan sulit dibedakan. Untuk itu, sebagai pegangan dapat ditentukan bahwa bila
seluruh kependekan itu dilafalkan sebagai kata wajar, kependekan itu
Universitas Sumatera Utara
merupakan akronim. Di sinilah letak tumpang tindih kontraksi dan akronim.
Secara garis besar kontraksi mempunyai sub-klasifikasi sebagai berikut :
(1)
Pengekalan suku pertama dari tiap komponen, misalnya:
Nalo
= Nasional Lotere
Orba
= Orde baru
Orla
= Orde lama
Latker
= Latihan kerja
Penjas
= pendidikan jasmani
Komdis = Komando Distrik
(2)
Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata
seutuhnya, misalnya:
(3)
banstir
= banting stir
angair
= angkutan air
Pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen, misalnya:
Gatrik
= tenaga listrik
Lisin
= ahli mesin
Girlan
= pinggir jalan
Menwa
= resmen mahasiswa
Purrat
= tempur darat
Rogasar = Biro Harga Pasar
Universitas Sumatera Utara
(4)
Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta
huruf pertama dari komponen selanjutnya, misalnya:
Gapani
= Gabungan Pengusaha Apotik Nasional Indonesia
Himpa
= Himpunan Peternak Ayam
Markoak = Markas Komando Angkatan Kepolisian
(5)
Pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelepasan konjungsi,
misalnya:
Anpuda = Andalan Pusat dan Daerah
(6)
Pengekalan suku pertama tiap komponen, misalnya:
KONI
= Komite Olahraga Nasional Indonesia
LEN
= Lembaga Elektronika Nasional
LIK
= Lembaga Inventarisasi Kehutanan
Catatan : bertumpang tindih dengan singkatan.
(7)
Pengekalan suku pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua
huruf pertama komponen terakhir, misalnya:
(8)
(9)
Aika
= Arsitek Insinyur Karya
Aipda
= Ajun Inspektur Polisi Dua
Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen, misalnya:
Unud
= Universitas Udayana
Bapefi
= Badan Penyalur Film
Pengekalan tiap huruf pertama tiap komponen, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Komrad = komunikasi radio
Komwil = komando wilayah
Puslat
= pusat latihan
Banser
= bantuan serbaguna
(10) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf
pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi, misalnya:
abnon
= abang dan none (Jkt)
(11) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta
pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya:
Nekolim = Neokolonialis, Kolonialis, Imperialis
Odmilti
= Oditur Militer Tinggi
(12) Pengekalan tiga huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta
pengekalan huruf pertama komponen kedua, misalnya:
Nasakom
KONSEP, TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Morfologi
Pengertian morfologi telah banyak dibicarakan oleh para linguis. Menurut
Crystal (1980:232-233), morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur
atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfologi pada umumnya
dibagi ke dalam dua bidang: yakni telaah infleksi (inflectional morphology), dan
telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Apabila penekanan
pada teknik menganalisis kata menjadi morfem, khususnya seperti dipraktikkan oleh
para linguis strukturalis Amerika pada tahun 1940 dan 1950, maka istilah yang
dipakai adalah morfemik. Analisis morfemik dalam pengertian ini adalah bagian dari
telaah linguistik sinkronis. Sebaliknya, analisis morfologis adalah istilah yang lebih
umum, yang juga diterapkan terhadap telaah historis.
Analisis morfologis dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan
adalah membuat telaah distribusional morfem dan varian morfemis yang muncul
dalam kata (analisis susunan morfotaktis). Misalnya, dalam model pemerian item and
arrangement, yaitu suatu model pemerian yang mengandung kata sebagai gugus
linear (arrangement) morf-morf (items), misalnya the boy kicked the ball.
Pendekatan lain menetapkan atau membangun proses-proses atau operasioperasi morfologis, yang melihat hubungan-hubungan antara bentuk-bentuk kata
sebagai satu hubungan pergantian. Misalnya, dalam model item and process, yaitu
9
Universitas Sumatera Utara
suatu model pemerian yang memandang hubungan antara kata-kata sebagai proses
derivasi, seperti item look diturunkan dari item take melalui proses perubahan vokal.
Dalam linguistik generatif, morfologi, dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat
yang terpisah. Pola-pola dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya
terhadap frasa dan kalimat. Dengan demikian, konsep-konsep morfologis hanya
muncul sebagai titik di mana output komponen sintaksis harus diberikan representasi
fonologis melalui pola-pola morfofonologis.
Menurut Bauer (1983:33), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
Dalam morfologi, analis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang
kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk
menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke dalam dua
cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang disebut
morfologi leksikal.
Morfologi
infleksional
membahas
berbagai
bentuk
leksem,
sedang
pembentukan kata membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu. Pembentukan
kata dapat dibagi ke dalam derivasi dan pemajemukan (komposisi). Derivasi
berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui afiksasi, sedang pemajemukan
berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih stem potensial.
Derivasi kadang-kadang juga dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (classmaintaining derivation) dan derivasi perubahan kelas (class-changing derivation).
Derivasi mempertahankan kelas adalah derivasi leksem baru yang sama kelasnya
dengan basis asal leksem itu dibentuk, sedang derivasi perubahan kelas menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
leksem yang berbeda kelasnya dengan basisnya. Sebaliknya, pemajemukan biasanya
dibagi menurut kelas dari kata majemuk yang dihasilkan ke dalam nomina majemuk,
adjektiva majemuk, dan sebagainya. Pemajemukan juga dapat dibagi lebih lanjut
menurut kriteria semantik ke dalam kata majemuk eksosentris, kata majemuk
endosentris, kata majemuk oposisional, dan kata majemuk dvanva. Berikut
dikemukakan rangkuman dari morfologi dalam bentuk diagram.
Morfologi
Infleksional
Pembentukan Kata
Derivasi
Derivasi Mempertahankan
Kelas
Pemajemukan
Derivasi Perubahan
Kelas
Nomina
Verba
Adjektiva
Majemuk Majemuk Majemuk
Gambar 2.1: Diagram Morfologi
Di samping itu, menurut Rusmadji (1993:2), morfologi mencakup kata,
bagian-bagiannya, dan prosesnya. Kemudian, menurut O'Grady dan Dobrovolsky
(1989:89-90), morfologi adalah komponen tata bahasa generatif transformasional
Universitas Sumatera Utara
(TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Selanjutnya, mereka membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi
semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bahasa tertentu. Teori
morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis
pola morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain,
morfologi khusus merupakan seperangkat pola yang mempunyai fungsi ganda.
Pertama, pola-pola ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, pola-pola
ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal
kata yang sudah ada dalam bahasanya.
2.2 Morfologi Struktural
1. Prinsip-prinsip Umum Analisis Deskriptif
Menurut Nida (1949:1-3), analisis deskriptif didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai-berikut:
a. Analisis deskriptif harus didasarkan pada apa yang dikatakan orang
Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi. Pertama, prinsip ini berarti bahwa
bentuk bahasa yang tertulis adalah sekunder. Bagi linguis deskriptif, bahasa lisanlah
yang harus didahulukan dan diutamakan, bukan bahasa tulisan. Menurut linguis
deskriptif, bahasa tulisan hanya merupakan representasi bahasa lisan dengan
menggunakan huruf-huruf alfabet. Kedua, prinsip ini berarti bahwa linguis merekam
bentuk-bentuk aktual yang digunakan. Dengan kata lain, yang penting bagi linguis
Universitas Sumatera Utara
adalah apa yang dikatakan orang daripada apa yang dipikirkan harus dikatakan.
