Implementasi fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/V/2000 dan No. 23/DSN-MUI/II/2002 tentang pembiayaan Murabahah di BMT Surya Kencana Balong Ponorogo. - Electronic theses of IAIN Ponorogo

  

IMPLEMENTASI FATWA DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000

DAN No. 23/DSN-MUI/III/2002 TENTANGPEMBIAYAAN

MURA<BAHAHDI BMT SURYA KENCANA BALONG

  

PONOROGO

SKRIPSI

  Disusun Oleh:

  

EFA MEGASANTI

NIM. 210213125

  Pembimbing :

  

AGUNG EKO PURWANA, SE, MSI

NIP. 197109232000031002

JURUSAN MUAMALAHFAKULTAS SYARI ’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)PONOROGO

2017

  

ABSTRAK

  Santi, Mega Efa. 2017, Implementasi Fatwa DSN MUI N0.04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002TentangPembiayaan Mura>bahah di BMT Surya Kencana Balong Ponorogo. Fakultas Syariah Jurusan Muamalah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Agung Eko Purwana, SE, MSI Dalam fatwa No. 4 tahun 2000 tentang akad mura<baha{h pada bagian pertama pasal 9 mengenai barang yang dijual kepada nasabah adalah milik bank sendiri dalam arti barang tersebut sudah sah dibeli bank dari penjual dan pembelian dari barang tersebut harus sah dan bebas dari riba. Akan tetapi dalam praktek yang ada secara prinsip barang belum menjadi milik penuh dari BMT, bahkan nasabah yang datang niatnya untuk mendapatkan sejumlah uang bukan untuk membeli barang. kemudian nasabah yang mengajukan suatu pembiayaan untuk jangka waktu yang lumayan panjang akan tetapi pelunasannya dilakukan lebih awal maka pelunasan pada bulan apapun bagi hasilnya dihitung sampai bulan pelunasan. Dalam fatwa No. 23bagian pertama poin ke-1 yang intinya jika nasabah melakukan pelunasan pembayarn tepat waktu atau lebih cepat, LKS boleh memberikan potongan asal tidak diperjanjikan di dalam akad. Dalam hal ini apakah potongan yang ada di BMT Surya Kencana diperjanjikan di awal akad atau tanpa adanya perjanjian di awal akad dan bagaimana tentang kepastian pembagiannya, hal inilah yang belum diketahui secara pasti. Berangkat dari uraian ini peneliti mengambil tema “Implementasi Fatwa DSN MUI N0.04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002Tentang Pembiayaan Mura>bahah di BMT Surya Kencana Balong Ponorogo ”.

  Dari latar belakang diatas peneliti menggunakan tiga rumusan masalah 1. Bagaimana implementasi fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN- MUI/III/2002 pada prosedur pembiayaan mura>bahah di BMT Surya Kencana. 2.

  Bagaimana implementasi fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN- MUI/III/2002 dalam penyelesaian wanprestasi pada pembiayaan mura>bahah di BMT Surya Kencana. 3. Bagaimana implementasi fatwa No. 04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam pembiayaan mura>bahahdi BMT Surya Kencana.

  Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yang bersifat dekriptif kualitatif. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif, yaitu data dari lapangan dianalisa apakah sesuai dengan Fatwa atau tidak.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam prosedur pembiayaan mura>bahah di BMT Surya Kencana yang terbagi dalam 3 pembahasan yaitu pelaksanaan, akad dan ketentuan jaminan, dari tiga pembahasan ini belum sepenuhnya mengakomodir amanat fatwa. Begitu pula dengan penyelesaian wanprestasi sudah benar diselesaikan melalui jalan kekeluargaan, hanya saja jika ada masalah yang tidak tercapai kesepakatan tidak diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syariah Nasional. Adapun tentang pemberian potongan sudah sesuai dengan fatwa karena pemberian potongan yang ditetapkan di BMT Surya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muamalah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan

  manusia, Islam memberikan aturan-aturan yang global untuk memberikan kesempatan bagi perkembangan hidup manusia yang seiring dengan berkembangnya zaman, berbedanya tempat serta situasi. Karena memang pada dasarnya alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang mana telah diatur hal-hal sedemikian rupa. Oleh karena itu, manusia diharapkan bisa menjalankan semua aturan-aturan yang

  1

  telah diatur dalam Al- Qur‟an. Hal di atas juga sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:

   

   

   

  Artinya:

  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

  sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

  2

  kepadamu . Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmani dengan cara yang paling baik. Tentunya seorang muslim harus mempertimbangkan dan 1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindp Persada, 2005), 11 memperhatikan apakah transaksi dalam bermuamalah dengan manusia itu sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar-dasar muamalah yang telah di syariatkan. Islam dalam bidang muamalah bukanlah ajaran yang kaku, sempit atau mati, melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis yang dapat mengakomodasi berbaga i perkembangan transaksi mu‟amalah asalkan itu

  3 tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum.

  Bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah terbilang sangat banyak jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu ada jual beli yang banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ al-

  4 mura<baha{h.

  Al- Qur‟an tidak pernah secara langsung membicarakan tentang mura>bahah, walaupun disana terdapat sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Hadits Nabi Muhammad SAW juga juga tidak ada yang memiliki rujukan langsung tentang mura>bahah. Para ulama generasi awal seperti Malik dan Syafi‟i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli mura>bahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat mereka dengan satu Hadits pun. Al-Kaff, seorang kritikus mura>bahah kontemporer, menyimpulkan bahwa mura>bahah adalah salah satu jenis jual beli yang tidak dikenal pada zaman Nabi atau para sahabatnya. Menurut para tokoh ulama 3 4 Suhendi, Fiqh Muamalah, 11 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani mulai menyatakan pendapat mereka tentang mura>bahah pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah atau bahkan lebih akhir lagi. Mengingat tidak adanya rujukan baik dalam Al-

  Qur‟an maupun Hadits shahih yang diterima umum, maka para fuqaha harus membenarkan mura>bahah dengan dasar yang

  5 lain.

  Mura>bahah didefinisikan oleh para fuqaha sebagai penjualan barang seharga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Dalam beberapa kitab fiqh murabahah merupakan salah satu dari bentuk jual jual beli yang bersifat amanah, di mana jual beli berbeda dengan jual beli tawar menawar. Mura>bahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahukan kepada pembeli, sedangkan jual beli dengan tawar menawar adalah transaksi yang terlaksana anatar penjual dengan pembeli dengan suatu harga tanpa

  6 melihat harga asli barang.

  Menurut Mohammad Hoessein, mura>bahah adalah jual beli barang dengan harga asal ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahukan harga pokok produk yang ia jual dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

  Terminologi jual beli adalah pemindahan hak milik /barang /harta 5 kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Terdapat

  Bayga Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah ( Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2012), 25 beberapa bentuk akad jual beli dan akad yang sering digunakan oleh bank syariah dalam melakukan pembiayaan kepada nasabahnya yang salah satunya adalah mura>bahah.

  Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan mura>bahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual beli di mana bank membiayai atau membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati.

  Pembayaran nasabah dilakukan secara mencicil/angsuran dalam jangka yang

  7 ditentukan.

  Bersamaan dengan fenomena yang semakin berkembang dimasyarakat ini, menjadikan semakin banyak masyarakat untuk kembali ke ajaran agama, banyak bermunculan lembaga keuangan syari‟ah berusaha menerapkan prinsip syari‟ah Islam yaitu lembaga keuangan seperti Bank Pengkreditan

  8 Rakyat (BPR), Asuransi ( taka<ful), dan Bayt al-ma<l wa At-tamwi<l(BMT).

  Dengan demikian keberadaan lembaga keuangan syariah menjadi organisasi yang sah dan legal yang harus berpegang teguh pada prinsip- prinsip syari‟ah.

  Selanjutnya, BMT sebagai wadah dalam membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil dan makmur berlandaskan syari‟ah dan ridho Allah SWT. Sehingga, dapat dipahami bahwa BMT bukan semata-mata mencari keuntungan saja,

  7 8 Ibid., Hartanto Widodo et.at, PAS Panduan Praktis Baitul Mal Wat Tamwil (Bandung: Mizan, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil,

  

9

sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.

  Baitul Ma>l wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah. Sebagai lembaga keuangan BMT tentu menjalankan fungsi menghimpun dana

  10

  dan menyalurkannya. Dalam operasionalnya setelah mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok, simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobilisasikan dana tersebut dengan mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela dengan berasaskan akad wadiah dari anggota seperti, simpanan biasa, simpanan pendidikan, simpanan haji, simpanan umrah, simpanan qurban, simpanan idul fitri, simpanan walimah, simpanan akikah dan lain sebagainya. Kegiatan pembiayaan/ kredit usaha kecil bawah (mikro) dan kecil, antara lain: pembiayaan muda>rabah, pembiayaan musya>rakah, pembiayaan mura>bahah, dan juga pembiayaan

  bay’ bi saman

  , pembiayaan qard al-hasan. Selain kegiatan yang berhubungan dengan

  ajil

  keuangan di atas, BMT dapat juga mengembangkan usaha di bidang sektor riil, seperti pendirian kios, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau

  11 pengolahan hasil, serta usaha lain yang layak dan menguntungkan.

