Peningkatan kualitas pembelajaran ketrampilan pembicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V111 smpn 13 tangerang selatan tahun pelajaran 2009/2010

(1)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA

MELALUI TEKNIK BERCERITA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2009/2010)

Oleh

FAHRU ROJI BAIDAWI NIM: 106013000295

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

K A T A M U T I A R A

“S ukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup,

tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi

ketika berusaha meraih sukses.”

(B ookert W ashington)

“J enius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.

T idak ada yang dapat menggantikan kerja keras

keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi

ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.”

(T homas A . E dison)

“P eriksalah buku kenanganmu semalam

dan engkau akan tahu bahwa engkau masih berhutang

kepada manusia dan kehidupan.”

(K halil G ibran)

“K ita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain,

tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain.”

(M ichael D e’M intagne)

K etahuilah, apa pun yang menjadikanmu bergetar,

itulah yang terbaik untukmu dan karena itulah,

qolbu seorang penciptanya

lebih besar dari pada singgasananya.

(J alaludin R umi)


(3)

Abstrak

Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang . yaitu seorang yang hidup di lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah maupun dimana saja. Berbicara adalah hal yang biasa bagi kita, namun kegagalan pembelajaran keterampilan berbicara masih banyak terdengar di kalangan sekolah.

Banyak pertanyaan yang timbul berdasarkan kegagalan anak dalam keterampilan berbicara yaitu kurangnya kemampuan anak dalam mengembangkan kosa kata, merasa malu dan tidak percaya diri. Hal ini yang membuat siswa tidak terbiasa dalam menuangkan kata-kata dengan baik dan benar khususnya dalam keterampilan berbicara.

Penelitian ini menggunakn metode penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama tiga bulan, melakukan berbagai kegiatan. Hasil yang dimiliki dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita dapat meningkat, hal ini dapat dilihat dari hasil pre tes nlai rata-rata anak 40,5 sedangkan pada hasil pos tes anak 77,15, dan siklus 1 anak-anak mendapat nilai rata-rata 63,3 dan siklus II rata-rata 73,58.

Peningkatan diatas dapat dilihat bahwa pembelajaran keterampilan berbicra bahas Indonesia melalui teknik bercerita di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan dapat meningkat, hal ini menunjukan bahwa teknik bercerita layak dan dapat digunakan untuk diterapkan di sekolah karena memberikan hasil yang baik kususnya dalam keterampilan berbicra.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia melalui Teknik Bercerita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan".

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sajana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah Swt atas rahmat, perlindungan, dan hidayah-Nya

2. Rosulullah Muhammad Saw, bulan purnama yang telah memberikan cahaya untuk menerangi bumi ini

3. Kedua orang tuaku tercinta, orang tua terbaik di dunia, Hj. Aini dan K.H. Misbahudin atas kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir

4. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Ibunda Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selalu menginginkan kemajuan atas jurusan yang dipimpinnya.

6. Bapak Drs. E. Kusnadi, selaku Pembimbing I, yang begitu peduli terhadap mahasiswa-mahasiswanya,

7. Ibunda Hindun, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah menyisakan waktu berharganya di antara kesibukan-kesibukan yang padat.

8. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, atas ilmu yang telah diajarkan, dengan jasa-jasamu itu sesungguhnya bintang kehormatan sangat pantas disematkan di dadamu.

9. Kakak-kakakku tersayang, Bahruddin, S.Ag, Amsorullah, S.Pd, Badrussalam, S.Ag, Nyai Suryani, Ida Jahidah, lyah Khairiyah atas doa dan dukungannya.


(5)

10.Sri Nurul Hidayati, yang selalu memberi masukan dan sctnangat yang sangat berharga.

11..Fauzi, Rusfi, Pisol, Mu'min, Firman, Syarif, Yusuf, dan semua saudara-saudaraku di kelas atas semangatnya. Kalian adalah bagian dari catatan hidup yang tak terlupakan.

Tentu saja skripsi ini masih jauh dari sempurna, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun yang dapat memperbaiki skripsi ini.

Jakarta, 18 Februari 2011

Fahru Roji Baidawi


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...

KATA MUTIARA ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 3

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Belajar ... 7

1. Pengertian Belajar ... 7

2. Ciri-ciri Belajar ... 9

3. Jenis-jenis Belajar ... 9

4. Prinsip-prinsip Belajar... 10

5. Faktor-faktor Belajar ... 11

B. Berbicara... ... 13

1. Pengertian Berbicara ... 13

2. Tujuan Ketermapilan Berbicara ... 13

3. Prinsip Umum dalam Keterampilan Berbicara ... 16

4. Jenis-jenis Berbicara ... 16


(7)

5. Peralatan Berbicara ... 25

6. Rambu-rambu dalam Berbicara ... 27

7. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Keteramapilan Berbicara ... 29

C. Bercerita ... 40

1. Pengertian Bercerita ... 40

2. Tenik Bercerita ... 43

3. Kelebihan Teknik Bercerita ... 43

4. Kelemahan Berbicara ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 47

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

B. Metode Penelitian ... 47

C. Intrumen Penelitian ... 48

D. Desain Penelitian ... 49

E. Data dan Sumber Data ... 50

1. Teknik Pengumpulan Data ... 50

2. Analisis Data ... 51

BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Paparan Data ... 52

B. Hasil Data Observasi ... 58

C. Tahap Analisis ... 74

D. Tahap Refleksi... 74

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi Frekuensi nilai pree tes……… 53

2. Lembar observasi siklus I……… 58

3. Distribusi frekuensi nilai tes akhir siklus I………... 63

4. Lembar observasi siklus I………. 67

5. Distribusi frekuensi nilai akhir siklus II………... 72

6. Distribusi frekuensi nilai pos tes……….. 73

7. Rekapitulasi hasil belajar nilai keterampilan berbicara……… 74


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa negara adalah bahasa Indonesia, demikian tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjadi lambang kebanggaan bangsa, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antardaerah dan antarkebudayaan. Bahasa Indonesia pun merupakan alat yang dapat mencerminkan nilai-nilai sosial budaya.

Sebagai lambang identitas nasional, Bahasa Indonesia harus dijunjung tinggi. Bahasa Indonesia pun harus dikembangkan. Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia telah memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup dalam satu bangsa karena bahasa memiliki banyak fungsi dalam mempersatukan suku bangsa. Abdul Chaer menulis dalam bukunya bahwa bahasa itu sistem, lambang, bunyi, bermakna, arbitrer, konvensional, produktif, unik, universal, dinamis, bervariasi dan manusiawi.1 Sesuai fungsinya, Bahasa Indonesia juga berperan sebagai alat pengungkapan perasaan bahkan hingga nuansa perasaan yang halus.

Dengan bahasa memungkinkan manusia menuangkan pikiran yang rumit dan abstrak menjadi konkret. Manusia dapat berpikir mengenai objek tertentu. Dalam hal ini objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang menjadi abstrak. Walaupun objek itu secara faktual tidak kelihatan. Hal ini memungkinkan manusia berpikir secara berlanjut dalam penggunaan bahasanya yaitu dalam keterampilan berbicara.

Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang, terutama siswa atau seseorang yang hidup di

1

Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 33-56. .


(10)

lingkungan masyarakat. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat berbicara. Untuk menghasilkan kemampuan berbicara secara formal memerlukan pelatihan dan pengarahan atau bimbingan yang intensif dalam mempelajarinya.

Pengajaran bahasa Indonesia yang baik akan berakibat langsung pada pelajaran yang lainnya, karena bahasa itu alat untuk berpikir, alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, alat mengajarkan keterampilan, dan untuk menanamkan suatu sikap yang terarah. Tetapi, kita tidak dapat menutup mata untuk menghadapi kenyataan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia perlu ditingkatkan sesuai dengan tuntunan dunia modern yang meliputi dunia pendidikan dengan segala aspeknya.

