Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat AL-Ankabut Ayat 16-24

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

KAREN SOLIHIN

NIM: 109011000243

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 / 1437 H


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Karen Solihin, 109011000243, “ Nilai-nilai Pendidikan Dalam Surat Al-Ankabut ayat 16-24.” Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat al-Ankabut ayat 16-24, dan metode penelitian yang digunakan adalah library research yaitu dengan cara menelaah, menganalisis, meneliti dari sumber rujukan atau literatur yang dapat dipertanggung jawabkan tentang masalah yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, dimana sumber pokoknya adalah, Al-Qur‟an, beberapa buku tafsir Al-Qur‟an : Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, karya M. Quraish Shihab, Tafsir al -Azhar, karya H. Abdullah Malik Karim.

Sehingga penulis mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini yaitu: pertama Ibadah, adalah suatu wujud perbuatan yang dilandasi rasa pengabdian kepada Allah swt, yang merupakan kewajiban agama Islam yang tidak bisa dipisahkan dari aspek keimanan, kedua Sabar adalah dapat menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman, demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik, ketiga Syukur adalah proses kejiwaan dan ungkapan batin atas apa yang diperolehnya, sifat syukur ditunjukan dalam meningkatkan amal ibadah dan ikhtiar yang semuanya dilakukan karena Allah dan untuk Allah, keempat Iman kepada Allah, yaitu mempercayai segala macam yang Allah ciptakan baik yang ghaib maupun yang dzahir sehingga dapat meningkatkan kualitas keimanan seseorang kepada Rabbnya.


(6)

v

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT. Sang kholiq yang menciptakan bumi beserta isinya, yang maha berkuasa dan berkendak, pemilik nikmat dan kebahagiaan dan yang selalu menyayangi setiap umat yang dekat denganNya. Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi yang berjudul Nilai- Nilai Pendidikan Dalam Surat Al- Ankabut ayat 16-24, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun berkat kerjas keras, doa dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dede Rosayada., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, dan Hj. Marhamah Saleh Lc, MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta segenap dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga Allah SWT membalas semua jasa-jasa beliau dan ilmu yang telah beliau berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

4. Abdul Ghofur, MA., Pembimbing Skripsi yang penuh keikhlasan dan kebesaran hati dalam membagi waktu, tenaga dan pikiran beliau dalam upaya memberikan bimbingan, petunjuk, serta mengarahkan penulis dalam proses mengerjakan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta, yang menjadi penyemangat utama penulis, yang tak pernah lelah mendoakan dan memberikan dukungan secara moril dan materil serta selalu menyanyangi penulis dari kecil hingga dewasa ini.


(7)

vi

kasih sayang yang tak pernah putus yang diberikan untuk penulis.

6. Kakak dan adikku tersayang yang selalu memberikan doa dan menjadi obat pelipur laraku.

7. Istriku tercinta Neneng Wasilah S.Pdi dan putri kecilku Calista Athifa Fatawa

yang selalu mendoa‟kan dan menemani dalam suka dan duka penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 khususnya kelas PAI F. Terima kasih atas bantuan, dukungan dan kenangan terindah yang kita lalui bersama di kampus tercinta.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat bagi penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali ucapan terima kasih yang seluas-luasnya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian dan menjadikannya kendaraan menuju surga Allah SWT.

Penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi memperbaiki karya tulis ini, semoga dapat membawa manfaat bagi para pengkaji/pembaca dan bagi penulis sendiri. Amin Ya Robbal „Alamin.

Jakarta, 19 Juli 2016


(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Nilai-Nilai Pendidikan ... 8

1. Pengertian Nilai... 8

2. Macam- Macam Nilai ... 9

3. Pengertian Pendidikan ... 11

B. Akhlak ... 14

1. Pengertian Akhlak ... 14

2. Macam- Macam Akhlak ... 15

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 17

4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Metode Penelitian... 24

C. Fokus Penelitian ... 26


(9)

viii

A. Tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 16-24 ... 27 B. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur‟an Surat

Al-Ankabut Ayat 16-24... 49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LEMBAR UJI REFERENSI LAMPIRAN


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan yang pertama dalam ajaran Islam. Ia menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia. Al-Qur‟an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah swt kepada umat manusia yang isinya mencangkup segala pokok-pokok syari‟at yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya.

Kehadiran Al-Qur‟an memberi pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam rangka memahami isinya, kaum muslimin sendiri telah melahirkan banyak kitab tafsir yang berupaya mengungkap dan menjelaskan makna pesannya.1

Quraisy Syihab dalam bukunya wawasan Al-Qur‟an mengemukakan bahwa di antara tujuan diturunkannya Al-Qur‟an adalah:

1. Untuk membersihkan akal dan mensucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang ke-Esaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.

2. Untuk mengajarkan kepada kemanusiaan yang adil dan beradab. Yakni bahwa manusia merupakan suatu umat yang wajib bekerja sama dalam pendidikan kepada Allah swt dan pelaksanaan tugas sebagai khalifah di bumi. Selain itu juga bertujuan untuk menjelaskan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan suatu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan Nur Illahi.

3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat.

4. Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.

1

Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur`an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir,


(11)

5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit, penderitaan hidup, serta pemerasan manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan agama.2

Demikian sebagian tujuan kehadiran Al-Qur‟an, tujuan yang terpadu dan menyeluruh bukan sekedar mewajibkan pendekatan yang religius yang bersifat ritual atau mistik yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan. Al-Qur‟an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan bagi penyelesaian berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikirian, rasa, dan karsa kita mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.

Rasulullah saw adalah manusia teragung sepanjang sejarah yang telah berhasil mengubah peradaban dunia, dari rusaknya akhlak menuju mulianya akhlak, tentunya itu menjadikan suri tauladan bagi seluruh manusia yang menginginkan sifat yang mulia. Beliau adalah gurunya para guru, dan sekaligus sebagai penabur rahmat bagi seluruh alam. Manusia adalah makhluk yang memiliki dua potensi. Pertama potensi yang mengarah kepada kebaikan, kedua mengarah kepada keburukan.

Manusia yang diciptakan oleh Allah swt memiliki fitrah atau karakter dasar sebagai makhluk yang cenderung berbuat baik, memiliki perasaan kasih sayang serta bertingkah laku dengan baik atau dalam bahasa agama sering disebut berakhlakul karimah. Pesan akhlak begitu agung dalam Al-Qur‟an sehingga

Fazlur Rahman mengatakan; “Al-Qur‟an ibarat puncak sebuah gunung es yang terapung, sembilah persepuluh darinya terendam di bawah air sejarah dan hanya sepersepuluh darinya yang tampak di permukaan”.3 Sungguh, tidak akan ada yang mampu mengenalnya dan menggali secara mendalam konsep akhlak dalam

Al-Qur‟an secara komprehensif, kecuali mereka yang tenggelam di dalamnya.

Begitu dalam kandungan ayat-ayat suci Al-Qur‟an sehingga untuk memahaminya dibutuhkan sebuah teori yang tidak hanya mampu memahami

2 M. Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2000), Cet. 10. h. 12.

3

Rosihun Anwar, Samudera Al-Qu‟ran, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet ke- I, h.


(12)

Qur‟an secara integral, tetapi juga mampu menghasilkan penafsiran-penafsiran yang dapat menyelesaikan problem-problem kekinian. Al-Qur‟an sebagai kitab suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang.

Selanjutnya dapat dipahami bahwa manusia yang dilahirkan secara fitrah/suci memiliki dimensi kasih sayang dan rasa-perasaan lemah lembut terhadap siapapun, oleh karenanya pendidikan yang hingga saat ini menjadi garda depan pembentukan manusia seutuhnya menjadi sebuah keharusan untuk mengintegrasikan intelektualitas dengan akhlakul karimah yang ada, seperti halnya apa yang disampaikan oleh guru besar pendidikan agama Islam Ahmad Tafsir, meyakini “Selama dari atas belum memberi keteladanan kepada bawahannya sulit untuk mengharapkan perbaikan akhlak peserta didik melalui

pendekatan keteladanan”4

. Ini artinya akhlak memiliki porsi atau domain dan sangat vital dalam proses pendidikan yang ada saat ini, dan ini artinya sebagai penegasan aspek akhlak tidak boleh dikesampingkan dalam pendidikan yang ada, karena kecenderungan pendidikan yang ada lebih menekankan faktor kognitif semata.