  Demikian halnya dengan apa yang dijalankan oleh BMT “ Surya Kencana” ini diharapkan mampu menjawab permasalahan umat dalam kegiatan ekonomi, memberdayakan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, mensinergikan kepedulian 9 aghniya’ (orang mampu) dengan dhuafa’ (kurang

  Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), 127-128. 10 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2009), 461.

  mampu) secara terpola dan berkesinambungan serta memberikan rasa aman dan kepercayaaan terhadap para nasabahnya. Kehadirannya ditengah-tengah masyarakat merupakan wadah alternatif bagi umat Islam yang selama ini meragukan keberadaraan bank pada umumnya, yang selanjutnya menjatuhkan pilihan pada BMT yang berusaha secara Islami.

  BMT Surya Kencana juga memiliki produk simpanan dan pembiayaan. Produk simpanan meliputi SISUKA (Simpanan Sukarela), Simpanan Pendidikan, Simpanan Qurban dan Simpanan Umrah. Sedangkan pembiayaannya meliputi pembiayaan mudha>rabah, pembiayaan mura>bahah, pembiayaan musya>rakah, pembiayaan ija>rah muntahiya bit tamlik, dan pinjaman qard. Akan tetapi pinjaman qard ini belum direalisasikan oleh BMT Surya Kencana. Sedangkan jasa-jasa lainnya yang dilayani oleh BMT Surya Kencana diantaranya adalah transfer antar bank, pembayaran listrik, pembayaran telfon, pembayaran token listrik, payment universitas/perguruan tinggi seluruh Indonesia.

  Produk yang diminati oleh nasabah di BMT “Surya Mandiri” adalah jual beli mura<baha{h . Bahkan hampir 70% nasabah memakai produk itu yang

  30% adalah pembiayaan lainnya. Produk jual beli Mura>bahah ini banyak diminati karena dipandang sebagai transaksi yang sederhana, selain itu pihak BMT akan memberikan bonus bagi nasabah yang membayar angsuran tepat waktu atau sebelum jatuh tempo. Penanganan administrasi mudah sehingga

  12 nasabah mengetahui kewajiban yang harus dibayarkan setiap bulan. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa mura>bahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Dalam Fatwa DSN MUI No. 4 tahun 2000 tentang akad mura<baha{h pada bagian pertama ayat ke empat telah dijelaskan sebagai berikut : “Bank

  

membeli barang yang diperlukan atas nama bank sendiri, dan pembelian ini

harus sah dan bebas Riba”. Maksudnya barang yang dijual kepada nasabah

  adalah milik bank sendiri dalam arti barang tersebut sudah sah dibeli bank dari penjual dan pembelian dari barang tersebut harus sah dan bebas dari riba.

  Dalam Fatwa MUI nomor 4 Bab pertama pasal 9 : “ Jika bank hendak

  

mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad

jual beli mura>bahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi

milik bank”.

  Maksud dari fatwa ini adalah jika memang bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang yang dipesannya maka secara prinsip barang tersebut sudah harus menjadi milik bank. Akan tetapi pada fakta yang ada di BMT Surya Kencana nasabah yang datang untuk mengajukan pembiayaan mura>bahah menandatangani perjanjian akad mura>bahah sebelum barang tersebut dimiliki oleh pihak BMT, bahkan nasabah yang datang dengan mengajukan pembiayaan mura>bahah setelah disetujui oleh pihak BMT akan mendapatkan sejumlah uang sesuai dengan yang diajukan oleh nasabah, bahkan uang tersebut bisa dapat digunakan oleh nasabah bukan hanya untuk membeli barang bisa juga untuk modal usaha atau hal lainnya. Karena dalam hal ini pihak BMT juga tidak melakukan pengecekan terhadap nasabah atas barang yang telah dibeli.

  Selain dari pada itu nasabah yang mengajukan suatu pembiayaan untuk jangka waktu yang lumayan panjang akan tetapi pelunasannya dilakukan lebih awal maka pelunasan pada bulan apapun bagi hasilnya dihitung sampai bulan pelunasan. Dalam hal ini apakah potongan tersebut diperjanjikan di awal akad atau tanpa adanya perjanjian di awal akad dan bagaimana tentang kepastian pembagiannya, hal inilah yang belum diketahui secara pasti.

