Pengaruh Kompetensi Kader kesehatan Terhap Kinerja dalam Upaya Meningkatkan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Posyandu
Posyandu diperkenalkan di masyarakat sejak tahun 1984, dan mengalami

perkembangan pesat pada tahun 1993. Posyandu merupakan alternatif pelayanan
kesehatan

yang harus

dipertahankan,

mengingat

posyandu

memerlukan

pembiayaan yang relatif rendah dan dapat menjangkau target lebih luas. Dalam

perkembangannya posyandu mengalami penurunan, terutama sejak terjadinya
krisis keuangan negara pada tahun 1998. Pada tahun 1999 pemerintah mengambil
kebijakan untuk melakukan revitalisasi posyandu. Pedoman umum revitalisasi
posyandu adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 411.3/536/SJ
tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu. Penyesuaian menghadapi era
otonomi diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
Nomor: 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi
Posyandu yang ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia
(Depdagri, 2001)
Strategi pendekatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dengan
akses kepada modal sosial budaya masyarakat yang didasarkan atas nilai-nilai
tradisi gotong-royong yang telah mengakar di dalam kehidupan masyarakat
menuju kemandirian dan keswadayaan masyarakat.
Berikut adalah enam poin untuk meningkatkan kegiatan posyandu yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah.

7
Universitas Sumatera Utara

1) Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan

peningkatan status gizi masyarakat.
2) Posyandu mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar
berbasis masyarakat.
3) Pelaksanaan posyandu perlu dihimpun seluruh kekuatan masyarakat agar
berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
4) Posyandu perlu dilanjutkan sebagai upaya investasi pembangunan sumber
daya manusia yang dilaksanakan secara merata.
5) Untuk melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan posyandu,
pemerintah daerah melibatkan peran masyarakat (misalnya LSM,
organisasi masyarakat, sektor swasta, dunia usaha, dan lain-lain).
6) Pelaksanaan revitalisasi posyandu disesuaikan dengan kondisi masingmasing daerah.

2.1.1 Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yag dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh untuk dan bersama masyarakat. Posyandu dibutuhkan
dalam

penyelenggaraan

pembangunan


kesehatan,

guna

memberdayakan

masyarakat dan memberikan kemudahan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).
Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi maupun anak balita dan
angka kelahiran guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah

Universitas Sumatera Utara

dikembangkan suatu pendekatan keterpaduan, yang dalam pelaksanaannya di
tingkat desa dilakukan melalui posyandu. Keterpaduan adalah penyatuan dan
penyerasian dinamis kegiatan dari program KIA, KB, gizi, imunisasi dan
penanggulangan diare, untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang disepakati bersama. Keterpaduan dalam posyandu dapat berupa

keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas
penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya (Naasution, 1997).

2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Posyandu
a) Mempercepat penurunan angka kematian ibu
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant
Mortality Rate) atau angka kematian bayi
c) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
d) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan
kemampuan hidup sehat
e) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
penduduk berdasarkan letak geografi
f) Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih
teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat (Effendy,
1998)

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Sasaran dalam Pelayanan Kesehatan di Posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun
b. Anak balita usia 1 sampai 5 tahun
c. Ibu hamil, ibu menyusui,dan ibu nifas
d. Wanita Usia Subur (WUS) (Depkes RI, 2006)

2.1.4 Macam Kegiatan
a. Lima kegiatan posyandu
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Imunisasi
4. Peningkatan Gizi
5. Penanggulangan Diare
b. Tujuh Kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu)
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Imunisasi
4. Peningkatan Gizi
5. Penanggulangan Diare
6. Sanitasi Dasar

7. Penyediaan obat esensial(Depkes RI, 2006)

2.1.5 Pelayanan Kesehatan yang Dijalankan
a) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
b) Penimbangan bulanan
c) Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang
d) Imunisasi bayi 1-14 bulan
e) Pemberian oralit untuk menanggulangi diare
f) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama

Universitas Sumatera Utara

g) Pemliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia
subur
h) Pemeriksaan kesehatan umum
i) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
j) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil
penambah darah
k) Imunisasi TT untuk ibu hamil
l) Penyuluhan kesehatan dan KB

m) Pemberian alat kontrasepsi KB
n) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
o) Pertolongan pertama pada kecelakaan(Depkes RI, 2006)

2.1.6 Sistem Lima Meja
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan
pendaftaran pada ibu dan balita yang datang ke posyandu. Alur pelayanan
posyandu menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan.
petunjuk ini memudahkan ibu dan balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu
panjang atau menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan
balita mendaftar dan ditimbang di meja III. Pencatatan dengan mengisikan berat
badan balita ke dalam skala yang di sesuaikan dengan umur balita. Di meja
terdapat tulisan yang menunjukkan pelayanan yang di berikan.

