Potensi Pengembangan Arung Jeram Sebagai Atraksi Wisata Di Kabupaten Asahan

BAB II
URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN,
OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA, SERTA
EKOWISATA DAN LINGKUNGAN HIDUP
2.1 Pengertian Ilmu Pariwisata
Pengertian pariwisata masih belum begitu memasyarakat karena adanya
kerancuan.Umpamanya masyarakat mengatakan bahwa piknik adalah pariwisata,
padahal piknik adalah hanya merupakan salah satu aktivitas dalam kepariwisataan,
fenomena ini berkaitan pula dengan kenyataan yang ada di Indonesia.Kata
“Pariwisata” sesungguhnya baru populer di Indonesia setelah diselenggarakan
Musyawarah Nasional Tourism ke-2 di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 sampai
dengan 14 Juni 1958 (Yoeti, 1983:102).
Namun berikut ini akan penulis paparkan beberapa defenisi dari para
pakar tentang pariwisata tersebut. Herman V Schulalard (dalam Yoeti, 1983:105)
memberikan batasan sebagai berikut:
“Tourism is the sum of operations, mainly of an economic nature,
which directly related to the entry, stay and movement of foreigner inside certain country,
city or region”.
Selanjutnya E. Guyer Freuler merumuskan: “pariwisata dalam artian modern
adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan
akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta

terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya

pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada
perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan daripada
alat-alat pengangkutan” (Yoeti, 1983:105-106).
Kemudian Salah Wahab dalam bukunya “An Introduction on Tourism Theory”
mengemukakan bahwa batasan pariwisata hendaknya memperlihatkan anatomi dari
gejala-gejala yang terdiri dari tiga unsur, yaitu:
1. Manusia (manusia), yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata.
2. Ruang (space), yaitu daerah atau ruang lingkup tempat melakukan
perjalanan.
3. Waktu (time), yaitu waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan
tinggal di daerah tujuan wisata.
Lebih lengkapnya pendapat Prof. Salah Wahab mengenai pariwisata adalah:
“suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan
secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri (di luar negeri),
meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain (daerah tertentu suatu negara atau
benua) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beranekaragam
dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap”
(Yoeti, 1983:107).

1. Pengertian yang lebih modern lagi tentang defenisi pariwisata adalah
apayang dikatakan oleh H. Kodhyat dan Ramaini, “Pariwisata adalah
segala yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek
dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut”.

Berikutnya menurut I Made Suradnya, yang dimaksud dengan pariwisata
adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia
yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke
suatu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya yang
didorong oleh beberapa keperluan atau motif tanpa bermaksud mencari nafkah.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata
adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan
dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari
nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan
tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang
beranekaragam.

2.2 Pengertian Objek dan Daya Tarik Wisata
Apabila merujuk pada sub judul di atas, maka objek dan daya tarik wisata

adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata (Kodhyat dan Ramaini, 1992:80).
Selanjutnya mengapa ada daya tarik wisata, hal ini dikarenakan adanya objek wisata
atau tourist object.Objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai
daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Ibid, 80).
Menurut Mariotti (dalam Yoeti, 1983:160-167) segala sesuatu yang terdapat
di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang
berkunjung ke tempat tersebut diperlukan adanya “attractive spontance”.Hal-hal yang

dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata,
diantaranya adalah:


Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, misalnya:
iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna,
dan pusat-pusat kesehatan.



Hasil ciptaan manusia, misalnya: benda-benda yang bersejarah, monumen,

museum, acara tradisional, dan rumah-rumah peribadatan.



Tata cara hidup masyarakat.

Ketiga hal di atas yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu
daerah disebutnya sebagai “Tourism Resources”. Sedangkan untuk tourist services
yang dikatakan Marioti dengan istilah “Attractive Derivee” yaitu semua fasilitas yang
dapat digunakan dan aktivitas yang dapat dilakukan yang pengadaannya disediakan
oleh perusahaan lain secara komersial.
Suatu daerah tujuan wisata, agar ia dapat menarik untuk dikunjungi oleh
wisatawan potensial dalam macam-macam pasar, ia harus memenuhi tiga syarat,
yaitu:
1. Daerah itu harus mempunyai objek wisata yang berbeda dengan apa
yang dimiliki oleh daerah lain. Atraksi wisata dapat dijadikan sebagai
“Entertainments” bila orang datang kesana.
2. Di daerah tersebut harus tersedia fasilitas rekreasi atau amusements yang
dapat membuat mereka betah tinggal lama di tempat itu.


