Analisa Hasil Pengelasan Smaw Pada Stainless Steel Aisi 304 Dengan Variasi Arus dan Diameter Elektroda

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja
2.1.1 Sejarah Baja
Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan
beberapa elemen lainnya, termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja
berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Elemen berikut ini
selalu ada dalam baja: karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil
oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan
untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan,
nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium. Dengan
memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis
kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur
pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice)
atom besi. Baja karbon ini dikenal sebagai baja hitam karena berwarna hitam,
banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya sabit dan cangkul.
Sebelum diperkenalkannya metode produksi Bessmer dan berbagai teknik
produksi modern lainnya, baja termasuk material yang mahal dan hanya
digunakan ketika tidak ada material alternatif yang lebih murah, khususnya untuk
bagian tajam dari pisau, alat pencukur, dan pedang, dan berbagai alat perkakas
yang membutuhkan bagian yang keras dan tajam. Baja pada saat itu juga

digunakan untuk pegas, termasuk pegas yang digunakan pada jam.
Dengan berkembangnya metode produksi yang lebih cepat dan ekonomis,
baja menjadi lebih mudah didapat dan menjadi jauh lebih murah. Baja telah
menggantikan penggunaan bongkah besi dalam berbagai hal. Pada abad 20
dengan ditemukannya plastik, penggunaan baja untuk beberapa aplikasi dapat
tergantikan, dikarenakan plastik lebih murah dan lebih ringan. Fiber karbon juga
menggantikan baja untuk berbagai aplikasi yang lebih memprioritaskan berat
yang ringan daripada harga ekonomis, seperti pada pesawat terbang, peralatan
olah raga dan kendaraan mewah.

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sifat-sifat Baja
Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi baqhan
bangunan yang sangat berharga. Beberapa sifat baja yang penting adalah:
• Kekuatan.

Baja mempunyai daya tarik,lengkung, dan tekan yang sangat besar. Pada
setiap partai baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya kekuatan baja itu.

Pabrikan baja misalnya, memasukan satu partai baja batangan dan mencatumkan
pada baja itu Fe 360. di sini Fe menunjukan bahwa partai itu menunjukkan daya
kekuatan (minimum) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan
istilah tersebut adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1
mm2 sebelum baja itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360
N/mm2. dahulu kita mencantumkan daya tarik baja itu Fe 37, karena daya
tariknya adalah 37 kgf/mm2. karna smengandung sedikit kadar karbon, maka
semua jenis baja mempunyai daya tarik yang kuat. Oleh karna daya tarik baja
yang kuat maka baja dapat menahan berbagai tegangan, seperti tegangan lentur.


Kekerasan
Baja itu sangat keras sekali sehingga sebagai bahan konstruksi, baja

mungkin saja untuk digunakan berbagai tujuan. Apabila untuk produk-produk
baja tertentu ada suatu keharusan,maka bisa saja baja itu, dengan cara
dipanaskan,dibuat luar biasa kerasnya.


Ketahanan terhadap korosi

Tanpa perlindungan, baja sangat cepat berkarat. Untung saja baja

diberikan perlindungan yang sangat efektif dengan berbagai cara.


Perawatan dengan panas
Kekerasan yang lebih besar adalah sangat penting untuk benda-benda

tertentu yang dibuat dari baja. Yang dimaksud dari kekerasan suatu bahan adalah
ketahananannya terhadap bisa atau tidak dimasuki oleh bahan lain. Untuk dapat
mencapai kekerasan yang tinggi, maka diperlukan sistim perawatan dengan panas
khusus yang disebut ‘pengerasan’ . sebuah benda baru dapat dikuatkan sesudah
benda itu diproduksikan. Ada beberapa cara untuk mengeraskan:
- Mengeraskan secara mendalam:Benda dari baja baik bagian luar maupun
bagian dalam dibuat menjadi sangat keras.

7
Universitas Sumatera Utara

- Mengeraskan permukaan :Hanya bagian luar saja yang keras sedangkan bagian

intinya tidak.


Pengerasan yang mendalam
Pada pengerasan mendalam, benda yang sudah terbentuk, dipanaskan

dengan temperature yang cukup tinggi. Kemudian dengan cepat didinginkan;
tindakan ini disebut ‘mengejutkan’baja. Pendinginan ini bisa dilakukan di dalam
air,minyak atau udara. Benda itu menjadi keras bukan hanya bagian luar saja,
tetapi juga intinya menjadi keras benar. Dengan cara ini baja baja menjadi cepat
rapuh; berarti baja itu dapat cepat patah. Kita semua paham betapa mudah
patahnya ulir mata bor dari baja yang berukuran kecil.


