Jurnal perayaan ulang tahun McDonalds se

PERAYAAN ULANG TAHUN MCDONALD’S SEBAGAI POLA
KONSUMTIF ORANG TUA
(STUDI DESKRIPTIF EKSPLORATIF PADA ORANG TUA YANG
MERAYAKAN ULANG TAHUN ANAK DI MCDONALD’S)
Banny Adam Wibowo
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Jalan Veteran, Malang, 65145, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pemasaran McDonald’s yang menggunakan perayaan ulang tahun anak anak di McDonald’s membuat perubahan yang mendasar pada mas yarakat
berkaitan dengan cara-cara orang mengekspresikan dir i da lam gaya hidupnya,
seperti halnya orang tua dan anak –anak diterpa dengan model gaya hidup
modern yang bercirikan dengan adanya peningkatan gaya hidup dengan
perayaan ulang tahun di McDonald’s. Upaya untuk “menandai” diri dengan
barang-barang produksi dalam hal ini melalui makanan, menjadikan orang
terkesan berbeda dari yang lain, lebih bahagia, lebih mewah, lebih segalanya,
dan mengekspresikan identitas diri di tengah pergaulan sosia l masyaraka t.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan pendekatan eksploratif
kepada orang tua yang telah melakukan perayaan ulang tahun di McDonald’s.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa McDonald’s menawarkan produk yang

mendorong konsumen merasakan keseragaman dalam mengkonsumsi produk
McDonald’s, keseragaman yang diperoleh berdasarkan layanan, efisiensi waktu,
serta kualitas makanan yang ditawarkan oleh McDonald’s menjadi dasar orang
tua melakukan konsumsinya terhadap produk McDonald’s. Seperti yang dida pati
pada penelitian ini, perubahan nilai pada produk ber samaan dengan perubahan
perilaku masyarakat, artinya konsep dimensi yang ditawarkan oleh McDonald’s
mendorong konsumen untuk melakukan konsumsi produk McDonald’s secara
terus menerus.
Kata Kunci : perayaan ulang tahun McDonald’s, perubahan nilai budaya,
identitas diri, orang tua, anak.

iii

Pendahuluan
Fast food restaurant menjadi
salah satu alternatif masyarakatuntuk
melakukan aktivitas konsumsinya,
beragam fast food restaurant dengan
sistem waralaba dari luar negeri
maupun lokal tak pernah luput dari

pengunjung
kalangan
muda,
keluarga, dan sekaligus anak-anak
menjadi konsumennya (Natadjaja,
L., Dewi, R., Setyawan, D, 2009, h.
1). Berdasarkan fakta tersebut, dari
waktu ke waktu kegiatan pemasaran
McDonald‟s kepada segmen ini
semakin
berkembang
dan
gencar(Lindstorm, 2005). Hal ini
terlihat dari beragamnya penawaran
paket produk yang disesuaikan
dengan karakter animasi yang sedang
digemari atau sedang menjadi
populer di kalangan anak-anak, dan
adanya sarana bermain untuk anak
yang

disediakan
di
outlet
McDonald‟s(Ferrel, 2002, h. 173),
serta terlebih lagi ditawarkannya
penyelenggaraan pesta ulang tahun
yang dikelola oleh manajemen
McDonald‟s, peluang semacam ini
telah dimanfaatkan oleh restoran
untuk menyediakan model pelayanan
jasa yang benar-benar dibutuhkan
oleh masyarakat sekitarnya. Dengan
memanfaatkan psikologi anak, yang
selalu ingin seperti temannya, jika
ada seorang anak yang merayakan
ulang tahun di tempat mereka
(McDonald‟s) maka anak yang
sekarang
sebagai
undangan

kemungkinan besar jika ia ulang
tahun nanti ingin seperti temannya
tersebut. Situasi seperti ini tentu
menjadi sebuah pengalaman makan

yang cukup berkesan bagi anak-anak
serta mendorong anak-anak lainnya
untuk turut merayakan ulang tahun di
tempat yang sama.
McDonald‟s berhasil
membawa budaya makanan khas
Amerika Serikat ke seluruh dunia
dan menjadikannya sebagai makanan
yang dapat diterima di seluruh
belahan dunia (McDonald's History,
2013; Ferrel, 2002; Schlosser, 2001).
Dalam sekejap saja sajian negara
maju sampai juga ke negara
berkembang,
yang

didalamnya
terselip falsafah konsumen.Dimana
orang diajarkanmenjadi konsumen,
sebab hanya dengan cara itu mereka
layak menyebut dirinya „modern‟
(Budiman, 2002). Ketika modus
produk
kapitalis
barat
diproduksikemudian mengglobalisasi
dan membanjiri hampir disetiap
sudut dunia, masyarakat telah
dikomersialisasikan dengan produk
budaya populer. Budaya populer
mempunyai pengaruh penting pada
kehidupan sosial dan tidak dapat
dihindari oleh masyarakat sebagai
bentuk dari pembangunan sosial. Hal
ini membawa pengaruh yang buruk,
masyarakat khususnya orangtua-anak

terus dipompa dengan kehidupan
budaya populer barat khususnya
dalam industri pangan, dengan tema
konsumerisme
masyarakat
mengalami perubahan budaya yang
menguntungkan pemasar. Seperti
yang dikutip dalam Prabowo (2013,
h.68-69) dalam hal mengenai
perayaan ulang tahun anak-anak di
McDonald‟skonsumerisme sendiri
ditandai dengan gejala berupa hasrat

iii

konsumeristis
masyarakat
yang
menggelora untuk mengkonsumsi
dan menikmati komoditas barangbarang hasil produksi seiring dengan

berkembangnya taraf ekonomi kelas
menengah, konsumerisme muncul
melalui semangat dan upaya untuk
“menandai” diri dengan barangbarang produksi dalam hal ini
melalui makanan, sehingga orang
terkesan berbeda dari yang lain, lebih
bahagia,
lebih
mewah,
lebih
segalanya, dan mampu menciptakan
dan mengekspresikan identitas diri di
tengah pergaulan sosial masyarakat.
Menurut Piliang (2004), konsumsi
dapat dimaknai sebagai sebuah
proses objektifikasi, yaitu proses
eksternalisasi atau internalisasi diri
lewat objek-objek sebagai medianya.
Maksudnya, bagaimana manusia
memahami

dan
mengkonseptualisasikan diri maupun
realitas di sekitar kita melalui objekobjek material.
Dalam
masyarakat,
terjadi perubahan mendasar berkaitan
dengan
cara-cara
orang
mengekspresikan diri dalam gaya
hidupnya, seperti halnya anak–anak
diterpa dengan model gaya hidup
modern yang bercirikan dengan
adanya peningkatan gaya hidup.
Mengikuti gagasan Piliang (2004)
seperti salah satu contoh dari
perayaan ulang tahun anak-anak
yang
diadakan
di