Sudah menjadi konsesus di kalangan ahli pendidikan bahwa proses pendidikan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu tidak ada batasan umur tertentu dalam pendidikan. Namun ada level-level pendidikan yang disusun sesuai dengan keadaan perkembangan manusia sebagai makhluk individu maupun sosial yang hidup dalam keberadaan suatu bangsa dan negara.

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, pendidikan harus dapat menyiapkan warga negara untuk menghadapi masa depannya. Dengan demikian tidak salah apabila orang berpendapat bahwa cerah tidaknya masa depan suatu negara sangat ditentukan oleh pendidikan saat ini.

Pendidikan harus mampu menciptakan manusia-manusia yang siap dan eksis untuk hidup ditengah-tengah perubahan zaman yang ada. Bukan

4Ahmad Tafsir, “

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Salah Paradigma”Media Indonesia


(13)

terpengaruhi tetapi mempengaruhi, tetapi tidak juga bisa menolak perubahan, karena perubahan adalah sebuah keniscayaan. Sehingga manusia tidak ikut lebur dalam arus menerpanya, melainkan mampu mengendalikan arus perubahan, mampu memilah dan sekaligus memilih kemana kehidupan sebuah masyarakat akan dikendalikan dan diciptakan sesuai dengan tujuan pendidikan akhlak dalam hal ini adalah pendidikan Islam.

Bagaimana pun pendidikan merupakan salah satu kunci yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Baik buruknya sumber daya manusia tergantung dari pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan adalah sebuah investasi sumber daya manusia. Jika pendidikan yang diperoleh seseorang memiliki kualitas yang mumpuni, maka baik juga sumber daya manusia yang dimilikinya. Karena itu, desain pendidikan selayaknya dipersiapkan secara matang sehingga hasil yang dicapai pun memuaskan.5 Karena proses pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Meskipun tujuannya bukan merupakan tujuan yang tertutup (eksklusif) tetapi tujuan yang secara terus-menerus harus terarah kepada pemerdekaan manusia.6

Gagalnya pendidikan untuk menanamkan nilai akhlak terlihat dengan menempatkan Indonesia termasuk ke dalam negara yang korup, banyak sekolah-sekolah yang khusus bagi para pemodal, orang kaya. Orang miskin tidak mendapatkannya, sekolah seolah menjadi pemicu marjinalisasi terhadap mereka yang tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak. Hal ini semakin menutup nilai akhlak dalam pendidikan, masih maraknya budaya tawuran, angka kriminal yang tinggi, korupsi, kolusi dan nepotisme dari orang-orang yang berpendidikan meyakinkan bahwa ada yang salah dalam pendidikan saat ini.

Problem yang muncul di tengah masyarakat adalah tingginya angka kriminal di kalangan remaja, semua meremehkan nilai moral atau akhlak, pendidikan seolah-olah hanya bersifat parsial tidak bersifat holistik, tidak merambah wilayah pembangunan karakter, penenaman nilai, sehingga yang

5 A. Syafi‟f Ma‟rif et.al

, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1991), h 15.

6

H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif


(14)

terjadi adalah orang berpendidikan juga bisa melakukan tindakan kriminal yang lebih kejam dibanding dengan orang yang tidak mengenyam pendidikan, kasus korupsi misalnya yang telah merugikan banyak orang.

Sebuah prinsip yang harus dipegang dalam pendidikan khususnya pendidikan Islam adalah pengembangan belajar sebagai muslim baik bagi terdidik maupun pendidik. Setiap rangkaian belajar mengajar seharusnya ditempatkan sebagai pengkayaan pengalaman kebertuhanan. Pendidikan bukanlah sosialisasi atau internalisasi pengetahuan dan keberagaman pendidik, tetapi bagaimana peserta didik mengalami sendiri keber-Tuhanan-nya. Ketaqwaan dan keshalehannya bukanlah sikap dan perilaku yang datang secara mendadak, tetapi melalui sebuah tahap penyadaran yang harus dilakukan sepanjang hayat. Karena itu, pendidikan tidak lain sebagai proses penyadaran diri dan realitas universum.7

Pandangan terhadap fenomena pendidikan di atas memberikan inspirasi pada penulis untuk lebih jauh mengungkap kembali ayat-ayat Al-Qur‟an yang membawa pada perbaikan akhlak manusia dan pikiran-pikiran para praktisi pendidikan yang dituangkannya dalam beberapa buku dan artikel yang banyak menyorot berbagai persoalan moralitas atau akhlakul karimah yang dilandaskan pada kerangka kemanusiaan atau pemuliaan manusia yang didasarkan kepada potensi yang dimilikinya, serta bagaimana cara menyikapi sebuah bentuk pluralitas sebagai sebuah keniscayaan yang ada dalam masyarakat, diakui ataupun tidak. Karenanya, penulis ingin meneliti lebih jauh tentang konsep pendidikan akhlak yang mengembalikan kesadaran akan dirinya sebagai “khalifatu filardh.”

Jika kembali kepada pembahasan mendasar tentang sumber Pendidikan Agama Islam maka sumbernya adalah mengacu kepada sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an8 dan Al-Hadits. Oleh karena Islam sebagai sistem kehidupan kaum muslimin dan Al-Qur‟an merupakan pedoman hidup sehari-hari maka

Al-Qur‟an tidak pernah berhenti dari pengkajian akan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, selalu ada upaya untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya

7

Abdul Munir Mulkhan, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren; Religiusitas

IPTEK (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.111-112.

8 M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ, 2005),


(15)

dari berbagai sudut pandang. Dan ternyata Al-Qur‟an memang bisa didekati dari berbagai sudut pandang yang berbeda, termasuk dari sisi kependidikan dan kemanusiaan.

Berangkat dari sinilah, jika hendak berpikir ulang tentang pendidikan Islam maka harus kembali mengacu kepada landasan yang telah diberikan

Al-Qur‟an. Dalam hal ini pembaharuan dalam pendidikan Islam harus dilakukan

sesuai dengan problematikanya, maka penulis memfokuskan kepada sisi akhlak dan pendidikan Islam, atau dengan kata lain penulis berusaha menemukan konsep akhlak pendidikan yang termuat dalam Al-Qur‟an.

Terbangunnya kembali konsep pendidikan yang berakhlakul karimah di tengah sistem pendidikan nasional yang belum dapat sepenuhnya menunjukan pendidikan yang berbasis pada akhlak serta pendidikan yang bercirikan pada sosial planning dan setelah itu teraplikasi dalam praktek kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat, sehingga besar harapan langkah ini bisa memperbaiki mutu pendidikan yang ada. Dengan adanya latar belakang di atas, penulis mengambil judul pembahasan ini dengan: “Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat Al-Ankabut Ayat 16-24.”

B.

Identifikasi Masalah

Berangkat dari uraian dan permasalahan tersebut di atas, penelitian ini difokuskan dalam tiga topik permasalahan, yang dapat diasumsikan sebagai problem akademik dan kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Banyaknya kejadian atau tindakan penyimpangan terhadap masyarakat berpendidikan karena minimnya pemahaman mereka tentang akhlak. 2. Pendidikan sekarang ini lebih memfokuskan pada kecerdasan kognitif

semata, kurang menyentuh masalah moralitas.

C.

Pembatasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini terfokus, maka penulis membatasi kajian skripsi ini pada pembahasan tentang Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Ankabut 16-24.


(16)

D.

Rumusan Masalah

Untuk memudahkan dalam perumusan masalah penulisan skripsi ini, penulis bertitik tolak dari identifikasi masalah di atas. Maka penulis dapat

merumuskan masalah yaitu: “Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat Al-Ankabut ayat 16-24.”

