Pelanggaran Etika Jurnalisme Televisi (Analisa Wacana Kritis Pemberitaan Ledakan Sarinah Jakarta di Metro Tv)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang
paling besar peranannya dalam penelitian ialah teori (Singarimbun, 1995: 40).
Teori berguna untuk menjelaskan titik tolak atau landasan berfikir dalam
memecahkan masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat
pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah-masalah
penelitian yang akan disoroti (Nanawi, 2002: 40).
Fungsi teori dalam suatu riset penelitian adalah membantu peneliti dalam
menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat
perhatiannya (Kiryanto, 2007: 45). Teori yang relevan dengan penelitian ini
adalah: komunikasi dan komunikasi massa, televisi dan jurnalistik, media massa
dan televisi, media dan terorisme, analisis wacana kritis dan wacana Teun A. Van
Djik. Secara lebih rinci dapat dilihat pada uraian-uraian berikut ini.

2.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa
Kata komunikasi atau communication dalam bahas Inggris berasal dari
bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communio, communication dan
communicare yang berarti membuat sama (to make common). Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara

sama (Mulyana, 2005: 41).
Menurut Carl Hovland (Effendy, 2007: 10), komunikasi adalah sebuah
proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan menurut Lasswel komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu.
Dari begitu banyaknya pendapat tentang pengertian komunikasi, tujuan
komunikasi secara spesifik sebagai berikut (Effendy, 2007: 54):
1. Mengubah sikap (to change atitude).
2. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion).
22
Utara

Universitas Sumatera

3. Mengubah perilaku (to change behaviour).
4. Mengubah masyarakat (to change society).
Sedangkan fungsi komunikasi itu menurut Effendy (2007: 55) adalah
menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain),
mempengaruhi (to influence). Fungsi komunikasi tersebut sangat dibutuhkan
dalam kehidupan itu sendiri.

Secara sederhana komunikasi massa adalah menyiarkan informasi,
gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak
menggunakan media. Komunikasi massa biasanya menghendaki organisasi resmi
dan rumit melakukan operasinya.
Menurut Everst M. Rogers, media massa terbagi dalam dua bentuk, yakni
media massa modern dan media massa tradisional. Media massa modern antara
lain televisi, surat kabar, radio, film dan lain-lain. Media massa tradisional
meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain (Effendy,
2007: 79).
Komunikasi massa (mass comminication) yang dimaksudkan disini ialah
komunikasi massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi
luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan pada masyarakat umum dan filmfilm yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.
Karakteristik media massa menurut Onong Uchjana Effendy (2007: 81)
yaitu sebagai berikut:
a. Komunikasi massa bersifat umum
b. Komunikasi massa bersifat heterogen
c. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
d. Hubungan komunikator dan komunikan bersifat non-probadi.
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human
communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat

mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam sejarah
publisistik dimulai satu setengah abad setelah ditemukannya mesin cetak oleh
Johannes Guttenberg. Sejak saat itu dimulai suatu zaman yang dikenal dengan
zaman publisisitik atau awal era komunikasi massa. Sebaliknya zaman
sebelumnya dikenal dengan zaman pra-pulisistik (Umar, 2001: 1).
23
Utara

Universitas Sumatera

Istilah publisistik sering dipakai dalam arti yang identik dengan istilah
komunikasi massa. Lee dalam bukunya publisistik Pers mendefinisikan ilmu
publisistik sebagai ilmu kemasyarakatan yang mempelajari gejala komunikasi
massa.

2.2 Pers dan Jurnalistik
Istilah pers berasal dari istilah latin pressus yang artinya tekanan, atau
tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa
Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa Inggris press, sebagai sebutan
untuk alat cetak (Wahidin, 2007: 35). Pers mempunyai dua macam pengertian,

yakni dalam arti sempit dan arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa
cetak, seperti surat kabar, majalah, tabloid dan lain-lain, sedangkan pers dalam arti
luas ialah meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio, televisi
sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik.
Fungsi pers adalah sebagai berikut ini (Effendy, 2007: 93-95):
1. Menyiarkan informasi ( to inform)
Hal ini merupakan fungsi pertama dan utama karena khalayak
pembaca memerlukan informasi tentang berbagai hal di bumi.
2. Mendidik (to educated)
Mendidik artinya sebagai sarana pendidikan massa (mass
edication). Adapun isi dari media atau hal yang dimuat dalam
media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca.
3. Menghibur (to entertain)
Khalayak

pembaca

selain

membutuhkan


informasi

juga

membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4. Mempengaruhi (control social)
Tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada kejanggalankejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung. Hal ini tentu
berdampak pada kehidupan sosial. Pada fungsi inilah media
dimungkinkan menjadi kontrol sosial, karena isi media bersifat
mempengaruhi.
24
Utara

Universitas Sumatera

Jurnalistik ataupun jurnalisme berasal dari perkataan jurnal, artinya catatan
harian, ataupun catatan mengenai kejadian sehari-hari. Dari perkataan itu lahir
kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan kegiatan ataupun pekerjaan jurnalistik.
Secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita

mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada
khalayak (Effendy, 2007: 95).
Hubungan pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak
dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan dan penerangan. Artinya
adalah bahwa pers mempunyai hubungan erat. Televisi sebagia media komunikasi
massa tidak akan berguna apabila sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik.
Sebaliknya sebuah karya jurnalistik tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan
oleh pers sebagai medianya. Pers adalah media khusus yang digunakan dalam
mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak.
Pers selalu berhubungan dengan jurnalistik. Jurnalistik diibaratkan sebagai
bentuk komunikasinya, bentuk kegiatannya, isinya, sedangkan pers itu ialah
media dimana jurnalistik itu disalurkan. Pers dan jurnalistik merupakan dwi
tunggal. Pers tidak mungkin berorganisasi tanpa jurnalistik, sebaliknya jurnalistik
tidak mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa pers.
Fungsi pers berarti fungsi jurnalistik. Saat ini jurnalistik tidak sebatas
mengelola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi tayangan televisi. Karena
itu, fungsi pers tidak lagi hanya memberikan informasi, tetapi juga mendidik,
menghibur dan mempengaruhi khalayak melakukan kegiatan atau hal tertentu.
Jurnalisme sangat penting kapan dan dimanapun. Jurnalisme sangat dibutuhkan
khususnya untuk negara demokratis. Tidak peduli apapun perubahan yang terjadi

di masa depan baik sosial, ekonomi, politik maupun yang lainnya. Tidak dapat
dibayangkan akan ada saatnya ketika tidak seorangpun yang fungsinya mencari
berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan berita tersebut. Dan orang
yang melakukan pekerjaan jurnalistik disebut jurnalis (Kusumaningrat, 2007: 15).
Commite of Concered Journalist menyimpulkan sekurang-kurangnya ada
Sembilan elemen jurnalis yang harus dikembangkan (buku 9 elemen jurnalis Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel) yakni:

25
Utara

Universitas Sumatera

Jurnalisme

hadir

untuk

membangun


kewawargaan

(citizenship).

Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga negara. Jurnalisme ada untuk
demokrasi. Tujuan jurnalisme tidaklah ditentukan oleh tehnologi atau oleh
wartawan atupun tekhnik yang dipakai. “Tujuan utama jurnalisme ialah
menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup merdeka
dan mengatur diri sendiri.” Inilah elemen jurnalisme yang pertama.
Elemen jurnalisme yang kedua ialah “Loyalitas pertama jurnalisme kepada
warga.” Komitmen kepada warga lebih besar daripada egoisme profesional.
Wartawan punya kewajiban sosial yang sesekali bisa benar-benar berseberangan
dengan kepentingan utama majikan mereka, sekali pun disisi lain, kewajiban ini
justru merupakan tambang emas si majikan. Kesetiaan kepada warga ini adalah
makna yang disebut independensi jurnalistik.
Elemen jurnalisme yang ketiga ialah “Intisari jurnalisme adalah disiplin
verifikasi.” Praktik-praktik seperti mencari sekian saksi untuk sebuah peristiwa,
membuka sebanyak mungkin sumber berita dan meminta komentar dari banyak
pihak, semuanya ialah disiplin verifikasi. Disiplin verifikasi adalah ihwal yang

memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi atau seni. Hanya
jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi setepattepatnya.
Elemen jurnalisme yang keempat ialah “Wartawan harus tetap independen
dari pihak yang mereka liput.” Hal ini digambarkan dengan ‘semakin seorang
wartawan melihat dirinya sebagai peserta dalam peristiwa dan memiliki loyalitas
pada sumber, ia makin tidak bisa untuk betul-betul menganggap dirinya seorang
wartawan.
independensi,

Independensi ini terdiri dari: independensi pikiran, evolusi
independensi

dalam

praktik,

independensi

dikaji


ulang,

independensi dari kelas atau status ekonomi, independensi dari ras, etnis, agama
dan gender.
Elemen jurnalisme yang kelima ialah “Wartawan harus bertindak sebagai
pemantau independen terhadap kekuasaan.” Prinsip ini terbentuk dari akar-akar
yang begitu kuat, yakni akar reportasi investigatif. Pada saat ini fungsi sebagai
26
Utara

Universitas Sumatera

anjing penjaga tengah terancam dalam jurnalisme oleh penggunaannya yang
berlebihan. Digantikan dengan anjing penjaga palsu yang lebih ditujukan untuk
menyajikan sensasi dibanding pealyanan publik. Peran anjing penjaga terancam
oleh jenis baru konglomerasi perusahaan.
Elemen jurnalisme yang keenam ialah “Jurnalisme harus menghadirkan
sebuah forum untuk kritik dan komentar publik.” Semua bentuk medium yang
dipakai oleh wartawan sehari-hari bisa berfungsi menciptakan forum dimana
publik diingatkan akan masalah-masalah penting mereka sedemikian rupa

sehingga mendorong warga membuat penilaian dan mengambil sikap. Fungsi
forum pers ini bisa menghasilkan demokrasi.
Elemen jurnalisme yang ketujuh ialah “Wartawan harus membuat hal yang
penting menjadi menarik dan relevan.” Tugas wartawan adalah menemukan cara
membuat hal-hal yang penting menjadi menarik untuk setiap cerita dan
menemukan campuran yang tepat dari yang serius dan kurang serius yang ada
dalam laporan berita setiap hari. Jurnalisme adalah mendongeng sebuah tujuan.
Tujuannya ialah menyediakan informasi yang dibutuhkan orang dalam memahami
dunia.
Elemen jurnalisme yang kedelapan ialah “Wartawan harus menjaga berita
dalam proporsi dan menjadikannya komprehensif.” Jurnalisme ialah kartografi
modern. Ia menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk mengambil keputusan
tentang kehidupan mereka sendiri. Konsep kartografi ini membantu menjelaskan
apa yang menjadi tanggungjawab liputan jurnalistik.
Elemen jurnalistik yang kesembilan atau yang terakhir ialah “Wartawan
punya kewajiban terhadap hati nurani.” Jurnalisme ialah masalah karakter. Setiap
wartawan dari redaksi hingga direksi harus punya rasa etika dan tanggungjawab
personal

sebuah

panduan

moral.

Mereka

punya

tanggungjawab

untuk

menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain
melakukan hal serupa. Prinsip terakhir yang harus benar-benar dipahami
wartawan tentang pekerjaan mereka. Ini adalah prinsip yang paling sulit, tapi
inilah yang menyatukan semuanya.
27
Utara

Universitas Sumatera

2.3 Media massa dan televisi
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan
dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat
komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, televisi (cangara,2000: 8).
Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika
masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu:
a. Penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak
b. Pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder)
verbal vokal.
c. Pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video)
yang bersifat verbal visual vokal.
Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah
banyak dan tinggal di tempat jauh. Media massa banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film
bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi, dan rekreasi, atau
dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan (Effendy, 2007: 54).
Keuntungan

menggunakan

media

massa

adalah

media

massa

menimbulkan keserempakan, artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan
yang relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat
efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku komunikasi.
Komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusinya yang merupakan
pembawa pesan, koran, majalah, stasiun pemancar yang mampu menyampaikan
pesan ke jutaan orang nyaris serentak. Sebagai pranata sosial keberadaannya tidak
hanya membuahkan manfaat namun juga masalah: kontrol, pembatasan
pemerintah, sarana penunjang ekonomi dan lain-lain.
Harsono Suwardi mengatakan bahwa ada beberapa aspek dari media
massa yang membuat dirinya penting (Hamad, 2004: xv-xvi). Pertama, daya
jangkau yang luas dalam menyebarluaskan informasi, melewati batas wilayah
(geografis), kelompok umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan perbedaan
paham dan orientasi (psikografis). Dengan demikian, masalah politik yang
dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan kalangan.
28
Utara

