Potensi Wisata Arung Jeram Sei Bingei Dalam Pengembangan Ekowisata Di Kabupaten Langkat

(1)

LAMBAR PERSETUJUAN

POTENSI WISATA ARUNG JERAM SEI BINGEI DALAM

PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN LANGKAT

OLEH :

TANTI SUMAWARDHA

112204016

Dosen Pembaca

Budi Santoso, S.sos

Dosen Pembimbing

Drs. Gustanto, M.Hum

NIP. 19630805 198903 1 004


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya

: POTENSI WISATA ARUNG JERAM SEI

BINGEI DALAM PENGEMBANGAN

EKOWISATA DI KABUPATEN

LANGKAT

Oleh

: TANTI SUMAWARDHA

Nim

: 112204016

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

NIP. 19511013 197603 1 001

Dr. Syahron Lubis, MA

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

Ketua,


(3)

POTENSI WISATA ARUNG JERAM

SEI BINGEI DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA

DI KABUPATEN LANGKAT

KERTAS KARYA

OLEH

TANTI SUMAWARDHA

112204016

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara memiliki banyak potensi wisata yang sangat potensial dan strategis, seperti: panorama dan keindahan alam di daerah tujuan wisata yang tersebar di berbagai daerah kabupaten. Kabupaten Langkat salah satunya, objek wisata yang memiliki potensi yang sangat besar adalah atraksi wisata arung jeram di Sungai Bingei. Dari hasil penelitian di tunjukkan bahwa wisata yang berbasis alam sekarang ini banyak menarik perhatian masyarakat, khususnya masyarakat setempat karena dapat menarik keuntungan dari setiap wisatawan yang datang ke objek wisata tersebut. Ada banyak hal yang dapat di lakukan masyarakat setempat untuk menarik keuntungan dari wisatawan yang datang seperti : menjadi pemandu lokal, membuka penginapan untuk wisatawan yang ingin menginap, membuka rumah makan, serta membuka toko cindera mata/souvenir. Melalui

pengembangan ecotourism di daerah Sungai Bingei diharapkan kelestarian pada

daerah tersebut tetap terjaga dan terpelihara guna generasi berikutnya dapat terus menikmatinya sebagai daerah yang alami yang memiliki fungsi utama. Ekowisata dan sumber daya alam sangat erat kaitannya. Suatu daerah ekowisata akan berhasil memiliki sumber daya alamnya dilindungi. Untuk dapat melindungi sumber daya alam tersebut diperlukan suatu strategi dari tangan-tangan pengelola dalam memimpin proses tersebut. Dalam melindungi sumber daya alam harus adanya kesadaran dan campur tangan dari masyarakat dan wisatawan yang datang agar terjadinya keseimbangan dalam menjaga alam kita yang sangat mahal harganya.


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kertas

Karya yang berjudul “ POTENSI WISATA ARUNG JERAM SEI BINGEI

DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN LANGKAT “

kertas karya ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Diploma-III (D3) Pariwisata pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan dan penyelesaian kertas karya ini. Penulis banyak menemui kesulitan, namun dengan bimbingan do’a, dorongan/semangat, saran maupun bantuan-bantuan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

Pada kesempatan ini penulis, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arwina Sufika, S.E., M.Si, selaku Ketua Program Studi D-III Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Gustanto, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan

Kertas Karya ini.

4. Bapak Budi Santoso, S.Sos., selaku Dosen Pembaca dalam penulisan Kertas


(6)

5. Teristimewa kepada ketiga Orang Tua saya yang tercinta yang selalu mengasihiku, Sarummaha Aslah Asisi, S.E, Rosmaina (Almarhuma) dan Riva Gustina, dengan tulus hati diucapkan terima kasih yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, cinta kasih serta semangat, do’a, dukungan moril dan materil.

6. Kepada adik saya tersayang Felya Aurina, Rada Putri Osiva, Ahmad Yusuf,

dan Fajru Sarummaha yang telah memberikan dukungan dan semangat.

7. Buat seseorang yang telah banyak memberikan penulis dukungan moral dan

bantuan dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.

8. Buat sahabat seperjuangan khususnya buat Siska, Dame, Cidha, dan Maria

dan semua teman-teman Usaha Wisata dan Perhotelan, terima kasih buat semua do’a, kebaikan, ketulusan, dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian Kertas Karya ini.

Akhir kata penulis berharap semoga kertas karya ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Khususnya bagi penulis sendiri, dan penulis juga memohon maaf atas kekurangan dalam penulisan kertas karya ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Januari 2015


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pembatasan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penulisan ... 4

1.4. Manfaat Penulisan ... 4

1.5. Metode Penelitian ... 5

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN DAN KONSEP EKOWISATA 2.1. Asal Mula Dan Perkembangan Wisata ... 7

2.2. Pengertian Pariwisata ... 9

2.3. Pengertian Objek Dan Daya Tarik Wisata ... 11

2.4. Wisata Alam Dan Kesadaran Lingkungan ... 13

2.4.1. Sumber Daya Alam Sebagai Bagian Atraksi Dalam Dimensi Unsur Wisata ... 15

2.5. Pengertian Ekowisata ... 16


(8)

2.5.2. Profil Dan Pasar Ekowisata ... 19

2.5.3. Hubungan Ekowisata dengan Pariwisata ... 20

2.5.4. Hubungan Ekowisata Dengan Peran Masyarakat Lokal ... 20

2.6. Beberapa Dampak Yang Ditimbulkan Pada Lingkungan Hidup (Ekowisata) Apabila Terus Di kembangkan ... 21

2.7. Manfaat Pariwisata ... 22

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN LANGKAT 3.1 Sejarah Singkat Kabupaten Langkat ... 23

3.2. Visi Dan Misi Kabupaten Langkat ... 26

3.3. Kondisi Wilayah Kabupaten Langkat ... 27

3.3.1. Letak Geografis ... 27

3.3.2. Topografi ... 27

3.4. Bidang Usaha Potensial ... 29

3.5. Bidang Usaha Unggulan Layak Dikembangkan ... 30

3.6. Prasarana dan Sarana Pariwisata di Kabupaten Langkat ... 32

3.6.1. Prasarana Pariwisata ... 32

3.6.2. Sarana Pariwisata ... 33

3.6.3. Sistem Transportasi ... 33

3.7. Penduduk ... 34


(9)

BAB IV POTENSI PENGEMBANGAN OBJEK WISATA ARUNG JERAM DI KABUPATEN LANGKAT

4.1. Gambaran Umum Sungai Bingei ... 38 4.2. Gambaran Umum Sungai Bingei dan Potensi Arung Jeram yang

Dimilikinya ... 39 4.2.1. Akses Untuk Mencapai Lokasi Arung Jeram Sungai

Bingei ... 41 4.3. Dampak pengembangan kegiatan/atraksi Wisata Arung Jeram

Sungai Binge terhadap Lingkungan dan Masyarakat setempat ... 44

4.3.1. Dampak Positif pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram Sungai Bingei ... 44 4.3.2. Dampak Negatif pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram

Sungai Bingei ... 45 4.3.3. Dampak pengembangan Ekowisata di Daerah Aliran Sungai

Bingei ... 46 4.4. Upaya pengembangan Wisata Arung Jeram di Sungai Bingei ... 47 4.5. Pengaruh Atraksi Wisata Arung Jeram terhadap Kepariwisataan di

Sumatera Utara ... 48

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 50 5.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara memiliki banyak potensi wisata yang sangat potensial dan strategis, seperti: panorama dan keindahan alam di daerah tujuan wisata yang tersebar di berbagai daerah kabupaten. Kabupaten Langkat salah satunya, objek wisata yang memiliki potensi yang sangat besar adalah atraksi wisata arung jeram di Sungai Bingei. Dari hasil penelitian di tunjukkan bahwa wisata yang berbasis alam sekarang ini banyak menarik perhatian masyarakat, khususnya masyarakat setempat karena dapat menarik keuntungan dari setiap wisatawan yang datang ke objek wisata tersebut. Ada banyak hal yang dapat di lakukan masyarakat setempat untuk menarik keuntungan dari wisatawan yang datang seperti : menjadi pemandu lokal, membuka penginapan untuk wisatawan yang ingin menginap, membuka rumah makan, serta membuka toko cindera mata/souvenir. Melalui

pengembangan ecotourism di daerah Sungai Bingei diharapkan kelestarian pada

daerah tersebut tetap terjaga dan terpelihara guna generasi berikutnya dapat terus menikmatinya sebagai daerah yang alami yang memiliki fungsi utama. Ekowisata dan sumber daya alam sangat erat kaitannya. Suatu daerah ekowisata akan berhasil memiliki sumber daya alamnya dilindungi. Untuk dapat melindungi sumber daya alam tersebut diperlukan suatu strategi dari tangan-tangan pengelola dalam memimpin proses tersebut. Dalam melindungi sumber daya alam harus adanya kesadaran dan campur tangan dari masyarakat dan wisatawan yang datang agar terjadinya keseimbangan dalam menjaga alam kita yang sangat mahal harganya.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan pemimpin sektor yang kuat terhadap perubahan, dan sektor yang sangat menjanjikan termasuk pada struktur global. pariwisata sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi penting terhadap penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan penghidupan yang layak serta mendorong pemerintah daerah untuk membangun dan memelihara infrastruktur sehingga kualitas hidup masyarakat setempat juga meningkat. Pariwisata memiliki prospek cerah dan mempunyai peran yang sangat penting, baik dalam perekonomian dunia maupun Indonesia.