  Berangkat dari masalah inilah penulis merasa masih ada yang perlu dicari jawabannya yaitu pertama, mengenai prosedur pembiayaan mura>bahah di BMT “Surya Kencana” kedua, mengenai penyelesaian wanprestasi di BMT “Surya Kencana” ketiga, mengenai potongan pelunasan mura>bahah di BMT “Surya Kencana”.

  Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertulis dalam sebuah skripsi yang berjudul “Implementasi Fatwa DSN MUI N0.04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN- MUI/III/2002Tentang Pembiayaan Mura>bahah di BMT Surya Kencana Balong Ponorogo

  ” B.

   Penegasan Istilah

  Untuk mempermudah pembaca dalam memahami judul yang penulis buat, maka perlu adanya penegasan istilah sebagai berikut :

  1. Implementasi, adalah penerapan, pelaksanaan.

  2. Fatwa MUI, adalah kumpulan nasehat atau jawaban pertanyaan hukum dari para ahli hukum Islam yang dituangkan berdasarkan ijtihad yang

  13 sungguh-sungguh.

  3. DSN, adalah Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang bertugas mengawasi produk- produk lembaga keuangan syari‟ah agar sesuai dengan

  14 syari‟ah Islam.

  4. Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 adalah fatwa yang terkait dengan

  15 mura>bahah.

  5. Fatwa No. 10/DSN-MUI/IV/2000 adalah fatwa yang terkait dengan

  16 waka>lah.

C. Rumusan Masalah

  Melihat dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasifatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan

  No. 23/DSN-MUI/III/2002 pada prosedur pembiayaan mura>bahah di BMT 13 Surya Kencana ?

  Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016),

  13 14 15 Ibid., DSN MUI, “ Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000, “ dalam

(diakses pada tanggal 15 Mei 2011. 16 DSN MUI, “ Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000, “ dalam

  2. Bagaimana implementasi fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002dalampenyelesaian wanprestasi pada pembiayaan mura>bahah di BMT Surya Kencana ?

  3. Bagaimana implementasi fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam pembiayaan mura>bahahdi BMT Surya Kencana?

D. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.

  Untuk mengetahui implementasi fatwa DSN MUI No.04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002padaprosedur pembiayaan mura>bahahdi BMT Surya Kencana.

  2. Untuk mengetahui implementasi fatwa DSN MUI No.04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002tentang penyelesaian wanprestasi dalam pembiayaan mura>bahahdi BMT Surya Kencana.

  3. Untuk mengetahui implementasi fatwa DSN MUI No.04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002tentang potongan pelunasan dalam pembiayaan mura>bahah di BMT Surya Kencana.

E. Manfaat Penelitian

  Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1.

  Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran yang berarti bagi khasanah keilmuan perbankan syari‟ah.

2. Secara praktis a.

  Bagi BMT Memberikan informasi kepada BMT Surya Kencana dalam mengambil langkah selanjutnya demi menciptakan setrategi yang tepat untuk meningkatkan kredibilitas dan profesionalitas.

  b.

  Bagi Lembaga Keuangan Syariah Bagi lembaga keuangan syariah penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengambil kebijakan dan peningkatan kualitas produk dan layanan.

  c.

  Bagi Pemerintah Adapun manfaat dari penelitian ini bagi pemerintah berguna untuk meningkatkan sosialisasi tentang lembaga perbankan syariah seperti bank syariah, BMT, BPRS dan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya kepada masyarakat.

F. Kajian Pustaka

  Sejauh pengetahuan penulis sebelumnya sudah ada sejumlah karya yang membahas tentang Lembaga Keuangan Syariah khususnya lembaga BMT. Yang mana dalam bentuk buku, ataupun hasil-hasil penelitian lain yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang tentu saja dapat memberikan masukan dan arahan terhadap penelitian yang akan penulis paparkan. Diantaranya adalah karya:

  Penelitian Muhayat “Aplikasi Pembiayaan Mura>bahah di BMT Natijatul Umat Babadan Ponorogo” pada tahun 2008. Di dalamnya membahas mengenai keuntungan dalam pembiayaan mura>bahah yang diterapkan di BMT Natijatul Umat dan juga teknik pemesanan pembelian barang yang dipraktekkan di BMT Natijatul Umat dan jaminan yang diberikan atas pembelian dari suatu barang oleh peminjam, jaminan pembiayaan dimaksudkan sebagai kepercayaan BMT, sehingga BMT mempunyai keyakinan atas prospek pengguna dana dan juga keyakinan peminjam akan

  17 dapat mengembalikan hutang nya pada waktu yang telah ditentukan.

