Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam, Pupuk Hijau, dan Kapur CaCO3 Pada Tanah Ultisol Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol
Tanah Ultisol adalah tanah yang memiliki horizon argilik atau kandik
dengan kejenuhan basa < 35 % pada kedalaman 125 cm dibawah batas teratas dari
horizon argilik (tapi tidak lebih dari 200 cm dibawah permukaan tanah mineral)
atau 180 cm dibawah permukaan tanah mineral (Soil Survey Staff, 2014).
Proses pembentukan tanah Ultisol diawali oleh pencucian yang ekstensif
dengan suhu yang cukup panas, yang terjadi dalam waktu yang cukup lama,
sehingga menyebabkan terjadinya pelapukan yang kuat terhadap mineral mineral
mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida.
Mineral yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit dan gibsit. Pencucian
liat akan menghasilkan horizon albik dilapisan atas, dan horizon argilik dilapisan
bawah. Bersamaan dengan proses pencucian liat terjadi pula proses podzolisasi,
dimana besi akan dipindahkan

dari horizon albik ke horizon argilik

(Barchia, 2011)

Tanah Ultisol memiliki solum dengan kedalaman kategori sedang, dengan
karakteristik berwarna merah sampai kuning, chroma meningkat dengan
bertambahnya kedalaman. Tekstur pada tanah Ultisol umumnya halus pada
horison Bt (karena kandungan liat maksimal pada horison ini). Struktur tanah
berbentuk gumpal pada horison Bt dengan kosistensi teguh, kutan liatt terjadi
pathite banyak ditemukan konkresi besi. Permeabilitas lambat sampai baik dengan
erodibilitas kategori tinggi (Munir, 1996).

Universitas Sumatera Utara

4

Tanah Ultisol tersebar luas pada daerah-daerah beriklim humid.
Penyebaran Ultisol di Indonesia hampir diseluruh tanah air kecuali beberapa pulau
di Nusa Tenggara dan Maluku Selatan. Dari 51.000.000 ha Ultisol yang ada di
Indonesia, sebagian besar diantaranya ditumbuhi oleh hutan tropika basah, semak
belukar, dan hamparan padang alang-alang terlantar. Sebagian kecil saja atau
sekitar 598.000 ha yang sudah dijadikan lahan-lahan produktif sebagai lahan
tanaman padi lahan kering. Selebihnya dijadikan sasaran bukaan lahan
transmigrasi dan perluasan tanaman perkebunan (Munir, 1996).

Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur.
Pencucian dan pelapukan yang terjadi secara intensif menyebabkan tanah Utisol
memiliki kandungan unsur hara yang rendah, kemasaman tanah yang tinggi, dan
rendahnya kandungan bahan organik. Rendahnya kandungan bahan organik
disertai dengan kemasaman tanah yang tinggi akan menyebabkan ketersedian P
semakin rendah. Pada pH kurang dari 5,5 unsur P akan diikat oleh Fe dan Al.
Ketersediaan P yang rendah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena
unsur P merupakan unsur hara yang esensial bagi tanaman, yang berperan dalam
proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan
pembesaran sel serta proses-proses yang lainya (Sudaryono, 2009).
Tanah Masam
Tanah masam adalah tanah dengan nilai pH < 5,5. Nilai pH menunjukkan
kosentrasi ion H+ didalam tanah. Apabila kosentrasi ion H+ dan OH- seimbang,
maka reaksi tanah akan netral. Sedangkan apabila H+ lebih besar dari ion OHmaka tanah akan bereaksi masam. Setiap perubahan satu unit nilai pH
mencerminkan adanya perubahan kosentrasi ion H+ atau OH- (Barchia, 2011).