Universitas Sumatera Utara


d. Meja IV
Berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan,
pelayanan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, vitamin A, tablet zat
besi dilakukan di meja IV.
e. Meja V
Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada balita yang datang ke
posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan
lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu:
BCG, DPT, Hepatitis, polio dan campak.
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja
V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru
imunisasi dan sebagainya (Depkes RI, 2006).

2.1.7 Alasan Pendirian Posyandu
1. Posyandu dapat memeberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan pelayanan KB.
2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan

dan keluarga berencana (Effendy, 1998)

Universitas Sumatera Utara

2.1.8 Penyelenggara Posyandu
1. pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan
setempat dibawah bimbingan puskesmas.
2. Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang dbentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader
PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.

2.2

Kompetensi

2.2.1 Definisi Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan dan karakter yang dimiliki oleh seorang
Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang

diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien
(Depkes, 2008).
Menurut Boyatzis dalam (Hutapea dan Thoha, 2008), kompetensi
didefenisikan sebagai “kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat
orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerja dalam suatu
organisasi sehingga orang tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan”
Ada lima karakteristik dasar yang mempengaruhi kompetensi seseorang, menurut
Spencer dan Spencer dalam (Hutapea, 2008), yaitu :
(1) motive, adalah konsistensi berfikir mengenai sesuatu yang diinginkan
dan dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu

Universitas Sumatera Utara

kejadian. Motif tingkah laku seperti mengendalikan, mengarahkan,
membimbing, memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan
tertentu;
(2) traits, adalah naluri yang secara konsisten dapat memberikan respon
yang cepat dan tepat terhadap keadaan atau informasi yang diterima,
atau karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap
informasi atau situasi tertentu;

(3) self concept, sikap perilaku, sistem nilai atau persepi diri atau imajinasi
seseorang, yang dianut dan dipercayai dapat menguatkan dan
meyakinkan sesuai dengan harapannya, serta dapat menuntun menjadi
individu yang efektif di berbagai lingkungan kerja, jika keyakinan
tersebut

didukung

rasa

percaya

diri

yang

besar,

misalnya

kepemimpinan;
(4) knowledge, sekumpulan informasi dan pengetahuan yang dimiliki
seseorang dalam bidang tertentu; dan
(5) skill, kemampuan untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas –
tugas fisik atau mental tertentu nyata dilakukan.
Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi
teknis yang lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi
perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada
perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat
berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu yang lebih
ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Mustopadidjaja (2008), pengetahuan adalah informasi yang
dimiliki oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah
kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu baik mental ataupun fisik.
Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan
penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan
bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat
bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal
saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan
aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap objek tertentu. Menurut WHO (World Health

Universitas Sumatera Utara

Organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan dan Dewi, 2010).
Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overtbehaviour) yang memiliki 6 tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
tehadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situai yang lain. Misalnya : dapat menggunakan
prinsip – prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis), kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

Universitas Sumatera Utara

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemapuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata – kata kerja; dapat menggambarkan (membuat sebagian),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis), kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan – rumusan yang
telah ada.
6. Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada,
misalnya dapat membandingkan anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi.

2.2.3 Sikap (Attitude)
Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai
perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap
manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan
terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang
timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga
ada kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat
sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap

Universitas Sumatera Utara

manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai
versi oleh para ahli (Azwar, 2007).
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa
sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni : (1) Kepercayaan (keyakinan), ide
dan konsep terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi
emosional terhadap suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to
behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir,
keyakinan dan emosional memegang peranan yang sangat penting. Sikap terdiri
dari beberapa tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap
gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramah-ceramah yang
berkaitan dengan ilmu gizi.
2. Merespons (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang
tersebut telah menerima ide.
3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi

Universitas Sumatera Utara

menimbang anaknya di posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu
bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling
tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat
tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Pengukuran sikap dapat
dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

