Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Novel Assalamu'alaikum Beijing Karya Asma Nadia - Electronic theses of IAIN Ponorogo
NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM
ASSALA>MU ‘ALAIKUM BEIJING NOVEL KARYA ASMA NADIA S K R I P S I FATHU NUR RAHMAH NIM: 210314008 JURUSAN PENDIDIKANAGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2018
ABSTRAK
Rahmah, Fathu Nur. 2018. Nilai-nilai Religius yang terkandung dalam Novel
Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing, Dr. M. Irfan Riyadi, M.Ag.
Kata Kunci: Nilai Religius, Aqidah, Syariah, Akhlak, Novel
Nilai religius merupakan suatu elemen penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu manusia membutuhkan tidak hanya pengetahuan saja namun juga kekuatan spiritual agar dapat terbentuk menjadi manusia yang beraqidah, berakhlak dan bersyariah sesuai dengan norma-norma islam. Nilai religius sangat penting dalam dunia pendidikan. Karena dengan nilai religius peserta didik akan menyadari pentingnya aqidah, akhlak, dan syariah dalam kehidupan. Dengan banyaknya budaya globalisasi yang melanda masyarakat, maka para pelajar juga ikut terpengaruh. Kemrosotan aqidah, akhlak dan syariat menjadi salah satu problem dalam pendidikan. Pendidikan bisa dari manasaja, salah satunya dapat ditemukan pada karya sastra yang berbentuk novel. Adapun nilai- nilai religius dalam novel Assalamu’alaikum Beijing ini memberikan informasi tentang pentingnya nilai keagaaman yang perlu ditanamkan dalam diri seorang manusia. Nilai religius menjadi hal yang penting dalam kehidupan manusia karena dengan kekuatan spiritual akan membentuk manusia berakhlak mulia dan berkepribadian Qur’ani.
Untuk mendeskripsikan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: (1) apa saja nilai aqidah yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia? (2) apa saja nilai syariat yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia? (3) apa saja nilai akhlak yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia?
Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan penelitian kajian pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif. Sumber data primernya yaitu novel Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia. Teknik pengumpulan datanya menggunakan editing, organizing, dan penemuan hasil. Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai religius yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing Karya Asma Nadia mencakup: (1) nilai aqidah meliputi Iman kepada Allah, Iman kepada Kitab Allah, dan Iman kepada Qadha’ dan qadar (2) nilai syariah meliputi shalat, berdzikir, dan berdo’a kepada Allah (3) nilai akhlak meliputi sabar, syukur, saling menasihati, silaturahmi, permintaan maaf kepada orang lain, adab pergaulan, tanggung jawab, toleransi, dermawan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bagi umat Islam tentunya pendidikan Agama yang wajib diikutinya
adalah pendidikan Agama Islam. Penanaman nilai pendidikan tidak hanya dilakukan melalui lembaga pendidikan formal saja tetapi dapat juga dilakukan dengan menggunakan karya sastra. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Ia merupakan sebuah petunjuk yang diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti tingkah laku,
1
sopan santun dan pergaulan. Salah satu dampak sastra adalah mengukuhkan nilai- nilai positif dalam pikiran dan perasaan manusia. Manusia bisa kreatif, bisa berwawasan luas, bahkan bisa menjadi pemimpin yang baik apabila ia menimba nilai- nilai yang dituangkan pengarang dalam karya sastra. Dalam era globalisasi ini, kita dituntut selain memiliki kualitas yang tinggi dalam iptek agar mampu bersaing dan menentukan terobosan baru, juga dituntut agar bermoral dan berperilaku yang baik sehingga dapat membaktikan ilmu pengetahuan dan
2 teknologi itu untuk kepentingan yang luhur.
Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi lahirnya sebuah karya sastra yang akhirnya dijadikan sebagai media untuk menyampaikan aspirasi, gagasan, ide, atau nasihat (petuah). Pada akhirnya berguna apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra merupakan media pembelajaran yang banyak disukai orang untuk menyampaikan nilai atau pesan moral kepada orang lain. Pesan-pesan yang disajikan dalam buku seperti (novel, komik, dan sejenisnya) dan majalah ternyata memiliki efek psikologis yang lebih besar, salah satunya adalah media cetak karena media cetak memiliki
3 tingkat kedekatan proximity yang lebih besar dibanding media elektronik.
Sebuah karya sastra mencerminkan nilai-nilai kehidupan masyarakat di sekitarnya, misalnya nilai moral, nilai keagamaan, dan nilai budaya dari sebuah peradaban masyarakatnya. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, dan diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat dan pesan. Bahkan, unsur amanat itu sendiri, gagasan yang
4 mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan.