3. Di daerah tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja, terutama
barang-barang souvenir dan kerajinan tangan sebagai oleh-oleh untuk
dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

2.3 Pengertian Wisata Alam
Istilah wisata yang diperkenalkan melalui Undang-Undang No. 9 tahun 1990
(tentang kepariwisataan) pasal 16 undang-undang tersebut menyebutkan wisata alam
sebagai salah satu kelompok objek dan daerah tujuan wisata yang dapat diusahakan,
disamping itu wisata budaya dan wisata minat khusus.
Istilah ini dijelaskan melalui Peraturan No. 18 tahun 1994, dengan mengartikan
wisata alam sebagai kegiatan perjalanan untuk menikmati gejala keunikan alam
di taman nasional raya ataupun taman wisata alam.
Dengan demikian wisata alam adalah segala kegiatan kepariwisataan yang
memanfaatkan alam sebagai objek atau lokasi.Kegiatan ini belum tentu masuk
ke dalam kualifikasi ekotourism karena hanya kegiatan yang memenuhi persyaratan
lingkungan yang masuk dalam kategori tersebut.
Karena itu memahami dengan baik asal usul, substansi dan aspek
teknis gagasan tersebut merupakan cara yang paling tepat untuk menggunakan
gagasan tersebut baik untuk sekedar tujuan moral maupun tujuan bisnis teknis
(Putra, 2001:16).


2.4 Pengertian Ekowisata
Ekowisata lebih populer dan banyak digunakan dibanding dengan terjemahan
yang seharusnya dari istilah ecotourism yaitu ekoturisme.Terjemahan yang
seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis.Yayasan Alam Mitra Indonesia
(1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme.Di dalam tulisan ini
dipergunakan istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan.
Kemudian Nasikun (1999), mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan
adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.
Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu.Namun, pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata
yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat setempat.Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya
merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia.Ecotraveler ini pada hakekatnya konservasionis.
Defenisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism
Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata
ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata
dilakukan oleh wisatawan pencinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata

tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap
terjaga.

Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang
karena banyak digemari oleh wisatawan.Wisatawan ingin berkunjung ke area alami
yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefenisikan sebagai
berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area
alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).
Dari defenisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang
sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam
mengembangkan ekowisata ini.
Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait
dengan pengertian ekowisata.Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata
ini. Hal ini seperti yang didefenisikan oleh Australian Department of Tourism
(Black, 1999) yang mendefenisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam
dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami
dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Defenisi ini
memberi penegasan bahwa aspek terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk
pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative
tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam.

Hal serupa juga telah berkembang secara cepat dan luas dalam kegiatan
bisnis kepariwisataan dan muncul kemasan ecotourism.Gagasan ini menekankan
keramahan terhadap lingkungan.Suatu kegiatan sekecil apapun harus dilaksanakan
pada tempat yang tepat sesuai dengan perencanaan dan peruntungan ruang,
karakteristik dan daya dukung ruang direncanakan secermat-cermatnya, dihitung

kuantitas dengan kualitas dampaknya dan dilengkapi mekanisme pencegahan,
pengolahan dan pemilihan dampak.Kegiatan-kegiatan yang diperkirakan dampaknya
sedemikian

luas

dan

berbahaya

atau

bahkan


tidak

dapat

diperkirakan

(harmfulm/ultrahazardpous), parsial maupun akumulatif jangka pendek maupun
jangka panjang harus dibatalkan atau paling tidak ditunda dan hanya kegiatan yang
tidak berdampak atau skala dampaknya kecil yang boleh dilanjutkan.
Kegiatan bisnis kepariwisataan yang bertolak dari kebijakan pertumbuhan
ekonomi (economic growth) ternyata merupakan motor penghancuran lingkungan
yang sangat menakutkan dorongan untuk memperoleh pertumbuhan yang setinggitingginya, dolar sebanyak-banyaknya, melahirkan desain gerakan kepariwisataan,
dan telah menjadi kendaraan kolusi pemerintah pelaku bisnis, disengaja ataupun
sekedar komando atasan untuk mengeksploitasi lingkungan.
Tanpa mempertimbangkan akibatnya, baik bagi lingkungan maupun
kelangsungan kegiatan itu sendiri dari dampak kegiatan itu bahwa kepariwisataan
yang berobjek lingkungan atau mengandalkan kekayaan alampun ikut menghabisi
alam (Putra, 2001:7).
a. Latar Belakang Ekowisata
Kata wisata (tourism) pertama kali muncul dalam Oxford English Dictionary