Universitas Sumatera

Kedua, kemampuan media untuk melipatgandakan pesan yang luar biasa.
Satu peristiwa politik dapat dilipatgandakan pemberitaannya sesuai jumlah
eksamplar koran, tabloid dan majalah yang dicetak, serta pengulangannya (di
radio dan televisi) sesuai kebutuhan. Pelipatgandaan ini menyebabkan dampak
yang sangat besar ditengah masyarakat.
Ketiga, setiap media dapat mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai
pandangannya masing-masing. Kebijakan redaksional setiap media menentukan
bentuk tampilan dan isi beritanya. Karena kemapuan inilah media banyak diincar
oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya.
Keempat, dengan fungsi penetapan agenda (agenda setting) yang
dimilikinya, media massa memiliki kesempatan yang luas untuk memberitakan
sebuah peristiwa politik. Sesuai dengan kebijakan masing-masing media, setiap
peristiwa dapat disiarkan atau tidak disiarkan yang jelas, belum tentu berita politik
yang menjadi agenda media adalah juga agenda publik.
Kelima, pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media biasanya berkaitan
dengan media lannya, sehingga membentuk rantai informasi (media as link in
other chains). Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran
informasi publik dan dampaknya terhadap publik. Maka, semakin kuatlah peranan
media dalam membentuk opini publik.
Televisi merupakan salah satu bagian dari komunikasi massa. Televisi
menjadi media yang berpengaruh besar dalam perkembangan informasi dalam
masyarakat. Penyampaian informasi lewat televisi memang tidak secepat media
online, namun informasi yang diberikan lebih lengkap dengan adanya visual
gambar dan suara. Gambar atau visual yang ditayangkan akan memudahkan
masyarakat membayangkan atau melihat gambaran informasi yang yang
diberikan.

29
Utara

Universitas Sumatera

2.4 Media dan Terorisme
Setelah sebuah peristiwa tragis terjadi liputan media biasanya dibanjiri
berita yang berkaitan dengan peristiwa tragis tersebut. Media massa memberi
perhatian yang begitu besar terhadap peristiwa-peristiwa seperti itu. Seperti yang
disinggung oleh Wilbur Scramm, liputan luar biasa yang dilakukan media massa
merupakan salah satu bagian penting yang menyertai sebuah krisis. Scram
memberikan contoh pembunuhan presiden Jhon F.Kennedy pada tahun 1963.
Media massa begitu besar perhatiannya terhadap pembunuhan bahkan televisi
(TV Amerika) mengubah program siaran mereka, terutama program hiburan
dengan berita tentang pembunuhan Kennedy.
Menurut sebuah teori pada saat suatu tragedi terjadi, orang-orang akan
sangat tergantung kepada laporan media untuk mengetahui lingkungan yang tidak
stabil. Orang ingin mengetahui apa yang terjadi, mengapa, siapa yang terlibat, dan
bagaimana prosesnya (Lukas, 2002: 262). Seperti halnya setiap krisis, media
selalu memberikan perhatian yang lebih besar kepada setiap tragedi yang terjadi
dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain.
Liputan media tentang krisis digambarkan oleh Scanlon, Luuko & Morten
(1978) sebagai cenderung tidak akurat, mengandung rumor atau desas-desus.
Pendapat mereka didasarkan pada sejumlah penelitian yang telah dilakukan di
masa lalu tentang topik ini. Jauh sebelum itu Wilbur Scramm dalam artikelnya
‘communication in crisis’ (1971) telah menyatakan bahwa laporan media tentang
sebuah krisis cenderung kurang akurat dan lebih mengutamakan kecepatan.
Dalam sebuah krisis, media cenderung lebih mengutamakan penyajian berita
secara cepat dari berita yang akurat, demikian pendapat Dynes (Lukas, 2002:
263).
Dynes menambahkan bahwa laporan media tentang sebuah krisis akan
cenderung membesar-besarkan kejadian. Barton setuju dengan pendapat Dynes
dengan terfragmentasi tanpa pengecekan yang memadai untuk menjamin
keakuratan isi. Berbagai kasus di Indonesia, ketidakakuratan laporan media
bahkan dapat ditemui dalam situasi yang normal.

Ketidakakuratan muncul

manakala ada perbedaan antara isi berita dan peristiwa yang sesungguhnya atau
30
Utara

Universitas Sumatera

ketika berita tidak sesuai dengan kenyataan. Ia bisa sebagian isi berita, tetapi bisa
juga seluruh isi berita tidak akurat.
Ketidakakuratan liputan tentang krisis biasanya sebagian disebabkan oleh
adanya keterbatasan waktu yang dimiliki pekerja media untuk memperoleh
informasi yang akurat juga data data serta fakta yang memadai tentang sebuah
peristiwa besar walaupun prinsip dasar jurnalistik mengajarkan kepada jurnalis
tingkat dasar untuk selalu melakukan cek, cek kembali dan verifikasi seluruh data
yang diperolehnya.
Liputan pada saat krisis, orang-orang yang bertugas menangani kejadian
lebih berkonsentrasi menolong orang yang jadi korban krisis daripada memberi
keterangan kepada pers, walau mungkin dengan itu mereka bisa membantu
korban dengan lebih cepat dan aman. Daripada memberi media laporan tentang
jumlah korban meninggal atau luka berat dalam suatu peristiwa, para petugas
lebih berkonsentrasi pada pertolongan terhadap korban. Sebaliknya bagi media
(reporter), memperoleh data dan fakta yang cepat menjadi keharusan, apalagi
dalam persaingan antar media. Kecepatan dalam penyajian menjadi salah satu
yang menentukan kemenangan dalam bersaing.
Wartawan berusaha untuk menemukan sumber data dan fakta secara cepat
tanpa lagi menghiraukan prinsip dasar jurnalistik: cek dan cek kembali. Informasi
yang kurang jelas atau saling bertentangan tidak sempat dicek kembali dan
diverifikasi, sehingga itulah kemudian yang menjadi laporannya. Sebagian dari
informasi yang tidak akurat mungkin juga disebabkan oleh sumber informasi yang
dipakai wartawan. Masalah kakuratan laporan media, apalagi dalam krisis
disebabkan oleh kebodohan dan kemalasan para reporter.
Teroris, pemerintah dan media melihat fungsi, peranan dan tanggung
jawab media ketika menangani masalah teroris dari perspektif yang berbeda.
Media dikenal sebagai kekuatan kontroversi antara teroris dan pemerintah. Media
mempengaruhi pendapat umum yang berdampak pada tindakan pemerintah dan
kelompok teroris. Dari perspektif teroris, liputan media adalah suatu ukuran
suksesnya tindakan atau kampanye teroris. Pemerintah dapat menggunakan media
dalam usaha membangun pendapat dunia melawan negara atau kelompok yang
menggunakan taktik teroris.
31
Utara

