Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1

Remaja
Definisi Remaja
Remaja dalam ilmu psikologi diperkenalkan dengan istilah, seperti

pubertied, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal
dari bahasa Latin “adolescere“ yang berarti tumbuh kearah kematangan.
Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga
kematangan sosial dan psikologis (Kumalasari, 2013).
Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa,
dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri sekunder, tercapai
fertilitas,

dan


terjadi

perubahan-perubahan

psikologik

serta

kognitif

(Soetjiningsih, 2006).
Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu
usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih
tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Kumalasari, 2013).
2.1.2

Batasan Usia Remaja
Menurut WHO, remaja adalah periode usia 10 sampai dengan 19 tahun,


sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth)
untuk usia 15 sampai dengan 24 tahun. Sementara itu menurut BkkbN (Direktorat
Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21
tahun (BkkbN,2006).

9
Universitas Sumatera Utara

10

Menurut The Health Resource and Service Administration Guidelines
Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi tiga tahap,
yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja
akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum
muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2011).
2.1.3

Tahapan Remaja
Depkes RI (2007) mengelompokkan tahapan remaja menjadi 3 (tiga)


dengan ciri – ciri sebagai berikut :
1) Remaja Awal ( 10-13 tahun)
a. Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada
meningkatnya kesadaran diri (self consciousness).
b. Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah
berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung,
atau agresif.
c. Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam berpakaian,
berdandan trendi, dan lain-lain.
d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan
lingkungannya.
e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan
mode sebayanya.
f. Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya geng/
kelompok sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman
sebayanya.

Universitas Sumatera Utara

11


g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri dengan
membandingkan segala sesuatunya sebagai buruk/ hitam atau baik/
putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit berkompromi.
2) Remaja Pertengahan ( 14-16 tahun)
a. Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar, dan
lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain.
b. Belajar berfikir independen dan memutuskan sendiri berdampak
menolak mencampur tangan orang lain termasuk orang tua.
c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman
berdampak pada gaya baju, gaya rambut, sikap dan pendapat berubahubah.
d. Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun beresiko
yang berdampak mulai bereksperimen dengan rokok, alkohol, seks
bebas, dan mungkin NAPZA.
e. Tidak lagi berfokus pada diri sendiri yang berdampak pada lebih
bersosialisasi dan tidak pemalu.
f. Membangun nilai, norma, dan moralitas yang berdampak pada
mempertanyakan kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.
g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang
berdampak pada ingin banyak menghabiskan waktu untuk berkumpul

dengan teman-teman.
h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang berdampak pada
berpacaran tetapi tidak menjurus serius.

Universitas Sumatera Utara

12

i. Mampu berfikir secara abstrak mulai berhipotesa yang berdampak
pada mulai peduli yang sebelumnya tidak terkesan dan ingin
mendiskusikan atau berdebat.
3) Remaja Akhir (17-19 tahun)
a. Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik
termasuk agama.
b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan, dan hubungan diluar stress
keluarga yang berdampak pada mulai belajar mengatasi, dihadapi, dan
sulit berkumpul dengan keluarga.
c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional
yang berdampak pada kecemasan dan ketidak pastian masa depan
yang merusak keyakinan diri sendiri.

d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis
berdampak mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak
menyita waktu.
e. Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung mengemukakan
pengalaman yang berbeda dengan orang tuanya.
f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang berdampak mulai ingin
meninggalkan rumah atau hidup sendiri.
2.1.4. Perkembangan Fisik Remaja
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks

Universitas Sumatera Utara

13

primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut
mengenai kedua hal tersebut.
a. Ciri-ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes RI, 2002)
disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

1. Remaja laki-laki
Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila
telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi
pada remaja laki-laki usia 10-15 tahun.
2. Remaja perempuan
Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi
pertama), menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus
yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala
akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004).
b. Ciri-ciri sekunder
Menurut Sarwono (2003), ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja
adalah sebagai berikut :
1. Remaja laki-laki
a) Bahu melebar, pinggul menyempit.
b) Pertumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada,
tangan, dan kaki.
c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal.
d) Produksi keringat menjadi lebih banyak.