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. “Setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan keterampilan lainnya. Keterampilan berbahasa diperoleh dengan urutan yang teratur, mula-mula pada masa kecil manusia belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu mereka belajar membaca, dan menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki sekolah sedangkan membaca dan menulis umumnya dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur tunggal”.2

Berdasarkan keempat penjelasan di atas penulis memfokuskan pada keterampilan yang ke dua yaitu keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita. Berbicara merupakan salah satu keterampilan yang banyak gunanya bagi siswa, terutama terampil berbicara di lingkungan sekolah. Bayangkan jika seluruh siswa di sekolah tidak bisa berbicara dengan bahasa yang baik maka perkembangan bangsa ini pun sebatas penggunaan bahasa yang hanya kesehariannya menggunakan kata-kata gaul, tren, dan tidak jelas kaidah tata bahasanya.

2

Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 2005), hlm.1.


(11)

Kaidah tata bahasa dalam komunikasi seseorang merupakan gambaran teratur tidaknya pola pikir yang dihasilkan melalui keterampilan berbicaranya. Kemampuan berbicara seseorang tersebut turut menentukan kesuksesan kariernya. Banyak orang sukses karena menguasai keterampilan berbicara. Contohnya, wartawan, presenter, penyiar, dan komentator.

Demikianlah berbicara dapat membuahkan kutub konstruktif maupun kutub destruktif. Dengan perkataan lain, berbicara dapat mendatangkan kedamaian, menumbuhkan cinta, dan dapat pula menimbulkan perang, menumbuhkan benci, tergantung pada situasi dan kondisi.

Ada banyak hal yang menyebabkan siswa terhambat atau mengalami gangguan-ganguan dalam berbicara seperti: tidak percaya diri, merasa cemas. Seperti dikatakan dalam buku The handbook of public speaking bahwa ”Kecemasan merupakan suatu energi syaraf, kekuatan misterius yang dibangkitkan oleh perasaan, yang mempengaruhi sistem syaraf Anda, yang bisa menghancurkannya atau sebaliknya, menguatkannya sampai kita merasa bersemangat dan menyala-nyala dan mampu mencapai puncak orasi”.3 Kecemasan itu menimbulkan rasa takut dalam berbicara. Apabila rasa takut itu menguasai diri seseorang maka menyebabkan timbulnya gugup, malas, gagap, sehingga berbicara menjadi tak terarah dan dalam pengucapannya khususnya dalam teknik bercerita menjadi tidak tersampaikannya pesan.

Salah satu bagian pengajaran keterampilan berbicara adalah dengan menggunakan teknik bercerita, karena pengajaran teknik bercerita merupakan suatu teknik yang sistematis dalam mengembangkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia khususnya pada siswa. Hasil keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan menggunakan teknik bercerita ini diharapkan siswa mampu berbicara bahasa Indonesia dengan artikulasi atau lafal yang jelas, penjedaan yang tepat, dan intonasi yang baik dalam keterampilan berbicaranya.

Pada umumnya, keterampilan berbicara merupakan bagian-bagian yang mendukung dalam teknik bercerita. Bercerita merupakan salah satu cara untuk

3

A. G. M ears, The Handbook of Public Speaking (M ilest one: Publishing House, 2009), hlm. 125.


(12)

mengekspresikan jiwa melalui bahasa lisan, sama halnya dengan paragraf dan karangan. Dalam mengarang ada suatu kegiatan yang melahirkan gagasan, perasaan pengalaman pada diri sesorang tersebut yang dituangkan dalam bentuk tulisan menjadi sebuah paragraf. Begitu juga dengan keterampilan berbicara, dengan teknik bercerita siswa bisa menuangkan perasaan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk perkataan, yaitu dalam bentuk lisan.

Mengingat pentingnya pengajaran keterampilan berbicara di sekolah dan di luar lingkungan sekolah maka hendaknya guru dan orang di sekitarnya bisa mendukung dan memotivasi, yaitu dengan memberikan masukan-masukan positif guna menumbuhkan siswa lebih terampil dan berani menunjukkan keterampilan berbicara khususnya dalam teknik bercerita.

Kegiatan bercerita merupakan suatu kegiatan mengekspresikan jiwa melalui bahasa lisan. Bercerita merupakan salah satu teknik menyampaikan informasi kepada orang lain (pendengar). Bahkan guru-guru di sekolah sering menggunakan teknik bercerita dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Beberapa alasan mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual adalah karena teknik bercerita mempunyai kelebihan, yaitu lebih fleksibel dan mudah, hal ini memungkinkan siswa lebih semangat dan terbantu dalam pembelajaran keterampilan berbicara khususnya dalam keterampilan secara umum.

Keterangan di atas menunjukan betapa pentingnya memahami pembelajaran keterampilan berbicara, karena siswa yang mampu menguasai keterampilan berbicara dengan baik tentu akan baik dalam berceritanya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mencoba meneliti dan membahas mengenai

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa

Indonesia Melalui Teknik Bercerita pada Siswa SMP Negeri 13 Tangerang Selatan”.


(13)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kesulitan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

2. Macam-macam teknik bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia.

3. Kesulitan siswa dalam pembelajaran teknik bercerita.

C. Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang yang telah diidentifikasikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia melalui teknik bercerita pada siswa SMP Negeri 13 kelas VIII Tahun Ajaran 2010-2011 di Kota Tangerang Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Dari hasil penelitian ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia.

2. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam menggunakan teknik bercerita.

3. Untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam berbicara Bahasa Indonesia melaui teknik bercerita.

E. Manfaat Penelitian

Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapakan dapat dijadikan bahan masukan bagi jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah.


(14)

1. Manfaat bagi Guru

a. Guru bahasa Indonesia dapat menjadikan hal ini sebagai informasi dan rujukan dalam pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita.

b. Menjadi pertimbangan guru dalam mengajar dengan menggunakan teknik bercerita dalam keterampilan berbicara baik dari strategi persiapan mengajar maupun kendala-kendala yang dihadapi.

2. Manfaat bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan ekspresi, intonasi, lafal dan penggunaan bahasa yang baik dalam berbicara melalui teknik bercerita. 3. Manfaat bagi Sekolah

Sekolah mendapat gambaran dan data tentang peningkatan kualitas kemampuan siswanya dalam keterampilan berbicara melalui teknik bercerita, khususnya siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan.


(15)

BAB II

ACUAN TEORETIS

A.Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.4 Dimyati mengatakan bahwa belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya.5

Menurut pengertian secara psikologis, “belajar merupakan suatu proses perubahaan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.”6

Belajar juga berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,7 ungkap Slameto. SementaraAlisuf Sabri dalam bukunya Psikologi Pendidikan menambahkan bahwa belajar adalah “Merupakan faktor penentu proses perkembangan, manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai reaksi, keyakinan dan lain-lain tingkah laku yang dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar”.8

Menurut Slameto, belajar juga dapat dipandang sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

4

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 207.

5

Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 46. 6

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka cipta, 2010), hlm. 2.

7

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989. 8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 54.


(16)

a. Perubahan terjadi karena sadar.

Bahwa seorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahaan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan pada dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.

b. Perubahaan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahaan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.

c. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif.

Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk meperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak belajar itu dilakukan, makin banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena ada usahanya dari individu sendiri.

d. Perubahan dalam dalam belajar bukan sikap sementara.

