ANALISIS FENOMENA RIVALITAS SUPPORTER KL

ANALISIS FENOMENA RIVALITAS SUPPORTER KLUB
SEPAK BOLA VIKING DENGAN THE JACK
MENGGUNAKAN TEORI LEWIS A. COSER
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) pada Mata
Kuliah Teori Sosiologi Modern
Dosen Pengampu : Dr. Argyo Demartoto M.Si

Khabib Bima Setiyawan (D0314042)
Sosiologi FISIP UNS
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan masyarakat peminat sepak bola yang
paling besar tidak lepas dari banyaknya supporter klub sepak bola yang tersebar di
berbagai daerah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antar supporter
klub sepak bola masing-masing daerah tidak selamanya berjalan harmonis dan
berujung pada fenomena rivalitas. Contoh fenomena rivalitas supporter sepak bola
Indonesia yaitu antara pendukung club sepak bola PERSIJA Jakarta yang sering
dengar dengan nama “The Jack” dengan pendukung club sepak bola PERSIB
Bandung yang sering kita dengar dengan nama “Viking”. Hubungan rivalitas antar
kedua supporter ini masih berlangsung dari dulu hinggga kini, bahkan semakin
meruncing. Penyebabnya sebenarnya sepele dan manusiawi, karena iri kedua kubu
ini bermusuhan. Rentang waktu 1985 hingga 1995 menjadi masa keemasan

PERSIB. Sementara Viking yang berdiri tahun 1993 begitu setia mendukung klub
kebanggaan warga Jawa Barat itu. Dimanapun PERSIB bermain, disitu pasti ada
Viking, meski bermain di Jakarta sekalipun. Selain kejayaan PERSIB kala itu,
kesetiaan Viking membuat hati mereka panas. Saat itu muda-mudi betawi baru
mampu membentuk kelompok kecil bernama PERSIJA Fans Club. Walaupun
begitu, kebesarkepalaan mereka sudah sangat menjadi. Hingga terjadilah insiden
di stadion menteng. Saat PERSIJA menjamu Maung Bandung pada liga Indonesia
kedua. Viking membirukan ibukota dengan sekitar 9000 anggotanya. Sementara
PERSIJA Fans Club hanya berjumlah tak lebih dari 1000 orang. Rupanya
masyarakat Betawi tak rela kandagnya dikuasai oleh supporter lain. Merekapun
membuat ulah seakan lupa dengan jumlah mereka yang tak lebih dari 10% anak-

anak. Dengan kuantitas yang hanya satu tribun VIP, lemparan batu diarahkan
Viking pada lokasi mereka menonton. Singkat cerita pada tahun 1997, muda-mudi
Jakarta mulai membentuk perkumpulan supporter. Hingga saat ini perseteruan
atara kedua kelompok itu masih terus belanjut.
Belum hilang ingatan kita konflik yang berkepanjangn dan tak pernah bisa
terselesaikan antara dua pendukung fanatik dari masing-masing kedua klub
“Viking” dari klub Persib Bandung dan “Jack Mania” dari Persija Jakarta,
walaupun sempat diberitakan beberapa waktu yang lalu sudah tercapai

perdamaian atau Islah, tapi sepertinya Islah itu hanya berlaku bagi kalangan elit
pimpinan masing-masing supporter saja sementara hal itu tidak berlaku bagi
pendukung fanatik yang berada di level akar rumput atau “grass roots” dimana
seperti yang kita ketahui baru saja terjadi lagi bentrok antara kedua supporter
tanggal 8 mei 2014 di Tol Cikampek, sesuai yang diberitakan sekitar 2000
Jakmania yang berniat mendampingi Persija Jakarta saat laga melawan Persib
Bandung, namun pihak panitia pelaksana (Panpel) Persib Bandung ternyata tidak
menyediakan tiket pendukung tim tamu padahal sebelumnya sudah sempat terjadi
islah.
Persib saat ini tercatat sebagai salah satu klub yang paling banyak
mendapat hukuman dari komisi disiplin PSSI yang sebagian besar disebabkan
oleh ulah dari para pendukung Persib alias Bobotoh “Viking” Kalau di total ada
lima hukuman denda yang harus diterima Persib antara lain :
(1) diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp50 juta sebagai buntut dari
penilaian komdis PSSI terhadap kinerja panitia pelaksana pertandingan yang
dianggap melakukan tingkah laku buruk dan tidak patut karena gagal
menyelenggarakan laga Persib-Persija
(2) Nyanyian lagu rasis "wasit goblok" dan pelemparan botol air mineral yang
dilakukan Bobotoh pada laga Persib kontra Semen Padang, 16 Februari lalu,
mengakibatkan panpel Persib dijatuhi sanksi denda Rp250 juta.

(3) Penyerang Persib, Ferdinand Sinaga mendapat sanksi dua kali larangan
bertanding, ditambah denda sebesar Rp25 juta dari komdis setelah dinilai
berperilaku buruk terhadap wasit saat melakoni laga melawan Semen Padang.

