Pengaruh Pengelolaan Air dan Pupuk terha
AGRISILVIKA
Volume 1, Nomor 2, September 2017
Halaman: 31-42
ISSN: 2549-5100
Pengaruh Pengelolaan Air dan Pupuk terhadap Produktivitas
Padi Sawah dan Air Irigasi pada Tanah Salin Bukaan Baru
di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur
Effects of water and fertilizers management to lowland rice and water irrigation
productivity on newly opened of saline soil at Malaka Regency,
East Nusa Tenggara Province
I Gusti Putu Wigena1,*, Diah Setyorini1, Andriati2, Muhammad Anang Firmansyah3
1
Balai Penelitian Tanah (Balit Tanah). Jalan Tentara Pelajar, No. 12, Bogor-Jawa Barat 16144.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi Pertanian (BB Pengkajian). Jalan Tentara Pelajar, No.
10, Bogor-Jawa Barat 16144
3
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Jalan G. Obos km 5, Palangka RayaKalimantan Tengah 73111. *email: [email protected].
2
Manuskrip diterima: 24 Agustus 2017. Revisi disetujui: 29 September 2017.
Sawah bukaan baru merupakan salah satu sumber kontribusi produksi beras nasional. Untuk itu,
dilakukan penelitian pengaruh pengelolaan air, pupuk anorganik, organik, dan pupuk hayati terhadap
produktivitas padi sawah tanah salin bukaan baru di Desa Kleseleon, Kecamatan Weliman, Kabupaten
Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015. Penelitian lapang yang menguji tiga faktor
yaitu dua level tinggi genangan (ponding water layer 0,5 cm dan 3,0 cm) sebagai faktor kesatu; jenis
pupuk (NPK, kompos, hayati) sebagai faktor kedua serta dosis pupuk NPK (0,5 rekomendasi, 0,75
rekomendasi, dan 1,0 rekomendasi) sebagai faktor ketiga. Terdapat 10 perlakuan yang diuji,
kombinasi tidak lengkap dari ketiga faktor tersebut yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok,
diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan lokasi penelitian termasuk tanah salin
dengan sifat kimia pH 8,9, DHL 5,01 dSm-1, dan persentase natrium dapat ditukar 15%.
Penggenangan 0,5 cm dan 3,0 cm terus menerus menurunkan pH tanah pada periode 1-3 minggu awal,
meningkat pada minggu 4-5, dan menurun menuju pH stabil pada minggu berikutnya. Penggenangan
terus menerus meningkatkan Eh tanah pada periode genangan 1-3 minggu, menurun pada periode
selanjutnya dan kemudian meningkat menuju Eh stabil pada periode berikutnya. Irigasi intermittent
menunjukkan pola pH dan Eh yang berlawanan dengan irigasi terus menerus. Tinggi tanaman, jumlah
anakan serta produktivitas padi Ciherang tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk NPK rekomendasi
berupa 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, dan 75 kg KCl ha-1+ 2,0 ton kompos jerami ha-1 masingmasing 87,8 cm, 28,83 batang rumpun-1, dan 5,07 ton GKG ha-1. Pemberian pupuk hayati Agrimeth
sebanyak 500 gram 40-1 kg benih tidak meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan produksi
padi Ciherang. Produktivitas air irigasi tertinggi diperoleh pada perlakuan NPK rekomendasi +
Intermittent1-1 setinggi 0,898 gram liter-1, terendah pada perlakuan NPK rekomendasi + 2,0 ton
kompos jerami ha-1 + 500 gram Agrimeth 40-1 kg benih setinggi 0,359 gram liter-1.
Kata kunci: Eh tanah, pengelolaan air, pH tanah, produktivitas air, pupuk.
Newly opened of lowland rice field is one source that has important role to national rice production.
For this reason, a field research to study effects of water management, anorganic, organic
32
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
fertilizers,and biofertilizer tolowland rice productivity of newly opened salin soil on Kleseleon
Village, Weliman Sub Districts, Malaka Regency, East Nusa Tenggara Province has been done on
2015. The research tested three factors, namely two levels ponding water layer: 0.5 and 3.0 cm as the
first factor; fertilizer kind (NPK, manure, biofertilizer) as the second factor; and dosage of anorganic
NPK fertilizer (0.5 NPK recommendations, 0.75 NPK recommendations, 1.0 NPK recommendation)
as the third factor. 10 treatments, combination of the three factors were tested, arranged in
Randomized Block Design with 3 replications. The results showed that the research site can be
grouped into salin soil with chemical properties of pH 8.9, electrical conductivity 5.01 dSm-1, and
excheangable sodium percentage 15%. Submergence of 0.5 cm and 3.0 cm decrease soil pH at 1-3
early weeks’ period, increase at the following 4-5 weeks, and decrease to achieve pH value on the
next week’s period. Incontrast, submergence of 0.5 cm and 3.0 cm increase soil Eh at 1-3 early weeks
period, decrease at the following 4-5 weeks, and increase to achieve Eh value on the next weeks
period. Intermittent irrigation showed pH and Eh value against to pH and Eh value of submergence
irrigation. The highest plant height, tiller number, and lowland rice productivity of Ciherang variety
was provided on NPK recommendation, consisted of 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, and 75 kg
KCl ha-1 + 2.0 ton rice straw ha-1 with each value were 87.8 cm, 28.83 steam hill-1, and 5.07 ton rice
milling dry ha-1. Application of biofertilizer as source of Agrimeth of 500 gram 40 kg-1 seed could not
increase plant heught, tiller number, and lowland rice productivity. The highest water productivity was
provided by NPK recommendation + Intermittent1-1 around 0.898 gram rice milling dry litre-1, while
the lowest water productivity was obtained on NPK recommendation + 2.0 ton rice straw ha-1 + 500
gram Agrimeth 40 kg-1 seed around 0.359 gram litre-1.
Key words: fertilizer, soil Eh, soil pH, water management, water productivity.
PENDAHULUAN
Diantara jenis makanan pokok penduduk
Indonesia, beras menempati porsi yang terbanyak
jumlahnya yaitu sekitar 114 kilogram kapita-1
sehingga diprediksi kebutuhan beras secara
nasional mencapai 27 juta ton (Maharani, 2015).
Sampai tahun 2015, luas panen sawah irigasi
sekitar 13.029.237 hektar dengan kontribusi
penyediaan beras masih dominan sekitar 95,18%
dan lahan sawah non irigasi sekitar 4,82% (Ditjen
Tanaman Pangan, 2016). Jika tidak ada usaha
yang komprehensif terkait dengan produksi
beras, akan terdapat dua fenomena yang
bertentangan di masa mendatang yaitu
permintaan beras yang terus meningkat akibat
peningkatan jumlah penduduk dengan laju
pertumbuhan rata-rata 1,40% selama 2010-2014
(BPS, 2015) dan menurunnya produksi beras
karena alih fungsi lahan pertanian ke
nonpertanian seperti industri, perumahan, jalan
raya, dan sektor lainnya dengan kecepatan antara
56.000-60.000 hektar tahun-1 (Ditjen PSP, 2013).
Oleh sebab itu, perlu dicarikan solusi dalam
rangka memenuhi kebutuhan beras nasional
diantaranya dengan membuka lahan untuk
pencetakan sawah baru.
Potensi lahan yang bisa dibuka untuk
pencetakan sawah baru tersebar luas, terutama di
luar Pulau Jawa sekitar 8,28 juta hektar yang
didominasi oleh lahan nonrawa seluas 5,30 juta
hektar dan lahan rawa 2,98 juta hektar (Ritung
dan Suharta, 2010). Secara institusi, Ditjen PSP
menjadi pemegang mandat dalam perluasan areal
untuk pengembangan tanaman pangan telah
melakukan pencetakan sawah bukaan baru pada
tahun 2012 seluas 143.334 hektar dari target
seluas 162.680 hektar. Pada tahun 2013 dan
tahun 2014, target pencetakan sawah baru
masing-masing seluas 65.000 dan 40.000 hektar
(Ditjen PSP, 2013). Sawah bukaan baru dapat
didefinisikan dari dua aspek yaitu dimensi waktu
dan sifat tanahnya sebagai berikut: 1) waktu
sejak sawah tersebut dibuka. Biasanya sawah
yang dicetak dalam 10 tahun terakhir
dikategorikan sawah bukaan baru; dan 2) sifat
tanah sawah bukaan baru. Sawah bukaan baru
dicirikan oleh belum terbentuknya lapisan tapak
bajak (Agus, 2007; Prasetyo, 2007).
Sawah bukaan baru mempunyai sifat
morfologi, kimia, fisika, dan komposisi mineral
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
yang khas bergantung pada sifat tanah asalnya,
lahan kering atau lahan basah. Pada umumnya,
sawah bukaan yang berasal dari lahan kering
yang digenangi mempunyai sifat yang masih
sama dengan tanah asalnya. Sifat fisik tanah yang
perlu diperhatikan adalah drainase, permeabilitas,
tekstur,
struktur,
dan tinggi genangan
(Keerseblick & Soeprapto, 1985; Sys, 1985).
Tanah sawah bukaan baru yang berasal dari lahan
basah, misalnya lahan pasang surut, lahan rawa
lebak maupun aluvial umumnya tidak terjadi
pergerakan air vertikal ke arah solum sehingga
tidak terjadi horison penimbunan Fe maupun Mn.
Produktivitas sawah bukaan baru baik yang
berasal dari lahan kering masam maupun lahan
basah/tergenang masih tergolong rendah karena
masih banyaknya kendala fisik, kimia maupun
biologi
yang
perlu
diperbaiki
untuk
meningkatkan produktivitasnya.
Kabupaten Malaka merupakan kabupaten
baru, pemekaran dari Kabupaten Atambua,
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun
2013. Luas wilayahnya 1.160,63 km2 dengan
hamparan sawah irigasi 8.186 hektar dan sawah
tadah hujan 2.862 hektar atau sekitar 7,0% dari
luas wilayah (Kabupaten Malaka Dalam Angka,
2014). Sawah irigasi di kabupaten ini dapat
dikategorikan sebagai sawah bukaan baru dengan
periode waktu antara 2-4 tahun yang dibuka dari
lahan basah. Fisiografi lahan sawah berupa
dataran rendah dengan elevasi 15% serta nilai pH tanah
sekitar 8,5 (Kyuma, 2004, Djukri, 2009). Tanah
33
salin masih belum banyak digunakan untuk
pertanian karena berkaitan dengan: 1) tekanan
osmotik tanaman rendah; 2) rendahnya unsur N
dan K; 3) kandungan Na+ yang tinggi (FAO,
2005); dan 4) tingginya pH tanah (Hardjowigeno,
2007). Pertumbuhan tanaman pada tanah salin
terhambat karena 1) tanaman mengalami defisit
air; 2) terjadi keracunan Na dan Cl; dan 3)
ketidakseimbangan nutrisi akibat terhambatnya
serapan terutama Ca (Djukri, 2009). Oleh karena
itu, pengembangan tanah salin untuk pertanian
sebaiknya dilakukan upaya untuk memperbaiki
sifat tanah agar lebih sesuai untuk pertumbuhan
tanaman melalui eradikasi, pertukaran kation,
dan penggunaan bahan-bahan pembaik tanah
(Samosir, 2010)
Eradikasi yakni pencucian garam-garam
terlarut di dalam tanah dengan cara irigasi dan
drainase untuk menurunkan tingkat kadar garam
di dalam tanah yang ditentukan dengan
mengukur nilai daya hantar listrik ≤4,0.