2 Hasan Alwi dan Dendi Sugono, Telaah Bahasa Dan Sastra (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2002), 234. 3 Saeful A. Muhtadi, Komunikasi Dakwah Teori Pendekatan Aplikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), 134.
Agama bagi kebanyakan orang merupakan sebuah acuan utama yang membawa mereka untuk membentuk kehidupan yang bermoral. Meskipun agama memiliki banyak perbedaan mengenai apa yang harus dilakukan umatnya dalam beribadah, mereka semua memiliki kesamaan prinsip bahwa setiap tindakan yang mereka lakukan dalam hidup ini, termasuk pilihan akan perilaku moral, akan memberikan dampak yang sebanding di masa yang akan datang.
Melalui pandangan tentang agama secara umum, Tuhan adalah Maha Pemberi Pertolongan, Yang Maha Tinggi, di mana kita sebagai makhluk-Nya memiliki kewajiban untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, seperti yang diperintahkan oleh Tuhan. Seorang mantan pendidik Barbara Jones mengutarakan:”Penurunan moralitas yang terjadi di negara ini bermula ketika berbagai institusi kegamaan mulai kehilangan peran di dalam masyarakat, dan moralitas sendiri kini tidak menyatu dengan perilaku yang bermoral. Kebanyakan dari kita sekarang sudah mulai melakukan tindakan yang baik tanpa merasa perlu
5
akan pertolongan T uhan.” Dengan beragama, manusia sadar akan adanya Tuhan yang menciptakannya, menggantungkan kehidupannya kepada Tuhan yang penuh kuasa dan keajaiban. Manusia dapat dituntun oleh ajaran-ajaran yang hakiki dari Tuhan sehingga tidak akan tersesat dan senantiasa hidup dalam kebenaran sesuai dengan ajaran-ajaran agama, ajaran-ajaran dan perintah-perintah dari Tuhan 5 Thomas Lickona, Educating For Character: Mendidik Untuk Membentuk Karakter (Jakarta: sebagai pencipta dan sang pemiliki kehidupan. Dengan beragama, orang dapat hidup dalam kebenaran, tidak akan masuk dalam dimensi-dimensi yang membawa kehidupannya pada keadaan yang tidak bermakna. Beragama akan membawanya ke dalam dimensi kehidupan berarti dan bermakna yang
6 diterjemahkan dalam setiap aktivitas hidup setiap hari.
Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan, dan kritik sosial banyak ditemukan dalam cerita fiksi atau dalam genre sastra yang lain. Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat rel igius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam kesatuan, namun sebenarnya keduanya menunjuk pada makna
7 yang berbeda.
Atmosuwito berpendapat bahwa nilai religius menyangkut rasa keagamaan, yakni segala perasaan batin yang berhubungan dengan Tuhan, perasaan berdosa, perasaan takut, dan perasaan akan kebesaran Tuhan. Nilai religius merupakan dasar pandangan hidup bagi seseorang, bukan hanya menyangkut hubungan mendasar dengan Tuhannya, melainkan juga menyangkut hubungan dengan manusia lain dan alam semesta. Berdasarkan nilai-nilai religius yang diyakini, seseorang menyeleksi sesuai atau tidak apa yang dilakukan 6 Cyrus T. Lalompoh dan Kartini Ester Lalompoh, Metode Pengembangan Moral dan Nilai- Nilai Keagamaan Bagi Anak Usia Dini (Jakarta: PT Grasindo, 2017), 130. dengan keyakinan yang dipegangnya dalam berhubungan dengan orang lain atau
8 dengan lingkungan.
Secara etimologi nilai keberagamaan berasal dari dua kata yakni: nilai dan keberagamaan. Menurut Rokeach dan Bank bahwasannya nilai merupakan suatu tipe kepercayaan yang berada pada suatu lingkup sistem kepercayaan di mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang dianggap pantas atau tidak pantas. Ini berarti pemaknaan atau
9 pemberian arti terhadap suatu objek.
Menurut Kuchlohn, yang dikutip Mulyana mengatakan bahwa nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Pada intinya nilai merupakan suatu keyakinan sebagai dasar pilihan tindakan yang menjadikan hidupnya pada masa yang akan datang mempunyai makna atau tidak, serta yang
10 akan menjadi pemikirannya untuk mecapai tujuannya.
Kata religius bisa diartikan dengan kata agama, namun juga bisa diartikan sebagai keberagaman. Keberagaman merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap
8 Subijantoro Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiositas dalam Sastra (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), 29. 9 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI dari Teori Ke Aksi (Malang: UIN-Maliki PRESS, 2010), 66.