(4) Denda Rp10 juta karena dianggap lalai menjaga pendukungnya untuk
mematuhi hukuman dari komdis. Sebelumnya Bobotohmendapatkan sanksi
tidak boleh mendampingi timnya saat menjalani laga tandang selama 12
bulan, dampak perselisihan dengan pendukung Persija di Sleman, 28 Agustus
2013. Atas kejadian itu, hukuman ditambah enam bulan.
(5) Aksi Bobotoh yang melakukan pelemparan botol ke bangku cadangan tim
lawan, menyalakan flare, dan membunyikan peluit yang menyebabkan
pertandingan terhenti dua menit pada laga Persib lawan Arema (13 April
2014). Persib sekali lagi harus menanggung denda sebesar Rp 50 juta, akibat
ulah suporter mereka.
Dari semua denda sanksi itu kalau ditotal persib berkewajiban membayar
Rp 385 juta sesuai dengan apa yanag telah ditentukan oleh pihak komdis PSSI
selama perhelatan kompetisi 2014.
Dalam kajian ilmu sosiologi, fenomena konflik supporter klub sepak bola
PERSIB dengan PERSIJA tersebut merupakan salah satu konflik antara kelompok
sosial. Supporter merupakan contoh tipe kelompok sosial asosiasi. Menurut

Robert Biestedt, kelompok sosial asosiasi adalah kelompok sosial yang
anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan ada persamaan kepentingan pribadi
maupun kepentingan bersama. Dalam asosiasi, para anggotanya melakukan
hubungan sosial, kontak dan komunikasi, serta memiliki ikatan organisasi formal.
Masing-masing memiliki persamaan kepentingan pribadi dan kepentingan
bersama yaitu mendukung klub idolanya dan juga nama ikatan yang formal,
dikatakan formal karena setiap supporter telah mengakui nama ikatan dari
masing-masing klub
Konflik yang terjadi menarik untuk dikaji lebih dalam menggunakan
gagasan Lewis A. Coser menrut perspektif sosiologi, dari konflik yang sudah
mengakar dan berlangsung dalam kurun waktu yang reatif lama, akan dikaji
dengan sudut pandang yang lebih menekankan pada sisi positif dari sebuah
konflik.

Pembahasan
Setelah kita mengetahui kasus rivalitas antara supporter klub sepak bola
VIKING dan THE JACK, maka hal tersebut akan dikaji menggunakan gagasangagasan yang dimiliki oleh Lewis A. Coser antara lain :
1. Kelompok mengikat fungsi-fungsi konflik (group binding functions of
conflict)
Disini Coser sependapat dengan Marx maupun Sumner yakni bahwa

individu-individu memiliki posisi umum, objektif dalam masyarakat. Tetapi,
mereka akan menyadari lingkungan dari kepentingan mereka di dalam dan
lewat konflik. Coser memperkuat gagasan tentang in group, out group-we
group, dan posisi hierarkis. Semuanya akan dipelihara dalam dan lewat
konflik. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa konflik yang berlangsung antara
VIKING dan THE JACK yang berjalan dalam kurun waktu yang lama telah
membentuk posisi-posisi di masing-masing supporter yaitu mengenai siapa
yang bertugas sebagai ketua, koordinator lapangan, serta pemabgian divisi
sesuai dengan kebutuhan saat akan mendukung tim sepak bola di stadion.
2. Kelompok memelihara fungsi konflik dan arti penting lembaga katup
penyelamat
Coser berpendapat bahwa konflik tidak selamanya harus dimaknai
sebagai hal negatif. Menurut Coser konflik benar-benar mengubah waktu
hubungan dari perilaku sedangkan perasaan bermusuhan tidak memiliki peran
penting dan meninggalkan pengertian ketidakberubahan hubungan. Konflik
tidak selalu mengarah pada permusuhan, tetapi bisa digeser pada pemuasan
kebutuhan yang ditunjukan oleh penemuan objek pengganti tersebut. Teori
konflik Coser oleh Margaret Poloma menyatakan bahwa safety value atau
katup penyelamat merupakan mekanisme khusus yang digunakan kelompok
untuk mencegah konflik sosial terutama konflik yang lebih besar yang

berpotensi

merusak

struktur

keseluruhan.

Safety

value

mampu

mengakomodasi luapan permusuhan menjadi tersalur tanpa menghancurkan
seluruh struktur.
Dalam hal ini diketahui bahwa konflik yang terjadi antara VIKING
dan THE JACK tidak dapat semata-mata diartikan sebagai permusuhan yang