E.

Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi tujuan penulis pada wacana pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Ankabut adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada surat Al-Ankabut ayat 16-24.

F.

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak. Misalnya:

1. Bagi guru

Mengembangkan khazanah pengetahuan keislaman di lingkungan institusi pendidikan tinggi Islam.

2. Bagi sekolah

Memberi sumbangsih pemikiran tentang konsep dan teoritis tentang pendidikan dalam Al-Qur‟an, serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami Al-Qur‟an sebagai petunjuk umat. 3. Bagi mahasiswa dan pembaca

Mengetahui bagaimana pandangan Al-Qur‟an terhadap nilai pendidikan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.


(17)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Nilai-Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengertian yang memuaskan. Nilai adalah substansi, esensi atau sifat-sifat yang melekat pada sebuah hakikat atau objek. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Dan nilai juga merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).9

Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.10 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.11 Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.12 Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan manusia, nilai justru berfungsi untuk membimbing dan membina manusia agar menjadi lebih mulia, lebih matang sesuai dengan martabat human dignity dalam arti tujuan dan cita-cita manusia.

Dari uraian di atas maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu maupun kelompok

9

HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), h. 61. 10

W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999) , h. 677.

11

H. Titus, M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 122.

12

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda

Karya,1993), h. 61.


(18)

Pendidikan Islam merupakan pendidikan universal yang diperuntukan untuk seluruh umat manusia. Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai luhur yang agung dan mampu menentukan posisi dan fungsi di dalam masyarakat Indonesia. Maka pendidikan Islam berperan dalam penyusunan suatu sistem pendidikan nasional yang baru, nilai-nilai luhur yang disandang oleh pendidikan Islam adalah: a. Nilai historis, pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang sangat besar dalam kesinambungan hidup bangsa, di dalam kehidupan bermasyarakat, di dalam perjuangan bangsa Indonesia, pada saat terdapat invasi dari negara barat pendidikan Islam survive sampai saat ini

b. Nilai religius, pendidikan Islam dalam perkembangannya tentu telah memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Islam sebagai salah satu nilai religius masyarakat Indonesia; dan

c. Nilai moral, pendidikan Islam tidak dapat diragukan sebagai pusat pemelihara dan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam, sebagai contoh sekolah madrasah, pesantren, merupakan pusat pendidikan dan juga merupakan benteng bagi moral bagi mayoritas bangsa Indonesia.13

2. Macam-macam Nilai

Substansi nilai merupakan suatu hal yang komplek dan beragam, nilai berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.14yaitu:

a. Nilai Ilahiyah (nash) yaitu nilai yang lahir dalam keyakinan (belief), berupa petunjuk dari supernatural atau Tuhan.15Nilai yang diwahyukan melalui rasul yang berbentuk iman, takwa, adil yang diabadikan dalam Al-Qur‟an. Nilai ini merupakan nilai yang pertama dan paling utama bagi para penganutnya dan akhirnya nilai tersebut dapat diaplikasikan

13

Chabib Thoha, dkk Kapita Selekta Pendidikan Islam, (yogyakarta : Pustaka Pelajar,

1996), cet.1, h. 78. 14

Muhaimin dan Abdul Muji, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 111. 15

Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), h. 98.


(19)

dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini bersifat statis dan kebenarannya mutlak.16

Nilai-nilai ilahiyah selamanya tidak mengalami perubahan. Nilai ilahiyah ini mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak berkecendrungan untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia dan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan sosial dan tuntutan individu.

b. Nilai Insaniyah (produk budaya yakni yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara individu maupun kelompok).17Nilai ini tumbuh atas kesepakatan manusia serta berkembang dan hidup dari peradaban manusia. Nilai insani ini kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Disini peran manusia dalam melakukan kehidupan di dunia berperan untuk melakukan perubahan kearah nilai yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 53:













Artinya: yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Anfal: 53)

Kemudian dalam analisis teori nilai dapat dibedakan menjadi dua jenis nilai pendidikan yaitu:

1. Nilai Instrumental yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain.

16

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 111. 17

Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), h. 99.


(20)

2. Nilai Intrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri.18

Nilai instrumental dapat juga dikatagorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan subjektif, dan nilai intrinsik keduanya lebih tinggi dari pada nilai instrumental.

Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a) Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut. b) Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari

objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya.

c) Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.19

Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing nilai mempunyai keterkaitan dengan nilai yang satu dengan lainnya. Misalkan nilai ilahiyah mempunyai relasi dengan nilai insani, nilai ilahi (hidup etis religius) mempunyai kedudukan vertikal lebih tinggi dari pada nilai hidup lainnya. Di samping secara hierariki lebih tinggi, nilai keagamaan mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya dan sebaliknya nilai lainnya mempunyai nilai konsultasi pada nilai etis religius.

3. Pengertian Pendidikan

Konsep pendidikan dan pembelajaran baik secara umum maupun khusus telah dibicarakan, dibahas dan didalogkan dalam berbagai buku-buku ilmiah, maupun kegiatan-kegiatan tertentu seperti seminar, loka karya dan sebagainya oleh para ahli yang berskala nasional maupun internasional. Dalam pembicaraan itu tetap saja hadir berbagai konsep dan pemikiran mendasar dari mereka tentang

18

Mohammad Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filasafat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 137.

19


(21)

apa sesungguhnya pengertian pendidikan itu. Namun, sangat sulit untuk memperoleh suatu rumusan yang signifikan yang disepakati oleh mereka. Menyadari perbedaan-perbedaan pijakan pemikiran para ahli tersebut, tentunya dilatarbelakangi oleh sudut pandang masing-masing diakibatkan oleh berbagai faktor misalnya kondisi geografis di antara mereka, kondisi sosio kultural dari mereka, keahlian yang ditekuni, pendekatan yang digunakan serta keinginan yang mengilhami sasaran dan tujuan yang ditetapkan, disamping komprehensif dan sangat pekanya manusia yang menjadi objek kerja pendidikan.

Keseluruhan perbedaan-perbedaan ini memiliki suatu nuansa positif dan perspektif dimana dengannya dapat disimak seberapa dalam dan luas masalah pendidikan, sehingga dapat dihayati bahwa masalah pendidikan tidak akan tuntas dibahas, namun tetap menjadi kebutuhan dasar (basic need) dari manusia yang menuntut adanya perenungan yang komprehensif dan sistematis atas dinamika pendidikan itu sekaligus berkaitan erat dengan dinamika perkembangan masyarakat dan tuntunan zaman yang terus mengalami perubahan.

Selanjutnya kata pendidikan berasal dari raba‟-yarbu‟, artinya tumbuh dan berkembang. Dalam kamus dijelaskan ; yurabbi al-walad artinya memberinya makan dan membuatnya tumbuh dan berkembang. Arti lainnya adalah menyucikan diri. Dalam buku al-Munjid dijelaskan; yurabbi al-walad berarti membina dan membuatnya suci dan bersih. Sementara sebagian lain mengatakan, kata tarbiyah berakar kata dari raba-yarbu‟ yang artinya semakin tumbuh dan bertambah. 20

Secara etimologis, sebagian cendikiawan mengartikan tarbiyah sebagai perubahan berbagai potensi menjadi kemuliaan.21Pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan diri anak didik dalam segala aspek kehidupan sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh (insan kamil) baik sebagai makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup

20

Rasyid Majid Pur, Membenahi Akhlaq Mewarisi Kasih Sayang, (Bogor: Cahaya, 2003), Cet. I, h. 1.

21


(22)

dalam masyarakat luas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya.22

Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti ilmu, pengajaran dan penguasaan yang baik. Tidak ditemui unsur penguasaan atau pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak pula menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena menurut konsep Islam yang bisa bahkan harus didik hanyalah makhluk manusia. Dan akhirnya, Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tata krama, sopan santun, adab dan semacamnya atau secara tegas “akhlak yang

terpuji” yang terdapat hanya dalam istilah ta‟dib. Dengan tidak dipakainya konsep ta‟dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan, telah berakibat hilangnya adab sehingga melunturkan citra keadilan dan kesucian. Menurut Al-Attas, keadaan semacam itu bisa membingungkan kaum muslimin, sampai-sampai tak terasa pikiran dan cara hidup sekuler telah menggeser berbagai konsep Islam di berbagai segi kehidupan termasuk pendidikan.