11
suatu agama. Jadi nilai religius adalah suatu pandangan/ perasaan keagamaan yang lebih mengarah pada eksistensinya sebagai manusia karena bersifat personalitas dan cakupannya pun lebih luas dari agama yang hanya terbatas pada ajaran-ajaran. Nilai religius sangat penting dalam dunia pendidikan. Karena dengan nilai religius peserta didik akan menyadari pentingnya aqidah, akhlak, dan syariah dalam kehidupan. Dengan banyaknya budaya globalisasi yang melanda masyarakat, maka para pelajar juga ikut terpengaruh. Kemrosotan aqidah, akhlak dan syariat menjadi salah satu problem dalam pendidikan.
Melalui potensi berbagai indra yang dimiliki manusia, manusia berkreasi sehingga mencuatlah apa yang dinamakan sastra. Sastra sebagai ekspresi luapan kegelisahan manusia semakin mendekorasi dunia. Karena menurut Sutardji Calzoum Bachri, manusia sebagai makhluk imajinasi Tuhan pada gilirannya menciptakan pula imajinasi. Para penyair sebagai makhluk yang profesinya menciptakan imajinasi atau mimpi,. Penyair menciptakan imajinasinya lewat kata, sebagaimana Tuhan menciptakan mimpi-Nya lewat firman. Sastra berada dalam tarik-menarik antara kebebasan kreasi pengarang dan hubungan sosial yang di dalamnya hidup etika, norma, aturan, kepentingan ideologis, bahkan juga doktrin agama. Oleh karena itu, ketika sastrawan mengusung kebebasan kreasinya dan kemudian menjelma dalam bentuk karya sastra, seketika itu pula ia
11 Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI dari Teori
berhadapan dengan segala aturan, moral, etika, dan konvensi yang hidup dalam
12 masyarakat yang bersangkutan.
Banyaknya penjualan buku-buku yang jauh dari nilai-nilai religius, maka dari itu Asma Nadia menulis novel yang berjudul Assala>mu ‘alaikum Beijing sebagai salah satu media yang digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai religius. Novel religius dapat menjadikan jalan bagi orang yang menyukai sastra dalam mencari solusi permasalahan dalam hidup.
Novel Asma Nadia ini banyak memberi motivasi serta berbagai macam pelajaran yang menunjukkan nilai-nilai religius seperti nilai aqidah, nilai syariah, dan nilai akhlak. Selain itu, dari segi bahasa pun pengarang menggunakan bahasa yang mudah di pahami. Novel tersebut juga menceritakan perjuangan, cinta, penghianatan, kesetiaan, pengorbanan, dan keteguhan hati para tokohnya. Novel-novelnya juga memberikan pencerahan dan menggiring pembaca pada kehidupan yang sesuai dengan tuntunan agama yaitu aqidah, syariat, dan akhlak.
Cerita-cerita yang di hadirkan oleh Asma Nadia mengandung banyak nilai.
Novel Assala>mu ‘alaikum Beijing menyampaikan pesan aqidah berupa keimanan kepada Allah yang sangat perlu diajarkan dan juga ditanamkan sebagai upaya menciptakan generasi yang berwatak, beretika, dan berestetika seperti tujuan pendidikan. Dalam novel ini juga memaparkan nilai syariah yang sangat memotivasi pembaca yaitu bahwa dalam kondisi apapun manusia wajib 12 Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan Moral yang beribadah kepada Allah. Asma Nadia juga memaparkan tentang nilai akhlak yaitu berbakti terhadap kedua orang tua dan betapa pentingnya sosok seorang ibu. Melalui novel ini juga, Asma Nadia mengajak kepada pembaca untuk ikhlas menerima segala ketentuan Allah dan senantiasa selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Asma nadia sendiri adalah seorang penulis yang sangat produktif. Perempuan ini lahir pada tahun 1972, beliau masuk dalam daftar The 500 most Influential Muslim di dunia, 2012. Sejak 2009, Asma Nadia memulai AsmaNadia Publishing House yang telah menerbitkan buku-buku best seller. Beberapa karya
13 Asma Nadia juga telah di filmkan.
Novel Assala>mu ‘alaikum Beijing ini bercerita tentang seorang muslimah bernama Asma atau Ra yang akan menyelenggarakan pernikahannya, akan tetapi menjelang acara pernikahan calon suaminya berkhianat. Asma berusaha tegar dalam menghadapi kenyataan yang terjadi. Asma atau Ra kemudian menerima tugas sebagai jurnalis di Beijing bersama sahabatnya Sekar dan suaminya Ridwan. Hingga suatu hari, muncullah Zhong wen, lelaki sederhana dan tulus yang menceritakan legenda ashima. Di dalam novel ini seorang muslimah Asma atau Ra tiba-tiba terkena penyakit pengentalan darah yang berisiko stroke, keguguran, lumpuh, buta dan sebagainya. Tetapi ada seseorang yang tulus yang kemudian datang untuk melamar perempuan tersebut untuk dijadikan istrinya.