McDonald‟smerupakan
objek
konsumsi yang menakjubkan, tidak
saja karena penataannya, tetapi juga
karena
komoditas
yang
dipasarkannya.Artinya,
tidak

mengherankan jikaperayaan ulang
tahun anak-anak yang diadakan di
McDonald‟s merupakan perpaduan
antara wadah bagi budaya yang
mencerminkan desa global dan desa
fantasi global. Artinya, anak-anak
yang masuk dan menjadi bagian dari
produk McDonald‟stidak lagi merasa
ada pada lokalitas lokal, melainkan
memasuki suatu dunia berbudaya

global. Bahkan yang tidak kalah
pentingnya, kondisi ini menggugah
kemunculan suatu fantasi, bahwa
ruang yang di injak adalah dunia luar
(negeri).
Budaya
konsumerisme
kontemporer yang bercirikan dengan
adanya peningkatan gaya hidup
anak-anak di McDonald‟s yang
seakan-akan menenkankan bahwa
keberadaan penampilan diri justru
telah mengalami estesisasi dalam
realitas
kehidupan
sehari- hari
senantiasa akan menjadi sebuah
proyek peningkatan gaya hidup.
Gaya hidup saat ini bukan hanya
diaplikasikan oleh orang tua atau

orang dewasa, tapi sudah merambah
pada tataran anak-anak
yang
membentuk diri mereka. Makanan
menjadi salah satu faktor pembentuk
perilaku konsumtif bagi masyarakat
terutama anak-anak, dan hal yang
perlu dicermati adalah perilaku
konsumtif yang berawal pada masa
kanak-kanak akan terbawa sampai
seseorang menginjak remaja dan
bahkan berlanjut ketika ia sudah
berpenghasilan sendiri.
Berangkat dari uraian di atas,
maka peneliti membatasi beberapa
permasalahan
yang
menjadi

iii

permasalahan utamadalam penelitian
ini,
meskipun tidak
menutup
kemungkinan untuk membahas yang
berkaitan langsung maupun tidak
langsung dengan
permasalahan
utama. Adapun permasalahan yang
akan diangkat dalam penelitian ini
adalah :
Bagaimana perayaan ulang
tahun McDonald‟s hadir sebagai pola
konsumsi bagi orang tua ?
KAJIAN PUSTAKA

Raymond J. de Souza (dalam
Santoso 2006, h.5) mendefinisikan
konsumerisme sebagai “... cara hidup
manusia, paling tidak di dalam
praktiknya, membuat barang-barang
menjadi obyek dari keinginan hati
mereka, yaitu membuat benda-benda
tersebut menjadi sumber dan
identitas mereka dan tujuan yang
akan dicapai dalam hidup mereka”.
Richard John Neuhaus (dalam
Santoso, 2006, h. 6) mendefinisikan
“....
Konsumerisme
adalah
menghabiskan hidup karena bendabenda
yang
dikonsumsi.
Konsumerisme hidup ketika diri
seseorang diukur dari „apa yang
dimiliki‟ daripada „menjadiapa‟.
Sedangkan
Piliang
(2004)
menggunakan
istilah
budaya
konsumerisme memberikan makna
sebagai berikut.
Kegiatan konsumsi kini
ditunjukkan dengan makna-makna
simbolik tertentu (prestise, status,
kelas) dengan pola dan tempo
pengaturan
tertentu,
itulah
sebetulnya hakikat dari “budaya
konsumerisme” (the culture of

consumerism). “Budaya
konsumerisme”
adalah
budaya
konsumsi yang ditopang oleh proses
pencitraan “diferensiasi” secara
terusmenerus lewat penggunaan
citra, tanda, dan makna simbolik
dalam proses konsumsi. Ia juga
budaya
belanja
yang
proses
perubahan
dan
perkembangbiakannya didorong oleh
logika “hasrat” dan “keinginan”
(want), ketimbang logika kebutuhan
(need) (Piliang, 2004).
Dengan
demikian,
konsumerisme merupakan suatu
gagasan ideal yang melahirkan
praktik sosial konsumsi berwujud
pencarian identitas diri pada apa
yang dikonsumsi dan apa yang
dimiliki, bukan dalam konteks logika
kebutuhan (nilai guna), melainkan
terkait dengan logika keinginan dan
makna-makna
simbolik
(nilai
simbolik) yang terkait dengan
prestise, status sosial atau kelas
sosial dalam masyarakat (Atmadja
dan Atmadja,2010).
Barker dalam Marisa (2011,
h. 11) menyatakan bahwa terjadinya
globalisasi
ekonomi
telah
membentuk
suatu
kebudayaan
global, yaitu suatu kebudayaan yang
mempengaruhi seluruh masyarakat
dunia, kebudayaan global tersebut
disebut
sebagai konsumerisme,
konsumsi dikatakan sebagai pertanda
kebudayaan global. Selain hal
tersebut, konsumsi juga disebut
sebagai sistem yang menyatukan
keseragaman budaya (Piliang, 2004).
Kebudayaan menjadi salah
satu topik yang paling sering

iii

diangkat
dalam
berbagai
pembicaraan mengenai globalisasi,
penyempitan jarak antar belahan
dunia yang terjadi karena globalisasi
seperti yang disebutkan oleh Giddens
seperti dikutip Marisa (2011, h. 11)
telah
menghubungkan berbagai
masyarakat
yang
memiliki
kebudayaan tertentu sedemikian rupa
sehingga nilai- nilai kebudayaan
suatu
masyarakat
telah
mempengaruhi
kebudayaan
masyarakan
lain.
Di
dalam
masyarakat
kapitalisme
global,
pandangan dunia (world view) dan
cara
berpikir
masyarakat
dikonstruksi secara sosial sedemikian
rupa sehingga mereka menjadikan
“komoditi” sebagai cara untuk
menciptakan
“perbedaan”
atau
“pembedaan” diri mereka sebagai
individu,
sebagai cara
untuk
membangun “identitas dirinya” di
dalam kerangka hubungan sosial
yang lebih luas (Piliang, 2004).
Konsumsi dalam bentuknya yang
sekarang di dalam masyarakat
kapitalisme global, tidak lagi sekedar
berkaitan dengan pemenuhan nilai
fungsional dalam pengertian yang
sempit; ia kini cara pemenuhan
material sekaligus simbolik.
2.1.1 Konsums i dan Identitas
Menurut Don Slater (2007),
konsumsi adalah bagaimana manusia
dan aktor sosial dengan kebutuhan
yang
dimilikinya
berhubungan
dengan sesuatu (dalam hal ini
material, barang simbolik, jasa tau
pengalaman) yang dapat memuaskan
mereka. Muncul indikasi bahwa
konsumsi sebagai salah satu sistem