Universitas Sumatera

Margaret Thatcher menjelaskan bahwa publikasi seperti oksigen terorisme
dengan point bahwa persepsi publik adalah suatu target utama teroris dan media
adalah pusat pembentukan dan pergerakannya.
Apa yang Diinginkan Teroris Dari Media
a. Teroris membutuhkan publikasi, umumnya publikasi dibayar namun jika
ada aksi teroris publikasi “lari mendekat” tanpa dibayar.
Beberapa publikasi yang meliputi aksi teroris harus bersiaga pada dunia
jika ada suatu masalah tidak dapat dijauhkan bahkan harus didekati. Dari
perspektif teroris, wawancara yang tidak diedit pada tokoh utama seperti
‘hadiah yang berharga’. Contohnya pada bulan Mei tahun 1997, CNN
mewawancarai tokoh Arab Saudi, perekrut teroris dan pemberi modal
Usama bin Laden. Untuk jaringan berita, akses kepada teroris menjadi
hangat dibicarakan.
b. Teroris mencari suatu pemahaman yang baik tentang kasus teroris yang
bukan mereka lakukan.
Seseorang mungkin tidak setuju dengan tindakan mereka tetapi hal itu
tidak menghalangi rasa simpati pada keadaan dan kasusnya sendiri.
Teroris percaya publik ’memerlukan bantuan’ dalam memahami tindakan
teroris secara adil dan kejahatan teroris melawan kekuatan negara super.
Hubungan yang baik dengan pers sangat penting dan harus ditanam dan
dipelihara selamanya.
c. Organisasi teroris mencari atau menempatkan simpati seseorang dalam
posisi pers, khususnya dalam pengiriman berita dan di beberapa instansi
mencari dan membiayai organisasi berita yang lebih kecil.
d. Hak kekuasaan/keabsahan. Kasus teroris menyebabkan pers memberi
keabsahan untuk melihat apa yang tergambar sebagai ideologi atau
permusuhan pribadi/divisi antara kelompok bersenjata dengan sayap

32
Utara

Universitas Sumatera

politik. Dalam taktik militer peperangan adalah merupakan lanjutan
politik. Dalam taktik teroris politik adalah lanjutan terror.
e. Teroris juga ingin pers meliput dan memberi keabsahan untuk menemukan
sudut pandang yang dimiliki NGO (Non Govermen Organitation) dan
pusat belajar yang tersedia sebagai pelindung keuangan, perekrutan dan
perjalanan teroris pada negara targetannya.
f. Dalam situasi penyanderaan, teroris butuh identitas yang lebih lengkap,
nomor dan nilai sandera dan pengetahuan masyarakat tentang operasi
mereka. Terutama pada negara sponsor dilibatkan mereka ingin tahu
tentang rencana pembalasan militer yang lebih lengkap.
g. Organisasi teroris mencari media yang mengekspos kerugian pada musuh
mereka. Khususnya pada pelaku dan motifnya yang belum jelas. Mereka
ingin media itu memperkuat kepanikan, menyebar ketakutan dan
menunjukkan kerugian ekonomi agar investor asing pergi. Membuat
masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah sebagai pelindung
masyarakat dan untuk melawan pemerintah karena ancaman teroris.
h. Pemerintah ingin agar media berhati-hati agar tidak kehilangan informasi
dari teroris, simpatisan atau orang yang meliput dan menayangkan siaran
menyangkut terorisme.
i. Pemerintah ingin agar media menaikkan nilai para agen pemerintah. Para
agen harus berhati-hati jangan sampai memberikan kebocoran. Media juga
harus melukiskannya dengan kesan yang baik dan menghindari kritik
tentangnya.
j. Pemerintah ingin agar wartawan menginformasikan mereka ketika
ditayangkan selalu dengan kesan bahwa tindakan teroris sedang dijalankan
atau menyangkut keterlibatan seseorang dengan aktivitas teroris.
k. Dalam kasus yang ekstrim, dimana keadaan keamanan nasional sedang
dipertaruhkan dan harapan untuk sukses sangat jauh maka pemerintah
33
Utara

Universitas Sumatera

boleh bekerja sama dengan media mengumbar kebohongan seperti
pemeritah berperan untuk menetralkan ancaman teroris. Kerja sama
dengan media kerap kali terjadi dimana media bias menahan bukti-bukti
suatu peristiwa kejahatan atau membantu pemerintah menyebar informasi
yang salah.

Apa yang Diinginkan Pemerintah Dari Media
Pemerintah mencari pemahaman, kerja sama, pengekangan, dan
kesetiaan dari media berusaha untuk membatasi tindakan teroris yang merugikan
masyarakat dan berusaha untuk menghukum orang yang berada di balik terorisme.
Meliputi:
a. Pemerintah ingin media membantu pemerintah bukan para teroris.
Pemerintah ingin media membantunya dengan menyajikan berbagai
informasi ketika diminta meliputi pemahaman kebijakan atau sedikitnya
presentasi harus seimbang.
b. Tujuan terpenting adalah untuk memisahkan teroris dari media.
Media sangat berperan dalam mengekspos tindakan teroris. Contohnya:
New York Times dan Washington Post
c. Tujuan lainnya adalah untuk menghadirkan teroris tampil di media sebagai
penjahat dan menghindari kebesaran teroris. Untuk menggambarkan sudut
pandang bahwa tindakan teroris adalah seperti seorang penjahat yang
melakukan penculikan orang terkemuka, peledakan bangunan, atau
pembajakan pesawat.
d. Dalam situasi penyanderaan, pemerintah lebih menyukai menutupi kasuskasus penyanderaan dari media.