Kebutuhan air untuk mencapai nilai daya hantar
listrik tersebut bervariasi tergantung dari nilai
daya hantar listrik (DHL) tanah awal. Sebagai
ilustrasi, untuk tanah sawah setebal 20 cm nilai
DHL tanah awal 10,0 dSm-1, dan 15,0 dSm-1
masing-masing diperlukan air pencuci sekitar
315 mm dan 430 mm (FAO, 2005). Pertukaran
kation pada prinsipnya upaya untuk melepaskan
kation Na+ dari partikel liat tanah untuk
digantikan oleh kation bervalensi lebih tinggi
seperti kation Ca2+ seperti gipsum (CaSO4) atau
batu kapur (CaCO3). Hasil penelitian FAO
(2005) menyebutkan bahwa aplikasi gypsum
sebanyak 7,1 ton ha-1 pada tanah sodik mampu
meningkatkan hasil padi dari 3,85 ton GKG ha-1
menjadi 6,71 ton GKG ha-1. Aplikasi bahan
organik berupa pupuk hijau yang berasal dari
pangkasan dan sisa panen tanaman pangan
sebanyak 25 ton ha-1 mampu meningkatkan hasil
padi sampai 6,6 ton GKG ha-1 pada tanah sodik.
Penggunaan jerami padi dan sampah pasar dalam
bentuk kompos sebanyak 5 ton ha-1 mampu
meningkatkan hasil padi dari 3,74 ton GKG ha-1
menjadi 4,05 ton GKG ha-1 dan 4,53 ton GKG
ha-1 pada tanah salin di Kabupaten Karawang
(Subarja, 2016).
Telah banyak diteliti dan dipublikasikan
bahwa penanaman padi di lahan basah banyak
memerlukan air dan paling tidak efisien dalam
34
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
menggunakan air dibandingkan dengan tanaman
biji-bijian lainnya. Dari total kebutuhan air,
diketahui bahwa lebih dari setengah kebutuhan
air untuk penanaman padi dialokasikan saat
pengolahan tanah dan banyaknya air yang
diberikan saat pengolahan tanah berkisar antara
240 sampai 900 mm bergantung pada lama
pengolahan tanah (De Datta et al. 1981; Bhuiyan
et al. 1994; Bouman et al. 2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggenangan akan
menyebabkan perubahan sifat kimia tanahnya
diantaranya menaikkan pH dan menurunkan Eh
pada tanah masam dan sebaliknya menurunkan
pH dan menaikkan Eh pada tanah alkalin
(Ponnamperuma, 1978; Tadano & Yoshida,
1978). Selain itu, dilaporkan pula bahwa
penggenangan akan meningkatkan ketersedian
unsur hara P dan Ca. Hasil penelitian yang
dilakukan di Indonesia, India, Filipina, dan
Jepang diperoleh bahwa produktivitas air pada
penanaman padi sawah berkisar antara 0,14-1,10
gram gabah kering giling liter-1 air (Bhuiyan,
1992; Bhuiyan et al. 1994; Bouman and Tuong,
2001; Cabangon et al. 2002; Tabal et al. 2002;
IWMI, 2004; Sukristiyonubowo et al. 2012).
Produktivitas air yang lebih baik dilaporkan pada
sawah Vitric Andosol di Jepang yaitu sekitar 1,52
g gabah kering giling liter-1 air (Anbumozhi et
al. 1998). Namun, penelitian tentang pengaruh
pengelolaan air, pupuk organik, dan pupuk hayati
terhadap produktivitas padi pada sawah tanah
salin belum banyak dikaji. Penelitian ini menguji
ketiga faktor tersebut pada produktivitas padi
pada sawah salin bukaan baru.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian lapang dilakukan selama bulan
Januari- Juni 2015, diikuti dengan analisa contoh
tanah komposit setelah panen padi sawah
kedalaman 0-20 cm dan tanaman selama bulan
Juli-Desember 2015 di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah BPT Bogor. Penelitian lapang
dilakukan pada lahan sawah salin yang baru
dibuka satu tahun di Desa Kleseleon, Kecamatan
Weliman, Kabupaten Malaka Provinsi NTT.
Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada
90 37’-90 87’LS dan 1240 52’-1240 86’ BT.
Fisiografi berupa daerah alluvial dataran rendah
dengan ketinggian 31 meter dpl.
Penelitian lapang memerlukan bahan-bahan
sarana produksi padi sawah antara lain: pupuk
anorganik sumber unsur NPK tunggal, pupuk
organik kompos jerami padi, pupuk hayati
Agrimeth, benih padi Ciherang, dan obat-obatan
pengendali OPT. Sarana alat penunjang
penelitian: alat pengukur Eh dan pH lapang (pH
multimeter), pengukur tinggi tanaman, sprayer,
bor tanah komposit, label contoh tanah,
perangkat uji tanah sawah (PUTS), perangkat
papan perlakuan. Analisis contoh tanah dan
tanaman di laboratotium mengikuti prosedur
persiapan contoh, ekstraksi, dan pengukuran
kadar hara analisis kimia tanah dan tanaman
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dari
BPT.
Rancangan penelitian
Penelitian lapang merupakan percobaan
faktorial dengan pengujian 3 faktor yaitu tinggi
genangan (ponding water layer) terdiri dari 2
level (0,5 cm dan 3,0 cm) sebagai faktor kesatu,
jenis pupuk (NPK tunggal, kompos, dan hayati)
sebagai faktor kedua, serta dosis pupuk NPK
tunggak (0,5 rekomendasi; 0,75 rekomendasi;
dan 1,0 rekomendasi) sebagai faktor ketiga.
Terdapat 10 perlakuan yang diuji, merupakan
kombinasi tidak lengkap dari ketiga faktor
tersebut yang disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok (RAK), diulang sebanyak tiga kali
(Tabel 1).
Pupuk NPK tunggal bersumber sebagai Urea,
SP-36, dan KCl dengan dosis mengikuti status
unsur N, P, dan K tanah lokasi penelitian masingmasing sebanyak 300 kg ha-1, 50 kg ha-1, dan 75
kg ha-1. Pupuk organik berasal dari jerami padi
yang dikomposkan dengan dosis 2 ton ha-1,
pupuk hayati Agrimeth merupakan konsorsia
mikroba tanah diaplikasikan sebagai seed
treatment dengan dosis 500 gram 40-1 kilogram
benih. Pupuk SP-36 dan pupuk organik
diaplikasikan dengan menyebar rata dan diaduk
dengan tanah bersamaan dengan pengolahan
tanah terakhir, pupuk Urea dan KCl masingmasing diaplikasikan sebanyak dua kali yaitu
50% saat umur tanaman satu minggu dan 50%
pada umur padi empat minggu setelah tanam.
Petak penelitian dibuat dengan ukuran 5 m x 5 m,
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
ditanami padi Ciherang sistem tegel dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm, 3-4 bibit umur 21 hari
lubang tanam-1.
Parameter yang diamati
Selama penelitian berlangsung dilakukan
pengamatan terhadap: 1) dinamika pH dan Eh
tanah yang diukur sekali setiap minggu dimulai
sejak saat padi ditanam; 2) pertumbuhan vegetatif
tanaman padi dengan mengukur parameter tinggi
tanaman, jumlah anakan; 3) produksi padi
Ciherang dengan mengukur berat GKG dan berat
jerami kering; 4) produktivitas air berdasarkan
produksi gabah dibagi dengan selisih debit air
yang masuk dan keluar petakan selama periode
tanam-panen; dan 5) Sifat tanah.
Analisis data
Perbedaan antar perlakukan dianalisis dengan
uji F (Analysis of variances/Anova) dan
dilanjutkan uji jarak berganda Duncan (Duncan
multiple range test/DMRT) pada taraf 5%
Tabel 1. Perlakuan pada penelitian pengelolaan
air, pupuk anorganik, pupuk organik,
dan
pupuk
hayati
terhadap
produktivitas padi tanah salin bukaan
baru di Kabupaten Malaka, 2015.
Perlakuan
Gen. Urea
SPKCL Komp Biofer
(cm)
36
Kontrol
3
T-0
3
√
√
√
T-1
3
√
√
√
√
T-2
3
√
√
√
√
√
T-3
3
0,75
0,75
0,75
√
√
T-4
3
0,50
0,50
0,50
√
√
T-5
3
√
√
√
√
T-6
3
√
√
√
T-7
3
√
√
√
T-8
3
√
√
√
Keterangan: Gen (genangan), Komp (kompos), Biofer
(biofertilizer). Kontrol: perlakuan tanpa pupuk. T-0 (NPK
rekomendasi); T-1 (NPK rekomendasi & biofertilizer), T-2 (NPK
rekomendasi, biofertlizer & kompos), T-3 (0,75 NPK
rekomendasi, biofertlizer & kompos), T-4 (0,50 NPK,
rekomendasi biofertlizer & kompos), T-5 (NPK rekomendasi &
kompos), T-6 (NPK rekomendasi & intermitten 2-1), T-7 (NPK
rekomendasi & intermitten 1-1), T-8 (NPK rekomendasi &
macak-macak). T-0 sampai T-5 tergenang terus-menerus. T-6
intermitten dengan dua minggu basah dengan tinggi genangan 3
cm dan satu minggu kering. T-7 (seminggu tergenang &
seminggu kering), T-8 (tinggi genangan 0,5 cm). Kompos dengan
dosis 2 ton ha-1. Biofertilizer (Agrimeth 500 gram 40-1 kilogram
benih/seed treatment).
35
HASIL
Karakteristik kimia tanah. Secara umum,
status kesuburan tanah lokasi penelitian termasuk
rendah terkait dengan rendahnya C-organik
(0,64%), kadar unsur hara N (0,07%), dan nilai
kapasitas tukar kation (KTK, 12,68 cmolc/kg).
Nilap pH tanah 8,7 termasuk reaksi tanah basa
yang menunjukkan unsur hara P terikat kuat oleh
tanah dalam bentuk Ca-P sehingga tidak tersedia
untuk tanaman. Hal ini terlihat dari kadar hara P
potensial tinggi (124,00 ml/100 gram) tetapi P
tersedia termasuk rendah-sedang (19,00 ppm).
Tanah sawah bukaan baru di lokasi penelitian
digolongkan pada tanah salin karena memiliki pH
(8,7); daya hantar listrik (5,01 dSm-1); dan
persentase sodium tertukar 15,0% (Tabel 1).
Tabel 2. Sifat kimia tanah lokasi penelitian
pengaruh pengelolaan air, pupuk
anorganik, pupuk organik, dan pupuk
hayati terhadap produktivitas padi
tanah salin bukaan baru di Kabupaten
Malaka, 2015.
Parameter tanah
Tekstur
- Pasir (%)
- Debu (%)
- Liat (%)
pH
- H2O
- HCl
Bahan organic
- C-organik (%)
- N-Total (%)
- C/N (%)
HCl 25%
- P2O5-potensial (mg/100 g)
- K2O-potensial (mg/100 g)
- P-tersedia (Olsen, ppm)
Nilai kation dapat ditukar
- Ca (cmolc/kg)
- Mg (cmolc/kg)
- K (cmolc/kg)
- Na (cmolc/kg)
KTK (cmolc/kg)
Kejenuhan basa (KB) (%)
DHL (dS/m)
Persentase natrium tertukar (%)
Nilai
41
Status
Lempung liat
berpasir
36
23
8,7
7,9
Agak basa
0,64
0,07
9,00
Rendah
Sangat rendah
Rendah
124,00
66,00
19,00
Tinggi
Tinggi
Rendah-sedang
26,61
2,49
0,32
1,50
12,68
100,00
5,01
15,00
Sangat tinggi
Rendah
Sedang
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
-
36
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
Dinamika pH dan Eh. Hasil pengamatan pH
secara langsung dilapangan menunjukkan bahwa
penggenangan menurunkan pH tanah dari 7,07
menuju nilai pH terendah sekitar 7,01 yang
dicapai pada 14 hari penggenangan (Gambar 1).
Pada umur penggenangan selanjutnya, pH tanah
meningkat sampai nilai pH 7,05 dan selanjutnya
nilai pH tanah stabil pada kisaran 7,04-7,05.
Pemberian pupuk NPK anorganik, jerami padi
sebanyak 2,0 ton ha-1, dan penggenangan secara
macak-macak menunjukkan pola yang sama
dengan tanah kontrol, kecuali penggenangan
secara intermittent 2-1 dimana menujukkan pola
yang berlawanan dengan semua perlakuan yang
diuji.
Penggenangan
intermittent
2-1
meningkatkan nilai pH sampai minggu ke-1 dari
7,08 menuju 7,10, kemudian menurun sampai
penggenangan 42 hari mencapai 7,0, dan
meningkat kembali sampai nilai pH stabil antara
7,02-7,03.