Selain itu, linguis tertarik kepada semua tipe penutur, baik yang mewakili kelompokkelompok pendidikan, sosial, ekonomis, maupun ras yang berbeda-beda. Bagi linguis,
dialek apa saja sama baiknya dengan dialek lainnya. Semua ragam bahasa sama
"benarnya" dalam hal bahwa ragam-ragam bahasa itu mewakili dialek dari penutur.
Linguis hanya memerikan bahasa, semua jenis bahasa, dan semua jenis dialek dari
bahasa tersebut.
b. Bentuk adalah primer dan pemakaian sekunder
Linguis deskriptif mulai dari bentuk dan kemudian beralih memerikan posisiposisi gramatikal di mana bentuk muncul. Dalam memerikan kasus dalam bahasa
Yunani, misalnya, linguis mendaftarkan lima himpunan bentuk, kemudian
memberikan bagaimana bentuk-bentuk itu digunakan.
c. Tidak ada bagian suatu bahasa dapat diperikan secara memadai tanpa rujukan
kepada semua bagian lainnya
Prinsip ini berarti bahwa fonemik, morfologi, dan sintaksis suatu bahasa tidak
dapat diperikan tanpa merujuk kepada satu dengan lainnya. Bahasa bukanlah
pengelompokan berkotak-kotak dari struktur-struktur yang relatif terpisah-pisah.
Bahasa adalah suatu keseluruhan yang mempunyai fungsi, dan bagian-bagian itu
hanya dapat diperikan secara penuh dalam hubungannya dengan keseluruhan. Bahasa
Universitas Sumatera Utara
merupakan struktur yang sangat kompleks dan bahasa itu membentuk kerangka
referensinya sendiri.
d. Bahasa-bahasa berada dalam suatu proses perubahan secara terus-menerus
Pemberian kata tentang bahasa cenderung memberikan kesan bahwa bahasa
itu merupakan struktur yang statis dan tetap. Ini adalah sikap dari penutur suatu
bahasa, dan kita menyadari bahwa ada (1) fluktuasi bentuk, misalnya, roofs vs rooves,
hoofs vs hooves, proven vs proved, dan dove vs dived, dan (2) butir-butir baru
kosakata, misalnya, video, syclotron, dan commies.
Kehadiran
fluktuasi
dalam
bentuk
berarti
bahwa
struktur
tertentu
mengalahkan yang lain, karena bentuk-bentuk alternatif tidak pernah berada dalam
keseimbangan untuk waktu lama. Pemakaian proved dan dived yang semakin populer
ketimbang proven dan dove berarti bahwa pembentukan yang teratur mengatasi
pembentukan yang tidak teratur. Linguis deskriptif tidak berusaha untuk
mempertimbangkan kecenderungan suatu bahasa, tetapi apabila ia merekam dalam
datanya terdapat bentuk-bentuk alternatif dan bahwa hal ini memperlihatkan
frekuensi kemunculan tertentu, maka ia menyentuh dinamika perubahan bahasa.
Kita tidak boleh berpikiran bahwa hanya bahasa tulisan berubah atau
sebaliknya, bahasa tulisan berubah lebih kurang dibandingkan dengan bahasa lisan.
Semua bahasa berubah, dan tingkat perubahan itu bervariasi pada waktu yang
berbeda-beda pula dalam sejarah suatu bahasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Organisasi Morfologi Struktural
Berdasarkan penjelasan terdahulu, kita dapat mengemukakan organisasi atau
model morfologi struktural sebagai-berikut:
Daftar Morfem
Pembentukan Kata
Proses Morfofonologis
Kamus
Gambar 2.2: Organisasi Morfologi Struktural
Model pada gambar di atas terdiri atas empat komponen, yaitu, (1) Daftar
Morfem, (2) Pembentukan Kata, (3) Proses Morfofonologis, dan (4) Kamus.
Berdasarkan gambar tersebut, tugas pertama seorang analis ialah mengidentifikasikan
semua morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat, dari data yang telah
dikumpulkannya. Kemudian morfem-morfem tersebut dimasukkan ke dalam daftar
morfem sebagai komponen pertama.
Universitas Sumatera Utara
Komponen kedua adalah pembentukan kata yang menjelaskan bagaimana
morfem-morfem suatu bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk membentuk kata
yang sesungguhnya dalam bahasa itu. Jadi, pembentukan kata harus mampu
menghasilkan semua kata yang berterima dalam bahasa itu dan mengeluarkan semua
kata yang tidak berterima.
Komponen ketiga adalah proses morfofonologis, yang merupakan suatu
mekanisme mengenai proses-proses morfofonologis, yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi dalam penggabungan morfem, seperti asimilasi, pelesapan, penambahan,
penggantian, dan permutasi. Tidak semua kata dapat diturunkan melalui pembentukan
kata. Proses ini dapat membentuk kata-kata yang secara fonologis, morfologis,
sintaksis, dan semantis berterima, tetapi tidak muncul dalam pemakaian bahasa.
Komponen terakhir adalah kamus. Semua kata yang telah melalui komponen
ketiga, yaitu proses morfofonologis, membentuk kamus dari bahasa yang
bersangkutan. Dengan demikian, untuk sampai pada tahap pembentukan kamus,
seorang linguis harus melewati proses penyusunan daftar morfem, pembentukan kata,
dan proses morfofonologis.
3. Analisis Morfologis Struktural
Analisis morfologis dalam pembentukan akronim belum mempunyai pola
yang dapat dipedomani seperti dalam proses morfologis pembentukan kata, sebagai
perbandingan proses pembentukan morfem di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
a. Prinsip-prinsip identifikasi morfem
Menurut Nida (1949:7-67), ada enam prinsip yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan morfem suatu bahasa. Keenam prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
Prinsip 1: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama dan bentuk fonemis
yang identik dalam semua kemunculannya membentuk satu morfem
tunggal.
Prinsip 2: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam
bentuk fonemisnya dapat membentuk satu morfem asalkan distribusi
perbedaan-perbedaan formal dapat diterangkan secara fonologis.
Prinsip 3: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam
bentuk fonemisnya sedemikian rupa sehingga distribusinya tidak dapat
diterangkan, secara fonologis membentuk satu morfem tunggal jika
bentuk-bentuk itu berada dalam distribusi komplementer, sesuai dengan
restriksi berikut:
a. kemunculan dalam seri struktural yang sama mendahului kemunculan
dalam seri struktural yang berbeda dalam penentuan status morfemis;
b. distribusi
komplementer
dalam
seri
struktural
yang
berbeda
membentuk basis untuk menggabungkan alomorf-alomorf ke dalam
satu morfem hanya jika ada morfem muncul dalam seri struktural yang
berbeda ini yang termasuk ke dalam kelas distribusi yang sama sebagai
Universitas Sumatera Utara
seri alomorfis yang bersangkutan dan yang hanya mempunyai satu
alomorf atau alomorf yang dapat diterangkari secara fonologis;
c. lingkungan taktis terdekat mendahului lingkungan taktis jauh dalam
menentukan status morfemis; dan,
d. kontras dalam lingkungan distribusional yang sama dapat diperlakukan
sebagai
submorfemis
jika
perbedaan
dalam
makna
alomorf
menggambarkan distribusi bentuk-bentuk ini.