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahhan dalam arti belajar. e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya sesorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah ditetapkan apa yang hendak dicapai dalam mengetik. Ini berarti perubah tingah laku yang terarah.9

9


(17)

2. Ciri-ciri belajar

Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu:

a. Perubahan yang intensional, dalam arti perubahan yang terjadi karena intensitas pengalaman, praktik, atau latihan.

b. Perubahan menuju ke arah yang positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan baik oleh guru, siswa maupun lingkungan sosial.

c. Perubahan yang efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa. Setidaknya sampai batas waktu tertentu. Baik demi alasan penyesuaian diri maupun demi mempertahankan kelangsungan hidupnya.10

Sebagai suatu proses pengetahuan, kegiatan belajar juga tidak terlepas dari mengajar. ”Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu, ada suatu prosedur (jalan interaksi) yang direncanakan, Ditandai dengan materi satu pengarahan materi yang khusus dan ditandai dengan aktivitas anak didik.”11

3. Jenis-jenis belajar

a. Slameto membagi jenis-jenis belajar yaitu: belajar bagian, belajar dengan wawasan, belajar diskriminatif, belajar global atau secara keseluruhan, belajar insidental, belajar instrumental, belajar instrumental, belajar intensional, belajar laten, belajar mental, belajar produktif, belajar verbal.12

b. Muhibin Syah berpendapat mengenai jenis-jenis belajar 1) Belajar abstrak

10

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 116.

11

Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2006), hlm. 39-40.

12


(18)

Belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah bentuk memeroleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.

2) Belajar keterampilan

Belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya adalah menguasai jasmani tertentu.

3) Belajar sosial

Belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut.

4) Belajar pemecahan masalah

Belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, dan teratur.

5) Belajar rasional

Belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat).

6) Belajar kebiasaan

Belajar pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada.

7) Belajar apresiasi

Belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. 8) Belajar pengetahuan

Belajar melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan.13

4. Prisip-prinsip belajar.

Dalam belajar diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.

a. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.

13


(19)

b. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

c. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkunganya.14

Untuk memperoleh peningkatan seperti diatas dalam belajar kita harus mengetahui prinsip-prinsip dalam belajar. Yaitu belajar untuk memperoleh perubahan tingkah laku, hasil belajar ditandai dengan perubahan aspek tingkah laku, belajar merupakan suatu proses, belajar dorongan dan tujuan yang akan dicapai dan belajar merupakan bentuk pengalaman.15

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembelajaran

a. Faktor Intern

1) Faktor jasmaniah (faktor fisiologis)

Faktor utama yang mempengaruhi belajar didukung dalam diri sendiri atau fisik siswa tersebut. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya organ tubuh ynag lemah, kondisi badan seperti ini menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.16

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dan perolehan pembelajaran siswa.

a) Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan mental individu yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang

14

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, hlm. 28. 15

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004). Hlm. 123-125.

16


(20)

baru, serta dapat memecahkan memecahkan masalah yang dihadapi dengan cepat dan tepat17

Pakar psikologi Claparede dan Stern memberikan definisi penyesuaian diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru.18

b) Minat

Minat( interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

c) Bakat

Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

d) Motivasi

Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk membuat sesuatu.19 b. Faktor-faktor ekstern

1) Faktor keluarga adalah salah satu faktor di luar yang mempengaruhi siswa belajar yaitu relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluaraga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah faktor yang mempengaruhi di luar yang menduking siswa yaitu: metode mengajar guru, kurikulum sekolah, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, sarana sekolah, waktu sekolah, metode belajar dan tugas rumah.

3) Faktor masyarakat juga mempengaruhi belajar siswa dari luar yaitu: kegiatan siswa pada masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan dalam masyarakat tersebut.

17

Akyas Azhari, psikologi umum,... hlm. 142. 18

Zeki Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, ( Jakarta: Kizi Brother, 2006), hlm. 86.


(21)

B. Berbicara

1. Pengetian Berbicara

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai memperluasan dari bahasan ini. Dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide keinginan kepada orang lain yang dikombinasikan.

Pada hakikatnya keterampilan berbicara merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.20 Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.21 Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan.22

2. Tujuan keterampilan berbicara

Tujuan utama dalam keterampilan berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan. Dia harus mampu mengevalausi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya, dan seorang pembicara harus mengetahui prisip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.23

20

Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 241. 21

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 15.

22

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 165. 23


(22)

Disamping itu, keterampilan berbicara juga memiliki tujuan dalam pengembangan yang akan dimiliki bagi seorang yang berbicara. Di antaranya: a. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka memgembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya.

b. Kejelasan

Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik.

c. Bertanggung jawab

Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicaraan untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi pokok pembicaraan , tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya.

d. Membentuk pendengaran yang kritis,

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama, yaitu peserta didik perlu belajar untuk mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicaranya.

e. Membentuk kebiasaan.

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari bahkan dalam bahasa ibu.

Tujuan keterampilan berbicara seperti yang dikemukakan di atas akan dapat dicapai jika program pengajaran dilandasi prinsip-prinsip yang relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara.24

1) Tingkat pemula

24


(23)

Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan peserta didik dapat melafalkan bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyampaikan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan hasil bacaan atau simakan, menyatakan ungkapan rasa hormat dan mampu bermain peran.

2) Tingkat menengah

Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahwa peserta didik dapat menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan hasil simakan atau bacaan, melakukan wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan dalam diskusi dan pidato. 3) Tingkat paling tinggi

Untuk tingkat yang paling tinggi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dirumuskan bahwa peserta didik dapat menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan dan berpartisipasi dalam wawancara.25

Dari tujuan kegiatan keterampilan berbicra di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara memiliki manfaat atau tujuan dicapai yaitu dari tingkat pemula sampai tingkat yang paling tinggi. Berdasarkan keterangan di atas tujuan yang hendak dicapai seorang pengajar harus memenuhi beberapa konsep.

Empat konsep dasar yang harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan bahasa kedua dengan model pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu berbicara dan menyimak adalah kegiatan resiprokal, berbicara adalah proses berkomunikasi individu, berbicara adalah ekspresi kreatif, berbicara adalah ekspresi kreatif, berbicara adalah tingkah laku,

25


(24)

berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman dan berbicara adalah pancaran pribadi.26

3. Prinsip Umum yang Mendasari Kegiatan Berbicara

a. Membutuhkan paling sedikit dua orang, tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi misalnya oleh orang yang sedang mempelajari banyak bunyi-bunyi bahasa serta maknanya atau oleh seseorang yang meninjau kembali.

b. Menggunakan sandi linguistik yang dipahami bersama, bahkan andai kata pun dipergunakan dua bahasa namun setting pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya.

4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan, kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan sating bertukar sebagai pembicara dan penyimak.

5) Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan lingkungan dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dan sang penyimak sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik antara dua arah.

6) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory apparatus).

7) secara tidak pandang bulu menghadap apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.27

4. Jenis-jenis Berbicara

Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Antara lain: diskusi, pidato (menjelaskan,

26

Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran…, hlm. 286. 27


(25)

menghibur), ceramah, dan sebagainya. Jenis-jenis keterampilan berbicara tersebut adalah:

a. Diskusi

Diskusi, berasal dari kata Latin “discutere”, yang berarti bertukar pikiran. Akan tetapi belum tentu setiap kegiatan bertukar pikiran dapat dikatakan berdiskusi. Diskusi pada dasarnya adalah suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah.28 Diskusi juga diartikan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok.29

Panel adalah suatu bentuk diskusi yang dihadapkan sejumlah partisipan atau pendengar.30Suatu kelompok yang terdiri dari tiga sampai enam orang ahli yang ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari berbagai segi mengenai suatu masalah.31 Diskusi ini melibatkan sekelompok kecil peserta yang melakukan pembicaraan secara informal tentang sesuatu topik tertentu yang sebelumnya telah diselidiki dengan teliti oleh para peserta diskusi.32

b. Simposium

Sinposium terdiri dari serangkaian presentasi yang disampaikan secara singkat tetapi formal berkaitan tentang suatu tema dan topik. Sesudah presentasi formal, para anggota sinposium diperkenankan menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta yang mengadakan suatu panel diskusi di antara mereka sendiri. 33Masalah yang dibahas dalam simposium mempunyai ruang lingkup yang luas, sehingga dapat ditinjau

28

Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm . 37.