Universitas Sumatera Utara

5


Sumber kemasaman tanah yang paling utama adalah aktivitas Al didalam
tanah dan ion H+didalam larutan tanah. Hidrolisis Al akanmelepaskan H+,
H+inilah yang kemudian akan mengasamkan pH tanah. Adapun rekasinya sebagai
berikut :
Al3+ + H2O

Al(OH)2+ + H+

Al(OH)2++ H2O

Al(OH)2++ H+

Al(OH)2++ H2O

Al(OH)30 + H+

Al(OH)30 + H2O

Al(OH)4- + H+


(Havlin, dkk. 1999).
Curah hujan dan respirasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
tanah menjadi masam. Air hujan murni sebenarnya adalah air destilasi, namun
begitu turun melalui atmosfir dapat menjadi asam ber-pH 5,6 karena bereaksi
dengan CO2. Air hujan murni bereaksi secara keseimbangan dengan CO2 atmosfir
akan menghasilkan ion H+, akibatnya pH menjadi 5,6. Reaksinya :
H2O + CO2

H2CO3

H+ + HCO3-

2H+ + CO3

Tanaman dan mikroorganisme juga menghasilkan CO2 melalui proses respirasi.
Selama

periode

pertumbuhan


aktif

akar

tanamanan,

organisme

tanah

menghasilkan CO2 tanah dan terlarut sehingga pH tanah menjadi lebih asam
(Mukhlis, dkk. 2011).
Meningkatnya kemasaman tanah pada lahan pertanian juga dapat
disebabkan oleh beberapa hal berikut, seperti penggunaan pupuk komersial,
khususnya pupuk NH4+ yang menghasilkan H+ selama nitrifikasi. Setiap pupuk
memiliki pengaruh yang berbeda terhadap pH tanah. Pupuk nitrat mengandung
kation basa sehingga menyebabkan kemasaman tanah yang lebih rendah

Universitas Sumatera Utara


6

dibanding pupuk amonium. Dibandingkan pupuk P, pupuk yang mengandung atau
membentuk

NH4+

berpengaruh

lebih

besar

terhadap

pH

tanah.


(Damanik, dkk. 2011).
Bahan organik juga dapat menjadi penyebab kemasaman tanah. Beberapa
tanaman mengandung sejumlah asam organik. Begitu residunya terdekomposisi,
asam organik secara alami mempengaruhi kemasaman tanah. Beberapa tanaman
mengasamkan secara sederhana, karena rendahnya kosentrasi basa untuk
mencukupi keperluan mikrobia, dekomposisi jaringan tanaman tidak hanya
mengeluarkan karbon dioksida tetapi juga akan mengambil hara basa, seperti
kalsium dan magnesium dari dalam tanah (Mukhlis, dkk. 2011).
Permasalahan utama pada tanah masamadalah aktivitas Al yang dapat
bersifat toksik bagi tanaman. Keberadaan Al didalam tanah akan menghambat
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kemasaman. Ligon dan Pierre
mendemontrasikan keracunan Al melalui pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan
tanaman jagung menjadi berkurang saat kosentrasi Al didalam tanah lebih besar
daripada 1 ppm. Akar halus tanaman sorgum mati ketika kosentrasi Al didalam
tanah mencapai 1 ppm, dan pertumbuhan akar tanaman akan terhambat dan
tumbuh abnormal saat kosentrasi Al mencapai 0,5 ppm (Kamprath, 1967).
Selain masalah Al yang bersifat toksik pada tanaman, kemasaman tanah
juga berpengaruh penting pada ketersedian unsur hara P di dalam tanah. Pada
kisaran pH 4,0 – 6,0 kebanyakan P dalam larutan tanah dalam bentuk ion H2PO4,
dan pada pH 6,5 – 7,5, P dalam larutan tanah dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-,

dan pada tanah mineral masam kelarutan PO4- sulit terjadi, bahkan P
dimungkinkan akan mengendap menjadi H3PO4. Pada pH rendah, P akan banyak

