Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembe (1)

DINAMIKA KONFIGURASI POLITIK DALAM
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI INDONESIA

PAPER
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum Indonesia

Kelas: 06 (Senin, Pk.12.21)

Disusun Oleh:
Yovi Arista
NIM. 14010112140150

Dosen Pengampu:
Lusia Astrika, S.IP, M.Si
NIP. 19850508.201012.2.005

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015


DINAMIKA KONFIGURASI POLITIK DALAM
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI INDONESIA
Politik dan hukum merupakan dua hal yang berkorelasi namun pada dasarnya memiliki
ranah yang berbeda. Secara garis besar hukum adalah ranah yang melihat sesuatu berdasarkan
sebuah aspek formalitas dan legalitas. Sedangkan politik adalah ranah yang berkaitan dengan
“kepentingan” yang menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu tanpa memperhatikan
legalitas formal. Di dalam sistem pemerintahan sebuah negara, terutama di Indonesia yang
menganut sistem demokrasi membuat sebuah bentuk sistem dimana konfigurasi/keadaan politik
berperan besar dalam mempengaruhi bagaimana produk hukum yang terbentuk. Berikut terdapat
tabel karakteristik/indikator dari konfigurasi politik.
Konfigurasi Politik Demokratis

Konfigurasi Politik Otoriter

1. Partai politik dan parelemen

1. Partai politik dan parlemen

kuat, menentukan haluan/kebijakan


lemah, dibawah kendali eksekutif.

negara
2. Lembaga eksekutif bersifat netral 2. Lembaga eksekutif netral
intervensionis (mempengaruhi)
3. Kebebasan pers terjamin

3. Kebebasan pers dibatasi
Tabel 1 Indikator Konfigurasi Politik

Sedangkan karakter produk hukum terbagi menjadi hukum responsif dan hukum
ortodoks, yang secara garis besar memiliki indikator/karakteristik sebagai berikut:
Karakter Produk Hukum Responsif
1. Pembuatannya melibatkan

Karakter Produk Hukum Ortodok
1. Pembuatannya sentralistik-dominatif

partisipasi (demokratis)

2. Muatannya aspiratif (populistik)

2. Muatannya positivistinstrumentalistik

3. Rincian isi limitatif

3. Rincian isinya open-interpretatif
Tabel 2 Indikator Karakter Produk Hukum

Di dalam tulisan ini penulis akan menuliskan bagaimana dinamika konfigurasi politik yang
merupakan suatu konstelasi kekuatan politik di Indonesia mempengaruhi produk hukum

Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembentukan Produk Hukum di Indonesia – Yovi Arista

1

membentuk sistem hukum negara. Kemudian melihat bagaimana kehidupan politik demokratis
dapat melahirkan hukum yang bersifat responsif.
I. Dinamika Konfigurasi Politik dan Produk Hukum di Indonesia
Perjalanan sejarah sistem politik Indonesia terbagi menjadi tiga rezim, yaitu Orde Lama,

Orde Baru, dan Reformasi, yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut;
a) Orde Lama
Rezim Orde Lama berlangsung dalam dua masa sistem politik yang menonjol, di awal
perjalanannya dikenal dengan masa liberal, yang ditandai dengan berlakunya demokrasi
namun dengan sistem pemerintahan parlementer. Masih tingginya euforia kemerdekaan
membangkitkan semangat demokrasi Indonesia, ditandai dengan timbulnya banyak partaipartai politik yang kemudian juga berperan sangat dominan dalam proses perumusan
kebijakan negara. Meskipun terdapat tiga konstitusi yang diberlakukan yaitu UUD 1945,
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), dan UUD Sementara 1950 yang menyebabkan
perpecahan kekuasaan pusat dan negara bagian.
Masa berikutnya adalah pergantian konfigurasi politik baru yang ditandai dengan
terbentuknya demokrasi terpimpin yang didasari oleh keadaan ekonomi, sosial politik
demokrasi liberal yang tidak sehat. Di masa ini dilakukan pemilu untuk pertama kalinya
untuk memperebutkan kursi lembaga perwakilan dan mempolarisasi kekuasaan partai politik
menjadi tiga partai yaitu: PNI, PKI, dan Masyumi. Kemudian Presiden Soekarno saat itu
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