Berlawanan dengan pH, penggenangan tanah
salin bukaan baru menyebabkan peningkatan
nilai Eh pada awal penggenangan (14-21 hari
setelah penggenangan), dari -140 mv menuju -50
mv, diikuti dengan penurunan pada periode
berikutnya menuju -160 mv, dan meningkat
kembali pada fluktuasi nilai Eh stabil antara -150
mv sampai -120 mv (Gambar 1). Pemberian
pupuk NPK tunggal, jerami padi sebanyak 2 ton
ha-1, dan penggenangan macak-macak juga
menunjukkan pola dinamika nilai Eh yang sama
dengan tanah kontrol. Perlakuan penggenangan
secara intermittent 2-1 menunjukkan pola
berbeda dimana Eh relatif stagnan sampai
penggenangan 7 hari sekitar -60 mv, menurun
menuju nilai Eh sekitar -160 mv pada
penggenangan 28-35 hari, kemudian stabil pada
penggenangan berikutnya antara -160 mv sampai
-140 mv.
Produksi tanaman padi dan efisiensi air
irigasi. Padi varietas Ciherang ditanam sebagai
tanaman indikator pada umur bibit 21
hari.Selama pertumbuhan padi, komponen hasil
yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah
anakan produktif menjelang panen (Tabel 3).
Tanaman padi Ciherang tertinggi diperoleh pada
perlakuan pupuk NPK rekomendasi + 2,0 ton
jerami ha-1 setinggi 87,8 cm. Uji beda nyata
dengan DMRT 5% menunjukkan bahwa tinggi
tanaman tersebut tidak berbeda nyata terhadap
semua perlakuan yang diuji, kecuali terhadap
kontrol dengan tinggi padi 80,1 cm
Jumlah anakan padi menunjukkan pola
keragaman yang berbeda diantara perlakuan yang
diuji dengan tinggi tanaman (Tabel 3). Jumlah
anakan padi tertinggi sebanyak 28,83 batang
rumpun-1 diperoleh dari perlakuan NPK
Rekomendasi + 2,0 ton Kompos ha-1, berbeda
nyata terhadap kontrol dan 0,75 NPK
Rekomendasi + Biofertilizer + 2,0 ton kompos
ha-1 dengan jumlah anakan masing-masing
sebanyak 18,50 batang rumpun-1 dan 22,13
batang rumpun-1. Pemberian pupuk Urea, SP-36
dan KCl mampu meningkatkan jumlah anakan
padi pada sawah salin bukaan baru, aplikasi
pupuk organik cenderung tidak meningkatkan
jumlah anakan padi secara nyata.
Padi Ciherang dipanen pada umur 105 HST
dengan produksi tertinggi diperoleh dari
perlakuan NPK Rekom + 2,0 ton Kompos ha-1
sebanyak 5,07 ton GKG ha-1. Hasil ini tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan NPK
Rekomendasi; NPK Rekom+ Intermitten 2-1; dan
NPK Rekom + Intermitten 1-1 dengan sebaran
hasil antara 4,24 ton GKG ha-1 - 5,00 ton GKG
ha-1. Namun demikian, produksi ini berbeda
nyata terhadap perlakuan kontrol; NPK Rekom +
Biofert; NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton kompos
ha-1 ; 0,75 NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton
komposha-1; 0,5 NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton
ha-1kompos; dan NPK Rekom + Macak-macak
dengan sebaran hasil antara 3,31 ton GKG ha-1 –
4,09 ton GKG ha-1 (Tabel 4). Jerami kering
tertinggi diperoleh pada perlakuan 0,5 NPK
Rekom + Biofert + 2,0 ton kompos ha-1 sebanyak
16,52 ton ha-1, berbeda nyata terhadap semua
perlakuan yang diuji kecuali perlakuan NPK
Rekom + 2,0 ton Kompos ha-1 dengan produksi
jerami kering sebanyak 15,95 ton ha-1.
Produktivitas air irigasi padi sawah varietas
Ciherang pada tanah salin bukaan baru di lokasi
penelitian menunjukkan nilai yang bervariasi
antara perlakuan penggenangan yang diuji (Tabel
5). Produktivitas air irigasi tertinggi sawah salin
bukaan baru di lokasi penelitian diperoleh pada
perlakuan NPK Rekom + Intermitten 1-1 sebesar
0,898 gram liter-1 setara dengan 898 gram GKG
m-3 air irigasi, diikuti oleh perlakuan NPK
Rekom + Intermitten 2-1 sebesar 0,635 gram
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
37
Pola Eh NPKrekmds+Kompos
0
Eh (mv)
-50
0
14
28
42
56
70
84
Umur padi (HST)
-100
-150
-200
Pola Eh tanah macak-macak
0
Eh (mv)
-40
0
14
28
42
56
70
84
Umur padi (HST)
-80
-120
-160
Gambar 1. Pola dinamika pH dan Eh pengelolaan air, pupuk anorganik, organik, dan pupuk hayati
tanah sawah salin bukaan baru di Kabupaten Malaka.
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
38
liter-1 setara dengan 635 gram GKG m-3 air
irigasi. Genangan setinggi tiga centimeter terus
menerus memberikan produktivitas air antara 359
GKG m-3 – 553 gram GKG m-3.
Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah anakan
padi Ciherang menjelang panen
penelitian pengaruh pengelolaan air,
pupuk anorganik, organik, dan pupuk
hayati tanah sawah salin bukaan baru
di Kabupaten Malaka.
Perlakuan
Tinggi
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
80,1 a
85,4 ab
82,1 ab
84,9 ab
82,00 ab
84,6 ab
87,8 b
84,2 ab
84,4 ab
83,6 ab
Jumlah anakan
18,50 a
24,97 bc
27,37 bc
25,20 bc
22,13 ab
23,10 abc
28,83 c
26,97 bc
27,40 bc
24,60 bc
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1. Tinggi
tanaman (cm). Jumlah anakan (batang rumpun-1). Angka pada
kolom yang sama yang diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak
ada perbedaan.
Tabel 4. Berat GKG dan jerami kering
penelitian pengaruh pengelolaan air,
pupuk anorganik, organik, dan pupuk
hayati tanah sawah salin bukaan baru
di Kabupaten Malaka.
Perlakuan
GKG
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
3,58 a
5,00 b
3,56 a
4,06 a
3,31 a
3,36 a
5,07 b
4,24 ab
4,49 ab
4,09 a
Jerami kering
11,15 bc
11,32 bc
6,49 a
9,07 b
13,16 c
16,52 d
15,95 d
12,57 c
13,49 c
6,49 a
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1. GKG (ton
ha-1). Jerami kering (ton ha-1). Angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak ada perbedaan.
Tabel 5. Pengaruh pengelolaan air, pupuk
anorganik, organik, dan pupuk hayati
terhadap produkitivitas air irigasi tanah
sawah salin bukaan baru di Kabupaten
Malaka.
Perlakuan
Produktivitas air
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
0,389
0,535
0,388
0,441
0,359
0,366
0,553
0,635
0,898
0,445
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1.
Produktivitas air (gram liter-1). Angka pada kolom yang sama
yang diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak ada perbedaan.
PEMBAHASAN
Karakteristik kimia tanah. Tanah dengan
pH >8 umumnya dikelompokan dalam tanah
salin (Kyuna, 2004; Djukri, 2009). Tanah
semacam ini memiliki beberapa kendala terkait
dengan kesesuaian pertumbuhan tanaman seperti:
1) tekanan osmotik tanaman rendah; 2)
rendahnya unsur N dan K; 3) kandungan Na+
yang tinggi (FAO, 2005); dan 4) tingginya pH
tanah (Hardjowigeno, 2007). Beberapa solusi
yang dapat dilakukan agar tanaman padi bisa
memberikan hasil yang baik adalah eradikasi,
pertukaran kation, dan penggunaan bahan-bahan
pembaik tanah (Samosir, 2010).
Dinamika pH dan Eh. pH dan Eh merupakan
sifat kimia tanah yang berperan penting pada
ekosistem sawah bukaan baru karena terkait
dengan dinamika dan ketersediaan unsur hara
bagi tanaman. Penggenangan akan merubah
kondisi lingkungan sawah bukaan baru dari
kondisi yang kering atau agak kering menjadi
kondisi tanah tergenang atau jenuh air. Pada
kondisi tergenang, difusi oksigen dari udara ke
dalam tanah sangat terhambat sekitar 1/10.000
dari kondisi tanah kering. Oksigen yang
terperangkap dalam matrik tanah dikonsumsi
oleh tanaman dan mikroorganisme tanah, suasana
tanah
menjadi
anaerob
atau
reduksi.
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
Transformasi dari suasana aerob menjadi anaerob
ini dikenal sebagai reaksi oksidasi-reduksi.
Dalam reaksi ini, terjadi transfer elektron dari
donor ke aseptor. Pada donor elektron terjadi
kehilangan elektron melalui oksidasi dan pada
aseptor terjadi reduksi yang menerima elektron.
Di dalam tanah, reaksi oksidasi-reduksi terjadi
secara simultan disebut sebagai reaksi redoks dan
sistem yang melibatkan reaksi redoks disebut
sebagai sistem redoks (Kyuma, 2004).
Dinamika pH dan Eh akibat penggenangan
tanah salin berlumpur menunjukan pola yang
sama dengan penelitian-penelitian terdahulu.
Ponnamperuma (1978) melaporkan bahwa
penggenangan tanah salin berlumpur akan
menurunkan pH selama periode 0-3 minggu
menuju nilai pH terendah, kemudian naik
asymptotically ke nilai pH stabil antara 6,7-7,2.
Terkait dengan dinamika Eh. Sedangkan hasil
penelitian Kyuma (2004) dilaporkan bahwa Eh
tanah sawah tergenang pada kedalaman 35 cm
meningkat pada perode awal, kemudian menurun
mencapai titik terendah pada penggenangan
selanjutnya yang diikuti dengan peningkatan nilai
Eh mencapai titik stabil pada penggenangan
berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
dinamika pH dan Eh pada tanah sawah tergenang
adalah tekstur tanah, kadar bahan organik, kadar
Fe dan Mn. Pada tanah sawah tergenang yang
bertekstur liat berdebu, kadar bahan organik
1,8%, dan kadar Mn 0,08 ppm, nilai pH akan
stabil sekitar 7,7 (Ponnamperuma, 1978).
Semakin tinggi kadar liat dan bahan organik
tanah maka penggenangan akan meningkatkan
nilai pH tanah yang stabil. Tanah sawah di lokasi
penelitian bertekstur lempung liat berpasir
dengan kadar bahan organik 1,10% nilai pH
stabil pada kisaran 7,02-7,04.
Produksi tanaman padi dan efisiensi air
irigasi. Tinggi tanaman yang dicapai tanaman
padi ini tergolong kurang baik yang
dimungkinkan oleh terganggunya ketersediaan
unsur hara akibat tingginya kadar Na dan Ca.
Tinggi tanaman padi ini mirip dengan hasil
penelitian Muharam dan Saefudin (2016) yang
melaporkan bahwa aplikasi pupuk dasar 250
Urea kg ha-1, 100 kg SP-36 ha-1, dan 100 kg KCl
ha-1 pada tanah sawah salin bukaan baru jenis
Sodic
Psammaquents
Indramayu
tidak
memberikan tinggi tanaman yang berbeda nyata
39
antara perlakukan 5 ton gypsum ha-1, 10 ton
biochar ha-1, dan 10 ton volkanorfS532 ha-1.
Aplikasi pupuk organik tidak meningkatkan
jumlah anakan padi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Subardja (2016)
bahwa aplikasi 125 kg Urea ha-1 + 100 kg SP-36
ha-1 + 50 kg KCl ha-1 memberikan jumlah anakan
padi pada sawah salin bukaan baru sebanyak
23,04 batang rumpun-1, tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan 125 kg Urea ha-1 + 100 kg
SP-36 ha-1 + 50 kg KCl ha-1 + 5,0 ton jerami padi
dengan jumlah anakan sebanyak 24,2 batang
rumpun-1.