2.2.4 Keterampilan (Skill)
Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan, berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan yang
bersifat teknis yang diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Dengan
keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan
pekerjaan secara produktif. (Sulistiyani dan Rosidah, 2003).
Ada empat tingkatan dalam praktik atau tindakan, yakni :
1. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya
seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
2. Respon terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara

Universitas Sumatera Utara

mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan
sebagainya.
3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa
mengimunisasikan bayi yang pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau
ajakan orang lain.
4. Adaptasi (adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan
memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan
sederhana. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari, atau bulan yang lalu (recal). Pengukuran juga dapat dilakukan secara
langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3

Kinerja

2.3.1 Definisi Kinerja
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002) memberikan pengertian atau
kinerja sebagai berikut : “ Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil
yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun
waktu tertentu” (Adi, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005)
yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk
kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut (Adi,
2010).
Keberhasilan suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh dua faktor
utama, yakni sumber daya manusia, karyawan atau tenaga kerja, sarana dan
prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut sumber
daya manusia atau karyawan lebih penting daripada sarana dan prasarana
pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki
suatu organisasi kerja, tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik jumlah
(kuantitas) maupun kemampuannya (kualitasnya), maka niscaya organisasi
tersebut dapat berhasil mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasinya. Kualitas
sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerja karyawan
tersebut (performence) atau produktivitasnya (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau
aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan
serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Universitas Sumatera Utara

Yeremias T. Keban (2004) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di
Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut :
a. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan
penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara
subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang
mengatur atau mengendalikan perbuatan tersebut.
b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses
yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main menyangkut
siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang digunakan dalam
sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam manajemen sumber daya
manusia tersebut. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia juga
merupakan kunci utama keberhasilan sistem penilaian kinerja.
c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi
dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih
berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias kepada
pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga prestasi yang
seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.
d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya
penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan komitmen yang tinggi
terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para penilai yang ada dibawah
otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan penilaian secara tepat dan benar.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Indikator Kinerja
McDonald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005)
mengemukakan indikator kinerja antara lain : output oriented measures
throughput, efficiency, effectiveness. Selanjutnya indikator tersebut dijelaskan
sebagai berikut :
a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organsiasi.
Salim dan Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005)
mengemukakan idikator kinerja antar lain: economy, efficiency, effectiveness,
equity. Secara lebih lanjut, indikator tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya sesedikit mungkin
dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.
d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan
memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

Universitas Sumatera Utara

2.4

Kader Kesehatan

2.4.1 Definisi Kader Kehatan
Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan
bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini kader disebut juga sebagai
penggerak atau promotor kesehatan ( Rita, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1992) memberikan
batasan kader sebagai warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh
masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader secara sukarela bersedia
berperan melaksanakan dan mengelola kegiatan Keluarga Berencana di desa.
Sedangkan menurut WHO (1995), kader kesehatan masyarakat adalah lakilaki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani
masalah-masalah kesehatan perorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja
dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar
belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk
membaca, menulis, dan menghitung secara sederhana.
Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dengan kriteria tertentu
antara lain : pandai menulis dan membaca, mempunyai penghasilan yang tetap,
disukai masyarakat, mau bekerja sukarela, kemudian dilatih oleh petugas
kesehatan. Kader merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang kegiatan
pelayanan terpadu, serta mempunyai peranan dalam menentukan hidup matinya
posyandu di suatu daerah (Budioro B, 1988) dalam Paola (2011).

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Tugas Kader Kesehatan
Sesuai dengan pengertiannya (WHO, 1995), kader bekerja di tempat
pemberian pelayanan kesehatan yang terdekat di masyarakat, seperti pos
pelayanan

terpadu

(posyandu).