Prinsip 4: Perbedaan bentuk yang nyata dalam suatu seri struktural membentuk
suatu morfem jika dalam suatu anggota seri seperti ini, perbedaan
struktural zero merupakan ciri-ciri penting untuk membedakan satuan
minimal dari persamaan fonetis-semantis.
Prinsip 5: Bentuk-bentuk yang homofon dapat diidentifikasikan sebagai morfemmorfem yang sama atau berbeda atas dasar persyaratan berikut:
a. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang jelas berbeda
membentuk morfem-morfem yang berbeda pula; dan,
b. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang berhubungan
membentuk satu morfem tunggal jika kelas-kelas makna sejalan
dengan perbedaan distribusional.
Prinsip 6: Suatu morfem dapat dipisahkan jika morfem itu muncul dalam kondisikondisi berikut:
a. berdiri sendiri;
Universitas Sumatera Utara
b. dalam multikombinasi yang sekurang-kurangnya satu di antara satuan
yang menggabungkan morfem dengannya, maka morfem itu akan
muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain; dan,
c. dalam satu kombinasi tunggal, asalkan unsur yang dengannya morfem,
akan dikombinasikan muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain
dengan konstituen nonunik.
b. Teknik Identifikasi Morfem
Menurut Bickford, dkk. (1991:2-3), pada dasarnya ada dua teknik yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan morfem-morfem suatu bahasa. Kedua teknik
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Menemukan bagian-bagian yang berulang dengan makna tetap.
2.
Menemukan kontras dalam suatu kerangka.
Untuk menerapkan teknik pertama, dapat digunakan data berikut yang diambil
dari bahasa Choapan Zapotec (suatu bahasa yang digunakan di Meksiko).
rao zua yeta
‘John makan kue jagung’
rao lipi za
‘Philemon makan kacang’
rao maka bela
‘Macaria makan ikan’
re’en zua za
‘Jhon ingin kacang’
re’en lipi bela
‘Philemon ingin ikan’
re’en maka yeta
‘Macaria ingin kue jagung’
Dalam data tersebut, dapat dilihat bahwa kata rao berulang beberapa kali dan
Universitas Sumatera Utara
bersesuaian dengan kata ‘makan’ dalam bahasa Indonesia. Jadi, rao mungkin berarti
‘makan’. Demikian pula re 'en muncul beberapa kali dan bersesuaian dengan kata
‘ingin’ dalam bahasa Indonesia, sehingga re 'en mungkin berarti ‘ingin’. Dengan cara
yang sama, kita dapat mengidentifikasikan makna dari semua kata yang lain.
Apa yang telah dilakukan ialah membentuk suatu hipotesis tentang makna
setiap kata, dan kemudian mengecek atau menguji hipotesis tersebut terhadap semua
data. Apabila ingin membuat suatu hipotesis, maka perlu mengeceknya atau
mengujinya terhadap data tambahan untuk membenarkan atau menolaknya. Dengan
demikian, pembuat hipotesis harus tetap terbuka terhadap kemungkinan menemukan
bukti kemudian yang akan menyebabkan pemodifikasi atau perumusan kembali
hipotesis secara keseluruhan.
Untuk menerapkan teknik kedua, yaitu menemukan kontras dalam suatu
kerangka, dapat diperhatikan data berikut yang berasal dari bahasa Choapan Zapotec.
raowa'
'Saya makan'
raolo'
'Engkau (tunggal) makan'
raobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
raoba'
'Ia (binatang) makan'
waowa '
'Saya akan makan'
waolo'
'Engkau (tunggal) makan'
waobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
waoba'
'Ia (binatang) makan'
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kata-kata di atas, apabila dibandingkan keempat bentuk yang
pertama, kita lihat bahwa –wa ' dapat diidentifikasi dengan jelas yang berarti ‘saya’, lo' berarti ‘engkau’ (tunggal), -bi' berarti ‘ia’ (laki/perempuan), dan -ba' berarti ‘ia’
(binatang)'. Dengan membandingkan raowa' dengan waowa', raolo' dengan waolo ',
dan sebagainya, kita lihat bahwa r- dan w- juga berkontras.
Suatu hipotesis yang dapat diterima menyangkut maknanya ialah bahwa rberarti ‘present tense', dan w- berarti 'future tense'. Akan tetapi, hal ini berarti bahwa
salah satu hipotesis yang terdahulu memerlukan revisi. Padahal, sebelumnya telah
dibuat hipotesis bahwa rao adalah suatu morfem yang berarti ‘makan’. Sekarang, kita
melihat bahwa rao mengandung dua morfem, yaitu r- ‘present’ dan ao ‘makan’.
Dengan cara yang sama, dapat diasumsikan bahwa re 'en juga terdiri atas dua
morfem, yaitu r- dan e 'en yang berarti ‘ingin’.
Sekarang kita dapat mendaftarkan semua morfem yang terdapat pada di atas
akan ditemukan formulasi data sebagai berikut:
ao
‘makan’
zua
‘John’
za
‘kacang’
e'en
‘ingin’
lipi
‘Philemon’
bela
‘ikan’
maka
‘Macaria’
yeta
‘kue jagung’
r-
‘present tense’
w-
‘future tense’
-wa'
‘orang pertama tunggal’
-lo'
‘orang kedua tunggal’
-bi'
‘orang ketiga tunggal’
Universitas Sumatera Utara
-ba’
‘kata ganti ketiga tunggal untuk binatang’
c. Pembentukan Kata
Pembentukan kata dapat dilakukan dengan cara derivasi, pemajemukan,
proses morfofonologis, dan prosedur analisis.
(1) Derivasi
Kata-kata baru dalam bahasa tertentu dapat dibentuk melalui proses
deri vasi, yaitu pembentukan kata-kata baru dengan menambahkan afiks kepada
kata pangkal, yaitu dapat berupa akar kata yang di dalam bahasa Inggris, misalnya,
dapat melekat pada kata root, stem, atau basi s.Afiks ada tiga macam, yaitu, (i)
prefiks; (ii) sufiks; dan, (iii) infiks. Proses pembentukan kata dengan menambahkan
afiks kepada kata pangkal disebut af iksasi yang mencakup pref iksasi, yaitu
proses pembentukan kata dengan menambahkan prefiks kepada kata pangkal,
sufiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan sufiks kepada kata
pangkal, dan infiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan infiks
kepada kata pangkal. Di antara ketiga proses pembentukan kata ini, infiksasi
merupakan proses yang paling tidak produktif. Tidak semua bahasa mempunyai
infiks. Walaupun ada bahasa yang mempunyai infiks, tetapi jumlah dan frekuensinya
sangat terbatas dibanding dengan prefiks dan sufiks.