Hal lain yang dapat dibahas adalah bahwa
aplikasi pupuk hayati melalui perlakuan benih
(seed treatment) yang bersumber sebagai
Agrimeth dengan dosis sebanyak 500 gram 40
kg-1 benih, tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi
Ciherang. Kondisi ini dimungkinkan oleh adanya
persaingan penggunaan nitrogen antara tanaman
padi dengan pertumbuhan dan perkembangan
mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati
Agrimeth. Dalam pupuk hayati Agrimeth, hidup
beberapa jenis mikroba dengan fungsi yang
spesifik seperti pelarut P, dan pengikat N yang
memerlukan energi untuk pertumbuhannya agar
bisa melangsungkan fungsinya masing-masing.
Sumber energi untuk pertumbuhannya dapat
berupa unsur hara terutama nitrogen yang
terdapat didalam tanah secara existing maupun
dari pemberian pupuk Urea. Persingan nitrogen
antara tanaman dengan mikroba tersebut bisa
mengutrangi kebutuhan untuk tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman bisa terganggu.
Persaingan penggunaan unsur nitrogen yang
ada di dalam tanah antara tanaman dengan
mikroba yang hidup di dalam pupuk hayati
Agrimeth juga mengakibatkan produksi padi
pada perlakuan Biofertilizer lebih rendah dari
perlakuan tanpa Biofertilizer. Pada perlakuan
irigasi intermittent, produksi padi cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan irigasi terusmenerus, walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini
berkaitan dengan laju kehilangan nitrogen pada
irigasi intermittent. Penggunaan pupuk nitrogen
pada sawah dengan irigasi intermittent kurang
efisien karena suasana bergantian antara kondisi
aerob-anaerob
akan
meningkatkan
laju
kehilangan nitrogen melalui denitrifikasi (Singh
40
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
and Singh, 2017). Seperti diketahui bahwa
nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan
vegetatif dan pembentukan anakan tanaman padi
dimana pada perlakuan irigasi intermittent kedua
parameter tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan irigasi terus menerus.
Usahatani padi sawah memerlukan air yang
banyak dibandingkan dengan usahatani lainnya
sehingga informasi produktivitas air irigasi pada
padi sawah penting untuk diketahui dalam
kaitannya dengan pengelolaan air. Produktivitas
air irigasi didefinisikan sebagai hasil padi atau
tanaman dari setiap penggunaan 1 m3 air irigasi
(Sukristiyonubowo et al. 2012). Dalam
hubungannya dengan usahatani padi sawah maka
produktivitas air irigasi diperoleh dengan cara
membagi produksi GKG ha-1 dengan jumlah
kebutuhan air irigasi selama pertumbuhan dan
produksi ha-1.
Tingginya produktivitas air irigasi pada
perlakuan
intermittent
berkaitan
dengan
rendahnya kebutuhan air irigasi selama
pertumbuhan dan panen padi. Sebaliknya,
produksi padi masih tinggi karena pada sawah
salin bukaan baru irigasi intermitten merupakan
salah satu cara efektif dalam mengurangi
keracunan garam natrium melalui pencucian.
Hasil serupa diperoleh bahwa perlakuan irigasi
intermitten 2-1 pada sawah bukaan baru mampu
meningkatkan produktivitas air irigasi melalui
peningkatan komponen hasil berupa jumlah
anakan produktif, diikuti dengan produksi padi
sawah varietas Ciliwung sebanyak 4,14 ton GKG
ha-1 (Sukristiyonubowo et al, 2012). Pada irigasi
terus menerus dilaporkan bahwa tinggi genangan
sampai 2,5 cm belum mampu memberikan
produktivitas air irigasi yang optimal karena
produksi padi sawah masih rendah (Sulistiyono
dan Hayati, 2013).
masing sebesar 12,68 Cmolc/kg dan 1,50
Cmolc/ka.
Penggenangan terus menerus setinggi 0,5 cm
dan 3 cm menyebabkan penurunan pH tanah
pada periode genangan 1-3 minggu, meningkat
pada minggu 4-5, dan kemudian menurun
menuju nilai pH stabil pada minggu berikutnya.
Irigasi intermittent menunjukkan pola pH yang
berlawanan dengan penggenangan terus menerus.
Penggenangan terus menerus meningkatkan Eh
tanah pada perode genangan 1-3 minggu,
menurun pada periode selanjutnya dan kemudian
meningkat menuju nilai Eh stabil pada periode
berikutnya. Irigasi intermittent menunjukkan pola
Eh yang berlawanan.
Pemberian pupuk NPK tunggal sebagai
sumber nitrogen, fosfat, dan kalium masingmasing sebanyak 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36
ha-1, dan 75 kg KCl ha-1 dan 2,0 ton kompos
jerami ha-1 meningkatkan tinggi tanaman padi
Ciherang sampai 87,8 cm dan jumlah anakan
sampai 28,83 batang rumpun-1. Pemberian pupuk
hayati Agrimeth sebagai seed treatment sebanyak
500 gram 40-1 kg benih tidak meningkatkan
tinggi tanaman dan jumlah anakan padi Ciherang.
Produksi padi mengikuti pola pertumbuhan
vegetatif padi Ciherang, gabah kering giling
tertinggi diperoleh pada perlakuan NPK
rekomendasi + 2,0 ton kompos jerami ha-1
sebanyak 5,07 ton GKG ha-1, berbeda nyata
dengan perlakuan NPK rekomendasi + 2,0 ton
kompos jerami ha-1 + 500 gram Agrimeth 40-1 kg
benih sebanyak 4,06 ton GKG ha-1.
Produktivitas air irigasi tertinggi diperoleh
pada
perlakuan
NPK
rekomendasi
+
Intermittent1-1 setinggi 0,898 gram liter-1 air
irgasi,
terendah
pada
perlakuan
NPK
rekomendasi + 2,0 ton kompos jerami ha-1 + 500
gram Agrimeth 40-1 kg benih setinggi 0,359 gram
liter-1 air irigasi.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Tanah sawah bukaan baru di Desa Kleseleon,
Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka
tergolong tanah salin dengan ciri-ciri pH 8,9,
daya hantar listrik (DHL) 5,01 dS/m, dan
persentase natrium dapat ditukar 15%. Sifat
kimia lainnya adalah tingginya nilai kation
kalsium dan natrium dapat ditukar masing-
Agus F. 2007. Pendahuluan. Di dalam Agus F,
Wahyunto, dan Santoso D (eds.). Tanah
Sawah bukaan baru. Balai Besar Penelitian &
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP), Bogor. Hal: 1-4.
Anbumozhi VE, Yamaji, Tabuchi T. 1998. Rice
crop growth and yield as influenced by
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
changes in ponding water depth, water regime
and fertigation level. Agricultural Water
Management 37: 241-253.
Bhuiyan SI. 1992. Water management in relation
to crop production: case study on rice. Outlook
Agriculture 21: 293-299.
Bhuiyan SI, Sattar MA, Tabbal DF. 1994. Wet
seeded rice: water use efficiency, productivity
and constraints to wider adoption. Paper
presented at the International Workshop on
constrains, opportunities, and innovations for
wet seeded rice. Bangkok, May 31 – June 3,
1994, 19 pp.
Bouman BAM, Peng S, Castaneda AR, Visperas
RM. 2005. Yield and water use of irrigated
tropical aerobic rice systems. Agricultural
Water Management 74: 87-105.
Bouman. BAM, Tuong TP. 2001. Field water
management to save water and increase its
productivity in irrigated lowland rice.
Agricultural Water Management 49: 11-30.
Cabangon RJ, Tuong TP, Abdullah NB. 2002.
Comparing water input and water productivity
of transplanted and direct-seeded rice
production systems. Agricultural Water
Management 57: 11-31.
De Datta SK. 1981. Principles and practices of
rice production. International Rice Research
Institute (IRRI), Los Banos, Philippines.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian (Ditjen PSP). 2013. Perluasan areal
sawah baru menjadi salah satu solusi untuk
meningkatkan volume produksi beras dalam
negeri. Ditjen PSP, Jakarta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP).
2016. Luas panen dan produksi padi sawah
menurut provinsi 2011-2015. Ditjen TP,
Jakarta.
Djukri. 2009. Cekaman salinitas terhadap
pertumbuhan tanaman. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA. FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta. Hal.49-55.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2005.
Dua puluh hal untuk diketahui tentang dampak
air laut pada lahan pertanian di provinsi
Nangroe
Aceh
Darusalam.
http://www.fao.org/ag/tsunami/docs/20_think
_on_salinity_bahasa.pdf. Diakses 12 Pebruari
2014.
41
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu tanah. Akademika
Pressindo, Jakarta.
International Water Management Institute
(IWMI). 2004. Water Facts. IWMI Brochure.
Keerseblick NC, Soeprapto S. 1985. Physical
measurement in lowland soils techniques and
standardization. In: Soil Physic and Rice.
IRRI, Los Banos, Philippines.
Kyuma K. 2004. Fundamental chemical reaction
in submerged paddy soils. In: Paddy soil
science. Kyoto University Press, Kyoto. p: 6081.
Kyuma K. 2004. Problem paddy soil. In: Paddy
soil science. Kyoto University Press, Kyoto. p:
222-254.
Maharani E. 2015. Tingkat konsumsi beras
secara nasional. www.republika. Diakses 24
Januari 2017.
Muharam, Saefudin. 2016. Pengaruh berbagai
pembenah tanah terhadap pertumbuhan dan
populasi tanaman padi sawah varietas dendang
di tanah sawah salin bukaan baru. Jurnal
Agrotek Indonesia 1(2): 141-150.
Ponnamperuma FN. 1978. Electrochemical
changes in submerged soil and the growth of
rice. Advance in Agronomy 24: 48-56.
Prasetyo BH. 2007. Genesis tanah sawah bukaan
baru. Di dalam Agus F, Wahyunto, dan
Santoso D (eds.). Tanah Sawah bukaan baru.
Balai Besar Penelitian & Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP),
Bogor. Hal: 25-51.
Ritung S, Suharta N. 2010. Sebaran dan potensi
pengembangan lahan sawah bukaan baru. Di
dalam Agus F, Wahyunto, dan Santoso D
(eds.). Tanah Sawah bukaan baru. Edisi
kedua.
Balai
Besar
Penelitian
&
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP), Bogor. Hal: 5-25.
Samosir. 2010. Survey dan pemetaan tingkat
salinitas lahan. Samosir. [Skripsi]. Faperta
USU, Medan.
Singh B,
Singh VK. 2017. Fertilizer
management in rice. In: Chauhan BS, Jabran
K, Mahajan G. (Eds.). Rice production
worldwide. Springer, Dordrecth. p: 217-253.
Subarja VO. 2016. Pengelolaan limbah pertanian
dan sampah pasar untuk perbaikan sifat tanah
dan peningkatan produksi padi dengan metode
42
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
SRI di lahan salin karawang. [Tesis]. SPS
IPB, Bogor.
Sukristiyonubowo, Nugroho K, Ritung S. 2012.
Rice growth and water productivity of newly
openend wetlands in Indonesia. Journal of
Agiculture Science and Soil Science 2(8): 328
– 332.
Sulistiyono E, Hayati T. 2013. Penentuan tinggi
irigasi genangan yang tidak menurunkan
produksi padi sawah. Jurnal Agrovigor 6(2):
87-91.
Sys C. 1985. Evaluation of the physical
environment for rice cultivation. In: Soil
physics and rice. International Rice Research
Institute (IRRI), Los Banos, Philippines. p:
31-34.
Taball DF, Bouman BAM, Bhuiyan SI, Sibayan
EB, Sattar MA. 2002. On-farm strategies for
reducing water input in irrigated rice; case
study in the Philippines. Agricultural Water
Management. 56: 93-112.
Tadano T, Yoshida S. 1978. Chemical changes in
submerged soils and their effects on rice
growth. International Rice Research Institute
(IRRI), Los Banos, Philippines.