Universitas Sumatera Utara

7

terfiksasi oleh kation – kation Al, Fe, Mn. Sedangkan apabila ketersediaan kationkation basa yang sangat rendah pada kemasaman yang tinggi dan tinggi kelarutan
kation-kation asam di atas menyebabkan P lebih banyak terfiksasi oleh kationkation asam tersebut, serta aktivitas kation basa pada larutan tanah dan daerah
perakaran tanaman akan berkompetisi dengan kation-kation asam dalam
memanfaatkan tapak pertukaran (Barchia, 2011).
Kemasaman tanah juga menyebabkan masalah pada ketersedian hara
seperti hara penting seperti Mg. Pada studi di Carolina Utara ditemukan bahwa
defesiensi Mg ditemukan pada saat pH bernilai 5 atau lebih rendah pada tanah
berpasir. Pada pH 5 atau lebih rendah akan terjadi pertukaran kation Mg oleh Al.
Pada pH lebih rendah dari 4,8, Al akan bersifat antagonis pada penyerapan unsur
hara Mg (Kamprath, 1967).
Kemasaman tanah juga berpengaruh pada ketersedian ion-ion basa. Tanah
masam yang didominasi ion H+ dan Al3+ memiliki kekuatan affinitas yang sama
kuat yang mampu menggantikan kation-kation basa seperti K+, Ca2+, Mg2+, Na+

dan NH4+ yang teradsorpsi dipermukaan koloid tanah. Kation-kation basa
selanjutnya bebas di larutan tanah dan mudah tercuci dan hilang oleh air irigasi
atau curah hujan (Mukhlis, 2011)
Pengelolaan Tanah Ultisol
Bila ditinjau dari berbagai masalah yang terjadi pada tanah Ultisol, tanah
Ultisol perlu ditangani dan dikelola secara tepat, dengan mempertimbangkan
keefektifan bahan yang digunakan, baik dari segi finansial maupun ekonomi.
Selama ini pengapuran diketahui sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah
tanah masam yang efektif dan efesien. Namun,

selama ini diketahui bahwa

Universitas Sumatera Utara

8

pemberian kapur belum mampu memberikan bahan organik ke tanah, sedangkan
tanah Ultisol merupakan tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang
rendah. Oleh sebab, pemberian bahan organik berupa pupuk kandang ayam atau
pupuk hijau bisa menjadi bahan alternatif untuk melihat apakah pemberian bahan

organik mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada tanah Ultisol.
Kapur CaCO3
Tanah di Indonesia merupakan tanah beriklim basah berkembang dengan
kondisi curah hujan tinggi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan terjadi
penurunan kadar kation – kation basah tanah (seperti Ca, Mg dan K) dan
meningkatkan kemasaman tanah. Kemasaman tanah yang tinggi menyebabkan
rendahnya status hara fosfor dan tingginya potensial keracunan alumunium
(Damanik, dkk. 2011).
Tanah-tanah mineral masam pada pH kurang dari 5 umumnya
mengandung Al dan Mn dalam jumlah cukup banyak di larutan tanah, yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Pemberian kapur pada tanah masam dapat
menghilangkan pengaruh keracunan unsur Al, H, dan Mn. Pengaruh kapur
terhadap retensi kation adalah dengan menggantikan dan mengendapkan Al,
kemudian

Al

akan

diikat


menjadi

bentuk

yang

tidak

aktif

(Kamprath & Foy, 1985). Selain itu pemberian kapur juga dapat mereduksi
kemasaman, menurunkan kejenuhan Al hingga < 20%, dan dapat menaikan kadar
Ca dan Mg (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Bahan kapur yang digunakan untuk mengatasi kemasaman cukup
beragam, seperti CaCO3, CaO, Ca(OH)2, dan CaMg(CO3)2. Kapur yang umum
digunakan petani adalah kalsium karbonat, CaCO3. Kapur kalsium karbonat