34
Utara

Universitas Sumatera

e. Pemerintah

mencari

publikasi

untuk

membantu

menghilangkan

ketegangan suasana. Menenangkan masyarakat adalah suatu kebijakan
penting.
f. Pada umumnya, keuntungan media televisi, menghindari tayangan seorang
ibu yang menangis atau emosi melihat keluarga yang menjadi korban
seperti hal masyarakat yang berada di bawah tekanan pemerintah.
g. Selama peristiwa teror, pemerintah ingin mengendalikan akses teroris
keluar, untuk membatasi informasi seputar penyanderaan. Pemerintah
benar-benar menginginkan media untuk mengungkapkan rencana teroris
atau melakukan tindakan anti teroris dengan data yang membantu.
h. Setelah peristiwa itu, pemerintah menginginkan media untuk mengungkap
rahasia, teknik-teknik bagaimana operasi itu sukses, dan mempublikasikan
kesuksesannya melawan teroris dengan teknologi yang canggih, metode
operasional yang sedemikian rupa sehingga tidak ada yang bisa
menandinginya.
i. Pemerintah ingin agar media berhati-hati agar tidak kehilangan informasi
dari teroris, simpatisan atau orang yang meliput dan menayangkan siaran
menyangkut terorisme.
j. Pemerintah ingin agar media menaikkan nilai para agen pemerintah. Para
agen harus berhati-hati jangan sampai memberikan kebocoran. Media juga
harus melukiskannya dengan kesan yang baik dan menghindari kritik
tentangnya.
k. Pemerintah ingin agar wartawan menginformasikan mereka ketika
ditayangkan selalu dengan kesan bahwa tindakan teroris sedang dijalankan
atau menyangkut keterlibatan seseorang dengan aktivitas teroris.
l. Dalam kasus yang ekstrim, dimana keadaan keamanan nasional sedang
dipertaruhkan dan harapan untuk sukses sangat jauh maka pemerintah
boleh bekerja sama dengan media mengumbar kebohongan seperti
35
Utara

Universitas Sumatera

pemeritah berperan untuk menetralkan ancaman teroris. Kerja sama
dengan media kerap kali terjadi dimana media bias menahan bukti-bukti
suatu peristiwa kejahatan atau membantu pemerintah menyebar informasi
yang salah.

Apa yang Diinginkan Media Ketika Meliput Tentang Teroris
Wartawan pada umumnya menginginkan kebebasan dalam meliput suatu
peristiwa tanpa pengekangan dari luar walaupun berasal dari pemilik media,
pengiklan, editor dan dari pemerintah.
a. Media ingin menjadi pencerita yang pertama. Karena sebuah berita usang
tidak akan laku. Tekanan untuk memancarkan berita pada waktu yang
tepat, cepat dengan persaingan teknologi komunikasi yang semakin lama
semakin canggih.
b. Media ingin membuat cerita sesuai dengan yang asli tanpa rekayasa,
dramatis sering melakukan wawancara jika memungkinkan.
c. Kebanyakan anggota media ingin menjadi profesional dan akurat serta
tidak memberi informasi yang salah. Hal ini tidak mudah dilakukan,
terutama ketika usaha untuk menyesatkan mereka dikerjakan oleh pihakpihak yang berkepentingan.
d. Media ingin melindungi kemampuannya untuk beroperasi dengan aman
dan bebas dari masyarakat. Di beberapa instansi undang-undang, hak-hak
untuk menerbitkan tidak dikendalikan termasuk keamanan fisik. Mereka
ingin perlindungan dari ancaman, godaan, atau sergapan kejam selama
beroperasi, dan perlindungan dari pembunuhan oleh teroris yang
membalas dendam (belakangan ini sering terjadi di Amerika Serikat).

36
Utara

Universitas Sumatera

e. Media ingin melindungi hak masyarakat untuk mengetahui dan
menerangkan dengan bebas ketika meliput reaksi korban kekerasan,
anggota keluarga, para saksi, dan orang-orang jalanan di depan hokum.
f. Anggota media sering tidak memiliki objek untuk memainkan peran
bersifat membangun dalam memecahkan situasi teroris. Jika hal ini
dilakukan maka akan mengurangi biaya yang berlebihan.

Kecendrungan Baru yang Berdampak pada Terorisme dan Media
Suatu

rangkaian

tindakan

teroris

terbaru

menandai

kemunculan

kecendrungan yang berdampak pada hubungan antara media, terorisme dan
pemerintah, meliputi:
a. Teroris Tanpa Nama.
Hari ini kita melihat kejadian teror yang dilakukan oleh teroris dimana tak
seorang pun bertanggung jawab dan mengakuinya. Salah satu contohnya
adalah pengeboman WTC. Hal ini membuat media berperan aktif dalam
memberitahukan tuntutan atau permintaan teroris. Liputan tidak bisa
diacuhkan terutama jika meliputi spekulasi tak terkendali, ancaman palsu,
media dapat membantu agenda teroris seperti membuat panik, melukai
turis asing, mengguncang pemerintah agar wibawanya jatuh di mata
masyarakat
b. Teroris Semakin Kejam
Dalam konteks teknologi dan informasi suatu kecenderungan membuat
teroris semakin kejam dan hal ini tidak bisa diabaikan. Departemen negara
bagian Pola Terorisme Global tahun 1996 mencatat bahwa terorisme di
seluruh dunia semakin kejam dalam 10 tahun terakhir. Jumlah kematian
meningkat, kecendrungan serangan ke arah yang lebih kejam pada warga
negara dan pengeboman yang lebih kuat. Ancaman dari teroris yang
37
Utara

Universitas Sumatera

menggunakan senjata pemusnah massal menjadi isu yang terus
didengungkan.
c. Menyerang Personil Media atau Institusi.
Penyerangan pada wartawan secara terang-terangan atas isu teroris saat ini
mengalami peningkatan. Serangan terbaru terjadi di Algeria, Mexico,
Rusia, Kenya, London, dan juga Washington DC di gedung Berita
Nasional dan PBB di New York. Satu grup watchdog menggolongkan 45
wartawan telah dibunuh pada tahun 1995 sebagai konsekuensi atas
pekerjaan mereka. Menurut Panitia Perlindungan Wartawan (Commite to
Protect Journalis) di New York lebih dari 300 wartawan telah terbunuh
sejak tahun 1986 sebagai konsekuensi atas pekerjaannya dan tahun 1995
ada 45 orang bunuh diri. (http:/www.CPJ.ORG).