Indonesia kaya akan berbagai potensi alam yang belum tergali di berbagai daerah yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata. Melimpahnya kekayaan alam Indonesia berupa keadaan alam flora dan fauna yang sangat banyak memberikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara dan apabila hal tersebut dikembangkan dapat menjadi modal bagi pengembangan dan peningkatan sektor pariwisata di daerah setempat khususnya. Modal akan potensi alam yang melimpah tersebut perlu di manfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang di tujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, dan memiliki berbagai keuntungan misalnya dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan setempat, memperluas kesempatan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan potensi alam tersebut.


(12)

Beragamnya potensi alam yang dimiliki Indonesia sangat menjual bagi dunia kepariwisataan.

Sumatera Utara yang merupakan salah satu Provinsi di Indonesia memiliki beragam tempat wisata yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan. Provinsi ini memiliki banyak potensi wisata seperti: panorama dan keindahan alam di daerah tujuan wisata yang tersebar di berbagai daerah kabupaten. Dilihat dari obyek dan daya tarik, wisata alam memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan dan dapat berperan penting dalam meningkatkan pariwisata di Sumatera Utara.

Objek-objek wisata ini selayaknya mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah setempat. Namun, sayangnya pengelolaan pada beberapa objek wisata tersebut belum optimal. Masih terbatasnya dukungan prasarana dan sarana dalam menunjang kegiatan pariwisata telah mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata. Pola pengelolaan kawasan pariwisata yang tidak menyeluruh telah menimbulkan dampak negatif yang mengakibatkan menurunnya daya tarik obyek wisata.

Dari banyaknya wilayah yang ada di Sumatera Utara penulis memilih daerah Kabupaten Langkat yang terkenal dengan wisata alamnya. Kabupaten Langkat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki berbagai


(13)

memunculkan sebuah tantangan pada generasi sekarang. Bagaimana wisata ini terus berlanjut tetapi tidak menggangu ekosistem disekitarnya. Sungai Bingei memiliki tingkat kesulitan, tantangan, dan keindahan alam yang masih liar menjadi daya tarik bagi pengunjung yang menggemari wisata yang berbasis alam dan petualangan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menulis dalam bentuk

sebuah Kertas Karya dengan judul ” POTENSI WISATA ARUNG JERAM SEI

BINGEI DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN LANGKAT”

1.2 Pembatasan Masalah

Agar penulisan kertas karya ini tetap terarah, maka penulis memfokuskan pembahasan tentang :

1. Menggali potensi wisata arung jeram sebagai daya tarik wisatan pecinta alam dan petualangan pariwisata di suatu daerah, khususnya ekowisata.

2. Bagaimana pengaruh wisata arung jeram Sei Bingei dalam pengembangan

pariwisata di suatu daerah, khususnya ekowisata

3. Peranan keterlibatan masyarakat setempat, pemerintah daerah setempat, dan

Tour Operator/Travel Agent dalam mengembangkan/mempromosikan objek


(14)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Program pendidikan Diploma III Jurusan Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui potensi arung jeram sebagai salah satu daya tarik wisata di Kabupaten Langkat, khususnya wisata alam dan petualangan.

3. Memberikan gambaran dan penjelasan kapada pembaca tentang masalah

pengembangan dan pembangunan kepariwisataan dan pelestarian sumber daya alam yang berwawasan lingkungan hidup di Kabupaten Langkat.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan kertas karya ini adalah :

1. Menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya

mengenai potensi dan daya tarik wisata arung jeram Sei Bingei di Kabupaten Langkat.

2. Agar dapat di jadikan sebagai bahan bacaan bagi para mahasiswa yang

menginginkan bacaan tentang keberadaan wisata Arung Jeram Sei Bingei di Kabupaten Langkat khususnya bagi mahasiswa D-III Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.


(15)

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan kertas karya ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Field Research (Penelitian Lapangan)

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan wisata Arung Jeram Sei Bingei di Kabupaten Langkat tersebut serta mencari informasi dari dinas kebudayaan dan pariwisata setempat.

2. Library Research (Penelitian Perpustakaan)

Pengumpulan data berdasarkan bahan perpustakaan yang berkaitan dengan objek pembahasan, baik itu berupa buku-buku, majalah, surat kabar, internet dan media cetak lainnya yang berhubungan dengan tema kertas karya ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tentang isi Tugas Akhir yang berjudul “Potensi Wisata Arung Jeram Sei Bingei Dalam Pengembangan Ekowisata Di Kabupaten Langkat” disusun dalam lima bab yang memiliki keterkaitan antara satu bab dengan lainnya

1. Bab I : Pendahuluan

Bab pertama berisi uraian tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II : Landasan Teori

Dalam bab kedua ini terdiri dari asal mula dan pengembangan wisata, pengertian pariwisata, objek dan daya tarik wisata, ekowisata, dan wisata alam dan


(16)

kesadaran lingkungan, manfaat pariwisata, masalah lingkungan hidup apabila arung jeram terus dikembangkan, dan pembinaan masyarakat terhadap dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan sekitar.

3. Bab III : Gambaran Umum Kabupaten Langkat

Dalam Bab ketiga ini berisi pembahasan tentang letak geografis, sejarah Kabupaten Langkat, iklim, penduduk, objek wisata di Kabupaten Langkat.

4. Bab IV : Potensi Pengembangan Objek Wisata Arung Jeram Di

Kabupaten Langkat

Dalam bab ini akan membahas arti pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan hidup, objek daya tarik wisata di Kabupaten Langkat, gambaran umum arung jeram dan potensi yang dimiliki, prasarana dan sarana yang ada, upaya pengembangan arung jeram di Kabupaten Langkat.

5. Bab V : Penutup

Dalam bab ini meliputi Kesimpulan dan Saran dari pembahasan yang telah di lakukan.


(17)

BAB II

URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN DAN KONSEP EKOWISATA

2.1 Asal Mula dan Perkembangan Wisata

Kata wisata (tourism) pertama kali muncul dalam Oxford English Dictionary tahun 1811 (Otto, 2004) yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang perjalanan untuk mengisi waktu luang. Namun konsepnya mungkin dapat dilacak balik dari budaya nenek moyang Yunani dan Romawi yang sering melakukan perjalanan menuju negeri-negeri tertentu untuk mencari tempat-tempat indah di Eropa atau Mediterania.

Orang pertama yang membuat sebuah petunjuk perjalanan wisata adalah Aimeri de Picaud, warga Perancis yang mempublikasikan bukunya tahun 1130 tentang perjalanan ke Spanyol. Awalnya, perjalanan atau wisata sering berkaitan dengan perjalanan ibadah, eksplorasi geografis, expedisi ilmu pengetahuan, studi antropologi dan budaya, serta keinginan-keinginan untuk melihat tentang alam yang indah, (Fandeli, 2002)

Sampai pertengahan abad ke-12, pertumbuhan wisata sangat rendah. Biasanya, transportasi wisata menggunakan kapal laut, kuda, unta, kereta kuda, atau alat-alat transportasi yang ada saat itu. Selanjutnya, dalam abad ke-18 dan ke-19, kebutuhan wisata mulai meningkat. Pertumbuhan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh Revolusi Industri. Tahun 1841 industri wisata di Inggris mulai dijalankan, sementara Amerika memulai industri wisata tahun 1950-an (Lindberg, 1995)


(18)

Perkembangan wisata selanjutnya semakin menggembirakan. Pada tahun

1948 sebuah perusahaan penerbangan Amerika, Pan Amerika World Airways

memperkenalkan tourist class pada penerbangannya. Di sini, mass tourism mulai berkembang dengan adanya transportasi udara. Tujuan perjalanan mulai beralih ke negara berkembang.

Tahun 1970, arus kunjungan dari negara maju ke negara berkembang sudah mencatat angka 8%. Pertumbuhan wisatawan ke negara berkembang semakin menjanjikan, ketika tahun 1980 arus kunjungan wisatawan ke negara berkembang mencapai 17% dan tahun 1990 mencapai angka 20%. Tahun 1990, industri wisata telah di pandang sama nilainya dengan industri minyak.

Perkembangan wisata secara besar-besaran ini, pada awalnya diyakini tidak menggangu lingkungan dan tidak menimbulkan polusi. Namun, banyak temuan-temuan yang mengindikasikan bahwa aktivitas wisata (dalam banyak hal) sangat merugikan ekosistem, terutama ekosistem destinasi wisata setempat.

Dalam banyak kasus, tempat-tempat yang dulunya indah dan digunakan sebagai tujuan favorit wisata menjadi tercemar oleh logam berat dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan wisatawan yang besar dan tidak dikontrol, telah mendorong laju kerusakan habitat dan erosi pantai. Dampak tidak langsung lainnya, yakni eksploitasi terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang ada di daerah wisata, (Lindberg, 1995).


(19)

2.2 Pengertian Pariwisata

Pengertian pariwisata hingga sekarang masih belum begitu memasyarakat. Umpamanya masyarakat mengatakan bahwa piknik adalah pariwisata, seperti kita ketahui bahwa “picnic” hanya merupakan salah satu aktivitas dalam kepariwisataan , fenomena ini berkaitan pula dengan kenyataan yang ada di Indonesia. Kata “Pariwisata” sesungguhnya baru popular di Indonesia setelah diselenggarakan Musyawarah Nasional Tourism ke-2 di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958 (Yoeti, 1983 : 102).