Universitas Sumatera Utara

9

diproduksi dari kulit kerang, tiram dan sejenisnya, sehingga harganya relatif
murah dan sering dipakai untuk mengapuri tanah pertanian. Baik buruknya suatu
bahan kapur untuk mengatasi tanah masam sangat dipengaruhi oleh kemampuan
kapur dalam menetralisasi tingkat kemasaman (Mukhlis, dkk. 2011).
Pemberian bahan kapurCaCO3 setara 1x Al-dd berpengaruh nyata dalam
menurunkan Al-dd di dalam tanah. Pengapuran akan mengurangi daya larut Al, Fe,
Mn dan Zn. Adapun reaksinya sebagai berikut :
Ca2+ + CO32-

CaCO3
CO32- + 2H2O

H2CO3 + 2OH-

X-Al + 3OH-

X3- + Al(OH)3

(Wahjudin, 2006).
Menurut Havlin,dkk (1999), Reaksi kapur dimulai dengan netralisasi H+
di larutan tanah oleh OH- dan HCO3-. Adapun reaksinya sebagai beriut :
Ca2+ + HCO3- + OH-

CaCO3 + H2O

Selanjutnya H+ akan hilang dari larutan tanah dan diubah menjadi bentuk
Al(OH)3, sehingga tidak memasamkan tanah.
Al3+
Ca2+
Mg2+
K+
Al3+

+ 3CaCO3 + 3H2O

K+
Ca2+
Ca2+ + 2Al(OH)3 + 3CO2
Mg2+
Ca2+
Ca2+

Pengapuran yang berlebihan (over liming) dapat menyebabkan banyaknya
P-larut diikat oleh Ca. Pengapuran pada tanah masam belum bisa menyelesaikan
masalah ketersediaan
penambahan

pupuk

P untuk tanaman, sehingga harus diikuti dengan
P.

Berbeda

dengan

pemberian

CaCO3

yang

dikombinasikandengan senyawa humik, selain meningkatkan pH juga dapat

Universitas Sumatera Utara

10

meningkatkan P-larut mulai dari 3 hingga 10 kali dibandingkan dengan kontrol
(Winarso dkk, 2009)
Bahan Organik
Bahan organik adalah bahan yang tersusun dari senyawa organik yang
berasal dari organisme hidup. Bahan organik dapat diperoleh dari beberapa
sumber diantaranya kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami,
tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri
yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Bahan organik sangat
bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitasmaupun kuantitas,
mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Bahan organik memiliki peranan penting dalam tanah. Pemberian bahan
organik ke tanah masam akan menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa
asam-asam humat dan fulvat yang berperan penting dalam meningkatkan
kesuburan tanah. Sejumlah senyawa-senyawa organik berupa asam-asam humat
dan fulvat

akan membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang akan

menyebabkan terjadinya proses pengkelatan. Proses pengkelatan berperan penting
dalammeningkatkan mobilitas dan ketersediaan kation. Selain itu, pembentukan
senyawa organik berupa persenyawaan humik berperan dalam mengikat unsurunsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, dan Mn. Unsur-unsur mikro yang diikat atau
dikhelat pada saat tertentu akan dilepaskan kembali kedalam larutan tanah
sehingga dapat diserap akar (Tan, 1991).
Stevenson (1982) menyatakan bahwa pemberian bahan organik akan
meningkatkan ketersediaan P melalui dekomposisi bahan organik. Unsur P yang

Universitas Sumatera Utara

11

diikat oleh Ca, Fe, dan Al akan dilepaskan menjadi bentuk yang tersedia untuk
tanaman melalui aksi asam organik dan khelat organik yang dihasilkan selama
proses dekomposisi. Adapun reaksinya sebagai berikut :
CaOH.3Ca(PO4)2 + Khelat