Volume 1, Nomor 2, September 2017
Halaman: 31-42
ISSN: 2549-5100
Pengaruh Pengelolaan Air dan Pupuk terhadap Produktivitas
Padi Sawah dan Air Irigasi pada Tanah Salin Bukaan Baru
di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur
Effects of water and fertilizers management to lowland rice and water irrigation
productivity on newly opened of saline soil at Malaka Regency,
East Nusa Tenggara Province
I Gusti Putu Wigena1,*, Diah Setyorini1, Andriati2, Muhammad Anang Firmansyah3
1
Balai Penelitian Tanah (Balit Tanah). Jalan Tentara Pelajar, No. 12, Bogor-Jawa Barat 16144.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi Pertanian (BB Pengkajian). Jalan Tentara Pelajar, No.
10, Bogor-Jawa Barat 16144
3
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Jalan G. Obos km 5, Palangka RayaKalimantan Tengah 73111. *email: [email protected].
2
Manuskrip diterima: 24 Agustus 2017. Revisi disetujui: 29 September 2017.
Sawah bukaan baru merupakan salah satu sumber kontribusi produksi beras nasional. Untuk itu,
dilakukan penelitian pengaruh pengelolaan air, pupuk anorganik, organik, dan pupuk hayati terhadap
produktivitas padi sawah tanah salin bukaan baru di Desa Kleseleon, Kecamatan Weliman, Kabupaten
Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015. Penelitian lapang yang menguji tiga faktor
yaitu dua level tinggi genangan (ponding water layer 0,5 cm dan 3,0 cm) sebagai faktor kesatu; jenis
pupuk (NPK, kompos, hayati) sebagai faktor kedua serta dosis pupuk NPK (0,5 rekomendasi, 0,75
rekomendasi, dan 1,0 rekomendasi) sebagai faktor ketiga. Terdapat 10 perlakuan yang diuji,
kombinasi tidak lengkap dari ketiga faktor tersebut yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok,
diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan lokasi penelitian termasuk tanah salin
dengan sifat kimia pH 8,9, DHL 5,01 dSm-1, dan persentase natrium dapat ditukar 15%.
Penggenangan 0,5 cm dan 3,0 cm terus menerus menurunkan pH tanah pada periode 1-3 minggu awal,
meningkat pada minggu 4-5, dan menurun menuju pH stabil pada minggu berikutnya. Penggenangan
terus menerus meningkatkan Eh tanah pada periode genangan 1-3 minggu, menurun pada periode
selanjutnya dan kemudian meningkat menuju Eh stabil pada periode berikutnya. Irigasi intermittent
menunjukkan pola pH dan Eh yang berlawanan dengan irigasi terus menerus. Tinggi tanaman, jumlah
anakan serta produktivitas padi Ciherang tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk NPK rekomendasi
berupa 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, dan 75 kg KCl ha-1+ 2,0 ton kompos jerami ha-1 masingmasing 87,8 cm, 28,83 batang rumpun-1, dan 5,07 ton GKG ha-1. Pemberian pupuk hayati Agrimeth
sebanyak 500 gram 40-1 kg benih tidak meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan produksi
padi Ciherang. Produktivitas air irigasi tertinggi diperoleh pada perlakuan NPK rekomendasi +
Intermittent1-1 setinggi 0,898 gram liter-1, terendah pada perlakuan NPK rekomendasi + 2,0 ton
kompos jerami ha-1 + 500 gram Agrimeth 40-1 kg benih setinggi 0,359 gram liter-1.
Kata kunci: Eh tanah, pengelolaan air, pH tanah, produktivitas air, pupuk.
Newly opened of lowland rice field is one source that has important role to national rice production.
For this reason, a field research to study effects of water management, anorganic, organic
32
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
fertilizers,and biofertilizer tolowland rice productivity of newly opened salin soil on Kleseleon
Village, Weliman Sub Districts, Malaka Regency, East Nusa Tenggara Province has been done on
2015. The research tested three factors, namely two levels ponding water layer: 0.5 and 3.0 cm as the
first factor; fertilizer kind (NPK, manure, biofertilizer) as the second factor; and dosage of anorganic
NPK fertilizer (0.5 NPK recommendations, 0.75 NPK recommendations, 1.0 NPK recommendation)
as the third factor. 10 treatments, combination of the three factors were tested, arranged in
Randomized Block Design with 3 replications. The results showed that the research site can be
grouped into salin soil with chemical properties of pH 8.9, electrical conductivity 5.01 dSm-1, and
excheangable sodium percentage 15%. Submergence of 0.5 cm and 3.0 cm decrease soil pH at 1-3
early weeks’ period, increase at the following 4-5 weeks, and decrease to achieve pH value on the
next week’s period. Incontrast, submergence of 0.5 cm and 3.0 cm increase soil Eh at 1-3 early weeks
period, decrease at the following 4-5 weeks, and increase to achieve Eh value on the next weeks
period. Intermittent irrigation showed pH and Eh value against to pH and Eh value of submergence
irrigation. The highest plant height, tiller number, and lowland rice productivity of Ciherang variety
was provided on NPK recommendation, consisted of 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, and 75 kg
KCl ha-1 + 2.0 ton rice straw ha-1 with each value were 87.8 cm, 28.83 steam hill-1, and 5.07 ton rice
milling dry ha-1. Application of biofertilizer as source of Agrimeth of 500 gram 40 kg-1 seed could not
increase plant heught, tiller number, and lowland rice productivity. The highest water productivity was
provided by NPK recommendation + Intermittent1-1 around 0.898 gram rice milling dry litre-1, while
the lowest water productivity was obtained on NPK recommendation + 2.0 ton rice straw ha-1 + 500
gram Agrimeth 40 kg-1 seed around 0.359 gram litre-1.
Key words: fertilizer, soil Eh, soil pH, water management, water productivity.
PENDAHULUAN
Diantara jenis makanan pokok penduduk
Indonesia, beras menempati porsi yang terbanyak
jumlahnya yaitu sekitar 114 kilogram kapita-1
sehingga diprediksi kebutuhan beras secara
nasional mencapai 27 juta ton (Maharani, 2015).
Sampai tahun 2015, luas panen sawah irigasi
sekitar 13.029.237 hektar dengan kontribusi
penyediaan beras masih dominan sekitar 95,18%
dan lahan sawah non irigasi sekitar 4,82% (Ditjen
Tanaman Pangan, 2016). Jika tidak ada usaha
yang komprehensif terkait dengan produksi
beras, akan terdapat dua fenomena yang
bertentangan di masa mendatang yaitu
permintaan beras yang terus meningkat akibat
peningkatan jumlah penduduk dengan laju
pertumbuhan rata-rata 1,40% selama 2010-2014
(BPS, 2015) dan menurunnya produksi beras
karena alih fungsi lahan pertanian ke
nonpertanian seperti industri, perumahan, jalan
raya, dan sektor lainnya dengan kecepatan antara
56.000-60.000 hektar tahun-1 (Ditjen PSP, 2013).
Oleh sebab itu, perlu dicarikan solusi dalam
rangka memenuhi kebutuhan beras nasional
diantaranya dengan membuka lahan untuk
pencetakan sawah baru.
Potensi lahan yang bisa dibuka untuk
pencetakan sawah baru tersebar luas, terutama di
luar Pulau Jawa sekitar 8,28 juta hektar yang
didominasi oleh lahan nonrawa seluas 5,30 juta
hektar dan lahan rawa 2,98 juta hektar (Ritung
dan Suharta, 2010). Secara institusi, Ditjen PSP
menjadi pemegang mandat dalam perluasan areal
untuk pengembangan tanaman pangan telah
melakukan pencetakan sawah bukaan baru pada
tahun 2012 seluas 143.334 hektar dari target
seluas 162.680 hektar. Pada tahun 2013 dan
tahun 2014, target pencetakan sawah baru
masing-masing seluas 65.000 dan 40.000 hektar
(Ditjen PSP, 2013). Sawah bukaan baru dapat
didefinisikan dari dua aspek yaitu dimensi waktu
dan sifat tanahnya sebagai berikut: 1) waktu
sejak sawah tersebut dibuka. Biasanya sawah
yang dicetak dalam 10 tahun terakhir
dikategorikan sawah bukaan baru; dan 2) sifat
tanah sawah bukaan baru. Sawah bukaan baru
dicirikan oleh belum terbentuknya lapisan tapak
bajak (Agus, 2007; Prasetyo, 2007).
Sawah bukaan baru mempunyai sifat
morfologi, kimia, fisika, dan komposisi mineral
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
yang khas bergantung pada sifat tanah asalnya,
lahan kering atau lahan basah. Pada umumnya,
sawah bukaan yang berasal dari lahan kering
yang digenangi mempunyai sifat yang masih
sama dengan tanah asalnya. Sifat fisik tanah yang
perlu diperhatikan adalah drainase, permeabilitas,
tekstur,
struktur,
dan tinggi genangan
(Keerseblick & Soeprapto, 1985; Sys, 1985).
Tanah sawah bukaan baru yang berasal dari lahan
basah, misalnya lahan pasang surut, lahan rawa
lebak maupun aluvial umumnya tidak terjadi
pergerakan air vertikal ke arah solum sehingga
tidak terjadi horison penimbunan Fe maupun Mn.
Produktivitas sawah bukaan baru baik yang
berasal dari lahan kering masam maupun lahan
basah/tergenang masih tergolong rendah karena
masih banyaknya kendala fisik, kimia maupun
biologi
yang
perlu
diperbaiki
untuk
meningkatkan produktivitasnya.
Kabupaten Malaka merupakan kabupaten
baru, pemekaran dari Kabupaten Atambua,
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun
2013. Luas wilayahnya 1.160,63 km2 dengan
hamparan sawah irigasi 8.186 hektar dan sawah
tadah hujan 2.862 hektar atau sekitar 7,0% dari
luas wilayah (Kabupaten Malaka Dalam Angka,
2014). Sawah irigasi di kabupaten ini dapat
dikategorikan sebagai sawah bukaan baru dengan
periode waktu antara 2-4 tahun yang dibuka dari
lahan basah. Fisiografi lahan sawah berupa
dataran rendah dengan elevasi 15% serta nilai pH tanah
sekitar 8,5 (Kyuma, 2004, Djukri, 2009). Tanah
33
salin masih belum banyak digunakan untuk
pertanian karena berkaitan dengan: 1) tekanan
osmotik tanaman rendah; 2) rendahnya unsur N
dan K; 3) kandungan Na+ yang tinggi (FAO,
2005); dan 4) tingginya pH tanah (Hardjowigeno,
2007). Pertumbuhan tanaman pada tanah salin
terhambat karena 1) tanaman mengalami defisit
air; 2) terjadi keracunan Na dan Cl; dan 3)
ketidakseimbangan nutrisi akibat terhambatnya
serapan terutama Ca (Djukri, 2009). Oleh karena
itu, pengembangan tanah salin untuk pertanian
sebaiknya dilakukan upaya untuk memperbaiki
sifat tanah agar lebih sesuai untuk pertumbuhan
tanaman melalui eradikasi, pertukaran kation,
dan penggunaan bahan-bahan pembaik tanah
(Samosir, 2010)
Eradikasi yakni pencucian garam-garam
terlarut di dalam tanah dengan cara irigasi dan
drainase untuk menurunkan tingkat kadar garam
di dalam tanah yang ditentukan dengan
mengukur nilai daya hantar listrik ≤4,0.
Kebutuhan air untuk mencapai nilai daya hantar
listrik tersebut bervariasi tergantung dari nilai
daya hantar listrik (DHL) tanah awal. Sebagai
ilustrasi, untuk tanah sawah setebal 20 cm nilai
DHL tanah awal 10,0 dSm-1, dan 15,0 dSm-1
masing-masing diperlukan air pencuci sekitar
315 mm dan 430 mm (FAO, 2005). Pertukaran
kation pada prinsipnya upaya untuk melepaskan
kation Na+ dari partikel liat tanah untuk
digantikan oleh kation bervalensi lebih tinggi
seperti kation Ca2+ seperti gipsum (CaSO4) atau
batu kapur (CaCO3). Hasil penelitian FAO
(2005) menyebutkan bahwa aplikasi gypsum
sebanyak 7,1 ton ha-1 pada tanah sodik mampu
meningkatkan hasil padi dari 3,85 ton GKG ha-1
menjadi 6,71 ton GKG ha-1. Aplikasi bahan
organik berupa pupuk hijau yang berasal dari
pangkasan dan sisa panen tanaman pangan
sebanyak 25 ton ha-1 mampu meningkatkan hasil
padi sampai 6,6 ton GKG ha-1 pada tanah sodik.