Peninjauan pengertian pariwisata secara Etymologis

Menurut pengertian ini, kata “pariwisata” yang berasal dari bahasa Sanskerta, sesungguhnya bukanlah berarti “tourisme” (bahasa Belanda) atau “tourism” (bahasa Inggris). Kata pariwisata, menurut pengertian ini, sinonim dengan “tour”. Pendapat ini berdasarkan pemikiran sebagai berikut: kata pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu masing-masing kata “pari” dan “wisata”.

Pari, berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap (ingat kata

paripurna)

Wisata, berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris (Yoeti, 1985 : 103).

Ada beberapa definisi dari para pakar tentang pariwisata, berikut paparannya. Herman V Schulalard (dalam Yoeti, 1983 : 105) memberikan batasan sebagai berikut:

Tourism is the sum of operation, mainly of an economic nature, which

directly related to the entry, stay and movement of foreigner inside certain country, city or region”.


(20)

E. G uyer Freuler merumuskan, “Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang disarankan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan” (Yoeti, 1983 : 105-106)

Kemudian Prof. Salah Wahab dalam bukunya “An Introduction on Tourism

Theory” mengemukakan bahwa batasan pariwisata hendaknya memperlihatkan

anatomi dari gejala-gejala yang terdiri dari tiga unsur, yaitu:

 Manusia (man), yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata

 Ruang (space), yaitu daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan.

 Waktu (time), yaitu waktu yang digunakan salama dalam perjalanan dan

tinggal didaerah tujuan wisata

Lebih lengkapnya pendapat Prof. Salah Wahab mengenai pariwisata adalah: “suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara berganti di antara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri (di luar negeri), meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain (daerah tertentu suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beranekaragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap” (Yoeti


(21)

Pengertian yang lebih modern lagi tentang definisi pariwisata adalah apa yang dikatakan oleh H. Kodhyat dan Ramaini, “Pariwisata adalah segala yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.”

Berikutnya menurut I made Suradnya yang dimaksud dengan pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke suatu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya yang didorong oleh beberapa keperluan atau motif tanpa bermaksud mencari nafkah.

Dari beberapa definsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

2.3 Pengertian Objek dan Daya Tarik Wisata

Apabila merujuk pada sub judul di atas, maka objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata (Kodhyat dan Ramaini 1992 : 80). Selanjutnya mengapa ada daya tarik wisata, hal ini dikarenakan adanya objek wisata atau tourist object. Objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Ibid, 80).


(22)

Menurut Prof. Mariotti (dalam yoeti, 1983 : 160-167) segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut diperlukan adanya “attractive spontance”. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, di antaranya adalah:

 Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, misalnya : iklim,

bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna, dan pusat-pusat kesehatan.

 Hasil ciptaan manusia, misalnya : benda-benda yang bersejarah, manumen,

museum, acara tradisional, dan rumah-rumah peribadatan,

 Tata cara hidup masyarakat.

Ketiga hal di atas yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah disebutnya sebagai “Tourism Resources” . sedangkan untuk tourist services yang dikatakan Mariotti dengan istilah “Attractive Derivee”, yaitu semua fasilitas yang dapat digunakan dan aktivitas yang dapat dilakukan yang pegandaannya disediakan oleh perusahaan lain secara komersial.

Suatu daerah tujuan wisata, agar ia dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan potensial dalam macam-macam pasar, ia harus memenuhi tiga syarat, yaitu :


(23)

 Di daerah tersebut harus tersedia fasilitas rekreasi atau amusements yang dapat membuat mereka betah tinggal lama di tempat itu.

 Di daerah tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja, terutama

barang-barang souvenir dan kerajinan tangan sebagai oleh-oleh untuk pulang ke

tempat asal masing-masing.

2.4 Wisata Alam dan Kesadaran Lingkungan

Sementara Mass Tourism (wisata masal) berkembang, di Amerika muncul

sebuah aktivitas wisata yang dikenal sebagai Wisata Alam (Nature Tourism). Hal ini merupakan aktivitas wisata menuju tempat-tempat alamiah, yang biasanya di ikuti oleh aktivitas-aktivitas olah fisik dari wisatawan. Termasuk dalam kategori ini, antara lain biking, hiking, sailing, dan camping. Di sini, kita juga mengenal adventure

tourism, sebuah istilah yang merujuk kepada kegiatan wisata alam, namun lebih

mempunyai nilai tantangan tersendiri, seperti panjat tebing, diving di laut dalam, dan lainnya. Tempat-tempat wisata favorit jenis ini kebanyakan merupakan kawasan lindung, seperti taman nasional, taman laut, cagar alam, taman hutan raya dan kawasan lindung lainnya.

Istilah wisata yang diperkenalkan melalui Undang-Undang No.9 tahun 1990 (tentang kepariwisataan) pasal 16 undang-undang tersebut menyebutkan wisata alam sebagai salah satu kelompok objek dan daya tarik wisata yang dapat di usahakan, disamping itu wisata budaya dan wisata minat khusus. Istilah ini dijelaskan melalui Peraturan No. 18 tahun 1994, dengan mengartikan wisata alam sebagai kegiatan perjalanan untuk menikmati gejala, keunikan alam, di taman nasional raya ataupun taman wisata alam.


(24)

Dengan demikian wisata alam adalah segala kegiatan kepariwisataan yang memanfaatkan alam sebagai objek atau lokasi. Kegiatan ini belum tentu masuk kedalam kualifikasi ecotourism karena hanya kegiatan yang memenuhi persyaratan lingkungan yang masuk dalam kategori tersebut.

Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi global yang terbesar, suatu cara untuk membayar konversi alam dan meningkatkan nilai lahan-lahan yang dibiarkan dalam kondisi alami.

Lingkungan adalah keseluruhan keadaan luar yang mempengaruhi eksistensi suatu organisme atau suatu masyarakat hayati, secara singkat lingkungan hidup adalah habitat makhluk hidup.

Dalam konteks ekologi, lingkungan hidup adalah habitat, yaitu suatu daerah yang dapat memenuhi segala keperluan hidup suatu makhluk tertentu. Lingkungan hidup dalam penerapannya dapat disetarakan dengan lahan yang mana lingkungan hidup adalah konsepsionalnya sedangkan lahan adalah operasionalnya.

Dalam konteks pengelolahan, lahan adalah aktualisasi dari lingkungan hidup. Dengan aktualisasi ini hakekat lingkungan hidup dapat diwujudkan dengan tanda-tanda pengenal yang ditransformasikan melalui variable-variabel. Lahan kritis adalah contoh hakiki dari lingkungan hidup dengan demikian pencegahan lahan kritis merupakan upaya untuk melestarikan lingkungan hidup.


(25)

Dengan demikian, membangun sebuah kesadaran manusia terhadap pentingnya konservasi lingkungan hidup, dimana keanekaragaman hayati menjadi isu penting di dalamnya, sangat diperlukan. Banyak ahli berpendapat bahwa membangun kesadaran konservasi lewat pendidikan informal dapat dilakukan dengan jasa sector wisata (Honey, 1999)

2.4.1 Sumber Daya Alam Sebagai Bagian Atraksi Dalam Dimensi Unsur Wisata

Mill (1990) mendiskusikan bahwa dimensi-dimensi wisata antara lain terdiri atas atraksi, fasilitas, transportasi, dan keramahtamahan. Dalam pariwisata dimensi-dimensi tersebut menjadi faktor yang menentukan tingkat kompetitif penyelenggaraan dan destinasi wisata. Atraksi merupakan salah satu dimensi yang unik, karena seringkali hanya terjadi atau dapat dinikmati pada kawasan tertentu. Biasanya, seringkali tidak dapat ditiru oleh destinasi-destinasi di tempat lain. Atraksi selalu menarik orang untuk datang kedalam sebuah kawasan tujuan wisata, meskipun dimensi lainnya seperti fasilitas, transportasi, dan keramahtamahan destinasi sangat kurang.

Atraksi dapat berdasarkan sumber daya alam, budaya, etnisitas, atau hiburan. Sebagian besar tujuan wisata dikawasan negara berkembang dengan tingkat kekayaan sumber daya alam yang tinggi, atraksi alam seperti bentangan pantai berpasir putih, air terjun, bentang padang rumput, dan pegunungan, hutan, sungai, gua, fauna, dan lainya merupakan andalan utama sebuah destinasi wisata.


(26)

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, keindahan budaya dan masyarakat lokal yang beradab harus dipandang sebagai bagian dari kekayaan destinasi, yang harus dihargai sebagaimana mestinya, dan mendapatkan hak ekonomi yang layak. Budaya dan etnisitas sering kali bergantung pada sumber daya alam, seperti upacara-upacara keagamaan yang melibatkan beragam bentuk keanekaragaman hayati (Luchman, 2004 : 22-23)

2.5 Pengertian Ekowisata

Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ecotourism. Terjemahan

yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra

Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekotourisme. Di dalam

tulisan ini dipergunakan istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan. Kemudian Nasikun (1999), mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.

Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan


(27)

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The

Ecotourism Society (1990) sebagai berikut : Ekowisata adalah suatu bentuk

perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.

Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis.

Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut : Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Dari definisi ini dapat di mengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini.

Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interprestasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata


(28)

lainya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan objek dan daya tarik wisata alam.

2.5.1 Prinsip-Prinsip Ekowisata

The Ecotousrism Society (Eplerwood, 1993) menyebutkan delapan prinsip

ekowisata yaitu :

1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap

alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat

2) Pendidikan konservasi lingkungan, mendidik wisatawan dan masyarakat akan

pentingnya arti konservasi, pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

3) Pendapatan langsung untuk kawasan, mengatur agar kawasan yang digunakan

untuk ekowisata dan management pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.

4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, masyarakat diajak dalam

merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

5) Penghasilan masyarakat, keutungan secara nyata terhadap ekonomi

masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.


(29)

7) Daya dukung lingkungan, pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak tetapi daya dukunglah yang membatasi.

8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara, apabila suatu

kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

2.5.2 Profil dan pasar ekowisata

Profil yang menyukai ekowisata:

1. Berumur 35-54 tahun, 50% laki-laki dan 50% wanita dan jelas ada perbedaan

aktivitas yang dipilih.

2. 82% berpendidikan S1, juga dapat terlihat tingkat pendidikan mempengaruhi

wisatawan yang berminat pada ekowisata.

3. 60% responden senang berpergian berdua, 15% senang berpergian bersama

keluarga dan 13% memilih pergi sendiri.

4. 50% responden memilih lama perjalanan 8 sampai 14 hari.

5. 26% responden bersedia menghabiskan US$.1001-1500/trip.

6. Senang berpergian ke kawasan : (1) kawasan alami, (2) mengamati satwa, (3) mendaki dan menjelajah/tracking.

7. Motivasi berpergian : (1) menikmati alam/pemandangan, (2) pengalaman


(30)

2.5.3 Hubungan Ekowisata dengan Pariwisata

Hubungan ecotourism dengan pariwisata adalah sebuah kunjungan suatu

daerah untuk menikmati pemandangan alam dan lingkungan yang masih alami tanpa ada unsur-unsur buatan manusia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan

ecotourism cenderung terjadi pada daerah alami dengan binatang-binatang atau

populasi lingkungan dimana penduduk asli tinggal.

Oleh karena itu diperlukan hubungan kerja sama yang baik antara masyarakat dengan instansi yang mengelola ekowisata di daerah tersebut untuk dapat mengembangkan ecotourism dengan baik.

2.5.4 Hubungan Ekowisata dengan Peran Masyarakat Lokal

Masyarakat yang terdapat disekitar kawasan konservasi tersebut penting dan sangat berperan dalam keberhasilan suatu objek wisata alam. Oleh karena itu masyarakat setempat harus dilibatkan dalam setiap proses atau perencanaan

pembentukan, dan pelaksanaan proyek pengembangan ecotourism yang berlokasi

ditempat tersebut dengan cara mengintegrasikan masyarakat lokal sebagai mitra sejajar dalam desain, pelaksanaan dan setiap aspek yang menggunakan lahan sumber daya alam setempat.

Untuk maksud tersebut harus dibina interaksi sosial yang baik dan saling menguntungkan antara pengelola ecotourism dengan masyarakat yang berdomisili di sekitar objek wisata tersebut karena dengan mengikutsertakan masyarakat dalam


(31)

yang ada karena tanpa peran serta masyarakat setempat dalam proses pengembangan ecotourism tersebut akan mengalami kendala (Anwar, 1997:7).

2.6 Beberapa Dampak Yang Ditimbulkan Pada Lingkungan Hidup (Ekowisata) Apabila Terus Dikembangkan

a. Degradasi dalam penurunan nilai-nilai sosial budaya

Budaya merupakan unsur yang tidak pernah dilupakan dalam konservasi, konservasi dan pariwisata yang menolak keprihatinan masyarakat lokal merugikan diri sendiri, pariwisata dapat menghancurkan budaya asli dan mengacaukan perekonomian asli pula.

b. Ekonomi

Ekowisata terkait dengan ekonomi disebabkan ada dampak keuntungan dan kerugian, semata-mata untuk mencari profit dan kawasan yang lebih dikenal. Disini juga lebih memaksimalkan profit dari pada kunjungan karena dengan memaksimalkan profit maka pemeriharaan terhadap wilayah kunjungan tersebut akan menjadi lebih baik.

c. Penurunan kesehatan masyarakat akibat limbah yang dibuang pada

pengembangan ekowisata tersebut. d. Estetika

Dampak di ukur baik melalui batas pengunjung yang dapat ditoleransi maupun melalui kerusakan ekologi. Nilai dan keseluruhan persepsi adalah gambaran yang rumit dari pengguna yang diterima jauh lebih rendah sebab pengunjung akan membayar lebih tinggi untuk merasakan alam liar,


(32)

kerumunan orang mengurangi daya tarik keindahan dan menurunkan keindahan dan menurunkan keingginan pengunjung untu membayar.

2.7 Manfaat Pariwisata

Adapun manfaat dari pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut: a. Peningkatan devisa negara

b. Peningkatan kesempatan kerja dan usaha

c. Pemberdayaan ekonomi rakyat

d. Pelestarian nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat e. Pelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup f. Perwujudan otonomi daerah pada sektor pariwisata


(33)

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LANGKAT

3.1 Sejarah Singkat Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatera Utara, Indonesia. Ibu Kotanya berada di Stabat. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 6.272 km² dan berpenduduk sejumlah 902.986 jiwa (Tahun 2000). Kabupaten Langkat yang di kenal sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup panjang.

Kabupaten Langkat sebelumnya adalah sebuah kerajaan dimana wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai kedaerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah Sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua Sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala Langkat dan Tapak Kuda.

Adapun kata Langkat yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon Langkat”. Dahulu kala pohon Langkat banyak tumbuh di sekitar sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat Kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya terkenal dengan nama Kerajaan Langkat.


(34)

Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan Tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh di ketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580. Dewa Syahdan digantikan oleh puteranya, Dewa Sakti yang memerintah kira-kira tahun 1580 sampai 1612. Dewa Sakti selanjutnya digantikan oleh Sultan Abdullah yang lebih dikenal dengan nama Marhum Guri. Selanjutnya Tambo Langkat mengatakan bahwa yang menggantikan Marhum Guri adalah puteranya Raja Kahar (± 1673). Raja Kahar adalah pendiri kerajaan Langkat dan berzetel di Kota Dalam, daerah antara Stabat dengan Kampung Inai kira-kira pertengahan abad ke-18.

Berpedoman pada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah di tetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat di kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750.

Melalui seminar yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994 atas kerjasama Tim Pemerintah Kabupaten Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU, maka dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17 Januari 1750. Perkembangan selanjutnya Kota Binjai pernah jadi Ibu Kota Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat beribu Kota Stabat, dan berdasarkan Perda No 11 tahun 1995 telah di tetapkan Hari Jadi Kabupaten Langkat


(35)

langsung dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Wilayah Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan yang tersebar di dalam 3 wilayah yaitu:

1. Wilayah I : Langkat Hulu 2. Wilayah II : Langkat Hilir 3. Wilayah III : Teluk Haru

Kecamatan-kecamatan yang terdapat di Kabupaten Langkat:

I. Wilayah Langkat Hulu, meliputi :

1. Kuala

2. Sei Bingei 3. Salapian

4. Bahorok

5. Serapit

6. Kutambaru

7. Selesai 8. Binjai

II. Wilayah Langkat Hilir, meliputi:

1. Stabat

2. Wampu

3. Secanggang

4. Hinai

5. Padang Tualang

6. Batang Serang


(36)

8. Tanjung Pura

III. Wilayah Teluk Haru, meliputi:

1. Babalan

2. Gebang

3. Brandan Barat

4. Sei Lepan

5. Pangkalan Susu

6. Besitang

7. Pematang Jaya

3.2 Visi dan Misi Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat memiliki visi dan misi, yaitu:

Visi : “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Langkat Yang Religius, Maju, Dinamis, Sejahtera dan Mandiri”.

Misi :

1. Menyuguhkan kehidupan beragama yang rukun, toleran dan penuh

kesejukan, memelihara serta mengembangkan budaya kearifan.

2. Melaksanakan reformasi dengan sungguh-sungguh melalui

penyelenggaraan pemerintah dengan aparatur yang bersih, berorientasi kepada pelayanan publik, serta penggunaan anggaran yang pro publik.


(37)

4. Memecah stagnasi pembangunan dengan mengakselerasi secara cerdas pencapaian kesejahteraan masyarakat di bidang daya beli, kualitas pendidikan dan kesehatan.

5. Menumbuhkan investasi yang mampu secara langsung mengangkat

perkonomian dan kesejahteraan rakyat.

6. Memperkuat pemberdayaan perempuan dalam pembangunan sosial

politik, kesejahteraan sosial dan perlindungan terhadap anak.

7. Memperkokoh kualitas demokrasi dengan edukasi politik dan

menyertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan politik.