PO42- (tersedia)
Kompleks

Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat

PO42- (tersedia) + Al(Fe)-Khelat
Kompleks

+

Ca

Khelat

Bahan organik berupa pupuk kandang saat ini banyak digunakan oleh
petani untuk

meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produksi

tanaman. Bahan organik berupa pupuk kandang merupakan bahan yang mudah
diperoleh. Bahan organik berupa pupuk kandang dapat diperoleh dari semua
produk buangan dari binatang peliharaan,baik itu kotoran ayam, sapi, kerbau,
kambing atau hewan ternak lainya. Selain mudah diperoleh, pupuk kandang juga
mengandung

hara

yang

cukup

lengkap

untuk

pertumbuhan

tanaman

(Hartatik dan Widowati, 2006).
Tabel 1. Kandungan hara dari pukan padat/segar
Sumber
Pukan

Kadar
Air

Bahan
Organik

N

P2O5
%

K2O

CaO

Rasio
C/N

Sapi

81,3

16,7

0.5

0.2

0.15

0.2

20 - 25

Kambing

64,8

30,7

0.9

0.4

0.25

0.4

20 - 25

Ayam

64,8

30,7

1.5

1.3

0.8

4

9 - 11

Babi

77,6

17

0.5

0.4

0.4

0.07

19 - 20

Kuda

68,8

22

0.5

0.25

0.3

0.2

24

Sumber : Hartatik dan Widowati (2006).

Universitas Sumatera Utara

12

Putra dkk (2015) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang pada
tanah dapat menaikan pH, menurunkan Al-dd tanah dan meningkatkan bobot
kering akar dan tajuk tanaman. Pemberian pupuk kandang akan menghasilkan
asam organik yang berfungsi mengikat Al didalam tanah, sehingga Al menjadi
bentuk yang tidak aktif, danpH akan meningkat. Selain berpengaruh terhadap pH
dan Al-dd, pepemberian pupuk kandang juga mempengaruhi bobot kering akar dan
bobot kering tajuk semangkin meningkat. Bahan organik dari pupuk kandang
akan memperbaiki aerasi tanah, sehingga kosentrasi oksigen semakin tinggi
didalam tanah, dan perkembangan akar akan semakin baik didalam tanah. Bahan
organik dari pupuk kandang juga dapat memberikan unsur hara N pada tanaman.
Unsur N akan terakumulasi dengan sejumlah zat hasil fotosintesis yang dapat
merangsang terbentuknya tunas daun sehingga dapat mempengaruhi bobot kering
tanaman.
Hasil penelitian Tufaila, dkk (2014) menunjukan bahwa aplikasi pupuk
kandang ayam pada tanah masam mampu memberikan peningkatan kandungan
C-organik tanah. Pada pengamatan pada parameter C-organik tanah sebelum
perlakuan yaitu sebesar 0,83% (sangat rendah) dan setelah perlakuan nilai
C-organik bervariasi berkisar antara 1,30-2,26% (sedang). Selain itu pemberian
pupuk kompos kotoran ayam pada perlakuan 15 ton/ha berpegaruh sangat nyata
terhadap total prodeksi buah tanaman mentimun. Hal ini dikarenakan pada
perlakuan 15 ton/ha kompos kotoran ayam sudah mampu menyuplai unsur hara
tersedia yang cukup dan seimbang yang sangat dibutuhkan tanaman mentimun
untuk tumbuh dan menghasilkan produksi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