Universitas Sumatera Utara
(2) Pemajemukan
Pemajemukan adalah suatu proses pembentukan kata-kata baru dengan
menggabungkan dua kata atau lebih. Menurut Bauer (1983:201), cara yang biasa
digunakan untuk pengklasifikasikan kata majemuk ialah berdasarkan fungsi yang
dimainkannya dalam kalimat sebagai nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya. Jadi,
kata majemuk dapat diklasifikasikan ke dalam nomina majemuk, verba majemuk,
adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk sesuai dengan fungsinya dalam kalimat,
walaupun salah satu unsur pemandunya dari kategori leksikal lain. Nomina majemuk,
misalnya, yang terdiri atas nomina sebagai unsur utama dan verba atau adjektiva
sebagai unsur lainnya, berfungsi sebagai nomina dalam kalimat. Demikian pula verba
majemuk, adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk.
(3) Proses Morfofonologis
Dalam pembentukan kata-kata baru, baik melalui derivasi maupun
pemajemukan, mungkin saja terjadi perubahan suatu fonem sebagai akibat
penggabungan afiks dengan kata pangkal atau penggabungan dua kata atau lebih.
Perubahan fonem inilah yang disebut proses morfofonologis.
d. Prosedur Analisis
Menurut Nida (1949:192-221), langkah-langkah dalam prosedur analisis
terdiri atas dua bagian, yaitu observasi awal dan pengartuan data.
(1) Observasi Awal
Universitas Sumatera Utara
Analisis morfologis menghasilkan tiga tipe utama dari observasi awal, yaitu
(i) observasi fonetis; (ii) observasi identifikasional; dan, (iii) observasi distribusional.
Ketiga tipe utama dari observasi awal ini memiliki karakteristik tertentu yang berbeda
antara satu dengan tipe lainnya. Untuk itu, hal-hal yang perlu dilakukan dalam
observasi fonetis adalah sebagai berikut:
(a) Kesenyapan di antara satuan-satuan intonasional. Kesenyapan intonasional
biasanya terjadi di antara konstruksi-konstruksi morfologis dan oleh karena itu
kesenyapan ini memberikan isyarat penting bagi batas-batas dari konstruksikonstruksi demikian.
(b) Distribusi alofon. Kontras-kontras tertentu dari distribusi alofonis memberikan
isyarat yang berharga bagi satuan-satuan kata.
(c) Distribusi gugus-gugus ruas. Distribusi gugus-gugus ruas tertentu sering
ditemukan bertepatan dengan kemunculan satuan-satuan morfologis tertentu,
misalnya, morfem, kata majemuk, dan kata.
(d) Jedah fonernis. Jedah ini didasarkan pada ciri-ciri fonetis yang dapat dimasukkan
ke dalam tipe-tipe data fonetis terdahulu.
(e) Posisi tekanan.
(f) Gugus-gugus fonologis.
Untuk observasi identifikasional, terdapat dua teknik utama, yaitu (i)
membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah
bagian yang serupa bentuknya menunjukkan persamaan semantis; dan, (ii)
Universitas Sumatera Utara
membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah
bagian yang berkontras secara formal menunjukkan perbedaan sematis.
Untuk observasi distribusional, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
(a) Kelas-kelas morfem.
(b) Urutan dari kelas-kelas morfem.
(c) Kombinasi-kombinasi morfem yang berulang
(d) Tingkat perubahan alomorofis.
(e) Kemungkinan pemisahan satuan-satuan
(f) Gugus-gugus morfem
(2) Pengartuan Data
(a) Tujuan Pengartuan Data
Melalui proses pengartuan tiap-tiap penggal informasi pada slip kertas yang
terpisah, seseorang dapat mengupulkan sejumlah data yang serupa pada satu tempat.
Jika data dikartukan pada slip-slip kertas yang terpisah, keseluruhan bagian dapat
dengan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain fleksibilitasnya,
salah satu keuntungan dari metode pengartuan tipe ini adalah kemungkinannya untuk
diperluas.
(b) Bentuk Slip Pengaturan
Ukuran yang paling menyenangkan bagi slip pengartuan adalah 3 x 5 inci.
Slip hendaknya mencakup informasi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(i) identifikasi bentuk yang akan dikartukan. Bentuk itu dapat dimasukkan di sudut
kiri atas, dengan atau tanpa makna, atau digarisbawahi;
(ii) indikasi dari lokasi bentuk itu dalam buku catatan lapangan dari mana bentuk itu
disalin. Hal yang sangat penting diingat bahwa seseorang mampu merujuk
kepada konteks apabila perlu;
(iii) ungkapan yang mengandung bentuk itu. Sekurang-kurangnya satu kontruksi
morfologis diberikan; dan,
(iv) makna dari keseluruhan ekspresi itu.
Contoh :
-iz- ‘kausatif
1-6
wutakanipikizwa
‘Engkau akan menyebabkan saya dipukul
4. Pembentukan Kata
Pembentukan kata dalam konteks pembentukan akronim tidak mudah
dibakukan. Menurut Chaer (2008: 235) proses akronim tidak mudah dipolakan dan
juga produktivitasnya sangat rendah. Untuk proses pengpolaan akronim, diperlukan
definisi akronim. Chaer (2008:236) menyatakan bahwa akronimisasi adalah proses
pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan
dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata. Proses ini menghasilkan sebuah
karya yang disebut akronim. Jadi, sebetulnya akronim adalah juga sebuah singkatan,
Universitas Sumatera Utara
namun yang “diperlukan” sebuah kata atau sebuah butir leksikal. Misalnya, kata
pilkada yang berasal dari ungkapan pemilihan kepala daerah, kata jabotabek yang
berasal dari Jakarta Bogor, Tangerang, dan Bekasi, serta kata balita yang berasal dari
bawah lima tahun.
Bagaimana aturan atau pola pembentukan akronim? Jawaban pertanyaan ini
terbentur pada “belum” ada aturan tertentu yang digunakan. Namun, dari data yang
terkumpul tampak ada cara-cara tertentu dalam pengaturan pembentukan akronim
sebagaimana tertera sebagai berikut:
Pertama, pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata
yang membentuk konsep itu. Misalnya:
-
IKIP
: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
-
IDI
: Ikatan Dokter Indonesia
-
ABRI
: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
-
AMPI
: Angkatan Muda Pembangunan Indonesia
-
ASRI
: Angkatan Seni Rupa Indonesia
-
KUHAP
: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-
IPSI
: Ikatan Pancak Silat Indonesia
Kata-kata seperti IKIP, IDI, ABRI dan AMPI lazim diucapkan dan dituliskan
sebagai sebuah kata berbeda dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) dan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), yang masih tetap dilafalkan dan dituliskan sebagai
singkatan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk
konsep itu. Misalnya:
-
rukan
: rumah kantor
-
balita
: bawah lima tahun
-
orpol
: organisasi politik
-
moge
: motor gede
-
pujasera
: pusat jajanan serba ada
-
nalo
: nasional lotare
-
puskesmas : pusat kesehatan masyarakat
Ketiga, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari
suku kata kedua dari setiap kata membentuk konsep itu. Misalnya:
-
warteg
: warung tegal
-
depkes
: departemen kesehatan
-
kalbar
: kalimantan barat
-
puspen
: pusat penerangan
-
sulsel
: sulawesi selatan
-
sumbagsel : sumatera bagian selatan
Keempat, pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang
mewadahi konsep itu. Misalnya:
-
juklak
: petunjuk pelaksana
-
tilang
: bukti pelanggaran
-
litbang
: penelitian dan pengembangan
Universitas Sumatera Utara
-
bintal
: pembinaan mental
-
danton
: komandan pelaton
-
gakin
: keluarga miskin
Kelima, pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang
tampaknya tidak beraturan, namun masih dengan memperhatikan “keindahan” bunyi.