Pengerasan permukaan
Untuk peralatan-peralatan tertentu hanya bagian luarnya saja yang harus

dikeraskan. Untuk dapat menerima tekanan yang besar, inti benda ini harus tetep
lentur. Hal ini dapat dicapai dengan hanya mengeraskan bagian permukaan dari
benda tersebut. Pengerasan permukaan dipakai pada poros engkol (crankshaft),

kopling akar,cacing,roda cacing, dan gigi cacing.


Tempering
Tempering adalah memanaskan baja yang sudah diperkeras dengan

temperature yang cukup rendah (180oC), diikuti dengan pendinginan secara
perlahan-lahan. Tempering dilakukan dengan tujuan memberikan struktur yang
lebih merata pada bahan itu. Lewat proses ini maka baja yang telah diperkeraskan
tadi hanya sedikit saja yang diperlunak, tetapi baja itu menjadi tidak begitu rapuh.
Karena tempering, produk tersebut menjadi terhindar dari perubahan bentuk
(pertambahan isi) sebagai kibat proses pengerasan. Hal ini, terutama ukuran akhir
dan semacamnya sangat penting untuk alat pengukur yang tepat seperti caliber.

2.1.3 Jenis – jenis Baja
Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu :
• Baja karbon (Carbon steel)
• Baja paduan (Alloy steel)
1) Baja Karbon (carbon steel)
Baja karbon dapat terdiri atas :


8
Universitas Sumatera Utara

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)
Machine, machinery dan mild steel (0,05 % – 0,30% C ) Sifatnya mudah
ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:
• 0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,
screws, nails.
• 0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel )
• Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
• Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
Penggunaan:


0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.




0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,
screwdrivers.



0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50
% C.
2) Baja Paduan (Alloy steel)
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:


Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik
dan sebagainya).



Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.




Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan
reduksi).



Untuk membuat sifat-sifat spesial.

Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:


Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 % .



Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %.




High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %.

Baja paduan juga dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus
(special alloy steel) &high speed steel.

9
Universitas Sumatera Utara

3) Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel,
chromium,

manganese,

molybdenum,

tungsten

dan


vanadium.

Dengan

menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan
merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan
ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).
4) High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel
Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong
seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut
High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat
dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan
harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel.
Jenis Lainnya:


Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:




Baja tahan garam (acid-resisting steel)



Baja tahan panas (heat resistant steel)



Baja tanpa sisik (non scaling steel)



Electric steel



Magnetic steel



Non magnetic steel



Baja tahan pakai (wear resisting steel)



Baja tahan karat/korosi

Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan komposisi
kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:


Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)



Baja karbon perkakas (carbon tool steel)



Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)



Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)



Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.4

Baja Stainless
Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5%

Cr. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50%
Fe. Karakteristik khusus baja stainless adalah pembentukan lapisan film kromium
oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat,tidak mudah pecah dan tidak terlihat
secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat membentuk kembali jika
lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan baja stainless didasarkan
dengan sifat-sifat materialnya antara lain ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik,
dan biaya produk. Penambahan unsur-unsur tertentu kedalam baja stainless
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Penambahan Molibdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan korosi
pitting dan korosi celah
2. Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium atau
niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada material yang mengalami
proses sensitasi.
3. Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan
membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi temperatur
tinggi.
4. Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam
media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga meningkatkan keuletan dan
mampu bentuk logam. Penambahan nikel meningkatkan ketahanan korosi
tegangan.
5. Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida pada
temperature tinggi.

2.1.4.1 Baja Stainless Martensitik.
Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur
martensit body-centered cubic (bcc) terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan.
Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan
korosi di lingkungan kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar
antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon
dijaga agar mendaptkan struktur martensit saat proses pengerasan. Karbida

11
Universitas Sumatera Utara

berlebih meningkatkan ketahanan aus. Unsur niobium, silicon,tungsten dan
vanadium ditambah untuk memperbaiki proses temper setelah proses pengerasan.
Sedikit kandungan nikel meningkatkan ketahan korosi dan ketangguhan.