diferensiasi sistem pembentukan
perbedaan-perbedaan status, simbol
dan prestise sosial yang telah
menandai sistem pola sosial yang ada
di masyarakat saat ini. Menurut
pendapat Piliang (2004), objek-objek
konsumsi dipandang sebagai ekspresi
diri atau identitas para konsumer
(bukan melalui kegiatan penciptaan),
dan sekaligus sebagai internalisasi
nilai- nilai sosial budaya yang
terkandung didalamnya.
2.1.2 Gaya Hidup dan Perilaku
Konsumtif
Perkembangan
budaya
konsumen telah mempengaruhi caracara masyarakat mengekspresikan
estetika dan gaya hidup. Dalam
masyarakat
konsumen,
terjadi
perubahan
mendasar
berkaitan
dengan
cara-cara
orang
mengekspresikan diri dalam gaya
hidupnya. David Chaney (2003)
mengemukakan bahwa gaya hidup
telah menjadi ciri dalam dunia
modern,
sehingga
masyarakat
modern akan menggunakan gaya
hidup
untuk
menggambarkan
tindakannya sendiri dan orang lain.
Definisi lifestyle atau gaya
hidup saat ini menjadi semakin
kabur. Namun dalam kaitannya
dengan budaya konsumen, istilah
tersebut
dikonotasikan
dengan
individualitas, ekspresi diri serta
kesadaran diri yang stylistik. Tubuh,
busana, gaya pembicaraan, aktifitas
rekreasi, dan sebagainya adalah
beberapa indikator dari individualitas
selera konsumen (Nurist, 2013).
2.1.3 Perilaku Kons umsi dalam
Masyarakat Konsumsi

iii

Sassateli (dalam Marisa,
2011, h. 15) mengatakan ada dua
proses
pokok
di
dalam
konsumerisme, yaitu komoditasi dan
dekomoditasi. Kata „komoditisasi‟
terkait dengan dunia periklanan,
sedangkan kata „dekomoditisasi‟
berarti
bahwa
tindakan
mengkonsumsi terkandung dalam
pemaknaan ulang dan penggunaan
kebudayaan
material
dengan
mengubah nilai-nilai komersial sejati
dalam suatu barang menjadi berbagai
bentuk nilai: kasih sayang, hubungan
manusia, simbolisme, status, dan lain
sebagainya.Baudrillard
(2004)
mengatakan
konsumsi
kini
diidentikkan pada nilai guna yang
memiliki nilai- nilai objektif simbolik
tertentu (prestise, status, kelas)
dengan fungsi ideologis sebagai
sarana bagi terwujudnya kesamaan
hak, kebahagiaan tersebut harus
dapat diukur, yaitu melalui objek dan
tanda: semua orang adalah sama di
hadapan objek dan berbagai tanda
yang memperlihatkan kesuksesan
sosial dan kebahagiaan, semua orang
sama di hadapan nilai guna suatu
barang, seperti salah satu contohnya
perayaan ulang tahun Mc Donald‟s.
2.2
Prinsip Mc Donaldlisasi
Menurut Ritzer (2006, h.15),
franchise
dari
Mc
Donald‟s
berdasarkan pada empat prinsip :
Prinsip Efisiensi, PrinsipKalkulabilitas,
Prediktabilitas, Kontrol.

2.2.1 Wacana Gaya Hidup
Konsumtif Mc Donald’s Pada
Anak-Anak
Mc Donald‟s menjadi salah satu
merk yang berhasil mempertahankan

serta memperluas minat daripada
pangsa pasar konsumen anak-anak,
merk yang berkat keinovativannya
dan kemampuan mereka membidik
kelompok baru serta menunjukkan
perilaku baru telah berhasil menarik
pangsa anak-anak sampai ke tingkat
tinggi (Lindstorm, 2005, h. 275).
2.2.2 Sosialisasi
Orang
Tua
PadaAnak
Sebagai
Konsume n
Anak-anak belajar mengenai
pembelian dan konsumen terutama
dari orangtua mereka (Wendy A.
Boland dan Erickson, 2007, h.
566).Keluarga adalah instrumental
dalam mengajari anak dalam aspekaspek konsumsi yang rasional
termasuk
kebutuhan
dasar
konsumen. Peran orang tua dalam
mencoba
mengajar
anak-anak
mereka menjadi konsumen yang
lebih
efektif
diilustrasikan
olehtemuan peneliti dalam jurnal
(Ekowati,2011, h. 54) :
Pertama, orangtua mengajari
hubungan kualitas dengan harga
pada anak
mereka,
termasuk
pengalaman menggunakan uang dan
cara berbelanja untuk produk yang
berkualitas.Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Wendy
A.
Boland
dan
Erickson(2007,
h. 566)
yang
menyebutkan bahwa anak-anak
kisaran umur 7-8 tahun mengerti
secara eksplisit konsep penjualan dan
penentuan harga sebuah barang.
Kedua, Orangtua mengajari
anak mereka bagaimana menjadi
pembeli yang bisa membandingkan

