Pengan Ibu Usia Remaja dalam Merawat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
2.1.1 Definisi BBLR
Proverawati dan Ismawati (2010) menyatakan bahwa definisi BBLR
adalah bayi yang

lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa

memandang masa kehamilan. Bayi yang berada di bawah persentil 10 dinamakan
ringan untuk kehamilan. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants
(BBLR).
2.1.2 Klasifikasi BBLR
Maryunani dan Nurhayati (2009) menyatakan bahwa ada cara dalam
mengelompokkan bayi BBLR, yaitu:
1.

Menurut berat badannya:


a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram.
2.1.3 Etiologi BBLR
Penyebab terjadinya bayi BBLR menurut (Rukiyah & Yulianti, 2010)
bersifat multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan
tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah
kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar risiko jangka
pendek dan jangka panjang dapat terjadi.

5

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara
umum menurut Proverawati dan Ismawati (2010) yaitu:
1. Faktor ibu
Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian
bayi berat lahir rendah antara lain: (a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti:
anemia sel berat, pendarahan antepartum, hipertensi, preeklampsia berat,

eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih dan ginjal); (b)
Menderita penyakit seperti malaria, Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS, malaria,
TORCH; (c) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun; (d) Kehamilan ganda (multigravida); (e) Jarak kelahiran yang terlalu dekat
atau pendek (kurang dari 1 tahun); (f) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya; (g)
Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok, dan alkohol); (h) Trauma
pada masa kehamilan antara lain jatuh; (i) Bekerja yang terlalu berat (Proverawati
& Ismawati, 2010).
2. Faktor janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah
antara lain: (a) Kelainan kromosom (trisomy autosomal); (b) Infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan); (c) Disautonomia familial; (d) Radiasi; (e)
Kehamilan ganda/kembar (gemeli); (f) Aplasia pancreas (Proverawati &
Ismawati, 2010).
3. Faktor plasenta:
Beberapa faktor plasenta yang mempengaruhi kejadian bayi berat lahir
rendah antara lain: (a) Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya

6


Universitas Sumatera Utara

(hidramnion); (b) Luas permukaan berkurang; (c) Plasentitis vilus (bakteri,virus
dan parasit); (e) Infark; (f) Tumor (korioangioma, mola hidatidosa); (g) Plasenta
yang lepas; (h) Sindrom plasenta yang lepas; (i) Sindrom transfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik) (Proverawati & Ismawati, 2010).
4. Faktor lain
Selain faktor ibu, janin dan plasenta, ada faktor lain yaitu faktor
lingkungan yang meliputi bertempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, dan
terpapar zat beracun (Proverawati & Ismawati, 2010).
Berdasarkan tipe BBLR menurut (Proverawati & Ismawati, 2010)
penyebab terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
1. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh: (a) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi; (b)
Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia; (c) Kehamilan kembar,
kehamilan lewat waktu; (d) Malaria kronik, penyakit kronik; (e) Ibu hamil
merokok.
2. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh: (a) Berat badan ibu yang rendah, ibu
hamil yang masih remaja, kehamilan kembar; (b) Pernah melahirkan bayi
premature sebelumnya, (c) Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah
hingga tak mampu menahan berat bayi dalam rahim); (d) Pendarahan sebelum

atau saat persalinan (antepartum hemorrhage); (e) Ibu hamil yang sedang sakit;
(f) Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.
2.1.4 Manifestasi BBLR
Secara umum gambaran klinis dari BBLR menurut Proverawati dan
Ismawati (2010) adalah sebagai berikut: (a) Berat kurang dari 2500 gram;