2.1.4.2 Baja Stainless Ferritik
Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (bcc). Unsur kromium
ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit. Kandungan kromium umumnya
kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur molybdenum, silicon,
aluminium, titanium dan niobium. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki
sifat mesin. Paduan ini merupakan ferromagnetic dan mempunyai sifat ulet dan
mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah
dibandingkan baja stainless austenitic. Kandungan karbon rendah pada baja
ferritik tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.
Tingkat kekerasan beberapa tipe baja stainless ferritik dapat ditingkatkan
dengan cara celup cepat. Metode celup cepat merupakan proses pencelupan banda
kerja secara cepat dari keadaan temperature tinggi ke temperature ruang. Sifat
mampu las, keuletan, ketahanan korosi dapat ditingktakan dengan mengatur
kandungan tertentu unsur karbon dan nitrogen.

2.1.4.3 Baja Stainless Austenitik
Baja Stainless austenititk merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang
mengandung 16-20% kromium, 7-22%wt nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini
merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (fcc).
Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalampaduan diganti
mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Fasa
austenitic tidak akan berubah saat perlakuan panas anil kemudian didinginkan
pada temperatur ruang. Baja stainless austenitik tidak dapat dikeraskan melalui
perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga
sifat asutenitik pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan
korosi lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit.
Baja stainless austenitic hanya bisa dikeraskan melalui pengerjaan dingin.
Material ini mempunyai kekuatan tinggi di lingkungan suhu tinggi dan bersifat

12
Universitas Sumatera Utara

cryogenic. Tipe 2xx mengandung nitrogen, mangan 4-15,5%wt, dan kandungan
7%wt nikel. Tipe 3xx mengandung unsur nikel tinggi dan maksimal kandungan
mangan 2%wt. Unsur molybdenum, tembaga, silicon, aluminium,titanium dan
niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti ketahanan korosi
sumuran atau oksidasi. Sulfur ditambah pada tipe tertentu untuk memperbaiki
sifat mampu mesin.
Salah satu jenis baja stainless austenitic adalah AISI 304. Baja austenitic
ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic) dan merupakan
baja dengan ketahanan korosi tinggi. Komposisi unsur – unsur pemadu yang
terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan
korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%wt. Kadar
kromium berkisar 18-20%wt dan nikel 8-10,5%wt yang terlihat pada Tabel 1.
Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk
meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisai
sensitasi akibat proses pengelasan.
Tabel 2.1 Komposisi kimia stainless steel AISI 304
Unsur

%wt

C

0,08

Mn

2

P

0,45

S

0,03

Si

0,75

Cr

18-20

Ni

8-10,5

Mo

0

Ni

0,10

Cu

0

Fe

Balance

Komposisi kandungan unsure dalam baja AISI 304 tersebut diperoleh sifat
mekanik material yang ditunjukan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Sifat mekanikstainless steel AISI 304

13
Universitas Sumatera Utara

Poison

Tensile

Yield

Elong

Hard

Mod

Density

0,27-0,30

515

205

40

88

193

8

Keterangan :
Poison : Rasio Poison
Tensile : Tensile strength (MPa)
Yield : Yield Strength (MPa)
Elong : elongation %
Hard : Kekerasan (HVN)
Mod : Modulus elastisitas (GPa)
Density : berat jenis (Kg/m3)

Tabel 2.3 Sifat fisik dan listrik stainless stell AISI 304 pada kondisi annealed
Thermal

Thermal konduktivitas

Spesific heat

Resistivitas

ekspansi

(W/m-K)

(J/kg-K)

(10-9W-m)

16,2

500

720

(10-6/ºC)
17,2

2.1.4.4 Baja Stainless Dupleks
Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferrite (bcc) dan austenit.
Umumnya paduan-paduan didesain mengandung kadar seimbang tiap fasa saat
kondisi anil. Paduan utama material adalah kromium dan nikel, tapi nitrogen,
molybdenum,tembaga,silicon dan tungsten ditambah untuk menstabilkan struktur
dan memperbaiki sifat tahan korosi. Ketahanan korosi baja stainless dupleks
hampir sama dengan baja stainless austenitik. Kelebihan baja stainless dupleks
yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih
baik dari pada baja stainless austenitik. Ketangguhan baja stainless dupleks antara
baja austenitic dan ferritik.