Universitas Sumatera Utara


14

2. Remaja perempuan
a) Pinggul melebar, bulat, dan membesar, puting susu
membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar
susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang
pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar
keringat menjadi lebih aktif.
c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada
pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga
memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.
d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2

Konsep Perilaku
Menurut seorang ahli psikologi Skinner yang dikutip dari Notoatmodjo


(2007) beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar). Oleh sebab itu perilaku manusia
terjadi melalui proses Stimulus, Organisme, dan Respons, sehingga teori Skinner
disebut teori “S-O-R”. Teori Skinner juga menjelaskan adanya 2 jenis respons
yaitu:
a. Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli,
karena menimbulkan respon yang relatif tetap. Misalnya cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

15

b. Operant respon atau instrumental respon yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya
dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi)
kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru),
maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam

melaksanakan tugasnya.

Skinner dalam Notoatmodjo (2003) juga membedakan dengan dua
bentuk hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon yaitu:
a.

Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons terbatas dalam bentuk perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Bentuk "unobservable behavior" atau "covert behavior"
yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b.

Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour.

Universitas Sumatera Utara

16

2.3

Perilaku Seks Pranikah
Secara biologis perilaku seksual manusia merupakan fungsi kegiatan

hormonal, khususnya kegiatan hormon-hormon seks di dalam tubuhnya. Dalam
kehidupan sesungguhnya interaksi antara berbagai hormon ini jauh lebih rumit
daripada yang kita duga. Dalam tubuh wanita misalnya, estrogen yang merupakan
salah satu hormon seks wanita bertindak sebagai hormon pemicu yang kemudian
mencetuskan reaksi berantai pada hormon-hormon tubuh lainnya dan akhirnya
melahirkan perilaku seksual tertentu (Mohammad, 1998).
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk perilaku seks pranikah pada
remaja:
1.

Masturbasi (onani)
Masturbasi adalah pemanipulasian alat kelamin untuk pemuasan seksual.
Persoalan masturbasi sering dihadapi oleh anak-anak, remaja, mapun
orang dewasa. Perbuatan itu sendiri, yaitu merangsang alat kelamin sendiri
(biasanya dengan tangan) sampai tercapai puncak kenikmatan seksual
(orgasmus), orang yang terbiasa melakukan onani atau masturbasi dengan
tangan dapat terkena penyakit sawan, atau terkena penyakit gila
(Irianto,2014).

2.

Berpelukan
Menurut Irawati (Irianto, 2015) berpelukan akan membuat jantung
berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu.

Universitas Sumatera Utara

17

3.

Cium Kering
Cium kering merupakan perilaku seksual berupa sentuhan pipi dengan
pipi, pipi dengan bibir. Menurut Ginting (Irianto, 2015) dampak dari cium
pipi bisa mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi
berkembang disamping juga dapat menimbulkan keinginan untuk
melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang dapat dinikmati.

4.

Cium basah
Cium basah merupakan aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan
bibir. Aktivitas ini menimbulkan sensasi seksual yang kuat untuk
membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali, dan apabila
dilakukan

terus

menerus

akan

menimbulkan

perasaan

ingin

mengulanginya lagi (Imran, 2000). Dampak yang terjadi antara lain:
jantung menjadi lebih berdebar-debar, menimbulkan sensasi seksual yang
kuat, tertular virus atau bakteri dari lawan jenis, ketagihan, kelenjarkelenjar tiroid menjadi aktif dan memperbanyak produksi air liur.
5.

Meraba-raba bagian sensitif
Merupakan kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual
meliputi payudara, leher, paha atas, pantat, alat kelamin, dan lain-lain. Bila
kegiatan ini dilakukan maka seseorang akan terangsang secara seksual
sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat, akibatnya bisa
melakukan aktifitas seksual selanjutnya seperti intercouse (Imran, 2000).
Dampak yang ditimbulkan antara lain: perasaan ketagihan, terangsang
secara seksual dan muncul perasaan dilecehkan.

Universitas Sumatera Utara

18

6.

Petting
Menurut Ginting (Irianto, 2015) petting merupakan keseluruhan aktifitas
seks non intercouse (hingga menempelkan alat kelamin). Dampak yang
ditimbulkan: ketagihan, tertular PMS atau HIV, dapat berlanjut ke
intercouse, sanksi moral dan agama, kebutuhan seks terpuaskan dan
robeknya selaput dara.

7.

Oral seks
Yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. Jika yang
melakukannya laki-laki disebut cunnilungus dan jika yang melakukannya
perempuan disebut fellatio (Imran, 2000). Dampak yang ditimbukan adalah
terkena bibit penyakit, ketagihan, dan sanksi moral atau agama, dapat
berlanjut ke intercouse, memuaskan kebutuhan seks serta penyimpangan
seksual.

8.

Intercouse
Merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke
dalam alat kelamin perempuan.