7

Universitas Sumatera Utara

(b) Panjang kurang dari 45 cm; (c) Lingkar dada kurang dari 30 cm; (d) Lingkar
kepala kurang dari 33 cm; (e) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu; (f) Kepala
lebih besar; (g) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang; (h)
Otot hipotonik lemah; (i) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea; (j)
Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus; (k) Kepala tidak mampu
tegak; (l) Pernapasan 40 – 50 kali / menit; (m) Nadi 100 – 140 kali / menit
(Pantiawati, 2010).
2.1.5 Masalah-masalah yang Dapat Terjadi
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), masalah-masalah yang sering
terjadi pada bayi BBLR adalah sebagai berikut:

1. Hipotermia
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu
tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Adapun ciri-ciri bayi BBLR yang
mengalami hipotermia adalah sebagai berikut: (a) Suhu tubuh < 32º C; (b)
Mengantuk dan sukar dibangunkan; (c) Menangis sangat lemah; (d) Seluruh tubuh
dingin; (e) Pernafasan lambat; (f) Pernafasan tidak teratur; (g) Bunyi jantung
lambat; (h) Mengeras kaku (sklerema); (i) Tidak mau menyusui, sehingga berisiko
dehidrasi (Proverawati & Ismawati, 2010).
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke
otak. Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel syaraf di otak mati dan
memengaruhi kecerdasan bayi kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin

8

Universitas Sumatera Utara

setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama
(Proverawati & Ismawati, 2010).
3. Hiperglikemia

Hiperglikemia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat amat
prematur yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi
mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya (Proverawati & Ismawati, 2010).
4. Masalah pemberian ASI
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat
mengisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan,
membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi
BBLR dengan kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000 gram umumnya bisa
langsung menyusui (Proverawati & Ismawati, 2010).
5. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig C,
maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena
sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang (Proverawati & Ismawati,
2010).
6. Kejang saat dilahirkan
Biasanya bayi akan dipantau dalam 1 x 24 jam untuk dicari penyebabnya.
Misalnya apakah karena infeksi sebelum lahir (prenatal), pendarahan intrakranial,
atau karena vitamin B6 yang dikomsumsi ibu. Selain itu, bayi akan dijaga jalan


9

Universitas Sumatera Utara

nafasnya agar tetap dalam kondisi bebas. Bila perlu diberikan obat anti kejang
(Proverawati & Ismawati, 2010).
7. Ikterus (Kadar bilirubin yang tinggi)
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai
jaringan oleh warna zat warna empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang
sering ditemukan pada bayi baru lahir (Proverawati & Ismawati, 2010).
8. Sindroma gangguan pernafasan
Gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR kurang bulan (masa
gestasi yang pendek) adalah penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini
menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Membran hialin ini jarang
terjadi pada bayi besar yang lahir pada waktunya kecuali bayi yang lahir dengan
bedah sesar dan bayi dari ibu penderita diabetes mellitus. Sedangkan gangguan
nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR lebih bulan adalah aspirasi mekonium.
Selain itu, pada bayi BBLR dapat mengalami gangguan pernafasan oleh karena
bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan kemudian

mengganggu pernafasannya (Proverawati & Ismawati, 2010).
9. Asfiksia
Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak
pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir.
Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi (Proverawati &
Ismawati, 2010).

10

Universitas Sumatera Utara

10. Masalah Perdarahan
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan
faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau
menurun, gangguan trombosit, dan gangguan pembuluh darah. Faktor yang
berperan serta dalam masalah perdarahan pada bayi BBLR antara lain adalah: (a)
Meningginya fragilitas kapiler, arteri, dan jaringan kapiler vena dalam jaringan
germinal paraventrikular yang mudah rusak, dan (b) Meningginya tekanan
vaskular (Proverawati & Ismawati, 2010).
11. Anemia

Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoesis
pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume
darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif lebih cepat. Oleh karena itu,
anemia pada bayi BBLR terjadi lebih dini. Kehilangan darah pada janin atau
neonatus akan memperberat anemianya. Persediaan zat besi pada neonatus
termasuk bayi dengan BBLSR biasanya mencukupi sampai berat badannya
menjadi 2 kali berat lahir (Proverawati & Ismawati, 2010).
`