Misalnya:
-
pilkada
: pemilihan kepala daerah
-
organda
: oraganisasi angkutan darat
-
kloter
: kelompok terbang
-
bulog
: badan urusan logistik
-
purek
: pembantu rektor
-
unila
: universitas negeri lampung
Keenam, pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep tertentu,
tetapi sukar disebutkan keteraturannya dan dibentuk berdasarkan pertimbangan seni.
Misalnya:
-
sinetron
: sinema elektronik
-
insert
: informasi selebritis
-
satpam
: satuan pengamanan
-
kalapas
: kepala lembaga pemasyarakatan
-
dalhura
: (pasukan) pengendali huru hara
Universitas Sumatera Utara
Kata-kata yang dibentuk sebagai hasil proses akronimisasi ini terdapat dalam
semua bidang kegiatan dan keilmuan, seperti kepolisian, kemiliteran, pendidikan,
olahraga, ekonomi, kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya akronim itu
hanya dipahami oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang kegiatan tertentu
tersebut. Misalnya, pada salah satu instansi pemerintahan, yakni di kemendiknas
terdapat akronim dupak (daftar usulan perhitungan angka kredit) yang hanya
dipahami oleh orang-orang instansi tersebut.
Meskipun pemunculan akronim bermula dari pemahaman sekelompok
pengguna bahasa, akronim tersebut berpotensi berkembang pada lingkungan yang
lebih luas. Bahkan, tidak sedikit akronim dalam bahasa Indonesia yang telah menjadi
kosakata umum, seperti muntaber, wagub, pemda, lemhanas, hansip, dirjen, dan
sebagainya. Akan tetapi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993) bentuk
akronim yang telah menjadi kosakata umum ini didaftarkan sebagai singkatan.
Pembentukan akronim yang berpotensi menjadi kata berkaitan erat dengan
pembentukan kata baru. Menurut Bauer (1983:201) pembentukan akronim
merupakan bagian dari pembentukan kata baru yang dapat dibagi dalam 10 jenis.
Kesepuluh jenis pembentukan kata baru tersebut adalah (i) compounding; (ii)
prefixation; (iii) suffixation; (iv) conversion; (v) back formation; (vi) clipping; (vii)
blends; (viii) acronyms; (ix) word manufacture; dan, (10) mixed formation.
Sementara itu, Sibarani (2002:55) mengatakan bahwa proses pembentukan kata baru
di dalam morfologi berjumlah 14 buah, yakni (i) kata majemuk; (ii) afiksasi; (iii)
reduplikasi; (iv) modifikasi internal; (v) suplesi; (vi) akronim; (vii) black formation;
Universitas Sumatera Utara
(viii) blending; (ix) clipping; (x) conaige; (xi) konversi; (xii) kesalahan etimologi;
(xiii) pelesetan; dan, (xiv) nama diri. Proses pembentukan kata yang diklasifikasikan
oleh Sibarani tertera sebagai berikut:
a. Kata majemuk (Compounding) merupakan gabungan dua bentuk dasar secara
bersama-sama membentuk kata baru. Di dalam bahasa Inggris, kata majemuk itu
antara lain ada yang terdiri dari noun + noun seperti, woman doctor dan skinhead;
verb + noun seperti, breakfast dan play pit; dan noun + verb seperti sunshine dan
birth control.
b. Afiksasi (Affixation) adalah penambahan morfem terikat ke bentuk dasar untuk
membentuk sebuah kata. Penambahan bentuk terikat itu berupa prefiks a-, seperti
asleep; be-, seperti befriend; sufiks -dom, seperti kingdom; -ess, seperti
stewardess; infiks -um-, seperti sumulat (bahasa Batak).
c. Reduplikasi (Reduplication) adalah pengulangan suku kata, morfem atau kata
untuk membentuk sebuah kata. Misalnya, goody-goody dan wishy-washy.
d. Modifikasi Internal (Internal Modification) yaitu perubahan internal untuk
membentuk kata, dengan menambahkan afiks ke morfem (afiksasi) atau dengan
menyalin semua bagian dari morfem untuk membuat perbedaan morfologis.
Misalnya:
man
-
men
break
-
broke
-
broken
Universitas Sumatera Utara
e. Suplesi (Suppletion) adalah suatu ketidakmungkinan yang dapat dijadikan aturan
umum atau hubungan yang teratur antara bentuk dasar dan kata derivasinya.
Misalnya:
good
-
better
-
best
bad
-
worse
-
worst
f. Akronim (Acronyms) adalah sesuatu kependekan yang berupa gabungan huruf atau
suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai
dengan pola fonotaktik bahasa yang bersangkutan.
Misalnya:
radar
= radio detection and ranging
bimas
= bimbingan masyarakat
g. Back Formation yaitu penghapusan afiks dari kata yang ada untuk membentuk
kata baru.
Misalnya:
edit
-
editor
donate
-
donation
h. Blending yaitu menggabungkan dua kata atau lebih untuk membentuk satu kata.
Misalnya:
brunch
(breakfast + lunch)
telex
(teleprinter + exchange)
i. Clipping yaitu pengambilan suku kata khusus dalam kata yang selanjutnya
dianggap sebagai kata baru.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya:
ad
(advertisement)
exam
(examination)
j. Coinage yaitu pembentukan kata yang tidak kelihatan prosesnya.
Misalnya:
Xerox
Kodak
k. Konversi (Conversion) yaitu proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik
dari bentuk dasar tersebut.
Misalnya:
Bentuk laugh, run, dan buy bisa dikategorikan sebagai nomina dan verba
sementara bentuk dirty, lower, dan better bisa dikategorikan sebagai adjektiva dan
verba.
l. Kesalahan etimologi (False Etymology) yakni salah menganalisis sebuah kata dan
menambahkan bagian kata ke bentuk dasar lain untuk membentuk kata baru.
Misalnya, sufiks -burger menghasilkan salah analisis bahwa hamburger berasal
dari ham plus burger (humberger merupakan clipping dari humberger steak).