29

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai …, hlm. 36. 30

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 112.

31

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 40. 32

Siti Sahara, dkk., Keteramilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009), hlm. 22

33


(26)

dari berbagi sudut aspek ilmu untuk mendapatkan perbandingan. Pada sinposium diadakan sanggahan untuk umum terhadap suatu prasaran dan sanggahan itu disusun secara tertulis.34

c. Seminar

Seminar terdiri dari sekelompok ahli yang bertugas menjawab pertanyaan-pertanyaan hadirin atau mungkin pers. Para ahli tersebut sebelumnya tidak diberi tahukan menenai pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan tetapi, biasanya mereka menguasai topik-topik yang dibicarakan.35 Dalam seminar membahas secara ilmiah, walaupun yang menjadi topik pembicaraan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan untamanya adalah untuk memecahkan suatu masalah.36. Dalam seminar juga banyak hal yang harus dipersiapkan diantaranya:

1) Menentukan topik dan tujuan

Sebelum seminar dilaksanakan perlu ditentukan terlebih dahulu topik atau masalah yang akan diseminarkan.

2) Penentuan waktu dan tempat

Waktu seminar sebaiknya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau nasional, umpamanya: Bulan bahasa, Hari Ibu, hari Pendidikan Nasional. Jika seminar itu berskala kecil penentuan waktu perlu diperhatikan, sehingga dapat dihadiri oleh beberapa peserta.

3) Persiapan fasilitas

Segala kebutuhan dan kelancaran seminar sebaiknya dipersiapkan sebaik-baiknya. Seperti:

4) Tempat duduk yang memadai

Cahaya yang cukup terang dan sirkulasi udara yang menyegarkan dalam ruangan. Alat-alat peraga publikasi.37

34

Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara ..., hlm. 38. 35

Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 23. 36

Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 38. 37


(27)

d. Pidato

Pidato adalah penyajian penjelasan lisan. Pidato merupakan keterampilan berbaha sasecara epektif, baik lisan maupun tulisan karang mengarang.

Pidato juga diartikan kegiatan berbicara dihadapan orang banyak, Pidato juga diartikan berbicara dimuka umum dengan tujuan memberikan tambahan ilmu pengetahuan atau untuk mengajak para pendengar berpikir dan bertindak seperti diberi nasihat kepada orang banyak.38

1) Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam berpidato

a). Mempunyai tekad dan kemampuan bahwa seoarang pembicara mampu meyakinkan orang lain.

b). Memiliki pengetahuan yang luas, sehungga si pembicara dapat mengusai materi dengan baik.

c). Memiliki pembendahaaan kata yang cukup, sehingga si pembicara mampu mengungkapkan pidato dengan lancar dan meyakinkan.39

2) Sistematika berpidato

Pembukaan, yaitu mengucap salam atau menyapa para hadirin

a) Menyampaikan pendahuluan, yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan kegembiraan, atau rasa syukur.

b) Penyampaian isi pidato, yang diucapkan secara jelas dan dengtan menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan dengan gaya bahasa yang menarik.

c) Menyampaikan kesimpulan dari isi pidato, supaya mudah diingat oleh pendengar.

d) Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato.

e) Menyampaikan salam penutup.40

38

Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 61 – 62. 39

Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara …, hlm. 54. 40


(28)

3) Metode penyampaian dan penilaian dalam berpidato

Ada empat macam metode penyampaian lisan seperti pidato yang perlu diketahui, yaitu:

Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, atau pendengar atau pemirsa, ataupun waktu untuk persiapan dapat menentukan metode penyajian, atau sang pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari empat metode yang mungkin dipilih yaitu:

a). Penyampaian secara mendadak ( impromptu delivery)

Metode impromptu adalah metode penyampaian berdasarkan kebutuhan tahuaan dan kemahirannya. sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali, pembicara secara serta merta berbicara berdasarkan pengetahuan dan kemahirannya. Kesanggupan dan kemampuannya menyampaikan lisan seperti pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau terpaksa.41 Kesanggupan dan kemampuan penyampaian lisan seperti pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau terpaksa, namun kegunaannya terbatas pada waktu yang tidak terduga itu saja. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.42

b). Penyampaian tanpa persiapan (extemporaneous delivery)

Metode ekstemporan adalah metode berpidato dengan cara pembicara menuliskan pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan.43 Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu. Kadang-kadang dipersiapkan konsep berupa naskah, namun tidak dihafal kata demi kata. Dalam penyampaian lisan seperti pidato, pembicara dengan bebas berbicara dan bebas pula memilih kata-katanya sendiri. Catatan dan konsep naskah yang dipersiapkannya hanya digunakan untuk mengingat urut-urutan topik pembicaraannya. Dengan metode ini pembicara dapat

41

Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67. 42

Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 43


(29)

mengubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi yang timbul pada para pendengar sementara pembicaraan berlangsung.44

c). Penyampaian dari naskah (delivery from manuscript)

Metode naskah adalah metode naskah yang benar-benar dipersiapkan dengan cermat. Pembicara menyusun naskah terlebih dahulu sebelum pidato.45 Pidato ini biasanya digunakan untuk acara-acara resmi.

pidato televisi dan radio. Metode ini sifatnya agak kaku, sebab bila tidak atau kurang melakukan latihan yang cukup, terjadi seolah-olah tidak ada hubungan antara pembicara dengan pendengar. Mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah, sehingga ia tidak bebas menatap pendengarnya. Pembicara harus dapat memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraannya. Untuk itu pembicara perlu melakukan latihan yang intensif.46

d). Penyampaian dari ingatan (delivery from memory)

Metode ini merupakan kebalikan dari metode inpromtu. Pidato ini disampaikan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap lebih dahulu.47 Metode ini memerlukan konsentrasi yang kuat dalam penyampaiannya dari seorang pembicara kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang berhasil dengan metode ini, namun ada juga yang tidak. Pembicara dengan menggunakan metode ini sering menjemukan dan tidak menarik, ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat dan mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Selain itu metode ini juga sering menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar keti ka menyampaikan uraiannya.48

Cara manapun yang dipilih dalam berbicara dalam penyampaiannya, yang terpenting adalah bahwa usaha kita berhasil: komunikasi berjalan lancar. Oleh karena itu ada baiknya bila kita mengetahui pula bagaimana caranya mengevaluasi keterampilan berbicara diantaranya:

44

Midar G arsad mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 66. 45

Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 68. 46

Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 47

. Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67-68. 48


(30)

(1). Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?

(2). Apakah pola pola intonasi, naik dan turunnya suara dan tekanan suku kata, memuaskan?

(3). Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi intrernal memahami makna yang dipergunakannnya?

(4). Apakah kata kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

(5). Sejauh manakah” kewajaran yang tercermin bila seseorang berbicara? (Brook, 1964:252).49

Mengevaluasi keterampilan berbicara juga dapat dilakukan secara berbeda-beda pada setiap jenjangnya. Misalnya pada sekolah dasar, kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan dalam bentuk evaluasi. Seseorang dianggap memiliki kemampuan berbicara selama ia mampu berkomunikasi dengan lawan bicaranya.50

Dalam pengajaraan berbahasa Indonesia yaitu dalam keterampilan berbicara memiliki berbagai hal dalam menilai, baik dari pelafalan anak itu sendiri secara individual maupun secara berkemampuan yang telah diklasifikasikan dan telah ditentukan dalam pembelajarannya.