13

Hasil penelitian Sarno (2009) menunjukan bahwa pemberian pupuk
kandang ayam dapat menurukan jerapan P tanah. Asam humik dan asam fulvik
yang terkandung pada pupuk kandang berfungsi dalam mengikat Fe dan Al,
sehingga Al dan Fe menjadi bentuk yang tidak aktif, sehingga ketersediaan P
tersedia ditanah semakin meningkat. Selain itu, pemberian pupuk kandang juga
berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot akar pada tanaman Caisim.
Peningkatan bobot akar pada tanaman ini disebabkan karena pemberian pupuk
kandang dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
Selain pupuk kandang, pupuk hijau juga berpotensial untuk digunakan
sebagai salah satu sumber bahan organik yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Pemberian pupuk hijau berfungsi meningkatkan
kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk hijau dapat diperoleh dari
tanaman/tumbuhan atau sisa panen yang dibenamkan pada waktu masih hijau atau
setelah dikomposkan. Jenis tanaman/tumbuhan yang dijadikan sumber pupuk
hijau diutamakan dari jenis legum, karena tanaman ini mempunyai kandungan
hara (utamanya nitrogen) yang relatif tinggi dibanding jenis tanaman lainnya.
Namun demikian, sesungguhnya dari jenis nonlegum pun misalnya sisa tanaman
jagung, ubi-ubian, jerami padi, dan lain-lain, dapat juga dimanfaatkan sebagai
sumber pupuk hijau, karena meskipun kandungan nitrogennya relatif rendah,
namun beberapa unsur lainnya seperti kalium relatif tinggi (Rachman, dkk. 2006).

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2. Total hara yang terkandung dalam sisa panen (kecuali akar)

N

Tanaman

Kacang – Kacangan
Kacang Tunggak
25
Kacang Tanah
70
Kacang Hijau
35
Kedelai
15
Kacang Panjang
65
Biji - Bijian
Jagung Hibrida
45
Jagung lokal
25
Padi unggul
30
Padi lokal
15
Umbi - umbian
Singkong
61
Kentang
39
Ubi jalar
30

Total hara dalam sisa tanaman kecuali akar
P
K
Ca
Mg
kg/ha

S

2
5
3
2
6

21
59
54
13
33

17
60
18
1
23

8
17
9
2
16

6
16
7
6
8

7
4
2
2

58
32
93
49

7
4
10
5

12
7
6
3

6
4
1
1

5
8
5

41
46
29

42
9
4

11
4
2

6
5
3

Sumber : Rachman, et al (2006).
Penggunaan pupuk hijau dapat memperbaiki aerasi udara dalam tanah
secara tidak langsung dan dapat menyuburkan tanah. Penggunaan pupuk hijau
umumnya dibenamkan kedalam tanah atau dicampurkan saat pengolahan tanah.
Pupuk

hijau

yang

umum

digunakan

adalah

dari

tanaman

legum

(kacang – kacangan), karena disamping sebagai sumber bahan organik juga dapat
menyumbangkan unsur hara Nitrogen didalam tanah (Rover, 2009). Penelitian
Junedi (2014) menunjukan bahwa semakin banyak pupuk hijau yang diberikan
didalam tanah, maka total ruang tanah akan semakin meningkat, sehingga struktur
tanah menjadi gembur, sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman.
Pemanfaatan pupuk hijau selain dapat memperbaiki aerasi tanah, pupuk
hijau juga dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan C organik tanah.
Penelitian Magdalena, dkk (2013) menyatakan bahwa pemberian pupuk anorganik

Universitas Sumatera Utara

15

tidak dapat meningkatkan kandungan C organik tanah. Kandungan C organik
tanah tegalan di Indonesia umumnya < 0,03 %, sedangkan kandungan yang
dianggap baik adalah >1%, serta ideal 2,5-4%. Peningkatan C organik akan
berpengaruh pada peningkatan kandungan bahan organik tanah.
Buckman dan Brady (1974) menyatakan bahwa pemberian pupuk hijau
berupa kacang-kacangan akan meningkatkan nitrogen didalam tanah. Pemberian
pupuk hijau dengan cara dibenamkan ke tanah akan mengembalikan nitrogen
yang semula ada didalam tanah menjadi bentuk N-organik (mobilisasi). Kenaikan
nitrogen akibat pemberian kacang-kacangan setara dengan nitrogen yang diikat
secara simbiotik oleh tanaman. Kenaikkan nitrogen organik dalam tanah akan
berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah.

Universitas Sumatera Utara