3.3 Kondisi Wilayah Kabupaten Langkat 3.3.1 Letak Geografi

Letak geografi daerah Kabupaten Langkat terletak pada 3º14’dan 4º13’ Lintang Utara, serta 93º51’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka dan Prov. D.I. Aceh b. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo

c. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang

d. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah)

3.3.2 Topografi

Topografi Kabupaten Langkat merupakan Daerah Tingkat II yang dibedakan atas 3 bagian, yaitu :

a. Pesisir Pantai dengan ketinggian 0-4 m diatas permukaan laut b. Daratan Rendah dengan ketinggian 0-30 m diatas permukaan laut c. Daratan Tinggi dengan ketinggian 30-1200 m diatas permukaan laut


(38)

Dilihat dari jenis – jenis tanah, Kabupaten Langkat memiliki hal unik yang dapat dijadikan objek wisata, yaitu:

 Sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah ALLUVIAL, yang sesuai untuk

jenis tanaman pertanian pangan.

 Dataran rendah dengan jenis tanah GLEI HUMUS rendah, Hydromofil

kelabu dan plarosal.

 Dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna merah kuning

Hal lainnya berupa aliran sungai didaerah Kabupaten Langkat dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui Kecamatan dan Desa–desa, diantara sungai-sungai tersebut adalah : Sungai Wampu, Sungai Batang Serangan, Sungai Lepan, Sungai Besitang dan lain-lain. Secara umum sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan dan lain-lain.

Wisata di daerah Kabupaten Langkat terdapat taman wisata Bukit Lawang sebagai objek wisata, Taman Bukit Lawang ini terletak dikaki Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan udara sejuk oleh hujan tropis, di Bukit Lawang ini terdapat lokasi rehabilitasi orang utan (mawas) yang dikelola oleh WNF Taman Nasional gunung Leuser merupakan aset Nasional terdapat berbagai satwa yang dilindungi seperti : Badak Sumatera, Rusa, Kijang, Burung Kuau, Siamiang juga terdapat tidak kurang dari 320 jenis burung, 176 binatang menyusui, 194 binatang melata, 52 jenis ampibi serta 3500 jenis spesies tumbuh-tumbuhan serta yang paling


(39)

Industri dan Pertambangan Daerah Kabupaten Langkat adalah satu-satunya di Sumatera Utara yang mempunyai tambang minyak yang dikelola oleh Pertamina dan berada di Kota Pangkalan Berandan yang menghasilkan minyak bumi.

3.4 Bidang Usaha Potensial

Komoditi dan kegiatan ekonomi yang menonjol saat ini untuk daerah Langkat dan mempunyai prospek untuk dikembangkan lebih lanjut. Kegiatan ini dianggap mempunyai peluang untuk pengembangan karena produksinya cukup besar, arealnya luas, dan ketersediaan sumber daya memungkinkan.

1. Komoditi perkebunan

Pengusahaan tanaman perkebunan di Kabupaten Langkat terdiri dari tanaman rakyat dan perkebunan besar swasta atau perseroan terbatas perkebunan nasional (PTPN). Tanaman perkebunan yang banyak diusahakan rakyat adalah kelapa sawit, karet, kakao, kelapa dan kopi.

2. Buah-buahan

Kabupaten Langkat memiliki potensi buah-buahan yang sangat banyak terutama rambutan. Buah rambutan adalah buah yang bersifat musiman dan pada bulan tertentu mencapai puncaknya. Produksi buah rambutan pada satu musim mencapai 8.000 ton dengan sebaran pada saat puncak mencapai 1.000 ton perbulan. Pola produksi ini menyebabkan harga komoditi ini sangat fluktuatif, sehingga perlu dibuat suatu industri pengolahan buah untuk memproses pada saat produksi puncak tercapai.


(40)

3. Perikanan

Potensi pantai dan laut sangat sesuai untuk pengusahaan perikanan di Kabupaten Langkat, terutama udang dan ikan air dalam (kerapu). Bidang usaha tambak sangat strategis untuk dikembangkan sebab melibatkan 450 petani dengan luas tambak ±1.600 Ha. Luasan lokasi yang sesuai untuk tambak ±10.000 Ha, sehingga peluang di bidang tambak masih terbuka. Di Kabupaten Langkat terdapat pula laut yang sangat ideal untuk pengusahan ikan kerapu merupakan bidang usaha yang patut dibudidayakan. Lokasi budidaya ikan kerapu adalah Pulau Sembilan di Kecamatan Pangkalan Susu dan Pulau Kampar di Kecamatan Sei Canggang.

3.5 Bidang Usaha Unggulan Yang Layak Dikembangkan

Hasil dari penelaahan potensi yang ada di Kabupaten Langkat dengan prioritas pembangunan daerah serta keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri, menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi atau industri yang termasuk layak untuk dikembangkan adalah :

1. Pengolahan Minyak Goreng dan Oleokimia

Pengolahan minyak goreng dan oleokimia dipilih sebagai bidang usaha yang layak dikembangkan karena karena di wilayah Kabupaten Langkat terdapat banyak kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Hasil Crude Palm Oil (CPO) dari pabrik pengolahan yang tentu saja tidak semuanya diekspor, oleh sebab itu pengoahan lanjutan merupakan alternatif yang dianggap tepat karena akan memberikan nilai


(41)

2. Industri pengolahan buah-buahan

Banyaknya produksi buah, terutama jeruk dan rambutan, yang bersifat musiman memerlukan suatu penanganan hasil yang tepat, sekaligus bermanfaat bagi petani dan atau produsen buah. Pabrik pengolahan dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu mengolah buah berbagai jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan ekonomi daerah.

3. Pengusahaan Ikan Kerapu

Ikan kerapu adalah ikan yang harus dibudidayakan dengan syarat tertentu, terutama kedalaman dan keadaan airnya. Artinya tidak setiap daerah sesuai untuk budidaya ikan kerapu. Pangsa pasar ikan kerapu memiliki segmen pasar tersendiri, terutama ekspor. Pengembangan ikan kerapu akan menambah tingkat kesejahteraan bagi nelayan ikan kerapu dan keluarganya.

4. Pengusahaan Tambak Udang Windu

Tambak udang merupakan suatu usaha yang memiliki keunikan tersendiri, sehingga memerlukan suatu sentuhan dan manajemen khusus. Modal yang besar dengan resiko yang juga besar sangat sebanding dengan nilai ekonomi yang dapat dihasilkan. Pengembangan udang windu jenis tiger merupakan suatu pilihan yang tepat bagi daerah pesisir Langkat.

5 Industri pariwisata

Keindahan dan potensi alam yang ada di sekitar Bohorok sudah terkenal di dalam maupun luar negeri. Pengembangan obyek wisata sekitarnya yang sangat potensial akan mendorong pengembangan daerah sekitarnya menjadi suatu kawasan agrowisata yang baik.


(42)

3.6 Prasarana dan Sarana Pariwisata di Kabupaten Langkat 3.6.1 Prasarana Pariwisata

Kabupaten Langkat dalam pembangunannya yang sangat terbatas merupakan faktor yang dapat mengganggu perkembangan kepariwisataan. Hal ini dapat terlihat pada daerah tersebut dimana penerangan-penerangan lampu jalan yang masih sangat kurang di akibatkan karena terbatasnya daya listrik sebagai bahan utama penerangan didaerah tersebut. Jumlah daya terpasang pembangkit adalah 595 KWH, jaringan distribusi dari JTM sebesar 983.064 KMS, JTR sebesar 1.165.587 KMS dan Travo sebesar 92.047 KVA. Saat ini semua desa di Kabupaten Langkat telah terjangkau listrik.

Pembangunan Telekomunikasi di Kabupaten Langkat dilaksanakan oleh PT.TELKOM saat ini 8 Kecamatan telah terjangkau sarana telepon otomatis yaitu Kecamatan Stabat, Kuala, Tanjung Pura, Pangkalan Susu, Babalan/Pangkalan Berandan, Binjai, Selesai dan Bahorok. Disamping itu telah tersedia pula pelayanan faksimili, teleteks, warung telekomunikasi (wartel), Telkomnet Instan (Warnet).

Sarana perbankan telah berkembang di Kabupaten Langkat antara lain BRI, BNI, Bank Sumut, Bank Mandiri dan jusga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tersebar seluruh wilayah.

Jumlah koperasi di Kabupaten Langkat cukup pesat dari 245 unit tahun 1999 menjadi 496 unit pada tahun 2003. Berdasarkan Perda No 10 tahun 2004 yang


(43)

3.6.2 Sarana Pariwisata

Melihat letaknya dalam struktur pemerintahan Tingkat II, Kabupaten Langkat memang masih jauh dari sarana penunjang untuk perkembangan kepariwisataan di daerah tersebut. Hal ini terlihat dari terbatasnya fasilitas berupa hotel, restoran atau lainnya yang berhubungan dengan kepariwisataan. Biro Perjalanan Umum (BPU) yang ada kurang mendukung dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Langkat.

3.6.3 Sistem Transportasi

Transportasi di Kabupaten Langkat terutama adalah becak mesin roda tiga dan mobil angkutan umum yangdisebut mekar bila ingin ke Tanjung Pura dari Stabat. Untuk transportasi ke luar Kota yang jauh seperti Medan dan Banda Aceh dapat menggunakan kenderaan lintas Sumatera atau kendaraan antar pulau seperti bus dan yang lainya. Sampai dengan tahun 2012, prasarana jalan di Kota Tanjung Pura terdiri dari: jalan aspal, jalan kerikil, jalan tanah, jalan perairan. Telekomunikasi Kota Tanjung Pura dengan kode pos 20853, saat ini hanya mempunyai satu kantor pos induk.