iii

secara efektif, dan bagaimana
membeli produk yang dijual.
Ketiga, Orangtua mempunyai
pengaruh pada preferensi merek si
anak.Ada
bukti
kuat
yang
menunjukan hubungan merek yang
dibentuk sejak kecil akan bertahan
sampai dia tua, meski hubungan ini
dilakukan saat merek itu bukanlah
merek yang secara aktif dikonsumsi
atau dibeli. Sejak tahun 1960-an,
penelitian
longitudinal
yang
dilakukan oleh Lester Guest (Journa l
Applied
Psychology,
April
1964)dalam Lindstorm (2005, h.
51)menunjukan setidaknya 23 persen
pilihan merek tetap dari masa kecil
sampai
dewasa.Nostalgia
dan
hubungan dengan masa kecil bisa
memiliki pengaruh kuat bagi
kesetiaan merek orang dewasa
(Lindstorm, 2005, h. 51).
Keempat,
Orangtua
mempunyai
pengaruh
pada
kemampuan
anak
untuk
membedakan fakta dari hal yang
dilebih- lebihkan dalam iklan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif.Menurut Bogdan
dan Taylor dalam Moleong (2006,
h.3) menyebutkan bahwa, penelitian
kualitatif
merupakan
prosedur
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.Ada beberapa
pertimbangan mengapa penelitian
kualitatif digunakan dalam penelitian
ini.Pertama
sesuai
dengan
permasalahan yang diteliti, penelitian
ini ingin mendapatkan jawaban yang

mendalam bagaimana orang tua dan
anak melakukan perayaan ulang
tahun di McDonald‟s. Kedua, jenis
data yang akan dikumpulkan,
disamping pertimbangan teoritis di
atas, peneliti memilih menggunakan
metode penelitian kualitatif karena
peneliti
ingin
memahami
permasalahannya dari perspektif
kejadian itu sendiri, dari sudut
pandang itu sendiri.
Sedangkan
untuk
sifat
penelitian ini bersifat eksploratif,
Menurut Irawan (2007, h. 101)
penelitian
eksploratif
adalah
penelitian yang digunakan untuk
mengumpulkan
data-data
awal
tentang sesuatu.Arikunto (2006, h.7)
menjelaskan penelitian eksploratif
merupakan penelitian yang bertujuan
untuk menggali secara luas tentang
sebab-sebab atau hal- hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu
manakala peneliti belum mengetahui
secara persis dan spesifik mengenai
objek
penelitian.Menurut
Sukandarrumidi
(2006,
h.103).
pendekatan eksploratif dilakukan
untuk mengeksplorasi, menghimpun
informasi awal mengenai fenomena
yang akan diteliti, karena adanya
sebab-sebab atau hal- hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu,
Eksplorasi dalam penelitian ini
adalahapa saja yang mendasari
perayaan ulang tahun yang dilakukan
oleh orang tua terhadap anaknya di
McDonald‟s kemudian menjadi
sebuah pola perilaku konsumtif,
kemudian akan membantu upaya
menetapkan
masalah
dan

iii

merumuskan proposisi yang akan
ditemukan pada akhir penelitian.
Fokus penelitian
1. Pemaknaan dari orang tua
terhadap perayaan ulang tahun di
McDonald‟sdalam
perilaku
konsumsinya
2. Motif yang mendasari orang tua
untuk merayakan ulang tahun
diMcDonald‟s.
3. Faktor yang berhubungan dalam
menjadikan perayaan ulang tahun
di McDonald‟s sebagai bentuk
gaya hidup konsumtif
Subjek Penelitian
1. Orang tua yang merayakan
ulang
tahun
anaknya
diMcDonald‟s di 3 tempat
yang
sudah
dijelaskan
peneliti baik ketika observasi
ataupunorang sekitar, baik
saudara, tetangga atau teman
dari peneliti sendiri yang
pernah merayakan ulang
tahun di McDonald‟s.
Sedangkan untuk unit analisis
datanya adalah :
1. Kata atau kalimat pernyataan
yang
disampaikan
oleh
informan kepada peneliti
dalam wawancara.
Sedangkan untuk metode
pemilihan informan yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
metode :
 Purpossive Sampling yaitu
dengan cara peneliti memilih
informan berdasarkan denga n
pertimbangan dan tujua n
yang
telah
ditentuka n
berhubungan dengan rumusa n
masalah. Menurut Kriyantono

(2006,
h.154)
sampling
purposif yaitu teknik yang
mencakup orang-orang yang
diseleksi atas dasar kriteria.
Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperole h
dengan
menggunakan
metode
pengumpulan data melalui:
a.
Metode
Wawancara
Mendalam
b.
Observasi
Teknik Analisis Data
Data yang sudah didapatkan melalui
wawancara
segera
dibuat
transkripnya dan diberi pengkodean
kemudian dilakukan analisis. Setelah
semua hasil wawancara terkumpul,
data
dibaca
dan
dilakukan
pengkodean kembali, diharapkan
dengan melakukan pengkodean yang
berulang mendapatkan hasil yang
sama dan membentuk data yang
konsisten. Data yang sudah diberi
kode diverifikasi oleh pembimbing
skripsi atau yang biasa disebut
second coder yang merupakan ahli
dalam bidang penelitian kualitatif
untuk persetujuan dan meningkatkan
reabilitas (Speziale dan Carpenter,
2003).
Pengkodean
data
akan
dilakukan pada tiga tingkatan (level)
yaitu
:Pertama,
pengkodean
dilakukan pada subtansi data atau
kata-kata partisipan, dengan cara
mengambil dan mengelompokkan
kata-kata yang signifikan (kata-kata
kunci), Kedua, pengkodean atau
pembentukkan
kategori-kategori.
Ketiga,
pengkodean
atau
pembentukkan
tema.Dari
pengelompokkan kategori-kategori,

iii

dicari kaitan antara kategori yang
satu dengan yang lainnya untuk
membentuk tema. Penentuan tematema didasarkan pada tujuan
penelitian yang akan dicapai.
Proses analisis dilanjutkan dengan
pengembangan konsep, hal ini
dilakukan dengan jalan merumuskan
pernyataan yang operasional untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Data-data yang ditemukan diseleksi
dengan perbandingan teori- teori yang
mendukung, hal ini digunakan
sebagai perbandingan bagi peneliti
terhadap hasil penelitian, kemudian
dibentuk
pernyataan-pernyataan
untuk mendapat variable inti, dibuat
skema-skema
dengan
mengumpulkan tema-teman yang
essensial yang ada untuk menjadi
suatu rangkaian dalam membentuk
suatu
teori
dasar
penelitian.Pengembangan
sebuah
teori merupakan bagian puncak
penelitian, dimana sebuah teori
didasarkan pada data-data yang
didapat. Teori disajikan dalam
bentuk
diagram
logis,
suatu
gambaran visual dari hubungan antar
konsep (Speziale dan Carpenter,
2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola
Konsumsi
Masyarakat
McDonald’s
1. Penawaran paket produk yang
disesuaikan dengan masyarakat
anak
Hampir dari seluruh informa n
menyatakan bahwa makanan yang
paling digemari oleh anak-anak
adalah makanan yang berisikan atau
menawarkan
produk
mainan