Sasaran dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing ini untuk para remaja, orang dewasa dan para orang tua. Karena di dalam novel ini banyak mengandung
14 kisah cinta yang melarang anak usia dini untuk membacanya.
Melalui novel Assala>mu ‘alaikum Beijing ini, Asma Nadia mengajak kepada pembaca untuk ikhlas menerima segala ketentuan Allah dan senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Novel Assala>mu ‘alaikum Beijing ini memiliki banyak sekali nilai-nilai religius yang cukup bagus untuk dikupas lebih lanjut. Di dalamnya banyak menyampaikan nilai-nilai religius yang dapat memberikan pencerahan melalui tokohnya kepada pembaca sehingga dapat mengambil hikmah dengan mencontoh sifat dan perilaku yang baik serta meninggalkan yang buruk. Maka dari itu, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian tentang
“Nilai-nilai Religius yang Terkandung dalam Novel
Assala>mu ‘alaikum Beijing
karya Asma Nadia”
B.RUMUSAN MASALAH 1.
Apa saja nilai aqidah yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia? 2. Apa saja nilai syariat yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum
Beijing karya Asma Nadia? 3. Apa saja nilai akhlak yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum 14 Beijing karya Asma Nadia?
“https://www.kompasiana.com/enitaelvantariseptiani/resensi-novel-assalamu’alaikum-
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mendeskripsikan dan mengetahui nilai aqidah yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia
2. Untuk mendiskripsikan dan mengetahui nilai syariat yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia
3. Untuk mendiskripsikan dan mengetahui nilai akhlak yang terkandung dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memanfaatkan bagi khazanah pendidikan. Khususnya tentang penanaman pesan moral dan nilai-nilai religius yang terkandung dalam Novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan : a.
Memudahkan peminat sastra pada umumnya, dalam memahami pesan moral dan nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
b.
Dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi pelaksanaan penelitian- penelitian relevan dimasa yang akan datang. c.
Dapat memberikan alternatif sebagai sarana atau media pendidikan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
E. TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU 1. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Ditinjau dari judul skripsi yang penulis teliti, untuk menghindari kesamaan yang akan penulis lakasanakan berikut akan dipaparkan beberapa karya ilmiah yang relevan dengan judul skripsi :
Pertama,
penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Mas’udah (2007) yang burjudul “Pesan-pesan Dakwah dalam Novel Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Mas’udah menggunakan metode semiotik untuk menganalisis data dari novel tersebut, objek yang diteliti adalah pesan-pesan dakwah dalam novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy. Hasil dari penelitian ini adalah nove tersebut memiliki pesan-pesan dakwah yaitu pesan aqidah, akhlak dan syari’ah. Pesan aqidah meliputi rukun Iman yang terdiri dari Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat, Iman kepada kitab Allah, iman kepada hari akhir,dan iman kepada qadha dan qadar. Pesa syari’ah meliputi bagaimana hubungan dengan Allah, yakni ibadah, dan sesama makhluk. Pesan akhlak meliputi, akhlak kepada orang tua, dan akhlak kepada orang lain. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gaya ekspresi pesan dakwah yang disampaikan dalam novel “Ayat-Ayat cinta” karya Habiburrahman El-
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hikmatunnisa (2010) dengan
judul Analisis Wacana Pesan Aqdah dalam Novel Musafir Cinta, karya Taufiqurrohman Al-Azizy. Peneliti ini mendeskripsikan tentang kehidupan anak manusia, bagaimana manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan manusia lain, juga hubungan manusia dengan lingkungannya yang mencoba menapaki hidayah ilahi untuk mendapat ridho dan keadlilan ilahi.
Hasil dari skkripsi Hikmatunnisa ini di dalamnya terdapat pesan aqidah dengan menggunakan metode analisis Wacana Model Van Dijk. Sedangkan obyek yang diteliti adalah Novel Musafir Cinta karya Taufiqurrohman Al- Azizy. Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui penyusunan wacana pesan aqidah yang terkandung dalam novel “Musafir Cinta” karya Taufiqurrohman Al-Azizy dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial.
Ketiga, penelitian tentang nilai moral yang pernah dilakukan oleh Siti
Aminah (2008) dengan judul “Analisis Wacana Moral dalam Novel Laskar
Pelangi” karya Andrea Hirata. Dalam penelitiannya ini amninah
menunjukkan hasil penelitiannya bahwa didalam Novel Laskar Pelangi ditemukan banyaknya tema yang mengandung pesan moral.
Adapun hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitiannya. Dimana dalam penelitian ini mengambil objek Novel Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia.