  Penelitian Masruroh “Implementasi Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 04/DSN-MUI//IV/2000 Tentang Mura>bahah di BPRS Al-Mabrur Babadan Ponorogo” pada tahun 2008. Dalam sekripsi ini, kontrak perjanjian pada pembiayaan mura>bahah yang dilaksanakan di BPRS Al-Mabrur Babadan Ponorogo menggunakan prinsip jual beli dengan sistem tawar menawar, dan akad yang dilakukan bebas riba, barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang diharamkan, pembeli barang kepada pihak ketiga dapat dilakukan sendiri oleh bank, di dalam penelitian ini peneliti terfokus untuk meneliti tentang kontrak perjanjian pada pembiayaan mura>bahah di BPRS Al-Mabrur dan juga tata cara penyelesaian masalah jika terjadi pembatalan kontrak pada

  18 pembiayaan Mura>bahah di BPRS Al-Mabrur.

  Penelitian Siti Hamimah “Analisis Komparasi Fiqh dan DSN-MUI Tentang Penetapan Harga JualBeli Mura>bahah di BMT Hasanah Jabung Ponorogo” pada tahun 2015. Di dalamnya membahas mengenai penentuan harga dalam kegiatan pemasaran, karena harga dapat menentukan laku dan tidaknya produk dan jasa perbankan. Dalam prinsipnya ketika dalam akad mura>bahah barang-barang yang di jual merupakan aset berwujud, kejelasan harga asal dan keuntungan yang harus di sepakati oleh para pihak, barang yang di jual haruslah sudah menjadi milik dari penjual. Dalam pembahasan kali ini penulis menyampaikan tentang perspektif fiqh dan fatwa DSN-MUI tentang proses mekanisme akad pada penetapan harga jual beli mura>bahah di BMT Hasanah Jabung Ponorogo dan perspektif fiqh dan DSN-MUI tentang cara penyelesaian wanprestasi pada penetapan harga jual beli mura>bahah di

19 BMT Hasanah Jabung Ponorogo.

  Adapun posisi penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya diantaranya sama-sama membahas mengenai tata cara penyelesaian masalah jika terjadi pembatalan kontrak pada pembiayaan Mura>bahah di BPRS Al-Mabrur. Pada penelitian saya juga membahas penyelesaian bagi nasabah yang melakukan wanprestasi di BMT Surya Kencana Balong. 18 Masruroh,

  Implementasi Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI//IV/2000 Tentang Murabahah di BPRS Al-Mabrur Babadan Ponorogo (Sekripsi: IAIN Ponorogo, 2008) 19 Siti Hamimah, Analisis Komparasi Fiqh dan DSN-MUI Tentang Penetapan Harga Jual

  Adapun perbedaannya yaitu dalam penelitian terdahulu membahas mengenai keuntungan dalam pembiayaan mura>bahah yang diterapkan di BMT Natijatul Umat dan juga teknik pemesanan pembelian barang yang dipraktekkan di BMT Natijatul Umat dan jaminan yang diberikan atas pembelian dari suatu barang oleh peminjam, kontrak perjanjian pada pembiayaan mura>bahah di BPRS Al-Mabrur. Adapun penelitian yang penulis buat ini membahas mengenai pelaksanaan dan akadnya akan tetapi pembiayaan mura>bahah ini dikaitkan dengan fatwa tentang waka>lah, sedangkan pada penelitian sebelumnya belum di bahas.

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan merupakan suatu penelitian yang dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya. Penelitian lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan realistik apa yang tengah terjadi pada suatu saat ditengah

  20 masyarakat.

  Dalam penelitian kualitatif ini peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan memberikan penafsiran terhadap hasilnya,

  21 20 akan tetapi dalam hal tertentu peneliti boleh menggunakan angka. Dalam Aji Damanuri,

  Metodologi Penelitian Mu’amalah (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2010), 6. 21 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hal,

  hal ini peneliti memaparkan informasi faktual yang diperoleh dari BMT Surya Kencana secara langsung yang berhubungan dengan fatwa DSN MUI No. 04/ DSN-MUI/IV/2000 terkait dengan praktek mura>bahah yang di jalankan oleh beberapa lembaga BMT, dalam hal ini peneliti menggunakan satu lembaga dalam melakukan penelitian yang mengkaitkannya dengan fatwa DSN MUI dan kemudian mengevaluasi dengan berbagai teori yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian ini.