2.1.6 Penatalaksanaan Umum pada Bayi BBLR
Pantiawati (2010) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat

dilakukan pada bayi BBLR yaitu:
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator. Inkubator
yang modern dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan kelembapan agar bayi
dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat

11


Universitas Sumatera Utara

diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator
dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila
mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini
ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban
relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan komsumsi
oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas
normal (Pantiawati, 2010).
Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan
komsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5º - 37º C. Dalam keadaan tertentu
bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur
suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi
maupun pakaian (Pantiawati, 2010). .
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai
dengan kebutuhan bayi BBLR (Pantiawati, 2010). .
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu

mengisap. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah
pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dapat dikeluarkan
dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Bila faktor menghisapnya
kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan
atau dengan memasang sonde ke lambung. Permulaan cairan yang diberikan

12

Universitas Sumatera Utara

sekitar 200 cc/ kgBB/ hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya
pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI
atau susu formula khusus bayi BBLR (Pantiawati, 2010).
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur
inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada
bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku (Pantiawati, 2010).
Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam mengisap dan
sianosis ketika minum melalui botol atau menyusui pada ibunya, makanan
diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan
interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih rendah
(Pantiawati, 2010). .
3. Pencegahan Infeksi
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam
penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit,
tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotik yang tepat (Pantiawati, 2010).

13

Universitas Sumatera Utara

4. Pengawasan Jalan Nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchioles, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang
terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal.
Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh
dari plasenta (Pantiawati, 2010). .
Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pembersihan jalan nafas segera
setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen
dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini
dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi
BBLR (Pantiawati, 2010).
2.1.7 Perawatan dan Pemantauan (Monitoring) Bayi BBLR
2.1.7.1. Perawatan di Rumah Sakit
Pada bayi BBLR yang harus dilakukan tindakan penanganan di rumah
sakit, juga tergantung pada kondisi bayi masing-masing. Namun, tindakan yang
dilakukan oleh tim medis pada bayi dengan BBLR akan segera diperiksa fungsi
organ-organ tubuhnya terutama paru-paru dan jantung. Sebelum mencapai berat
yang cukup, bayi BBLR biasanya memerlukan perawatan intensif dalam

14

Universitas Sumatera Utara

inkubator. Salah satu penyebabnya, bayi bertubuh kecil sangat sensitif terhadap
perubahan suhu. Oleh sebab itulah, bayi perlu dimasukkan ke kotak kaca yang
bisa diatur kestabilan suhunya (Proverawati & Ismawati, 2010).
Tidak ada patokan pasti untuk lama perawatan bayi BBLR di rumah sakit.
Bayi dengan berat 1.000 gram, misalnya, memerlukan perawatan seksama dan
bertahap sehingga bisa satu bulan lebih harus berada dalam inkubator. Lama
perawatan lebih ditentukan oleh kemampuan bayi beradaptasi dengan lingkungan,
seperti tidak ada lagi gangguan pernafasan, suhu tubuh telah stabil dan bayi sudah
punya refleks isap dan menelan yang baik. Sebelum pulang, bayi sudah harus
mampu minum sendiri dengan botol maupun puting susu ibu. Selain itu, kenaikan
berat badannya telah berkisar 10-30 gram/hari dan suhu tubuh tetap normal di
ruangan biasa. Bayi juga tidak menderita gangguan pernafasan lagi dan tidak
membutuhkan oksigen serta obat-obatan yang diberikan melalui pembuluh darah
atau infuse (Proverawati & Ismawati, 2010).
2.1.7.2. Perawatan di Rumah
Orang tua terutama ibu, secara fisik dan psikologis harus mampu dan siap
merawat bayinya di rumah. Ibu harus dapat menguasai cara memberi ASI dengan
benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok, memberi
Pendamping ASI (PASI), juga menjaga kebersihan dan lingkungan yang optimal
untuk tumbuh kembang bayi. Ibu harus percaya diri dan berani merawat bayinya
sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak untuk menciptakan bonding antara
ibu dan bayi (Proverawati & Ismawati, 2010).