F. METODE PENELITIAN 1. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif, dalam hal ini Moloeng menjelaskan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
15 tertulis atau lisan, dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Adapun jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan atau library
research yang berarti telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu
masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Dalam hal ini bahan-bahan pustaka diberlakukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan dedukasi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori baru dapat
16 dikembangkan atau sebagai dasar pemecahan masalah.
2. DATA DAN SUMBER DATA
Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam penelitian ini berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang mempunyai kaitan dengan nilai-nilai religius dalam Novel
Assala>mu ‘alaikum Beijing karya Asma Nadia. Dalam 15 penelitian ini, sumber data dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 3. 16 Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
a.
Sumber data primer, merupakan rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisis penelitian tersebut.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Novel “Assalamu’alaikum Beijing” karya Asma Nadia yang terdapat dalam bab Dewa hal. 1, Ashima hal. 9, Datanglah Cinta hal. 25, Wo Xiang Ni hal.
39, The Great Wall hal. 55, Cermin Retak hal. 63, Zhongwen hal. 69, Cinta Yang Berduka hal. 75, Cinta Tak Tergesa hal. 85, Pertemuan Kedua hal. 111, Long Distance hal. 125, Move On hal. 133, Mencari-Mu hal. 147, Keajaiban hal. 175, Kesetiaan hal. 201
, Do’a hal. 225, Menikmati Ujian hal. 241, Wo Ai Shang Ni Le hal. 267, Putri Tidur hal.
315, Assala>mu ‘alaikum Beijing! Hal. 323.
b.
Sumber data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dan subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Adapun sumber data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian sebagai penunjang penelitian ini, diantaranya: buku-buku yang relevan, surat kabar, internet, jurnal, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tema.
3. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan cara teknik telaah dokumen atau bisa jadi disebut dengan studi dokumentasi. Dengan kata lain, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik mencatat, karena data-datanya berupa teks. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah membaca novel Assala>mu ‘alaikum Beijing secara berulang-ulang kemudian mencatat kalimat-kalimat yang mengandung nilai- nilai religius. Dengan kata lain teknik pengumpulan data menggunakan teknik editing, Organizing, dan penemuan hasil. Editing yaitu memeriksa data yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian serta keseragaman antara masing-masing data. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesalahan dan kekurangan data yang diperoleh.
Organizing yaitu menyusun data dan sekaligus mensistematikan dari data-
data yang diperoleh dalam rangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya sesuai dengan permasalahannya. Dimana penulis menyusun dan mensistematikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah penulis rencanakan sesuai dengan rumusan masalah yang penulis teliti.
Setelah data-data tentang nilai-nilai religius dalam novel A ssala>mu ‘alaikum Beijing diperoleh maka penulis menyusun dan mensistematikan data-data yang diperoleh dengan rumusan masalah yang telah penulis buat, apakah data-data tersebut hasilnya sudah sesuai dengan rumusan masalah atau belum. Penemuan hasil yaitu melakukan analisis lanjutan terhadap hasil data
17 17 dengan menggunakan teori.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
4. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
18 kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content). Menurut Holsti analisis isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan
19 karakteristik isi pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.
Sesuai dengan namanya analisis isi terutama berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk bahasa, maupun non verbal sperti arsitektur, pakaian, alat rumah tangga, dan media elektronik. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah. Sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Analisis terhadap isi laten akan menghasilkan arti,
20 18 sedangkan analisis terhadap isi komunikasi akan menghasilkan makna. 19 Ibid., 63. 20 J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 220.
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta: Pustaka
Metode analisis isi dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata, termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, dimana ditulis,
21 dan sebagainya, sehingga dapat diketahui isi pesan secara tepat.
Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan dengan mengumpulkan data primer, kemudian peneliti melakukan tahap menelaah data-data yang sudah dikumpulkan, kemudian mendeskripsikan data yang sudah di peroleh.
5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Agar nantinya pembaca mudah memahami gambaran atau pola pemikiran penulis yang terangkum dalam skripsi ini, sistematika pembahasan penulisan skripsi ini disusun sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan untuk memberikan gambaran secara umum dan komprehensif tentang berbagai hal yang berhubungan dengan tulisan ini. Dari sini, pembaca dapat memahami latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori dan telaah penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, berisi nilai-nilai religius dalam karya sastra yaitu mendeskripsikan teori tentang nilai-nilai religius yang meliputi pengertian nilai-nilai religius, macam-macam nilai religius, dan novel (karya sastra).
Bab Ketiga, berisi tentang biografi Asma Nadia, karya-karya Asma Nadia, identitas novel Assala>mu ‘alaikum Beijing, dan sinopsis novel Assala>mu ‘alaikum Beijing.