pada tahun 1811, yang menyatakan atau menerangkan tentang perjalanan untuk
mengisi waktu luang.Orang yang pertama kali membuat sebuah petunjuk perjalanan
adalah Aimeri de Picaud yang mempublikasikan bukunya pada tahun 1130 tentang

perjalannya ke Spanyol.Awalnya, perjalanan atau ekspedisi ilmu pengetahuan,
studi antropologi dan budaya serta keinginan-keinginan untuk melihat bentangan
alam yang indah.
Sampai

pertengahan

abad

ke-12

pertumbuhan

wisata

sangat


rendah.Selanjutnya, dalam abad ke-18 dan ke-19 kebutuhan wisata mulai
meningkat.Pertumbuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh revolusi industri.Tahun
1841 industri wisata di Inggris mulai dijalankan, sementara Amerika memulai
industri wisata tahun 1950-an.
Perkembangan wisata selanjutnya semakin menggembirkan, pada tahun
1984 sebuah perusahaan penerbangan Amerika Pan America World Airways
memperkenalkan tourism class pada penerbangannya.Di sini, mass tourism mulai
berkembang dengan adanya transportasi udara.Tujuan perjalanan mulai beralih ke
negara berkembang.Tahun 1970, arus kunjungan dari negara maju ke negara
berkembang sudah mencatat angka 8%. Pertumbuhan wisatawan ke negara berkembang
semakin menjanjikan, ketika tahun 1980 arus kunjungan wisatawan ke negara
berkembang mencapai 17% dan tahun 1990 mencapai angka 20%. Tahun 1990
industri wisata dipandang sama nilainya dengan industri minyak.
Perkembangan wisata secara besar-besaran pada awalnya diyakini tidak
menggangu lingkungan dan tidak menimbulkan polusi.Namun, banyak temuan-temuan
yang mengindikasikan bahwa aktivitas wisata (dalam banyak hal) sangat merugikan
ekosistem, terutama ekosistem destination wisata setempat.Pertentangan dan

pertumbuhan wisatawan yang besar dan tidak terkontrol telah mendorong laju
kerusakan habitat dan erosi pantai.Dampak tidak langsung lainnya diyakini
eksploitasi terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang ada di daerah wisata.

b. Prinsip-prinsip Ekowisata
1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap
alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat
dan karakter alam dan budaya setempat.
2) Pendidikan konservasi lingkungan mendidik wisatawan dan masyarakat akan
pentingnya arti konservasi, pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.
3) Pendapatan langsung untuk kawasan, mengatur agar kawasan yang digunakan
untuk ekowisata dan management pengelola kawasan pelestarian dapat
menerima langsung penghasilan atau pendapatan.
4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, masyarakat diajak dalam
merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan
peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.
5) Penghasilan masyarakat, keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga
kelestarian kawasan alam.
6) Menjaga keharmonisan dengan alam, semua upaya pengembangan termasuk
pengembangan fasilitas untuk utilitas harus tetap menjaga keharmonisan
dengan alam.

7) Daya dukung lingkungan, pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya
dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun
mungkin permintaan sangat banyak tetapi daya dukunglah yang membatasi.
8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara, apabila suatu
kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara bagian atau
pemerintah daerah setempat.

2.4.1

Hubungan Ekowisata dengan Pariwisata
Hubungan ekotourism dengan pariwisata adalah sebuah kunjungan suatu

daerah untuk menikmati pemandangan alam dan lingkungan yang masih alami tanpa
ada unsur-unsur buatan manusia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan
ekotourism cenderung terjadi pada daerah alami dengan binatang-binatang atau
populasi lingkungan dimana penduduk asli tinggal.Oleh karena itu diperlukan
hubungan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan instansi yang mengelola
ekotorism di daerah tersebut untuk dapat mengembangkan ekotourism dengan baik.

2.4.2

Hubungan Ekowisata dengan Masyarakat
Masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan konservasi tersebut penting

dan sangat berperan dalam keberhasilan suatu objek wisata alam. Oleh karena itu
masyarakat setempat harus dilibatkan dalam setiap proses atau perencanaan
pembentukan, dan pelaksanaan proyek pengembangan ekotourism yang berlokasi di

tempat tersebut dengan cara mengintegrasikan masyarakat lokal sebagai mitra sejajar
dalam desain, pelaksanaan dan setiap aspek yang menggunakan lahan sumber daya
alam setempat.
Untuk maksud tersebut harus dibina interaksi sosial yang baik dan saling
menguntungkan antara pengelola ekotourism dengan masyarakat yang berdomisili di
sekitar objek wisata tersebut, karena dengan mengikutsertakan masyarakat dalam
ekotourism berarti menciptakan timbulan rasa memiliki masyarakat setempat
sehingga masyarakat turut menjaga dan memelihara kelangsungan sumber daya alam
yang ada karena tanpa peran serta masyarakat setempat dalam proses pengembangan
ekotourism tersebut akan mengalami kendala (Anwar, 1997:7).