2.5 Analisa Wacana Kritis
Analisa wacana adalah istilah yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu
dan berbagai pengertian. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah
analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa dan pemakaian
bahasa. Analisa kuantitatif lebih menekankan kepada pertanyaan ‘apa’ what,
sedangkan analisa wacana lebih menekankan kepada ‘bagaimana’ how dari pesan
dan teks komunikasi. Lewat analisa wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks
berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat,
metafora, seperti apa suatu berita disampaikan.
Analisis wacana kritis (critical discourse analysis/ CDA) merupakan
bagian dari pendekatan kritis, pada awal perkembangannya yaitu ditahun 1980-an
analisis kritis terhadap wacana (critical discourse analysis) sebenarnya
merupakan bagian dari upaya untuk mengembalikan studi-studi budaya kedalam
akar-akar tradisinya sebagai studi kritis (critical studies) karena pada saat itu,
khususnya pada awal dekade 1980-an studi-studi budaya semakin berpaling dari
tradisi teori-teori kritis. Analisis wacana kritis terutama bersumber dari beberapa
38
Utara

Universitas Sumatera

intelektual dan. pemikir, Michel Foucult, Antonio Gramsci, Sekolah Frankfurt,
dan Louis Althusser.
Salah satu yang memperkenalkan konsep mengenai wacana adalah Michel
Foucult, menurutnya wacana atau discourse itu sendiri adalah : kadang kala
sebagai bidang dari semua pernyataaan (statement), kadangkala sebagai sebuah
individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif
yang dilihat dari sejumlah pernyataan. (Eriyanto, 2001).
Wacana memberikan perhatian pada bahasa dan praktik, dan mengacu
pada produksi pengetahuan yang tertata melalui bahasa yang memberi makna
pada objek dan praktik sosial. Foucult juga mengidentifikasi berbagai kondisi
historis dan aturan yang menentukan pembentukan cara yang teratur dalam
membicarakan tentang objek. Foucult sangat historis dalam argumentasinya
menurutnya bahasa berkembang dan membangun makna pada kondisi material
dan historis spesifik. Dia mengeksplorasi berbagai kondisi historis yang pasti dan
khas dimana berbagai pernyataan dipadukan dan ditata untuk membentuk dan
mendefenisikan bidang pengetahuan atau objek yang khas memerlukan
seperangkat konsep dan membongkar ‘rezim kebenaran’ yaitu apa yang
dipandang sebagai kebenaran. (Barker, 2004).
Norman Fairclough dalam Media Discourse, menjelaskan bahwa wacana
merujuk kepada pemakaian bahasa baik tertulis atau ucapan, tidak hanya dari
aspek kebahasaannya saja tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan
ideologi dibaliknya. Memandang bahasa seperti ini berarti menempatkan bahasa
sebagai bentuk praktek sosial. Bahasa adalah suatu bentuk tindakan, Cara
bertindak tertentu dalam hubungannya dengan realitas sosial.
Oleh karena itu, analisis wacana terutama menyerap pemikiran sumbangan
dari studi linguistik, studi untuk menganalisis bahasa. Berbeda dengan analisis
linguistik, analisis bahasa tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks
dan proses dan konsumsi dari suatu teks. Analisis wacana kritis digunakan untuk
melihat bagaimana teks berita tidak dapat dipisahkan dari relasi-relasi kuasa.
Kuasa adalah aspek yang inheren dalam teks berita: untuk mendefenisikan dan
mempresentasikan sesuatu, bahkan memarjinalkan sesuatu (gagasan, kelompok,
atau seseorang). (Eriyanto, 2001).
39
Utara

Universitas Sumatera

Analisis wacana pada paradigma kritis melihat bagaimana media dijadikan
sebagai alat bagi kelompok dominan untuk melegitimasikan kekuasaannya. Oleh
karena itu wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa, tetapi harus
dikaitkan dengan konteks yang berada disekitarnva ketika wacana itu dibentuk.
Paradigma ini memandang bagaimana media, dan pada akhirnya berita harus
dipahami dalam keseluruhan proses produksi dan konstruk sosial (Eriyanto,
2001:21).
Produksi makna khususnya pada analisis wacana kritis isi teks media
sangat erat kaitannya dengan bagaimana sebuah media memproduksi teks berita.
Proses produksi berita yang terjadi didalam ruang pemberitaan (newsroom)
tidaklah dipandang sebagai ruang yang hampa, netral, dan seakan-akan hanya
menyalurkan informasi yang didapat. Agus sudibyo menjelaskan newsroom
bukanlah ruang yang hampa karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat
mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam
memaknai realitas dan presentasi media.
Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh
yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen d.Reese, meringkas berbagai
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan
(Sudibyo, 2001:7). Lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi.
1. Faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang
profesional dari pengelola media, bagaimana aspek-aspek personal
pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan
kepada khalayak.
2. Rutinitas media. Rutinitas media sangat erat kaitannya mekanisme dan
proses penentuan berita karena setiap media mempunyai pandangan
tertentu dengan apa yang disebut berita, ciri-ciri dan juga kelayakannya.
3. Organisasi. Level organisasi berkaitan dengan struktur organisasi yang
secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media bukan
orang tunggal didalam organisasi berita melainkan mereka merupakan