4). Strategi pengajaran keterampilan berbicara

Dalam strategi pengajaran Keterampilan berbicara memilki teknik atau pariasi dalam pembelajarannya yang bermacam-macam di antaranya dalam keterampilan:

a). Berbicara terpimpin, yaitu: frase dan kalimat, satuan paragraf, dan dialog.

b). Berbicara semi-terpimpin, yaitu: reproduksi cerita, cerita berantai( pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca, menyusun kalimat dalam pembicaraan, dan menyampaikan isi bacaan secara lisan.

49

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 24 – 26. 50


(31)

c). Berbicara bebas, yaitu: diskusi, drama, wawancara, berpidato, bermain peran(dalam drama)51

Selain strategi dalam berbicara juga memilki teknik, yang dimaksudkan di sini adalah cara-cara yang digunakan di dalam berbicara, meliputi:

1) Kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal ini seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata bahasa yang baik, Artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi yang menarik (tidak monoton), aksen yang tepat, dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak perlu.

2) Ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut, tidak pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam berbicara sangat penting untuk memikat minat dengar atau rasa ingin tahu dari pendengar.

3) Stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting didalam pembicaraannya, misalnya dengan pengulangan-pengulangan yang seperlunya, atau dengan penekanan-penekanan tertentu dalam nada pembicaraan.

4) Kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan menyelipkan intermezo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan dengan hal-hal lain yang berhubungan yang mengandung kelucuan, baik itu pengalaman sendiri atau sebuah anekdot, dengan tidak mengurangi nilai pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pendengar tidak terlalu stress yang bisa menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti pembicaraan kita.

5) Kepribadian (personality). Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga meliputi nilai-nilai pribadi seorang pembicara, diantaranya: jujur, cerdik, berani,

51


(32)

bijaksana, berpandangan baik, percaya diri, tegas, tahu diri, tenang dan tenggang rasa.52

e. Ceramah

Ceramah adalah suatu cara keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan atau masalah secara lisan. Seperti halnya dalam pidato, dalam ceramah pun keterampilan alat utama dalam keterampilan berbicara.53.

Ceramah juga dapat diartikan bahwa pidato dihadapan para pendengar, mengenai suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya. Piadat dan ceramah merupakan suatu sarana komunikasi yang berpungsi menyampaikan suatu informasi secara langsung, tetapi antar pidato dan ceramah memiliki beberapa perbedaan, yaitu pidato disampaikan untuk suatu tujuan yang penting sedangkan pada ceramah disampaikan sebagai pengajaran.54. Dalam ceramah memiliki beberapa ciri khas, yaitu:

1). Ada sesuatu yang dijelaskan atau diinformasikan untuk memperluas pengetahuan para pendengar, biasanya disampaikan kepada orang yang memiliki keahlian atau dianggap ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tertentu.

2). Terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dan pendengar, yaitu berupa dialog, tanya jawab, diskusi, dan sebaginya.

3). Dapat digunakan alat bantu untuk memperjelas uraian, seperti over head projector (OHP), Lembar peragaan, gambar, dan sebagainya.55

Ada respon dari pendengar mengenai materi yang disampaikan dalam ceramah. Selain memiliki ciri khas dalam ceramah, ceramah atau metode ceramah juga memiliki keunggulan.

52

Jumardas, “Kepribadian”, dari http://jurnardas.blogspot.com/2004/04/kepribadian.html, diakses pukul 15.32, 22 November 2010.

53

Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 67. 54

Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 63. 55


(33)

1) Kelebihan metode ceramah

Materi yang disampaikan tidak terlalu banyak, hanya poin-poin khusus saja. Dapat memberi semangat para pendengar untuk belajar karena hanya menyeduakan alat pendengaran dan pemahaman saja.

2) Kelemahan metode ceramah

Karena jumlah pendengar relatif banyak, penceramah cenderung mengalami kesulitan untuk nmengetahui sampai sejauh mana si pendengar dapat memahami materi yang disampaikan.

Dalam metode ceramah ini siswa cenderung hanya menjelaskan penjelasan penceramah, tanpa ada timbal balik.

3) Perbedaan antar pidato dan ceramah

Pada ceramah terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dengan pendengar, sedagkan pidato hanya bersifat satu arah.

Pidato bertujuan untuk mempengaruhi pendengar, meyakinkan para pendengar, sedangkan ceramah bertujuan untuk menjelaskan atau memperluas pengetahuan para pendengar.56

Pidato disampaikan secara resmi sedangkan ceramah dismpaikan tidak resmi . Pidato bertujuan untuk menyampaikan gagasan atau informasi, sedangkan ceramah bertujuan untuk menambah wawasan atau pengetahuan.

5. Peralatan dan alat peraga dalam berbicara

Hal kecil yang sering dilupakan pembicara adalah penggunaaan dan peralatan dalam berbicara. Berikut ini diuraikan cara-cara menggunakan peralatan pidato.

a. Mikrofon

Ada dua jenis mikrofon, yaitu berkabel dan yang tidak berkabel. Penggunaan jenis mikrofon ini sama saja. Pengaturan jarak yang paling baik adalah satu jengkal tangan. Mulut yang terlalu dekat dengan mikrofon

56


(34)

akan menimbulkan kesan seolah-olah alat itu akan dimakan. Bila diatas podium telah disediakan tiang penyangga mikrofon, lebih baik mikrofon itu tidak dipegang. Hal ini akan memberikan kesempatan tangan untuk bergerak leluasa.57

b. Flip chart

Werupakan alat peraga yang paling efektif untuk pendengar yang jumlahnya mencapai 25 orang dan merupakan alat yang paling cocok untuk mncapaikan kalimat-kalimat sederhana.58

c. Pengeras suara.

Pengeras suara adalah peralatan pendukung yang sangat penting dalam berpidato. Sebelum pidato dimulai, sebaiknya pengeras suara diuji terlebih dahulu. Usaha ini dapat mencegah macetnya aliran suara pada saat pidato dimulai. Buatlah para audiens senyaman mungkin karena pengeras suara yang rusak dapat mengacaukan suasana.

d. Echo

Agar suara seorang pembicara terdengar menarik, pada speaker dapat digunakan echo, aturlah echo sesuai dengan suara anda, dan jangan terlalu tinggi. Pengujian echo lebih baik dilakukan minimal lima belas menit sebelum pidato dimulai.59

e. Film, monitor video dan televise proyeksi

Film dan video bekerja baik untuk jenis-jenis penyajian tertentu. Film dan televisi proyeksi dapat diperlihatkan kepada jumlah pendengar mana saja.60

57

Muhammad Muflih, Menjadi Orator Ulung, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 20. 58

John W. Osborne, Kiat Berbicara di Depan Umum untuk Eksekutif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 36.

59

Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 32. 60


(35)

6. Rambu-Rambu dalam Berbicara

Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara.

a. Menguasai masalah yang dibicarakan.

Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan kepada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan modal pokok bagi pembicara. Hal ini dapat dicapai dengan giat mengumpulkan bahan dengan mempelajari bermacam sumber seperti sudah dijelaskan sebelumnya.

b. Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.

Sebelum memulai pembicaraan, hendaknya pembicara memperhatikan situasi seluruhnya, terutama pendengar. Kalau pendengar sudah siap, barulah mulai berbicara. Hal ini sebetulnya juga dipengaruhi oleh sikap atau penampilan pembicara. Sikap pembicara yang tenang, tidak gugup, wajar, serta penampilan yang rapi, akan banyak membantu. c. Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar.

Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar. Dalam hal ini walaupun topik pembicaraan kurang menarik, tetapi karena pendengar mengetahui manfaatnya bagi mereka, kata pendengar pun akan bersedia mendengarkan.

d. Berbicara harusjelas dan tidak terlalucepat.

e. Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas.

Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat. Janganlah berbicara terlalu cepat dan hal-hal yang penting diberi tekanan sehingga pendengar dengan mudah dapat menangkapnya.

Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu. Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pendengar. Pendengar


(36)

merasa diajak berbicara dan merasa diperhatikan. Pandangan mata dalam hal ini sangat membantu. Pandangan mata yang menyeluruh akan menyebabkan pendengar merasa diperhatikan. Demikian juga dengan gerak-gerik atau mimik yang sesuai merupakan daya pikat sendiri.61 mata memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi orang lain. Seorang yang karismatik biasanya memiliki sorot mata yang mengagumkan. Banyak wanita yang tergila gila pada seorang pria yang tatapan matanya yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut.62

f. Pembicara sopan, hormat,dan melihatkan rasa persaudaraan.

Pembicara yang congkak dan memandang rendah pendengar dengan sikap dan kata-kata kasar, akan menghilangkan rasa simpati pendengar. Siapa pun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya, pembicara harus menghargainya. Jauhkan sifat emosional. Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya.

g. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan.

Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan, berbicaralah kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara. Jangan pula berbicara berbelit-belit, tetapi langsung pada sasaran kenyaringan suara.63

Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu. Volume suara jangan terlalu lemah dan jangan pula terlalu keras, apalagi berteriak. Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam berbicara karena massa akan mendengarkan suara yang di keluarkan dari mulut seorang pembicara.

Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup.kita patut bersyukur karena Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda sehingga massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya

61

Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 32. 62

Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 8. 63


(37)

saja.Misalnya,suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia berbeda dengan suara bung karno meskipun mereka sama tenarnya.

Dengan melatih suara secara teratur, akan didapatkan hasil suara berkualitas dan berciri khas.64

Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara se- penuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh seluruh pendengar. Begitu pula sebaliknya.

Dala berbicara seorang pembicara harus memiliki kemampuan ketika berbicara yaitu seorang pembicara yang baik ketika berbicara memandang sesuatu suatu hal dari sudut pandang yang baru, mempunyai cakrawaa luas, antusias dalam berbicara, menunjukan empati mempunyai gaya bicra humor dan punya gaya bicara sendiri.65

7. Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, me- nyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan, dan air muka (mimik) pembicara.

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahamі isi pembicaraannya, di samping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya ара уang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya.66

Hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu

64

Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5. 65

Larry King, Seni Berbicara ( Jakrta: Gramedia, 2009), hlm. 63. 66


(38)

bagaimana posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan.

Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.

a. Faktor-Faktor Kebahasаan

1). Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. 67 Orang yang salah mengucapkan kata-kata biasanya dianggap kurang berkependidikan atau tidak terlalu pintar, karena banyak persoalan salah pengucapan disebabkan oleh kebiasaan salah artikulasi yang buruk.68

Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh.

2). Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai

Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakah daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan

67

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. 68


(39)

menyebabkan masalahnya menjadi menarik. 69 Suara yang monoton dan membosankan merupakan pembunuh nomor satu dalam suatu penyajian. Sebagian besar dari arti yang ingin dikatakan akan hilang apabila dalam bicaranya tidak memiliki suara yang menyenagkan70

3). Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif dari pada kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing.

4). Ketepatan Sasaran Pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.71

b. Faktor-Faktor Nonkebahasaan

Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebebasan ini sangat mempengaruhi keefektivan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan. Diantara faktor nonkebahasaan ialah:

1) Faktor penampilan.

69

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. 70

John W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 47. 71


(40)

Jangan sekali-kali meremehkan faktor penampilan. Dalam berbicara yang tampil didepan umum atau diatas podium menjadi sorotan yang dilihat oleh masa. Kadang sedetik pun tidak ada yang mata yang berhenti menatapinya. Kunci sukses seorang pembicara adalah kebriliananya dalam memadukan konsep berpikir, bergaya, berintonasi, dan berpenampilan.72

a) Pandangan mata terhadap audiens

Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Hal ini sering diabaikan oleh pembicara. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan.73 b) Kesehatan

Menjaga kesehatan sangat penting karena kesehatan akan mempengaruhi produktivitas seorang. Begitu pula halnya dalam berpidato, seorang pembicara mampu tampil prima karena ditunjang faktor kesehatan.

c) Pakaian

Idealnya, seorang pembicara berpakaian rapih. Kategori rapih ialah yang sesuai dengan pakaian formal. Misalnya, baju dimasukan, brsepatu, berkaus kaki, dan baju disetrika. Usahakan setiap hadir dalam acara apapun selalu berkemeja dan bersepatu. Namun, jangan lupa memakai kaus kaki karena hal ini selalu diperhatikan orang. d) Kulit

Tingkatan selebritis seperti aktor, aktris, dan penyanyi selalu memperhatikan kesehatan kulit mereka karena mereka sadar betul dunia mereka yang selalu menjadi sorotan publik. Begitu juga bagi seorang pembicara. Memelihara kulit bukan berarti modis. Setidaknya kulit tidak menggangu.74

72

Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 35. 73

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 74


(41)

2) Faktor Pribadi

Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar.75 Berikut ini adalah cara atau yang harus dimilki diri dalam penampilan di atas podium .

a) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. Namun, tidak berarti si pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya, tetapi ia juga harus mampu mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja kalau pendapatnya itu mengandung argumentasi yang kuat, yang betul-betul diyakini kebenarannya.

b) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektivan berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.76

Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut. Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa yang digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu. Sesuaikanlah gerakan mimik wajah itu dengan pembicaraan yang sedang diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rileks. 77 c) Kenyaringan suara juga sangat menentukan. Tingkat kenyaringan ini

ten-tu disesuaikan dengan siten-tuasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak. Kita aturlah kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat kemungkinan gangguan dari luar.

75

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20. 76

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 77


(42)

d) Kelancaran.Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya, Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu dise- lipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ее, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.

e) Relevansi/Penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan de-ngan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

f) Penguasaan Торік. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.78

c. Faktor Kepribadian sebagai Penunjang Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbahasa lisan dengan baik untuk dapat efisien dalam berbicara kempuan berbahasa lisan menjadi faktor utama ini dikarenakan kemampuan berbicara dengan baik tidak cadel, artikulasi yang jelas, tidak gagap dan intonasi yang bagus akan membuat pembicaraan lebih mudah dimengerti dan pembicaraan menjadi lebih efisien.79 Seperti dikatakan dalam buku orator bahawa menjadi seorang pembicara harus melakukan latihan yang serius dan banyak faktor pendukung yang menunjang seperti.

1) Melatih Suara

78

Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20 – 21. 79

Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari

http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05.


(43)

Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam berpidato karena massa akan mendengarkan suara pidato yang di keluarkan dari mulut seorang orator. Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup. Kita patut bersyukur karna Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda sehingga massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya saja. Misalnya suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia berbeda dengan suara bung Karno meskipun mereka sama tenarnya. Dengan melatih suara secara teratur, akan didapatkan hasil suara berkualitas dan berciri khas.

Secara lahiriah, ada orang bersuara kecil dan ada juga yang bersuara keras. Suara yang sangat kecil sangat menyulitkan orang tersebut untuk tampil, sedangkan suara yang keras belum tentu menjamin seseorang dapat menyampaikan pidato dengan baik.Oleh sebab itu,kedua tipe suara perlu dilatih.

Untuk menguji kualitas suara, ajaklah salah seorang teman Anda untuk berdiri lima meter dari hadapan Anda di tempat terbuka. Pada tempat seperti ini suara tidak memantul dan menggema sehingga anda tidak perlu berteriak keras, tetapi bersuaralah dengan normal. Bila teman anda tidak mendengar dengan jelas, anda perlu memaksimalkan latihan suara itu lagi.

2) Melatih wajah

Melatih wajah dan tubuh sangat penting untuk menyesuaikan suara dan gerakan tubuh. Orator yang semngat akan menggunakan mimik wajah yang bersemanagat pula. Ketika bernada pelan, ia akan menggerakan bibirnya agak agak sedang. Pada saat mengacungkan telunjuknya, ia akan melantangkan suaranya. Gerakan wajah dan tubuh ysng berpariasi itu dapat menambah daya tarik audiens.