  2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi atau daerah yang penulis teliti berada di BMT Surya Kencana Balong.

  3. Data dan Sumber Data Penelitian a.

  Data Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

  1) Data tentang prosedur pembiayaanMura>bahahberdasarkan implementasi fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan

  No.23/DSN-MUI/III/2002 di BMT Surya Kencana Balong. 2)

  Data tentang penyelesaian jika terjadi wanprestasi dalam pembiayaan Mura>bahahberdasarkan implementasi fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002 di BMT Surya Kencana Balong.

  3) tentang potongan pelunasan dalam Data pembiayaan Mura>bahahberdasarkan implementasi fatwa DSN MUI

  No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002 di BMT Surya Kencana Balong.

  b.

  Sumber Data Sumber data lebih mengarah pada benda, hal atau orang dimana tempat peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang

  22

  data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber data primer: Penelitian dengan menggunakan sumber data primer membutuhkan data atau informasi dari sumber pertama atau responden. Data atau informasi diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan menggunakan tanya jawab dengan memperhatikan sumber pertama yang akan dijadikan

  23

  objek penelitian. Adapun sumber data nya penulis dapatkan dari: 1)

  Pak Tri Kuntoro SE. Drs. Bonaridan Ibu Mona selaku Manager dan anggota BMT Surya Kencana Balong sebagai pihak yang telah memberikan arahan dan penjelasannya. 2) Data yang dapat mendukung jalannya penelitian ini.

  4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah:

  22 23 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), 116.

  Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, a.

  Interview percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara yang menunjukkan pertanyaan dan yang di wawancara memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

  b.

  Dokumentasi dari perolehan data dari dokumen dan lain-lain, maupun data yang diperoleh dari sumber manusia melalui observasi dan wawancara, serta mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan buku, dokumen, foto dan bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengolahan Data

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sebagai berikut: a.

  Editing Dengan memeriksa kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan keterbatasan, kejelasan makna sesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya merelevensikan dan keseragaman satuan atau kelompok data.

  b.

  Organizing Dengan menyusun dan mensistematiskan data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan yang relevan dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan masalah. Setelah data yang diperoleh dari implementasi fatwa DSN MUI No.04/DSN- MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002, maka penulis menyusun dan mensistematiskan data dari lapangan dengan rumusan masalah yang telah penulis buat, apakah data tersebut hasilnya sesuai dengan rumusan masalah atau belum.

  c.

  Menganalisa hasil pengorganisasian dengan menggunakan kaidah- kaidah teori yang penulis susun sebelumnya sehingga pada proses ini telah diperoleh kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah sebagai temuan dalam penelitian.

6. Teknik Analisa Data

  Dalam menganalisis data kualitatif upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

  24 H.

   Sistematika Pembahasan

  Dalam rangka mempermudah pemahaman maka dalam pembahasan ini akan disusun secara sistematis sesuai dengan tata urutan dan permasalahan yang ada antara lain:

  Bab I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan untuk mengantarkan dalam menyusun penelitian secara keseluruhan. Pada bab ini terdiri dari sub bab yaitu latar belakang masalah untuk mengetahui kenapa 24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), penelitian ini menarik untuk diteliti. Kemudian rumusan masalah menjelaskan fokus penelitian yang dilakukan dalam penelitian.

  Selanjutnya tujuan penelitian dan kegunaan penelitian untuk mengetahui tujuan yang diharapkan oleh peneliti, dan manfaat yang akan diperoleh jika penelitian itu dilakukan. Untuk selanjutnya kajian pustaka, tujuannya untuk mengetahui isi dari penelitian yang telah ada terdahulu. landasan teori, metode penelitian Kemudian, sistematika pembahasan.

  Bab II : MURA<BAHAHDAN POTONGANMURA<BAHAHMENURUT DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA merupakan landasan teori yang meliputi : fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai mura>bahah, pengertian mura>bahah, rukun dan sarat mura>bahah, dasar hukum mura>bahah serta pemberian potongan dalam pembiayaan murabahah.