Kabupaten Langkat memiliki jaringan jalan yang relatif baik dan memadai yang dapat menghubungkan kabupaten ini dengan provinsi lain, atau secara rinci:

a. Terletak pada lintasan jalur utama Sumatera Utara - Aceh

b. Tersedianya jalan Nasional yang menghubungkan Kabupaten Langkat dengan

Kota Medan.

Jenis angkutan yang di jumpai di Kabupaten Langkat pada umumnya angkutan darat dan untuk beberapa kecamatan terutama di desa pantai terdapat


(44)

angkutan sungai sedangkan angkutan laut hanya menghubungkan Pangkalan Susu, Pulau Kampai dan Pulau Sembilan.

Untuk angkutan darat telah tersedia terminal bus atau angkutan di Kota Kabupaten maupun Kota Kecamatan. Kereta api mempunyai lintasan dari Binjai ke Kuala, Padang Tualangan dan Pangkalan Brandan tetapi angkutan kereta api tidak popular sebagai sarana angkutan umum.

3.7 Penduduk

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen.

Untuk tahun 2008, berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat bertambah menjadi 1.042.523 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,80 untuk periode 2005-2010

Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 83.223 jiwa sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pematang Jaya sebesar 14.779 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 918 jiwa per km2 dan Kecamatan Batang Serangan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 42 jiwa per km2.


(45)

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki-laki sebesar 521.484 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 521.039 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,09 persen.

Berdasarkan hasil SP2000 penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa Jawa (56,87 persen), diikuti dengan suku Melayu (14,93 persen), Karo (10,22 persen), Tapanuli / Toba (4,50 persen), Madina (2,54 persen) dan lainnya (10,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten Langkat mayoritas agama Islam (90,00 persen), Kristen Protestan (7,56 persen), Kristen Katolik (1,06 persen), Budha (0,95 persen) dan lainnya (0,34 persen).

3.8 Potensi Kepariwisataan di Kabupaten Langkat

Dilihat dari kondisi wilayah Kabupaten Langkat secara keseluruhan daerah ini dapat dijadikan objek wisata yang sangat menjanjikan dan dapat dijadikan salah satu tujuan objek wisata nasional. Hanya saja memang diperlukan keseriusan dari berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat. Keseriusan pemerintah untuk pengelolaan kepariwisataan merupakan hal dasar agar potensi yang ada dapat dimaksimalkan sehingga menghasilkan pendapatan daerah dan mendatangkan devisa negara serta menambah pendapatan dari masyarakat setempat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sarana transportasi seperti jalan-jalan agar dapat diperbaiki, objek wisata yang perlu perawatan secara berkesinambungan dan pendukung lainnya seperti hotel dan restoran yang dikuatkan melalui peraturan daerah.


(46)

Disamping itu ada juga potensi-potensi objek wisata lain yang dapat dikembangkan di Kabupaten Langkat yang diantaranya adalah Bukit Lawang. Wisata alam Bukit Lawang menjadi tujuan wisata andalan di Leuser dikarenakan memiliki daya tarik satwa langka orang utan sumatera semi liar dan panorama hutan hujan tropis.

Bukit Lawang atau lebih dikenal sebagai pusat pengamatan orangutan Sumatera memiliki luas 200 ha, berada di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Dulunya Bukit Lawang merupakan pusat rehabilitasi orang utan jinak untuk dilepasliarkan kembali kealam.

Bukit Lawang hingga kini diakui sebagai pintu gerbang terbaik untuk menikmati keindahan Taman Nasional Gunung Leuser yang mempesona. Walaupun bukan lagi sebagai tempat rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan, hutan di sekitar kawasan Bukit Lawang masih menyisakan peluang untuk dilakukanya aktivitas wisata dan pengamatan orang utan sumatera dan juga spesies tumbuhan dan satwa lainnya.

Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari Kota Medan (ibuKota Provinsi Sumatera Utara) melewati Kota Binjai dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kedaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2.5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. kondisi


(47)

Bangkai, Cendawan Harimau, aneka ragam Kupu-Kupu, Orang utan, Siamang, Kedih, Beruang Madu, Kambing Hutan dan lainnya yang nerupakan khas Hutan Hujan Tropis.

Mata pencaharian masyarakat di Bukit Lawang heterogen, tidak ada yang dominan antara suku Melayu, Karo, Jawa, dan Batak.

Panorama alam yang indah dengan sungai yang jernih serta keberadaan orang utan sumatera menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan berupa melihat satwa langka orang utan sumatera di Feeding Site,

mengarungi jeram sungai Bahorok dengan ban (tubbing) dan Rubber Boat,

menikmati kendahan air terjun, menjelajah gua, menyegarkan badan dengan mandi di

sungai yang jernih, berkemah di areal Camping Ground, berpetualang dan

menyingkap rahasia hutan hujan tropis sumatera, mengamati atraksi satwa, menyaksikan atraksi budaya masyarakat yang beragam dan menikmati kuliner khas lokal.


(48)

BAB IV

POTENSI PENGEMBANGAN OBJEK WISATA ARUNG JERAM DI KABUPATEN LANGKAT

4.1 Gambaran Umum Sungai Bingei

Sungai merupakan aliran air yang bermuara ke laut, melintasi berbagai batuan dengan topografi yang bervariasi dan memiliki kesuburan yang dibutuhkan oleh biota (tumbuhan, hewan, dan manusia). Menurut Irvita (2004) sungai mempunyai banyak potensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata atau sarana rekreasi alam terbuka (outdoor recreation).

Sungai Bingei merupakan salah satu sungai yang dimanfaatkan sebagai sarana atraksi wisata arung jeram dan tempat pemandian alam yang sering di kunjungi oleh para wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Air Sungai Bingei berasal dari Gunung Sibayak, mengalir dengan deras karena disekitar air terdapat batu batu besar dan air sungainya jernih, menyegarkan, dan sejuk.

Sungai ini memiliki fungsi yang sangat strategis dan penting, baik dari segi hidrologis maupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat di sepanjang daerah aliran Sungai Bingei. Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Langkat menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian dan perkebunan.

Selian itu sungai Bingei merupakan sumber air irigasi yang mengaliri persawahan hingga ratusan hektar di dua kabupaten yaitu: Kabupaten Langkat dan


(49)

Sistem irigasi ini merupakan aspek untuk mendukung hidup masyarakat yang memilih komoditi beras sebagai bahan makanan pokok untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Sungai Bingei menawarkan pemandangan alam hutan tropis yang sangat indah. Di sepanjang aliran sungai ini terdapat pemandangan yang alami, tumbuhan hijau tumbuh di pinggiran sungai menambah sejuk daerah sepanjang sungai tersebut. Tidak seperti pemandangan sungai yang lainnya disekitar sungai tersebut di hiasi tebing-tebing yang menjulang tinggi, sungai Bingei memiliki pemandangan yang berbeda kita dapat melihat alam pedesaan yang masih sangat asri lingkungannya.

Banyak warga yang ke Sungai Bingei untuk memancing, hanya untuk hobi dan melepas suntuk saja. Di Sungai Bingei terdapat berbagai jenis-jenis ikan tawar. Pengelola arung jeram jika tidak lagi sibuk juga meluangkan waktu memancing.

4.2 Gambaran Umum Sungai Bingei dan Potensi Arung Jeram yang Dimilikinya

Sungai Bingei berhulu di Gunung Sibayak dan ber muara di kawasan Suaka Margaatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut. Kecepatan arus Sungai <1-1,5 meter kubik perdetik dengan kedalaman Sungai 0-3 meter. Sungai ini memiliki tipe permanen, material dasar perairan yaitu : Batuan berpasir, kecerahan perairan <2 meter sehingga kita dapat melihat dasar sungai, sungai ini mempunyai lebar <15 meter. Kemiringan sungai 5-10 m/km dan debit sungai 0-25 meter kubik per detik, debit air bisa di atur melalui pintu bendungan Namu Sira-sira. Dengan diatur nya debit air Sungai Namu Sira-sira maka penduduk yang tinggal disekitar Sungai Bingei tersebut dapat terjamin keamanannya dari ancaman banjir.


(50)

Sungai Bingei merupakan sungai yang relatif tidak besar, bebatuan, berair jernih dengan jeram-jeram yang cukup banyak dan bervariasi. Kedalaman air bervariasi sehingga pada tempat-tempat tertentu wisatawan diajak untuk berenang maupun loncat dari batuan ke sungai. Airnya yang jernih membuat kita dapat melihat hingga dasar sungai.

Berenang dan melompat dari tebing ke sungai setinggi 3 meter adalah bagian dari aktivitas arung jeram di Sungai Bingei. Untuk melompat dari tebing bagi siapa yang berani saja, tidak ada keharusan untuk melompat. Untuk tantangan jeram yang terakhir meluncur dari bendungan setinggi 8 meter, kemiringan 45 derajat. Bendungan ini tidak selalu dapat diluncuri. Pemandu akan menyampaikan kepada peserta atau pengarung jeram apakah kita dapat menuruninya atau tidak. Biasanya pemandu akan melihat mistar titik mati atas (TMA) yang ada di Bendungan, kalau air kecil maupun terlalu besar, pemandu akan memberi isyarat untuk tidak turun. Tinggi air 45 derajat adalah tinggi air dibendungan yang sangat ideal untuk diluncuri dan dapatkan sensasi mendebarkan saat adrenalin dipacu kencang menunggu saat perahu meluncur sampai ke ujung bendungan.