Ekspresi wajah menggambarkan perasaan seseorang, anda tidak perlu bingung membaca keadaan hati seseorang karena bahasa tubuh telah mengajarkan berbagai hal tentang ini. Kita hanya perlu mencocokan hubungan ekspresi wajah dengan ucapan orang tersebut. Bila ada kontradiksi antara ucapan dan ekspresi, biasanya terbaca sesuatu yang dibuat-buat. Hati


(44)

yang menolak akan serasi dengan ekspresi penolakan juga, begitu pula sebaliknya.

Namun ada juga sebagian orang yang mampu melakukan kontradiksi antara ekspresi dan ucapan seperti tadi karena kemampuan mereka didapat dari latihan-latihan khusus. Dalam hubugaan dengan pidato, ekspresi wajah harus disesuaikan dengan perasaan,intonasi dan uraian isi yang dibicarakan. Bagian wajah yang perlu dilatih antara lain mata, mulut, dan mimik.

3) Melatih mata

Pernahkah perasaan Anda berbunga bunga ketika dilirik seorang wanita? Kontak mata yang genit seperti itu mudah sekali meluluhkan perasaan seorang pria. Sebenarnya, mata memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi orang lain. Seorang yang karismatik biasanya memiliki sorot mata yang mengagumkan. Banyak wanita yang tergila-gila pada seorang pria yang tatapan matanya yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut.

Pada langkah awal, cobalah buat gambar mata sesuai dengan ukuran mata Anda. Tempelkan gambar itu di dinding, tepat dihadapan mata anda. Kemudian, tataplah mata itu tanpa berkedip selama lima menit. Tambah lagi sebanyak sepuluh menit. Bila mampu mencapai sepuluh menit, tambah lagi sampai lima belas menit. Begitu pula untuk seterusnya. Kemudian, letakan gambar itu keatas dan tataplah sesuai dengan aturan yang dijelaskan tadi. lakuan latihan tiga kali sehari. Dan lakukan pelatihan terhadap binatang seperti melihat mata kucing, elang, anjing. Usahakan mata Anda lebih tahan berkedip dari pada mata binatang tersebut.

Saat latihan berbicara didepan orang, tataplah mata Anda dari kiri dan kanan. Sorotah pandangan anda kesetiap sudut ruangan. Anggaplah bangku bangku yang kosong itu sebagai audiens yang hidup. Tataplah semuanya satu persatu. Latihan seperti ini perlu dilakukan dengan santai karena mata yang tegang akan mengurangi mata audiens. Mata yang sayu juga akan membuat dugaan bahwa sang pembicara itu sedang loyo. Oleh sebab itu, dengan tatapan yang rileks, seorang pembicara akan mendapat perhatian audiens yang luar biasa.


(45)

Dengan demikian, mata akan terlatih ketika tampil pada medan sesungguhnya, ingatlah, sorotan mata yang baik dapat menghidupkan suasana ddisekitar podium.

4) Melatih mulut

Berkomunikasi dengan mulut adalah kelebihan yang dimiliki manusia. Setiap perkataan yang diungkapkan seseorang dapat terbaca pada gerakan mulut orang tersebut. Dalam berpidato, peran mulut sangat vital sekali, pada tahap latihan ini, kita mencoba menampilkan gaya mulut yang baik.

Mulut terdiri dari bibir, lidah, gusi, dan lain lain. Semua organ ini menyatu untuk mengoloa suara. Bagian terpenting yang yang mesti dilatih adalah adalah bibir dan lidah. Biasanya berbicara dengan suara yang jelas supaya orang dapat memahami pembicaraan kita. Agar pembicaraan menjadi jelas, lidah harus diposisikan dengan baik sesuai dengan ketukan kata yang dikeluarkan.

Untuk mempraktikannya, ajaklah teman berbicara. Usahakan agar dia mampu memahami perkataan dia tanpa harus diulang ulang.

Bagian lain yang masih berkaitan dengan mulut adalah bibir. Orang yang sedang marah, bibirnya cemberut. Orang yang senang, bibirnya selalu tersenyum. Gerakan bibir yang beragam ini memiliki pesona yang luar biasa. Variasi gerakan bibir ketika berpidato dapat melahirkan daya tarik audiens. Namun, jangan terlalu berlebihan dalam mengerakan bibir.karena risiko yang dihadapi sangat besar. Bisa saja sebagian audiens berteriak karena pembicara dinilai kurang beretika. Dewasa ini, masyarakat pandai sekali dalam menilai penampilan publik.

Latihan bibir dengan gaya yang rileks. Sesuaikan intonasi pidato Anda, Kapan bibir digerakkan untuk santai, semangat, dan sedih. Alangkah lebih baik bila latihan ini berlatih di depan cermin. Perhatikan gerakan bibir Anda tersebut pada saat mengharmonisasikan dengan materi yang diucapkan. Anda juga dapat melengkapinya dengan intonasi dan gerakan tubuh lainnya.

Latihan bibir ini memerlukan kesabaran yang tinggi karena biasa orang merasa tidak puas dengan hasil yang ada. Emosi dalam diri dapat


(46)

mengurangi konsentrasi pergerakan bibir sehingga menjadi tegan. Oleh sebab itu, cobalah latihan ini dengan rutin supaya anda benar-benar menguasai tahap ini!

5) Mimik

Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut. Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa yang digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu. Sesuaikanlah gerakan mimk wajah itu dengan pembicaraan yang sedang diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rilek. Latihlah mimik anda ditempat yang sunyi. Kemudian, cobalah pada tempat yang ramai. Lalu, bandingkan daya tahan rilek Anda itu pada tempat yang berbeda. Usahakan agar Anda yang mengatur gerakan mimik, bukan suasana ditempat latihan.

Cermin sangat membantu dalam latihan ini. Sebaiknya gunakan cermin yag besar sehigga seluruh tubuh dapat memadukan kekuatan mimik Anda.

6) Melatih tubuh

Tidak semua organ tubuh digerakan pada saat berpidato. Hanya sebagian organ saja yang sebagian aktif bergerak pada saat tampil di podium di ntaranya kepala, leher, tangan, dan badan, sedangkan kaki hanya digerakan sekali saja. Kaki digerakkan untuk membantu badan bergeser sedikit jangan terlalu panjang mengambil langkah kaki untuk bergeser. Ingat, berpidato tidak seperti bermain drama.

Gerakan tubuh harus disesuaikan dengan jenis podium yang disediakan. Pada podium yang tidak menggunakan mimbar, sebaiknya tangan diletakkan di depan badan. Sekali-kali angkatlah tangan untuk mendukung ekspresi mimik Anda. Kedua tangan itu tidak selalu diletaakan di belakang badan karena akan terkesan berbaris, sedangkan pada podium yang bermimbar, tangan diletakan di atas mimbar tersebut. Angkatlah tangan secara bergantian supaya tidak terkesan monoton. Biasakan rutin untuk menggerakan rutin agar selalu seirama dengan mimik dan suara.


(47)

Ada beberapa macam gerakan tubuh yang kurang disukai audiens, seperti menggaruk, mengernyitkan hidung, mengeluarkan lidah, merapikan rambut, dan melototkan mata. Sebaiknya gerakan gerakan tersebut tidak dilakukan. Anggaplah bahwa audiens itu bukan hanya sebagai pendengar setia, melainkan juga sebagi juri yang menilai setiap sikap sikap Anda.80

d. faktor lingkungan

Faktor lingkungan memberikan pengaruh besar keefisienan sebuah pembicaraan di antaranya adalah pendengar atau audiens, suasana, tempat, dan forum pembicaraan menjadi faktor efisiensi berbicara.