15

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat merawat
bayi BBLR di rumah, yaitu sebagai berikut: (a) Perhatikan suhu, (b) beri minum
dengan porsi kecil tapi sering, (c) utamakan pemberian ASI (Air Susu Ibu), (d)
pemberian imunisasi, (e) lakukan banyak sentuhan, (f) hindarkan kontak terhadap
orang/lingkungan yang berisiko tinggi, (g) cuci tangan sebelum memegang bayi,
(h) pakailah masker bila kondisi badan sakit sebelum memegang bayi, (i) lakukan
pemijatan bayi secara rutin (tanyakan dokter tentang caranya), (j) beri vitamin
(Proverawati & Ismawati, 2010).
2.1.7.3 Pemantauan (Monitoring) Bayi BBLR
1. Pemantauan saat dirawat
Pantau berat badan bayi secara periodik yaitu: (a) Bayi akan kehilangan
berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir
≥ 1.500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram), dan bila bayi
sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah
berusia lebih dari 7 hari: (a) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai
tercapai jumlah 180 ml/kg/hari, (b) tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan
peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari, (c)
apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI
hingga 200 ml/kg/hari (Pantiawati, 2010).
2. Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan
bayi dan mencegah atau mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi
setelah pulang sebagai berikut: (a) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30,

16

Universitas Sumatera Utara

dilanjutkan setiap bulan, (b) hitung umur koreksi, (c) pertumbuhan yang meliputi
berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala, (d) tes perkembangan yaitu
Denver development screening test (DDST), (e) awasi adanya kelainan bawaan
(Pantiawati, 2010).
3. Mencegah infeksi dengan ketat
Bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi oleh karena daya tahan tubuh
bayi yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Prosedur yang dapat dilakukan dalam rangka
pencegahan infeksi adalah sebagai berikut: (a) Mencuci tangan sampai ke siku
dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit sebelum masuk ke tempat rawat
bayi, (b) mencuci tangan dengan zat antiseptik/sabun setiap sebelum dan sesudah
memegang seorang bayi, (c) melakukan tindakan untuk mengurangi kontaminasi
pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan langsung dengan bayi,
(d) mencegah kontaminasi udara di sekitar bayi, (e) mencegah jumlah bayi yang
terlalu banyak dalam satu ruangan, (f) membatasi kontak langsung dan tidak
langsung dengan petugas ruangan dan bayi lainnya, (g) melarang petugas yang
menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat (Pantiawati, 2010)..
4. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain :
(a) Berat badan, (b) tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan), (c) tanda
bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan)
(Pantiawati, 2010).

17

Universitas Sumatera Utara

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai
berikut: (a) Pemeriksaan skor ballard (Ballard Test), (b) tes kocok (shake test),
(c) darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah, (d) foto dada ataupun babygram diperlukan pada
bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam
atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas, (e) USG kepala
(Pantiawati, 2010).
2.2 Ibu Usia Remaja
2.2.1 Defenisi dan Batasan Remaja
Kusmiran (2011) mendefenisikan remaja merupakan suatu masa peralihan
dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang
dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja (usia 10-20
tahun) adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan pematangan
organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, yaitu masa
transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis.
Pada masa remaja terjadi perubahan organobiologik yang cepat dan tidak
seimbang dengan perubahan mental emosional (kejiwaan). Keadaan ini dapat
membuat remaja bingung. Oleh karena itu perlu pengertian, bimbingan, dan
dukungan dari lingkungan di sekitarnya sehingga remaja dapat tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun
psikososial (Pinem, 2009).