Kegiatan berbahaya berperingkat dua setelah terjun payung ini mulai berkesan ramah dan dikenal luas sebagai pilihan wisata mengasyikkan. Saat ini, sudah banyak masyarakat terutama anak-anak muda yang mulai belajar arung jeram. Terlebih Sungai Bingei sangat aman bagi pemula. Atraksi wisata arung jeram Sungai Bingei


(51)

Alam sekitar Sungai Bingei menawarkan keindahan hutan tropis. Pohon-pohon tinggi menjulang dan sajauh mata memandang hanya hijau alam yang tampak, rumah-rumah warga pun tidak jauh dari sungai dan memberikan pemandangan yang alami. Kicauan burung dan suara arus menambah suasana menjadi hidup dan bersemangat.

Sungai Bingei memiliki tingkat kesulitan (grade) 2-3+. Banyak pengarung jeram maupun pemula yang datang kesini, sungai ini cukup aman untuk diikuti anak-anak umur 7 tahun keatas maupun orang dewasa.

Biaya permainan Rp.250.000 - 350.000/orang (minimal 5 orang), biaya sudah termasuk : welcome drink, peralatan dan perlengkapan arung jeram (helm, pelampung, dayung), guide, refreshment, makan siang, transportasi lokal menuju start point pengarungan, asuransi. dan biaya tidak termasuk : transportasi menuju Rapidplus Rafting Camp, dokumentasi (video dan photo). Tempat ini memiliki fasilitas sebagai berikut : Toilet, Ruang Ganti dan Shower, Mushalla, Area Parkir, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

4.2.1. Akses Untuk Mencapai Lokasi Arung Jeram Sungai Bingei

Untuk mencapai lokasi arung jeram tersebut dapat melalui jalur Medan-Binjai. Dari medan pengunjung bisa munuju Binjai, yang merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat. Dengan menggunakan kereta api atau kendaraan umum melalui jalan lintas selama satu jam. Dari Binjai bisa naik kendaraan umum atau angkutan pedesaan ke kawasan Namu Sira-sira dengan lama perjalanan kurang lebih 30 menit dengan jarak tempuh 20 km.


(52)

Binjai merupakan jalan raya lintas Sumatera ke Aceh sampai ke Pelabuhan Bakauheni, Provinsi Lampung. Masyarakat Aceh dapat menuju Lokasi arung jeram Sungai Bingei melalui jalur tersebut. Memang jarak yang ditempuh lumayan jauh dibandingkan jalur Medan-Binjai dan tergolong perjalanan panjang, tetapi rasa lelah itu akan terobati setelah melihat keelokan jeram Sungai Bingei. Selain itu, kesegaraan alam pedesaan dan keramahan warga membuat pengunjung bak berpetualang ke dunia lain, yang jauh dari hiruk pikuk suasana Kota.

Dengan menggunakan perahu karet dan peralatan yang standart, didampingi pemandu yang terlatih serta menerapkan prosedur keamanan dalam mengarungi sungai, dapat dijamin anda akan menikmati pertualangan yang seru dan menguji adrenalin. Mengarungi sungai, menerjang jeram-jeram dan menikmati keindahan alam hutan dan pedesaan membuat perjalanan berarung jeram menjadi suau pengalaman yang mengesankan.

Kondisi jalan menuju arung jeram ini lumayan bagus, disepanjang jalan kita akan menemui areal persawahan, kebun, ladang, sesekali aliran sungai bingei terlihat sekitar puluhan meter. Daerah menuju Arung Jeram Sungai Bingei ini masih sangat hijau, tidak ada gedung-gedung yang bertingkat, jumlah kendaraan masing sangat kurang, tidak ada kemacetan, jadi suasananya masih sangat tenang sebagaimana alam pedesaan pada umumnya.


(53)

Prospek pasar atraksi wisata arung jeram Sungai Bingei diharapkan dari wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bukit Lawang. Banyak pilihan wisata yang terdapat di Bukit lawang salah satunya Taman Nasional Gunung Louser yang mempunyai pesona yang sangat indah.

Banyak faktor yang mempengaruhi agar atraksi wisata arung jeram dapat terus berkembang dan diminati oleh wisatawan sebagaimana di daerah lain. Tanpa menyajikan keindahan alam dan hutan tropis, Sungai Bingei akan sulit bersaing dengan daerah lain yang menyajikan atraksi wisata yang sama.

Tidak semua orang dapat menikmati kegiatan arung jeram ini bahkan klasifikasi yang termasuk ke dalam kelompok penggemar arung jeram ini terbatas. Selain menurut keberanian dalam pengarungan, kepandaian berenang, pengetahuan teknik, penguasaan diri, dan kekompakan dalam keadaan darurat sangat dibutuhkan.

Di Sungai Bingei tidak hanya terdapat atraksi wisata arung jeram tetapi ada pemandia alam yang terletak di Pangkal Namu Sira-sira, banyak keluarga yang datang kemari untuk mandi-mandi atau hanya untuk makan bersama keluarga sembari menikmati alam Sungai Bingei. Tempat ini terdapat pondok-pondok yang dapat disewa oleh pengunjung.

Ada 4 titik yang terdapat di Sungai Bingei yaitu :

1. Titik start dari Desa Namo Nangka hingga Bendungan Namu SIra-sira dengan

lama pengarungan 2 jam, Jarak tempuh sekitar 7 km.

2. Titik start dari Desa Lau Seridi hingga jembatan Bendungan Namu Sira-sira


(54)

3. Titik start dari depan Base Camp Explore Sumatera hingga Alam Indah sekitar 3 km

Rute ini disebut rute Family Trip.

4. Titik start dari Desa Namo Tating hingga jembatan Bendungan Namu

Sira-sira, dengan jarak tempuh 6 km.

4.3 Dampak Pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram Sungai Bingei terhadap Lingkungan dan Masyarakat setempat

4.3.1 Dampak Positif Pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram Sungai Bingei

Suatu tempat wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Pengembangan atraksi wisata arung jeram sungai Bingei akan menimbulkan suatu kepuasan dan rasa kekaguman dari pemerintah dan masyarakat setempat.

Beberapa dampak positif yang di timbulkan jika pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram Sei Bingei ini berhasil, yaitu :

1. Provinsi Sumatera Utara akan semakin dikenal oleh negara-negara lain

dengan bertambahnya objek dan daya tarik wisata.

2. Pemasukan bagi kas Pemerintahan Sumatera Utara akan bertambah jika

pembeli paket wisata berasal dari mancanegara.


(55)

4. Taraf kesejahteraan masyarakat akan semakin bertambah dengan memenuhi kebutuhan wisatawan selama menetap di kawasan arung jeram.

5. Wawasan masyarakat tentang bangsa-bangsa didunia semakin luas dan

pengetahuan masyarakat seperti bahasa asing akan bertambah.

6. Mendorong semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan penduduk.

4.3.2 Dampak Negatif Pengembangan Atraksi Wisata Arung Jeram Sungai Bingei

Produk ramah lingkungan menjadi pedoman dalam pengelolaan atraksi wisata arung jeram sungai Bingei. Pasca komsumsi juga harus diminimalisir dampak buruknya terhadap lingkungan. Dalam setiap pengelolaan ada prosedur-prosedur yang harus di ikuti, jika tidak akan berdampak sangat buruk terhadap alam tersebut dan generasi berikut nya tidak dapat bisa lagi menikmati keindahan alam tersebut.

Dampak negatif yang ditimbulkan jika pengolahan arung jeram tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan, yaitu :

1. Sungai yang dulunya bersih akan berubah menjadi tempat pembuangan

sampah non-organik (tidak dapat membusuk).

2. Air sungai akan tercemar oleh berbagai jenis cairan yang mengandung racun

walauoun kadar racunnya rendah tetap akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

3. Pengeksploitasian alam, flora, fauna.

4. Akan terjadi akulturasi budaya dan peniruan budaya yang tidak sesuai dengan budaya timur.


(56)

5. Akan membuat suasana yang tadinya tenang menjadi canda tawa yang tidak sesuai dengan keadaan lingkungan.

6. Adanya perubahan sistem nilai moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan dalam masyarakat, misalnya mengikis kehidupan bergotong royong, sopan santun dll.

Untuk mengantisipasi dampak tersebut maka pemerintah setempat dan instansi swasta bekerja sama untuk memberikan penyuluhan kepada pihak-pihak pengusaha, wisatawan, masyarakat setempat secara kontiniu agar hal yang yang tertera diatas tidak menjadi kenyataan. Upaya pencegahan ini harus di dukung guna menjaga keselestarian alam.

4.3.3 Dampak Pengembangan Ekowisata di Daerah Aliran Sungai Bingei

Kawasan Sungai Bingei sangat dekat dengan rumah masyarakat, untuk itu diharapkan agar masyarakat setempat tidah membuang sampah atau mencemari sungai tersebut. Tetap menjaga sungai agar selalu alami dan bersih. Dengan tidak menebang pohon di sekitar sungai juga salah langkah menjaga kelestarian sungai. Hal tersebut tidak luput pula dari pengelola arung jeram yang lebih di tekankan kepada keramahan.

