Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional perlu dijaga
kelangsungan dan kemantapannya. Bahasa Indonesia yang masih terus berkembang,
perkembangannya meliputi seluruh aspek kebahasaan. Kajian ini merupakan kajian
linguistik bahasa Indonesia, bertujuan untuk memperoleh pola-pola atau keteraturanketeraturan dalam aspek kebahasaan.
Sebagai alat komunikasi, bahasa selalu berkembang dan akan terus
berkembang selama bahasa itu masih dipergunakan penuturnya. Bahasa dapat tumbuh
dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan pemikiran
penggunanya. Bahasa mengalami perubahan sejalan dengan perubahan dan
perkembangan dalam masyarakatnya.
Di dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, multietnis dan multikultural,
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bahasa, baik dalam fungsinya sebagai alat
komunikasi maupun sebagai disiplin ilmu menyediakan lahan yang amat luas untuk
dikaji dan diteliti. Sifat arbitrer, konvensional, dan dinamis dari sebuah bahasa
memungkinkan bahasa mengalami perubahan, perubahan itu sendiri merupakan
suatu gejala bahasa yang lazim terjadi.
Perkembangan bahasa harus diamati dengan kesadaran, agar dapat diarahkan
ke arah yang tepat, mengendalikan sebatas kemungkinan, dan bukan menghambat
pertumbuhannya. Norma bahasa dapat berubah menyesuaikan diri dengan kemauan


1
Universitas Sumatera Utara

pemakai bahasa. Pendirian yang ketat untuk mempertahankan norma-norma lama
tanpa memperhatikan sifat kodrat bahasa, bukanlah pendirian yang tepat. Ahli bahasa
dan lembaga bahasa bertugas mengodifikasi bahasa, sebagai pedoman bagi penutur
bahasa untuk berpedomankan pada tata bahasa yang normatif.
Bahasa

sebagai

fenomena

sosial

suatu

masyarakat


dideskripsikan

sebagaimana adanya, harus berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang
secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat
berupa berian bahasa yang benar-benar menggambarkan keadaan penuturnya.
Gambaran deskriptif suatu masyarakat bahasa tidak mempertimbangkan benar
salahnya penggunaan bahasa oleh penuturnya, yang merupakan ciri utama dan
pertama.

Hal

ini

berbanding

terbalik

dengan

istilah


perskriptif,

yang

memperimbangkan lebih dulu benar salahnya menurut norma-norma, cenderung
menitikberatkan perhatian pada penggunaan bahasa yang dianggap baik dan benar
saja yang terdapat di dalam satuan-satuan bahasa, baik pada tataran fonologi,
morfologi, maupun sintaksis.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lentur, yang terbuka untuk
penyempurnaan dan pengayaan atau penambahan kosakata. Aturan-aturan dalam
bahasa Indonesia tidak tertutup sehingga memungkinkan diterimanya kosakata baru
ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Dardjowidjojo (1988:139)
yang menjelaskan, bahwa keperluan pemekaran kosakata memungkinkan untuk
pelambangan konsep dan gagasan kehidupan modern. Hal ini disebabkan oleh
cakrawala sosial budaya yang meluas yang melampaui batas-batas peri kehidupan

Universitas Sumatera Utara

yang tertutup menimbulkan keperluan adanya kata, istilah, dan ungkapan dengan

usaha pemekaran kosakata.
Sejalan dengan pendapat di atas, Kridalaksana (1982:54) berpendapat bahwa
pemekaran kosakata dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan tujuh proses.
Ketujuh proses pemekaran kosakata tersebut adalah: (i) mengambil kata/frase yang
umum dan diberi makna tertentu; (ii) membuat kombinasi dari kata-kata yang umum;
(iii) membentuk kata turunan dari kata dasar yang umum; (iv) membentuk istilah
dengan analogi; (v) pinjam-terjemah (loan-translation); dan, (vii) mengambil alih
dari bahasa asing atau bahasa daerah.
Kosakata bahasa Indonesia yang akhir-akhir ini pemunculannya sering dan
banyak melanda bahasa Indonesia adalah akronim. Akronim merupakan singkatan
atau kependekan. Menurut Kridalaksana (1992:196), gejala bahasa yang merupakan
kependekan atau abreviasi ini dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu: (i)
singkatan; (ii) penggalan; (iii) akronim; (iv) kontraksi; dan, (v) lambang huruf.
Akronim pada hakikatnya adalah singkatan yang diberlakukan sebagai kata.
Akronim merupakan fenomena yang universal dan terdapat pada semua bahasa.
Keberadaan akronim jelas dan merupakan area yang dinamis dari perbendaharaan
kata setiap bahasa dan merupakan sumber pembentukan kata baru. Pemakaian yang
terus-menerus dan intensif menjadikan akronim mempunyai kedudukan dan
kesetaraan dengan kata dalam suatu bahasa. Akibatnya, penutur tidak lagi
mempertanyakan proses terjadinya dan masuknya akronim menjadi perbendaharaan

kata atau kosakata suatu bahasa. Dengan demikian, pembentukan akronim tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

dihindari dan dihentikan seperti pembentukan kata dalam suatu bahasa, akronim terus
berkembang dan bertambah dari waktu ke waktu.
Fenomena pemunculan akronim yang terjadi di Indonesia, yakni belum
adanya aturan yang jelas dan tepat dalam pilihan-pilihan antara konsep yang
mewakili dan yang diwakili dalam berbahasa. Di dalam pilihan-pilihan itu,
kemudahan pengucapan merupakan konsep yang mendasari mengapa penutur bahasa
Indonesia suka menggunakan akronim. Oleh karena itu, akronim yang terbentuk
merupakan singkatan yang terdiri dari dua kata atau lebih, sehingga mudah untuk di
ingat oleh pengguna bahasa Indonesia.
Pemunculan akronim tidak hanya terjadi dalam ranah percakapan, tetapi telah
menjadi literasi pers Indonesia. Kekhawatiran tentang akronim yang membanjiri pers
Indonesia dikemukakan oleh Atmakusumah Astraatmajaya. Pengajar Lembaga Pers
Dr. Soetomo, Jakarta ini menemukan sedikitnya 60 akronim di tiga harian, yakni
Sumatera Ekspress, Sriwijaya Post, dan Berita Pagi terbitan 3 April 2006. Hal yang
sama juga ditegaskan oleh S. Takdir Alisjahbana dalam Tempo (1990), “Berbahaya,
(jika) bahasa Indonesia terlalu banyak akronim.”