yang kemudian mengarahkan demokrasi

terpimpin ini menampilkan konfigurasi politik otoriter yang menempatkan Soekarno sebagai
sosok sentral yang otoriter dan totaliter. Hal ini yang membatasi ruang partai politik untuk

berpartisipasi.
Produk hukum yang terbentuk oleh konfigurasi politik sistem parlementer dibentuk
dalam sistem liberal yang membuat peran partai politik sangat luar biasa, sehingga meskipun
produk hukum yang dibentuk bersifat populis, aspiratif namun tidak efektif karena tidak ada
suatu kekuatan yang dominan. Sedangkan dalam konfigurasi demokrasi terpimpin
membentuk produk hukum yang sentralistik, karena dibentuk oleh sistem kepresidenan yang
otoriter dan totaliter.

Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembentukan Produk Hukum di Indonesia – Yovi Arista

2

b) Orde Baru
Berjalannya Orde Baru yang ditandai dengan kejatuhan rezim Soekarno dan
digantikan oleh rezim Soeharto didesain untuk membangun negara yang kuat yang mampu
menjamin dan membentuk negara kuat, kehidupan politik yang stabil untuk mencapai
pembangunan ekonomi yang didukung oleh stabilitas nasional yang baik dari berbagai
aspek. Dalam konfigurasi tersebut, peran eksekutif menjadi sangat otoriter dan dominan,
legislatif menjadi “tangan panjang” dari eksekutif yang didominasi oleh Golongan Karya
yang diisi oleh PNS dan ABRI. Partai politik dikerucutkan menjadi dua, partai nasionalis

yang dilebur dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan partai non-nasionalis yang dilebur
ke dalam Partai Persatuan Pembangunan. Konfigurasi dibuat sedemikian rupa hingga
membentuk pelaksaan pemilu yang hanya sebagai legitimasi formal dan membatasi
kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Meskipun konstitusi yang dipakai dikerucutkan
hanya menggunakan UUD 1945 dan menganut sistem demokrasi.
Dilihat dari pelaksanaannya, konfigurasi politik orde baru tidak memiliki perbedaan
yang signifikan dengan rezim demokrasi terpimpin, hanya saja dibalut dengan nuansa
pembangunan yang demoktratis yang sebenarnya tidak demokratis. Konfigurasi Orde Baru
memang membentuk produk hukum yang berorientasi pada pembangunan dan stabilitas
nasional namun di sisi lain membatasi hak-hak dan peran warga negara untuk berpendapat
dan mendapatkan informasi yang merujuk pada sistem pemerintahan yang tertutup dan
sentralistik yang mengakibatkan banyaknya peluang praktik KKN di lingkup eksekutif
maupun legislatif hingga pemerintahan daerah yang menjadi “tangan panjang” eksekutif.
Produk hukum lain yang menonjol adalah sistem pemilu yang diterapkan hanya sebagai
legalitas formal melalui dwifungsi ABRI dan polarisasi sistem kepartaian. Seperti contoh
terkait peraturan tenang pemerintahan daerah pemerintah mengeluar kan UU No. 5 tahun
1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah sebagai pengganti UU No. 18 tahun
1965. Seiring dengan konfigurasi politik Orde baru yang semakin otoriter, produk hukum
pemerintah an daerah inipun cenderung berkarakter semakin konservatif/ortodoks. Dalam
UU ini istilah otonomi yang nyata dan seluas-luasnya tidak lagi dipergunakan dan diganti

degan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, yang menggambarkan dominasi peran
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.

Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembentukan Produk Hukum di Indonesia – Yovi Arista

3

c) Reformasi
Rezim reformasi ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru di tahun 1998 atas segala
instabilitas keadaan politik dan ekonomi yang terjadi. Runtuhnya rezim Orde Baru diikuti
dengan amandemen UUD 1945 hingga empat tahapan. Amandemen tersebut merombak
sistem dan struktur peran kelembagaan negara, sistem pemilu yang terbuka, lembaga
perwakilan yang tidak didominasi intervensi eksekutif, hingga terjaminnya kebebasan pers
dan kebebasan berpendapat. Sehingga sistem yang terbentuk lebih demokratis.
Konfigurasi politik era reformasi pada dasarnya memang melahirkan produk-produk
hukum yang berbeda dengan rezim orde baru seperti, sistem kepartaian, sistem pemilu
terbuka, otonomi daerah, kebebasan pers, dan pembentukan lembaga pengawasanpengawasan, dan lain sebagainya menjadi bukti terbentuknya 4 pilar demokrasi yaitu:
Legilatif, Eksekutif, Yudikatif, dan Pers. Sehingga sistem Demokrasi Pancasila yang dianut
dapat melahirkan produk hukum yang seharusnya bersifat responsif karena memiliki
indikator aspiratif dan partisipatif. Namun dalam pelaksanaannya meskipun sistem dibuat