2.1.4.5 Baja Stainless Pengerasan Endapan
Jenis baja ini merupakan paduan unsure utama kromium-nikel yang
mengandung unsur precipitation-hardening antara lain tembaga, aluminium, atau

14
Universitas Sumatera Utara

titanium. Baja ini berstruktur austenitic atau martensitik dalam kondisi anil.
Kondisi baja berfasa austenitic dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa
martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan
endapan pada struktur martensit.

2.2 Pengelasan
2.2.1 Sejarah Pengelasan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah

dapat diketahui bahwa

teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya
pematrian timbal-timah menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan
dipraktekan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000SM. Sumber energi
panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu
atau arang. Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang
sangat rendah maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan
lebih lanjut.
Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi
pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan
yang mutakhir. Cara-cara dan teknik pengelasan yang banyak digunakan pada
waktu ini seperti las busur,las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada
umumnya diciptakan pada akhir abad ke-19.
Alat-alat busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam
praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam penggunaan yang pertama ini
Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Dengan
mendekatkan elektroda kelogam induk atau logam yang akan dilas sejarak kirakira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses
pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari
logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.
Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang
baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.
Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya
elektromagnit sehingga terjadi semburan busur yang kuat.

15
Universitas Sumatera Utara

Slavianoff dalam tahun 1892 adalah orang pertama yang menggunakan
kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh
busur listrik yang terjadi. Dengan penemuan ini maka elektroda di smping
berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik juga berfungsi sebagai
logam pengisi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las
menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan
terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur dengan
elektroda terbungkus yang sangat luas penggunaanya pada waktu ini.
Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai
sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi kemajuan dalam bidang
las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan
yang ketiga yang masih terus berlangsung terus sampai sekarang. Selama masa
keemasan yang ketiga ini telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan
dingin, las listrik terak, las busur dengan perlindungan gas CO2, las gesek, las
ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak lagi
lainnya. Jumlah penemuan pada tahun-tahun tertentu dan jenis pengelasan yang
ditemukan dipergunakan dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih
memerlukan perbaikanyang mungkin dalam waktu yang dekat akan menjadi lebih
bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan
teknologi las.

16
Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.1 Perkembangan cara pengelasan (Wiryosumarto,2004)

2.2.2 Pengertian las
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa
las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan
energi panas. Pada waktu itu telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan
termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang
disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari
logam yang disambungkan.
Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah
logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan
tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas.
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau
logamyangdipanaskan.
Mengelas

bukan hanya

memanaskan

dua bagian

benda

sampai

mencairdanmembiarkanmembekukembali,tetapimembuatlasanyangutuh
dengancaramemberikanbahantambahatauelektrodapadawaktudipanaskan sehingga
mempunyai

kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan

sambunganlasdipengaruhibeberapafaktorantaralain:prosedurpengelasan,
bahan,elektrodadanjeniskampuh yangdigunakan.

2.2.3 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan
Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang
digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan
dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada
waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara
kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama
membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya,
sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok
seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan

17
Universitas Sumatera Utara

klasifikasiyang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan
terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.
Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi
berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini
pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :


Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan
sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas
yang terbakar.



Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan
kemudian ditekan hingga menjadi satu.



Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan
dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah.
Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan klasifikasi dalam tabel tersebut, beberapa cara pengelasan yang
banyak dilaksanakan pada waktu ini diterangkan lebih terperinci dalam pasalpasal berikut.

18
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Klasifikasi Cara Pengelasan

2.2.4 LasSMAW(ShieldedMetalArcWelding)
Las tistrik ini menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambah.
Busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan
mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar. Selaput elektroda yang
turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung
elektroda, kawah Ias, busur Iistri dan daerah Ias di sekitar busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan menutupi
permukaan Ias yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.
Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pemanasan
dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda
kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan
berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama

19
Universitas Sumatera Utara

pengelasan

akan

mengalami

pencairan

bersama

denganlogaminduk

danmembekubersamamenjadi bagiankampuhlas.
Prosespemindahanlogamelektrodaterjadipadasaatujungelektroda

mencair

dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila
digunakan

arus

listrik

besar

maka

butiran

logam

cair

yang

terbawamenjadihalusdansebaliknyabilaaruskecilmakabutirannyamenjadi besar.
Pola pemindahan

logam

cair sangat

mempengaruhi sifat

mampu

darilogam.Logammempunyaisifatmampulasyangtinggibilapemindahan

las

terjadi

dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar
kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang
digunakan

untuk

membungkus

elektroda

selama

pengelasan mencairdan

membentuk terakyangmenutupilogamcairyangterkumpuldi tempat sambungan dan
bekerja sebagai penghalang oksidasi