BAB IV, berisi tentang nilai-nilai religius dalam novel Assala>mu ‘alaikum Beijing yang meliputi: nilai aqidah, nilai syariah, dan nilai akhlak. BAB V, penutup, bab ini berfungsi untuk mempermudah pembaca dalam mengambil intisari dari skripsi, yaitu berisi kesimpulan dan saran.
BAB II NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM KARYA SASTRA A. Nilai-nilai Religius 1. Pengertian Nilai Religius Nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya sesuatu dianggap
memiliki nilai apabila secara intrinsik memiliki kemanfaatan. Karena nilai memiliki arti harga, pesan, makna, semangat yang terkandung dalam fakta, konsep atau teori, maka pada dasarnya nilai tidak berdiri sendiri tetapi perlu
22 disandarkan kepada konsep tertentu.
Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang
23
menghayatinya menjadi bermartabat. Bagi manusia, nilai adalah segala yang bermanfaat dan menjadi sarana bagi kehidupan. Sesuatu dikatakan bernilai tidak hanya dipandang dari sisi fisik atau jasmani, melainkan dari sisi spiritual, karena manusia merupakan perpaduan antara jasmani dan rohani
24
yang seimbang. Selain itu, nilai juga mempunyai peranan yang sangat penting dan banyak di dalam hidup manusia, sebab nilai selain sebagai 22 pegangan hidup, menjadi pedoman penyelesaian konflik, memotivasi dan 23 Subur, Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 51. 24 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), 56.
Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka mengarahkan hidup manusia. Nilai itu bila ditanggapi positif akan membantu manusia hidup lebih baik. Sedangkan bila dorongan itu tidak ditanggapi positif, maka orang akan merasa kurang bernilai dan bahkan kurang bahagia
25 sebagai manusia.
Jadi, pada hakikatnya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu dikatakan mengandung nilai, jika memiliki sifat dan kualitas yang melekat padanya. Dengan demikian, nilai adalah suatu kenyataan “tersembunyi” di balik kenyataan- kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Nilai bukanlah objek karena itu tak memiliki sifat objektif. Nilai merupakan suatu konsep, yaitu pembentukan mentalitas yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik dan perlu dihargai sebagaimana semestinya. Nilai menyediakan prinsip umum, acuan serta tolak ukur standar dalam membuat keputusan, pilihan tindakan dan tujuan tertentu bagi
26 manusia.
Kata religius bisa diartikan dengan kata agama, namun juga bisa diartikan sebagai keberagaman. Keberagaman merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan
27 25 seseorang terhadap suatu agama. 26 Ibid,. 59. 27 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 121.
Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI dari Teori
Religius adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan tuhan. Ia menunjukkan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran
28 agamanya.
Sebenarnya, di dalam jiwa manusia itu sendiri sudah tertanam benih keyakinan yang dapat merasakan akan adanya Tuhan itu. Rasa semacam ini sudah merupakan fitrah (naluri insani). Inilah yang disebut dengan naluri keagamaan (religious instinc). Manusia religius berkeyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan. Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan keyakinan bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur.
Wujud ketuhanan itu dalam kenyataannya sudah menjelma dalam alam semesta ini, juga dalam sifat serta segenap benda dan bahkan di dalam jiwa manusia, bahkan lebih dekat dan dekat dengan dirinya sendiri. Ia dapat mendengar segala permohonannya, mengiyakan setiap ia memanggilnya dan
29
juga dapat melaksanakan apa yang dicita-citakannya. Menurut Stark dan Glock (1968), ada lima unsur yang dapat mengembangkan manusia menjadi religius. Yaitu, keyakinan agama, ibadat, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan konsekuensi dari keempat unsur tersebut.
28 Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 1.
Keyakinan agama adalah kepercayaan atas doktrin ketuhanan, seperti percaya terhadap adanya Tuhan, malaikat, akhirat, surga, neraka, takdir, dan lain-lain. Tanpa keimanan memang tidak akan tampak keberagamaan. Tidak akan ada ketaatan kepada Tuhan jika tanpa keimanan kepada-Nya. Walaupun keimanan itu bersifat pengetahuan, tetapi iman itu sendiri sering mengencang dan mengendur, bertambah dan berkurang, dan bisa jadi akan hilang sama sekali. Apa yang diperlukan di sini adalah pemupukan rasa keimanan. Maka, keimanan yang abstrak tersebut perlu didukung oleh perilaku keagamaan yang bersifat praktis, yaitu ibadat.