Penggunaan jerami padi dan sampah pasar dalam
bentuk kompos sebanyak 5 ton ha-1 mampu
meningkatkan hasil padi dari 3,74 ton GKG ha-1
menjadi 4,05 ton GKG ha-1 dan 4,53 ton GKG
ha-1 pada tanah salin di Kabupaten Karawang
(Subarja, 2016).
Telah banyak diteliti dan dipublikasikan
bahwa penanaman padi di lahan basah banyak
memerlukan air dan paling tidak efisien dalam
34
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
menggunakan air dibandingkan dengan tanaman
biji-bijian lainnya. Dari total kebutuhan air,
diketahui bahwa lebih dari setengah kebutuhan
air untuk penanaman padi dialokasikan saat
pengolahan tanah dan banyaknya air yang
diberikan saat pengolahan tanah berkisar antara
240 sampai 900 mm bergantung pada lama
pengolahan tanah (De Datta et al. 1981; Bhuiyan
et al. 1994; Bouman et al. 2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggenangan akan
menyebabkan perubahan sifat kimia tanahnya
diantaranya menaikkan pH dan menurunkan Eh
pada tanah masam dan sebaliknya menurunkan
pH dan menaikkan Eh pada tanah alkalin
(Ponnamperuma, 1978; Tadano & Yoshida,
1978). Selain itu, dilaporkan pula bahwa
penggenangan akan meningkatkan ketersedian
unsur hara P dan Ca. Hasil penelitian yang
dilakukan di Indonesia, India, Filipina, dan
Jepang diperoleh bahwa produktivitas air pada
penanaman padi sawah berkisar antara 0,14-1,10
gram gabah kering giling liter-1 air (Bhuiyan,
1992; Bhuiyan et al. 1994; Bouman and Tuong,
2001; Cabangon et al. 2002; Tabal et al. 2002;
IWMI, 2004; Sukristiyonubowo et al. 2012).
Produktivitas air yang lebih baik dilaporkan pada
sawah Vitric Andosol di Jepang yaitu sekitar 1,52
g gabah kering giling liter-1 air (Anbumozhi et
al. 1998). Namun, penelitian tentang pengaruh
pengelolaan air, pupuk organik, dan pupuk hayati
terhadap produktivitas padi pada sawah tanah
salin belum banyak dikaji. Penelitian ini menguji
ketiga faktor tersebut pada produktivitas padi
pada sawah salin bukaan baru.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian lapang dilakukan selama bulan
Januari- Juni 2015, diikuti dengan analisa contoh
tanah komposit setelah panen padi sawah
kedalaman 0-20 cm dan tanaman selama bulan
Juli-Desember 2015 di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah BPT Bogor. Penelitian lapang
dilakukan pada lahan sawah salin yang baru
dibuka satu tahun di Desa Kleseleon, Kecamatan
Weliman, Kabupaten Malaka Provinsi NTT.
Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada
90 37’-90 87’LS dan 1240 52’-1240 86’ BT.
Fisiografi berupa daerah alluvial dataran rendah
dengan ketinggian 31 meter dpl.
Penelitian lapang memerlukan bahan-bahan
sarana produksi padi sawah antara lain: pupuk
anorganik sumber unsur NPK tunggal, pupuk
organik kompos jerami padi, pupuk hayati
Agrimeth, benih padi Ciherang, dan obat-obatan
pengendali OPT. Sarana alat penunjang
penelitian: alat pengukur Eh dan pH lapang (pH
multimeter), pengukur tinggi tanaman, sprayer,
bor tanah komposit, label contoh tanah,
perangkat uji tanah sawah (PUTS), perangkat
papan perlakuan. Analisis contoh tanah dan
tanaman di laboratotium mengikuti prosedur
persiapan contoh, ekstraksi, dan pengukuran
kadar hara analisis kimia tanah dan tanaman
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dari
BPT.
Rancangan penelitian
Penelitian lapang merupakan percobaan
faktorial dengan pengujian 3 faktor yaitu tinggi
genangan (ponding water layer) terdiri dari 2
level (0,5 cm dan 3,0 cm) sebagai faktor kesatu,
jenis pupuk (NPK tunggal, kompos, dan hayati)
sebagai faktor kedua, serta dosis pupuk NPK
tunggak (0,5 rekomendasi; 0,75 rekomendasi;
dan 1,0 rekomendasi) sebagai faktor ketiga.
Terdapat 10 perlakuan yang diuji, merupakan
kombinasi tidak lengkap dari ketiga faktor
tersebut yang disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok (RAK), diulang sebanyak tiga kali
(Tabel 1).
Pupuk NPK tunggal bersumber sebagai Urea,
SP-36, dan KCl dengan dosis mengikuti status
unsur N, P, dan K tanah lokasi penelitian masingmasing sebanyak 300 kg ha-1, 50 kg ha-1, dan 75
kg ha-1. Pupuk organik berasal dari jerami padi
yang dikomposkan dengan dosis 2 ton ha-1,
pupuk hayati Agrimeth merupakan konsorsia
mikroba tanah diaplikasikan sebagai seed
treatment dengan dosis 500 gram 40-1 kilogram
benih. Pupuk SP-36 dan pupuk organik
diaplikasikan dengan menyebar rata dan diaduk
dengan tanah bersamaan dengan pengolahan
tanah terakhir, pupuk Urea dan KCl masingmasing diaplikasikan sebanyak dua kali yaitu
50% saat umur tanaman satu minggu dan 50%
pada umur padi empat minggu setelah tanam.
Petak penelitian dibuat dengan ukuran 5 m x 5 m,
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
ditanami padi Ciherang sistem tegel dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm, 3-4 bibit umur 21 hari
lubang tanam-1.
Parameter yang diamati
Selama penelitian berlangsung dilakukan
pengamatan terhadap: 1) dinamika pH dan Eh
tanah yang diukur sekali setiap minggu dimulai
sejak saat padi ditanam; 2) pertumbuhan vegetatif
tanaman padi dengan mengukur parameter tinggi
tanaman, jumlah anakan; 3) produksi padi
Ciherang dengan mengukur berat GKG dan berat
jerami kering; 4) produktivitas air berdasarkan
produksi gabah dibagi dengan selisih debit air
yang masuk dan keluar petakan selama periode
tanam-panen; dan 5) Sifat tanah.
Analisis data
Perbedaan antar perlakukan dianalisis dengan
uji F (Analysis of variances/Anova) dan
dilanjutkan uji jarak berganda Duncan (Duncan
multiple range test/DMRT) pada taraf 5%
Tabel 1. Perlakuan pada penelitian pengelolaan
air, pupuk anorganik, pupuk organik,
dan
pupuk
hayati
terhadap
produktivitas padi tanah salin bukaan
baru di Kabupaten Malaka, 2015.
Perlakuan
Gen. Urea
SPKCL Komp Biofer
(cm)
36
Kontrol
3
T-0
3
√
√
√
T-1
3
√
√
√
√
T-2
3
√
√
√
√
√
T-3
3
0,75
0,75
0,75
√
√
T-4
3
0,50
0,50
0,50
√
√
T-5
3
√
√
√
√
T-6
3
√
√
√
T-7
3
√
√
√
T-8
3
√
√
√
Keterangan: Gen (genangan), Komp (kompos), Biofer
(biofertilizer). Kontrol: perlakuan tanpa pupuk. T-0 (NPK
rekomendasi); T-1 (NPK rekomendasi & biofertilizer), T-2 (NPK
rekomendasi, biofertlizer & kompos), T-3 (0,75 NPK
rekomendasi, biofertlizer & kompos), T-4 (0,50 NPK,
rekomendasi biofertlizer & kompos), T-5 (NPK rekomendasi &
kompos), T-6 (NPK rekomendasi & intermitten 2-1), T-7 (NPK
rekomendasi & intermitten 1-1), T-8 (NPK rekomendasi &
macak-macak). T-0 sampai T-5 tergenang terus-menerus. T-6
intermitten dengan dua minggu basah dengan tinggi genangan 3
cm dan satu minggu kering. T-7 (seminggu tergenang &
seminggu kering), T-8 (tinggi genangan 0,5 cm). Kompos dengan
dosis 2 ton ha-1. Biofertilizer (Agrimeth 500 gram 40-1 kilogram
benih/seed treatment).
35
HASIL
Karakteristik kimia tanah. Secara umum,
status kesuburan tanah lokasi penelitian termasuk
rendah terkait dengan rendahnya C-organik
(0,64%), kadar unsur hara N (0,07%), dan nilai
kapasitas tukar kation (KTK, 12,68 cmolc/kg).
Nilap pH tanah 8,7 termasuk reaksi tanah basa
yang menunjukkan unsur hara P terikat kuat oleh
tanah dalam bentuk Ca-P sehingga tidak tersedia
untuk tanaman. Hal ini terlihat dari kadar hara P
potensial tinggi (124,00 ml/100 gram) tetapi P
tersedia termasuk rendah-sedang (19,00 ppm).
Tanah sawah bukaan baru di lokasi penelitian
digolongkan pada tanah salin karena memiliki pH
(8,7); daya hantar listrik (5,01 dSm-1); dan
persentase sodium tertukar 15,0% (Tabel 1).
Tabel 2. Sifat kimia tanah lokasi penelitian
pengaruh pengelolaan air, pupuk
anorganik, pupuk organik, dan pupuk
hayati terhadap produktivitas padi
tanah salin bukaan baru di Kabupaten
Malaka, 2015.
Parameter tanah
Tekstur
- Pasir (%)
- Debu (%)
- Liat (%)
pH
- H2O
- HCl
Bahan organic
- C-organik (%)
- N-Total (%)
- C/N (%)
HCl 25%
- P2O5-potensial (mg/100 g)
- K2O-potensial (mg/100 g)
- P-tersedia (Olsen, ppm)
Nilai kation dapat ditukar
- Ca (cmolc/kg)
- Mg (cmolc/kg)
- K (cmolc/kg)
- Na (cmolc/kg)
KTK (cmolc/kg)
Kejenuhan basa (KB) (%)
DHL (dS/m)
Persentase natrium tertukar (%)
Nilai
41
Status
Lempung liat
berpasir
36
23
8,7
7,9
Agak basa
0,64
0,07
9,00
Rendah
Sangat rendah
Rendah
124,00
66,00
19,00
Tinggi
Tinggi
Rendah-sedang
26,61
2,49
0,32
1,50
12,68
100,00
5,01
15,00
Sangat tinggi
Rendah
Sedang
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
-
36
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
Dinamika pH dan Eh. Hasil pengamatan pH
secara langsung dilapangan menunjukkan bahwa
penggenangan menurunkan pH tanah dari 7,07
menuju nilai pH terendah sekitar 7,01 yang
dicapai pada 14 hari penggenangan (Gambar 1).
Pada umur penggenangan selanjutnya, pH tanah
meningkat sampai nilai pH 7,05 dan selanjutnya
nilai pH tanah stabil pada kisaran 7,04-7,05.
Pemberian pupuk NPK anorganik, jerami padi
sebanyak 2,0 ton ha-1, dan penggenangan secara
macak-macak menunjukkan pola yang sama
dengan tanah kontrol, kecuali penggenangan
secara intermittent 2-1 dimana menujukkan pola
yang berlawanan dengan semua perlakuan yang
diuji.
Penggenangan
intermittent
2-1
meningkatkan nilai pH sampai minggu ke-1 dari
7,08 menuju 7,10, kemudian menurun sampai
penggenangan 42 hari mencapai 7,0, dan
meningkat kembali sampai nilai pH stabil antara
7,02-7,03.