2.3.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah
Berikut ini pengertian tentang batasan seksual, hubungan seksual,
perilaku seksual, aktivitas seksual, dan perilaku seks pranikah (Irianto, 2015) :
1.

Seksual secara umum adalah sesuatu yang berhubungan dengan alat kelamin
atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim antara pria
dan wanita (Poltekes Depkes, 2010).

Universitas Sumatera Utara

19

2.

Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan
dengan lawan jenis atau sesama jenis karena adanya dorongan seksual
(Irianto,2014).

3.

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual juga
merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan pria
dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, biasanya
dilakukan oleh pasangan suami isteri (Martopo, 2004).

4.

Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan
seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui
berbagai perilaku(Wahyudi, 2000).

5.

Perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku yang melibatkan sentuhan
secara fisik anggota badan yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan
jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam bentuk-bentuk perilaku
seks pranikah dari tahap yang paling ringan hingga tahap yang paling berat
yang dilakukan sebelum pernikahan resmi menurut hukum dan agama
(Irianto, 2015).

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah
Perilaku remaja dipengaruhi oleh faktor internal remaja (pengetahuan,
sikap, kepribadian) maupun faktor eksternal remaja (lingkungan tempat remaja
berada (Moeliono, 2004).
Laksmiwati, 1999 (dalam Chandra, 2012) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual remaja secara umum terdiri dari faktor yang

Universitas Sumatera Utara

20

berasal dari dalam diri remaja itu sendiri dan faktor yang berasal dari lingkungan
disekitar remaja. Faktor yang berasal dari dalam diri remaja diantaranya adalah
kurangnya pengetahuan dan sikap serba boleh (permissif) remaja terhadap
seksualitas, sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi perilaku seksual
remaja adalah keluarga, teman sebaya, dan media massa.
Dari berbagai hasil studi, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks
pranikah remaja adalah :
a.

Pengetahuan
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja sangat penting

sebelum remaja menikah. Remaja memerlukan akses kepada sumber-sumber
informasi tentang seks, bahkan juga dalam pelayanan reproduksi. Dengan
informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku atau tindakan
seseorang. Dari berbagai pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
b.

Sikap
Secara teori sering diungkapkan bahwa sikap tumbuh diawali dari

pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) dan
sesuatu hal yang buruk (negatif). Jika apa yang diketahuinya dipersepsikan positif,
maka ia akan berperilaku sesuai dengan persepsi tersebut. Karena ia setuju dengan

Universitas Sumatera Utara

21

apa yang diketahuinya dan begitu juga sebaliknya. Namun banyak faktor lain
yang mempengaruhi sikap, sehingga kadang perilaku tidak sesuai dengan sikap
tersebut (Chandra, 2012).
Nilai-nilai dalam diri seseorang atau dalam masyarakat tempat seorang
remaja tinggal yang longgar akan menyebabkan seseorang menjadi permissif
terhadap perilaku seks yang lebih bebas (Sarwono, 2011).
c.

Hubungan dalam Keluarga
Menurut Soetjiningsih (2006), semakin baik hubungan orangtua dengan

anak remajanya, makin baik perilaku seks pranikah remaja. Hubungan orangtua
mempunyai pengaruh terhadap perilaku seks pranikah, remaja yang melakukan
hubungan seks pranikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai
atau pernah cerai, keluarga yang banyak konflik dan perpecahan.
Peran orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap remaja. Remaja
dalam keluarga yang bercerai menunjukkan penyesuaian dibandingkan remaja
dengan keluarga yang utuh dengan kehadiran orangtuanya.
Orang tua yang sibuk, kualitas pengasuhan yang buruk, dan perceraian
orang tua dapat menyebabkan remaja mengalami depresi, kebingungan, dan
ketidakmantapan emosi yang menghambat mereka untuk tanggap terhadap
kebutuhan remaja sehingga remaja dapat dengan mudah terjerumus pada perilaku
yang menyimpang seperti seks pranikah. Oleh karena itu peran orangtua sangat
dibutuhkan remaja untuk menghindari perilaku seks pranikah (Darmasih, 2009).

Universitas Sumatera Utara

22

d.

Pendidikan Agama dalam Keluarga
Agama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak dalam

kandungan. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama.
Keluarga juga dapat menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan
nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan
bertaqwa.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Orosa (2015), terdapat hubungan
ketaatan beragama dengan perilaku seks pranikah pada remaja di SMA Negeri 5
Pematangsiantar, dimana remaja yang taat beragama lebih sedikit melakukan seks
pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak taat beragama.
Seseorang dengan tingkat religiusitas rendah yang tidak menghayati
agamanya dengan baik dapat saja perilaku seksualnya tidak sesuai dengan ajaran
agamanya. Seseorang seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan
mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada wilayah seksual.
e.