Tugas-tugas

kader

dalam

rangka

menyelenggarakan posyandu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Tugas kader pada saat persiapan hari buka posyandu, meliputi beberapa hal
berikut ini :
a. Menyiapkan alat penimbangan bayi, Kartu Menuju Sehat (KMS), alat
peraga, alat pengukur lingkar lengan atas untuk ibu hamil dan bayi/anak,
obat-obatan yang dibutuhkan ( misalnya, tablet tambah darah/zat besi,
vitamin A, oralit ), bahan atau materi penyuluhan.
b. Mengundang dan menggerakkan masyarakat, yaitu degan memberitahu
ibu-ibu untuk datang ke posyandu, serta melakukan pendekatan dengan
tokoh-tokoh masyarakat yang dapat memotivasi masyarakat untuk datang
ke posyandu.
c. Menghubungi kelompok kerja (pokja) posyandu, yaitu menyampaikan
rencana kegiatan kepada kantor desa dan meminta untuk memastikan
apakah petugas sektor dapat hadir pada hari buka posyandu.
d. Melaksanakan pembagian tugas di antara kader posyandu baik untuk
persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.
2. Tugas kader pada hari buka posyandu
Tugas kader pada hari buka posyandu disebut juga dengan pelayanan pada
lima meja.

Universitas Sumatera Utara

a. Meja 1 (meja pendaftaran)
Mendaftar bayi atau balita dengan menuliskan nama balita pada KMS dan
secarik kertas yang diselipkan pada KMS, dan mendaftar ibu hamil dengan
menuliskan nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.
b. Meja 2 (penimbangan)
Menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil penimbangan pada kertas.
c. Meja 3 (pengisian KMS)
Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari
kertas ke dalam KMS.
d. Meja 4 (penyuluhan)
a) Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan
berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu
b) Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada data
KMS atau dari hasil pengamatan masalah yang dialami sasaran
c) Memberikan rujukan ke puskesmas apabila dibutuhkan
d) Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader posyandu,
misalnya pemberian tablet tambah darah, vitamin A, dan oralit.
e. Meja 5 (pelayanan)
Meja 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang dilakukan oleh petugas
kesehatan. Pelayanan yang diberikan antara lain pelayan imunisasi,
keluarga berencana, pengobatan, pemberian tablet tambah darah, dan
kapsul yodium.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa hal penting yang perlu diperhatiakn kader agar kegiatan kelima
meja dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut :
a) Selama menunggu, berikan makanan tambahan (PMT) atau mainan
kepada balita agar anak tenang
b) Untuk menghindari rasa takut pada anak, usahakan kegiatan
penimbangan menggunakan teknik bermain.
c) Dalam melakukan penyuluhan didasarkan kepada kebutuhan, lakukan
penyuluhan secara kelompok sebelum pendaftaran
d) Lakukan kegiatan membuka posyandu dengan disiplin waktu
3. Tugas kader setelah membuka posyandu
a. Memindahkan catatan-catatan pada KMS kedalam buku register atau buku
bantu kader
b. Menilai hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari posyandu bulan
berikutnya
c. Kegiatan diskusi kelompok bersama ibu-ibu
d. Kegiatan kunjungan rumah, sekaligus memberikan tindak lanjut dan
mengajak ibu-ibu datang ke posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.

2.4.3 Peran Kader Kesehatan
Kader kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Kader juga berperan dalam pembinaan masyarakat di bidang kesehatan

Universitas Sumatera Utara

melalui kegiatan yang dilakukan di posyandu. Selain dalam kegiatan posyandu,
kader juga mempunyai peran di luar kegiatan posyandu, yaitu sebagai berikut :
a. Merencanakan kegiatan, antara lain menyiapkan dan melaksanakan survei
mawas diri, membahas hasil survei, menentukan masalah dan kebutuhan
kesehatan masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah
kesehatan bersama masyarakat, serta membahas pembagian tugas menurut
jadwal kerja
b. Melakukan komunikasi, memberikan informasi, dan motivasi tatap muka
(kunjungan) dengan menggunakan alat peraga, serta melakukan demonstrasi
(memberikan contoh)
c. Menggerakkan masyarakat, mendorong masyarakat untuk bergotong-royong,
memberikan informasi, serta mengadakan kesepakatan kegiatan yang akan
dilaksanakan
d. Memberikan pelayanan, yaitu membagi obat, membantu mengumpulkan
bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang di desanya dan melaporkannya,
memberikan pertolongan pemantauan penyakit, serta memberikan pertolongan
pada kecelakaan
e. Melakukan pencatatan seperti berikut ini:
a) Keluarga Berencana (KB) atau jumlah pasangan usia subur, jumlah peserta
KB aktif
b) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), jumlah ibu hamil, vitamin A yang
dibagikan