McDonald‟s yaitu Happy Mea l
mereka menyatakan bahwa hampir
setiap kali mereka berkunjung di
McDonald‟s produk McDonald‟s
yang mereka beli adalah Happy
Meal.
2. Faktor teman sebaya
Data yang didapatkan dar i
informan kedua menunjukkan bahwa
mereka mulai merayakan ulang
tahun di McDonald‟s berawal dari
teman anak mereka yang pernah
merayakan
ulang
tahun
di
McDonald‟s, pada saat itu informan
kedua datang sebagai undangan.
Pada akhirnya anak dari informan
dua juga tertarik untuk merayakan
ulang tahun dengan tema yang sama.
3. Efisiensi waktu dan biaya
Hampir
semua
responden
menyatakan
bahwa
McDonald’s
menawarkan efisiensi waktu dan biaya
yang membuat orang tuamenggunakan
perayaan ulang tahun di McDonald’s,
kebanyakan dari mereka mengatakan
bahwa kepraktisan dan faktor tidak
merepotkanlah yang ikut menjadi salah
satu
yang
mendasari
mereka
merayakan ulang tahun anaknya di
McDonald’s.

4. Kepuasan terhadap layanan
McDonald‟s
Layanan
atau
konsep
perayaan ulang tahun McDonald‟s
juga menjadi pertimbangan bagi
orang tua dalam merayakan ulang
tahun menggunakan produk ulang
tahun McDonald‟s. Berbagai konsep
ulang tahun yang ditawarkan
McDonald‟s
memiliki
tema
tersendiri, sehingga orang tua
memiliki varian pemilihan tema atau

iii

konsep ulang tahun yang beragam.
Hal ini membuat orang tua turut
bersuka cita dalam perayaan ulang
tahun anaknya di McDonald‟s karena
adanya penawaran konsep ulang
tahun yang sudah disediakan oleh
McDonald‟s
5. Capaian prestige dan pengakua n
sosial
Menurut
pendapat
yang
diungkapkan oleh informan dalam
studi
ini
tentang
bagaimana
tanggapan atau respon orang lain
atau orang tua lainnya yang menjadi
undangan dalam perayaan ulang
tahun
McDonald‟s,
mereka
menyebutkan bahwa orang tua yang
menjadi undangan dalam perayaan
ulang tahun anaknya di McDonald‟s
menyatakan komentar mengenai
perayaan ulang tahun yang diadakan
oleh informan
6. Membeli
produk
demi
menjaga penampilan dan
gengsi
Perayaan
ulang
tahun
McDonald‟s yang dilakukan oleh
informan pada perkembangannya
dewasa ini justru mengarah pada
bagaimana kemampuan mereka
dalam mendapatkan makna budaya
dalam produk perayaan ulang tahun
McDonald‟s yang kemudian di
praktekkan dalam proses budaya
yang ada dalam lingkup sosial
mereka.
1. Pembiasaan
Konsumsi
ProdukMcDonald‟s
Pada
Anak
Data yang peneliti dapat dar i
pra penelitian yang peneliti lakukan
didapati data bahwa dari 25 reponden

dalam survei yang dilakukan selama
pra penelitian menyatakan bahwa 20
dari responden menyatakan bersama
anaknya. Untuk lebih jelas bisa
dilihat pada tabel berikut :
Se
nd
iri

Te
m
an

Sa
ud
ara

Su
a
mi
/
Ist
ri

-

-

2

3

25
Res
pon
den

A
n
a
k

20

Sumber : Data Internal Peneliti, tahun
2015

Data yang didapat melalui surve i
pra penelitian ini menerangkan
bahwa orang tua lebih sering pergi
ke McDonald‟s bersama anakanaknya, seperti yang diterangkan
dalam tabel diatas dari 25 responden
pasangan
suami
istri
yang
mempunyai anak atau orang tua yang
didapati selama pra penelitian
menunjukkan bahwa 20 responden
menyatakan sering pergi bersama
anak-anaknya.
Hal
ini
akan
menciptakan
dialok
berkesinambungan
dengan
konsumen anak yang akan atau
dalam beberapa tahun lagi, akan
menjadi sumber pendapatan utama
pemasar (Lindstorm, 2005).
Berdasarkan hasil diatas
maka dalam penelitian ini diperoleh
interpretasi yang peneliti uraikan
sebagai berikut :

iii

Hari ulang tahun yang jatuh
setahun sekali, memiliki makna
penting bagi sebagian orang. Berkaca
dari hal tersebut, muncul pemaknaan
atau simbolisasi akan hari ulang
tahun tersebut dengan merayakan
ulang
tahun.
McDonald‟s
menawarkan produk perayaan ulang
tahun yang membentuk masyarakat
merasakan
keseragaman
dalam
mengkonsumsi produk McDonald‟s.
Keseragaman
yang
diperoleh
berdasarkan
dimensi
layanan,
efisiensi waktu, serta kualitas
makanan yang ditawarkan oleh
McDonald‟s
menjadi
dasar
masyarakat melakukan konsumsinya
terhadap
produk
McDonald‟s.
Seperti
yang
diperoleh
dari
penelitian ini. Perubahan suatu nilai
budaya bersamaan dengan perubahan
perilaku masyarakat. Salah satunya
nilai kenyamanan dan penghematan
waktu. Pemasar seperti McDonald‟s
melihat bahwa perubahan ini yang
menjadi isu penting bagi masyarakat
yang perlu diberikan perhatian
khusus untuk menciptakan desain
pemasaran yang membuat produk
perayaan ulang tahun sebagai
relevansi atas isu- isu yang terjadi
pada masyarakat artinya konsep
dimensi yang ditawarkan oleh
McDonald‟s
disetujui
oleh
masyarakat sebagai bentuk perilaku
konsumsinya.
Secara
keseluruhan,
perubahan nilai ini telah menyebar
ke dalam masyarakat dalam suatu
proses yang berkesinambungan dan
timbal balik yang diperoleh oleh
masyarakat terhadap pencitraan