Berlawanan dengan pH, penggenangan tanah
salin bukaan baru menyebabkan peningkatan
nilai Eh pada awal penggenangan (14-21 hari
setelah penggenangan), dari -140 mv menuju -50
mv, diikuti dengan penurunan pada periode
berikutnya menuju -160 mv, dan meningkat
kembali pada fluktuasi nilai Eh stabil antara -150
mv sampai -120 mv (Gambar 1). Pemberian
pupuk NPK tunggal, jerami padi sebanyak 2 ton
ha-1, dan penggenangan macak-macak juga
menunjukkan pola dinamika nilai Eh yang sama
dengan tanah kontrol. Perlakuan penggenangan
secara intermittent 2-1 menunjukkan pola
berbeda dimana Eh relatif stagnan sampai
penggenangan 7 hari sekitar -60 mv, menurun
menuju nilai Eh sekitar -160 mv pada
penggenangan 28-35 hari, kemudian stabil pada
penggenangan berikutnya antara -160 mv sampai
-140 mv.
Produksi tanaman padi dan efisiensi air
irigasi. Padi varietas Ciherang ditanam sebagai
tanaman indikator pada umur bibit 21
hari.Selama pertumbuhan padi, komponen hasil
yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah
anakan produktif menjelang panen (Tabel 3).
Tanaman padi Ciherang tertinggi diperoleh pada
perlakuan pupuk NPK rekomendasi + 2,0 ton
jerami ha-1 setinggi 87,8 cm. Uji beda nyata
dengan DMRT 5% menunjukkan bahwa tinggi
tanaman tersebut tidak berbeda nyata terhadap
semua perlakuan yang diuji, kecuali terhadap
kontrol dengan tinggi padi 80,1 cm
Jumlah anakan padi menunjukkan pola
keragaman yang berbeda diantara perlakuan yang
diuji dengan tinggi tanaman (Tabel 3). Jumlah
anakan padi tertinggi sebanyak 28,83 batang
rumpun-1 diperoleh dari perlakuan NPK
Rekomendasi + 2,0 ton Kompos ha-1, berbeda
nyata terhadap kontrol dan 0,75 NPK
Rekomendasi + Biofertilizer + 2,0 ton kompos
ha-1 dengan jumlah anakan masing-masing
sebanyak 18,50 batang rumpun-1 dan 22,13
batang rumpun-1. Pemberian pupuk Urea, SP-36
dan KCl mampu meningkatkan jumlah anakan
padi pada sawah salin bukaan baru, aplikasi
pupuk organik cenderung tidak meningkatkan
jumlah anakan padi secara nyata.
Padi Ciherang dipanen pada umur 105 HST
dengan produksi tertinggi diperoleh dari
perlakuan NPK Rekom + 2,0 ton Kompos ha-1
sebanyak 5,07 ton GKG ha-1. Hasil ini tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan NPK
Rekomendasi; NPK Rekom+ Intermitten 2-1; dan
NPK Rekom + Intermitten 1-1 dengan sebaran
hasil antara 4,24 ton GKG ha-1 - 5,00 ton GKG
ha-1. Namun demikian, produksi ini berbeda
nyata terhadap perlakuan kontrol; NPK Rekom +
Biofert; NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton kompos
ha-1 ; 0,75 NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton
komposha-1; 0,5 NPK Rekom + Biofert + 2,0 ton
ha-1kompos; dan NPK Rekom + Macak-macak
dengan sebaran hasil antara 3,31 ton GKG ha-1 –
4,09 ton GKG ha-1 (Tabel 4). Jerami kering
tertinggi diperoleh pada perlakuan 0,5 NPK
Rekom + Biofert + 2,0 ton kompos ha-1 sebanyak
16,52 ton ha-1, berbeda nyata terhadap semua
perlakuan yang diuji kecuali perlakuan NPK
Rekom + 2,0 ton Kompos ha-1 dengan produksi
jerami kering sebanyak 15,95 ton ha-1.
Produktivitas air irigasi padi sawah varietas
Ciherang pada tanah salin bukaan baru di lokasi
penelitian menunjukkan nilai yang bervariasi
antara perlakuan penggenangan yang diuji (Tabel
5). Produktivitas air irigasi tertinggi sawah salin
bukaan baru di lokasi penelitian diperoleh pada
perlakuan NPK Rekom + Intermitten 1-1 sebesar
0,898 gram liter-1 setara dengan 898 gram GKG
m-3 air irigasi, diikuti oleh perlakuan NPK
Rekom + Intermitten 2-1 sebesar 0,635 gram
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
37
Pola Eh NPKrekmds+Kompos
0
Eh (mv)
-50
0
14
28
42
56
70
84
Umur padi (HST)
-100
-150
-200
Pola Eh tanah macak-macak
0
Eh (mv)
-40
0
14
28
42
56
70
84
Umur padi (HST)
-80
-120
-160
Gambar 1. Pola dinamika pH dan Eh pengelolaan air, pupuk anorganik, organik, dan pupuk hayati
tanah sawah salin bukaan baru di Kabupaten Malaka.
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
38
liter-1 setara dengan 635 gram GKG m-3 air
irigasi. Genangan setinggi tiga centimeter terus
menerus memberikan produktivitas air antara 359
GKG m-3 – 553 gram GKG m-3.
Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah anakan
padi Ciherang menjelang panen
penelitian pengaruh pengelolaan air,
pupuk anorganik, organik, dan pupuk
hayati tanah sawah salin bukaan baru
di Kabupaten Malaka.
Perlakuan
Tinggi
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
80,1 a
85,4 ab
82,1 ab
84,9 ab
82,00 ab
84,6 ab
87,8 b
84,2 ab
84,4 ab
83,6 ab
Jumlah anakan
18,50 a
24,97 bc
27,37 bc
25,20 bc
22,13 ab
23,10 abc
28,83 c
26,97 bc
27,40 bc
24,60 bc
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1. Tinggi
tanaman (cm). Jumlah anakan (batang rumpun-1). Angka pada
kolom yang sama yang diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak
ada perbedaan.
Tabel 4. Berat GKG dan jerami kering
penelitian pengaruh pengelolaan air,
pupuk anorganik, organik, dan pupuk
hayati tanah sawah salin bukaan baru
di Kabupaten Malaka.
Perlakuan
GKG
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
3,58 a
5,00 b
3,56 a
4,06 a
3,31 a
3,36 a
5,07 b
4,24 ab
4,49 ab
4,09 a
Jerami kering
11,15 bc
11,32 bc
6,49 a
9,07 b
13,16 c
16,52 d
15,95 d
12,57 c
13,49 c
6,49 a
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1. GKG (ton
ha-1). Jerami kering (ton ha-1). Angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak ada perbedaan.
Tabel 5. Pengaruh pengelolaan air, pupuk
anorganik, organik, dan pupuk hayati
terhadap produkitivitas air irigasi tanah
sawah salin bukaan baru di Kabupaten
Malaka.
Perlakuan
Produktivitas air
Kontrol
T-0
T-1
T-2
T-3
T-4
T-5
T-6
T-7
T-8
0,389
0,535
0,388
0,441
0,359
0,366
0,553
0,635
0,898
0,445
Keterangan: Kode perlakukan merujuk pada Tabel 1.
Produktivitas air (gram liter-1). Angka pada kolom yang sama
yang diikuti oleh huruf sama menunjukan tidak ada perbedaan.
PEMBAHASAN
Karakteristik kimia tanah. Tanah dengan
pH >8 umumnya dikelompokan dalam tanah
salin (Kyuna, 2004; Djukri, 2009). Tanah
semacam ini memiliki beberapa kendala terkait
dengan kesesuaian pertumbuhan tanaman seperti:
1) tekanan osmotik tanaman rendah; 2)
rendahnya unsur N dan K; 3) kandungan Na+
yang tinggi (FAO, 2005); dan 4) tingginya pH
tanah (Hardjowigeno, 2007). Beberapa solusi
yang dapat dilakukan agar tanaman padi bisa
memberikan hasil yang baik adalah eradikasi,
pertukaran kation, dan penggunaan bahan-bahan
pembaik tanah (Samosir, 2010).
Dinamika pH dan Eh. pH dan Eh merupakan
sifat kimia tanah yang berperan penting pada
ekosistem sawah bukaan baru karena terkait
dengan dinamika dan ketersediaan unsur hara
bagi tanaman. Penggenangan akan merubah
kondisi lingkungan sawah bukaan baru dari
kondisi yang kering atau agak kering menjadi
kondisi tanah tergenang atau jenuh air. Pada
kondisi tergenang, difusi oksigen dari udara ke
dalam tanah sangat terhambat sekitar 1/10.000
dari kondisi tanah kering. Oksigen yang
terperangkap dalam matrik tanah dikonsumsi
oleh tanaman dan mikroorganisme tanah, suasana
tanah
menjadi
anaerob
atau
reduksi.
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
Transformasi dari suasana aerob menjadi anaerob
ini dikenal sebagai reaksi oksidasi-reduksi.
Dalam reaksi ini, terjadi transfer elektron dari
donor ke aseptor. Pada donor elektron terjadi
kehilangan elektron melalui oksidasi dan pada
aseptor terjadi reduksi yang menerima elektron.
Di dalam tanah, reaksi oksidasi-reduksi terjadi
secara simultan disebut sebagai reaksi redoks dan
sistem yang melibatkan reaksi redoks disebut
sebagai sistem redoks (Kyuma, 2004).
Dinamika pH dan Eh akibat penggenangan
tanah salin berlumpur menunjukan pola yang
sama dengan penelitian-penelitian terdahulu.
Ponnamperuma (1978) melaporkan bahwa
penggenangan tanah salin berlumpur akan
menurunkan pH selama periode 0-3 minggu
menuju nilai pH terendah, kemudian naik
asymptotically ke nilai pH stabil antara 6,7-7,2.
Terkait dengan dinamika Eh. Sedangkan hasil
penelitian Kyuma (2004) dilaporkan bahwa Eh
tanah sawah tergenang pada kedalaman 35 cm
meningkat pada perode awal, kemudian menurun
mencapai titik terendah pada penggenangan
selanjutnya yang diikuti dengan peningkatan nilai
Eh mencapai titik stabil pada penggenangan
berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
dinamika pH dan Eh pada tanah sawah tergenang
adalah tekstur tanah, kadar bahan organik, kadar
Fe dan Mn. Pada tanah sawah tergenang yang
bertekstur liat berdebu, kadar bahan organik
1,8%, dan kadar Mn 0,08 ppm, nilai pH akan
stabil sekitar 7,7 (Ponnamperuma, 1978).
Semakin tinggi kadar liat dan bahan organik
tanah maka penggenangan akan meningkatkan
nilai pH tanah yang stabil. Tanah sawah di lokasi
penelitian bertekstur lempung liat berpasir
dengan kadar bahan organik 1,10% nilai pH
stabil pada kisaran 7,02-7,04.
Produksi tanaman padi dan efisiensi air
irigasi. Tinggi tanaman yang dicapai tanaman
padi ini tergolong kurang baik yang
dimungkinkan oleh terganggunya ketersediaan
unsur hara akibat tingginya kadar Na dan Ca.
Tinggi tanaman padi ini mirip dengan hasil
penelitian Muharam dan Saefudin (2016) yang
melaporkan bahwa aplikasi pupuk dasar 250
Urea kg ha-1, 100 kg SP-36 ha-1, dan 100 kg KCl
ha-1 pada tanah sawah salin bukaan baru jenis
Sodic
Psammaquents
Indramayu
tidak
memberikan tinggi tanaman yang berbeda nyata
39
antara perlakukan 5 ton gypsum ha-1, 10 ton
biochar ha-1, dan 10 ton volkanorfS532 ha-1.
Aplikasi pupuk organik tidak meningkatkan
jumlah anakan padi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Subardja (2016)
bahwa aplikasi 125 kg Urea ha-1 + 100 kg SP-36
ha-1 + 50 kg KCl ha-1 memberikan jumlah anakan
padi pada sawah salin bukaan baru sebanyak
23,04 batang rumpun-1, tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan 125 kg Urea ha-1 + 100 kg
SP-36 ha-1 + 50 kg KCl ha-1 + 5,0 ton jerami padi
dengan jumlah anakan sebanyak 24,2 batang
rumpun-1.