  MURA<BAHAHDI BMT

  Bab III : PELAKSANAAN PEMBIAYAAN SURYA KENCANA BALONG PONOROGO Bab ini berisi tentang data lapangan meliputi : sekilas tentang BMT Surya Kencana Balong. Prosedur, penyelesaian wanprestasi dan potongan dalam pembiayaan murabahahBerdasarkan Implementasi Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 DAN No. 23/DSN-MUI/III/2002

  Bab IV : ANALISA FATWA DSN MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 DAN NO/ 23/DSN-MUI/III/2002 TENTANG PEMBIAYAAN MURA<BAHAH DI BMT SURYA KENCANA Bab ini merupakan analisa antara landasan teori dengan data yang ada di lapangan, meliputi: analisa pelaksanaan Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan No. 23/DSN-MUI/III/2002tentang prosedur pembiayaan mura>bahah, penyelesaian wanprestasi dan potongan pelunasan dalam pembiayaan mura>bahahdi BMT Surya Kencana Balong Ponorogo

  Bab V : PENUTUP merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan disimpulkan hasil pembahasan untuk menjelaskan sekaligus menjawab persoalan yang telah diuraikan atau menjawab hipotesa.

BAB II MURA<BAHAHDAN POTONGANMURA<BAHAH MENURUTDEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA A. Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Mura>bahah Pada zaman yang semakin modern ini masyarakat banyak memerlukan

  bantuan penyaluran dana dari bank ataupun lembaga keuangan syariah lainnya yang berdasarkan pada prinsip jual beli. Dalam rangka untuk membantu semua masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia membentuk suatu lembaga Dewan Syariah Nasional salah satunya adalah fatwa terkait dengan

  25 mura&gt;bahah.

  Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mura&gt;bahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa mura&gt;bahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 25 Ichwan Sam. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI Mura&gt;bahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli, mura&gt;bahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan penjual pun

  26 diberitahukan kepada pembeli.

  Kata Mura&gt;bahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ( حُ بْ رِلا ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah

  Mura&gt;bahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian lain Mura&gt;bahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli Mura&gt;bahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan Mura&gt;bahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang

  27 dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.

  Dari pengertian yang menyatakan adanya keuntungan yang disepakati, mura&gt;bahah memiliki karakter yaitu si penjual harus memberitahu kepada pembeli tentang harga pembelian barang dan juga menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Perhitungan keuntungan bisa berdasarkan kepada jumlah harga atau kadar persentase tertentu.

  Biasanya mura&gt;bahah berlaku dalam keadaan pihak pembeli tidak mengetahui harga pasaran sebenarnya dan mempercayai kejujuran penjual 26 27 Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), 14.

  Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cet. I(Jakarta: Gema modalnya dan keuntungan yang diinginkan. Begitu juga halnya, keinginan itu boleh datang dari pihak penjual yang bertujuan untuk melariskan barang jualannya dengan menawarkan harga biaya dan jumlah keuntungan. Penjual bukan saja dituntut menyatakan harga asal yang dibelinya, tetapi perlu menyampaikan beberapa persoalan lain, yang bisa mempengaruhi harga penjualan seperti pembelian secara berangsur karena ini akan meningkatkan

  28 harga penjualan.

  Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 04/DSN- MUI/IV/2000. Pengertian mura&gt;bahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.Dari definisi mura&gt;bahah atau jual beli tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa inti jual beli tersebut adalah penjual mendapatkan manfaat keuntungan dan pembeli mendapat manfaat dari benda

  29 yang dibeli.

  Adapun ketentuan umum murabahah dalam bank syariah adalah: 1. bank dan nasabah harus melakukan akad mura&gt;bahah yang bebas riba. Jadi akad mura&gt;bahahtidak boleh dilakukan jika ada unsur riba didalamnya.

  2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah Islam.

  Dalam artian barang yang diperjual belikan harus suci dan khalal.

  3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah 28 disepakati kualifikasinya.

  Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2014), 200 -201.

  4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

  5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat persengketaan dikemudian hari.

  6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya, dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

  7. Nasabah harus membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

  8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

  9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli mura&gt;bahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

  30 Lain daripada itu pihak bank atau lembaga keuangan syariah yang

  terkait juga mempunyai ketentuan Mura&gt;bahah kepada nasabah diantaranya: Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. Kemudian, jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus 30 DSN MUI, “ Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000, “ dalam

  

menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. Kemudian dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

  Namun, jika nasabah kemudian menolak untuk membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari biaya uang muka tersebut. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. Namun jika uang muka memak ai „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka terdapat dua ketentuan yaitu: jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut ia tinggal membayar sisa harga, namun apabila nasabah batal membeli uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut dan jika uang muka tidak mencukupi maka

  31 bagi nasabah wajib melunasi kekurangannya.