Sejalan dengan pendapat S. Takdir Alisjahbana, Gaban (2006) menyatakan
bahwa, “Bahasa Indonesia terancam rusak oleh terlalu banyaknya singkatan dan
akronim.” Lebih lanjut Gaban menjelaskan, ada lima hal yang bisa menjadi sumber
membanjirnya pemakaian akronim. Pertama, konsep yang keliru tentang tulisan
ringkas. Kedua, obsesi yang absurd pada singkatan dan akronim. Ketiga, keruwetan

Universitas Sumatera Utara

cara berfikir dan pemborosan. Keempat, kecendrungan pada eufemisme. Kelima,
tidak taat pada pedoman pembuatan singkatan pada EyD.
Pembentukan akronim yang belum mempunyai pola dan pola yang sesuai
dengan keteraturan dalam proses pembentukan akronim merupakan fonomena yang
secara deskriptif menjelaskan keadaan yang belum mapan atau baku dari
pembentukan akronim dibandingkan dengan proses pembentukan kata yang lainnya.
Keadaan ini memerlukan penelitian dan pengkajian yang menempatkan akronim
sebagai bagian dari kegiatan ilmiah. Oleh karena itu, penelitian ini berada pada
tataran preskriptif dalam suatu bahasa yang berupaya untuk membuat pola yang
teratur dari proses terbentuknya akronim yang merupakan subsistem dari bahasa.
Dengan demikian, keteraturan pola akronim akan mempresentasikan dan menurunkan
pola-pola yang dapat menjadi pedoman untuk proses pembentukan akronim pada

masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah
Salah satu fenomena menarik dari perkembangan bahasa Indonesia adalah
adanya akronim yang terus berkembang dan masuk kedalam perbendaharaan
Indonesia yang terjadi dalam berbagai bidang dan aktivitas sosial. Timbulnya
akronim yang bersifat arbitrer, konvensional, dan dinamis dari sebuah bahasa
memungkinkan bahasa mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri merupakan suatu
gejala bahasa yang lazim terjadi. Pembentukan akronim dimaksudkan untuk
mempersingkat kata sebagai bentuk penghematan, dengan dasar keenakan bunyi.

Universitas Sumatera Utara

Akan tetapi, pola pembentukannya sering kali tidak berpola dan tidak beraturan,
masyarakat pemakai bahasa sering kali secara kreatif menciptakan akronim baru.
Penelitian ini meneliti salah satu aspek yang paling mendasar dari
karekteristik akronim melalui struktur bunyi dan suku akronim. Suku akronim
merupakan komponen yang paling produktif dalam pembentukan akronim. Secara
terstruktur, fenomena pembentukan akronim tersebut dapat dirumuskan dalam tiga
masalah. Ketiga rumusan masalah tersebut menjadi rumusan masalah penelitian ini

sebagaimana tertera sebagai-berikut:
(1) Bagaimanakah struktur pola akronim dalam bahasa Indonesia?
(2) Bagaimanakah struktur internal pola akronim dalam bahasa Indonesia?
(3) Bagaimanakah konstruksi kognitif pengguna akronim dalam bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur
akronim dalam bahasa Indonesia. Pendeskripsian dan penganalisisan tersebut dalam
penelitian ini bertujuan untuk tiga hal sebagai-berikut:
(1) Mendeskripsikan dan menganalisis struktur pola akronim dalam bahasa
Indonesia.
(2) Mendeskripsikan dan menganalisis struktur internal pola akronim dalam bahasa
Indonesia.
(3) Mendeskripsikan dan menganalisis konstruksi kognitif pengguna akronim dalam
Bahasa Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini memberikan tiga manfaat yang bersifat akademik, manfaat
teoretis. Ketiga manfaat teoretis tersebut adalah:
(1) Memperkaya model penelitian fenomena akronim dalam upaya mempersiapkan
pola struktur dan bunyi akronim yang baku dan berterima dalam bahasa
Indonesia.
(2) Mengembangkan kajian ilmiah akronim dalam pola bahasa Indonesia dan
pemakaian akronim oleh masyarakat, baik secara lisan maupun tertulis.
(3) Memberikan gambaran lengkap tentang struktur bunyi dan struktur bentuk dalam
suku akronim bahasa Indonesia. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat
dijadikan data bagi penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini tidak hanya memberikan manfaat teoretis melainkan juga
manfaat praktis. Manfaat praktis yang terdapat dalam hasil penelitian ini adalah:
(1) Menunjang pelaksanan program pemerintah dalam upaya mencendikiakan
bahasa Indonesia.
(2) Membantu pemerintah dalam upaya memberdayakan salah satu aspek bahasa
Indonesia yang benar.
(3) Membantu pemerintah dalam upaya penentuan kebijakan pembinaan masyarakat
Indonesia malaui kebijakan pembinaan bahasa.


Universitas Sumatera Utara

(4) Menggalakkan penelitian akronim bahasa indonesia yang sesuai dengan pilihanpilihan linguistik.

Universitas Sumatera Utara