1) Pendengar

Pembukaan Pembukaan menjadi faktor penunjang efisiensi berbicara karena bila seorang pembicara dapat memberikan pembukaan yang baik maka 50% pembicaraan telah dikuasai dan pembicaraan selanjutnya akan lebih terarah, sehingga pendengar merasa lebih nyaman.

Penguasaan Materi Setelah sukses dipembukaan pada saat menyampaikan materi adalah inti dari sebuah pembicaraan, jadi penguasaan materi menjadi faktor penting efisiensi berbicara dan yang terpenting lagi bagaimana pembicara dapat membawa jalannya pembicaraan agar pembicaraan tidak menjadi membosankan dan terkesan monoton. 2) Suasana dan alokasi waktu

Alokasi Waktu Pembagian waktu menjadi faktor penunjang efisiensi pembicaraan karena inti dari sebuah efisiensi yaitu bagaimana dengan waktu yang singkat dapat memberikan pemahaman yang luas. Pada materi yang disampaikan maka perlu pembagian pembicaraan maksimal 1 (sayu) jam per sesi dan pembahasan yang lebih luas dapat dilanjutkan dalam forum tanya jawab.81

80

Muhamad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5 – 6. 81

Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari

http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05.


(48)

8. Faktor Penghambat Efisiensi Berbicara

a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap dalam berbicara (terutama di depan umum), berbicara tersendat-sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar.

b. Sikap yang kurang tepat. Seorang dosen yang sedang memberi kuliah sambil duduk di atas meja sehingga akan memberi kesan yang kurang baik bagi mahasiswa.

c. Kurang pengetahuan. Seseorang yang kurang pengetahuannya, jarang membaca atau mendengar radio atau televisi, akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain.

d. Rasa takut yang mendalam sehingga tibul grogi dan tidak percaya diri. e. Kurang memahami sistem sosial.

f. Prasangka yang tidak beralasan.

g. Jarak fisik komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan komunikator berjauhan ataupun terlalu berdekatan.

h. Tidak ada persamaan persepsi. i. Indera yang rusak.

Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.

j. Mendominir pembicaraan.82

C. Bercerita

1. Pengertian Bercerita

Bercerita adalah cara untuk menunturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga dapat diambil suatu pelajaran. Menurut pakar pendidikan cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya, menasehati anak salah satunya dapat dilakukan dengan cerita atau dongeng.83

82


(49)

Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita diartikan sebagai berikut; a. Sebuah tutur yang melukiskan suatu proses terjadinya suatu peristiwa

secara panjang lebar.

b. Karangan yang menyajikan jalannya kejadian-kejadian atau peristiwa. c. Suatu lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan seperti drama,

sandiwara, film dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian yang tercatat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas, maka dapat dimengerti bahwa cerita itu merupakan tutur atau tuturan, yaitu uraian atau gambaran atau deskripsi dari suatu peristiwa atau kejadian. Seperti dongeng tentang Roro Mendut yang menggambarkan proses terjadinya Candi Mendut.84

Cerita juga dipandang sebagai suatu karangan, hal ini menunjukkan bahwa cerita itu disusun atau dibuat oleh seseorang. Karangan tersebut bisa jadi disajikan secara tertulis maupun secara lisan. Karangan dalam cerita berisi tentang kejadian atau peristiwa, baik peristiwa alam maupun kejadian yang dialami manusia.

Peristiwa atau kejadian yang disusun tersebut, bisa jadi disajikan dalam bentuk pertunjukan yang bisa ditonton. Sehingga cerita tidak hanya bisa dinikmati dalam bentuk tuturan yang disimak dalam bentuk tulisan maupun lisan, tetapi juga dapat dinikmati dalam bentuk sajian permainan peran seperti sandiwara, drama, sinetron, wayang dan sebagainya.

Sementara menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2001:8) cerita merupakan salah satu bentuk dari seni sastra yang bisa dibaca atau didengar. Sebagai salah satu bentuk kesenian, maka cerita memiliki keindahan dan dapat dinikmati. Pada umumnya cerita bisa menimbulkan kesenangan baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.

83

Sumbi Sumbang Sari, Kumpulan Cerita Rakyat, (Ciganjur, PT. Wahyu Media, 2009), hlm. 1.

84


(1)

Nama : Ramadhan Syah Putra Nomor Absen : 25 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 10

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 13

Jumlah 100 83

Nama : Randi Supriadi Nomor Absen : 26 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 10

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 15

4. Gaya Bahasa 20 15

5. Ekspresi 20 20

Jumlah 100 85

Nama : Rianaldo Nomor Absen : 27

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 15

4. Gaya Bahasa 20 15

5. Ekspresi 20 15


(2)

Nama : Ria Ayu Nomor Absen : 28 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 15

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 15

5. Ekspresi 20 15

Jumlah 100 85

Nama : Rini Dewi Nomor Absen : 29

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 10

5. Ekspresi 20 15

Jumlah 100 85

Nama : Rika Yohana Nomor Absen : 30

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 10

5. Ekspresi 20 15


(3)

Nama : Ruslan Rusmedi Nomor Absen : 31 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 10

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 15

Jumlah 100 85

Nama : Sumarni Nomor Absen : 32

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 10

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 16

Jumlah 100 86

Nama : Titi Jaidi Nomor Absen : 33

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 15

3. Kelancaran 20 15

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 16


(4)

Nama : Tu Bagus Ijon Nomor Absen : 34 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 15

5. Ekspresi 20 15

Jumlah 100 90

Nama : Yeski Wilson Nomor Absen : 35

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 15

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 15

Jumlah 100 90

Nama : Yoda Dwi Nomor Absen : 36

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 15

4. Gaya Bahasa 20 20

5. Ekspresi 20 15


(5)

Nama : Yusnaeni Nomor Absen : 37 No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 20

4. Gaya Bahasa 20 10

5. Ekspresi 20 20

Jumlah 100 90

Nama : Zukruf Nomor Absen : 38

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20 20

2. Lafal/vokal 20 20

3. Kelancaran 20 15

4. Gaya Bahasa 20 15

5. Ekspresi 20 20

Jumlah 100 90

Nama : Nomor Absen :

No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa

1. Intonasi 20

2. Lafal/vokal 20

3. Kelancaran 20

4. Gaya Bahasa 20

5. Ekspresi 20


(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan kualitas pembelajaran ketrampilan pembicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V111 smpn 13 tangerang selatan tahun pelajaran 2009/2010

8 126 127

Peningkatan pemahaman bacaan cerita anak terjemahan melalui teknik peta pikiran (mind map) pada siswa kelas VII tahun pelajaran 2011-2012 (PTK di MTs Annajah Petukangan)

0 11 188

Upaya meningkatkan belajar siswa melalui strtegi pembelajaran kooperatif teknik jigsaw pada konsep hidrokarbon: penelitian tindakan kelas (classroom Action Research) di Madrasah Aliyah Annajah Pettukangan selatan Jakartach

4 24 102

Peningkatan keterampilan menulis naskah drama dengan media cerpen ( sebuah penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI MAN Cibinong Bogor tahun pelajaran 2010-2011)

2 21 165

Peningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasi melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik student team Achievement division (STAD) : penelitian tindakan kelas pada siswa X SMA Yasih Bogor

1 27 140

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada pembelajaran mata pelajaran PAI di SMA N 28 Jakarta

0 5 104

Aplikasi strategi pembelajaran aktif teknik mind map dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam di MI Assholihiyah Rumpin Bogor : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas I

7 54 117

Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012

4 39 107

Minat siswa terhadap pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada siswa kelas v min di tangerang selatan

0 13 117

Peningkatan kemampuan berbicara melalui penerapan teknik bermain peran. penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V MI. Ath-Thoyyibiyyah Kalideres Jakarta Barat

0 10 170