Bentuk burger sudah ditambahkan ke tipe makanan lain, seperti cheeseburger,
pizzaburger, salmonburger, dan steakburger.
m. Pelesetan (Deviating) yakni proses pembentukan suatu kata baru dengan
mempelesetkan morfem yang ada atau kata dari makna yang terdahulu. Kata yang
Universitas Sumatera Utara
ada itu dianggap sebagai akronim dari bentuk panjang yang menghasilkan makna
baru. Misalnya, kata Suharto dipelesetkan menjadi SUka HARTa Orang dan
SUMUT dipelesetkan menjadi Semua Urusan Mesti Uang Tunai.
n. Nama diri (Proper name) yaitu nama benda, tempat, aktivitas, dan penemuan yang
dikaitkan dengan sesuatu atau orang. Misalnya, Washington D.C. (untuk George
Washington dan District of Colombia untuk Christoper Colombus).
Di samping Bauer (1983:201) dan Sibarani (2002:55) terdapat Kridalaksana
(1996:12-17) yang membagi tipe pembentukan kata ke dalam enam bagian. Keenam
bagian itu adalah: (i) derivasi zero; (ii) afiksasi; (iii) reduplikasi; (iv) komposisi; (v)
abreviasi; (vi) derivasi balik. Di dalam pembentukan kata tersebut terdapat peristiwa
morfologis yang terjadi dari input, yaitu leksem dan salah satu proses tersebut di atas,
serta output berupa kata. Bagannya sebagai berikut:
Leksem
Proses
morfologis
Kata
Gambar 2.3: Bagan Input dan Output Proses Morfologis Pembentukan Kata
Berdasarkan bagan di atas, proses pembentukan kata menurut Kridalaksana
(1996:12-14) dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut:
a. Derivasi zero; dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan
apa-apa.
Universitas Sumatera Utara
Leksem
Tunggal
Kata
tunggal
Derivasi
zero
Gambar 2.4: Bagan Input dan Output Proses Derivasi Zero
b. Afiksasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks.
c. Reduplikasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan
beberapa macam proses pengulangan.
d. Abreviasi (pemendekan); dalam proses ini leksem atau gabungan leksem menjadi
kata kompleks atau akronim atau singkatan dengan pembagi proses abreviasi. Ada
beberapa jenis abreviasi:
(1) pemenggalan;
(2) kontraksi;
(3) akronimi; dan,
(4) penyingkatan.
Pemenggalan dan kontraksi inputnya merupakan leksem tunggal dan ouputnya
kata kompleks seperti terdapat pada afiksasi dan reduplikasi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Leksem
tunggal
Afiksasi,
Reduplikasi
Pemenggalan
kontraksi
Kata
kompleks
Gambar 2.5: Bagan Input dan Output Proses Abreviasi
Universitas Sumatera Utara
Di dalam akronim dan penyingkatan yang inputnya dua leksem atau lebih dan
ouputnya akronim atau singkatan dapat digambarkan sebagai berikut.
Leksem
tunggal
Akronim
Akronim,
singkatan
penyingkatan
Leksem
tunggal
Gambar 2.6: Bagan Input dan Output Pembentukan
Singkatan dan Akronim Berstatus Kata
e. Komposisi (perpaduan); dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan
outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi
f. Kata majemuk dalam tingkat sintaksis dan bagannya adalah:
Leksem
tunggal
komposisi
Kompositum
Kata
majemuk
Leksem
tunggal
Gambar 2.7: Bagan Input dan Output Komposisi Kata Majemuk
Universitas Sumatera Utara
g. derivasi balik; dalam proses ini inputnya leksem tunggal dan outputnya kata
komplek.
Menurut Kridalaksana (1996:16), berdasarkan proses morfologis di atas, secara
ringkas seluruh sistem pembentukan kata itu dapat digambarkan dengan bagan alir
sebagai berikut:
leksemx
leksikalisasi
0
gramatikalisasi
leksemz
+
-
derivasi
zero
kata
tunggal
+
-
afiksasi,
reduplikasi,
pemenggalan,
kontraksi
kata
kompleks
+
-
akronimi,
penyingkatan
akronim,
singkatan
+
-
komposisi
kata
majemuk
+
0
k
a
t
e
g
o
r
i
s
a
s
i
+
kata
+
kategorisasi,
modifikasi,
dsb.
frase
+
0
+
0
+
0
+
0
kata
leksemy
Gambar 2.8: Bagan Pembentukan Kata sebagai Sistem Terpadu
Kridalaksana (1996:161-163) membagi lagi kependekan kata atas lima jenis.
Hal ini disasarkan pada keterdesakan untuk berbahasa secara praktis dan cepat, mulai
dari bidang teknis keilmuan sampai menjalar ke bahasa sehari-hari. Kelima jenis
kependekan tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau
gabungan huruf, baik yang dieja maupun tidak dieja huruf demi huruf.
Contoh:
FSUI
: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
KKN
: Kuliah Kerja Nyata
dsb .
: dan sebagainya
dst.
: dan seterusnya
b. Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari
leksem.
Contoh:
Prof.
: Profesor
Bu
: Ibu
Pak
: Bapak
c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata
atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit
banyak memenuhi pola fonotaktik Indonesia.
Contoh:
FKIP
: /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI
: /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI
: /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau
gabungan leksem.
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
takkan
: dari tidak akan
sendratari : dari seni drama dan tari
rudal
: dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau
lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur.
Contoh:
g
: gram
cm
: sentimeter
Au
: Aurum
Di samping Kridalaksana (1996) maka Raja Arifin (1991) secara garis besar
menggolongkan kependekan kata atas singkatan kata, inisialisme, dan akronim.
Penggolongan kependekatan kata atas tiga jenis tersebut tidak terdapat perbedaan
yang penting antara pendapat Raja Ariffin dan Kridalaksana mengenai akronim.
Perbedaan mereka hanya terdapat pada penamaan dan batasan untuk bentuk
kependekan kata yang lain. Jika Harimurti, seperti terlihat di atas, membagi atas
empat jenis (singkatan, penggalan, kontraksi, dan lambang huruf), maka Raja Ariffin
membagi kependekan tersebut hanya dua jenis, yakni singkatan dan inisialisme.
Bagi Raja Ariffin yang mendasarkan pendapatnya pada Infoterm (The
International Information Centre for Terminology), menyatakan bahwa singkatan
kata terbentuk apabila suatu istilah tidak ditulis secara penuh, tetapi beberapa bagian
daripadanya, satu huruf atau lebih kecil digugurkan. Oleh karena itu, inisialisme
Universitas Sumatera Utara
terjadi jika huruf pertama dari setiap elemen kata digunakan untuk membentuk nama.
Inisialisme bisa dilafaskan seperti satu kata, tetapi bisa juga diucapkan per huruf.
Contoh:
IQ
: intelligence quotient
BCG
: bacillus calmette guerin
UMNO
: United Malays National Organisation
DBP
: Dewan Bahasa dan Pustaka
Dengan demikian, kadang-kadang menjadi tidak jelas batas antara inisialisme
dengan akronim. Hal ini disebabkan, jika sebuah bentukan inisialisme bisa diucapkan
sebagai satu kata, maka bentukan itu dapat juga disebut akronim. Dalam contoh di
atas, “UMNO” adalah inisialisme dan akronim.