Gambar2.3LasSMAW(Wiryosumarto,2004)

2.2.5

Prinsip Kerja Las Listrik
Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun

logam, menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang
terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi
yang dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan
listrik (E) dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas
joule, atau kalori seperti rumus dibawah ini :
H=ExIxt

20
Universitas Sumatera Utara

dimana :
H = Panas Dalam Satuan Joule.
E = Tegangan Listrik Dalam Volt.
I = Kuat Arus Dalam Amper.
t = Waktu Dalam Detik.

A. Las Listrik Dengan Elektroda Karbon (Carbon Arc Welding)
Carbon

Arc

Welding

mungkin

adalah

proses

las

listrik

yang

dikembangkan pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali
dilakukan pada tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan
busur karbon sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya.
Dalam eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif.
Walaupun kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah.
Carbon

ArcWelding

adalah

proses

untuk

menyatukan

logam

dengan

menggunakan panas dari busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang
pengisi (filler metal) dipakai jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan
dalam

pembuatan

aluminium

dan

besi.

Mula-mula

elektroda

kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas, sehingga terjadi aliran arus
listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. Panas pada
busur bisa mencapai 5.5000 C. Sumber arusnya bias DC maupun AC. Dengan
menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bias dipakai secara manual
ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya arus, bila penggunaan
arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin (WaterCooled). Dan sebaliknya
bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan udara bebas (Air cooled).
Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam
walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang
digunakan.
Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas
sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas.
Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh
berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda

21
Universitas Sumatera Utara

yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu: elektroda polos,
elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal.
Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan
elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda
fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini
berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat
pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada
proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai
fungsi :
1. Membentuk lingkungan pelindung.
2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam
cair.
3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.
Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan
arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus
bolak-balik lebih cepat.

B. Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)
Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan
pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa
pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung,
busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O2 dan
N2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan
menjadi rapuh dan lemah. Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari
busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan
logam induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama.
lapisan (pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.
Fungsi Fluks ini antara lain:
- Melindungi logam cair dari lingkungan udara.
- Menghasilkan gas pelindung
- Menstabilkan busur
- Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn).

22
Universitas Sumatera Utara

C. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)
Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang
diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli.
Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff
dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur
rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur
melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal
diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya
terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak
kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping
itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk
memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal
tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las
ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan
tetap.
Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan
pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang
busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan
tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan
polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan
untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan
eletroda lebih dari satu.

2.2.6

Klasifikasi Kawat Elektroda dan Fluksi

2.2.6.1 Kawat Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik
menurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E
XXXX yang artinya sebagai berikut :
E menyatakan elaktroda busur listrik
XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan
Ib/in2 ( lihat table ).

23
Universitas Sumatera Utara

X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan segala
posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.
X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai
untuk pengelasan.
Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai
perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti
dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat
inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenisjenis selaput fluksi pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (CaCO3),
titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi,
besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda,
untuk tiap jenis elektroda. Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai
50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan,
selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang
melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar.
Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat
mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan
membeku melapisi permukaan las yang masih panas.

2.2.6.2 Fluksi
Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari
udara bebas serta menstabilkan busur.
Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya :
- Fused Fluksi.
- Bonded Fluksi.
A). Fused Fluksi
Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan,
kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak
yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan :
- Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal
kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan.

24
Universitas Sumatera Utara

- Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan – percikan
yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi
kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang
memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut.

B). Bonded Fluksi
Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiranbutiran material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy,
water glass sebagai pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus.
Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang
berputar pada temperature 6000 – 8000oC.

2.2.7

Siklus Thermal Daerah Lasan ( Heat Affected Zone )
Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000: 56), daerah lasan terdiri dari

3 bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas ( HAZ ) dan logam induk
yang tak terpengaruhi.
1. Logam Las
Menurut Widharto (2013: 455), logam las adalah perpaduan antara bahan
pengisi (filler metal) dengan logam induk yang kemudian setelah membeku
membentuk jalur las.
Logam didaerah pengelasan mengalami siklus termal yakni pencairan kemudian
pembekuan. Kondisi ini menyebabkan perubahan struktur mikro dari logam yang
bersangkutan.