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan

kamil”23 .

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan dari berbagai pandangan yang telah dikemukakan bahwa pendidikan mempunyai pengertian sebagai upaya yang sistematis, terarah, dan terukur dalam membimbing dan mengarahkan anak didik agar dapat memahami dan mengajarkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pedoman hidup sehari-hari dalam bertindak, bersikap dan berfikir.

Disamping itu juga pendidikan merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah agar segala usaha yang dilakukan itu dapat menjadi penggerak, pengendali serta pembimbing dalam kehidupan anak-anak didik sehingga terbentuklah manusia yang sempurna (insan kamil).

22

Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, (Solo: Ramadhani, 1989), h. 12. 23

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT Al-Ma‟rif, 1989), h.


(23)

B.

Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Pendidikan akhlak ialah penanaman, pengembangan dan pembentukan akhlak yang mulia dalam diri anak didik. Pendidikan akhlak tidak harus merupakan suatu program atau pelajaran khusus, akan tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan.24

Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab, jama‟ dari khuluqun yang berarti (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.25 Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).

Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercangkup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.

Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih akhlak adalah suatu keadaan atau bentuk gerakan jiwa yang tetap (konstan) yang melahirkan sikap atau perbuatan-perbuatan secara wajar tanpa didahului oleh proses berfikir atau rekayasa. Pengertian akhlak tersebut tidak memasukkan norma-norma/nilai-nilai yang belum meresap kedalam jiwa sehingga dapat membentuk perilaku tanpa ada status rekayasa. Sehingga apabila seseorang bertindak karena paksaan dari luar

24

M Sastraprtedja, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Gramedia, 1993),

h. 3. 25

Abdul Kholiq et.al, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),


(24)

dan belum meresap kedalam jiwa seseorang, seperti karena terpaksa dalam berbuat, maka hal ini belum bisa dikatakan akhlaknya sudah terbentuk.

Selanjutnya Abudin Nata dalam bukunya bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:

Pertama, perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi keperibadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Kedua, perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa pemikiran (unthouhgt). Ketiga, perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan. Keempat, perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara. Kelima, perbuatan akhlak dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah.26

Akhlak merupakan pondasi (dasar) yang utama dalam pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya, maka pendidikan yang mengarah terbentuknya pribadi yang berakhlak, merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan.

2. Macam-macam Akhlak

a. Akhlak Mahmudah/Fadilah

Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Secara garis besar akhlak mahmudah dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah, 2) Akhlak terhadap diri sendiri, 3) Akhlak terhadap sesama.27

Adapun akhlak atau sifat-sifat mahmudah sebagaimana yang dikemukakan para ahli akhlak, antara lain:

1) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya) 2) Al-Sidqu (benar, jujur)

3) Al-Adl (adil) 4) Al-Afwu (pemaaf)

5) Al-Wafa‟ (menepati janji) 6) Al-Ifafah (memelihara diri) 7) Al-Haya‟ (malu)

26

Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Persepektif Hadist, (Jakarta: UIN Jakarta press, 2005), h. 274.

27


(25)

8) As-Syajaah (berani) 9) Al-Quwwah (kuat) 10) As-Sabru (sabar)

11)Ar-Rahmah (kasih sayang) 12) As-Sakha‟u (murah hati)

13)At-Ta‟awun (penolong/tolong menolong) 14)Al-Islah (damai)

15)Al-Ikha‟ (persaudaraan), dan lain sebagainya yang menunjukan kepada sifat terpuji.28

Jadi manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia nikmat yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.

b. Akhlak Mazmumah/Qabihah

Akhlak mazmumah (akhlak tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1) Ananiah (egois) 2) Al-Bagyu (lacur) 3) Al-Bukhl (pelit) 4) Al-Buhtan (dusta)

5) Al-Khmar (peminum khmar) 6) Al-Khianah (khianat)

28


(26)

7) Al-Jumu (aniaya) 8) Al-Gasysyu (curang) 9) Al-Fawahisy (dosa besar) 10)Al-Ghaddab (marah) 11)Al-Ghibah (mengumpat) 12)Al-Namumah (adu domba) 13)Al-Guyur (menipu, memperdaya) 14)Al-Hasad (dengki)

15)Al-Istikbar (sombong), dan lain sebagainya yang menunjukan sifat-sifat yang tercela.29

Sebagaimana yang diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya dibedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela. Namun di sini penulis hanya menitik beratkan kepada nilai-nilai akhlak terpuji sebagai kajian yang perlu diamati dan didalami.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan.

Adapun secara umum akhlak dapat dibagi kepada tiga ruang lingkup yaitu akhlak kepada Allah swt, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan.

a. Akhlak Kepada Allah swt

Akhlak kepada Allah swt dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan taat yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk

29


(27)

kepada Tuhan sebagai sang khalik. Karena pada dasarnya manusia hidup mempunyai beberapa kewajiban makhluk kepada khalik sesuai dengan tujuan yang ditegaskan dalam firman Allah swt.,

Surat Adz-Zariyat ayat 56:





Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”30 (Q.S. Adz-Zariyat: 56).

Ada beberapa alasan yang meyebabkan manusia harus berakhlak kepada Allah swt antara lain:

1) Karena Allah swt yang menciptakan manusia

Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Ath-Thaariq ayat 5-7 yang berbunyi:









Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa yang diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada”31

. (Q.S. Ath-Thaariq: ayat 5-7). 2) Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indra berupa

pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 78:











Artinya:” Dan Allah swt mengeluarkan kamu dari perut ibummu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu

30 Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Termahnya, op. cit., h. 862.

31


(28)

pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.32 (Q.S. An-Nahl: ayat 78).

3) Karena Allah swt yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidupa manusia seperti: bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang-binatang ternak dan sebagainya. Firman Allah swt dalam surat Al-Jaatsiyah ayat 12-13 yang berbunyi:



















Artinya: “Allah swt yang telah menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebahagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar tanda-tanda (kekuasaan Allah swt) bagi kaum yang berfikir”.33

(Q.S. Al-Jaatsiyah: ayat 12-13) 4) Karena Allah yang telah memuliakan manusia dengan memberinya

kemampuan menguasai daratan dan lautan. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt dalam surat Al-Isra ayat 70:





















Artinya:”Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang

32

Ibid, h. 473 33


(29)

baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.34 (Q.S. Al-Isra‟: ayat 70).

Apabila manusia tidak ingin melaksanakan kewajiban sebagai makhluk berarti telah menentang kepada fitrahnya sendiri, sebab pada dasarnya manusia mempunyai kecendrungan untuk mengabdi kepada Tuhannya yang telah menciptakannya. Tujuan pengabdian manusia pada dasarnya hanyalah mengharapkan akan adanya kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat serta terhindar dari murka-Nya yang akan mengakibatkan kesengsaraan diri sepanjang masa.35 Dalam berhubungan dengan khaliknya, manusia mesti memiliki akhlak yang baik kepada Allah swt yaitu:

a) Tidak menyekutukan-Nya b) Taqwa kepada-Nya c) Mencintai-Nya

d) Ridha dan Ikhlas terhadap segala sesuatu keputusan-Nya dan bertaubat e) Mensyukuri nikmat-Nya

f) Selalu berdoa kepada-Nya g) Beribadah

h) Selalu berusaha mencari keridhoan-Nya36

b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain, orang kaya membutuhkan pertolongan orang miskin begitu juga sebaliknya, bagaimana pun tingginya pangkat seseorang sudah pasti membutuhkan rakyat jelata begitu juga dengan rakyat jelata, hidupnya akan terkatung-katung jika tidak ada orang yang membantunya.