berujung bentrok dan sebagainya, tapi konflik tersebut dapat menjadi

dorongan untuk lebih meningkatkan kreativitas dalam mendukung supporter
agar lebih menarik dan tentunya tidak kalah dari supporter klub lawan.
3. Konflik Tidak Realistis
Sekalipun melibatkan dua orang atau lebih dan tidak diakhiri dengan
permusuhan dari lawan, namun ada keinginan untuk membebaskan
ketegangan setidak-tidaknya pada salah satu dari mereka. Dibandingkan
dengan konflik realistik, konflik non realistik kurang stabil. Pilihan-pilihan
fungsional bukan sebagai alat tetapi objek itu sendiri. Kepentingan yang
berbeda bersatu dengan kenginan untuk melakukan aksi permusuhan yang
sebenarnya merupakan konflik realistis. Namun tidak sedikit elemen non
realistik bercampur dengan perjuangan yang dilakukan bersama-sama atau
medorong adanya peran tertentu.
Dalam hal ini supporter VIKING dan THE JACK terdiri dari berbagai
macam latar belakang setiap anggotanya, sehingga VIKING dan THE JACK
akan lebih diketahui keadaanya dalam pertandingan sepak bola namun dalam
kehidupan sosial maka baik VIKING maupun THE JACK bukanlah menjadi
sebuah identitas utama.
4. Permusuhan dan Hubungan Sosial yang Erat
Coser menyatakan bahwa prilaku bermusuhan terjadi lebih siap pada
kelompok yang memiliki hubungan sosial yang erat. Hubungan yang dekat

dikarakteristikan oleh interakasi yang berulang-ulang dan melibatkan
kepribadian total dari anggota dan struktur motivasi. Misalnya, konflik yang
cukup hebat dalam keluarga besar bangunan hubungan sosial yang
dikembangkan bersifat keseluruhan dengan melibatkan emosi dan hubunganhubungan yang akrab. ketika konflik terjadi, seluruh energi pun dilibatkan.
Hubungan sosial yang erat ditandai oleh VIKING dan THE JACK
terbukti mereka sudah terbentuk dan selalu mendukung tim kebanggaannya
masing-masing sejak era 90an. Jarak tidak menghalangi kedua supporter
untuk selalu datang berbondong-bondong menuju stadion, kalaupun tidak
memungkinkan untuk datang langsung maka akan diadakan nonton bareng

sesame supporter. Dari ini lah interaksi terus berlangsung dan ikatan
hubungan sosial terus menguat sehingga jika terjadi konflik maka tidak jarang
bukan hanya akan merusak hubungan sosial antar supporter namun korban
harta dan nyawa menjadi hal yang tidak sekali dua kali terjadi.
5. Konflik dengan Kelompok lain meningkatkan kohesi internal
Ikatan-ikatan dalam sebuah kelompok ditegakkan lewat konflik
dengan kelompok lain, sehingga kelompok mendefinisikan dirinya sebagai
perjuangan dengan kelompok lain. simmel kemudian meneruskan bahwa
konflik dengan kelompok luar akan memperkuat kohesi internal kelompok
dan meningkatkan sentralisasi. Konflik membuat anggota kelompok lebih

sadar tentang ikatan mereka dan meningkatkan partisipasi mereka. Konflik
dengan kelompok luar memiliki pengaruh yang juga menggerakkan
pertahanan kelompok yang menegasjan sistem nilai mereka atas musuh luar.
Dalam kasus VIKING dan THE JACK konflik yang terjadi jelas
memperkuat kohesi antar masing-masing anggota supporter karena dalam
seorang supporter rela mengerahkan daya dan upayanya untuk mendukung
klub supporter itu merupakan sebuah perjuangan. Semakin besar konflik yang
terjadi bukan menjadi bubar justru diketahui bahwa setiap tahunnya jumlah
anggota supporter terus saja bertambah seiring berjalannya waktu tanpa
mengganggap konflik itu usai.

Kesimpulan
Konflik yang terpelihara antara VIKING dan THE JACK merupakan
hal yang hampir sulit untuk terselesaikan. Walaupun pada 2014 silam sempat
diberitakan tercapai perdamaian atau Islah, tapi sepertinya Islah itu hanya
berlaku bagi kalangan elit pimpinan masing-masing supporter saja namun
rivalitas antar anggota supporter masih saja berlangsung.
Dari peristiwa rivalitas antara VIKING dan THE JACK tidak
selamanya hubungan yang seringkali berakibat konflik selalu diartikan
sebagai hal yang nagatif, Coser dalam perspektif sosiologi berusaha

memaknai konflik dari sisi positif, konflik membantu mempertahankan
struktur social dan mencegah pembekuan sosial. Konflik sebagai proses sosial
dapat merupakan mekanisme di mana kelompok-kelompok dan batas
batasnya dapat terbentuk dan dipertahankan.
Sisi positif yang dapat dijelaskan antara lain adalah eratnya hubungan
sosial antar supporter dan meningkatkan kohesi internal dalam sebuah
kelompok hal itu ditandai dengan eksistensi dan semakin bertambahnya
supporter dengan kekompakan yang meningkat walaupun sering terjadi
konflik antara VIKING dan THE JACK.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi Susilo, Rachmad. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta : Ar Ruz
Media.
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Penngantar. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada

Sumber Internet :
http://www.kompasiana.com/hr76211/viking-vs-jack-mania-konflik-yangterpelihara_54f74ee7a33311692c8b45b0 (diakses Senin, 16 Mei 2016 Pukul
15:03 WIB)