Gambar 2.4 Arah Pembekuan dari Logam Las (Wiryosumarto dan Okumura
2000: 57)

25
Universitas Sumatera Utara

Pada Gambar 2.4 ditunjukkan secara skematik proses pertumbuhan dari kristalkristal logam las yang berbentuk pilar. Titik A dari gambar tersebut adalah titik
mula dari struktur pilar yang selalu terletak dalam logam induk. Titik ini tumbuh
menjadi garis lebur dengan arah yang sama dengan gerakan sumber panas. Pada
garis lebur sebagian dari logam dasar turut mencair dan selama proses pembekuan
logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang sama
(Wiryosumarto dan Okumura 2000: 57).

2. Logam Induk
Menurut Widharto (2013: 456), logam induk adalah bagian logam yang
jauh dari bagian las sehingga tidak terpengaruh oleh suhu panas las dan tetap
dalam struktur mikro dan sifat semula.

Gambar 2.5 Bagian las (Widharto 2013: 456)

Menurut Aisyah (2013: 21), baja hypoeutectoid memiliki struktur mikro
yang terdiri dari butiran kristal ferrite dan pearlite. Ferrite adalah suatu komposisi
logam (fasa) yang mempunyai kandungan karbon 0,025 % pada suhu 723oC,
struktur kristalnya Body Center Cubic (BBC) dan pada suhu kamar mempunyai
batas kelarutan karbon 0,0008 %. Pearlite. Ferrite adalah suatu komposisi logam
(fasa) yang mempunyai kandungan karbon 0,025 % pada suhu 723oC, struktur
kristalnya Body Center Cubic (BBC) dan pada suhu kamar mempunyai batas
kelarutan karbon 0,0008 %. Pearlite adalah campuran eutectoid antara ferrite
dengan cementite yang terbentuk pada suhu 723oC dengan kandungan karbon
0,83 %. Cementite adalah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan
perbandingan tertentu (Fe3C) dengan struktur kristalnya orthohombik.

26
Universitas Sumatera Utara

3. Heat Affected Zone (HAZ)
Menurut Sonawan dan Suratman (2006: 66), pemanasan lokal pada
permukaan logam induk selama proses pengelasan menghasilkan daerah
pemanasan yang unik, artinya disetiap titik yang mengalami pemanasan itu
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada pengelasan busur listrik,
permukaan logam yang berhubungan langsung dengan busur listrik akan
mengalami pemanasan paling tinggi yang memungkinkan daerah tersebut
mencapai titik cairnya.
Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000: 56), daerah terimbas panas
atau HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama
proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat.
Ada tiga titik berbeda yang terdapat di daerah HAZ. Titik satu dan dua
menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit, daerah ini
disebut dengan daerah transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja
mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik
tiga menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa ferit dan
austenit, daerah ini disebut denagn daerah transformasi sebagian yang artinya
struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit+austenit
(Sonawan dan Suratman, 2006: 71).

Gambar 2.6 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan (Sonawan dan
Suratman, 2006: 72)

Perubahan metalurgi yang paling penting dalam pengelasan adalah
perubahan struktur mikro pada HAZ maupun daerah las. Perubahan struktur mikro

27
Universitas Sumatera Utara

yang terjadi akan menentukan sifat mekanik pada sambungan las, seperti kuat
tarik dan kekerasnnya (Aisyah 2011: 16).

2.2.8

Desain Sambungan Las
Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor

yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk
menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja,
dengan demikian kekuatan las akan terjamin. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah:
1. Ketebalan benda kerja.
2. Jenis benda kerja.
3. Kekuatan yang diinginkan.
4. Posisi pengelasan.
Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis
sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa
sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban
dinamis, atau keduanya).
Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka
terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:
1. Kampuh V Tunggal
Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan
ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk
menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis
dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.
2. Kampuh Persegi
Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan
tertutup dan sambungan terbuka.Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak
kuat untuk beban tekuk.
3. Kampuh V Ganda
Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi
beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan
sekecil mungkin.dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.