34

Ibid, h. 231. 35

A. Mudjab Mahli, Pembinaan Moral di Mata Al-Ghzali, (Yoghyakarta: BFE, 1984), h. 257.

36


(30)

Adanya saling membutuhkan ini menyebabkan manusia sering mengadakan hubungan satu sama lain, jalinan hubungan ini sudah tentu mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu, setiap orang seharusnya melakukan perbuatan dengan baik dan wajar, seperti halnya: tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, mengeluarkan ucapan baik dan benar, jangan mengucilkan orang lain, berhusnudzon terhadap orang lain, memanggil dengan sebutan yang baik dan bagus.

Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada orang lain, melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, dan keseimbangan dalam hubungan manusia secara pribadi maupun dengan masyrakat lingkungannya. Adapun kewajiban setiap orang untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah bermula dari diri sendiri. Jika tiap pribadi mau bertingkah laku mulia maka terciptalah masyarakat yang aman dan bahagia.

Sebagai individu manusia tidak dapat bisa memisahkan diri dari masyarakat, dia senantiasa membutuhkan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Agar tercipta hubungan yang baik dan harmonis dengan masyarakat tersebut setiap pribadi harus memiliki sifat terpuji dan mampu menempatkan dirinya secara positif ditengah-tengah masyarakat.

Pada hakikatnya orang yang berbuat baik atau berbuat jahat/tercela terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Orang lain akan senang berbuat baik kepada seseorang jika orang tersebut sering berbuat baik kepada orang itu. Ketinggian budi pekerti seseorang menjadikannya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna sehingga menjadikan orang itu dapat hidup bahagia.

c. Akhlak Terhadap Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tak bernyawa. Manusia sebagai khlifah dipermukaan bumi ini menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam yang


(31)

mengandung pemeliharaan dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Sehingga manusia mampu bertanggung jawab dan tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungannya serta terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji untuk menghindari hal-hal yang tercela. Dengan demikian terciptalah masyarakat yang aman dan sejahtera.

Pada dasarnya faktor bimbingan pendidikan agama terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua di rumah, dan guru di sekolah akan dapat berpengaruh terhadap pembentukan akidah, ibadah, dan akhlak anak yang baik.

4. Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menemukan beberapa penelitian yang relevan yaitu dari hasil penulis sebelumnya. Kajian yang relevan tersebut antara lain adalah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Luqman Hakim yang berjudul “ Nilai-nilai Pendidikan pada Karakter Guru Profesional Dalam Persepektif Al-Qur`an (Telaah Surah Luqman ayat 12-19)”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan metode yang digunakannya adalah metode library reseach. Dan hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa peran akhlak dalam pendidikan agama Islam secara keseluruhan dari tiga dimensi yaitu mendidik, mengajar dan memberi contoh yang baik.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Suryadi yang berjudul “Nilai -Nilai Pendidikan dalam Surat Al-ikhlas (kajian akhlak)”. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dan dari hasil penelitian tersebut adalah melalui analisa fenomena di lapangan dengan wawancara yang dilakukan dan pengamatan pada objek penelitian, ditemukan bahwa upaya guru untuk membina akhlak yang baik pada muridnya dengan beberapa cara, yaitu, bercerita, memutar video, memberikan reward. Dan memberikan buku harian prestasi


(32)

yang beretujuan untuk meningkatkan ibadah dan akhlak yang baik. Dan beberapa pesan komunikasi yang diberikan guru kepada murid dalam upaya meningkatkan akhlak yang baik adalah dengan beberapa cara yaitu, melalui pesan komunikasi verbal dan pesan komunikasi non verbal


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis mengambil tempat penelitian

diperpustakaan Iman Jama‟, serta didukung dengan koleksi buku-buku di perpustakaan, baik di perpustakaan Utama maupun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena penelitian ini adalah bersifat kajian pustaka, maka yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini adalah buku-buku referensi dan literatur yang dapat dipertanggung jawabkan yang terkait dengan pembahasan skripsi dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan yang Terkadung dalam Surat Al-Ankabut ayat 16-24”. Penelitian ini berlangsung selama empat semester.

B.

Metode Penelitian

Dalam upaya mengungkap permasalahan yang dibahas, penulis menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu Penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang mendalam berupa kata-kata tertulis.37 Untuk memperoleh data yang representatif, dalam pembahasan skripsi ini digunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan cara menelaah, menganalisis, meneliti dari sumber rujukan atau literatur yang dapat di pertanggung jawabkan tentang masalah yang berkaitan dengan pembahasaan skripsi ini. Dimana sumber pokoknya (primer) adalah:

1. Al-Qur'an.

2. Empat buku Tafsir Qur'an : Tafsir Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, karya M. Quraish Shihab. Tafsir al-Azhar, karya H. Abdullah Malik Karim

37

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta,

2010), Cet. Ke- 2, h. 352.


(34)

Amarullah (Hamka), Tafsir Al-Maraghi, karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi, dan Shahih Tafsir Ibnu Katsir, karya Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

3. Hadits-hadits Nabi SAW.

Disamping hal tersebut, juga merujuk pada buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung. Sumber-sumber pendukung ini antara lain adalah:

1. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili.

2. Buku-buku yang berisikan ilmu-ilmu tentang Al-Qur`an, atau yang

dikenal dengan „Ulum Al-Qur‟an.

3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata Al-Qur`an, yang mana isinya merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai pula kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan.

4. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.

Adapun metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat yang dibahas dalam skripsi ini, peneliti menggunakan metode tafsir Tahlili yaitu dengan berupaya mengkaji ayat-ayat Al-Qur‟an dari segala berbagai macam aspek pengetahuan dan maknanya atau (dalam hal ini QS. Al-Ankabut 16-24) dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surah tersebut,

Tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam penelitian tentang nilai-nilai pendidikan dalam surah Al-Ankabut ayat 16-24 dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan ayat yang akan diteliti sebagai obyek bahasan.

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. 3. Diperlukan pengetahuan tentang latar belakang diturunkannya ayat/asbab

an-nuzul, yang dimaksudkan untuk mempermudah memahami pengertian-pengertian ayat.

4. Diteliti juga munasabah bagian-bagian ayat dengan ayat atau dengan ayat-ayat lain dan berbagai bentuk hubungan lain. Tampaknya hal ini dapat


(35)

disejajarkan dengan memperhatikan kontek pembicaraan yang mengitari ayat.

5. Jika diperlukan maka akan diperkaya dengan berbagai hadits Nabi Saw, yang ada hubungannya dengan pembahasan. Karena hadits dapat menjelaskan dan membantu mendapatkan pengertian makna yang terkandung dalam Al-Qur`an.

6. Memperhatikan penafsiran-penafsiran para mufasir khususnya dalam kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan utama dengan tidak mengesampingkan referensi lain yang dapat membantu dalam memahami tentang makna nilai pendidikan dalam surat tersebut.

7. Langkah berikutnya adalah pemeriksaan Tahlili, yakni usaha menafsirkan ayat-ayat yang dijadikan obyek pembahasan. Dalam hal ini terbagi dalam beberapa tahapan.Pertama,memilih, menentukan dan menjelaskan kata kunci yang dapat membantu untuk memahami konsep nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam ayat-ayat yang sedang dibahas, kedua menafsirkan ayat-ayat yang menjadi obyek pembahasan dengan menggunakan huruf bercetak tegak sebagai pembeda terjemahan ayat yang dicetak dengan huruf italic (miring), ketiga menjelaskan konsep nilai pendidikan yang ada dalam ayat yang menjadi obyek pembahasan.

Sedangkan teknik penulisan, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang telah distandarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

C.

Fokus Penelitian

Dalam membahas skripsi ini, penulis hanya fokus menelusuri kandungan surah Al-Ankabut: 16-24, dengan melihat penafsirannya serta menganalisa dengan merujuk kepada penafsiran para ulama untuk kemudian dijadikan sebagai referensi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Pemilihan ayat yang terkandung dalam surat Al-Ankabut: 16-24 ini.