Pengaruh Teman Sebaya
Pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga

munculnya penyimpangan perilaku seks pranikah dikaitkan dengan norma
kelompok sebaya. Informasi yang salah dari teman-teman, dalam hal ini
berhubungan dengan perilaku seks pranikah, sering menimbulkan rasa penasaran
dan membentuk serangkaian pertanyaan pada diri remaja.
Jika

remaja

berada

dalam

lingkungan

pergaulan

yang

selalu

menyebarkan pengaruh positif, yaitu kelompok yang selalu memberikan motivasi
(peer motivation), dukungan dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara

Universitas Sumatera Utara

23

positif kepada semua anggotanya, maka remaja juga akan memiliki sikap yang
positif.
f.

Pengaruh Media Massa
Media cetak dan media eletronik merupakan media paling banyak

dipakai sebagai penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja
dipacu oleh paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing
keinginan untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan
pengaruh tersebut bukan frekuensinya tapi isu media massa itu sendiri
(Mohammad, 1998).
Dari penelitian yang dilakukan Hesarika (2010) terhadap siswa SMA
AL-AZHAR Medan terlihat bawa dari 90 responden ditemukan sebanyak 73,3%
yang terpapar dengan pornografi dan sebanyak 66,7% responden terpapar dari
internet. Dari keseluruhan siswa yang diteliti sebesar 63,3% pernah melakukan
tindakan seksual.
g.

Peran Program PKPR disekolah
Program PKPR merupakan program pemerintah sesuai dengan Undang-

Undang Republik Indonesia pasal 137 ayat 1, dimana pemerintah berkewajiban
menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai
kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab. Dengan
adanya program PKPR di sekolah apabila dalam pelaksanaan program tersebut
berjalan dengan baik tentu akan memperoleh hasil yang baik pada pengetahuan,
sikap, dan tindakan dalam mengatasi permasalahan remaja.

Universitas Sumatera Utara

24

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2013) terhadap siswa
SMAN 1 Lubuk Pakam menunjukkan bahwa adanya peningkatan pengetahuan
remaja tentang seks pranikah yang tadinya berpengetahuan baik hanya sebanyak
39,3% menjadi 80,4% setelah mendapatkan kegiatan penyuluhan. Terdapat juga
perubahan sikap remaja tentang seks pranikah dari yang bersikap baik sebanyak
69,6% menjadi 91,1% dalam menyikapi seks pranikah setelah kegiatan
penyuluhan dilaksanakan.
2.3.3 Dampak Hubungan Seks Pranikah
Hubungan seks pranikah menimbulkan banyak kerugian dan dampak
bagi remaja menurut Aryani (2010) diantaranya :
1.

Resiko menderita penyakit menular seksual, misalnya Gonore, Sifilis,
HIV/AIDS, Herpes Simpleks, Herpes Genitalis, dan lain sebagainya.

2.

Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Bila ini
terjadi, maka berisiko terhadap tindakan bila aborsi yang tidak aman dan
risiko infeksi atau kematian karena pendarahan. Bila kehamilan diteruskan,
maka berisiko melahirkan bayi yang kurang/ tidak sehat.

3.

Trauma kejiwaan (depresi, rasa rendah diri, dan rasa berdosa karena berzina).

4.

Remaja putri yang hamil beresiko kehilangan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan.

2.3.4 Upaya Pencegahan Hubungan Seks Pranikah
Banyaknya variabel yang memberikan kontribusi remaja melakukan
hubungan seks pranikah mengindikasikan bahwa upaya untuk mencegah hal
tersebut tidak terjadi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Berikut ini

Universitas Sumatera Utara

25

adalah beberapa alternatif upaya pencegahan hubungan seks pranikah pada remaja
menurut Aryani (2010):
1.

Mengurangi besarnya dorongan biologis dengan cara menghindari membaca
buku atau melihat film/ majalah yang menampilkan gambar yang merangsang
nafsu birahi, membiasakan mengenakan pakaian yang sopan dan tidak
merangsang, serta membuat kelompok-kelompok kegiatan positif dan
bermanfaat untuk mengembangkan diri, misalnya: teater, musik, olahraga,
bahasa, pramuka, menjahit, dan sebagainya.