  Adapun ketentuan tentang jaminan dalam Mura&gt;bahah adalah: Jaminan dalam mura&gt;bahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya.

  Kemudian jika bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. mura&gt;bahah ini

  Adapun tentang ketentuan utang dalam pembiayaan adalah: Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi mura&gt;bahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

  Selain itu dalam fatwa juga dijelaskan penundaan pembayaran dalam Mura&gt;bahah diantaranya, jika nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. Namun jika nasabah menunda- nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

  32 Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

  Dalam fatwa juga dijelaskan ketentuan bangkrut dalam pembiayaan mura&gt;bahah diantaranya: jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia

  33 menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

B. Skema Transaksi Mura>bahah Menurut Dewan Syariah Nasional

  Mura&gt;bahah, sebagaimana yang digunakan dalam lembaga keuangan syariah prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok, yaitu harga beli serta 32 Ibid. biaya yang terkait dan kesepakatan atas laba. Lembaga keuangan syariah mengadopsi mura&gt;bahah untuk memberi pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun nasabah tidak memiliki uang untuk membayar.

34 Berdasarkan gambar dapat dijelaskan mekanisme yang dilakukan

  dalam transaksi mura&gt;bahah dalam lembaga keuangan syariah adalah: 1.

  Nasabah melakukan pemesanan barang yang akan dibeli kepada bank dan dilakukan negosiasi terhadap harga barang dan keuntungan, syarat penyerahan barang, dan syarat pembayaran barang dan sebagainya.

  2. Setelah diperoleh kesepakatan dengan nasabah, bank mencari barang yang dipesan kepada pemasok. Bank juga melakukan negosiasi terhadap harga barang, syarat penyerahan barang, syarat pembayaran dan sebagainya. Pengadaan barang yang dipesan oleh nasabah merupakan tanggung jawab bank sebagai penjual.

  3. Setelah diperoleh kesepakatan antara bank dan pemasok, dilakukan proses jual beli barang dan penyerahan barang dari pemasok ke bank. Pihak bank 34 Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, sebagai penjual harus memberitahu harga perolehan barang dan margin

  35 keuntungan beserta keadaan barangnya.

  4. Setelah barang secara prinsip menjadi milik bank, dilakukan proses akad jual beli mura&gt;baha{h.

  5. Tahap berikutnya adalah penyerahan barang dari penjual yaitu bank kepada pembeli yaitu nasabah. Dalam penyerahan barang ini harus diperhatikan syarat penyerahan barangnya, misalnya penyerahan sampai tempat pembeli atau sampai ditempat penjual saja, karena hal ini akan mempengaruhi terhadap biaya yang dikeluarkan yang akhirnya mempengaruhi harga perolehan barang.

  6. Tahap akhir adalah dilakukan pembayaran yang dapat dilakukan dengan tunai atau tangguh sesuai kesepakatan antara bank dan nasabah.

  Kewajiban nasabah adalah sebesar harga jual, yang meliputi harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati dan dikurangi dengan uang

  36 muka (jika ada).

C. Rukun dan Syarat Mura>bahah

  Adapun rukun-rukun dalam mura&gt;bahah yaitu: 1.

  Pihak yang berakad Cakap hukum, dan sukarela (ridha), tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan.

35 Wiroso, Jual Beli Murabahah, 42.

  2. Objekmura&gt;bahah Tidaktermasuk yang diharamkan/dilarang, bermanfaat, penyerahannyadaripenjualkepembelidapatdilakukan, merupakanhakmilikpenuh yang berakad dan sesuaispesifikasinya yang

  37 diterimapembelidandiserahkan kepadapenjual.

  3. Akad/sighat Harusjelasdandisebutkansecaraspesifikdengansiapaberakad, antaraijabqabulharusselarasbaikdalamspesifikasibarangmaupunharga yang disepakati, tidakmengandungklausul yang menggantungkankeabsahantransaksipadahal/kejadianyang akandatang, tidakmembatasiwaktu, missal sayajualinikepadaAndauntukjangkawaktu 10

  38 bulansetelahitujadimiliksayakembali.

  4. Harga (tsaman) Penjual harus memberitahukan harga pokok kepada pembeli, adapun keuntungan yang didapatkan penjual telah disepakati antar para

  39 pihak yang bersangkutan.

  Sedangkan syarat-syaratnya adalah: a.

  Penjual memberitahu harga pokok kepada pembeli.

  b.