produk
McDonald‟s
tersebut.
Sehingga seseorang yang seharusnya
dapat merayakan ulang tahun dengan
cara yang atau dengan alternative
sederhana yang sebelumnya sudah
ada kini berubah mengikuti bentuk
strategi pemasaran yang ditawarkan
oleh McDonald‟s yaitu perayaan
ulang tahun di McDonald‟s. Dari
hasil yang didapatkan dalam
penelitian ini perayaan ulang tahun
di McDonald‟s merupakan cerminan
dari
kemewahan,
menawarkan
makna simbolik, kelas sosial dan
status masyarakat yang merayakan
ulang tahun di McDonald‟s. Dari
potensi inilah, McDonald‟s melihat
relevansi produknya memenuhi isuisu masyarakatnya tentang kebutuhan
pengakuan secara sosial yang ada
dalam lingkungan sosial masyarakat.
Menilik dari hasil penelitian
ini, persaingan sosial dan kebutuhan
seseorang akan perbedaan status
sebagai
faktor- faktor
yang
bertanggung Jawab atas terjadinya
revolusi
masyarakat.
Sehingga
sebuah status akhir, makna-makna
simbolik penting bagi sebagian besar
orangyang
diperoleh
dalam
pengharapan masyarakat. Dengan
demikian, hal tersebut digunakan
untuk
mengembangkan strategi
pemasaran
yang
“manipulatif”
sehingga penyebaran perubahan
budaya konsumsi saat ini terjadi jauh
lebih cepat yang disebabkan oleh
perkembangan
komunikasi dan
strategi pemasaran yang canggih dan
efektif.
KESIMPULAN
Kesimpulan

iii

Berdasarkan kesimpulan pada
penelitian ini yang peneliti jelaskan
di
atas,
kemudian
peneliti
meneruskannya dengan membuat
kesimpulan pada penelitian ini,
sebagai berikut :
Dalam mempengaruhi anakanak Mc Donald‟s menggunakan
mainan yang sedang populer di
kalangan anak-anak. Mc Donald‟s
melihat penawaran paket produk
yang disesuaikan dengan karakter
animasi yang sedang digemari atau
sedang menjadi populer di kalangan
anak-anak, hiburan anak-anak lantas
dapat dikatakan
sebagai alat
pemasaran yang diciptakan industri
makanan
cepat
saji.
Budaya
konsumerisme kontemporer yang
bercirikan
dengan
adanya
peningkatan gaya hidup anak-anak di
Mc Donald‟s yang seakan-akan
menenkankan bahwa keberadaan
penampilan
diri
justru
telah
mengalami estesisasi dalam realitas
kehidupan sehari- hari senantiasa
akan
menjadi sebuah proyek
peningkatan gaya hidup. Perilaku
konsumsi orangtua saat ini bukan
hanya diaplikasikan oleh orang tua
atau orang dewasa, tapi sudah
merambah pada tataran anak-anak
yang membentuk diri mereka.
Tentunya hal ini dapat tercapai
melalui
pembiasaan-pembiasaan
berkonsumsi yang dilakukan oleh
orang tua kepada anaknya. Sehingga
dalam proses sosialisasi konsumen
anak, orang tua sangat berperan di
dalamnya.
Masyarakat dalam membeli
suatu produk kini diidentikkan pada

nilai guna yang memiliki nilai- nilai
objektif simbolik tertentu (prestise,
status, kelas) dalam hal ini perayaan
ulang tahun Mc Donald‟s yang
dinilai mewah, mendapatkan kado
yang bagus, mahal, dan banyak
dalam kuantitasnya, menjadikan
kebahagiaan tersebut harus dapat
diukur, yaitu melalui objek dan
tanda. Oleh karena itu akan masuk
akal jika, makin banyak masyarakat
yang berusaha keras mengelilingi
diri mereka dengan produk sebaik
status sosial yang mereka inginkan.
Peran barang-barang, produk dan
jasa karena itu telah berubah fungsi
kini duduk di belakang kepercayaan
bahwa dengan memiliki sebuah
barang-barang, produk dan jasa akan
mendatangkan
kesuksesan
dan
kekaguman,
karena
dalam
masyarakat ini kekaguman dari
kelompok sangat penting, didukung
pula dengan menggunakan barang
barang, produk atau jasa yang juga
ikut memegang peranan.
Perubahan yang terus berjala n
dalam nilai- nilai budaya sosial
masyarakat mempunyai andil besar
dalam
mempengaruhi
cara
masyarakat melakukan aktivitas
konsumsi, artinya, perubahan nilai
budaya bersamaan dengan perubahan
perilaku pada masyarakat. Seperti
halnya
efisiensi
waktu
dan
kalkulabilitas merupakan point yang
penting dalam masyarakat modern.
Memahami kandungan suatu budaya
sangat berguna untuk mendesain
strategi pemasaran, tak jauh juga
dengan
Mc
Donald‟s
yang
mengetahui isu- isu yang berkembang

iii

pada masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan
konsumsi
mereka,
berdalih dengan menggunakan nilai
kenyamanan dan penghematan waktu
menyebabkan meningkatnya perilaku
konsumsi
Mc
Donald‟s
menggunakan paket, produk atau
layanan perayaan ulang tahun Mc
Donald‟s.
Proposisi Penelitian
Kemudian, untuk proposisi
yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Pengembangan
strategi
pemasaran
didisain
untuk
menggerakkan makna budaya dari
lingkungan budaya ke dalam produk
dan jasa agar produk atau jasa
tersebut menarik bagi konsumen.
Sehingga membuat konsumen secara
aktif mencari makna simbolik yang
ada dalam produk untuk membentuk
identitas pribadi atau konsep pribadi
yang diinginkannya. Makna pada diri
konsumen ditransfer ke lingkungan
sosialnya
melalui
perilaku
konsumsinya. Pada masyarakat yang
berisikan individu- individu yang
hidup dan bekerja secara bersama,
budaya (makna yang dimiliki
bersama) tercipta oleh kegiatankegiatan konsumsi yang dilakukan
individu tersebut. Banyak sekali
pergerakan makna simbolik ke dalam
lingkungan sosial sebagai suatu
konsekuensi otomatis dari konsumsi
dan interaksi sehari- hari di dalam
masyarakat.
Konsumsi bagi masyarakat
kini merupakan kegiatan simbolis
yang dilakukan konsumen untuk
menciptakan,
menegaskan,