28
Universitas Sumatera Utara

4. Kampuh Tirus Tunggal
Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar.Sambungan ini
lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V.
Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.
5. Kampuh U Tunggal
Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka.Sambungan ini lebih
kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas
tinggi.Dipakai pada ketebalan
12 mm-25 mm.
6. Kampuh U Ganda
Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka,
sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan
ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.
7. Kampuh J Ganda
Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan
sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan.
Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka.

Gambar 2.7 Jenis-jenis sambungan las (Wiryosumarto, Harsono 2004)

29
Universitas Sumatera Utara

2.2.9 Parameter Pengelasan
Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan masalah
yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan las SMAW, oleh
karena itu kombinasi dari Arus listrik (I) yang dipergunakan dan Tegangan (V)
harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang
dipakai.
1. Pengaruh dari Arus Listrik (I)
Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan
meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan
meningkat 2 mm per 100A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100A.

Gambar 2.8 Pengaruh Arus Listrik

2. Pengaruh dari Tagangan Listrik (V)
Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses
pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material
yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan
mengurangi penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan
meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 volt tegangan.
3. Pengaruh Kecepatan Pengelasan
Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit, setiap
pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding
Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang.
Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan las
yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal,
hal ini dikarenakan over heat.
4. Pengaruh Polaritas arus listrik (Alternating Curret atau Direct Current)

30
Universitas Sumatera Utara

Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan tipe
arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda
negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi.
Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan
kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu
cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan
arus AC harus memakai fluks yang khusus.
Arus adalah aliran pembawa muatan listrik,simbol yang digunakan adalah
huruf besar I dalam satuan ampere. Pengelasan adalah penyambungan dua logam
dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah
titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa
logam pengisi yang dimaksud dengan arus paengelasan disini adalah aliran
pembawa muatan listrik dari mesin las yang digunakan untuk menyambung dua
logam dengan mengalirkan panas ke logam pengisi atau elektroda. Hubungan
diameter elektroda dengan arus pengelasan menurut Howard BC,1998 dapat
dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan
Diameter Elektroda (mm)

Arus (Ampere)

2,5

60-90

2,6

60-90

3,2

80-140

4,0

150-190

5,0

180-250

2.3 Pengujian Hasil Pengelasan
.2.3.1 Uji Kekerasan
Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai
kemampuansuatubahanterhadappembebanandalamperubahanyangtetap.
kekerasan

bahan

tersebut

dapat

dianalisis

dari

besarnya

Harga

pembebanan

yangdiberikanterhadapluasanbidang yangmenerima pembebanan.
Pengujiankekerasanlogaminisecaragarisbesarada3jenisyaitucara

goresan,

penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam

31
Universitas Sumatera Utara

memperoleh

angka

kekerasan

yaitu

penekanan.

Penentuan

kekerasan

penekananada3carayaituBrinell,Vickers,danRockwell.Padapenelitianini digunakan
cara kekerasan Rockwell
Rockwell ( HR/RHN ), adalah metode pengujian kekerasan dalam bentuk
daya tahan terhadap identor dalam bentuk bola baja ataupun kerucut intan yang di
tekankan pada permukaan material uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai
kekerasan dengan menentukan nilai kekerasan Rockwell di jelaskan pada gambar
4. Yaitu pada langkah 1, benda uji di tekan oleh identor pada beban dengan beban
minor ( Minor Load F0 ), setelah itu di tekan dengan beban mayor ( Mayor Load
F1 ) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor di ambil sehingga yang
tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini identor di tahan seperti pada
kondisi pada saat total load F yang terlihat pada gambar 4. Akan tetapi pada
penelitian ini yang di gunakan adalah pengujian kekerasan dengan metode
Rockwell, karena cocok untuk semua material yang keras dan dan lunak dan
metode ini lebih sederhana karna penekanannya dapat dengan leluasa.

Gambar 2.9 Prinsip Kerja Metode Kekerasan Rockwell

Dimana:
F0 = beban minor ( load minor ) (kgf)
F1 = beban mayor ( load major ) (kgf)
F = total beban ( kgf )
e = jarak antara kondisi 1 dengan kondisi 3 yang di bagi dengan 0,002 mm
E = jarak antar identor saat di beri minor load dan zero referense line yang untuk
tiap jenis identor yang berbeda-beda
HR = besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

32
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5Rockwell Hardness Scales
Scale

A

Indentor

Diamond

F0

F1

(kgf)

(kgf)

10

50

F (kgf)