40
Utara

Universitas Sumatera

bagian kecil didalam organisasi media dimana masing-masing komponen
memiliki kepentingan.
4. Ekstramedia. Level ini berhubungan dengan faktor lain diluar media. Ada
beberapa faktor yang yang termasuk dalam lingkungan luar media yaitu:
a) Sumber berita. Sumber berita bukanlah dipandang sebagai pihak
yang netral dalam memberikan informasi, dia juga memiliki
banyak kepentingan mempengaruhi isi media.
b) Sumber penghasilan media. Media harus survive, dan untuk
bertahan hidup kadangkala media harus harus berkompromi
dengan sumber daya yang menghidupi mereka.P
c) Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis,
pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dan masing-masing
lingkungan eksternal media. L
d) Level ideologi. Ideologi disini diartikan kerangka berfikir atau
kerangka referensi tertentu yang dipakai individu untuk melihat
realitas dan bagaimana mereka menghadapinya.
Menurut A.S Hikam, analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan
pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi
makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek bebas dan netral dalam
menafsirkan makna, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam
masyarakat. Begitu juga, bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai
representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema wacana
tertentu, serta strategi didalamnya. (Eriyanto, 2001: 6)
Eriyanto memaparkan beberapa karakteristik analisis wacana kritis sebagai
berikut:
a. Tindakan; wacana dipahami sebagai bentuk interaksi, bukan ditempatkan
dalam ruang tertutup dan internal. Karena itu wacana dipandang sebagai
sesuatu yang memiliki tujuan dan diekspresikan secara sadar dan terkontrol.
b. Konteks; yaitu latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Artinya, wacana dibentuk
sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus.
41
Utara

Universitas Sumatera

c. Historis; yang merupakan salah satu aspek penting dalam memahami teks.
Sebab ketika wacana, ditempatkan dalam konteks sosial tertentu berarti
harus disertakan konteks lain yang menyertainya, dalam hal ini aspek
historis ketika wacana dibentuk.
d. Kekuasaan; di sini setiap wacana yang muncul pada dasarnya tidak terjadi
secara alamiah melainkan merupakan wujud dari sebuah pertarungan
kekuasaan.
e. Ideologi; yang juga merupakan konsep sentral dalam analisis wacana kritis.
Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik
ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.
Menurut
menyediakan

Gunter

Kress,

laporan/catatan

analisis

mengenai

wacana
produksi,

kritis

bertujuan

struktur

internal,

untuk
dan

keseluruhan organisassi dari teks. Kress menambahkan bahwa analisis wacana
kritis menempatkan bahasa sebagai suatu jenis praktik sosial di antara berbagai
penggunaan untuk representasi dan pengertian (Dellingger :1995).
Paradigma kritis dalam hal ini terhadap teks berita, melihat media sebagai
kekuatan besar yang berperan dalam membentuk kesadaran palsu dan
memanipulasi realitas. Media merupakan alat bagi pemilik atau penguasanya
untuk mengokohkan keberadaannya, sekaligus melakukan dominasi terhadap
kelompok yang lain. Prinsip-prinsip objektivitas, indepedensi merupakan hal yang
tidak mungkin ada dalam paradigma kritis. Oleh karena itu, analisis wacana kritis
digunakan untuk membongkar makna-makna tersembunyi yang terdapat pada
setiap teks berita yang disampaikan oleh suatu media.
Terdapat tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisa wacana
(Eriyanto, 2001: 4-6). Pandangan pertama disebut positivis-empiris yang melihat
bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya.
Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan
melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendali atau distorsi, sejauh ia dinyatakan
dengan memakai pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki
hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri pemikiran ini adalah
pemisahan antara pemikiran dan realitas. Kaitannya dengan analisis wacana,
42
Utara

Universitas Sumatera

konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui
makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang
paling penting ialah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut
kaidah sintaksis dan sematik.
Pandangan kedua disebut konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan
positivis-empiris yang memisahkan subjek dan bahasa. Dalam pandangan
kosntruktivisme, bahasa tidak lagi sebagai alat untuk memahami realitas objek
belaka dan yang dipisahkan dari sujek sebagai penyampai pernyataan.
Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam dalam
kegiatan wacana serta hubungan sosialnya. Dikatakan oleh A.S. Hikam, subjek
memiliki kemampuan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap
wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh
pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah
tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan
jati diri pembicara.
Analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar
maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan
kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang
sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis
maupun institusional. Seperti ditulis A. S. Hikam, pandangan konstruktivisme
masih belum menganalisis wacana yang pada gilirannya berperan dalam bentuk
jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.
Paradigma kritis, pemikiran ini telah ada sejak zaman Renaisans pada era
1350-1600. Pengertian ‘kritik’ dalam kaitannya dengan teori kritis dapat dikaitkan
dengan pengaruh pada pemikiran dibaliknya yaitu aliran Frankfurt Jerman seperti
Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud.
Ciri-ciri dari paradigma ini adalah:
a)

Bersifat historis, artinya teori ini diperkembangan berdasarkan situasi
masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya.

43
Utara

Universitas Sumatera

b)

Bersifat kritis pada dirinya sendiri dan terbuka dari segala kritik,
evaluasi dan refleksi terhadap dirinya.

c)

Selalu mempunyai kecurigaan penuh terhadap masyarakat aktual,
karena secara mendasar ia selalu akan mempertanyakan segala
kenyataan yang ada.

d)

Dibangun demi sebuah ‘praksis’ atau untuk mendorong terjadinya
transformasi masyarakat dengan jalan praksis.

Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur
tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis
wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi
dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang
terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema tertentu, maupun startegistrategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar
kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa, batasan-batasan apa yang
diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang dipakai, topik apa yang
dibicarakan.
Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, karena
menggunakan paradigma kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga analisis
wacana kritis. Analisis wacana kritis, wacana ini tidak dipahami sebagai studi
bahasa. Bahasa disini dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek
kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya bahasa dipakai
untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan
melihat ketimpangan yang terjadi.
Analisis wacana kritis berpedoman pada paradigma kritis dalam
membedah isi media. Teks berita, sebagai sebuah produk media, dipandang
memiliki suatu representrasi atas suatu kekuatan kelompok tertentu. Oleh sebab
itu, teks berita tidak dapat terlepas dari relasi-relasi kuasa yang melekat di
dalamnya. Dalam lingkup studi analisis tekstual, analisis wacana kritis melihat
pesan, baik tekstual maupun lisan, sebagai bentuk pertarungan kekuasaan
44
Utara

Universitas Sumatera

sehingga teks berita dilihat sebagai bentuk manifestasi dominasi dan hegemoni
satu kelompok kepada kelompok yang lain.
Wacana, dengan demikian adalah suatu alat representasi di mana satu
kelompok yang dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.
Dalam banyak kasus, pemberitaan media terutama yang berhubungan dengan
peristiwa yang melibatkan pihak dominan dan pihak yang kurang dominan, selalu
disertai dengan penggambaran yang buruk mengenai pihak yang kurang dominan
tersebut. Penggambaran teks berita semacam inilah yang menjadi perhatian dan
minat utama dari analisis wacana kritis (Eriyanto, 2001:18-19).

2.6 Analisis Wacana Teun Van Djik
Menurut Van Djik penelitian atas wacana tidak cukup jika didasarkan pada
analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang
diamati. Perlu dilihat bagaimana suatu teks diproduksi hingga kita memperoleh
suatu pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu (Eriyanto, 2001: 221).
Dimensi teks di dalamnya yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan
srategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level
kognisi sosial dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu
dan wartawan. Sedangkan konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang
berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah (Eriyanto, 2001: 222).
Analisa ini akan dikaitkan dengan ketidaksetaraan. Pendekatan dalam
analisa ini adalah dengan berfokus pada peran wacana dan reproduksi dan
tantangan dominasi. Dominasi disini didefinisikan sebagai pelaksaaan kekuatan
elit sosial, lembaga atau kelompok yang mengakibatkan kesenjangan sosial,
termasuk politik, budaya, kelas, etnis, ketidaksetaraan ras dan etnis.

Proses

reproduksi ini memungkinkan melibatkan berbagai kekuasaan wacana sebagai
dukungan lebih, tidak langsung ataupun secara terang-terangan, berlakunya
representasi, legitimasi, mitigasi atau penyembunyian dominasi.
Analisa wacana kritis ini ingin tahu apa struktur, strategi atau properti lain
dari teks, pembicaraan, interaksi verbal atau peristiwa komunikatif berperan
dalam metode reproduksi ini. Penelitian ini, kita dapat memeriksa gaya, retorika,
45
Utara

Universitas Sumatera

atau teks sebagai strategi untuk menyembunyikan hubungan kekuatan sosial,
misalnya bermain ke bawah, meninggalkan implisit, atau mengecilkan instansi
atau aktor sosial yang kuat yang bertanggung jawab dalam peristiwa yang
diwakili dalam teks.
Kognisi sosial memungkinkan untuk menghubungkan dominasi dan
wacana. Kognisi sosial menjelaskan produksi serta pemahaman dan pengaruh teks
yang dominan dan bicara. Bagaimana teks diproduksi dan dipahami, bagaimana
mendapatkan informasi, disimpan atau menghapal. Pengetahuan memainkan
peran penting dalam proses ini, misalnya dalam hal struktur pengetahuan seperti
scrip. Kontrol pengetahuan krusial membentuk penafsiran kita tentang dunia,
seperti wacana dan tindakan lainnya.
Reproduksi diskursif dominasi yang telah diambil sebagai objek utama
dari analisis kritis, memiliki dua dimensi utama, yaitu produksi dan penerimaan.
Artinya kita membedakan antara berlakunya ekpresi atau legitimasi dominasi di
produksi berbagai sruktur teks dibicarakan. Satu sisi dan fungsi, konsekuensi atau
hasil dari struktur tersebut untuk benak sipenerima. Diskursif reproduksi hasil
kekuasaan dari kognisi sosial yang kuat, terletak struktur wacana yang
menghasilkan kognisi sosial.
Teks bukan sesuatu yang datang begitu saja, tetapi teks dibentuk dalam
suatu praktek diskursus. Van Djik tidak hanya membongkar teks semata, tetapi ia
melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada
dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran membentuk
dan berpengaruh terhadap teks tersebut. Wacana oleh Van Djik dibentuk oleh tiga
dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial (Eriyanto, 2001: 222).

Teks

Kognisi Sosial
Konteks Sosial

Gambar 1. Diagram model analisis Van Djik

46
Utara

Universitas Sumatera

Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi.
Menurut Van Djik, sebuah wacana berfungsi sebagai suatu pernyataan (assertion),
pernyataan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (thereat). Wacana juga
dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang lain untuk
melakukan diskriminasi.
Dari bentuk-bentuk kontekstual, organisasi dan global, kontrol wacana,
kita dapat melihat yang lebih rinci yakni tingkat mikro dan bentuk ekspresi teks
dan pembicaraan. Banyak diantaranya dikendalikan secara kurang sadar, seperti
halnya sitaksis, morfologi atau fonologi. Pengaruh kekuasaan jauh lebih langsung
pada tingkat ini. Komunikasi sering kurang sadar dikontrol disini, maka
manifestasi yang lebih halus dan tidak disengaja dapat diamati pada tingkat ini,
misalnya, intonasi, leksikal atau sintaksis, tokoh retorika, struktur semantik,
strategi, fenomena kesopanan dan sebagainya.
Van Djik menganalisis pada tiga tahap, yaitu teks, kognisi sosial dan
konteks sosial (Eriyanto, 2001: 225). Analisis teks Van Djik dibagi pada tiga level
yakni:
1. Struktur makro, merupakan makna global/umum dari suatu teks
yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita.
2. Superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan
dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks
tersususun ke dalam berita secara utuh.
3. Struktur mikro, merupakan wacana yang dapat diamati dari bagian
kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat,
prafrase dan gambar.
Menurut Little Jhon (Eriyanto, 2001: 226) antara bagian teks dalam
model Van Djik dilihat saling mendukung dan mengandung arti yang koheren
satu sama lain. Semua teks dipandang Van Djik mempunyai aturan yang dapat
dilihat sebagai piramida. Prinsip ini untuk mengamati bagaimana suatu teks
terbangun lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Berikut akan diuraikan satu
persatu elemen wacana Van Djik tersebut:

47
Utara

Univer