Ibadat adalah cara melakukan penyembahan kepada Tuhan dengan segala rangkaiannya. Ibadat itu dapat meremajakan keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti atau dari mengikuti hawa nafsu yang berbahaya, memberikan garis pemisah antara manusia itu sendiri dengan jiwa yang mengajaknya pada kejahatan. Ibadat itu pula yang dapat menimbulkan rasa cinta pada keluhuran, gemar mengerjakan akhlak yang mulia dan amal perbuatan yang baik dan suci. Maka, ibadat di sini bukan berarti ibadat yang bersifat langsung penyembahan kepadaTuhan. Berkata jujur dan tidak
30 berbohong juga ibadat apabila disertai niatan hanya untuk Tuhan.
Mengikuti hukum Tuhan dalam berdagang dan urusan lain juga bisa jadi ibadat. Berbuat baik kepada orang tua, keluarga, teman-teman juga merupakan ibadat. Menolong orang miskin dan orang yang terkena musibah juga ibadat. Semua aktivitas bisa jadi ibadat jika sesuai dengan hukum Tuhan dan hati yang berbuatnya dipenuhi dengan ketakutan kepada-Nya.
Demikianlah, ibadat pun bisa berarti lebih luas dari sekedar penyembahan yang bersifat normal. Namun yang terakhir ini tetap penting karena ia dapat menjadi suatu sarana latihan diri dari sebagai pengingat untuk selalu menimbulkan harmoni antara cita-cita dan praktik beragama.
Pengetahuan agama adalah pengetahuan tentang ajaran agama meliputi berbagai segi dalam suatu agama. Misalnya pengetahuan tentang sembahyang, puasa, zakat, dan sebagainya. Pengetahuan agama pun bisa berupa pengetahuan tentang riwayat perjuangan nabinya, peninggalannya, dan cita-citanya yang menjadi panutan dan teladan umatnya.
Pengalaman agama adalah perasaan yang dialami orang beragama, seperti rasa senang, tenteram, bahagia, syukur, patuh, taat, takut, menyesal, bertobat, dan sebagainya. Pengalaman keagamaan ini terkadang cukup mendalam dalam ribadi seseorang. Demikian sehingga, banyak yang kemudian beralih dari satu agama ke agama lainnya, atau dari satu aliran ke aliran lainnya dalam satu agama.
Terakhir, konsekuensi dari keempat unsur tersebut adalah aktualisasi dari doktrin agama yang dihayati oleh seseorang yang berupa sikap, ucapan, dan perilaku atau tindakan. Dengan demikian, hal ini bersifat agregasi (penjumlahan) dari unsur lain. Walaupun demikian, sering kali pengetahuan yang pengetahuan agamanya baik tetapi sikap, ucapan, dan tindakannya tidak
31
sesuai dengan norma-norma agama. Jadi nilai religius adalah suatu pandangan/ perasaan keagamaan yang lebih mengarah pada eksistensinya sebagai manusia karena bersifat personalitas dan cakupannya pun lebih luas dari agama yang hanya terbatas pada ajaran-ajaran.
B. Macam-macam Nilai Religius
Secara umum nilai-nilai religius yang terdapat dalam Al- Qur’an kurang lebih mencakup tiga pokok ajaran, yaitu Aqidah, Syariah (Ibadah), dan Akhlak.
1. Aqidah Islam
Manusia lahir ke dalam dunia dalam keadaan sempurna. Di samping diberi akal dan kesempurnaan jasmani, manusia juga memikirkan fitrah ketuhanan. Ruh Sang Pencipta menjadi aspek penting yang menyebabkan manusia menjadi sempurna dan terhormat. Karena itu, sering kita dengar bahwa manusia adalah makhluk suci (fitri).
Ruh ketuhanan (devine spirit) menjadi satu simpul yang mengikat manusia sebagai makhluk yang memiliki bibit ketuhanan, mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Sang Pencipta dan Sang Penguasa alam. Ikatan kesadaran dan keyakinan terhadap Tuhan yang satu ini
32 adalah inti dari akidah.
31 Ibid., 4.
Aqidah Islam merupakan penutup akidah bagi agama-agama yang pernah diturunkan Allah sebelumnya. Bersamaan dengan diutusnya Nabi Muhammad sebagai rasul Allah yang terakhir. Al-
Qur’an dan Sunnah telah menjelaskan hakikat akidah tersebut berikut prinsip-prinsipnya secara lengkap dan sempurna dalam bentuk keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan ketentuan-Nya (qadha dan
qadhar ).
Aqidah ini pada dasarnya merupakan hakikat abadi yang tidak akan pernah mengalami proses perubahan hingga akhir masa. Cakupan operasionalnya meliputi akidah tentang Allah SWT dan hubungan-Nya dengan alam ini, tentang alam nyata yang diperlihatkan kepada manusia dan alam ghaib yang tidak diperlihatkannya, tentang peran manusia dalam
33 kehidupan ini dan hakekat kehidupannya.