18

Universitas Sumatera Utara

Periode remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
(a) Masa remaja awal (10-13 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas,
lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya
(b) Masa remaja tengah (13-16 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari
identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas
seksual, dan mempunyai rasa cinta yang mendalam
(c) Masa remaja akhir (17-20 tahun) dengan ciri khas antara lain: mampu berfikir
abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunya citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan pengungkapan kebebasan diri (Pinem,
2009).
2.2.2 Ciri- Ciri dan Tugas Perkembangan Remaja
2.2.2.1 Ciri-Ciri Remaja
1. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik yang terjadi pada remaja berkaitan dengan pertumbuhan
dan kematangan seksual. Tugas yang harus dilakukan oleh remaja terkait dengan
pertumbuhan fisik adalah bagaimana menerims keadaan fisik sebagai hasil dari
pertumbuhan alami secara arif dan bijaksana dan tidak berbuat ke arah destruktif
(tindakan buruk) dari keadaan fisik tersebut. Sebaliknya bila pertumbuhan fisik
sesuai dengan harapan dirinya dan lingkungan, juga tidak menjadikan dirinya
berlaku sombong, angkuh dan melampaui batas (Irianto, 2014).

19

Universitas Sumatera Utara

2. Perkembangan seksual
Tanda perkembangan seksual pada pria diantaranya adalah perkembangan
kelenjar keringat, pertumbuhan penis dan buah zakar, alat produksi spermanya
mulai berproduksi, mengalami mimpi basah yang pertama tanpa sadar
mengeluarkan sperma, lehernya menonjol buah jakun, terjadinya ereksi dan
ejakulasi, dada lebih lebar,tumbuh kumis di atas bibir, jambang dan rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak. Sedangkan tanda seksual pada wanita ditandainya
dengan datangnya menstruasi, pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina,
tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak, dan payudara membesar (Irianto,
2014).
3. Cara berpikir kausalitas
Remaja juga sudah mulai menunjukkan cara berfikir kausalitas, yang
menyangkut hubungan sebab-akibat dan berfikir kritis (Irianto, 2014).
4. Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan
keadaan hormon. Emosi yang meluap-luap itu dapat mendorong remaja
melakukan tindakan yang melampaui batas kepatutan dan kewajaran. Emosi
remaja lebih kuat dan menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis.
Untuk itu remaja dituntut untuk dapat mengendalikan dan mengontrol emosi
(Irianto, 2014).
5. Bertindak menarik perhatian lingkungan
Tindakan remaja dalam menarik perhatian lingkungan ada yang
diwujudkan dalam bentuk tindakan positif seperti belajar dan berlatih dengan rajin

20

Universitas Sumatera Utara

dan sungguh-sungguh untuk menjadikan remaja berprestasi dalam bidang
akademik, seni, dan sastra. Namun, ada pula remaja yang melakukan tindakan
negatif dalam rangka menarik perhatian lingkungan, seperti melakukan tindakan
perkelahian, menyalahgunakan narkoba, tindakan seks bebas, dan sebagainya
(Irianto, 2014).
6. Terikat dengan kelompok
Masa remaja dalam kehidupan sosialnya lebih tertarik dengan kelompok
manusia yang sebaya dengannya. Bergabungnya remaja dalam kelompok “gang’’,
karena remaja beranggapan bahwa kelompok ini mau mengerti, mau menganggap
diri remaja dan menjadi tempat curhat serta tempat pelampiasan perasaan tertekan
dan saling tukar pengalaman (Irianto, 2014).
2.2.2.2 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
Kusmiran (2011) ada tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan baik
pada setiap periode perkembangan. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang
harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial.
Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang merupakan
tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku.
Adapun tugas perkembangan menurut Kusmiran (2011) pada remaja adalah
sebagai berikut: (a) Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan
tubuhnya secara efektif. (b) Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai
laki-laki atau perempuan). (c) Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan
teman sebaya, baik sejenis maupun lawan jenis. (d) Mengharapkan dan mencapai
perilaku sosial yang bertanggung jawab. (e) Mencapai kemandirian secara