Hal lain yang dapat dibahas adalah bahwa
aplikasi pupuk hayati melalui perlakuan benih
(seed treatment) yang bersumber sebagai
Agrimeth dengan dosis sebanyak 500 gram 40
kg-1 benih, tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi
Ciherang. Kondisi ini dimungkinkan oleh adanya
persaingan penggunaan nitrogen antara tanaman
padi dengan pertumbuhan dan perkembangan
mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati
Agrimeth. Dalam pupuk hayati Agrimeth, hidup
beberapa jenis mikroba dengan fungsi yang
spesifik seperti pelarut P, dan pengikat N yang
memerlukan energi untuk pertumbuhannya agar
bisa melangsungkan fungsinya masing-masing.
Sumber energi untuk pertumbuhannya dapat
berupa unsur hara terutama nitrogen yang
terdapat didalam tanah secara existing maupun
dari pemberian pupuk Urea. Persingan nitrogen
antara tanaman dengan mikroba tersebut bisa
mengutrangi kebutuhan untuk tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman bisa terganggu.
Persaingan penggunaan unsur nitrogen yang
ada di dalam tanah antara tanaman dengan
mikroba yang hidup di dalam pupuk hayati
Agrimeth juga mengakibatkan produksi padi
pada perlakuan Biofertilizer lebih rendah dari
perlakuan tanpa Biofertilizer. Pada perlakuan
irigasi intermittent, produksi padi cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan irigasi terusmenerus, walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini
berkaitan dengan laju kehilangan nitrogen pada
irigasi intermittent. Penggunaan pupuk nitrogen
pada sawah dengan irigasi intermittent kurang
efisien karena suasana bergantian antara kondisi
aerob-anaerob
akan
meningkatkan
laju
kehilangan nitrogen melalui denitrifikasi (Singh
40
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
and Singh, 2017). Seperti diketahui bahwa
nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan
vegetatif dan pembentukan anakan tanaman padi
dimana pada perlakuan irigasi intermittent kedua
parameter tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan irigasi terus menerus.
Usahatani padi sawah memerlukan air yang
banyak dibandingkan dengan usahatani lainnya
sehingga informasi produktivitas air irigasi pada
padi sawah penting untuk diketahui dalam
kaitannya dengan pengelolaan air. Produktivitas
air irigasi didefinisikan sebagai hasil padi atau
tanaman dari setiap penggunaan 1 m3 air irigasi
(Sukristiyonubowo et al. 2012). Dalam
hubungannya dengan usahatani padi sawah maka
produktivitas air irigasi diperoleh dengan cara
membagi produksi GKG ha-1 dengan jumlah
kebutuhan air irigasi selama pertumbuhan dan
produksi ha-1.
Tingginya produktivitas air irigasi pada
perlakuan
intermittent
berkaitan
dengan
rendahnya kebutuhan air irigasi selama
pertumbuhan dan panen padi. Sebaliknya,
produksi padi masih tinggi karena pada sawah
salin bukaan baru irigasi intermitten merupakan
salah satu cara efektif dalam mengurangi
keracunan garam natrium melalui pencucian.
Hasil serupa diperoleh bahwa perlakuan irigasi
intermitten 2-1 pada sawah bukaan baru mampu
meningkatkan produktivitas air irigasi melalui
peningkatan komponen hasil berupa jumlah
anakan produktif, diikuti dengan produksi padi
sawah varietas Ciliwung sebanyak 4,14 ton GKG
ha-1 (Sukristiyonubowo et al, 2012). Pada irigasi
terus menerus dilaporkan bahwa tinggi genangan
sampai 2,5 cm belum mampu memberikan
produktivitas air irigasi yang optimal karena
produksi padi sawah masih rendah (Sulistiyono
dan Hayati, 2013).
masing sebesar 12,68 Cmolc/kg dan 1,50
Cmolc/ka.
Penggenangan terus menerus setinggi 0,5 cm
dan 3 cm menyebabkan penurunan pH tanah
pada periode genangan 1-3 minggu, meningkat
pada minggu 4-5, dan kemudian menurun
menuju nilai pH stabil pada minggu berikutnya.
Irigasi intermittent menunjukkan pola pH yang
berlawanan dengan penggenangan terus menerus.
Penggenangan terus menerus meningkatkan Eh
tanah pada perode genangan 1-3 minggu,
menurun pada periode selanjutnya dan kemudian
meningkat menuju nilai Eh stabil pada periode
berikutnya. Irigasi intermittent menunjukkan pola
Eh yang berlawanan.
Pemberian pupuk NPK tunggal sebagai
sumber nitrogen, fosfat, dan kalium masingmasing sebanyak 300 kg Urea ha-1, 50 kg SP-36
ha-1, dan 75 kg KCl ha-1 dan 2,0 ton kompos
jerami ha-1 meningkatkan tinggi tanaman padi
Ciherang sampai 87,8 cm dan jumlah anakan
sampai 28,83 batang rumpun-1. Pemberian pupuk
hayati Agrimeth sebagai seed treatment sebanyak
500 gram 40-1 kg benih tidak meningkatkan
tinggi tanaman dan jumlah anakan padi Ciherang.
Produksi padi mengikuti pola pertumbuhan
vegetatif padi Ciherang, gabah kering giling
tertinggi diperoleh pada perlakuan NPK
rekomendasi + 2,0 ton kompos jerami ha-1
sebanyak 5,07 ton GKG ha-1, berbeda nyata
dengan perlakuan NPK rekomendasi + 2,0 ton
kompos jerami ha-1 + 500 gram Agrimeth 40-1 kg
benih sebanyak 4,06 ton GKG ha-1.
Produktivitas air irigasi tertinggi diperoleh
pada
perlakuan
NPK
rekomendasi
+
Intermittent1-1 setinggi 0,898 gram liter-1 air
irgasi,
terendah
pada
perlakuan
NPK
rekomendasi + 2,0 ton kompos jerami ha-1 + 500
gram Agrimeth 40-1 kg benih setinggi 0,359 gram
liter-1 air irigasi.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Tanah sawah bukaan baru di Desa Kleseleon,
Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka
tergolong tanah salin dengan ciri-ciri pH 8,9,
daya hantar listrik (DHL) 5,01 dS/m, dan
persentase natrium dapat ditukar 15%. Sifat
kimia lainnya adalah tingginya nilai kation
kalsium dan natrium dapat ditukar masing-
Agus F. 2007. Pendahuluan. Di dalam Agus F,
Wahyunto, dan Santoso D (eds.). Tanah
Sawah bukaan baru. Balai Besar Penelitian &
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP), Bogor. Hal: 1-4.
Anbumozhi VE, Yamaji, Tabuchi T. 1998. Rice
crop growth and yield as influenced by
WIGENA DKK – Produktivitas Padi Sawah Bukaan Baru
changes in ponding water depth, water regime
and fertigation level. Agricultural Water
Management 37: 241-253.
Bhuiyan SI. 1992. Water management in relation
to crop production: case study on rice. Outlook
Agriculture 21: 293-299.
Bhuiyan SI, Sattar MA, Tabbal DF. 1994. Wet
seeded rice: water use efficiency, productivity
and constraints to wider adoption. Paper
presented at the International Workshop on
constrains, opportunities, and innovations for
wet seeded rice. Bangkok, May 31 – June 3,
1994, 19 pp.
Bouman BAM, Peng S, Castaneda AR, Visperas
RM. 2005. Yield and water use of irrigated
tropical aerobic rice systems. Agricultural
Water Management 74: 87-105.
Bouman. BAM, Tuong TP. 2001. Field water
management to save water and increase its
productivity in irrigated lowland rice.
Agricultural Water Management 49: 11-30.
Cabangon RJ, Tuong TP, Abdullah NB. 2002.
Comparing water input and water productivity
of transplanted and direct-seeded rice
production systems. Agricultural Water
Management 57: 11-31.
De Datta SK. 1981. Principles and practices of
rice production. International Rice Research
Institute (IRRI), Los Banos, Philippines.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian (Ditjen PSP). 2013. Perluasan areal
sawah baru menjadi salah satu solusi untuk
meningkatkan volume produksi beras dalam
negeri. Ditjen PSP, Jakarta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP).
2016. Luas panen dan produksi padi sawah
menurut provinsi 2011-2015. Ditjen TP,
Jakarta.
Djukri. 2009. Cekaman salinitas terhadap
pertumbuhan tanaman. Di dalam: Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA. FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta. Hal.49-55.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2005.
Dua puluh hal untuk diketahui tentang dampak
air laut pada lahan pertanian di provinsi
Nangroe
Aceh
Darusalam.
http://www.fao.org/ag/tsunami/docs/20_think
_on_salinity_bahasa.pdf. Diakses 12 Pebruari
2014.
41
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu tanah. Akademika
Pressindo, Jakarta.
International Water Management Institute
(IWMI). 2004. Water Facts. IWMI Brochure.
Keerseblick NC, Soeprapto S. 1985. Physical
measurement in lowland soils techniques and
standardization. In: Soil Physic and Rice.
IRRI, Los Banos, Philippines.
Kyuma K. 2004. Fundamental chemical reaction
in submerged paddy soils. In: Paddy soil
science. Kyoto University Press, Kyoto. p: 6081.
Kyuma K. 2004. Problem paddy soil. In: Paddy
soil science. Kyoto University Press, Kyoto. p:
222-254.
Maharani E. 2015. Tingkat konsumsi beras
secara nasional. www.republika. Diakses 24
Januari 2017.
Muharam, Saefudin. 2016. Pengaruh berbagai
pembenah tanah terhadap pertumbuhan dan
populasi tanaman padi sawah varietas dendang
di tanah sawah salin bukaan baru. Jurnal
Agrotek Indonesia 1(2): 141-150.
Ponnamperuma FN. 1978. Electrochemical
changes in submerged soil and the growth of
rice. Advance in Agronomy 24: 48-56.
Prasetyo BH. 2007. Genesis tanah sawah bukaan
baru. Di dalam Agus F, Wahyunto, dan
Santoso D (eds.). Tanah Sawah bukaan baru.
Balai Besar Penelitian & Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP),
Bogor. Hal: 25-51.
Ritung S, Suharta N. 2010. Sebaran dan potensi
pengembangan lahan sawah bukaan baru. Di
dalam Agus F, Wahyunto, dan Santoso D
(eds.). Tanah Sawah bukaan baru. Edisi
kedua.
Balai
Besar
Penelitian
&
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP), Bogor. Hal: 5-25.
Samosir. 2010. Survey dan pemetaan tingkat
salinitas lahan. Samosir. [Skripsi]. Faperta
USU, Medan.
Singh B,
Singh VK. 2017. Fertilizer
management in rice. In: Chauhan BS, Jabran
K, Mahajan G. (Eds.). Rice production
worldwide. Springer, Dordrecth. p: 217-253.
Subarja VO. 2016. Pengelolaan limbah pertanian
dan sampah pasar untuk perbaikan sifat tanah
dan peningkatan produksi padi dengan metode
42
AGRISILVIKA 1 (2) : 31-42, September 2017
SRI di lahan salin karawang. [Tesis]. SPS
IPB, Bogor.
Sukristiyonubowo, Nugroho K, Ritung S. 2012.
Rice growth and water productivity of newly
openend wetlands in Indonesia. Journal of
Agiculture Science and Soil Science 2(8): 328
– 332.
Sulistiyono E, Hayati T. 2013. Penentuan tinggi
irigasi genangan yang tidak menurunkan
produksi padi sawah. Jurnal Agrovigor 6(2):
87-91.
Sys C. 1985. Evaluation of the physical
environment for rice cultivation. In: Soil
physics and rice. International Rice Research
Institute (IRRI), Los Banos, Philippines. p:
31-34.
Taball DF, Bouman BAM, Bhuiyan SI, Sibayan
EB, Sattar MA. 2002. On-farm strategies for
reducing water input in irrigated rice; case
study in the Philippines. Agricultural Water
Management. 56: 93-112.
Tadano T, Yoshida S. 1978. Chemical changes in
submerged soils and their effects on rice
growth. International Rice Research Institute
(IRRI), Los Banos, Philippines.