2.

Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis dengan cara
pendidikan agama dan budi pekerti, penerapan hukum-hukum agama dalam
kehidupan sehari-hari, menghindari penggunaan narkoba dan orang tua atau
guru menjadi model dalam kehidupan sehari-hari, artinya orang tua tidak
melakukan hubungan di luar pernikahan, selalu setia pada pasangan dan tidak
melakukan perselingkuhan.

3.

Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja. Pendidikan kesehatan
reproduksi jangan dilihat secara sempit sebagai sekedar hubungan seksual
saja. Ini perlu dilaksanakan pada remaja, bahkan bisa dilakukan lebih dini.
Penyampaian materi pendidikan seks di rumah sebaiknya dilakukan oleh
kedua orang tua dan sebelum usia 10 tahun pendidikan seks bisa diberikan
secara bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih berperan. Sementara itu, di
sekolah juga harus dibuka informasi kesehatan reproduksi melalui
penyuluhan secara klasikal dan bimbingan secara individu oleh guru
bimbingan dan konseling (BK) sewaktu-waktu bila remaja membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

26

4.

Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seks pranikah dengan
beberapa upaya dari orang tua dan masyarakat di antaranya sebagai berikut:
a)

Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak
mengekang remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali.
Misalnya, bila remaja mengadakan pesta, maka orang tua turut
menghadiri pesta tersebut: pesta tidak dilakukan sampai larut malam dan
tidak menggunakan cahaya yang remang-remang.

b)

Orang tua memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.
Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua
mengarahkan dan memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok
sebaya sebagai wahana bagi pengembangan talenta remaja.

c)

Dukungan

dari

pemerintah

juga

diperlukan,

misalnya

melalui

pengawasan pasangan-pasangan remaja di tempat wisata, persyaratan
menunjukkan surat nikah bagi pasangan yang menginap di hotel/ motel,
penegakan hukum dalam memberantas narkoba, serta pemberian bebas
biaya SPP kepada remaja tidak mampu dalam melanjutkan pendidikan.
Bila setiap orang tua, keluarga, dan pemerintah masing-masing
memberian perhatian yang cukup pada remaja dan turut serta mendukung
terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka akan tercipta suasana sehat bagi
kehidupan remaja.

Universitas Sumatera Utara

27

2.4

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

2.4.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang bersekolah maupun
tidak bersekolah, Kementrian Kesehatan RI telah mengembangkan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). PKPR adalah pelayanan kesehatan yang
ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja
dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan
kebutuhan terkait kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut. Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) dilayani di
Puskesmas (Puskesmas yang menerapkan PKPR).
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan
kesehatan peduli remaja yang melayani semua remaja dengan bentuk konseling
dan berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan remaja. Disini remaja tidak
perlu ragu dan khawatir untuk berbagi/konseling, mendapatkan informasi yang
benar dan tepat untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja.
2.4.2 Manfaat PKPR
Ada beberapa manfaat dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
menurut DepKes (2015) diantaranya:
1. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan,
dialog interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dll.
2. Konseling/ berbagi masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya
(dan kerahasiaannya dijamin).
3. Remaja dapat menjadi peer counselor /kader kesehatan remaja agar dapat
ikut membantu teman yang sedang punya masalah.

Universitas Sumatera Utara

28

2.4.3 Sasaran dan Jenis Pelayanan
Sasaran dari PKPR ini adalah semua remaja dimana saja berada baik di
sekolah

atau

di

luar

sekolah

seperti

karang

taruna,

remaja

mesjid/gereja/vihara/pura, pondok pesantren, asrama, dan kelompok remaja
lainnya.
Jenis pelayanan PKPR terdiri dari:
a. Di Puskesmas diutamakan pada promotif dan preventif (konseling,
laboratorium, gizi, imunisasi TT, dll)
b. Di Rumah Sakit lebih diutamakan pada kuratif dan rehabilitatif.
2.4.4 Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja(PKPR) di SMA Negeri
1 Tanjung Beringin
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di SMA Negeri 1 Tanjung
Beringin dimulai sejak tahun 2013. Program PKPR ini diawali dengan pelatihan
kelompok pengelola UKS sebanyak 20 siswa dan kelompok PKPR sebanyak 20
siswa yang terdiri dari siswa dan siswi kelas X dan XI yang dipilih oleh pihak
sekolah secara acak.
Program ini dilaksanakan rutin dengan pemberian materi penyuluhan
seputar Kesehatan Reproduksi, HIV/AIDS, dan NAPZA setiap bulannya. Disetiap
tahunnya juga dilakukan seleksi melalui ujian tertulis untuk pemilihan Duta Anti
Merokok, Duta NAPZA, dan Duta Kesehatan Reproduksi.
Jenis pelayanan yang diberikan hanya terbatas pada pemberian informasi
dan edukasi, hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan dana yang diberikan
pemerintah. Namun dalam pelaksanaannya dilapangan program ini kurang

Universitas Sumatera Utara

29

mendapat antusias dari para siswa, dan minimnya fasilitas yang diberikan oleh
pihak sekolah dalam pelaksanaan program.