Dampak pengembangan ecotourism di Daerah Aliran Sungai Bingei, yaitu :

1. Pendapatan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara akan bertambah dan


(57)

3. Satwa liar yang terdapat di kawasan aliran sungai bingei juga akan terhindar dari kepunahan, bahkan populasinya akan terus bertambah.

4. Masyarakat setempat dikawasan yang dilindungi mengalami puluang

pekerjaan baru melalui menjadi pemandu, mendirikan penginapan, rumah makan, dan toko cendera mata.

4.4 Upaya Pengembangan Objek Wisata Arung Jeram di Sungai Bingei

Arung jeram Sungai Bingei belum begitu banyak dikenal, tetapi tidak asing bagi pengarung jeram. Sungai ini memiliki potensi jeram yang sangat potensial, yang memiliki nilai jual tinggi dan di gemari para pengarung jeram baik itu datang dari lokal maupun mancanegara. Perencanaan dan pengelolaan objek wisata arung jeram untuk kesejahteraan masyarakat dimasa mendatang. Oleh karena itu kecenderungan pertumbuhan penduduk, persedian lahan cadangan, pertumbuhan fasilitas, dan kemajuan teknologi dengan penerapannya harus dimasukkan dalam perencanaan tersebut. Dalam pengembangan objek wisata perlu di perhatikan kualitas lingkungan agar pengembangan tersebut tidak merusak lingkungan.

Bentangan alamnya yang indah dan jeramnya yang bervariasi harus terus dijaga keletariannya. Semua potensi tersebut mempunyai peranan penting bagi pengembangan kepariwisataan, khususnya wisata alam.

Sungai Bingei dengan potensi alamnya yang sangat kaya merupakan salah faktor penarik para wisatawan. Dengan daya dukung faktor tersebut maka tentunya daerah ini sangat berpeluang untuk dikembangkan terutama dibidang wisata arung jeram. Pengembangan wisata arung jeram memiliki nilai yang sangat strategi karena mendaya gunakanan sumber dan potensi kepariwisataan yang ada menjadi kegiatan


(58)

ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dan kemudian berimbas pada kesejahteraan masyarakat.

Perkembangan kawasan wisata tentunya tidak tumbuh begitu saja tanpa ada suatu usaha yang dilakukan. Oleh karena itu maka ketersedian prasarana dan sarana sangat dibutuhkan untuk pengembangan sektor ini dan agar dapat menjadi salah satu sektor andalan. Namun, kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari industri wisata. Kualitas lingkungan harus mendapat perhatian utama.

Kurangnya publikasi menyebabkan lokasi wisata pengarungan belum begitu dikenal dan kurang diketahui oleh masyarakat dan akibatnya hanya sedikit yang mengetahui dan beberapa organisasi tertentu yang menikmati objek wisata ini.

Oleh karena itu sekarang beberapa organisasi mulai ikut mengembangakan objek wisata arung jeram ini melihat prospek yang dapat dihasilkan seperti organisasi kemahasiswaan yang mulai mengekspose untuk menggalakkan kegiatan pengarungan ini, selain itu mempublikasikan aktivitas ini terutama di kalangan pecinta alam.

4.5 Pengaruh Atraksi Wisata Arung Jeram Terhadap Kepariwisataan di Sumatera Utara

Perkembangan wisata arung jeram ini membawa pengaruh terhadap perkembangan Kepariwisataan di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Dampak dari perkembangan wisata arung jeram di Sumatera Utara adalah bertambahnya keindahan kepariwisataan yang dapat di andalkan keberadaannya dan di harapkan


(59)

Dengan ditingkatkan dan dikembangannya wisata arung jeram dapat memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan meratakan usaha dan lapangan kerja, mendorong pengembangan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Potensi wisata arung jeram di Sungai Bingei yang ada di daerah akan menambah keanekaragaman objek wisata yang tentunya hal ini akan memberikan lebih banyak alternatif kunjungan wisata dan juga diharapkan mampu menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

Dengan hadirnya atraksi wisata arung jeram di Sumatera Utara (Sungai Bingei) dapatlah terjaga keutuhan hutan tropis yang masih jarang di sentuh oleh tangan manusia dan telestarinya kondisi sungai tersebut. Disamping itu semua dengan hadirnya paket wisata tersebut juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat setempat dalam hal ini sistem mata pencahariannya.


(60)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kabupaten Langkat secara keseluruhan daerah ini dapat dijadikan objek wisata yang sangat menjanjikan dan dapat dijadikan salah satu tujuan objek wisata nasional. Salah satunya arung jeram Sungai Bingei, hanya saja memang diperlukan keseriusan dari berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat. Keseriusan pemerintah untuk pengelolaan kepariwisataan merupakan hal dasar agar potensi yang ada dapat dimaksimalkan sehingga menghasilkan pendapatan daerah dan mendatangkan devisa negara serta menambah pendapatan dari masyarakat setempat. Banyak harapan yang ingin dicapai tetapi banyak pula tantangan yang akan timbul dari proses pengembangan tersebut.

Melalui perkembangan ecotourism di daerah Sungai Bingei diharapkan

kelestarian pada daerah tersebut terpelihara agar generasi berikutnya dapat terus menikmatinya sebagai hutan tropis yang memiliki fungsi utama. Ekowisata dan sumber daya alam sangat erat kaitannya. Suatu daerah ekowisata akan berhasil memiliki sumber daya alamnya dilindungi.

Untuk dapat melindungi sumber daya alam tersebut diperlukan suatu strategi dari tangan-tangan pengelola dalam memimpin proses tersebut. Dalam melindungi sumber daya alam harus adanya kesadaran dan campur tangan dari masyarakat dan


(61)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti mengemukakan saran , sebagai berikut :

1. Kepada pihak pengelola Arung Jeram di Bingei Rafting terus dapat

dipertahankan agar mengetahui kendala-kendala yang dihadapi wisatawan dan dapat lebih berkembang ke seluruh Indonesia terutama di Sumatera. 2. Kepada pihak pengelola Arung Jeram di Binge Rafting agar fasilitas yang ada

selalu dijaga dengan baik karena fasilitas yang di objek ini sudah cukup menarik bagi para pengunjung untuk termotivasi untuk bermain arung jeram.

3. Dapat memberikan gambaran kepada wisatawan bahwa tempat wisata ini

sudah merupakan objek wisata yang sudah cukup memadai.

4. Pemerintah daerah dan pihak pengelola perlu meningkatkan mutu pelayanan

kepada wisatawan sehingga wisatawan merasa senang dan ingin selalu berkunjung.

5. Pemerintah perlu membuat Calender of Event sebagai agenda tetap atau

tahunan Kegiatan Atraksi Wisata Arung Jeram dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan.

6. Kritik, Koreksi, dan Saran sangat penulis harapkan untuk hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Desky, M.A. 2001, Pengantar Bisnis Biro Perjalanan Wisata. Yogyakarta.

Fandeli, Chafid. Mukhlison. 2000, Pengusahaan Ekowisata, Yogyakarta : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Hakim, Luchman. 2004, Dasar-Dasar Ekowisata, Malang : Bayumedia Publishing.

Pendit, Nyoman S. 1999, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta :

Pradnya Paramitha.

Salah, Wahab. 2003, Tourism Management. Jakarta : Pradnya Paramitha.

Yoeti, Oka A. 1985, Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 1996, Pemasaran Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 1998, Anatomi Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 2002, Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup,

Jakarata : Perca Indonesia.

http://www.langkatkab.go.id


(63)

(64)

(65)

(66)

(1)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti mengemukakan saran , sebagai berikut :

1. Kepada pihak pengelola Arung Jeram di Bingei Rafting terus dapat

dipertahankan agar mengetahui kendala-kendala yang dihadapi wisatawan dan dapat lebih berkembang ke seluruh Indonesia terutama di Sumatera.

2. Kepada pihak pengelola Arung Jeram di Binge Rafting agar fasilitas yang ada

selalu dijaga dengan baik karena fasilitas yang di objek ini sudah cukup menarik bagi para pengunjung untuk termotivasi untuk bermain arung jeram.

3. Dapat memberikan gambaran kepada wisatawan bahwa tempat wisata ini

sudah merupakan objek wisata yang sudah cukup memadai.

4. Pemerintah daerah dan pihak pengelola perlu meningkatkan mutu pelayanan

kepada wisatawan sehingga wisatawan merasa senang dan ingin selalu berkunjung.

5. Pemerintah perlu membuat Calender of Event sebagai agenda tetap atau

tahunan Kegiatan Atraksi Wisata Arung Jeram dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan.

6. Kritik, Koreksi, dan Saran sangat penulis harapkan untuk hasil penelitian


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Desky, M.A. 2001, Pengantar Bisnis Biro Perjalanan Wisata. Yogyakarta.

Fandeli, Chafid. Mukhlison. 2000, Pengusahaan Ekowisata, Yogyakarta : Fakultas

Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Hakim, Luchman. 2004, Dasar-Dasar Ekowisata, Malang : Bayumedia Publishing.

Pendit, Nyoman S. 1999, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta :

Pradnya Paramitha.

Salah, Wahab. 2003, Tourism Management. Jakarta : Pradnya Paramitha.

Yoeti, Oka A. 1985, Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 1996, Pemasaran Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 1998, Anatomi Pariwisata, Bandung : Angkasa.

Yoeti, Oka A. 2002, Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup,

Jakarata : Perca Indonesia.

http://www.langkatkab.go.id


(3)

(4)

(5)

(6)