menumbuhkan, atau memperbaiki
makna simbolik dalam lingkungan
sosialnya.
Sehingga
muncul
anggapan bahwa berdasarkan hasil
penelitian ini pengkonsumsian suatu
produk karena point simbolik
menjadi jauh lebih penting. Contoh
misalnya, perkembangan pendapatan
keluarga sekarang mempengaruhi
mereka dalam hal ini cara atau
alternative perayaan ulang tahun,
sehingga pemasar melihat hal ini
sebagai potensi yang menjajikan
dalam menghadirkan produk baru ke
dalam lingkungan masyarakat.
Konsumsi massal meningkat
sejalan
dengan
semakin
meningkatnya
pendapatan
dan
kekuatan daya beli yang dimiliki
oleh masyarakat. Masyarakat yang
sebelumnya tidak tertarik untuk
membeli
atau
mengkonsumsi
bermacam- macam produk (dengan
alasan mereka tidak melihat adanya
kebutuhan atau nilai tambah dalam
mengkonsumsi suatu produk) saat ini
ternyata semakin tertarik dalam
mengkonsumsi produk tersebut.
Orang-orang
tersebut
teah
mengembangkan sebuah kebutuhan
nilai dan tujuan budaya baru yang
dapat dipuaskan dengan cukup
mudah
yaitu
melalui
pengkonsumsian
suatu
produk.
Secara bertahap, semua jenis barang
akan dipenuhi oleh makna simbolik,
dan masyarakat mulai membeli dan
menggunakan barang sebagai cara
untuk mendapatkan makna simbolis
seperti halnya identitas pribadi,
pengakuan sosial, dan kelas sosial

iii

dalam
lingkungan
masyarakat
tersebut.
Saran
Sehubungan dengan kesimpula n
diatas, maka ada beberapa hal yang
dapat disarankan oleh peneliti dan
diharapkan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini :
1. Untuk orang tua khususnya ib u
sebagai pengasuh dan pendidik
anak dalam keluarga, betapa
pentingnya ibu dalam sosialisas i
sebagai konsumen tersebut agar
anak tidak menjadi manusia
yang konsumtif. Sebagai sala h
satu agen sosialisasi anak, orang
tua khususnya ibu harus lebih
meningkatkan pengetahuan da n
menggali pengalaman dari orang
lain dan belajar dari pengalama n
sendiri untuk meningkatka n
kualitas dalam perannya sebaga i
pendidik bagi anak-anaknya.
2. Banyaknya
produk
yang
bercirikan gaya hidup konsumtif
pada saat ini orang tua harus
menumbuhkan kesadaran aka n
dampak yang akan timbul
kedepannya nanti dalam perilak u
konsumsi yang diberikan kepada
anaknya
3. Pengumpulan data diperluka n
koordinasi yang baik denga n
misal
organisasi,
instans i
ataupun informan yang aka n
digunakan dalam penelitian,
sehingga
kesinambunga n
jalannya penelitian dengan data
yang akan digunakan dala m
penelitian bisa berjalan denga n
baik.

4. Untuk penelitian selanjutnya,
bisa
dilakukan
denga n
menggunakan metode penelitia n
yang
berbeda
seperti
Parcipatory Action Research
untuk kemudian penyadara n
kepada orang tua mengena i
dampak dari perilaku konsumtif
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamdi, R. (2009). Berhala itu
Bernama
Budaya
Pop .
Yogyakarta: Leukita.
Anantawikrama Tungga Atmadja
dan Nengah Bawa Atmadja.
(2010).
Shopping
Mall :”Sekolah”
Membentuk
Manusia
Berideologi
Konsumerisme,
Jurna l
Pendidikan dan Pengajaran,
43 (4), 26-35.
Ardial. (2014). Paradigma dan
model penelitian komunikasi.
Jakarta: Bumi Aksara
Asatryan, Vahagn, “Best Erich
Fromm
Quotes”,
http://www.ranker.com/list/alist-of- famous-erich- frommquotes/reference.
----,
“Homo
Consumens”,
http://www.philosophicalsociet
y.com/
Archives/Homo%20Consumen
s.htm.
----, “I am what I have: Psychology
of Mine-ness and consumer
behavior”,
http://www.cbfa.org/Asatryan_
Paper_I_Am_Not_My_Own.p
df.
Boland, Wendy A. & Erickson,
Lance-Michael.
(2007).
Children‟s Conceptualizations

iii

of
Sales.
Advances
in
Consumer Research, 34. 566
Burhan, Bungin. (2010) Metode
Penelitian
Kuantitatif.
Jakarta:Kencana
Pemada
Media
Budiman, Hikmat. 2002. Lubang
Hitam
Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius.
Clarke, Simon. (2011). Culture and
Identity. The Sage Handbook
of Cultural Analysis, 510-529.
Chaney, David. (2003). Lifestyles :
Sebuah
pengantar
komprehensif.
(Nuraeni,
Terjemahan).
Yogyakarta:
Jalasutra
Creswell,
John
W.
2008. EducationalResearch:
Palnning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and
Qualitative
Research. New
Jersey: Prentice Hall.
Damsar. (1997). Sosiologi Ekonomi.
Jakarta: Rajawali Press 1997
Ferrel, O.C. (2002). Marketing
Strategy. 2nd Edition. Mason.
Ohio: Thomson Learning.
Jean Baudrillard. (2004). Masyarakat
Konsumsi.
(Wahyunto,
Terjemahan).
Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknis
Praktis Riset Komunikasi.
Jakarta : Kencana Perdana
Media Group.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong.
(2008).
Pr insip-prinsip
pemasaran. Erlangga: Jakarta.
Lindstorm,
Martin.
(2005).
Brandchild:
menancapkan
merek
kedalam
benak