Berdasarkan penjelasan di atas, akronim dan singkatan memperoleh beragam
pendapat dan penggolongan. Oleh karena itu, akronim dalam penelitian ini
dimengerti sebagai singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata dan yang ditulis serta dilafalkan
sebagai kata yang wajar. Akronim juga berbeda dengan penggalan. Penggalan adalah
bagian kata, misalnya, simbok ’ibu’ dipenggal menjadi mbok dan mbakyu yang berarti
’kakak perempuan’ dan dipenggal menjadi yu. Dari pengertian tersebut, dapat
dikatakan bahwa akronim berbeda dengan singkatan, yaitu bentuk yang dipendekkan
yang terdiri atas satu huruf atau lebih (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1995:21,
1071).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kata, Bentuk Kata, dan Leksem
Menurut Crystal (1980:383 - 385), kata adalah satuan ujaran yang mempunyai
pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun
dalam bahasa tulisan. Akan tetapi, terdapat beberapa kesulitan untuk sampai kepada
pemakaian yang konsisten dari istilah itu dalam kaitannya dengan kategori-kategori
lain dari pemerian linguistic dan dalam perbandingan bahasa-bahasa yang
mempunyai tipe struktural yang berbeda. Masalah ini terutama berhubungan dengan
identifikasi dan definisi kata. Masalah ini mencakup, baik ketentuan-ketentuan
mengenai batas kata maupun mengenai status. Definisi kata yang umum sebagai
satuan makna atau gagasan tidak membantu karena kesamaran konsep. Akibatnya,
dibuat beberapa perbedaan teoretis.
Secara teoretis, konsep kata dapat dibedakan atas tiga makna utama
sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1. Kata adalah satuan yang dapat didefinisikan secara fisik yang dijumpai dalam
suatu rentang tulisan (yang dibatasi oleh spasi) atau bicara (di mana identifikasi
lebih sulit lagi, tetapi mungkin ada petunjuk-petunjuk fonologis untuk
mengidentifikasi batas-batas, seperti kesenyapan atau ciri-ciri jeda). Kata dalam
makna ini dirujuk sebagai kata ortografis (untuk tulisan) atau kata fonologis
(untuk bicara). Istilah netral yang sering digunakan bagi keduanya adalah bentuk
kata (woridform).
2. Ada suatu makna yang lebih abstrak, yang merujuk kepada faktor umum yang
mendasari himpunan bentuk yang sama, seperti walk, walks, walking, dan walked.
Universitas Sumatera Utara
Satuan kata mendasar itu sering dirujuk sebagai suatu leksem. Leksem adalah
satuan kosakata yang didaftarkan dalam kamus.
3. Hal ini mengharuskan penetapan bagi suatu yang abstrak untuk memperhatikan
bagaimana kata-kata beroperasi dalam tata bahasa suatu bahasa, dan kata, tanpa
modifikasi, biasanya disiapkan untuk peran ini. Kata adalah suatu satuan
gramatikal dari jenis teoretis yang sama seperti morfem dan kalimat. Dalam model
analisis hierarkis, kalimat (klausa dan sebagainya) terdiri atas kata, dan kata terdiri
atas morfem.
Beberapa kriteria telah disarankan bagi identifikasi kata. Kriteria pertama
adalah bahwa kata merupakan satuan linguistik yang paling stabil dibanding dengan
semua satuan linguistik lainnya. Dalam kaitannya dengan struktur internalnya, yaitu
bagian-bagian konstituen suatu kata kompleks mempunyai sedikit kemungkinan
untuk penyusunan kembali, dibanding dengan mobilitas posisional dari konsistenkonsisten kalimat dan struktur-struktur gramatikal lainnya. Kriteria kedua merujuk
kepada kekohesifan kata (uninterruptibility), yaitu unsur-unsur baru (termasuk
kesenyapan) yang biasanya tidak dapat disisipkan ke dalamnya dalam bicara normal;
berdasarkan kontras, kesenyapan biasanya hadir pada batas-batas kata. Suatu kriteria
yang talah mempengaruhi pandangan para linguis tentang kata sejak pertama kali
disarankan oleh Leonard Bloomfield adalah defenisi kata sebagai suatu bentuk bebas
minimum, yaitu satuan terkecil yang dapat membentuk suatu ujaran lengkap. Atas
dasar ini, possibility adalah kata, begitu pula possible, tetapi –ity bukan kata. Tidak
semua satuan yang menyerupai kata memenuhi kriteria ini.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan penjelasan leksem di atas,
Kridalaksana (1982:98)
mendefinisikan leksem sebagai berikut:
1.
Satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif
suatu kata. Contoh: sleep, sleeps, slept, dan sleeping adalah bentuk-bentuk dari
leksem sleep.
2.
Kata atau frasa yang merupakan satuan bermakna; satuan terkecil dari leksikon.
2.4 Klasifikasi Bentuk-bentuk Kependekan
Kependekatan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis. Pengklasifikasian ini
bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan klasifikasi bentuk-bentuk
kependekatan dalam bahasa Indonesia belum terkonsep dan terdata dengan valid dan
representatif. Menurut Vries (1970) sebagaimana diungkapkan Kridalaksana
(1996:165) dalam bahasa Indonesia singkatan tindak ada sistematiknya meskipun telah
mulai dirumuskan sistemnya, baik dalam kategori ada proses yang teratur, tambahan,
dan kekecualian.
Kridalaksana (1996:165) menjelaskan lebih lanjut, pada berbagai bentuk
kependekatan sering terdapat tumpang tindih, baik pada bentuk kependekan yang
berupa lambang huruf maupun pada singkatan atau akronim. Misalnya lambang huruf
F dapat dipakai untuk Fahrenheit, Fiat, Fokker, Florin; singkatan BB dapat dipakai
untuk Balai Bahasa, Balai Banjar, Balai Besar, balanced budget, Bea Beban, Bujur
Barat, dan Bukit Barisan; akronim KAMI dapat dipakai untuk Kesatuan Aksi
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa Indonesia dan Kesatuan Artis Muda Indonesia. Tumpang tindih dapat
pula terjadi antara bentuk singkatan dan akronim, misalnya ABRI dapat disebut
singkatan dan dapat pula disebut akronim –tergantung dari bagaimana bentuk
kependekan itu dilafalkan.
Kridalaksana (1996:165-178) mengklasifikasi bentuk-bentuk kependekan atas
enam jenis, yaitu klasifikasi bentuk kependekan, afiksasi atas kependekan,
reduplikasi atas kependekan, penggabungan atas kependekan, pelesapan atas
kependekan, dan penyingkatan atas kependekan. Khusus klasifikasi bentuk
kependekatan dibagi lagi atas empat jenis, yakni singkatan, akronim dan kontraksi,
penggalan, dan lambang huruf.
1. Klasifikasi Bentuk Kependekatan
a. Singkatan. Bentuk singkatan terjadi karena proses-proses berikut ini.