(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 16-24

Surat Al-Ankabut yang berarti rumah laba-laba adalah nama surah yang ke-29 di antara surah-surah di dalam Al-qur‟an, terdiri dari 69 ayat dan termasuk dalam golongan surah-surah makiyyah. Nama surat ini diambil dari perkataan al-ankabut yang terdapat pada ayat 41 surah ini. “Dinamakan demikian karena dalam surah ini Allah swt mengumpamakan orang-orang yang menyembah berhala itu seperti rumah laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat dia berlindung dan sebagai tempat ia menangkap mangsanya. Padahal apabila ditiup angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, rumah itu akan hancur. Begitu pula dengan kaum musyrikin yang percaya dengan kekuatan sembahan-sembahan yang tidak mampu sedikitpun menolong mereka dari azab Allah swt di dunia. Apalagi menghadapi azab Allah swt di akhirat nanti‟‟.38

Al-BIqa‟I berpendapat bahwa tujuan utama surah ini adalah perintah untuk bersungguh-sungguh melaksanakan amr ma‟ruf dan nahi‟ munkar serta ajakan menuju jalan Allah dan pujian atas-Nya tanpa jemu, sedangkan menurut

Thabathaba‟I berkesimpulan bahwa tujuannya adalah menjelaskan bahwa Allah swt, menghendaki dari keimanan bukan sekedar mengucapkan: “Kami telah beriman kepada Allah”, tetapi yang dikehendakinya adalah hakikat iman yang

tercermin pada keteguhan menghadapi gelombang fitnah dan penganiayaan, tidak tergoyahkan oleh perubahan keadaan dan situasi, tetapi terus-menerus teguh bertahan kendati penganiayaan silih berganti.39

Jika memperhatikan paparan atau penjelasan para ahli di atas bahwa salah satu tujuan sentral dan yang paling utama diturunkannya surat ini yaitu menjelaskan keteguhan hakikat iman meski berbagai macam ujian dan cobaan yang dihadapi, tanpa ada perubahan sedikitpun dari keimanan tersebut

38 Ahsin w, Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Hamzah, 2006), Cet.2, h. 25-26.

39 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 4.


(37)

1. Tafsir Ayat Al-Ankabut Ayat 16

ۡوقل ܿاق ۡ܍إ ميݍܐۡبإو

ܐۡيخ ۡمܾل܍ ۖ݋وقَّ و ݌َّل ْاو܌بۡع ݌م

ۡمت݊ك ݇إ ۡمَܾل

݇وّ݆ۡعّ

٦١

Artinya: Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Ankabut ayat 16).

Allah ta‟ala memberitahukan tentang hamba, Rasul, dan kekasih-Nya, Ibrahim as sebagai pemimpin umat yang hanif bahwa dia mengajak kaumnya untuk menyembah Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, serta memurnikan ketakwaan dan permintaan rezeki hanya kepada-Nya semata tanpa sekutu bagi-Nya. Nabi Ibrahim as mengajak mereka dengan dakwah yang sederhana dan jelas, tak kompleks dan misterius. Dakwah itu disampaikan secara teratur dengan cermat, sehingga sangat baik jika diteladani oleh pembawa dakwah. Ia memulai dengan menjelaskan hakikat dakwah dan mengajak mereka kepada-Nya,

“Sembahlah olehmu Allah swt dan bertakwalah kepada-Nya.

Kata ta‟lamun terambil dari kata alima- ya‟lamu yang mempunyai arti mengetahui, mempelajari. Dan dari ayat tersebut terdapat dorongan bagi mereka untuk menghilangkan kebodohan dari diri mereka sendiri dan memilih kebaikan bagi mereka..

Musthafa Al-Maraghi menafsirkan: “ingatkanlah kepada kaummu kisah Ibrahim as setelah akalnya sempurna, mampu mengadakan penelitian, meningkat martabatnya dari martabat kesempurnaan ke martabat memberi petunjuk kepada manusia, dan melaksanakan dakwah kejalan yang haq, maka ia menyeru kaumnya untuk menyembah Allah swt semata, yang tidak mempunyai sekutu, memurnikan ibadah kepada-Nya, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun dalam keadaan terang-terangan, dan menjauhi kemurkaan-Nya dengan melaksanakan segala kewajiban-Nya dan menjauhi kemaksitan.”40

40


(38)

Allah swt memerintahkan nabi Muhammad saw agar menceritakan kepada kaumnya kisah nabi Ibrahim as. Setelah dewasa dan sempurna pertumbuhan akalnya, sanggup untuk berpikir dan menganalisa sesuatu dengan objektif serta telah memungkinkan untuk mencapai derajat kenabiaan yang sempurna, maka Ibrahim as mulai mencurahkan perhatiaanya menyeru manusia untuk menerima kebenaran yang dibawanya. Ia mengajak mereka untuk mengEsakan Allah swt dalam ibadah dan membersihkan diri dari segala bentuk kemusyrikan. Ia juga menyerukan agar mereka ikhlas mengabdi kepada Allah swt baik ketika seorang diri atau dihadapan orang banyak, serta menjauhi murka Allah swt dengan melaksanakan segala tugas dan kewajiban yang diperintahkan-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya

Maka penulis berkesimpulan dari uraian di atas bahwa untuk mencegah diri dari segala kemusyrikan yang ada yaitu dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya tanpa ada penyelewengan sedikitpun yang mengenai tentang akidah, dan berilmulah karena dengan ilmu seseorang bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.

Al-Ankabut Ayat 17

݈ثۡوأ ݌َّل ݇و܋ ݈م ݇و܌بۡعّ اَ݆݉إ

݇و܌بۡعّ ݈ي܎َل َ݇إ ۚاًܾۡفإ ݇وقّۡ܊ّو ا

قܑۡ܏ ۡمܾل ݇وّܾ݆ۡي ال ݌َّل ݇و܋ ݈م

قِܑۡܐل ݌َّل ܌݊ع ْاوغتۡب ف ا

݌ۡيلإ ۖٓۥ݌ل ْاوܐܾۡش و ݋و܌بۡع و

݇وعجۡܐّ

٦١

Artinya: Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan. (QS. Al-Ankabut ayat 17).

Kata  autsanan adalah bentuk jamak dari kata watsan, yaitu berhala yang berupa batu atau dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan


(39)

yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus dari pada kata ashnam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak berbentuk.41

Kata autsanan dalam ayat ini berbentuk nakirah sehingga mengisyratkan bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak berdasar serta berupa kebohongan dan pemutar balikan fakta karena berhala-berhala itu tidak mampu memberikan manfaat kepada penyembahnya.42

Ahmad Mushtafa al-Maraghi menegaskan bahwa pada ayat ini “Allah swt memberitahukan kepada orang kafir bahwa apa yang mereka sembah selain Allah swt itu tidak lain hanyalah berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri, dan mereka berdusta ketika menamakannya sebagai Tuhan serta

mengakuinya dapat memberikan syafaat bagi mereka di sisi Tuhan”.43

Dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur‟an, dijelaskan bahwa nabi Ibrahim menjelaskan kepada mereka kerusakan kepercayaan mereka selama ini ditinjau dari beberapa segi. Pertama, mereka menyembah berhala-berhala selain Allah swt, dan itu adalah penyembahan yang amat bodoh. Apalagi jika mereka menghindar untuk menyembah Allah swt. Kedua, dengan penyembahan itu mereka tidak bersandar pada dalil. Berhala itu hanyalah buatan mereka dengan penuh misi dusta dan kebatilan mereka menciptakannya sebagai suatu ciptaan yang tak ada cerita sebelumnya, karena mereka membuat sesuai dengan dorongan diri mereka tanpa ada dasar dan kaidah yang menjadi pijakan mereka. Ketiga, berhala-berhala ini tidak memberikan manfaat bagi mereka sedikitpun.44

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka sembah ini hanyalah berhala. Berhala itu adalah buatan tangan mereka sendiri, lalu mereka beriman. Padahal berhala mereka terbuat dari batu atau dari kayu.