E

Jenis Material Uji

60

100

Exremely

hard

materials,

tugsen

cone

carbides, dll
B

1/16"

10

90

100

130

Medium
materials,

steel ball

hard
low

dan

medium carbon steels,
kuningan,

perunggu,

dll
C

Diamond

10

140

150

100

cone

Hardened

steels,

hardened and tempered
alloys

D

Diamond

10

90

100

100

cone
E

1/8" steel

tembaga
10

90

100

130

ball
F

1/16"

Annealed kuningan dan

Berrylium

copper,

phosphor bronze, dll.
10

50

60

130

Alumunium sheet

10

140

150

130

Cast iron, alumunium

steel ball
G

1/16"
steel ball

H

1/8" steel

alloys
10

50

60

130

ball
K

1/8" steel

Plastik dan soft metals
seperti timah

10

140

150

130

Sama dengan H scale

10

50

60

130

Sama dengan H scale

10

90

100

130

Sama dengan H scale

10

140

150

130

Sama dengan H scale

ball
L

1/4" steel
ball

M

1/4" steel
ball

P

1/4" steel
ball

33
Universitas Sumatera Utara

R

1/2" steel

10

50

60

130

Sama dengan H scale

10

90

100

130

Sama dengan H scale

10

140

150

130

Sama dengan H scale

ball
S

1/2" steel
ball

V

1/2" steel
ball

2.3.2

Photo Mikro (Metalografi)

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui
pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa
mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan
logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan
komposisi.Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat
mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari
logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses
perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.Pengamatan
metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagidua, yaitu : metalografi makro
yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali dan metalografi mikro
yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

Gambar 2.10 Alat Uji PhotoMikro (Mikroskop optic)

Gambar diatas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk
mengambil gambar dari spesimen yang di uji dengan ukuran 200 x pembesaran
(metalografi).

34
Universitas Sumatera Utara

Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material,
terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya
harus ada data pembanding antara data mikro struktur yang di dapat dari
percobaan dengan data mikro struktur yang sebenarnya dari suatu material yang
dijadikan benda uji. Pada pengamatan stuktur mikro digunakan mikroskop optic
dimana pada alat terdapat bagiana-bagian penting yaitu :


Filter Cahaya

Filter cahaya berfungsi untuk menaikkan kontras dari batas butir maupun
keadaan fasa tertentu dengan cara membedakan warna.



Lensa Kondesor

Lensa kondesor berfungsi sebagai alat pemantul sinar dan memperbaiki
kontras bayangan.



Lensa Reflektor

Lensa reflektor befungsi untuk memantulkan cahaya dari lensa kondesor ke
spesimen.



Lensa Objektif

Lensa objektif berfungsi untuk mengumpulkan sinar yang dipantulkan dari
spesimen.



Lensa Okuler

Lensa okuler berfunsi untuk meneruskan pantulan sinar spesimen sehingga
dapat dilihat mata.Untuk mengukur besar butir logam,lensa okuler dilengkapi
dengan grid yang sesuai dengan standart ASTM

2.4 Cacat Pada las


2.4.1Jenis Cacat Permukaan Las
Lubang Jarum (Pin Hole)

Sebab : Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan
belerang dalam bahan
Akibat : Kemungkinan bocor di lokasi cacat
Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli.

35
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Lubang jarum (Sri Widharto, 2007)
• Percikan Las (Spatter)
Sebab : Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir,
ampere capping terlalu tinggi
Akibat : Tampak jelek, mengalami karat permukaan.
Penanggulangan : Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda
tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk.

Gambar 2.12 Percikan Las (Sri Widharto, 2007)
• Retak (Crack)
Sebab : Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas
panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan
tanpa perlakuan panas yang benar.
Akibat : Fatal
Penanggulangan :Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung
retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100%
kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS.
Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada
36
Universitas Sumatera Utara

di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya
diganti.

Gambar 2.13 Retak (Sri Widharto, 2007)


Keropos (Porosity)

Sebab : Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus
dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas,
ampere capping terlalu besar.
Akibat : Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.
Penanggulangan : Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS.

Gambar 2.14 Keropos (Sri Widharto, 2007)


Muka Cekung (Concavity)

Sebab : Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan
las capping terlalu tinggi, elektrode terlalu kecil, bukaan sudut kampuh
terlalu besar.
Akibat : Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi
keretakan akibat tegangan geser.
Penanggulangan : Cukup di sempurnakan b