2.5

Gambaran Hasil Penelitian Sebelumnya
1. M.Taufik (2010), Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia
menganalisis penyebab perilaku hubungan seksual pranikah pada
remaja di Kota Pontianak dengan studi kualitatif, mendapatkan hasil
bahwa terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan
terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja di kota Pontianak. Dalam
penelitian ini menunjukkan sumber informasi mengenai hubungan seks
pranikah pertama kali diperoleh dan didominasi melalui peran temanteman sebaya, melalui media elektronik, dan kegiatan yang dilakukan
pihak puskesmas. Adanya hubungan seks pranikah yang terjadi
disebabkan oleh kurangnya komunikasi, kurangnya perhatian yang
diberikan oleh orangtua dan disebabkan kesibukan yang tidak bisa
ditunda.
2. Nuzulia Rahayu (2013), Program Sarjana Universitas Sumatera Utara
meninjau pengaruh kegiatan penyuluhan dalam pelayanan kesehatan
peduli remaja (PKPR) terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang
seks pranikah di SMA Negeri 1 Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri
Indrapura. Dari penelitian ini, peneliti mendapatkan bukti bahwa
pengetahuan yang baik akan diperoleh saat remaja sudah mengikuti
penyuluhan, sehingga peneliti mempunyai hipotesa bahwa yang sudah

Universitas Sumatera Utara

30

mengikuti Program PKPR akan memiliki pengetahuan dan sikap yang
baik.
3. Damaris Orosa Saragih (2015), Program Sarjana Universitas Sumatera
Utara meninjau faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seks
pranikah remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar. Dari penelitian ini,
peneliti mendapatkan bukti bahwa adaya pengaruh ketaatan beragama
dan pengaruh keterpaparan media pornografi dengan perilaku seks
pranikah yang terjadi di SMA Negeri 5 Pematangsiantar.
4. Redita Elva. F (2016), Program Sarjana Universitas Gadjah Mada
meninjau efektivitas implementasi program pelayanan kesehatan remaja
(PKPR) terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja di
Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul, yang membandingkan
tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku antara remaja dengan PKPR
dan Non PKPR. Dari penelitian ini, peneliti mendapatkan pada
kelompok remaja dengan PKPR dapat diketahui bahwa sebagian besar
siswa di sekolah tersebut memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang
baik, namun perilaku remaja masih termasuk dalam kategori buruk
dibandingkan dengan perilaku remaja Non PKPR.

Universitas Sumatera Utara

31

2.6

Kerangka Pikir
Perilaku seks pranikah pada anggota pelayanan kesehatan peduli remaja
(PKPR) dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Remaja
Karakteristik Individu

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Hubungan dalam Keluarga
Pendidikan Agama Dalam
Keluarga
Pengetahuan Kesehatan

Pengaruh Teman Sebaya
Pengaruh Media Massa
Peran Program PKPR
disekolah

Reproduksi
Sikap Terhadap Perilaku
Seks Pranikah

Perilaku Seks Pranikah
Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

SEKS PRANIKAH REMAJA (PENYEBAB, PERILAKU, DAN DAMPAK) STUDI KASUS KELOMPOK MAHASISWA DAN REMAJA SMA) DI KABUPATEN KEBUMEN.

0 0 12

SEKS PRANIKAH REMAJA (PENYEBAB, PERILAKU, DAN DAMPAK) STUDI KASUS KELOMPOK MAHASISWA DAN REMAJA SMA) DI KABUPATEN KEBUMEN abstrak. TESIS lutfia

0 10 137

Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di Kabupaten Tegal Hal depan

0 1 19

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

0 5 18

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

0 0 2

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

0 0 8

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 64

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

0 2 3

Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Anggota Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai) Tahun 2017

0 1 17

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI SMA NEGERI 5 PEMATANGSIANTAR TAHUN 2015

0 1 16