41

M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 461.

42 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirannya, (Jakarta: Departemen Agama RI,

2007), Cet I, h. 377. 43

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra.

1989), h. 218. 44

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema


(40)

Mereka membuatnya sendiri lalu kemudian mereka sembah dan mereka muliakan dan mereka beri nama dan mereka Tuhankan, perbuatan mereka sudah nyata dusta.

Kata  rizqan terambil dari asal kata razaqa yarzuqu rizqon yang

artinya “tiap-tiap rizki yang memberi manfaat”.

Penulis menarik kesimpulan bahwa rizki itu adalah sesuatu hal yang dapat memberikan asas manfaat terhadap orang lain yang datangnya langsung dari Allah swt melalui perantara. Oleh karena itu dianjurkan kepada manusia agar sekiranya terus meningkatkan ibadahnya dan meminta rizki kepada Allah, karena Allahlah sang maha pemberi rizki dan memberikan kepada orang yang Ia kehendaki-Nya.

Selanjutnya kata fabtaghu terambil dari kata bagha yang antara lain berarti meminta atau menuntut sesuatu melebihi batas moderasi, baik dalam kuantitas maupun kualitas.

Ahmad mustafa al-maraghi menjelaskan, maka carilah rizki dari Allah swt bukan dari berhala-berhala kalian, niscaya kalian akan memperoleh apa yang kalian cari itu dan beribadah kepada-Nya semata dan bersyukurlah atas segala nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kalian seraya memohon tambahan dan karunia-Nya.

Rizki itu menjadi pikiran utama banyak orang, terutama jiwa yang tak dipenuhi dengan keimanan. Namun mencari rizki dari Allah swt adalah hakikat yang bukan sekedar untuk mendorong kecendrungan yang tersimpan dalam jiwa.

Al-Ankabut Ayat 18










(41)

. Artinya: dan jika kamu (orang kafir) mendustakan, Maka umat yang sebelum kamu juga telah mendustakan. dan kewajiban Rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya." (QS. Al-Ankabut ayat 18).

Ayat 18 di atas merupakan lanjutan nasihat nabi Ibrahim as kepada kaumnya, setelah beliau melihat tanda-tanda penolakan mereka atau nasihat tersebut beliau sampaikan sebelum beliau telah menyampaikan nasihat lalu mereka menolak. Bisa juga ayat di atas adalah komentar sekaligus teguran dari Allah swt kepada kaum musyrikin untuk memberikan penegasan bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan ajaran agama Allah dan mengajak kepada kebeneran.

Ayat di atas dapat juga merupakan penjelasan tentang pendustaan dan akibatnya yang akan dialami oleh mitra bicara yang menolak kehadiran rasul. Seakan-akan menyatakan kepada kaum musyirikin bahwa keadaan kamu dalam menolak ajaran rasul, serupa dengan keadaan umat-umat yang lalu. Mereka juga mendustakan Rasulnya, sikap itu mengundang jatuhnya siksa Allah swt, mereka tidak mampu menolaknya dan tidak juga ada yang menolong mereka.

Di dalam tafsir Fakhr al-Razi dikatakan dalam ayat ini terdapat dua khitab. Pertama, menceritakan tentang kaum nabi Ibrahim as. Sebagaimana ibrahim

berkata kepada kaumnya “jika kamu mendustakan, maka umat-umat sebelum kamu telah mendustakan”. Kedua, bahwasannya khitab itu adalah khitab terhadap kaum nabi Muhammad dan penjelasannya, bahwasannya hikayat-hikayat yang banyak itu untuk tujuan-tujuan tertentu. Tetapi hikayat itu merupakan hikayat yang baik, oleh karena itu banyak sekali penghikayat mengatakan untuk apa aku kehilangan hikayat ini. Nabi Muhamammad bermaksud memberi peringatan kepada kaumnya mengenai umat-umat terdahulu, sehingga mereka mencegah dirinya dari berbohong dan mereka menggigil karena takut siksaan, lalu Nabi


(1)

20. Rasyid Majid Pw,lfiembenahi Akhl aq

M

ew ari s i Kas i h Say an g,

(Bosor: Cahaya 2003), Cet. I, h. 1.

12 13

/---t---\

-...-

S_2

21.

Pr;r.,l4 emb e nahiAkh I aq Mew a ri s i Kas i hSay ang,

(Bogor: Cahaya. 2003), Cet. I, h. 2.

Majid

Rasyid 13 14

22.

Hasan

Hafrdz,

Dasar-dasarPendidikandanllmuJiwa,

(Solo: Ramadhani, 1989), h. 12.

14

t4

-S

--t-23.

Ahmad

D.

Marimba,

PengantarFilsafatPendidikan,

(Bandung:

PT

Al-Ma'rif,

1989), h. cet,VIII, h. 19.

15 14

\AJ

24.

M

Sastraprtedja,

PendidikanNilaiMemasukiTahun

2000,

(Jakarta: Cramedia, 1993). h.

l.

16 15

/\

Abdul Kholiq et.al,

PemikiranPendidikan h I

am,

(Y ogy akarta: PustakaPel

ajar,

1.999), h.

17

1s<

\a--->

I

zo.

Abudin

Nata

danFauzan,

PendidikandalamPersepektifiIadisr,

(Jakarta:

UIN

Jakarla pres s.2005), h.27 4.

18 16

'T=

27.

A.

Mustafa,

AkhlakTasawuf,

(Jakarta:

Pustakasetia, 1999), h. 197.

19

16!

rF

28.

A.

Mustafa,

AkhlakTasawuf,

(Jakarta:

PustakaSetia, 1999), h. 198.

20 17

---\:)

29.

A.

Mustafa,

AkhlakTasaywf,

(Jakarta:

PustakaSetia, 1999), h. 200.

2t

17

F

30. Departemen Agama,

Al-Qur'an

danTerntahnya, oo. cit., h. 862.

22 1,9

F

31. Departemen Agama,

Al-Qur'an

danTermahnya, op. cit., h.473.

23 20

<T=----.

-F

32. Departemen Agama,

Al-Qur'an

danTermahnya, op. cit., h. 473.

24 20

+

13. Departemen Agamq

Al-Qur'an

danTermahnya, op. cit., h. 399.

25 21

.F

14. Departemen Agamq

Al-Qur'an

danTermahnya, op. cit., h.231.

26

2t

P

35.

A.

MudjabMahli,

Pembinaan

Moral

di

Mata

Al-Ghzali, (Yoshyakarta: BFE, 1984), h. 257.

2'7 22

.u

36.

Abudin Nata,

AkhlakTasawuf, (Jakarta: PT.

Raia GrafindoPersada, 1996), h. 148.


(2)

BAB

IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Abuddin

Nata,

Ilmupendidikai

lstam

DenganPendekatanMultidisipliner,

(Jakarta, 2010), Cet.Ke- 2, h. 352.

BAB

IV HASIL PENELITIAN

Ahsin

w,

Al-Hafidz,

Komutlt*i-Al-dtrrii,

Jakarta: Hamzah,2006), Cet.2. h. 25-26.

M.

QuraishShih

ab,

Ta.fsir

Al-Mirbahpes"",

kesan,

dankeserasian

Al-eur'an,

(Jikarta:

LenteraHati, 2002). h. 4

Ahmad

Mustafa al-Maraghi, T"ri"mohTa,fri

Al-Maraehi,h.

218.

M.

QuraishSyihab,

Tafsir Af

MisbahPesanKesandanKeserasian

Al-eur,an,

(Jakarta: LenteraHati, Z00Z).

h.

461.

Depademen

Agama

RI,

,,ll-err'r,,

Dn,

Tctfsirannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007). Cet I. h. 377 .

Ahrnad Mustafa

Al-Maraghi,

Tui"mohTnfsi,

Al-Maraghi,

(Semarang: Toha

putra. l9g9),

h.

SatyidQuthb,

Fi

Zhitatil A*h"

DiBawahNaungan

Al-Qur'an,

(Jakarta: Cemalnsani Press, 2004). h.95.