21

Universitas Sumatera Utara

emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya. (f) Mempersiapkan
karier dan kemandirian secara ekonomi. (g) Menyiapkan diri (fisik dan psikis)
dalam menghadapi perkawinan dan kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan
kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup bermasyarakat dan untuk
masa depan (dalam bidang pendidikan atau pekerjaan). (i) Mencapai nilai-nilai
kedewasaan.
Adapun tugas perkembangan masa remaja lainnya menurut Irianto (2014)
yaitu: (a) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih
dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. (b) Memperoleh peranan
sosial. (c) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif. (d)
Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. (e) Mencapai kepastian akan
kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri. (f) Memiliki dan mempersiapkan diri
untuk suatu pekerjaan. (g) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan
keluarga. (h) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.
2.2.3 Menjadi Orang Tua di Usia Remaja
Menjadi orang tua pada masa remaja sering menimbulkan konflik antara
tugas perkembangan masa remaja dan tugas menjadi orang tua. Remaja yang
memiliki karakteristik berfokus pada diri sendiri dan kebutuhan diri, harus
bersikap empati pada bayi baru lahir, hal ini beresiko menimbulkan persaingan
antara remaja dan bayi untuk mendapatkan perhatian dari pasangan dan keluarga.
Remaja yang masih dalam tahap pembentukan identitas yaitu mengembangkan
peran dengan teman sebaya harus mengidentifikasi peran maternal, sehingga

22

Universitas Sumatera Utara

dapat menimbulkan seorang remaja menolak peran sebagai seorang ibu, tidak
bertanggung jawab terhadap bayi baru lahir dan marah pada bayi (Irianto, 2014).
Remaja juga masih dalam tahap pembentukan citra tubuh dan pembentukan
identitas seksual harus menerima perubahan citra tubuh akibat kehamilan,
persalinan, dan pasca partum. Hal ini menjadikan seorang remaja menolak
perubahan tersebut dan menolak untuk menyusui bayi baru lahir. Beberapa
konflik akibat tugas perkembangan masa remaja dan orang tua ini menjadikan
hubungan remaja dan bayi menjadi negatif (Pinem, 2011).
3. Studi Fenomenologis
Fenomenologi

adalah

suatu

ilmu

yang

memiliki

tujuan

untuk

menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain
penelitian

kualitatif dengan

memperoleh

data

yang

pendekatan

lebih

fenomenologi

komprehensif,

bertujuan

mendalam,

untuk

credible dan

bermakna. Selain itu, pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami
respon

seluruh

manusia

terhadap

suatu

atau

sejumlah

peristiwa

dan

memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami
beberapa individu dalam situasi yang dialami (Polit and Beck, 2012).
Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada
beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut.
Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Polit &
Beck, 2012).

23

Universitas Sumatera Utara

Didalam studi fenomenologi menurut (Polit & Beck, 2012) sumber data
utama berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara
peneliti

dan

partisipan

dimana

peneliti

membantu

partisipan

untuk

menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui
perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi
sebanyak mungkin dari partisipan.
Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah
banyak. Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit.
Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria
yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).
Collaizi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa ada tujuh
langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa tersebut
meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan
mereka; (b) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan; (c)
menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan; (d) mengelompokkan
makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema; (e) mengintegrasikan
hasil kedalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi lengkap dari
fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin; (g)
memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi
akhir .

24

Universitas Sumatera Utara

Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk
memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data
divalidasi dengan lima kriteria, yaitu:
Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data
dan informasi yang dikumpulkan dengan melakukan member checking dan
prolonged engangement.
Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa
hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek
lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas
eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan
dalam situasi lain.
Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan
data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi
untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah
proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak.
Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan
kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.
Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan
berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika partisipan

25

Universitas Sumatera Utara

menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan. Penelitian memiliki
keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang
digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan
yang meningkat sesuai masalah yang digambarkan.

26

Universitas Sumatera Utara