2.5 Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan adalah keseluruhan keadaan luar yang mempengaruhi eksistensi
suatu organisme atau suatu masyarakat hayati, secara singkat lingkungan hidup
adalah habitat mahkluk hidup.
Dalam konteks ekologi, lingkungan hidup adalah habitat, yaitu suatu
daerah

yang

dapat

memenuhi

segala

keperluan

hidup

suatu

mahkluk

tertentu.Lingkungan hidup dalam penerapannya dapat disetarakan dengan lahan yang

mana

lingkungan

hidup

adalah konsepsionalnya,

sedangkan

lahan

adalah

operasionalnya.
Dalam konteks pengelolaan, lahan adalah aktualisasi dari lingkungan
hidup.Dengan aktualisasi ini hakekat lingkungan hidup dapat diwujudkan dengan
tanda-tanda pengenal yang ditransfortasikan melalui variabel-variabel, lahan kritis
adalah contoh hakiki dari lingkungan hidup, dengan demikian pencegahan lahan kritis
merupakan upaya untuk melestarikan lingkungan hidup.
Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi glogal yang terbesar,
suatu cara untuk membayar konversi alam dan meningkatkan nilai lahan-lahan yang
dibiarkan dalam kondisi alami.
Menyelamatkan dengan menjualnya bukanlah hal yang baru, tetapi resiko
yang dihadapi dalam usaha semacam itu juga bukan hal yang baru.Jika baik buruknya
pariwisata tidak mencengangkan, maka gambaran yang berkaitan dengan pariwisata
adalah sebaliknya.
Untuk pengembangan dan pembinaan jenis objek wisata dan daya tarik wisata
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat kompleks dan memerlukan
keterlibatan berbagai unsur yang mana unsur ini perlu dikoordinir dan dimotivasi
sehingga tercipta persamaan persepsi dalam pelaksanaannya.Dalam pembinaan,
pemanfaatan, dan pengembangan objek dan daya tarik objek wisata hasil karya

manusia diperlukan keterampilan, pemahaman, dan pengetahuan yang memadai
tentang objek dan daya tarik wisata (Yoeti, 1996:181-187).
Pemanfaatan objek dan daya tarik wisata harus dilakukan secara bijaksana,
karena sumber daya manusia beserta kreasinya memiliki keanekaragaman bentuk dan
perlu dilestarikan serta sangat peka terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kemajuan dalam pola hidup manusia
2. Perkembangan pengetahuan dan teknologi.

2.6 Beberapa Dampak yang Ditimbulkan pada Lingkungan Hidup (Ekowisata)
Apabila Terus Dikembangkan
Beberapa dampak yang ditimbulkan pada lingkungan hidup (ekowisata)
apabila terus dikembangkan, yakni:
a. Degradasi dalam penurunan nilai-nilai sosial budaya
Budaya merupakan unsur yang tidak pernah dilupakan dalam konservasi,
konservasi dan pariwisata yang menolak keprihatinan masyarakat lokal merugikan
diri sendiri, pariwisata dapat menghancurkan budaya asli dan mengacaukan
perekonomian asli pula.
b. Ekonomi
Ekowisata terkait dengan ekonomi disebabkan ada dampak keuntungan dan
kerugian, semata-mata untuk mencari profit dan kawasan yang lebih dikenal.
Di sini juga lebih memaksimalkan profit daripada kunjungan karena dengan

memaksimalkan profit maka pemeliharaan terhadap wilayah kunjungan tersebut
akan menjadi lebih baik.
c. Penurunan kesehatan masyarakat akibat limbah yang dibuang pada pengembangan
ekowisata tersebut.
d. Estetika
Dampak diukur baik melalui batas pengunjung yang dapat ditoleransi maupun
melalui kerusakan ekologi. Nilai dan keseluruhan persepsi adalah gambaran yang
rumit dari pengguna yang diterima jauh lebih rendah sebab pengunjung akan
membayar lebih tinggi untuk merasakan alam liar, kerumunan orang mengurangi
daya tarik keindahan dan menurunkan keinginan pengunjung untuk membayar.

2.7 Manfaat Pariwisata
Adapun manfaat dari pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan devisa negara
b. Peningkatan kesempatan kerja dan usaha
c. Pemberdayaan ekonomi rakyat
d. Pelestarian nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat
e. Pelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup
f. Perwujudan otonomi daerah pada sektor pariwisata