Muhammad

Idris

Abdul

Ra.,f

ul-M*ba,r|

Kan.rus Arab Melatu, ( Darullhva ). h.

Muhammad al-RaziFak}ruddin.

TafsiiFakhn al-Razi. .. . h. 46.

M.

QuraishShihab,

Tafsir

af

,

MisbahP es anKesandanKeserasian

Al-ettr'

an, h.462-463.

Departemen Agama,

Al-eurh"

danTa,fs

irannya,

(Jakarta:

Depart"-"n

Agorru Cet.

l.

h. 378.

Muhammad

Idris

Abdul

Rurl ul-M-b*i,

Kamus Arab

Melaw,

h. 222.


(3)

-rup^.,,^t

trto,,.orn

Al-Our'an- h- 96

t4

35

=F

51.

Departemen

Agama

R'I,

Al-Qur'an

Dan

,t ^t^:-^---,- I 'L9/l

15 35

__

\a_,

I

52.

Luis

Ma'luf,

Al-Munjid,

(tserrut,

Dar

el-r\,r^^L-6a IOCK\ h ,R

16 35

'a

53.

M.

QuraishShihab,

IdJstr

At-MisbahPesanKesandanKeserasian al-Qur'an,

h.464.

t7

36

u

l-54. Muhammad Nasib

al-Rifa'I,

Kemudahan

l)art

Allah:

RiangkasanTafsirlbnKatsir,

Terj'

Syihabuddin, (Jakarta: Gemalnsani

Press'

l

ooo\

^Ar

v^-1

h

1)1 M.QuraishShihab,

al-Qur'an, M is b ah P e s an d an K e s a n Ke s er 0s i an

h. 465.

Tafsir

Al-

18 JO

<=U)

\-55.

l9

56. Ahmad Mustafa al-illatag)'tt,'1'erjemah I alstr

dt-t

r.,,"--Li L

1'.>1

yE,

M.QuraishShihab,

Tafsir

Al-Mis b ah P e s on d anK e s an Ke s er a s i a n

h. 468

al-Qur'an,

20 17

57.

21 39

--,

- 1-

\s,_>

--....-

\-58.

Abdurrahman

Mas'ud,

Menggagas

!

ormat

PendidikanNondikotomik, (Yogyakarta: Gama r, r:- /rr\.\a\ L 1,4 17

IVIg(jr4r zwuz,r,

22 40

!.-\z

r-59. M.QuraishShihab,

TaJsir

At-M is b ah P e s an danKe s a nKe s er as i an

h.470.

al-Qur'an,

23

4t

{-\-.---+J

I

60. Muhammad

Nasib al-Rii'a'I,

Kemudahan

Dart

Allah:

RiangkasanTafsirlbnKatsir'

(Jakafla:

^ --r-^^-: rr-^--

IOOO\

ia+ t h

7)1

24 41

---\--\--,

6TTSayyidQuthb.

Fi Zhilalil

Qur

an

Dt

I BawahNaungan

Al-Qur'an.h'

98'

25

:

OZ. I

en*ua

Mustafa al-Maraghi,

Ierjemahla|str

at'

I

Marashi,h.223.

26 43

.:s

63. I SayyidQuthb'

TafsirZilalil

Qur-an' h'9e'

,.. 27 45

64.

I)epartemen Agallra

D'

Y

1 d .r-:---^-.- 1.11O

agnlulttt utttly.t,

28 45 i:---J

\

S>

\

b-65

66

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Teriemahla|str

at-n

r^-^-L; h ,)

/-n^rtk^. f"ftrl

Al-Azhar'

(Jakarta:

PT

PustakaPanji Mas, 1982) Juzz

XX, h'

168'


(4)

I

67.

Departemen

Agama

RI,

Al-Qur'an

danTafs irannya, h. 383.

30 48

G-68. AswiiRony, dkk" Alatlbadah Muslim Koleksi Museum Aclhityawarman, (Padang:

B agianProyekPembinaan?ermuseuman

Sumatera Barat, 1999), h.18.

31 50

\

- (>

69. AswilRony, dkke Alatlbadah Muslim Kolel<si

Mus eum Ad h i tyaw a rman, (Padang: B agianProyekPembinaanPermuseuman

Sumatera Barat, 1999), h.

32 51

70. Departemen Agama F.I, Al-Qu

r'

an danTafsirannya, h.492

33

---

--q2

\---71. AswilRony, dkk, Alatlbadah Muslim Koleksi Mus eum Adhityaw arman, (Padang:

BagianProyekPembinaanPermuseuman

Sumatera Barat, 1999), h. 26-31

52

72. M. QuraishShihab, op. cit., h. 593. 36 53

'-=-\b-Rilat

Syauqi

Nawawi, Kepribadian

Qur'oni, (Jakarta: Amzah, 201 1), Cet.1,h. 74.

37

:

i-D

--f--:-74. M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda,

(Banduns: Maria, 2012), Cet. I, h. 74.

54

,\

_

- \

-H

\7---'

75. M. Imam Pamun gkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda,

(Bandung: Maria, 2012), Cet. I, h. 73.

39 55

76. AsefUmar Fakhruddin, op. cil., h. 100. 40 56 77. Fu'ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op. cit., h

.41.

41 56

F-18. Asefumar Fakhruddin, ap. cil., h. 101.

56<

79. HamkaAbdul Aziz, op. cit., h.101. 43 57

_t>

80. Abdullah bin Jarullah, FenomenaSyukur,

B erzikirdanBerlikir, h. 4 I -42

44 59

+_

81.

Abdul

A'la

Al-Maududi,

Esensi Al-Qur'an,

F ilsafatPolitikEkonomi

Etika,

(Jakarta: Mizan),

h.20.

45 59


(5)

Anshori Umar Sitarggal, Islam

M

emb in a

M

as y ar akotA d

ilM

akmur, (tt: Pustaka QuraisShihab, wcw as an

Al-Qur'

an

Tafs

ir

M au dhi'

I

a t as P e I b a ga i P e rm a s a I ah anUma 1996). cet II. h. 81

M.

QuraishShihab, TaJisr

Al-Misbah:

Pesan,

KesandanKeserasian

Al-Qur'an,

(Jakarta: LenteraHati. 2002\. h. 392.

Menyetujui,

'

Abdul

Ghofur,

MA


(6)

DEPARTEMEN AGAMA UIN JAKARTA

FITK

Jl. k. H. .lr.n<!a Uo 6 Cip,lal 15412 lndonesia

FoRM

(FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-081 Tgl.

Terbit :

5 Januari 2009

No-

Revisi: :

00

Hal 1t'l

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor

Lamp.

Hal

: Un.0l/}- 1/KM.01 .31...1... :,...

: Bimbingan

Skipsi

Jakarra,2iT

llii

2016

Kepada Yth.

Bpk Abdul Ghofur,

MA

Pembimbing Shipsi

Fakultas Ilmu Tar.biyah dan Keguruan

IJIN Syarif Hitlayatullah

Jakarta-Assal amu' ala ikum wr. wb.

Dengan

ini

tliharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing Vtr

(materVteknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Nama

: Karen Solihin

NIM

:109011000243

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Semester

: XW @mpat Belas)

Judul

Skipsi

:

Nilai-Nilai

Pendidikan Yang Terkandung Dalam Surat

Al-Ankabut

Ayat l6-24.

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 15 Februari

2013

,

abstaksi/o utline tt:ilunpir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada

judul

tersebut. Apabila perutahan substansial diaoggap

perlu,

mohon pembimbing

menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingaa skripsi

ini

diharapkan selesai dalam waktu

6

(enam) bulan, dan dapat

diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat petpanjangan.

Atas perhatian

drt

kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Was s alatnu' a I aikum w'-wb.

a.n. Dekan

Sekjur

r, Hj. MarhamatrSaleh,

Il,

M

t'l..rp.

t gzzo3 t :2oo8o I 20 I o Tembusan:

l.

Dekan FITK