Secara etimologis, aqidah berasal dari kata
„aqada yang mengandung
arti ikatan atau keterkaitan, atau dua utas tali dalam satu buhul yang tersambung. Aqidah berarti pula janji, karena janji merupakan ikatan
34 kesepakatan antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
Ikatan dalam pengertian ini merujuk pada makna dasar bahwa manusia sejak azali telah terikat dengan satu perjanjian yang kuat untuk 33 menerima dan mengakui adanya Sang Pencipta yang mengatur dan
Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), 105. menguasai dirinya, yaitu Allah SWT. Selain itu, akidah juga mengandung cakupan keyakinan terhadap yang gaib, seperti malaikat, surga, neraka, dan sebagainya.
Ikatan dan perjanjian ini sekaligus menunjukkan adanya unsur devine
spirit , fitrah kebertuhanan dalam diri manusia. Dalam nada yang bersifat
dialogis, Al- Qur’an menggambarkan adanya ikatan, serah-terima pengakuan antara Allah dan manusia. Pada satu sisi yang lain, manusia tanpa adanya unsur pemaksaan dari siapa pun telah mengucapkan janji suci ketika masih dalam rahim kaum ibu untuk menerima dan mengakui Allah sebagai
35 sembahannya.
Secara terminologis, aqidah dalam islam berarti keimanan atau keyakinan seseorang terhadap Allah yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya dengan segala sifat dan perbuatan-Nya. Definisi tersebut menggambarkan bahwa seseorang yang menjadikan islam sebagai akidah ia
36 sudah terikat oleh segala aturan atau hukum yang terdapat dalam islam.
Aqidah merupakan dasar utama dalam ajaran islam. Karena itu, ia mewujudkan dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan seseorang yang wajib dimilikinya untuk dijadikan pijakan dalam segala sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. Seseorang dipandang muslim atau bukan muslim 35 bergantung pada akidahnya, apabila ia berakidah islam, maka segala sesuatu Mahfud, Al Islam: Pendidikan Agama Islam, 10. yang dilakukan akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim, apabila tidak,
37 maka segala amalnya tidak akan bernilai sebagai amaliah muslim.
Sistem keyakinan atau akidah islam, pada intinya di bangun diatas enam dasar keimanan yang lazim disebut rukun iman. Rukun iman tersebut sekaligus menjadi pokok bahasan akidah islam yang meliputi: Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan ketentuan-Nya
38
(qadha dan qadhar). Hal ini terungkap dalam firman-Nya: Q.S. An-Nisa:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
39 Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya.”
Berikut ini akan diuraikan sekilas satu per-satu dari enam arkanul
iman yang dimaksud. Namun sebelumnya terlebih dahulu diuraikan tentang
37 iman. 38 Ibid., 108.Ibid., 110.
Iman secara umum dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas dan selalu mengikuti petunjuk Allah SWT serta Sunah Nabi Muhammad SAW. Iman adalah sikap atau attitude, yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keimanan luar biasa terhadap Allah SWT. Orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan
40 harapan atau kemauan yang dituntut Allah SWT kepadanya.
Rukun iman yang dipahami oleh kaum Muslim secara umum meliputi iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab Allah, iman kepada nabi, iman kepada hari kiamat, daniman kepada qadha
41 dan qadhari Allah SWT.
a.
Iman Kepada Allah
Dalam ajaran islam beriman kepada Allah merupakan hal yang paling pokok dan mendasar bagi ajarannya. Oleh karenanya, iman kepada Allah ini harus ditanamkan di setiap jiwa seorang muslim dengan pasti dan tidak ragu-ragu. Iman kepada Allah SWT ini secara garis besarnya mencakup keimanan kepada keesaan-Nya dan keimanan
42 kepada kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
40 41 Mahfud, Al Islam: Pendidikan Agama Islam, 12.
Ibid., 13.
Esensi dari iman kepada Allah adalah pengakuan tentang keesaan (tauhid)-Nya. Tauhid berarti keyakinan tentang kebenaran keesaan Allah,
43 tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
b. Iman Kepada Para Malaikat
Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang bersumber dari cahaya, ia tidak dapat dilihat atau diindrai dengan pancaindra manusia-makhluk ghaib. Namun demikian, ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah SWT. Malaikat juga adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang tidak pernah melanggar
44 perintah Allah.
Pengetahuan manusia tentang malaikat sangat terbatas. Ia tidak dapat diketahui secara empirik, melainkan hanya didasari oleh keterangan-keterangan yang terdapat dalam Al- Qur’an dan hadis Rasul. Seperti mengetahui sifat-sifatnya dan tugas-tugas yang diemban
45 kepadanya.