sedemikian demokratis, eksekutif kerap berlatar kepentingan kelompok/golongan.
Sedangkan dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat beberapa pergantian perundangan
yang diatur pada UU No.2 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan
sebagian besar urusan penyelenggaraan pemerintahan kepada daerah yang kemudian
dianggap terlalu terbuka dan berpotensi menimbulkan konflik maka diubah kembali dalam
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mendelegasikan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi dan prinsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

II. Perwujudan Kehidupan Demokratis dalam Pembentukan Produk Hukum yang Bersifat
Responsif
Seperti yang dikemukakan dalam bahasan sebelumnya, indikator dari produk hukum yang
bersifat responsif adalah berasas demokrasi dalam pembuatannnya (demokratis), mengandung
aspirasi rakyat (populistik), dan rinciannya limitatif. Melihat hal tersebut maka dapat dikatakan
konsep hukum responsif adalah hukum yang memperhatikan keterwakilan aspirasi rakyat,
sehingga dapat dikatakan untuk dapat membentuk produk hukum yang bersifat responsif
dibutuhkan partisipasi dari masyarakat itu sendiri untuk dapat menyalurkan aspirasi yang

Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembentukan Produk Hukum di Indonesia – Yovi Arista

4


kemudian akan diterjemahkan menjadi produk hukum yang akan mengakomodasi kebutuhankebutuhan yang ada.
Di Indonesia, sistem yang dianut adalah Demokrasi Pancasila yang mana menempatkan
Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang menjadi sumber dari segala produk hukum yang
dilahirkan dan diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melihat isi Pancasila
secara utuh, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah sebuah produk dasar hukum yang
responsif yang seharusnya melahirkan produk-produk hukum turunan yang juga responsif.
Pelaksanaannya kemudian bergantung pada konsep demokratis yang didasarkan pada tiga
faktor utama, yaitu; sistem kepartaian, peran badan perwalian, peran eksekutif, dan kebebasan
pers. Perwujudan kehidupan demokratis yang dibutuhkan berarti peran antar elemen tersebut
yang harus dapat bersinergis dalam membentuk dan menjalankan produk hukum responsif.

Kesimpulan
Konfigurasi politik adalah konstelasi kekuatan politik yang dinamis dan kemudian
mengarahkan bentuk-bentuk legalitas formal peraturan yang kemudian disebut sebagai produk
hukum. Konfigurasi politik terbagi menjadi dua yaitu: konfigurasi politik demokratis, dan
konfigurasi otoriter. Secara teoritis, konfigurasi politik demokratis akan membentuk produk
hukum yang responsif, sedangkan konfigurasi politik otoriter akan membentuk produk hukum
yang konservatif/ortodoks. Namun pada pelaksanaannya, konfigurasi politik dan hukum tidak
memastikan keadaan yang sebagaimana sesuai dengan teori, karena konfigurasi politik berjalan

sangat dinamis sesuai dengan perwujudan nilai-nilai yang sebagaimana diterapkan/berjalan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara suatu masyarakat.

DAFTAR REFERENSI
Isnawati. (2012). Konfigurasi Politik Demokratis dalam Karakter Produk Hukum yang Responsif
di Era Reformasi. Universitas 12 Agustus 1945 Samarinta
Marpaung, Lintje Anna. (2012). Pengaruh Konfigurasi Politik Hukum Terhadap Karakter Produk
Hukum. Universitas Bandar Lampung
MD, Mahfud. (2007). Demokrasi dan Peradilan “Rabaan Diagnosa dan Terapi”. Makalah.

Dinamika Konfigurasi Politik dalam Pembentukan Produk Hukum di Indonesia – Yovi Arista

5