(1)
Pengekalan huruf pertama tiap komponen, misalnya:
A
= agama
B
= barat, bin, binti
F
= Fiat, Fokker
G
= Gunung, gusti
H
= haji, hijrah
L
= Laut
M
= Masehi
R
= Raden
Universitas Sumatera Utara
W
= Wayan
AA
= Asia, Afrika, Ayah Angkat
GWR
= Gerakan Wisata Remaja
YTKI
= Yayasan Tenaga Kerja Indonesia
RSPAD = Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
YPPKKK = Yayasan Pembinaan Pendidikan Keterampilan
Kursus-kursus
PAPFIAS = Panita Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika
Serikat
Dll
(2)
= dan lain-lain
Pengekalan huruf pertama dengan pelepasan konjungsi, preposisi,
reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata, misalnya:
ABKJ
= Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang
BASUKI = Badan Asuhan Sekolah dan Usaha Kebudayaan Indonesia
RTF
= Radio, Televisi dan Film
BDB
= Bebas dari Bea
BHTI
= Biro Hak Cipta di Indonesia
GTKI
= Gabungan Taman Kanak-Kanak Indonesia
DGI
= Dewan Gereja-Gereja di Indonesia
MAWI
= Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia
Catatan: unsur yang dicetak miring dilesapkan.
Universitas Sumatera Utara
(3)
Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang, misalnya:
D3
= Dinas Dermawan darah
4K
= Kecerdasan, Kerajinan, Kesetiaan, dan Kesehatan
BBN-A3 = Bea Balik Nama Alat Angkutan Air
FP4MI
= Front Permusyawaratan Perjuangan Pemuda Pelajar
Mahasiswa Islam
P3AB
(4)
(5)
= Proyek Percepatan Pengadaan Air Bersih
Pengekalan 2 huruf pertama dari kata, misalnya:
Aj
= ajudan
As
= asisten
Ay
= ayat
Ka
= karet, Kalimantan
Ko
= korps
Ny
= nyonya
Ob
= Obiit
Od
= oditur
Va
= valuta
Wa
= wakil
Pengekalan 3 huruf pertama dari sebuah kata, misalnya:
Acc
= accord
Ant
= antara
Universitas Sumatera Utara
(6)
(7)
(8)
Ins
= instruksi, insurance, inspektur
Int
= intendans
Obl
= obligasi
Okt
= Oktober
Pengekalan 4 huruf pertama dari suatu kata, misalnya:
Purn
= purnawirawan
Sekt
= sekretaris
Sept
= September
Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata, misalnya:
BA
= bintara
DI
= divisi
Ds
= dominus(e)
Fa
= firma
Ir
= insinyur
jo
= juncto
Pa
= perwira
Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga, misalnya:
Bb
= bijblad
Gn
= gunung
(9) Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf
pertama dari suku kata kedua, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Kpt
= kapten
Ltn
= letnan
Gub
= gubernur
Kab
= kabinet
Kap
= kapten
Kav
= kavaleri
Kel
= keluarga
Kep
= keputusan
Kes
= kesatuan, kesehatan, kesebelasan
Kol
= kolonel
Kom
= komandan, komando, komisariat, komisaris, komunis,
komunikasi
Kop
= koperasi, kopral
lab
= laboratorium
let
= letnan
log
= logistik
May
= mayor
Med
= Medan, meis
Muh
= Muhammad
Nop
= Nopember
Pav
= paviliun
Pel
= pelabuhan
Universitas Sumatera Utara
Red
= redaksi
Sek
= Sekretariat
Top
= topografi
Ter
= teritorium, teritorial
(10) Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua
dari gabungan kata, misalnya:
a.d.
= antedium
VW
= Volkswagen
(11) Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata, misalnya:
Sei
= Sungai
(12) Pengekalan huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata
kedua dalam suatu gabungan kata, misalnya:
Swt
= swatantra
(13) Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan
terakhir suku kata kedua dari suatu kata, misalnya:
Bdg
= Bandung
tgl
= tanggal
dgn
= dengan
ttg
= tentang
(14) Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata, misalnya:
hlm
= halaman
Universitas Sumatera Utara
ttg
= tertanggal
(15) Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata,
misalnya:
DO
= depot
(16) Pengekalan huruf yang tidak beraturan, misalnya:
Mgr
= monseigneur
Ops
= operasi
KMD
= komandan
Pt
= platinum
Kam
= keamanan
Jar
= kepenjaraan
Dtt
= ditandatangani
Hat
= kejahatan
Daft
= didaftarkan
b. Akronim dan Kontraksi
Menurut Kridalaksana (1996:169), sub-klasifikasi akronim atau kontraksi lebih
sukar ditentukan daripada sub-klasifikasi singkatan, penggalan, atau lambang
huruf. Hal ini disebabkan kaedahnya akronim atau kontraksi sukar diramalkan
dan sulit dibedakan. Untuk itu, sebagai pegangan dapat ditentukan bahwa bila
seluruh kependekan itu dilafalkan sebagai kata wajar, kependekan itu
Universitas Sumatera Utara
merupakan akronim. Di sinilah letak tumpang tindih kontraksi dan akronim.
Secara garis besar kontraksi mempunyai sub-klasifikasi sebagai berikut :
(1)
Pengekalan suku pertama dari tiap komponen, misalnya:
Nalo
= Nasional Lotere
Orba
= Orde baru
Orla
= Orde lama
Latker
= Latihan kerja
Penjas
= pendidikan jasmani
Komdis = Komando Distrik
(2)
Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata
seutuhnya, misalnya:
(3)
banstir
= banting stir
angair
= angkutan air
Pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen, misalnya:
Gatrik
= tenaga listrik
Lisin
= ahli mesin
Girlan
= pinggir jalan
Menwa
= resmen mahasiswa
Purrat
= tempur darat
Rogasar = Biro Harga Pasar
Universitas Sumatera Utara
(4)
Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta
huruf pertama dari komponen selanjutnya, misalnya:
Gapani
= Gabungan Pengusaha Apotik Nasional Indonesia
Himpa
= Himpunan Peternak Ayam
Markoak = Markas Komando Angkatan Kepolisian
(5)
Pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelepasan konjungsi,
misalnya:
Anpuda = Andalan Pusat dan Daerah
(6)
Pengekalan suku pertama tiap komponen, misalnya:
KONI
= Komite Olahraga Nasional Indonesia
LEN
= Lembaga Elektronika Nasional
LIK
= Lembaga Inventarisasi Kehutanan
Catatan : bertumpang tindih dengan singkatan.
(7)
Pengekalan suku pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua
huruf pertama komponen terakhir, misalnya:
(8)
(9)
Aika
= Arsitek Insinyur Karya
Aipda
= Ajun Inspektur Polisi Dua
Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen, misalnya:
Unud
= Universitas Udayana
Bapefi
= Badan Penyalur Film
Pengekalan tiap huruf pertama tiap komponen, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Komrad = komunikasi radio
Komwil = komando wilayah
Puslat
= pusat latihan
Banser
= bantuan serbaguna
(10) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf
pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi, misalnya:
abnon
= abang dan none (Jkt)
(11) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta
pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya:
Nekolim = Neokolonialis, Kolonialis, Imperialis
Odmilti
= Oditur Militer Tinggi
(12) Pengekalan tiga huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta
pengekalan huruf pertama komponen kedua, misalnya:
Nasakom