ABG/anak-anak dan mengikat
mereka menjadi pelanggan
loyal. Jakarta: PPM
Marshall, et al.. (2010). Advanced
Marketing
Series: Understanding children
as consumers. London: SAGE
Publications
Ltd.
doi:
http://dx.doi.org/10.4135/9781
446251539. 32-36
Media
Education
Foundation.
(2003). No Logo: Brands,
Globalisation, and Resistance.
8.
dari:
http://www.mediaed.org/assets/
products/115/transcript_115.pd
f
Moleong,
Lexy
J.
(2006).
Metodologi
Penelitian
Kualitatif
Edisi
Revisi.
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakarya
Natadjaja, L., Dewi, R., Setyawan,
D., Studi Penga ruh Visua l
Merchandise
Untuk
Anak
Terhadap Perilaku Pembelian
Paket HappyMeal di Restoran
McDonald’s
Surabaya,
(Institut
Seni
Indonesia,
Universitas
Kristen
Petra
Surabaya, 2011) diakses dari
repository.petra.ac.id/15046/
Notoadmojo, S. 2002. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Nurist,
S.
(2013).
Budaya
Konsumen.
Posmodernisme
dan budaya konsumen. Diakses
dari
http://eprints.undip.ac.id/9820/1/POS
MODERNISME_DAN_BUD
AYA_KONSUMEN.doc

iii

Prabowo, M. Nur. (2013). Meretas
Kebahagiaan Utama di Tengah
Pusaran
Budaya
Konsumerisme
Global:
Perspektif Etika Keutamaan
Ibnu Miskawaih, Mukkadimah,
1 (1). 68-69
Peter, Paul. J and Olson, C. Jerry.
(1999). Perilaku Konsumen
dan
Strategi
Pemasaran.
Cetakan Keempat . Jilid-1.
Erlangga, Jakarta.
Peter, Paul. J and Olson, C. Jerry.
(1999). Perilaku Konsumen
dan
Strategi
Pemasaran.
Cetakan Keempat . Jilid-2.
Erlangga, Jakarta.
Piliang, Y.A (2004). Dunia yang
dilipat : tamasya melampaui
batas-batas
kebudayaan.
Bandung: Jalasutra
Piliang, Y.A. (2004). “Realitas-realitas
Semu Masyarakat Konsumer:
Estetika Hiperealitas dan Politik
Konsumerisme” Dalam Idi
Subandy Ibrahim ed. Life Style
Ecstasy Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat
Komoditas
Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra
Rosandi, Andika Filona. (2004).
Perbedaan Perilaku Konsumtif
Antara Mahasiswa Pria dan
Wanita di Universitas Katolik
Atma Jaya. Skripsi. Fakultas
Psikologi Universitas Atma
Jaya. Jakarta.
Ritzer,
George. 2006. Ketika
kapitalisme
berjingkrang
(telaah
kritis
terhadap
gelombang
McDonaldisasi).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rogers, M.F. 2009. Barbie Culture
Ikon Budaya Konsumerisme.
(M.A. Hidayat Terjemahan).
Yogyakarta:
Ar-Ruzz
MediaSantoso, B. 2006. Bebas
dari Konsumerisme. Yogyakarta: ANDI.
Schlosser, Eric. (2001). Fast Food
Nation: The Dark Side of the
All-American Meal.
Smartspa. (2010). Melayani, Bukan
Dilayani. Diakses pada 20 Mei
2015
dari
http://www.smartspa.org/?s=art
icle&m=detail&a_id=84§i
on=news&scode=A001&searc
h=
Slatter, Don. (2007). Moments and
Movements in the Study of
Consumer
Culture: A
discussion between Daniel
Miller and Don Slater Journal
of Consumer, 7, 5-23,
Septina, Nina. (2003). Tinjauan
tentang Service Failure dan
Service
Recovery
di
McDonalds-Bandung,
Bina
Ekonomi, 7 (2), 68-69.
Streubert
Speziale,
H.J.,
&
Carpenter,
D.R.
(2003).
Qualitative research in nursing:
Advancing the humanistic
imperative.
3rd
ed.
Philadelphia:
Lippincot
William Wilkins.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi
Penelitian : Petunjuk Praktis
Utuk
Peneliti
Pemula.
Yogyakarta:
Gajahmada
University Press.
Sumartono. (2002). Terperangkap
dalam iklan : meneropong

iii

imbas pesan iklan televisi.
Bandung: Alfabeta
Sutisna. (2003), Perilaku Konsumen
dan Komunikasi Pemasaran .
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Turner, Lynn H. West, Richard.
(2008).
Pengantar
Teori
Komunikasi,
Analisis
dan
Aplikasi. Jakarta; Salemba
Humanika
Yin, R.K. (2008). Studi kasus (desa in
dan metode edisi revisi).
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Skripsi dan Thesis terkait
Liska, Marisa. (2011).
Konsumerisme sebagai faktor
penarik terjadinya fenomena
enjokusai dalam masyarakat
jepang
kontemporer .
(Universitas Indonesia, 2011)
diakses
dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digit
al/20271490-S450Konsumerisme%20sebagai.pdf
Masamah. (2008) Gaya Hidup
Santriwati Pondok Pesantren
Wahid Hasyim di Tengah
Budaya Konsumerisme. (UIN
sunan Kalijaga Yogyakarta,
2008)
diakses
dari
http://digilib.uinsuka.ac.id/2530/1/BAB%20I,V
,%20DAFTAR%20PUSTAKA
.pdf
Djunaidi, A. (2003). Tuntutan
efektifitas periklanan Kaltim
Pos. (Institut Pertanian Bogor,
2003)
diakses
dari
http://repository.mb.ipb.ac.id/1
090/5/15e-05-agusbab1pendahuluan.pdf
Majalah

Gede, Agung dan Suswanto, Budi
(2014,
Februari).
Bisnis
Kuliner Untuk Anak. Majalah
Ide Bisnis. Diakses dari
http://www.duniaprofesional.c
om/fun- fact/yak-yang-sayanganak-sayang-anak/
Sumber-sumber Terkait Lainnya:
Dany, Septian. (2014). Belanja Iklan
Media Massa Capai Rp 26,7
Triliun.
Diakses
dari
http://bisnis.liputan6.com/read/
2046670/belanja-iklan-media massa-capai-rp-267-triliun
Redaksi MT. (2013). Membidik
Pasar Anak. Diakses pada 10
Agustus
2014,
dari
http://www.makassarterkini.co
m/index.php/component/k2/ite
m/288- membidik-pasar-anak
Mc Donald‟s. (2010). Mc Donald’s
History. Diakses Pada 3 Maret
2014, dari
http://www.aboutmcdonalds.com/mc
d/our_company/mcdonalds_his
tory_timeline.html
Destyananda
Helen,
(2014 ),
Penggunaan
Kartu
Debet
Turun, Kartu Kredit Melonjak.
Diakses pada 15 Oktober 2014,
dari
http://finansial.bisnis.com/read/
20140618/90/237054/penggun
aan-kartu-debet-turun-kartukredit- melonjak
Anup Shah, (2010). Children as
Consumers. Diakses pada 10
Juli
2014,
dari
http://www.globalissues.org/art
icle/237/children-as-consumers

iii

iii