Universitas Sumatera Utara

c) Imunisasi, seperti jumlah imunisasi tetanus toksoid (TT) ibu hamil dan
jumlah bayi atau balita yang diimunisasikan
d) Gizi, seperti jumlah bayi yang mempunyai KMS, balita yang ditimbang
dan yang naik timbangannya
e) Diare, seperti jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan, dan
dirujuk
f. Melakukan pembinaan mengenai lama program keterpaduan KB kesehatan
dan upaya kesehatan lainnya
g. Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan
h. Melakukan pertemuan kelompok

2.4.4 Pelatihan Kader Kesehatan
Pelatihan kader merupakan salah satu kegiatan untuk mempersiapkan kader
agar mampu berperan serta dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Dalam melakukan pelatihan kader, pengetahuan dan
keterampilan yang diberikan harus disesuaikan dengan tugas kader dalam
mengembangkan program kesehatan di desa kader. Pelatihan kader dimaksudkan
untuk meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan kader dalam
pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan.
Penyelenggaraan pelatihan kader dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dan
melibatkan sektor lain dibawah bimbingan dan pengawasan dari puskesmas
setempat. Materi yang diberikan dalam pelatihan kader minimal sama dengan
materi yang diberikan dalam pembinaan dukun dan pelaksanaan desa siaga.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang
diharapkan, misalnya ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, studi kasus,
pemecahan masalah, bermain peran, brain storming, atau simulasi.
Setelah melakukan pelatihan kader, rencana tindak lanjut yang harus
dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi baik proses selama peatihan,
penyelenggaraan, serta aplikasi atau penerapan hasil pelatihan di masyarakat.

2.5

Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut teori Anderson dalam Notoatmojo (2003), perilaku pemanfaatan

pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor :
a. Predisposisi individu (predisposing factor)
Masing-masing individu memiliki kecendrungan yang berbeda dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan
karakteristik pasien yang telah ada sebelum timbulnya episode sakit.
Karakteristik ini meliputi : ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan
tentang kesehatan.
b. Faktor pendukung (Enabling factor)
Faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukung ini antara lain,
pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan
yang ada. Bila faktor ini terpenuhi maka individu cendrung menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Penderita penyakit
yang tergolong berat (misalnya harus operasi atau rawat inap di rumah sakit),

Universitas Sumatera Utara

maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
c. Karakteristik kebutuhan (need factor)
Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah individu beserta keluarganya
merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit.
Kebutuhan diukur dengan “perceived need” dan “evaluated need” melaui :
jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian
individu tentang status kesehatannya.
Faktor predisposisi dan enabling bila sudah mendukung, maka faktor
selanjutnya adalah kebutuhan berdasarkan persepsi (perceived need) terhadap
posyandu. Persepsi atau cara seseorang menanggapi peran dan manfaat
posyandu dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan dan akan
menentukan apakah akan memanfaatkan pelayanan posyandu.
Menurut Anderson dan Newman (1968) dalam Sarwono (2004), bahwa
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pelayanan kesehatan adalah faktor
petugas kesehatan, mencakup karakteristik petugas kesehatan dan kompetensi
petugas kesehatan, termasuk didalam pelayanan kesehatan.
Menurut Wibowo (2008), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut. Indikator kompetensi terdiri dari pengetahuan, sikap dan
keterampilan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi
teknis, lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi
perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada
perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat
berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu, yang
lebih ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan.
Perilaku yang dimaksud dalam hal ini adalah perilaku kerja (bukan perilaku
umum) dan seseorang dapat memiliki dan memeragakan perilaku tersebut pada
saat melaksanakan pekerjaannya. Untuk mampu memeragakan perilaku produktif
di tempat kerja, seseorang harus memiliki kemampuan teknis melaksanakan
pekerjaannya, sebagai contoh berorientasi pada pencapaian hasil adalah sebuah
kompetensi perilaku (Hutapea P dan Thoha N, 2008).

2.6

Kerangka Konsep
Pemanfaatan pelayanan posyandu balita dipengaruhi oleh peran Bidan Desa

dan Kader Kesehatan

dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan posyandu. Hal

tersebut menjadi kajian dalam penelitian ini dengan melihat variabel-variabel
yang diuraikan pada kerangka konsep penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Variabel Independen
Kompetensi Kader
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Keterampilan

Variabel Dependen
Kinerja kader dalam
upaya meningkatkan
Pelayanan Posyandu

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara